STRATEGI PENGEMBANGAN KERAJINAN BATIK TULIS SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH (PUD) DI KABUPATEN BANTUL

(1)

i

DEVELOPMENT STRATEGY OF HANDMADE BATIK AS REGION FEATURED PRODUCT IN BANTUL REGENCY

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2

Program Studi Magister Manajemen

Diajukan Oleh HENRI KRISMAWAN

20101020101

Kepada:

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

DEVELOPMENT STRATEGY OF HANDMADE BATIK AS REGION FEATURED PRODUCT IN BANTUL REGENCY

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2

Program Studi Magister Manajemen

Diajukan Oleh HENRI KRISMAWAN

20101020101

Kepada:

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

STRATEGI PENGEMBANGAN KERAJINAN BATIK TULIS SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH (PUD) DI

KABUPATEN BANTUL

Diajukan Oleh HENRI KRISMAWAN

20101020101

Pembimbing I


(4)

iii

SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH (PUD) DI KABUPATEN BANTUL

Diajukan Oleh HENRI KRISMAWAN

20101020101

Tesis ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Dewan Penguji Program Megister Manajemen

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tanggal: 20 Desember 2016

Yang Terdiri Dari :

Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono Ketua Tim Penguji

Dr. Aris Suparman W. Akt., MM. Anggota Tim Penguji

Fauziah, SE., M.Si. Anggota Tim Penguji

Mengetahui

Ketua Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(5)

iv

Dengan ini saya menyetakan bahwa tesis ini bukan merupakan hasil plagiat karya orang lain , melainkan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diterbitkan oleh pihak manapun. Demikian pernyataan inisaya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ada yang mengklaim bahwa karya ini adalah milik orang laian dan dibenarkan secara hukum, maka saya bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Yogyakarta, Desember 2016 Yang Membuat Pernyataan:

Henri Krismawan 20101020101


(6)

v

… da de ikia lah pula dia tara a usia, bi ata g-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya dan jenisnya. Sesungguhnya yang tahut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah

ulama (orang-orang yang mengetahui kebesaran dan kuasaan Allah). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun...

(Qs.: Faathir: 28)

Manisnya keberhasilan akan menghapus pahitnya kesabaran. Nikmatnya memperoleh kemenangan akan menghilangkan letihnya perjungan menuntaskan pekerjaan. Hidup adalah perjuangan yang harus dimenangkan. Pengalaman akan membawa kita pada kegagalan dan keberhasilan, yang keduanya bersama-sama

akan menempa kita untuk terus berkembang dan akhirnya menggapai kesuksesan.

Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan, karena apa yang terbaik bagi kita belum tentu baik bagi Allah SWT, namun apa yang baik bagi Allah SWT itulah yang terbaik buat kita. tetapi sering kali kita tidak

bisa melihat apa yang kita butuhkan, melainkan selalu melihat apa yang kita inginkan.


(7)

vi

Y

ang Utama Dari Segalanya...

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta

memperkenalkanku dengan cinta. Dari semua yang telah engkau tetapkan baik itu rencana indah yang engkau siapkan untuk masa depanku sebagai harapan kesuksesan. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya tesis yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan

keharibaan Rasullah Muhammad SAW.

K

upersembahkan karya sederhana ini kepada

orang yang sangat kukasihi dan kusayangi Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibu, Bapak, dan keluargaku yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga

yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan.

K

upersembahkan karya sederhana ini kepada

keluarga kecilku

(Istriku Sri Wahyuningsih & Buah Hatiku Nursyifa Hardiknasri K & Elqi Al Faathir K)

Sebagai tanda cinta kasihku, aku persembahkan karya kecil ini buat kalian semua. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian, dan kesabaranmu yang telah

memberikanku semangat dan inspirasi dalam menyelesaikan tesis ini. Terima Kasih Ya Allah yang telah mengirimkan insan terbaik dalam hidupku.


(8)

vii

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis dengan judul “STRATEGI PENGEMBANGAN KERAJINAN BATIK TULIS SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH (PUD) DI KABUPATEN BANTUL” ini adalah salah satu syarat memperoleh gelar sarjana strata 2 (S-2) pada Program Pascsarjana Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan, hal ini karena keterbatasan penulis. Keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono selaku ketua program studi Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan selalu memotifasi selama proses penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Dr. Aris Suparman W. Akt., MM. dan Ibu Fauziah, SE., M.Si. selaku dosen penguji tesis ini, yang telah menguji dengan penuh kesabaran.

3. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga amal ibadah yang bapak/ibu/saudara/I berikan mendapatkan balasan kebaikan dari Allah SWT. Aamiin.

Akhirnya harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada Program Studi Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Desember 2016 Penulis


(9)

viii Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Pernyataan ... iv

Halaman Motto ... v

Halaman Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Gambar ... xi

Daftar Tebel ... xii

Intisari ... xiii

Abstract ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Batasan Masalah ... 7

1.3. Rumusan Masalah ... 7

1.4. Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ... 10

2.1. Konsep Produk Unggulan Daerah ... 10

2.1.1. Pengertian Produk Unggulan Daerah... 10

2.1.2. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pedekatan Produk/Komoditas Unggulan Daerah ... 17

2.2. Otonomi Daerah dan Produk Unggulan ... 21

2.3. Pengembangan PUD Model Klaster ... 26

2.3.1. Pengembangan PUD Berbasis Klaster ... 26

2.3.2. Manfaat Klaster ... 32


(10)

ix

2.5. Pengembangan PUD Model OVOP ... 39

2.5.1. Pengertian One Village One Product ... 39

2.5.2. Tujuan One Village One Product ... 40

2.5.3. Kriteria One Village One Product... 41

2.5.4. Lingkup Produk One Village One Product ... 41

2.5.5. Konsep Dasar dan Prinsip-Prinsip Dalam Pelaksanaan One Village One Product ... 42

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 46

3.1. Metodologi dan Prosedur Pelaksanaan Studi ... 46

3.2. Teknis Analisis ... 47

3.2.1. Statistik Deskriptif ... 47

3.2.2. Metode SWOT ... 48

3.2.3. Manfaat Analisis SWOT ... 50

3.2.4. Tahapan Analisis SWOT ... 50

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1. Identifikasi Responden ... 56

4.2. Hasil dan Pembahasan ... 61

4.2.1. Hasil Penilaian Responden ... 62

4.2.2. Hasil Analisis SWOT ... 82

4.3. Langkah Strategis Stakeholders ... 91

4.3.1. Pemerintah Daerah ... 91

4.3.2. Promosi Inovasi ... 93

4.3.3. Pengembangan SDM ... 94

4.3.4. Dukungan Finansial ... 95

4.3.5. Strategi Pemasaran ... 98


(11)

x

5.1. Kesimpulan ... 102

5.2. Rekomendasi ... 105

Daftar Pustaka ... 107


(12)

xi

Gambar 2.1. Pengelompokan Klaster Kedalam Empat Jenis. ... 32 Gambar 3.1. Diagram SWOT ... 53 Gambar 4.1. Diagram Responden Berdasarkan Jenis Batik ... 58 Gambar 4.2. Diagram Daerah Pemasaran Batik Tulis ... 59 Gambar 4.3. Diagram Responden Berdasarkan Lokasi

Terpilih ... 60 Gambar 4.4. Diagram Kulitas Produk Mempermudah

Penjualan ... 62 Gambar 4.5. Lingkungan Kerja Memberikan Kenyamanan ... 63 Gambar 4.6. Diagram Tentang Produk Batik Mudah Didapat .. 64 Gambar 4.7. Diagram Tentang Promosi Penjualan Efektif ... 65 Gambar 4.8. Diagram Tentang Peningkatan SDM Melalui

Pelatihan ... 66 Gambar 4.9. Diagram Tentang Tenaga Kerja Produktif

Berasal Daerah Setempat ... 67 Gambar 4.10. Diagram Tentang Lokasi Bahan Baku ... 68 Gambar 4.11. Diagram Tentang Bahan Baku Mudah Didapat .... 69 Gambar 4.12. Diagram Tentang Akses Ke Lokasi Mudah ... 70 Gambar 4.13. Diagram Peralatan Produksi Lengkap ... 71 Gambar 4.14. Diagram Prospek Penjualan di Luar Bantul... 72 Gambar 4.15. Diagram Adanya Bantuan Sarana dan Prasaran ... 73 Gambar 4.16. Diagram Adanya Pelangan Loyal ... 74 Gambar 4.17. Diagram Pelayanan Kepada Pelanggan

Memuaskan ... 75 Gambar 4.18. Diagram Dukungan Modal Usaha ... 76 Gambar 4.19. Diagram Adanya Produk Baru Pesaing dari Luar. 77 Gambar 4.20. Diagram Adanya Informasi Produk Kepada

Masyarakat ... 78 Gambar 4.21. Diagram Gencarnya Promosi dari Pesaing Luar

Bantul ... 79 Gambar 4.22. Diagram Ketatnya Persaingan Usaha di Luar

Bantul ... 80 Gambar 4.23. Diagram Permintaan Produksi Meningkat ... 81


(13)

xii

Tabel 3.1 Format Matrik SWOT ... 55 Tabel 4.1. Nama Responden dan Lokasi... 56 Tabel 4.2. Jenis Batik Berdasarkan Responden ... 58 Tabel 4.3. Daerah Pemasaran Batik Berdasarkan Responden .. 59 Tabel 4.4. Lokasi Kelompok Pengrajin Batik Berdasarkan

Responden Pengisian Kuesioner ... 59 Tabel 4.5. Daftar Pertanyaan pada Kuesioner ... 61


(14)

xiii

Penetapan batik tulis sebagai salah satu Produk Unggulan Daerah (PUD) di Kabupaten Bantul tentunya harus dibarengi dengan strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masing-masing bagian yang nantinya mempunyai peran masing-masing. Bagaimana peran pemerintah daerah melakukan peran dan tanggungjawabnya yang hanya bersifat mengarah dan membina bukan menentukan (steering than rowing). Peran sektor pengrajin industri batik tulis mampu menciptakan peluang pasar yang lebih luas dan mampu menciptakan brand atau merk, serta mampu memberikan produk yang berkualitas, kuantitas, dan kontinuitas sesuai dengan harapan pasar.

Sampel yang digunakan adalah pengrajin batik tulis sebanyak 51 pengrajin batik tulis dengan bahan baku kain, logam, kayu, dan kulit yang terebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Bantul.

Hasil dari penelitian ini memberikan arahan perlunya optimalisasi peran pemerintah Kabupaten Bantul dalam melestarikan batik serta mendorong pengembangan pengrajin batik agar batik Bantul go-internasional, peningkatan kualitas produk batik dalam menghadapi daya saing pada pasar global dan MEA, peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, pemanfaatan teknologi, inovasi model dan desain, kemudahan dalam mengakses permodalan, serta peningkatan kemampuan pengrajin batik tulis dalam mendukung pelayanan distribusi dan pemasaran produk batik tulis tersebut melalui tehnologi informasi.

Kata kunci: batik tulis, PUD, kualitas produk batik, peran pemerintah, peningkatan SDM, go-internasional


(15)

xiv

The determination of handmade batik as one of the Regional Featured Products (RFD) in Bantul Regancy must be hand in hand with the development strategy that must be performed on each part, and it will have their roles. How the role of local governments perform their roles and responsibilities which merely leads and nurture not determine (steering than rowing) are. The role of industrial sector batik artisans are able to create a broader market opportunity, are able to create a brand, and are able to provide a quality product, quantity, and continuity in line with market expectations.

The samples used were 51 artisans of handmade batik with raw materials of cloth, metal, wood, and leather which are spread across several districts in Bantul Regency.

The results of this study provides guidance need to optimize the role of government Bantul Regency in preserving batik and encourage the development of batik artisans for batik of Bantul go-international, improving the quality of batik products in the face of competitiveness on global market and MEA, capacity building of human resources, use of technology, model and design innovation, ease of access to capital, and increasing the ability of handmade batik artisans in supporting distribution and marketing services batik products through information technology.

Keywords: handmade batik, RFD, quality of batik products, government role, human resource development, go-international


(16)

xiii

The determination of handmade batik as one of the Regional Featured Products (RFD) in Bantul Regancy must be hand in hand with the development strategy that must be performed on each part, and it will have their roles. How the role of local governments perform their roles and responsibilities which merely leads and nurture not determine (steering than rowing) are. The role of industrial sector batik artisans are able to create a broader market opportunity, are able to create a brand, and are able to provide a quality product, quantity, and continuity in line with market expectations.

The samples used were 51 artisans of handmade batik with raw materials of cloth, metal, wood, and leather which are spread across several districts in Bantul Regency.

The results of this study provides guidance need to optimize the role of government Bantul Regency in preserving batik and encourage the development of batik artisans for batik of Bantul go-international, improving the quality of batik products in the face of competitiveness on global market and MEA, capacity building of human resources, use of technology, model and design innovation, ease of access to capital, and increasing the ability of handmade batik artisans in supporting distribution and marketing services batik products through information technology.

Keywords: handmade batik, RFD, quality of batik products, government role, human resource development, go-international


(17)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Semakin berkembangnya zaman menuntut tiap negara untuk mengikuti arus globalisasi dimana terdapat persaingan antar negara di sektor-sektor potensial atau unggulan, khususnya pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Tiap-tiap negara berusaha memperkuat ekonominya dengan mengembangkan sektor-sektor unggulan agar dapat bersaing dengan negara lain. Dalam lingkup yang lebih kecil atau dalam lingkup daerah/regional pada suatu negara juga memiliki sektor unggulan yang berbeda satu sama lain.

Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya perbedaan kondisi daerah, serta potensi sumberdaya alam dan manusia. Untuk menciptakan pembangunan yang optimal serta merata perlu adanya kesesuaian dengan potensi yang terdapat di masing-masing daerah serta didasarkan atas kekhasan daerah yang bersangkutan (endogeneous development).

Menurut Sjafrizal (1997), tiap daerah memiliki potensi yang berbeda beda satu sama lain. Karena itulah untuk memajukan


(18)

perekonomian suatu daerah harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Bila prioritas pembangunan tidak sesuai dengan karakteristik daerah masing- masing, maka pembangunan ekonominya akan menjadi relatif lambat dan tidak optimal. Karena terdapat perbedaan potensi dan corak struktur ekonomi dari masing-masing daerah maka dalam proses pembangunan daerah perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik dari daerah yang bersangkutan.

Perbedaan potensi satu daerah dengan daerah yang lain menyebabkan perbedaan strategi pembangunan dari masing-masing daerah dan tidak ada strategi yang sama yang dapat diterapkan untuk semua daerah. Keberhasilan pembangunan suatu daerah ditunjukkan dari peningkatan pertumbuhan ekonomi serta semakin kecilnya kesenjangan distribusi pendapatan baik dalam skala kecil maupun dalam skala yang lebih luas. Pemerintah dalam hal ini turut berperan dalam pembangunan suatu daerah dengan berbagai kebijakannya. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, dimana dalam hal ini pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri. Diharapkan dengan kebijakan ini


(19)

pemerintah daerah dapat mengatur daerahnya dengan lebih baik karena sudah mengenal karakteristik daerah tersebut.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah akan menggerakkan dan memacu pembangunan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat. Untuk itu, dalam lingkup daerah atau regional digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah yang bersangkutan sebagai tolok ukur pertumbuhan ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

Pembangunan ekonomi daerah dalam era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan. Di satu pihak, kesenjangan ekonomi antar daerah yang berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan bahkan kemiskinan, adalah masalah yang belum terselesaikan. Di lain pihak, upaya pembangunan masih berorientasi sektoral dan kurang memperhatikan karakteristik dan kondisi dari sumber daya suatu wilayah, sedangkan sumber-sumber daya pembangunan semakin terbatas. Tantangan pembangunan ekonomi


(20)

daerah ke depan adalah mengupayakan pengelolaan jalannya pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan efisien, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi wilayah, termasuk sumber daya alam dan sumber daya manusianya, serta mengoptimalkan seluruh sumber-sumber dana untuk membiayai pembangunan ekonomi daerahnya.

Sementara itu, globalisasi mengharuskan daerah-daerah dalam wilayah nasional untuk bersaing dalam perdagangan bebas secara kompetitif dengan produk negara-negara dari seluruh dunia. Pembangunan ekonomi daerah diharapkan mampu menghasilkan produk unggulan bermutu yang dapat bersaing dalam kompetisi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Wilayah provinsi dan kabupaten/kotamadya sebagai wilayah terdepan dari perwilayahan nasional dalam pembangunan ekonomi daerah diharapkan mampu melaksanakan percepatan pembangunan ekonomi daerah secara terfokus pada produk-produk unggulannya agar tidak tertinggal dalam persaingan pasar bebas minimal di wilayah sendiri. Dengan demikian diperlukan berbagai upaya percepatan pengembangan produk unggulan berorientasi pasar yang memperhatikan berbagai peluang bisnis dan investasinya, yang secara nyata dapat


(21)

meningkatkan daya saing produk sekaligus memberikan nilai tambah bagi pengembangan ekonomi daerah.

Produk Unggulan Daerah (PUD) menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumber daya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestik dan/atau menembus pasar ekspor.

Pengembangan produk unggulan merupakan strategi yang efektif dalam pengembangan ekonomi daerah yang menghasilkan produk-produk inovasi berbasis keunggulan lokal. Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul telah mempunyai kebijakan untuk mendorong produk unggulan daerah melalui penetapan Batik Tulis sebagai PUD Kabupten Bantul. Namun demikian, menjadikan produk unggulan daerah tersebut sebagai sebuah world class product di satu sisi masih terdapat beberapa kendala-kendala, seperti; uniqness (keunikan produk) yang tidak dikembangkan, para pelaku ekonomi belum melakukan operasional secara lebih manajerial dan


(22)

berorientasi mutu global; kondisi rendahnya kelembagaan dan SDM, terbatasnya akses pasar dan tingkat persaingan antar daerah yang semakin tinggi, sehingga, pelaku ekonomi seringkali tidak dapat memenuhi harapan memasuki area pasar yang lebih luas.

Kinerja dari keberhasilan pengembangan produk unggulan daerah adalah kontinuitas ketersediaan produk dipasar; manajemen pengelolaan, rantai supplai dan rantai nilai menjadi bagian terpenting dalam manajemen logistik industri, dan terakhir persoalan konsistensi mutu produk, volume produksi dan pencapaian waktu yang konsisten dan tepat waktu, semua ini dimulai dengan kemampuan merencananakan produksi dan memasarkan produk. Di lain pihak karena skala ekonominya rendah, maka perlu pengaturan kerjasama antar industri kecil menengah dalam mencapai skala ekonomis tertentu agar upaya menuju pencapaian produk unggulan daerah yang berdaya saing dapat berhasil.

Berdasarkan hal tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul perlu melakukan langkah-langkah strategis guna mengembangkan PUD sebagai bagian dari upaya-upaya untuk peningkatan pembangunan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat.


(23)

1.2. BATASAN MASALAH

Penelitian ini hanya terbatas pada ruang lingkup sebagai berikut:

1. Komoditas batik tulis yang tersebar pada setiap kecamatan di Kabupaten Bantul.

2. Jenis produk batik tulis yang berbahan baku pada media kain, besi, kulit dan kayu yang berada di Kabupaten Bantul.

3. Sampel yang digunakan adalah seluruh potensi pengrajin batik tulis yang berada di Kabupaten Bantul.

1.3. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang yang telah diuraikan pada bagian atas tadi, maka peneliti mandapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah peran pemerintah Kabupaten Bantul dalam mengembangkan produk batik tulis sebagai produk unggulan daerah?

2. Apakah yang dilakukan pengrajin batik tulis di Kabupaten Bantul dalam mengembangkan produknya sebagai produk unggulan daerah?


(24)

3. Apakah kendala yang dihadapi pengrajin batik tulis di Kabupaten Bantul?

4. Apakah kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam pengembangan batik tulis di Kabupaten Bantul?

5. Apakah strategi yang harus diterapkan dalam pengembangan kerajinan batik tulis sebagai produk unggulan daerah di Kabupaten Bantul?

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum tujuan penelitian yang ingin dicapai dari tesis ini antara lain untuk mengetahui:

1. Mengindentifikasi peran pemerintah daerah Kabupaten Bantul dalam rangka mengembangkan batik tulis sebagai produk unggulan daerah.

2. Mengidentifikasi permasalahan, kendala, dan hambatan pengrajin batik tulis di Kabupaten Bantul.

3. Menyusun konsep, strategi dan program akselerasi pengembangan batik tulis sebagai produk unggulan daerah di Kabupaten Bantul secara berkelanjutan.


(25)

1.5. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian strategi pengembangan kerajinan batik tulis sebagai produk unggulan daerah di Kabupaten Bantul antara:

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Bantul

Bagi pemerintah Kabupaten Bantul diharapkan dapat meningkatkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pengembangan produk unggulan daerah batik tulis tersebut, baik infrastruktur wilayah, sarana produksi maupun pemasaran.

2. Bagi Pengrajin Batik Tulis

Bagi pengrajin batik tulis di Kabupaten Bantul dapat menjadi masukan dalam mengembangkan produk unggulan daerah batik tulis pada sektor SDM, kelembagaan, kapasitas dan produktifitasnya, serhingga secara ekonomi dapat meningkatkan kesejahteraan.

3. Bagi Penulis

Bagi penulis sendiri dapat bermanfaat dalam menambah wawasan tentang pengembangan produk unggulan daerah di Kabupaten Bantul yaitu produk batik tulis yang berbahan dasar dari media kain, besi, kulit dan kayu.


(26)

BAB II.

LANDASAN TEORI

2.1. KONSEP PRODUK UNGGULAN DAERAH 2.1.1. Pengertian Produk Unggulan Daerah

Produk Unggulan Daerah (PUD) merupakan suatu barang atau jasa yang dimiliki dan dikuasai oleh suatu daerah, yang mempunyai nilai ekonomis dan daya saing tinggi serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, yang diproduksi berdasarkan pertimbangan kelayakan teknis (bahan baku dan pasar), talenta masyarakat dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, dukungan infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) yang berkembang di lokasi tertentu. Pengembangan ekonomi lokal merupakan proses membangun dialog dan kemitraan aksi para pihak yang meliputi pemerintah daerah, para pengusaha, dan organisasi-organisasi masyarakat lokal. Pilar-pilar pokok strateginya adalah meningkatkan daya tarik, daya tahan, dan daya saing ekonomi lokal. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan pertumbuhan yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan yang bermanfaat bagi semua pihak di daerah dalam rangka meningkatkan


(27)

kesempatan kerja baru, peningkatan dan pengurangan kemiskinan secara signifikan.

Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah, inventarisasi potensi wilayah/masyarakat/daerah mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan pola pengebangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi/identifikasi potensi ekonomi daerah adalah dengan mengidentifikasi produk-produk potensial, andalan dan unggulan daerah pada tiap-tiap sub sektor. Produk unggulan daerah menggambarkan kemampuan daerah menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumberdaya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestic dan /atau menembus pasar ekspor (Sudarsono, 2001).

Kriteria produk unggul menurut Unkris Satya Wacana Salatiga, adalah komoditi yang memenuhi persyaratan kecukupan sumberdaya lokal, keterkaitan komoditas, posisi bersaing dan potensi


(28)

bersaing. Dari kriteria ini memunculkan pengelompokkan komoditas berikut:

1. Komoditas potensial adalah komoditas daerah yang memiliki potensi untuk berkembang karena keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif terjadi misalnya karena kecukupan ketersediaan sumberdaya, seperti bahan baku lokal, keterampilan sumberdaya lokal, teknologi produksi lokal serta sarana dan prasarana lokal lainnya. 2. Komoditas andalan adalah komoditas potensial yang

dipandang dapat dipersandingkan dengan produk sejenis di daerah lain, karena disamping memiliki keunggulan komparatif juga memiliki efisiensi usaha yang tinggi. Efisiensi usaha itu tercermin dari efisiensi produksi, produktivitas pekerja, profitabilitas dan lain-lain.

3. Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif, karena telah memenangkan persaingan dengan produk sejenis di daerah lain. Keunggulan kompetitif demikian dapat terjadi karena efisiensi produksinya yang tinggi akibat posisi tawarnya yang tinggi baik terhadap pemasok, pembeli, serta daya


(29)

saignya yang tinggi terhadap pesaing, pendatang baru maupun barang substitusi.

Produk Unggulan Daerah yang selanjutnya disingkat PUD Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2014 merupakan produk, baik berupa barang maupun jasa, yang dihasilkan oleh koperasi, usaha skala kecil dan menengah yang potensial untuk dikembangkan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki oleh daerah baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya lokal, serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah yang diharapkan menjadi kekuatan ekonomi bagi daerah dan masyarakat setempat sebagai produk yang potensial memiliki daya saing, daya jual, dan daya dorong menuju dan mampu memasuki pasar global. Sedangkan yang disebut pengembangan adalah upaya yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam mengembangkan produk unggulan daerah melalui perencanaan, pengorganisasian, pembiayaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi kegiatan.

Perencanaan pengembangan PUD jangka menengah daerah dapat dilakukan antara lain dengan model; Inkubator, Klaster, One Village One Product/Ovop, dan Kompetensi inti.


(30)

Model pengembangan PUD jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan antara lain melalui:

1. Peningkatan kualitas daya tarik PUD; 2. Peningkatan kualitas infrastruktur; 3. Peningkatan promosi dan investasi PUD; 4. Peningkatan kerjasama;

5. Peningkatan peran serta masyarakat; dan 6. Peningkatan perlindungan terhadap PUD.

Mengacu urgensi identifikasi produk-produk unggulan di daerah terkait penerapan otonomi daerah dan relevansinya dengan penyerapan basis ekonomi lokal untuk bisa memacu PAD serta penyerapan tenaga kerja maka kajian tentang produk unggulan menjadi kian menarik untuk ditelaah lebih lanjut.

Selain itu, pengembangan produk unggulan daerah juga relevan dengan tuntutan era global karena saat ini nilai keunggulan komparatif sudah tak lagi relevan sebab yang terpenting justru komitmen memacu keunggulan kompetitif. Terkait hal ini, keunggulan kompetitif pada dasarnya bisa diciptakan sehingga tidak ada alasan bagi semua pihak untuk tidak menciptakan keunggulan kompetitif dari setiap peluang yang ada. Persaingan era global sangat


(31)

ditentukan keunggulan yang dimiliki atau keunggulan produk. Bahkan, ini bisa disebut dengan keunggulan kompetitif. Di sisi lain, potensi keunggulan komparatif sudah tidak menjamin secara kontinu atas persaingan global.

Dalam konteks pengembangan keunggulan ini, pemerintah daerah harus mulai mengembangkan konsep produk unggulan. Proses ini dilakukan dengan mengidentifikasi produk unggulannya terutama yang berasal dari sektor informal dan usaha kecil menengah dengan asumsi sifatnya yang padat karya sebagai proses pengembangan sumber daya lokal dan juga optimalisasi atas potensi ekonomi daerah (Asmara, 2004).

Sebagai suatu strategi pembangunan, terutama terkait otonomi daerah, pengembangan produk unggulan dinilai mempunyai kelebihan karena dianggap bahwa suatu daerah yang menerapkan ini relatif lebih mandiri dalam pengembangan ekonomi. Pengembangan produk unggulan dan pengembangan UKM dapat merupakan strategi yang efektif dalam pengembangan ekonomi daerah. Esensi atas penciptaan produk-produk unggulan di daerah menjadi sangat penting terlebih lagi di daerah tertinggal atau mempunyai ketimpangan


(32)

ekonomi terhadap daerah lain, termasuk juga daerah perbatasan (Asmara, 2004).

Era otonomi daerah yang dititikberatkan pada pembangunan Kabupaten dan Kota membawa konsekuensi dan tantangan cukup berat bagi pengelola administratif pemerintahan, baik pada tahap implementasi maupun pada tahap pengendalian program program pembangunan. Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah dapat diatasi jika daerah memiliki kemampuan dalam menggalang berbagai potensi yang dimilikinya yang didukung oleh kemampuan aparat (SDM) dan kelembagaan, untuk menambah perbesaran sumber-sumber penerimaan daerah (Darmawansyah, 2003).

Peranan produk unggulan sangat krusial karena merupakan produk yang mampu memberi kontribusi terbesar terhadap perolehan penerimaan daerah, terutama jika dilihat kontribusinya terhadap PAD-PDRB. Hal ini terlihat dari besarnya peranan produk unggulan terhadap total perekonomian (Darmawansyah, 2003).

Dari rujukan diatas dan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah maka produk unggulan perlu mendapatkan perhatian khusus dan menjadi prioritas untuk dikembangkan melalui maksimisasi hasil


(33)

hasilnya. Meski demikian potensi yang ada di Kabupaten Bantul belum dimanfaatkan optimal dan masih banyak produk unggulan yang belum teridentifikasi sehingga output yang ada belum diolah secara optimal sehingga produktivitas produk unggulan sebenarnya masih dapat lebih ditingkatkan.

2.1.2. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah dan Pendekatan Produk/Komoditas Unggulan Daerah

Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan unsur penting dan utama dalam menciptakan daerah yang mandiri yang dicita-citakan melalui kebijakan desentralisasi. Pembangunan ekonomi daerah dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola suberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

Oleh karena itu pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakat dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber-sumberdaya yang diperlukan untuk


(34)

merancang dan membangun perekonomian daerahnya. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya finansial dan bahkan sumberdaya kelembagaan.

Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Menurut Sudarsono (2001), dinamika keunggulan daerah di masa mendatang ditandai dengan mempu tidaknya daerah dalam meraih peluang menghadapi kompetisi pasar bebas baik di tingkat regional maupun global. Beberapa langkah dan strategi yang perlu dilakukan agar daerah mampu berkompetisi antara lain:

1. Birokrasi pemerintah perlu melakukan reorientasi peran dan tanggungjawabnya yakni hanya bersifat mengarah dan membina bukan menentukan (steering than rowing). Sehingga peran dan tanggungjawab pemerintah daerah hanya berkisar pada bidang-bidang dimana sektor swasta


(35)

atau pihak ketiga lainnya tidak memungkinkan untuk melakukan tugas tersebut, misalnya dalam situasi terjadinya kegagalan pasar.

2. Birokrasi Pemda harus dapat berkiprah secara efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan prima untuk meraih investasi dalam dan luar negeri

3. Membentuk system dan jaringan kerja dengan lembaga/asosiasi bisnis dan atase perdagangan luar negeri, khususnya dalam mendukung pemasaran produks ekspor. 4. Mengembangkan lembaga R&D (research and

development) terhadap jenis produksi unggulan untuk menjamin kualitas produk, kestabilan harga, kebutuhan pasar dan jaminan kontinuitas ketersediaannya.

5. Memfasilitasi lembaga keuangan agar bersedia memberikan modal usaha bagi industri skala kecil dan menengah pada berbagai sektor unggulan daerah, sehingga mereka dapat menjamin dan mempertahankan keberlangsungan usahanya.

6. Berperan mentransportasikan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan di berbagai sektor unggulan produk


(36)

daerah, agar proses produksi dapat mencapai efektifitas, efisiensi, dan ekonomis.

7. Mendorong agar para produsen mengembangkan jenis-jenis produk unggulan yang bersifat komplementer baik intern maupun antar region, memiliki nilai tambah dan menghasilkan manfaat ganda baik secara backward-linkage dan forward linkage terhadap berbagai sektor, dengan demikian dapat memperkuat posisi daerah dari pengaruh fluktuasi ekonomi

8. Memposisikan birokrasi pemerintah daerah cukup berperan sebagai katalisator, stimulator, dan regulator agar mekanisme pasar dapat bekerja secara sehat

9. Memprioritaskan program pembangunan infrastuktur yang dibutuhkan dalam rangka kemudahan aksebilitas usaha di bidang industri meliputi sarana transprtasi, komunikasi, energi, lokasi industri, sarana dan prasarana pelayanan umum yang baik serta situasi lingkungan yang sehat dan aman.


(37)

2.2. OTONOMI DAERAH DAN PRODUK UNGGULAN Identifikasi atas produk-produk unggulan daerah terkait implementasi era otonomi daerah bukan tanpa masalah. Hal ini terutama mengacu pada harapan pemberdayaan masyarakat di daerah dan juga optimalisasi sumber-sumber daya yang ada, baik SDA atau SDM di daerah.

Oleh karena itu, salah satu ancaman atas penumbuh kembangan produk-produk unggulan daerah yaitu terjadinya eksplorasi dan eksploitasi sumber daya. Hal ini nampaknya memang disadari menjadi dilema dan secara tidak langsung adalah konsekuensi logis dari tuntutan pembangunan di era otonomi daerah yang menuntut optimalisasi PAD sebagai sumber pendanaan pembangunan era otonomi daerah (Elmi dan Ika, 2002).

Adanya perubahan politik dari sentralistik-otoriter ke desentralistik-demokratis yang ditandai pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak semakin tajamnya degradasi sumber daya alam dan ekosistemnya.

Perubahan tersebut akan mendorong adanya kegiatan yang mengarah pada perlombaan membangun daerah. Kegiatan itu senantiasa bertujuan untuk meningkatkan PAD sebagai sarana


(38)

menuju kesejahteraan masyarakat. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya eksploitasi kekayaan sumber daya dan ekosistemnya, sehingga pada gilirannya akan memacu keadaan lingkungan menjadi berbahaya bagi kehidupan.

Di sisi lain, ancaman ini adalah konsekuensi riil dibalik penumbuh kembangan produk-produk unggulan yang tentu harus diminimalisasi kejadiannya. Terjadinya penurunan kualitas sumber daya merupakan suatu indikasi adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia dengan ketersediaan sumber daya alam (Hasan, 2002).

Adanya ragam peraturan pemerintah yang kurang memberi penekanan pada upaya pelestarian sumber daya alam dan lebih memprioritaskan sisi perolehan pendapatan belaka maka bisa membawa dampak yang sulit dihindari dalam pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya. Terkait kasus ini misalnya bisa menjadi contoh untuk kasus daerah yang kaya sumber kayu dari hutan bahwa laju pengurangan luas hutan di Sumatera 2 % per tahun, di Jawa 0,4 % per tahun, di Kalimantan 0,9 % per tahun, di Sulawesi 1 % per tahun, dan di Irian Jaya mencapai 0,7 % per tahun. Adanya pengurangan luas hutan ini terjadi akibat proses penurunan mutu


(39)

hutan (degradasi) dan pengundulan hutan (deforestasi). Degradasi dan deforestasi hutan memberikan implikasi yang luas dan mengkhawatirkan bagi masa depan (Wardojo, 2001).

Ada berbagai masalah yang akan terjadi pada sumber daya alam dan ekosistemnya, jika dalam penjabaran dan pelaksanaan era otonomi daerah termasuk penumbuhkembangan produk-produk unggulan tersebut tak ditangani secara hati-hati. Masalah yang akan muncul itu akan berupa degradasi sumber daya alam dan ekosistemnya. Sebagai contoh adanya degradasi sumber daya kelautan, sumber daya sungai dan alirannya, sumber daya hutan, serta adanya berbagai dampak pencemaran akibat aktivitas pembangunan ekonomi antar daerah, dan lain-lain. Oleh sebab itu, sumber daya yang semula mampu menjadi sumber utama peningkatan pendapatan daerah melalui komitmen penumbuhkembangan produk unggulan, jika pemanfaatannya pada jangka panjang tidak disertai dukungan kebijakan yang mengarah kepada upaya perbaikan dan memperhatikan pelestarian sumber daya alam, maka hal tersebut justru menjadi sumber konflik antar pemerintah daerah di masa yang akan datang (Hasan, 2002).


(40)

Ini juga bisa mengancam terjadinya pemusnahan budaya lokal yang terkait dengan aspek sumber daya masyarakat lokal di daerah. Bahkan, jika ini berlanjut, maka ancaman urbanisasi akan makin menguat karena daerah sudah tidak ada lagi potensi sumber daya yang bisa memberikan kemanfaatan bagi masyarakat lokal dan kekhawatiran ini harus diwaspadai (Karmadi, 2007).

Merujuk ancaman kekhawatiran itu, bahwa pasca implementasi otonomi daerah terlihat gejala makin cepatnya degradasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Di berbagai daerah telah terjadi perusakan hutan, baik itu hutan lindung, hutan peyangga, hutan tanaman industri, dan juga kawasan konservasi. Rusaknya hutan, berarti telah terjadi kerusakan-kepunahan keanekaragaman hayati, baik itu tumbuhan maupun satwa. Juga berbagai macam perusakan baik di laut, daerah aliran sungai, pertambangan, tanah, udara dan air. Kasus tersebut telah terjadi secara merata di berbagai wilayah di Indonesia dengan akibat yang akan dirasakan semua lapisan masyarakat.

Oleh karena itu, wajarlah jika muncul tuntutan etika bisnis terkait penumbuhkembangan produk-produk unggulan agar terjadi keseimbangan. Menyikapi fenomena degradasi sumber daya


(41)

bersamaan dengan aspek tuntutan penumbuhkembangan produk-produk unggulan terkait pelaksanaan otonomi daerah kini, maka diperlukan kesadaran kolektif pada semua lapisan masyarakat, baik penyelenggara pemerintahan, pelaku ekonomi dan masyarakat pada umumnya untuk mendukung era otonomi daerah. Bagaimanapun juga implementasi era otonomi daerah adalah proses jangka panjang bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal (Sidik, 2002).

Adanya kepentingan terhadap keseimbangan sumber daya dan ekosistem terkait pada implementasi otonomi daerah dan penumbuhkembangan produk-produk unggulan daerah bahwa kini potret kebebasan pemanfaatan sumber daya alam cenderung mengarah pada perusakan dan degradasi sumber daya alam itu sendiri. Oleh karena itu dalam penyelenggaraan otonomi daerah memang dituntut untuk menggali potensi agar dapat menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, tetapi bukan berarti bahwa kebebasan menggali potensi ini adalah merusak sumber daya yang ada. Pelaksanaan otonomi daerah tidak terpaku pada perjuangan untuk memanfaatkan sumber daya alam dan ekosistemnya, jika nantinya yang akan menanggung segala kerugiannya justru masyarakat daerah setempat.


(42)

Oleh karena itu, perlu adanya pemberdayaan masyarakat lokal. Intinya bahwa keyakinan atas urgensi produk unggulan memang tak bisa disangkal, meski orientasi untuk menentukannya bukan pekerjaan mudah, terutama dikaitkan dengan aspek prioritas penetapannya (Pranadji, 2003).

2.3. PENGEMBANGAN PUD MODEL KLASTER 2.3.1. Pengembangan PUD Berbasis Klaster

Klaster pada hakekatnya adalah upaya untuk mengelompokkan industri inti yang saling berhubungan, baik industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, penelitian, pelatihan, pendidikan, infrastruktur informasi, infrastruktur teknologi, sumber daya alam, serta lembaga-lembaga-lembaga terkait. Klaster juga merupakan cara untuk mengatur beberapa aktivitas pengembangan ekonomi.

Diantara beberapa hal yang sebenarnya sangat mendasar dalam konsep klaster industri dan membedakan satu konsep dengan konsep lainnya adalah dimensi/aspek rantai nilai (value chain).


(43)

Dengan pertimbangan dimensi rantai nilai, secara umum terdapat 2 pendekatan klaster industri dalam literatur, yaitu:

1. Beberapa literatur, terutama yang berkembang terlebih dahulu dan lebih menyoroti aspek aglomerasi, merupakan pendekatan berdasarkan pada (menekankan pada) aspek keserupaan (similarity) sehimpunan aktivitas bisnis. Dalam hal ini misalnya, sentra industri/bisnis, industrial district, dan sejenisnya yang mempunyai “keserupaan” aktivitas bisnis dianggap sebagai suatu klaster industri; 2. Beberapa literatur yang berkembang dewasa ini, termasuk

yang ditekankan oleh Porter, merupakan pendekatan yang lebih menyoroti “keterkaitan” (interdependency) atau rantai nilai sehimpunan aktivitas bisnis. Dalam pandangan ini, sentra industri/bisnis dan/atau industrial district pada dasarnya merupakan bagian integral dari jalinan rantai nilai sebagai suatu klaster industri.

Pendekatan klaster model Porter merupakan pengembangan dari industrial district atau kawasan industri yang dikembangkan oleh Alfred Marshall pada 1920 (Desrochers dan Sautet, 2004). Berbeda dengan Marshall yang hanya fokus pada perusahaan-perusahaan


(44)

sejenis, klaster model Porter tidak membatasi hanya pada satu industri, tetapi lebih luas lagi. Diamond Cluster Model, meliputi industri-industri terkait, serta perusahaan-perusahaan yang lain yang mempunyai keterkaitan dalam teknologi, input yang sama. Dengan bekerja sama dalam satu klaster, maka perusahaan-perusahaan atau industri-industri terkait akan memperoleh manfaat sinergi dan efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan mereka bekerja sendiri-sendiri. Menurut Porter (2000) klaster dapat terbentuk pada kota, kawasan regional, bahkan dalam suatu negara.

Porter menganalisis klaster industri dengan pendekatan diamond model. Adapun elemen dari diamond model tersebut terdiri dari: (1) faktor input (factor/input condition), (2) kondisi permintaan (demand condition), (3) industri pendukung dan terkait (related and supporting industries), serta (4) strategi perusahaan dan pesaing (context for firm and strategy). Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing elemen tersebut:

1. Faktor Input

Faktor input dalam analisis Porter adalah variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu klaster industri seperti sumber daya manusia (human resource), modal


(45)

(capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi (information infrastructure), infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi (scientific and technological infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure), serta sumber daya alam. Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas.

2. Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan menurut diamond model dikaitkan dengan sophisticated and demanding lokal customer. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi. Namun dengan adanya globalisasi, kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.


(46)

3. Industri Pendukung dan Terkait

Adanya industri pendukung dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam klaster. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama dalam transaction cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pendukung dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produtivitas yang meningkat.

4. Strategi Perusahaan dan Pesaing

Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk selalu meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi.

Dalam menganalisis klaster, terdapat 3 dimensi pengukuran, yaitu:


(47)

1. Keterkaitan (Linkage):

Mencakup inovasi, tenaga kerja, dan input. Hal ini menentukan apakah yang akan terbentuk adalah klaster mata rantai nilai (value chains clusters), klaster berbasiskan tenaga kerja (labor-based clusters), ataukah klaster inovasi (innovation clusters).

2. Geografi (Geography)

Yaitu apakah terkonsentrasi di suatu wilayah (lokalized) atau menyebar antar wilayah (non lokalized).

3. Waktu (Time)

Apakah eksisting (yaitu dimana klaster memang sudah memiliki peran yang signifikan dan memiliki keterkaitan yang tinggi), penurunan (eksisting klaster yang mengalami penurunan peran), peningkatan (klaster yang menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan), ataukah potensial (klaster yang memiliki potensi mengalami peningkatan atau keberuntungan di masa mendatang).

Sementara dilihat dari perkembangnya klaster dapat dikelompokkan kedalam empat jenis, yaitu:


(48)

Gambar. 3.1

Tahapan Perkembangan Cluster

Gambar 2.1. Pengelompokkan Klaster Kedalam Empat Jenis

2.3.2. Manfaat Klaster

Penargetan program pengembangan industri dengan klaster diyakini Porter akan memberikan manfaat yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun manfaat-manfaat klaster tersebut adalah sebagai berikut (Porter, 2000):

1. KlasterMampu Memperkuat Perekonomian Lokal

Konsentrasi industri pada sebuah lokasi tertentu dapat berdampak pada penghematan biaya bagi perusahaan dalam klaster. Penghematan biaya tersebut dikenal sebagai

lokalization economies. Penghematan tersebut dapat

bersumber dari bertambahnya ketersediaan specialized input suppliers dan jasa; penambahan tenaga kerja terlatih


(49)

dan terspesialisasi; investasi infrastruktur publik yang dilakukan demi kebutuhan industri tertentu; pasar keuangan yang terkait erat dengan industri; dan meningkatnya kecenderungan transfer informasi dan teknologi antarperusahaan.

2. Klaster Mampu Memfasilitasi Reorganisasi Industri Transisi organisasi industri dari perusahaan besar yang berproduksi secara masal ke perusahaan kecil yang memfokuskan pada speciality production telah terdokumentasi dengan baik. Perubahan struktur industri ini terjadi berkat meningkatnya kompetisi global dan timbulnya teknologi produksi baru (misal: komputerisasi produksi). Klaster merupakan lokasi industri yang menarik bagi perusahaan kecil yang terspesialisasi dan terkomputerisasi dalam produksi. Spesialisasi produk dan pengadopsian teknologi produksi terbaru lebih menonjol dan mudah untuk dilakukan bagi perusahaan di dalam Cluster industri tersebut.

Kedekatan antara perusahaan yang terspesialisasi dengan


(50)

meningkatkan aliran barang melalui sistem produksi. Kesiapan akan akses terhadap pasar produk dan input juga memungkinkan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Maka, konsentrasi spasial dari perusahaan-perusahaan tersebut mampu menyediakan kumpulan tenaga kerja terlatih yang diperlukan oleh teknologi produksi yang terkomputerisasi. 3. Klaster Meningkatkan Networking Antar Perusahaan

Networking merupakan kerjasama antarperusahaan untuk mengambil manfaat kerjasama, mengembangkan pasar produk baru, mengintegrasikan aktivitas, atau menghimpun sumber daya dan pengetahuan. Kerjasama ini secara alamiah akan sering terjadi antaranggota klaster. Survei terhadap manufacturing networks menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki networking yang kuat mendapatkan manfaat dari kolaborasi dan transfer informasi mengenai pemasaran, pengembangan produk baru, dan peningkatan teknologi. Perusahaan-perusahaan tersebut juga mengalami peningkatan daya saing dan


(51)

profitabilitas melalui kerjasama dan kolaborasi antar perusahaan.

4. Klaster Memungkinkan Penitikberatan pada Sumber Daya Publik

Penargetan pembangunan industri melalui klaster memungkinkan suatu kawasan untuk menggunakan sumber daya pembangunan ekonomi yang dimiliki secara terbatas dengan lebih efisien. Pertama, klaster industri memungkinkan suatu kawasan untuk lebih memfokuskan pada sistem rekrutmen, pemeliharaan dan ekspansi, serta program pengembangan usaha kecil daripada menyediakan program bantuan bagi berbagai jenis industri yang berbeda. Upaya pembangunan terencana seperti ini memberikan identifikasi yang lebih jelas terhadap kebutuhan industri yang lebih spesifik dan memungkinkan (dengan anggaran pengeluaran tertentu) penyediaan program yang lebih sedikit, namun lebih bernilai. Kedua, karena keterkaitan antarperusahaan dalam klaster, program-program yang mendukung usaha tertentu akan memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang relatif


(52)

lebih besar kepada perekonomian daerah tersebut. Total penyerapan tenaga kerja dan pendapatan dari membentuk (atau mempertahankan) anggota klaster akan melebihi total penyerapan tenaga kerja dan pendapatan dari perusahaan-perusahaan yang besarnya sama namun tidak tergabung dalam klaster.

5. Klaster Meningkatkan Produktivitas dan Efisiensi

Dengan adanya klaster maka maka efisiensi akan tercipta dalam prekonomian. Perusahaan-perusahaan akan mendapat akses untuk mendapatkan input tertentu, jasa-jasa, tenaga kerja, informasi , karena sudah tersedia dalam klaster. Demikian juga dengan koordinasi antara perusahaan dalam klaster akan terjalin lebih baik dan mudah. Best practises dalam klaster akan lebih cepat ditularkan sehingga maksimum efisiensi akan didapat oleh banyak perusahaan.

6. Klaster Mendorong dan Mempermudah Inovasi

Adanya klaster akan meningkatkan kemampuan anggota-anggota dalam klaster untuk melihat peluang-peluang untuk melakukan berbagai inovasi. Kemudahan dalam


(53)

melakukan eksperimen dengan menggunakan sumber daya yang ada dalam klaster juga merupakan manfaat lain dari klaster.

2.4. PENGEMBANGAN PUD MODEL KOMPETENSI INTI 2.4.1. Pengertian Kompetensi Inti

Pada dasarnya, kompetensi inti dibangun atas dasar produk/komoditas unggulan, namun tidak semua produk /komoditas unggulan dapat menjadi suatu kompetensi inti suatu daerah. Dan bisa jadi suatu kompetensi inti daerah, bukan berasal dari produk unggulan daerah tersebut. Hal ini disebabkan, defenisi dari kompetensi inti yang lebih luas dan detail ketimbang produk/komoditas unggulan.

Menurut departemen perindustrian, kompetensi inti adalah suatu kumpulan yang terintegrasi dari serangkaian keahlian dan teknologi yang merupakan akumulasi dari pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis. Dalam perspektif ekonomi regional, kompetensi inti adalah kemampuan suatu daerah untuk menarik investasi dari luar daerah itu, baik investasi asing


(54)

maupun investasi dalam negeri serta memfasilitasi perekonomian yang menghasilkan nilai tambah.

Suatu komoditas unggulan atau suatu industri unggulan tidak akan dikatakan memiliki kompetensi inti jika pengembangannya bersifat tradisional. Dalam arti bahwa sifat tradisional ini menggunakan teknologi dan keahlian yang sederhana, sehingga mudah dicontoh oleh pihak lain dalam pengembangannya serta memiliki nilai tambah yang rendah

2.4.2. Konsep SAKA-SAKTI (Satu Kabupaten-Satu Kompetensi Inti)

Konsep Saka-Sakti adalah salah satu konsep penciptaan kompetensi inti di tiap kabupaten di Indonesia. Konsep ini diperkenalkan oleh Martani Huseini dalam pidato pengukuhan guru besarnya di Universitas Indonesia, pada tahun 1999, memperkenalkan model Sakasakti (satu kabupaten satu kompetensi inti) untuk membangun daya saing daerah yang dapat dikatakan memanfaatkan konsep kompetensi inti tentang sumber sumber daya saing organisasi dan tentang daya saing berbasis sumber daya. Darmawansyah (2003).

Model saka-sakti lebih difokuskan pada identifikasi kompetensi khas yang dimiliki suatu daerah yang diyakini menjadi


(55)

sumber terciptanya suatu produk unggulan. Artinya, model saka-sakti difokuskan pada usaha menggali dan mengidentifikasi kompetensi yang dimiliki (atau soyogyanya dimiliki) suatu daerah (kabupaten/kota) dengan mempertimbangkan kekayaan sumber daya yang ada di suatu daerah. Darmawansyah (2003).

Model konseptual Saka-Sakti, merupakan keterkaitan antara rantai nilai dari komoditas unggulan yang dibentuk dari 3 (tiga) komponen utama yaitu pembelajaran kolektif (collective learning), kompetensi (competency) dan sumber daya (reseources: tangible maupun intangible). Ketiga komponen utama ini dipengaruhi oleh

social capacity yang terbentuk dari sembilan faktor yang

dikembangkan oleh Choo and Moon yaitu: politisi dan birokrat, tenaga kerja, manajer dan insinyur professional, wirausahawan, lingkungan bisnis, sumber daya, permintaan domestik, industri terkait dan pendukung, dan peluang eksternal.

2.5. PENGEMBANGAN PUD MODEL OVOP 2.5.1. Pengertian One Village One Product

One Village One product (OVOP) atau satu desa satu produk


(56)

untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Satu desa sebagaimana dimaksud dapat diperluas menjadi kecamatan, kabupaten/kota, maupun kesatuan wilayah lainnya sesuai dengan potensi dan skala usaha secara ekonomis.

One Village One Product Movement (Gerakan OVOP)

pertama kali dicetuskan oleh Morihiko Hiramatsu saat menjabat sebagai Gubernur Prefektur Oita di timur laut Pulau Kyushu. Masa jabatannya di Oita selama 6 periode (1979-2003) benar-benar digunakan untuk mengentaskan kemiskinan warganya dengan menerapkan konsepsi pembangunan wilayah hasil buah pikirannya itu.

2.5.2. Tujuan One Village One Product

Untuk menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif lokal, dari sumber daya, yang bersifat unik khas daerah, bernilai tambah tinggi, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, memiliki image dan daya saing yang tinggi. Tujuan Pengembangan Produk Unggulan Daerah Melalui Pendekatan OVOP

1. Mengembangkan produk unggulan daerah yang memiliki potensi pemasaran lokal maupun internasional.


(57)

2. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta nilai tambah produk, agar dapat bersaing dengan produk dari luar negeri (impor)

3. Khusus kegiatan OVOP yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM dalam mengembangkan OVOP harus melalui Koperasi dan UKM, serta Meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

2.5.3. Kriteria One Village One Product

1. Produk unggulan daerah dan/atau produk kompetensi inti daerah

2. Unik khas budaya dan keaslian lokal 3. Berpotensi pasar domestik dan ekspor 2. Bermutu dan berpenampilan baik

3. Diproduksi secara kontinyu dan konsisten 2.5.4. Lingkup Produk One Village One Product

1. Produk makanan olahan berbasis hasil pertanian dan perkebunan.

2. Produk aneka minuman dari hasil pengolahan hasil pertanian dan perkebunan.


(58)

4. Produk kebutuhan rumah tangga termasuk produk dekoratif atau interior.

5. Produk barang seni dan kerajinan termasuk produk cinderamata.

4. Produk herbal dan minyak atsiri khas masyarakat lokal. 2.5.5. Konsep Dasar dan Prinsip-Prinsip Dalam Pelaksanaan

One Village One Product

Konsep One Village One Product (OVOP) adalah suatu gerakan revitalisasi daerah, untuk mengembangkan potensi asli daerah supaya mampu bersaing di tingkat global. OVOP akan disesuaikan dengan kompetensi daerah, di mana akan dipilih produk unggulan yang unik dan khas di daerah tersebut untuk menjadi produk kelas global. Konsep OVOP dalam pelaksanaannya mempunyai tiga prinsip yang harus dimilki oleh daerah-daerah maupun negara yang akan menerapkan konsep ovop untuk mengembangkan produk-produk unggulan lokal yang dimiliki oleh daerah maupun negaranya, prinsip tersebut diantaranya:

1. Pikiran secara global, kegiatan secara lokal semakin lokal berarti semakin global. Maksudnya, komoditas yang bersifat lokal ternyata bisa menjadi komoditas yang


(59)

internasional. Biasanya orang menilai bahwa komoditas lokal tidak mempunyai sifat universal, dan komoditas internasional mempunyai sifat kosmopolitan. Pada nyatanya bukan demikian. Sebaliknya, makin tinggi keaslian dan kekhasan lokal suatu daerah, semakin tinggi pula nilai dan perhatiaan secara internasional terhadap daerah tersebut. Namun, komoditas lokal itu sendiri harus dipatenkan dan mutunya harus ditingkatkan setinggi mungkin. Dengan usaha ini, komoditas lokal baru bisa mendapat penilaian dunia dan dapat dipasarkan dipasar secara global.

2. Usaha mandiri dengan inisiatif dan kreativitas, pada umumnya, suatu gerakan yang dicanangkan dari tingkat atas sulit dijalankan dan berkelanjutan. Jika memakai uang atau dana swadaya, terpaksa usaha tersebut harus bersungguh-sungguh dalam pelaksanaannya. Apa yang akan dilaksanakan oleh daerah masing-masing diserahkan kepada daerah-daerah tersebut. Penerapan OVOP pada umumnya berdasarkan inisiatif masyarakat lokal, oleh sebab itu banyak yang tidak berhasil. Namun yang penting


(60)

adalah keinginan yang berdasarkan inisiatif masyarakat. “satu desa satu produk” merupakan sebuah istilah. Namun secara implementasi satu desa diperkenankan menghasilkan tiga produk, ataupun dapat pula dua desa satu produk. Sedangkan fungsi pemerintah, hanya berfungsi sebagai pembantu secara tidak langsung atau sebagai fasilitator.

3. Perkembangan sumber daya manusia (SDM), artinya suatu daerah yang berhasil, akan selalu mempunyai “lokal leader” yang bagus. Jika daerah ingin membuat sesuatu yang bagus dalam skala besar atau nasional, dapat memanfaatkan penanaman modal besar dari luar daerah. Namun, ada pula daerah yang tidak mengikuti cara ini. Daerah tersebut, berusaha memperhatikan sekaligus meningkatkan keaslian dan kekhasan lokal. Masyarakat bergerak dengan inisiatif dan kreativitas mereka sendiri, dengan pertanggungjawaban sendiri. Dengan cara ini, OVOP dapat berjalan dan berkelanjutan. Pemodal besar berkepentingan untuk mencapai hasil dengan cepat, namun mereka juga akan cepat lari jika tidak berhasil.


(61)

Anda harus berpikir siapa yang bertanggungjawab terhadap pembangunan daerah setempat.


(62)

BAB III.

METODE PENELITIAN

1.1. METODE DAN PROSEDUR PELAKSANAAN STUDI Pada dasarnya metode penelitian yang digunakan untuk merumuskan studi ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data-data sekunder (data statistik resmi pemerintah Kabupaten Bantul maupun literatur) yang tersedia dijadikan sebagai titik tolak. Kontekstualisasi disusun setelah dilakukan tinjauan lapangan yang bersifat observasi. Upaya kontekstualisasi pada dasarnya merumuskan sifat dasar Kabupaten Bantul sebagai suatu wilayah yang mempunyai fenomena dan dinamika khas.

1. Pengumpulan data yang berupa existing statistic data dilakukan dengan mengumpulkan data-data statistik daerah yang berasal dari berbagai laporan yang diberikan oleh lembaga pemerintah seperti maupun swasta dan berbagai laporan penelitian sebelumnya.

2. Pengumpulan data tentang pengembangan dan alternatif strategi kebijakan PUD berdasarkan persepsi stakeholders dilakukan dengan survei face to face interviews. Interview


(63)

melibatkan pihak-pihak yang expert dan pelaku usaha. Jumlah responden adalah 2 (dua) sampai 3 (tiga) orang responden untuk masing-masing kriteria responden. 3. Kuesioner yang digunakan untuk survei dirumuskan

secara terstruktur, sistematis serta pemilihan responden yang representatif dan expert pada permasalahan, sehingga memungkinkan data yang diisi merupakan data yang telah mempunyai nilai obyektivitas yang tinggi sesuai dengan pengetahuan/ pengertian/ persepsi individu tentang obyek sikap (kognitif) karena pengalaman, lama bekerja atau dalam menghadapi persoalan yang diteliti.

1.2. TEKNIK ANALISIS 1.2.1. Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan berbagai kondisi dan perkembangan dari waktu ke waktu dan terbaru dari berbagai indikator yang nantinya diperlukan. Deskripsi nantinya dapat ditampilkan baik dalam bentuk tabel, gambar/grafik, maupun penjelasan umum sehingga memudahkan pembaca umum dalam memahami dari data dan/atau informasi yang diberikan dalam tulisan.


(64)

Analisis dapat dilakukan untuk statistik pemusatan (antara lain berupa rata-rata, nilai minimal, dan nilai maksimal), persebaran (berupa standar deviasi, dan lain-lain), dan arah perkembangan (trend baik positif, negatif, maupun konstan).

1.2.2. Metode SWOT

Kerangka kerja analisis SWOT yang multi dimensional memungkinkan penggunaan metode ini secara luas dalam berbagai konteks studi, terutama dalam kajian terhadap perencanaan dan perumusan kebijakan, serta strategi pembangunan. Dalam konteks studi kebijakan pembangunan di tingkat kabupaten/kota, maka obyek analisisnya adalah kabupaten yang menjadi unit organisasi. Dengan demikian aspek-aspek yang berhubungan dan berpengaruh terhadap kebijakan dan strategi pembangunan daerah menjadi variabel analisis. Karena metode SWOT memungkinkan untuk meninjau secara komprehensif aspek-aspek dimaksud, maka dalam studi ini metode SWOT ditempatkan sebagai terminal analisis. Dimana, hasil-hasil analisis model kuantitatif maupun kualitatif lainnya selanjutnya menjadi input atau bahan analisis SWOT.

Proses pengambilan keputusan strategis umumnya senantiasa dikaitkan dengan masalah misi, tujuan, strategi dan kebijakan


(65)

perusahaan. Oleh karena itu, sebagai strategic planner dalam melakukan analisis perlu memperhatikan berbagai aspek yang terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor itu secara garis besar dapat dikelompokkan dalam 4 kategori yang disebut sebagai Kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threat), sehingga dikenal dengan sebutan Analisis kekepan atau Analisis SWOT. Meski kelihatannya sederhana, analisis SWOT bisa memberikan identifikasi yang lengkap atas faktor-faktor perusahaan tersebut.

Analisis SWOT secara sekaligus dapat dipakai untuk melakukan evaluasi faktor internal dan eksternal perusahaan secara sekaligus, sehingga selanjutnya bisa dicarikan solusinya. Apa yang menjadi kekuatan dan kelamahan perusahaan akan diidentifikasi dalam matrik IFAS (Internal Factor Analysis Summary), sedangkan hal-hal yang menjadi peluang dan ancaman akan dicerminkan dalam matrik EFAS (External Factor Analysis Summary). Gabungan dari kedua matrik tersebut melalui SWOT Diagram akan mencerminkan posisi perusahaan yang dikenal sebagai Positioning. Selanjutnya posisi ini akan dipakai untuk melakukan identifikasi strategic


(66)

business planning yang dilakukan dengan memakai matrik SWOT/TOWS, GE-McKensey, Product Life Cycle dsb.

1.2.3. Manfaat Analisis SWOT

Tujuan akhir dari analsis SWOT adalah menghasilkan berbagai alternatif strategi yang lebih bersifat fungsional, sehingga strategi tersebut akan lebih mudah diaplikasikan dan diimplementasikan pada masing-masing Strategic Business Unit.

Adapun manfaat yang dapat dipetik dari analisis SWOT adalah sebagai berikut:

1. Secara jelas dapat dipakai untuk mengetahui posisi perusahaan dalam kancah persaingan dengan perusahaan sejenis.

2. Sebagai pijakan dalam mencapai tujuan perusahaan. 3. Sebagai upaya untuk menyempurnakan strategi yang telah

ada, sehingga strategi perusahaan senantiasa bisa mengakomodir setiap perubahan kondisi bisnis yang terjadi.

1.2.4. Tahapan Analisis SWOT

Untuk melakukan analisis SWOT secara garis besar harus dilakukan melalui tiga tahapan yaitu:


(1)

allocation as well as a wide range of knowledge and information. Operationalization and financing of these organizations should be supported by a cross-regional subjects. One of the main missions of the local government is to describe and implement all development strategies. This process should begin with the establishment of clear objectives and understand local conditions.

Entities should also consider sustainability in all stages of planning and implementation to ensure a healthy environment and a good quality of life. The strategy adopted should be developed with a division of labor among the subjects according to their strengths and resources. In line with the trend of decentralization, local government role has become increasingly important in development. Local government authorities should provide guidance and assistance to the effectiveness and efficiency of the implementation of the development strategy. Simplification and deregulation of bureaucratic procedures to be done to reduce business costs. The local government should build bridges between communities and government authorities higher.

4.2.2.Promotion of Innovation

An entrepreneur is generally able to take advantage of the opportunity for the development of economic capacity and allocate resources effectively. In line with the new trends in economic development, entrepreneurship should also be able to face competition and innovation, generate economic growth, technological renewal, job creation and improving the welfare of local communities.

Local resources should be used to encourage business development by facilitating the entrepreneurs access to information, knowledge, technology, capital, and human resources needed for business success. More importantly, the local authorities should be able to make effort to simplify administrative processes for businesses beginner (new business start-ups).

Local innovation system is a fundamental mechanism for strengthening the innovation capacity at the local level. The main actors in this system include local government, industry, research institutes and universities. To strengthen regional superior product of written batik, local governments need to develop collaboration between industry and universities by providing incentives for the development of joint ventures between local employers and colleges. Incubator development will increase the dissemination of knowledge in the innovation system.

4.2.3.Human Resources Development

Labor policy is closely linked with the development strategy of economic and social stability policy. And success on one side of a policy depends on the success of others. Elements of interaction affect the success of labor policy covers how well the policy is in line with the whole economic development strategy, which also must build a network with the service of social and economic organization, and how the social and economic conditions affecting the flexibility of implementation are.


(2)

Regional superior product of written batik and start up business become job creation at the local level. Growth of regional superior product of written batik for beginner has contributed significantly to the formulation of labor policies in various sub-districts in Bantul Regency. In order to the policy of Regional superior product of written batik goes well, local government authorities should involve them in any process of policy formulation and implementation.

The establishment of local training organizations need coordination between busnisessmen, experts and universities. Input from businessmen can help ensure the content of training may reflect the skills that suit the natural needs of the labor market. Local authorities could offer incentives to develop skills training, and encourage participation in training.

In this era of globalization, the skills needed by market are fast changing. Workers should be flexible to adapt to the changes. Therefore, it is essential to accelerate the capacity of workers to learn new skills, and transfer skills to other industries.

4.2.4.Financial Support

Regional superior product of written batik is usually accompanied by capital requirements. Regional superior product of written batik grows because of the growing business opportunity that can also be accessed. In these conditions, usually regional superior product of written batik can not expand its business even further, due to lack of funds. Hence the importance of capital lending institutions to play a role, as well as put through mentoring.

A number of mechanisms can be adapted to the diversity of conditions faced regional superior product of written batik related to financial access. For micro enterprises typically require the development of micro-finance institutions and credit availability accessible to them. Microfinance institutions may be either a bank or non-bank, including cooperatives. For start-up, the development of local networks of business angels can overcome some of their problems. Credit guarantee institutions, including at the local level is also sufficient for smaller local markets.

The development goal of credit guarantees institutional is to ensure the security of financing regional superior product of written batik, to help regional superior product of written batik overcome the limitations of the collateral, to increase the interest of financial institutions providing credit to regional superior product of written batik, and to support other organizations that have tried to help regional superior product of written batik because for these banks is not conducive in providing credit loans, because the credit that they drizzle always by 5 C, ie, character, capacity, capital, condition of ecconomic, and collateral.

As a result, banks always require a variety of security assurance requirements for credit loans. Moreover, they also often do not distinguish between the credit requirements of micro or small businesses with big business. That's why the government


(3)

institutions as an alternative solution in the area of empowerment of regional superior products of written batik.

The advantages of venture capital, venture capital is a financing which is form equity capital, pattern of results, and convertible bonds to regional superior product of written batik within a certain period with the characteristic to have the level of risk or capital investment because it acts as an investor. Venture capital is active investment, ie if it is deemed necessary to engage in business management of regional superior product of written batik temporary investment and expect the yield on investment.

Compared with banks, venture capital institutions have some advantages in support of micro, small and medium enterprises, among others: First, venture capital institutions to provide capital as well as banking, but with more modest in terms of formal aspects and collateral because it prioritize feasibility. Second, in addition to capital, venture patterns also provide assistance as needed regional superior product of written batik, so it can work more effectively for both parties. The pattern of this assistance becomes terdemark venture. Assistance can take the form of coaching or training, consulting, management and expansion of the market for regional superior product of written batik. This causes a different pattern of venture capital to the banks. Another factor supporting an alternative venture capital institutions is the access network throughout Indonesia.

4.2.5.Marketing Strategy

In many areas, the problem of marketing strategies becomes major concern, especially for local cultural products. Local cultural industries which is traditional may still use expired marketing methods. It could make this industry has decreased.

However, efforts to develop local cultural industries with innovative and modern marketing can help regain market advantage. This policy can prevent the loss of cultural and historical value because of the impact of globalization. Regional superior product of written batik is an expression of culture and art, which are usually much interest to foreign buyers and have a high export potential. Although in general, some of the industry is the micro business that get marketing difficulties abroad.

The development of e-commerce is a strategy that can help market their products abroad at a low cost. Before that, reducing the digital divide needs to be done and at the same time internet infrastructure needs to be developed.

To overcome the limitations of size and resources, local culture businessmen can implement the development strategy of cooperation, such as marketing cooperation with local businessmen of regional superior products of written batik and other mutually beneficial business. The business partner can work together to build associations or networks to promote the product.


(4)

4.2.6.Building Partnerships

Regional development largely depends on a partnership between government, business and non-governmental institutions. These partnerships facilitate coordination and cooperation. Local couples from private sector can help to exploit region opportunity in developing policies and strategies appropriate to the needs around. The main key of this partnership is a mechanism to regulate and properly coordinate the resources and different efforts from different subjects. Planning and implementation are conducted in accordance with the capabilities and strengths of each. During this process, it is important to note that is forming networks and developing mutual trust. Due to the limitations of institutionalization, partnership for regional development is often not run stable. Therefore, local governments must lead the way in building a more stable mechanism and formal to help provide partnership as a base of institutionalization and the ability to design and implement a development plan.

Partnership concept for the development of regional superior product of written batik relates to corporate social responsibility. In line with the philosophy of CSR, the company wants to dedicate himself to: building local partnerships, strengthening local capacity, environmental protection, and contributing funds for the development of regional superior product of written batik. Awareness of the importance of CSR among the business becomes an important prerequisite to involve businesses in partnership of regional superior product of written batik. Building this awareness is an area that needs to be noted by local government.

5. CONCLUSION AND RECOMENDATION 5.1. Conclusion

1. Role of Bantul Regency in developing writen batik as a regional superior product including:

a. Creating policies and acceleration in supporting the development of written batik as a regional superior product.

b. preserving written batik of Bantul and encouraging the development of craftsmen Batik in order to batik bantul goes to international.

c. Integrating all cross subjects, including the various elements within the government itself, batik businesses, nonprofit organizations, market access, and society.

d. Cooperating in access to capital and marketing of written batik with institutions or other local government, businesses, and investors.

2. The role of craftsmen in developing written batik as a regional superior product including:

a. Improving the human resource development of batik craftsmen in Bantul regency in the utilization of information technology, models and designs of


(5)

b. Improving the ability of batik craftsmen in supporting distribution services and marketing of written batik products through social networks.

c. Increasing written batik products of Bantul both in quality and quantity of products to deal with competitiveness on the global market and the MEA.

3. The obstacles faced Bantul Regency in developing batik as a regional superior

product including:

a. Lack of human resources at the government level to guide and assist the group of written batik craftsmen intensively.

b. Budget limitation of government in supporting the development of written

batik as a regional superior product in Bantul.

4. The obstacles faced craftsmen in developing written batik as a regional superior product including:

a. Limited capital in some written batik craftsmen.

b. Long duration in process of making written batik, so for large scale manufacture takes a long time.

c. Limited craftsmen batik, mostly the craftsmen is old age.

5. Concept, strategy and program development of written batik as a regional superior product in Bantul can be done include:

a. Increasing budget allocation to support the development of written batik as a regional superior product in Bantul Regency.

b. Increasing the capacity of human resources for batik craftsmen in

improving product quality, marketing and distribution network, strengthening capital, and the use of technology and information.

c. Utilization of natural dyes as raw material to dye batik as a characteristic of batik production Bantul Regency.

d. Creating design or batik pattern is more innovative and preferred the market, but it is inseparable from the concept design characteristics of written batik Bantul.

e. The need for regeneration of written batik craftsmen, as the senior craftsmen direct junior craftsmen.

5.2. Suggestion

To achieve a regional superior product of written batik in Bantul, there are s some suggestion, namely:

1. The need for governments and banks to improve facilities and infrastructure to support the activities of written batik as well as assist and facilitate the access to capital for businesses of written batik in Bantul.

2. Institutional development for businesses of written batik industry to be more properly managed with industrial management systems based on information technology.


(6)

3. Development of human resources through training and the development of innovations from the design, models, patterns, and the use of natural dyes in order to compete in national and international markets.

REFERENCES

Asmara, Anjal Anie, 2004, Pola Pemasaran Yang Efektif Untuk UKM. Makalah

disampaikan pada Seminar UKM Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global, Yogyakarta. Ayyagari, Ramakrishna, 2006, ”Examination of Hedonism in TAM Research”,

Proceedings of Southern Association for Information Systems Conference.

Darmawansyah. (2003). Pengembangan Komoditi Unggulan Sebagai Basis. Ekonomi

Daerah. Bogor: Tesis S-2 Program Pasca Sarjana IPB.

Desrochers P, Sautet F. 2004. Clusters-Based Economic Strategy, Facilitation Policy and the Market Process. Review of Austrian Economics, Jun: 17: 2-3.

Elmi Bachrul dan Syahrir Ika, 2002, Hutang Sebagai Salah Satu Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah Otonom, Kajian Ekonomi dan Keuangan Volume 6 No. 1, Jakarta.

Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Bogor, 2002.

Karmadi. 2003. Analisa Efisiensi dan Produktivitas Home Industri Lendre (Studi Kasus Desa Padangan Kecamatan Padangan Kabupaaten Bojonegoro). Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Munir, R. 2007.Pengantar Pratikum pengolahan Citra. Bandung: Penerbit ANDI. Porter, Michael E, (1996), Strategi Bersaing : Teknik Menganalisis Industri dan

Pesaing, Erlangga, Jakarta

Pranadji, T. 2003. Otonomi Daerah dan Daya Saing Agribisnis: Pelajaran dari Propinsi Lampung. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 1 No. 2, Juni 2003.

Sidik, Machfud, 2002, Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah, Orasi Ilmiah Disampaikan pada Acara Wisuda XXI STIA LAN, Bandung, 10 April 2002.

Sudarsono, 2001. Konsep Ekonomi: Uang dan Bank. Rineka Cipta: Jakarta.

Syafrizal, 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Wilayah

Indonesia Bagian Barat. Prisma LP3ES, 3,27-38.

Wardoyo, T.S., dan Lena. (2010). Peran Auditor Internal Dalam Menunjang Pelaksanaan Good Corporate Governance. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi, 3 (1) semptember , hal. 9