PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN KERAJINAN K

1

PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN
KERAJINAN KAYU

PENDAHULUAN
Usaha kerajinan kayu bagi masyarakat Indonesia terutama yang
tinggal di daerah pariwisata umumnya merupakan usaha yang telah lama
di tekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya.
Sentra kerajinan kayu dari daerah kunjungan wisata yang menonjol antara
lain dari Bali, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Irian Jaya
dan Nusa Tenggara.
Barang-barang kerajinan kayu tersebut di minati oleh wisatawan
asing yang berkunjung ke Indonesia, malahan ada beberapa produk
mainan yang sudah diekspor ke manca negara, meskipun secara volume
dan nilai ekspor belum dapat bersaing dengan volume dan nilai ekspor
komoditi andalan yang lainnya baik di sektor migas maupun non migas.
Khususnya barang-barang ekspor Indonesia di luar non migas yang
berbahan kayu lebih di dominasi oleh ekspor kayu lapis dan kayu olahan
lainnya, oleh karena itu data ekspor yang khusus kerajinan kayu dari BPS
belum dapat di observasi secara langsung, masih dikaitkan dengan

ekspor barang-barang dari kayu laiinya.
Pembahasan mengenai peluang perkembangan usaha kerajinan
kayu dapat juga dilakukan dengan melihat perkembangan produksi di
suatu daerah, misalnya dalam tulisan ini dari daerah Bali. Kecendrungan
volume produksi yang meningkat menunjukkan juga bahwa peluang
usaha di sektor tersebut cukup baik.
Dengan melihat prospek pengembangan usaha kerajinan kayu
yang baik tersebut di sertai pertimbangan local content dari produknya
yang tinggi serta banyanya pertimbangan tenaga kerja yang dibutuhkan
kiranya cukup menjadi pertimbangan bagi perbankan untuk membiayai
sektor usaha kecil dimaksud.

2
Jaminan keamanan dari pembiayaannya dapat ditingkatkan dengan
melibatkan peranan pemasaran, bantuan teknis produksi, bantuan
pengadaan bahan baku dan penyediaan jaminan tambahan dari
Perusahaan Mitra Usaha Besar yang menjadi mitra kerjanya. Disamping
peran pihak perusahaan Penjamin Kredit juga cukup potensial untuk
dimanfaatkan.
Bahan baku kayu bagi industri kerajinan dapat di katakan hampir tidak

mempunyai batasan jenis dan ukuran, bahkan limbah kayu pun dapat
dimanfaatkan sehingga secara nasional pengembangan usaha ini akan
memberikan dampak positif terhadap kenaikan efisiensi sumber daya
alam Indonesia.
TUJUAN
Arahan

pengembangan

produk

unggulan

kerajinan

kayu

dimaksudkan untuk antara lain :
1. Memberikan


informasi

bagi

Perbankan

mengenai

model

kemitraan yang layak untuk dibiayai, khususnya usaha kerajinan
kayu.
2. Memberikan informasi dan acuan yang diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh usaha kecil maupun usaha besar yang
berminat mengembangkan kemitraan usaha kerajinan kayu.
POLA KEMITRAAN TERPADU
Organisasi
Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan
terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan
melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama

yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah
untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan

3
kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta
membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih
aman dan efisien.
Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti
(Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil
mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan
dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan
sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.
Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan
dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani
atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank
pemberi KKPA.
Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai
dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok
petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam
PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam

Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma
dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan
ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang
memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma.
Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan
mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak
yang bermitra.
1. Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa
terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya
untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha
kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu
ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

4
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan
dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b),
kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam
batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada
aspek usaha.

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau
skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap
kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris
merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah
mengadakan

koordinasi

untuk

pelaksanaan

kegiatan

yang

harus

dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan
dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil

kesepakatan

anggota.

Ketua

kelompok

wajib

menyelenggarakan

pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan
kesepakatan kelompok.
2. Koperasi
Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT,
sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi
bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam
pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya
bisa


diperoleh

melalui

keanggotaan

koperasi.

Koperasi

yang

mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki
kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan
administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim
Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan
keharusan
3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir


5
Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin
kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus
memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan
ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk
selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan
inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam
pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.
Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk
mengadakan

pembinaan

teknis

usaha,

PKT

tetap


akan

bisa

dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas
pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya
pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani
plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang
kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis,
kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan
memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya
yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan
tenaga

Penyuluh Pertanian

Lapangan


(PPL), perlu

mendapatkan

persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan
bantuan biaya yang diperlukan.
Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis
yang

memiliki

keterampilan

dibidang

perkebunan/usaha

untuk

membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi.
Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa
kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara
proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi
kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang
diterimanya.
4. Bank

6
Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan
antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan
Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk
biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.
Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspekaspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan.
Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan
bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan
sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan
digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat
bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah
pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani
plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan
operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran
pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar
membuat

perjanjian

berdasarkan
Perusahaan

kerjasama

kesepakatan
inti

akan

dengan

pihak

memotong

pihak

perusahaan

petani/kelompok
uang

hasil

inti,

tani/koperasi.

penjualan

petani

plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan
langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana
angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak
petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang
hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati
bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan
disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu
perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.
POLA KERJASAMA

7
Kemitraan

antara

petani/kelompok

tani/koperasi

dengan

perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :
a.

Petani

mengadakan

yang

perjanjian

tergabung
kerjasama

dalam

kelompok-kelompok

langsung

kepada

tani

Perusahaan

Perkebunan/Pengolahan Eksportir.

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang
berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan
Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung
ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa
diberikan oleh Perusahaan Mitra.
b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui
koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi
(mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/
eksportir.

8
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada
petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing
Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha,
apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan
menjadi tanggung jawab koperasi.
PENYIAPAN PROYEK
Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan
dalam

proses

kegiatannya

nanti

memperoleh

kelancaran

dan

keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan.
Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma,
perintisannya dimulai dari :
a.

Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota

koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau
lahan

kebun/usahanya

sudah

ada

tetapi

akan

ditingkatkan

produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri
dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha.
Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui pertemuan
anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja
sama dengan perusahaan perkebunan/pengolahan/eksportir dan bersedia
mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan
usaha;
b.

Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir,

yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu
memberikan

pembinaan

teknik

budidaya/produksi

serta

proses

pemasarannya;
c.

Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha

perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh
kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai
dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang

9
akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan
untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok
tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki
kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak
petani/usaha kecil;
d.

Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para

anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di
dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan
dengan

PKT

ini.

Apabila

keterampilan

koperasi

kurang,

untuk

peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari
perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang
berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya
dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan
dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana
(executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);
e.
oleh

pihak

Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini
instansi

pemerintah

setempat

yang

berkaitan

(Dinas

Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);
f.

Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam

PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan
bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum
jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya
kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen
Kehutanan dan Perkebunan.
MEKANISME PROYEK
Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema
berikut ini :

10

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan
prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu
dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU)
yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra
(inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas
kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari
rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke
plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain.
Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan,
tetapi

yang

penyalurannya

diterima
dapat

adalah
melalui

sarana
inti

atau

produksi
koperasi.

pertanian
Petani

yang
plasma

melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti
dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan
memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada
bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani
sebagai pendapatan bersih.
PERJANJIAN KERJASAMA

11
Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan
dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani
oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka.
Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan
menjadi kewajiban dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja
sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang
menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha
kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :
1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai
mitra (inti)
a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan
penaganan hasil;
b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan
sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman
serta pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan
pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;
d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah
pelunasan kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak
sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk
petani plasma.
2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma
a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;
b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani
tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama
ditanami;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan
pasca-panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;
d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti
yang disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan
permintaan kredit;
e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi
budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat
yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan
permintaan kredit;

12
f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan
perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian
seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran
harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan
terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi
angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.

ASPEK PEMASARAN
PELUANG PASAR
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai wilayah
hutan penghasil kayu yang cukup luas. Hasil produksi hutan Indonesia
merupakan produk unggulan komparatif di mana sebagian besar hasil
produksi hutan berupa kayu dalam segala bentuknya di ekspor ke manca
negara, serta merupakan penghasil devisa unggulan sektor non migas.
Sebagai referensi, data Statistik industri dan Perdagangan no 177 tahun
1998 menunjukkan perkembangan volume dan nilai ekspor barang-barang
dari kayu seperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Perkembangan Volume Dan Nilai Ekspor Barang-barang
Dari Kayu Indonesia
Jenis Barang

Tahun

Volume/Ton

Plywood, triplek, veneers,
wood worked.

1993
1994
1995
1996
1997
Jul 1998
1993
1994
1995
1996
1997
Jul 1998

6.488.748,12
6.192.426,98
5.740.009,92
5.623.472,66
5.321.971,06
2.997.740,56
512.402,08
703.147,20
638.498,21
632.476,46
574.811,65
263.438,64

Barang-barang kayu

Nilai/USD
(000)
4.585.604,47
4.125.224,85
3.826.965,36
3.991.449,03
3.742.789,22
1.287.102,97
534.411,35
707.656,35
836.051,29
851.361,29
711.820,79
283.864,20

13
Data tersebut di atas belum dapat memberikan informasi mengenai
volume dan nilai ekspor kerajinan kayu, sehingga belum dapat di jadikan
patokan menilai perkembangan peluang usaha kerajinan kayu.
Untuk itu perlu di lihat juga perkembangan produksi dari kerajian
kayu daerah setempat sebagai contoh dapat dilihat perkembangan
industri kerajinan kayu di daerah Bali, menurut data Kanwil Deperindag
Propinsi Bali nilai ekspor kerajinan kayu (wood craft ) tahun 1993 - 1997
seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Nilai Ekspor Kerajinan Kayu Propinsi Bali
Tahun 1993- 1997
Tahun
1993
1994
1995
1996
1997

Nilai (U S $)
35,306,000
40,443,000
61,910,000
64,500,000
86,881,000

Dengan metoda linear didapat perkiraan pertumbuhan ekspor
seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkiraan Pertumbuhan Ekspor Kerajinan Kayu Propinsi
Bali Tahun 1998 - 2000
Tahun
1998
1999
2000
2001
2002

Nilai (U S $)
94,954,100
106,670,800
118,387,500
130,104,200
141,820,900

Kecendrungan perkembangan industri kerajinan kayu tersebut
menunjukkan kecendrungan produksi produksi yang meningkat, dengan
perkataan lain usaha tersebut berkembang dengan baik, ini berarti bahwa

14
peluang usaha kerajinan kayu utamanya untuk ekspor masih terus
berkembang dan mempunyai prospek yang baik.
PERSAINGAN
Pada dasarnya desain dan bahan baku kerajinan kayu Indonesia
bersifat spesifik sehingga umumnya pesaing datang dari dalam negeri,
bukan dari luar negeri
Persaingan dalam negeri ini umumnya usaha kecil juga, sehingga
karakteristik usaha di sektor ini antara lain adalah :
1. Mitra UK tidak mempunyai kemampuan ekspor langsung, tetapi
melalui eksportir
2. Dalam hal desain yang sama, baku mutu produk agak sulit
untuk diterapkan, sehingga pesanan dalam jumlah besar agak
suiit untuk dipenuhi.
3. Banyak diantara eksportir adalah orang asing yang langsung
membawa desain sendiri yang diminati konsumen luar negeri,
sehingga produk yang dihasilkan menjadi tidak spesifik lagi dan
kehilangan sebagian keunggulan kompetitifnya dalam jangka
panjang kondisi ini secara nasional tidak menguntungkan
4. Karena eksportir (terutama yang asing) dapat berhubungan
secara langsung dengan mitra UK, maka jika diantara Mitra UK
tidak ada ikatan persatuan yang kuat bargaining position
menjadi melemah.
Faktor karekteristik usaha kerajinan tersebut di atas perlu di kaji
lebih mendalam apabila Perbankan ingin membiayai sektro usaha di
maksud
JARINGAN DISTRIBUSI

15
Karena umumnya usaha kerajinan kayu tidak melaksanakan ekspor
sendiri maka rantai pemasaran dapat di gambarkan sebagai berikut :
a. Untuk pasar dalam negeri :

b. Untuk pasar ekspor :

Khusus untuk pasar ekspor, biasanya margin keuntungan yang
terbesar di nikmati oleh eksportir, importir dan pedagang perantara luar
negeri.
ASPEK PRODUKSI
SPESIFIKASI PRODUK
Secara umum jenis produk kerajinan kayu terdiri dari 3 jenis, yaitu
"art product" (Sebagian besar pengerjaan tangan/seni), " mass product "
(sebagian besar pengerjaan mesin dan seni). Ketiga jenis pokok produk
kerajinan kayu tersebut bentuk dan jenisnya sangat variatif dengan jumlah
yang relatif banyak. Jenis-jenis produk tersebut ada yang berbentuk
binatang, bunga-bungaan, buah-buahan, ikan-ikanan, perabot rumah
tangga, aksesoris, mainan anak dan jenis lainnya. Dari sisi fungsinya
dapat di bedakan dua jenis yaitu untuk barang seni (pajangan) dan barang
seni sekaligus fungsional seperti untuk perabotan rumah tangga. Desain
produk kerajinan kayu memerlukan inovasi dan kreativitas yang di-nami
karena dari waktu ke waktu desain produk kerajinan kayu sangat cepat
berubah sesuai dengan selera pasar khususnya dengan pasar orientasi

16
ekspor. Desain kerajinan kayu dengan tujuan ekspor bisa berasal dari
order importir atau atas kreatifitas seniman/pengrajin kayu lokal.
Dalam model kelayakan PKT ini jenis produk kerajinan kayu yang di
produksi adalah " mass dan art product" berbentuk binatang (kodok) dan
alat rumah tangga (kursi matahari dan cermin).
KETERAMPILAN KERAJINAN KAYU
Keterampilan

Kerajinan

Kayu

memproduksi

kerajinan

kayu

umumnya di peroleh secara turun temurun dari orang tua maupun
tetangga di sekitarnya, tetapi keterampilan menciptakan desain baru
hanya

di

miliki

oleh

orang/seniman

tertentu.

Sehingga keterampilan memproduksi dan finishing UK Kerajinan Kayu
tidak perlu diragukan lagi, yang perlu di perhatikan adalah kemampuan
menciptakan

desain

baru

yang

memenuhi

selera

konsumen.

Kerjasama dengan Dewan Kerajinan serta Rumah desain perlu di
kembangkan untuk menciptakan alternatif produk yang lebih baik dan
mempunyai prospek pasar yang lebih menguntungkan, disamping itu perlu
di

informasikan

kepada

UK

Kerajinan

Kayu

tentang

perlunya

memperhatikan dan mendaftarkan hak paten desain baru.
BAHAN BAKU DAN BAHAN PEMBANTU
Bahan Baku
Bahan baku yang di gunakan dalam pembuatan berbagai macam
jenis produk kerajinan kayu diantaranya adalah kayu sengon, jabon dan
jati. Sumber bahan baku tersebut didapatkan secara lokal atau
didatangkan dari luar daerah.
Bahan Pembantu

17
Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan berbagai
macam jenis kerajinan kayu terdiri dari berbagai jenis cat tembok,
pewarna, semir.
TENAGA KERJA
Tenaga kerja yang diperlukan dalam rangka pengembangan usaha
kerajinan kayu ini terdiri dari :
Manajemen Koperasi :
1. Manajer : 1 orang
2. Kasir : 1 orang
3. Juru buku : 1 orang
4. Bagian Gudang/ Penjualan : 1 orang
5. Bagian Tabungan : 2 orang
Manajemen masing-masing Mitra UK
1. Pemelik/Pengelola : 1 orang
2. Administrasi : 1 orang
3. Pengawas Produksi : 1 orang
4. Bagian Pemasaran : 1 orang
5. Pengrajin kayu : 20 orang
PROSES PRODUKSI
Proses pembuatan kerajinan kayu merupakan gabungan proses
mekanik (pemotongan dan pemolaan kayu) dan pengerjaan seni
tradisional (pembentukan produk jadi secara manual). Kerajinan kayu di
hasilkan merupakan hasil kerajinan yang mempunyai kandungan seni (art)
dan fungsional. Dalam proses pembuatannya dilakukan melalui beberapa
tahapan yaitu : pemotongan kayu gelondongan, pemotongan kayu sesuai
dengan ukuran model produk, pembentukan model-model produk dengan
mesin bubut, pengukiran (pembentukan produk jadi), pengamplasan,

18
pewarnaan dan finishing. Aliran proses pembuatan berbagai macam jenis
kayu tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.

Gambar 2 Aliran Proses Produksi Pembuatan Kerajinan Kayu

19
SARANA PRODUKSI
Mesin dan peralatan yang digunakan untuk dalam pembuatan
kerajinan kayu dalam setiap tahapan sebagai berikut :
1. Tahap penyiapan bahan baku kayu umumnya menggunakan
mesin potong kayu (band saw) dan alat pengering (dry klin).
2. Tahap pembentukan di bantu oleh band saw kecil dan mesin
potong handy seperti gergaji dan pahat.
3. Tahap pembentukan halus atau pengukiran dengan
menggunakan pahat.
4. Tahap penghalusan biasanya menggunakan amplas dan
banyak menggunakan tenaga manusia.
5. Tahap finishing biasanya di bantu dengan mesin semprot cat
dan kuas untuk mewarnai.
6. Tahap pengepakan untuk keperluan pengiriman.
Bangunan produksi bentuk dan ukurannya bervariasi tergantung
pada jenis produk yang dibuat, ada yang memanfaatkan ruang di rumah,
tetapi ada juga yang membuat bangunan khusus berbentuk gudang.
Ketersediaan listrik bagi peralatan dan penerangan merupakan saran
yang

sangat

menunjang

proses

produksi

kerajinan

kayu.

Dalam hal finishing menggunakan cat/piltur, umumnya proses produksi
memerlukan

rak-rak

tempat

pengeringan.

Jenis

dan

jumlah

mesin/peralatan yang diperlukan tentu saja tergantung pada jenis produk
dan skala produksinya dan umumnya peralatan tersebut di atas dapat
diperoleh di dalam negeri. Pada model kelayakan PKT ini tanah,
bangunan, peralatan produksi, peralatan kantor dan kendaraan yang
digunakan dalam pengembangan usaha kerajinan kayu .
Rencana Produksi
Rencana kapasitas produksi kerajinan kayu model PKT ini selama
periode investasi tahun ke -1 sampai dengan tahun ke-5.

20
ASPEK KEUANGAN
UMUM
Analisa ini diharapkan akan dapat menjawab apakah para
produsen kerajinan kayu (mitra usaha kecil) akan mendapatkan nilai
tambah dari proyek ini, serta mampu mengembalikan kredit yang
diberikan oleh bank dalam jangka waktu yang wajar.
Perhitungan analisa kelayakan ini didasarkan pada kelayakan
usaha produksi kerajinan kayu dengan mengambil jenis produk binatang
(hiasan) dan alat rumah tangga (hiasan dan fungsional). Ketiga jenis
produk dalam analisa finansial ini adalah bentuk kerajinan kayu berupa
kodok (hiasan), kursi matahari dan cermin (hiasan dan fungsional).
Model kelayakan usaha ini merupakan pengembangan usaha
kerajinan kayu yang telah berjalan dan untuk menumbuhkan kemandirian
usaha dan peningkatan nilai penjualan bagi mitra usaha kecil yang selama
ini telah bermitra dengan usaha menengah/besar.
Skim kredit yang digunakan dalam analisa keuangan ini adalah
skim Kredit Usaha Kecil (KUK) dengan tingkat suku bunga 24 % per
tahun. Selama masa pengembangan dengan penambahan investasi baru,
mitra usaha kecil (produksi kerajinan kayu) diberikan masa tenggang
(grace period) selama 3 bulan. Pembayaran angsuran kredit pokok untuk
proyek ini mulai di lakukan pada bulan ke -4.
Parameter teknis dan financial untuk perhitungan analisa keuangan
proyek pengembalian kerajinan kayu ini dapat dihitung. Selanjutnya
dengan mempertimbangkan kemungkinan penurunan harga jual dan
kenaikan harga biaya produksi, maka di lakukan analisa sensitifitas,
dengan berbagai variabel penurunan harga.
Kebutuhan pembiayaan investasi, biaya produksi dan modal kerja
untuk pengembangan usaha kerajinan kayu dapat dihitung.

21
KEBUTUHAN BIAYA INVESTASI
Biaya investasi pada tahun ke-1 pengembangan usaha kerajinan
kayu ini sebesar Rp.17.000.000 yang terdiri dari pembiayaan dana sendiri
sebesar Rp. 5.100.000 dan kredit investasi sebesar Rp.11.900.000 Biaya
investasi terdiri dari :
1. Perluasan Bangunan Kerja Rp 5.000.000
2. Mesin dan Peralatan Produksi
- Mesin Amplas 2 buah Rp 1.400.000
- Mesin Potong 1 buah Rp 9.500.000
- Peralatan Kecil 5 set Rp 500.000
3. Peralatan Kantor
- Kalkulator 1 buah Rp 100.000
- Mesin tik 1 buah Rp 500.000.Perhitungan biaya investasi dapat di lihat pada Lampiran 1.2
BIAYA PRODUKSI
Biaya produksi pengembangan usaha kerajinan kayu terdiri dari
Biaya Tetap dan Biaya Variabel. Jumlah biaya tetap pada tahun ke - 1
sebesar Rp.49.713.392 dan pada tahun ke- 2 sampai tahun ke- 5 sebesar
Rp.49.400.000. Biaya tetap tahun ke-1 lebih besar dari tahun-tahun
berikutnya karena pada tahun ke -1 terdapat biaya administrasi kredit
sebesar Rp.313.392
Biaya tetap pada tahun ke -2 sampai tahun ke-5 terdiri dari :
1. Administrasi dan Umum Rp 100.000/bulan
2. Transportasi Rp 300.000/bulan
3. Listrik, Air dan Telpon Rp 250.000/bulan
4. Biaya Pemeliharaan Rp 200.000.-/bulan
5. Penyusutan Rp 12.900.000/bulan
6. Biaya Gaji Rp 1.750.000/bulan
7. Lain-lain Rp 200.000/bulan
Biaya Variabel terdiri dari :
1. Bahan Baku (kayu) Rp 8.125.000/bulan

22
2. Tenaga Kerja Rp 20.700.000/bulan
3. Cat dan Finishing Rp 4.950.000/bulan

KEBUTUHAN MODAL KERJA
Kebutuhan modal kerja usaha kerajinan kayu pada tahun ke-1
sebesar Rp. 61.605.061 yang terdiri dari pembiayaan dengan dana sendiri
sebesar Rp 24.642.024 dan pembiayaan dari kredit modal kerja sebesar
Rp 36.963.037.
Pelunasan kredit investasi di rencanakan selama lima tahun dan
pelunasan kredit modal kerja di rencanakan selama tiga tahun (setiap
akhir tahun di perpanjang). Dalam pelunasan kredit ini diperlukan grace
period selama 3 bulan dengan tingkat suku bunga sebesar 24% per tahun.
ANALISIS KEUANGAN
Proyeksi Laba/Rugi
Nilai penjualan hasil industri kerajinan kayu pada tahun ke-1 di
rencanakan meningkat sebesar 15 % di bandingkan pada tahun ke -0 dan
pada tahun-tahun berikutnya di asumsikan tumbuh hanya sebesar 5 %.
Nilai penjualan pada tahun ke-1 dan tahun ke-5 diproyeksikan masingmasing sebesar Rp 573.120.000 dan Rp 663.458.040.
Proyeksi Aliran Kas
Proyeksi aliran kas periode investasi tahun ke -1 sampai ke-5 dapat
dihitung. Posisi kas akhir pada tahun ke-1 sebesar Rp.107.854.453, dan
pada akhir tahun ke-5 sebesar Rp 259.546.429. Proyeksi aliran kas
bulanan selama dau tahun periode investasi dapat dihitung.

23
Proyeksi Neraca
Proyeksi neraca periode investasi tahun ke-1 sampai tahun ke-5
dapat dihitung. Pada periode investasi tahun ke-1 besarnya aktiva dan
modal

sendiri

masing-masing

sebesar

Rp.282.740.844

dan

Rp

216.586.968 serta pada tahun ke -5 masing-masing Rp 427.188.183 dan
Rp 337.413.505.
Kriteria Kelayakan Proyek
Untuk menilai kelayakan proyek ini digunakan kriteria Net Present
Value (NPV), Internal rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C) dan
Pay Back Period, seperti tampak pada Tabel 4
Tabel 4. Kriteria Kelayakan Usaha Kerajinan Kayu
No
1
2
3
4

Kriteria Kelayakan
NPV (df = 24 %)
B/C Ratio
IRR
Pay back Period

Nilai
Rp. 58,92 juta
1,15
96,07
48 bulan

ANALISA SENSITIVITAS
Dengan pertimbangan bahwa harga jual produk kerajinan kayu
cenderung fluktuatif serta harga komponen biaya produksi sering berubah
seperti cat kayu pada saat ini lebih banyak di pengaruhi depresiasi rupiah
terhadap dollar Amerika, maka studi ini mencoba mengkaji sejauh mana
penurunan harga jual produk dan kenaikan biaya variabel produksi dari
asumsi yang dikemukan berpengaruh terhadap kelayakan proyek yang di
ukur dengan perubahan NPV, Internal rate of Return (IRR), Benefit Cost
ratio (B/C) dan Pay Back Period.
Hasil untuk analisa sensitivitas Usaha Kerajinan Kayu dapat dilihat
pada Tabel 5.

24
Tabel 5. Analisa Sensitivitas Usaha Kerajinan Kayu
Uraian
NPV
IRR
Payback Period
B/C Ratio

Uraian
NPV
IRR
Payback Period
B/C Ratio

Satuan

Normal

Rp.
%
Bulan

58,924,598
96,07
48
1.15

Satuan

Normal

Rp.
%
Bulan

58,924,598
96,07
48
1.15

Harga jual Turun
Th 1(1%), Th 2(2%), Th 3(2,5%),
Th 4(3%), Th 5(4%)
20,283,405
44,57
1,05
Biaya Produksi Naik
Th 1(1%), Th 2(2%), Th 3(2,5%),
Th 4(3%), Th 5(4%)
26,118,433
50,89
1,06

Dari Tabel 5 tersebut di atas terlihat bahwa jenis usaha ini lebih
sensitivitiv terhadap perubahan harga jual produk dari pada perubahan
komponen biaya variabel produksi.
ASPEK SOSIAL EKONOMI
Manfaat Bagi Daerah
Manfaat industri kerajinan kayu bagi daerah setempat umumnya
berupa :
1. Peningkatan pendapatan daerah/retribusi
2. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat.
3. Peningkatan pengembangan usaha di bagian hulu dan hilir
sebagai multiplier effect yang positif seperti terhadap
pengembangan industri parawisata dan pemanfaatan limbah
kayu.
4. Peningkatan pendapatan para pengusaha kerajinan kayu.
5. Peningkatan pembangunan daerah.

Manfaat Secara Nasional

25
Secara nasional industri kerajinan kayu yang bersifat padat karya
dan banyak memanfaatkan limbah akan membantu usaha pemerintah
menyediakan

lapangan

pekerjaan

serta

meningkatkan

efisiensi

pemanfaatan hasil hutan berupa kayu.
Dalam hal produk kerajinan kayu tersebut diekspor maka secara
nasional industri di maksud akan menambah devisa nasional dan
membantu mempromosikan pariwisata.
ASPEK DAMPAK LINGKUNGAN
Dampak Negatif Terhadap Lingkungan
Seperti dimaklumi, industir kerajinan kayu umumnya memanfaatkan
bahan baku kayu dari segala jensi dan ukuran, malahan memanfaatkan
limbah kayu, sehingga secara teoritis dampak negatif terhadapap
lingkungan tidak ada, malahan dengan menggunakan limbah kayu, berarti
industri ini justru membantu mengurangi dampak negatif yang di timbulkan
oleh industri pengolahan kayu.
Dampak negatif akan timbul apabila pasokan bahan baku dari
berbagai jenis dan ukuran tersebut di dapat dan menebangi segala
macam jenis kayu yang ada disekitar lokasi industri. Dalam hal terjadi
demikian, maka kelestarian lingkungan akan terganggu.
Dampak negatif juga dapat di timbulkan dari jenis produk berbahan
baku kayu tertentu yang langka dan sangat di minati oleh konsumen,
seperti jenis kayu cendana dan ebony. Dalam hal terjadi demikian maka
ancaman pengenaan "green label" dari dunia internasional mungkin dapat
terjadi.
Upaya Penanggulan
Antisipasi terhadap dampak negatif kelestarian lingkungan dan
ancaman pengenaan "green label" dapat dikurangi apabila pengusaha

26
kecil kerajinan bersama-sama dengan instansi terkait dan pemerintah
daerah berusaha agar pasokan bahan baku kayu betul-betul di dapat dari
limbah kayu atau dari perkebunan kayu.
KESIMPULAN
Industri kerajinan kayu merupakan industri kecil yang sudah lama
keberadaannya dan mempunyai prospek usaha yang baik untuk dibiayai
skim kredit Perbankan. Hasil perhitungan menunjukkan kelayakan
finansial industri kerajinan kayu sebagai berikut :
IRR = 96,07%
B/C Ratio = 1.15
Pay back Period = 48 bulan
NPV = Rp. 58,924,598
Analisa sensitivitas menunjukkan Proyek Kemitraan Terpadu (PKT)
usaha kerajinan kayu ini lebih sensitiv terhadap perubahan harga jual
produk di bandingkan dengan perubahan biaya variabel produksi.
Industri kerajinan kayu adalah industri yang mempunyai kadar
kandungan lokal yang tinggi, padat karya, banyak memanfaatkan limbah
kayu, serta berpeluang menghasilkan devisa, sehingga amat baik jika
perkembangannya di dukung oleh semua pihak
Desain kontemporer produk yang dibawa oleh eksportir perantara
dari luar negeri menyebabkan peningkatan omzet penjualan, tetapi dapat
menurunkan perkembangan kreativitas desain lokal yang spesifik, dalam
jangka panjang akan memberi pengaruh kurang baik terhadap industri
pariwisata.
Produk kerajinan kayu sebagaimana produk berbahan bahan baku
kayu lainnya berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kelestarian
lingkungan dan rentan terhadap pengenaan "green label" oleh kalangan

27
international, oleh karena itu kebijakan penggunaan bahan baku kayu
yang berasal dari hutan tanaman industri perlu disadari, di galakkan
pemahamannya dan di dukung pelaksanaannya oleh semua pihak.