GAMBARAN KETERAMPILAN PEMASANGAN INFUS PADA PERAWAT VOKASIONAL DAN PERAWAT PROFESIONAL RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH DI WILAYAH YOGYAKARTA

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KETERAMPILAN PEMASANGAN INFUS PADA PERAWAT VOKASIONAL DAN PERAWAT PROFESIONAL RUMAH

SAKIT PKU MUHAMMADIYAH DI WILAYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : ERIK ERPAN 20120320010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN KETERAMPILAN PEMASANGAN INFUS PADA PERAWAT VOKASIONAL DAN PERAWAT PROFESIONAL RUMAH SAKIT PKU

MUHAMMADIYAH DI WILAYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : ERIK ERPAN 20120320010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Erik Erpan

NIM : 20120320010

Program Studi : Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 29 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,


(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Pertama saya sangat bersyukur Alhamdulillah telah menyelesaikan kewajiban akhir dalam sebuah jenjang pendidikan tinggi. Tentu ini bukan akhir dari segalanya. Justru

malah dunia yang sebenarnya akan saya hadapi selanjutnya. Terimakasih kepada :

1. Orang tua saya, Bapak Daryan dan Ibu Aam, berkat beliau semua tidak mungkin saya dapat menuntut ilmu setinggi ini. Terimakasih mah, pak.. 2. Buat adik saya Rizal Apriana terimakasih atas doa dan dukungannya. Semoga

izal dapat melanjutnya studi lebih tinggi dibandingin aa. 3. Ibu Novita Kurniasari dan Ibu Nur Chayati, terimakasih ibu atas

bimbingannya yang telah diberikan kepada saya

4. Semua teman PSIK 2012. Senang saya bisa kenal dan bareng sama kalian. Semoga someday kita bisa bertemu lagi.

Terakhir dari saya,,

Semoga dengan selesainya kewajiban akhir ini bukan berarti selesai juga segalanya. Semoga kedepannya kita lebih lancar lagi, dimudahkan segala


(5)

HALAMAN MOTTO

Hard skill memang penting, tetapi anda jangan lupakan bahwa soft skill juga tidak kalah penting. Apabila anda memiliki keduanya itu artinya anda punya bekal yang baik untuk bisa bersaing di zaman sekarang ini.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

INTISARI ...xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Pengertian Keterampilan ... 9

B. Faktor-Faktor yang mempengaruhi keterampilan ... 10

C. Pengertian Perawat ... 12

D. Kompetensi Perawat Vokasional dan Perawat Profesional ... 13

E. Standar Kompetensi Perawat Indonesia ... 14

F. Pengertian Pemasangan Infus ... 17

G. Tujuan Pemasangan Infus ... 17

H. Lokasi Penusukan dan Ukuran Jarum Infus ... 18

I. SPO Pemasangan Infus ... 19

J. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keterampilan Pemasangan Infus .. 22

K. Indikator Keterampilan Perawat pada Pemasangan Infus ... 25

L. Kerangka Teori ... 26

M. Kerangka Konsep ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Desain Penelitian... 28

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 29

D. Variabel Penelitian ... 30

E. Definisi Operasional ... 30

F. Instrumen Penelitian ... 31

G. Cara Pengumpulan Data... 31

H. Pengolahan Data dan Metode Analisis Data ... 32

I.Etika Penelitian ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


(7)

1. Bangsal IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta ... 36

2. Bangsal IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping ... 36

3. Bangsal IGD RS PKU Muhammadiyah Bantul ... 37

B. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden ... 38

2. Karakteristik Keterampilan Perawat Vokasional dan Perawat Profesional pada Pemasangan Infus ... 38

C. Pembahasan 1. Karakteristik Responden ... 42

2. Karakteristik Keterampilan Pemasangan Infus Pada Perawat Vokasional dan Perawat Profesional ... 45

E. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian 1. Kekuatan Penelitian ... 48

2. Kelemahan Penelitian ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat ... .. 44 Tabel 4.2 Karakteristik Keterampilan Pemasangan Infus pada Perawat Vokasional… 39 Tabel 4.3 Karakteristik Keterampilan Pemasangan Infus pada Perawat Profesional… 39

Tabel 4.4 Karakteristik Keterampilan pada Perawat Vokasional dan Perawat Profesional Berdarkan Tahapan Pemasangan Infus ... 40

Tabel 4.5 Crosstab Berdasarkan Karakteristik Responden dengan Kategori Keterampilan Pemasangan Infus ... 41


(9)

(10)

(11)

Erik Erpan. (2016). Gambaran Keterampilan Pemasangan Infus pada Perawat Vokasional dan Perawat Profesional RS PKU Muhammadiyah di Wilayah Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pembimbing :

Novita Kurnia Sari, S.Kep.,Ns.,M.Kep

INTISARI

Latar Belakang: Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif. Perawat vokasional dan perawat profesional dituntut memiliki pengetahuan, komitmen tinggi, kompetensi dan keterampilan. Keterampilan pemasangan infus dipengaruhi dengan karakteristik pasien, tingkat pengalaman dan kompetensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran keterampilan pemasangan infus pada perawat vokasional dan perawat profesional RS PKU Muhammadiyah di wilayah Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan desain penelitian deskriptif dengan metode observasi. Sampel dalam penelitian berjumlah 50 perawat yaitu 40 perawat lulusan D3 dan 10 perawat lulusan Ners. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Analisis data dengan distribusi frekuensi. Instrumen penelitian menggunakan SPO pemasangan infus.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan 21 perawat vokasional (52,5%) memiliki kategori terampil dan 19 perawat vokasional (47,5%) memiliki kategori kurang terampil. Sebanyak 7 orang (70%) perawat profesional memiliki kategori terampil dan sebanyak 3 orang (30%) memiliki kategori kurang terampil. Pada tahap pra interkasi mayoritas perawat memiliki kategori kurang terampil sebanyak 80 %. Pada tahap orientasi mayoritas perawat memiliki kategori terampil sebanyak 65 %. Pada tahap implementasi mayoritas perawat memiliki kategori terampil sebanyak 70 %. Pada tahap terminasi mayoritas perawat memiliki kategori terampil sebanyak 55 %. Pada tahap dokumentasi mayoritas perawat adalah kurang terampil sebanyak 70 %.

Kesimpulan dan Saran: Gambaran keterampilan pemasangan infus pada perawat vokasional dan perawat profesional mayoritas pada kategori terampil. Perawat diharapkan mempertahankan dan meningkatkan keterampilan yang dimiliki.

Kata kunci: keterampilan, pemasangan infus, perawat

Erik Erpan. (2016). Deskriptif of Intravenous Insertion Skills on Vocational and Professional Nurses RS PKU Muhammadiyah in Yogyakarta Region. Student Research Project. School of Nursing. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Adviser :


(12)

ABSTRACT

Background: Intravenous insertion included into invasive treatment. Vocational and professionals nurses are required to have knowledge, commitment, competence and skills. Intravenous insertion influenced by patient characteristics, level of experience and competence. Purpose of this research to describe skills of intravenous insertion on vocational and professionals nurses RS PKU Muhammadiyah Hospital in Yogyakarta .

Methods: The study a quantitative research with design descriptive used observation method. Samples in the study as much as 50 nurses there are 40 graduation from diploma and 10 professional nurses graduation from Ners. The sampling technique used total sampling. Data were analyzed by frequency distribution. The research instrument used SPO intravenous insertion.

Results: The results of this study showed 21 vocational nurses (52.5%) have the competence category and 19 vocational nurses (47.5%) had less competence categories. As much 7 patients (70%) Professional nurses have competency categories and as many as three people (30%) had less competency categories. In the pre-stage interaction majority of nurses had less skilled category as much as 80%. In the orientation phase the majority of nurses have skilled category as much as 65%. In the implementation phase the majority of nurses have skilled category as much as 70%. In the termination stage the majority of nurses have skilled category as much as 55%. In document stage the majority is less skilled as much as 70%.

Conclution and Recommendation: Overview skills of intravenous insertion in vocational nurses and professional nurses majority are competence category. Nurses are expected to sustain and improve the skills possessed.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pemasangan infus adalah suatu prosedur pemberian cairan, elektrolit ataupun obat secara langsung kedalam pembuluh darah vena yang banyak dalam waktu yang lama dengan cara menggunakan infus set untuk tujuan tertentu (Agus, 2013). Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat langsung mempengaruhi keutuhan jaringan. Manfaat dari terapi infus dapat sebagai jalur pemberian obat, pemberian cairan, pemberian produk darah atau sampling darah (Alexander et.al, 2010).

Jumlah pasien yang mendapatkan terapi infus di Inggris sebanyak 25 juta pasien per tahun dan mereka telah dipasang berbagai bentuk alat akses Intra Vena (IV) selama perawatannya (Hampton, 2008). Pujasari dan Sumarwati (2002) mengatakan, sekitar 80% pasien masuk rumah sakit mendapatkan terapi infus .

Alexander (2010) mengatakan perawat vokasional dan perawat profesional harus memiliki pengetahuan, komitmen yang tinggi dan kompetensi dalam melakukan tindakan pemasangan infus. Kompetensi perawat vokasional dan perawat profesional diatur dalam standar kompetensi oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2005. Kompetensi perawat vokasional yaitu melaksanakan intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai dengan praktik keperawatan dibawah pengawasan perawat teregistrasi, sedangkan kompetensi perawat profesional yaitu melaksanakan serangkaian prosedur, treatment, dan intervensi yang berada dalam lingkup praktik keperawatan bagi perawat teregistrasi dan sesuai standar praktik keperawatan.


(14)

Kompetensi perawat dalam pemasangan infus masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut seperti perawat kurang memperhatikan kesterilan luka pada pemasangan infus dan perawat tidak patuh terhadap Standar Prosedur Operasional (SPO) pemasangan infus di rumah sakit. Hasil penelitian Andares (2009) mengatakan bahwa perawat kurang memperhatikan kesterilan luka pada pemasangan dan perawat kurang peduli akan tersedianya bahan-bahan yang diperlukan seperti sarung tangan, kain kasa steril, alkohol, dan juga pemakaian yang berulang pada selang infus yang tidak steril. Hasil penelitian Mulyani (2011) mengatakan perawat tidak patuh pada SPO pemasangan infus, dari 12 perawat pelaksana yang memasang infus, perawat yang tidak patuh sebanyak 12 orang atau 100% tidak patuh. Hasil penelitian lain dari Pasaribu (2008) tentang analisa pelaksanaan pemasangan infus didapatkan hasil bahwa perawat dengan kategori baik sebanyak 27%, kategori sedang sebanyak 40% dan kategori buruk sebanyak 33%. Melihat fenomena ini perawat perlu memiliki keterampilan pemasangan infus dengan baik.

Keterampilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah cakap atau mampu untuk menyelesaikan tugas dan juga cekatan (tangkas atau cepat dalam melakukan sesuatu). Robbin (2001) mengatakan keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas atau kewajiban sesuai dengan analisis pekerjaan.

Keterampilan perawat dalam melakukan pemasangan infus dipengaruhi oleh tiga faktor. Faktor yang pertama adalah karakteristik pasien, faktor yang kedua tingkat pengalaman dan faktor yang ketiga kompetensi perawat (Sabri et.al, 2012). Faktor yang pertama karakteristik pasien yaitu usia pasien dan kondisi medis. Perawat akan memerlukan waktu lama untuk melakukan pemasangan infus kepada anak-anak daripada orang dewasa.


(15)

Faktor yang kedua adalah tingkat pengalaman perawat. Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasakan, atau ditanggung (KBBI, 2005). Pengalaman diartikan juga sebagai memory episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang dialami oleh individu pada waktu dan tempat tertentu sebagai referensi otobiografi (referensi berdasarkan pengalaman dirinya atau pengalaman dari orang lain). Pengalaman akan mempengaruhi keterampilan karena semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan, maka akan semakin berpengalaman sehingga keterampilan kerja akan semakin baik (Ranupantoyo dan Saud 2005). Tingkat pengalaman seorang perawat berkaitan dengan jenjang karir. Jenjang karir adalah sistem untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI) tahun 2006 jenjang karir perawat meliputi perawat klinik, perawat manajer, perawat pendidik dan perawat peneliti. Perawat klinik terdiri dari lima tingkatan, yaitu Perawat Klinik I (PK I), Perawat Klinik II (PK II), Perawat Klinik III (PK III), Perawat Klinik IV (PK IV) dan Perawat Klinik V (PK V).

Faktor yang ketiga adalah kompetensi perawat. Hutapea dan Thoha (2008) mengatakan kompetensi adalah kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat seseorang tersebut mampu memenuhi apa yang diisyaratkan oleh pekerjaan atau organisasi sehingga mampu mencapai hasil yang diharapkan. Standar kompetensi perawat Indonesia diatur oleh PPNI tahun 2013, terdapat 12 tindakan keperawatan yang merupakan cakupan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap perawat Indonesia pada semua jenjang, salah satunya adalah memfasilitasi kebutuhan elektrolit dan cairan, dalam hal ini memfasilitasi kebutuhan cairan melalui intra vena yaitu pemasangan infus.


(16)

Agama Islam telah mengatur bahwa seseorang yang memiliki keterampilan atau ilmu pengetahuan akan ditinggikan derajatnya dihadapan ALLAH SWT, sesuai dengan Al-Quran Surat Al Mujadilah ayat 11, yang artinya:

“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan. Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat, dan Allah maha teliti terhadap apa yang kalian kerjakan”

Keterampilan perawat dalam melakukan pemasangan infus dapat menurunkan kejadian flebitis pada pasien. Angka kejadian flebis di rumah sakit di Jakarta sebanyak 10 % (Nugroho, 2013). Angka tersebut memang tidak terlalu besar, akan tetapi masih diatas standar yang diterapkan oleh Intravenous Nurses Society (INS) yaitu 5% (Nugroho, 2013).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang keterampilan pemasangan infus pada perawat vokasional dan perawat profesional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah “Bagaimana gambaran keterampilan pemasangan infus pada perawat

vokasional dan perawat profesional RS PKU Muhammadiyah di wilayah

Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang keterampilan pemasangan infus pada perawat vokasional dan perawat profesional. D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis a. Bagi Peneliti


(17)

Penelitian ini dapat mengembangkan, menambah pengetahuan dan wawasan peneliti serta untuk memperkuat penelitian sebelumnya mengenai keterampilan pemasangan infus pada perawat.

b. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu dalam dunia pendidikan serta dapat digunakan sebagai bacaan atau referensi terkait dengan keterampilan perawat.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak rumah sakit tentang keterampilan seorang perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan.

b. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai motivasi bagi tenaga kesehatan lain untuk lebih terampil dalam melaksanakan tindakan medis. E. Keaslian Penelitian

1. Purba, T. F (2000), dengan judul “Hubungan latar belakang pendidikan dan keterampilan perawat di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Qualitatif Research. Hasil yang didapatkan bahwa dari 30 perawat lulusan Akademi Keperawatan (AKPER) dan 20 orang perawat lulusan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) yang bekerja di 4 bagian keperawatan RSU Sari Mutiara, Medan. Penilaian keterampilan dilakukan oleh 2 orang perawat kepala ruang dan perawat supervisi berdasarkan 12 pertanyaan. Dan penilaian pengetahuan dilaksanakan oleh perawat SPK dan AKPER berdasrkan 17 pertanyaan tertutup. Hasil dari penelitian menunjukkan


(18)

keterampilan perawat lulusan SPK dan AKPER hamper tidak berbeda, tetapi lamanya bertugas, pengetahuan perawat, dan ruangan bekerja dapat mempengaruhi keterampilan .

2. Arfiani, D., Amir, M.Y (2013), dengan judul ”Studi Kompetensi Perawat dalam Pengisian Rekam Medik Pasien Rawat Inap di Puskesmas Pattingalloang Kota

Makasar” Merupakan penelitian dengan metode kualitatif. Teknik pengambilan

sampel dengan purposive sampling. Teknik pengambilan sampel dengan wawancara mendalam, observasi, dan telaah rekam medik pasien rawat inap. Kesimpulan pada penelitian ini adalah pengetahuan perawat tentang rekam medis mulai dari pengertian, tujuan, kegunaan dan manfaat sudah cukup baik, namun dari segi etika perbaikan kesalahan penulisan rekam medis masih kurang bahkan ada yang menyatakan tidak mengetahui etika penulisan yang benar. Keterampilan petugas dari segi pencantuman nama dan tanda tangan dalam rekam medis dan keterampilan dalam penghapusan tulisan masih kurang. Sikap perawat yang positif terhadap beberapa ketentuan pengisian rekam medis dan negatif terhadap beberapa ketentuan lain.

3. Setyorni, F.A (2011), dengan judul “Hubungan pengetahuan perawat dengan keterampilan perawat dalam melaksanakan Resusitasi Jantung Paru di ruang kritis

dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Moewardi Surakarta”. Desain

penelitian menggunakan deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 30 responden perawat dengan metode sequensial sampling. Hasil penelitian diperoleh data 23 responden (76,7 %) dengan pengetahuan kurang sedangkan 7 responden (23,3 %) dengan pengetahuan baik. Hasil observasi keterampilan menunjukkan 21 orang responden (70,0 %) masih dalam kategori kurang dan 9 responden (30 %) dalam kategori baik. Hasil uji Fisher’s Exact Test


(19)

diperoleh nilai dengan p=0,014 (p<0,05) sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan pengetahuan perawat dengan keterampilan perawat dalam melaksanakan Resusitasi Jantung Paru di ruang kritis dan IGD Rumah Sakit Moewardi Surakara


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Keterampilan

Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan cekatan. Iverson (2001) mengatakan keterampilan membutuhkan pelatihan dan kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang dapat lebih membantu menghasikan sesuatu yang lebih bernilai dengan lebih cepat.

Robbins (2000) mengatakan keterampilan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu :

1. Basic Literacy Skill : Keahlian dasar yang sudah pasti harus dimiliki oleh setiap orang seperti membaca, menulis, berhitung serta mendengarkan.

2. Technical Skill : Keahlian secara teknis yang didapat melalui pembelajaran dalam bidang teknik seperti mengoperasikan kompter dan alat digital lainnya.

3. Interpersonal Skill : Keahlian setiap orang dalam melakukan komunikasi satu sama lain seperti mendengarkan seseorang, memberi pendapat dan bekerja secara tim.

4. Problem Solving : Keahlian seseorang dalam memecahkan masalah dengan menggunakan logika atau perasaanya.


(21)

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan

Notoadmodjo (2007) mengatakan keterampilan merupakan aplikasi dari pengetahuan sehingga tingkat keterampilan seseorang berkaitan dengan tingkat pengetahuan, dan pengetahuan dipengaruhi oleh : a. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pengetahuan yang dimiliki. Sehingga, seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima dan menyerap hal-hal baru. Selain itu, dapat membantu mereka dalam menyelesaikan hal-hal baru tersebut. Menurut penelitian Islami, Aisyah dan Wordoyo (2012) mengatakan terdapat pengaruh yang cukup kuat antara tingkat pendidikan dan pengetahuan dengan keterampilan ibu tentang pertolongan pertama pada kecelakaan anak dirumah di desa Sumber Girang RW 1 Rembang b. Umur

Ketika umur seseorang bertambah maka akan terjadi perubahan pada fisik dan psikologi seseorang. Semakin cukup umur seseorang, akan semakin matang dan dewasa dalam berfikir dan bekerja.

c. Pengalaman

Pengalaman dapat dijadikan sebagai dasar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dan sebagai sumber pengetahuan untuk memperoleh suatu kebenaran. Pengalaman yang pernah didapat seseorang akan mempengaruhi kematangan seseorang dalam berpikir


(22)

dalam melakukan suatu hal. Ranupantoyo dan Saud (2005) mengatakan semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang ditekuni, maka akan semakin berpengalaman dan keterampilan kerja akan semakin baik.

Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan secara langsung menurut Widyatun (2005), yaitu:

a. Motivasi

Merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan dalam diri seseorang untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang bisa melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang sudah diajarkan.

b. Pengalaman

Merupakan suatu hal yang akan memperkuat kemampuan seseorang dalam melakukan sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman membangun seseorang untuk bisa melakukan tindakan-tindakan selanjutnya menjadi lebih baik yang dikarenakan sudah melakukan tindakan-tindakan di masa lampaunya.

c. Keahlian

Keahlian yang dimiliki seseorang akan membuat terampil dalam melakukan keterampilan tertentu. Keahlian akan membuat seseorang mampu melakukan sesuatu sesuai dengan yang sudah diajarkan.


(23)

Perawat adalah sesorang yang berperan dalam merawat dan membantu seseorang dengan melindunginya dari sakit, luka dan proses penuaan (Taylor dkk, 2001). Undang-Undang Republik Indonesia (RI) No.38 tahun 2014 mengatakan perawat adalah sesorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kategori perawat menurut Undang-Undang Keperawatan No 38 Tahun 2014 diantaranya :

1. Perawat Vokasional

Perawat vokasional adalah perawat yang telah menyelesaikan pendidikan minimal Diploma tiga keperawatan.

2. Perawat Profesional

Perawat profesional adalah perawat yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi keperawatan baik level universitas atau sekolah tinggi kesehatan. Perawat profesi terbagi menjadi dua, yaitu program profesi keperawatan dan program profesi spesialis keperawatan.

D. Kompetensi Perawat Vokasional dan Perawat Profesional

Kompetensi adalah kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat seseorang tersebut mampu memenuhi apa yang diisyaratkan oleh pekerjaan atau organisasi sehingga mampu mencapai hasil yang


(24)

diharapkan (Boyatzis, Hutapea dan Thoha, 2008). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2005 mengatakan, kompetensi dasar perawat Indonesia pada semua jenjang pendidikan ada 12, diantaranya:

1. Menerapkan prinsip etika dalam keperawatan.

2. Melakukan komunikasi interpersonal dalam asuhan keperawatan. 3. Mewujudkan dan memelihara lingkungan keperawatan yang aman

melalui jaminan kualitas dan manajemen risiko (patient safety).

4. Menerapkan prinsip pengendalian dan pencegahan infeksi yang diperoleh dari Rumah Sakit.

5. Melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah cedera pada klien. 6. Memfasilitasi kebutuhan oksigen.

7. Memfasilitasi kebutuhan cairan dan elektrolit.

Cairan tubuh adalah cairan yang terdiri dari air dan zat terlarut (Price, 2006). Air merupakan cairan utama dalam tubuh manusia (Horne, 2001). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan (Price, 2006). Kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi sistem organ, terutama ginjal. Prosedur pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dapat dilakukan melalui pemberian cairan peroral atau intravena. Contoh pemberian cairan melalui intravena seperti pemasangan infus.


(25)

9. Menganalisis, menginterpretasikan dan mendokumentasikan data secara akurat.

10.Melakukan perawatan luka.

11.Memberikan obat dengan aman dan benar. 12.Mengelola pemberian darah dengan aman. E. Standar Kompetensi Perawat Indonesia

Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja yang ditetapkan (PPNI, 2005). Standar kompetensi perawat vokasional dan perawat profesional diatur oleh PPNI tahun 2005.

Perbedaan kewenangan perawat vokasional dan perawat profesional dalam standar kompetensi keperawatan menurut PPNI tahun 2005 yaitu:

1. Perawat vokasional

a. Melaksanakan intervensi keperawatan yang direncanakan sesuai dengan standar praktik keperawatan dibawah pengawasan perawat terintegrasi.

b. Menerima kegiatan yang didelegasikan sesuai dengan tingkat keahlian dan lingkup praktik legal.

c. Mempertahankan lingkungan asuhan yang aman melalui tindakan tepat waktu, mengikuti peraturan dan persyaratan nasional,


(26)

menjaga kesehatan di tempat kerja dan melaksanakan kebijakan dan prosedur.

d. Memberikan umpan balik kepada orang yang mendelegasikan atau menugaskan kegiatan dan mengawasi kerjanya.

e. Mengidentifikasi dan melaporkan situasi yang dapat membahayakan keselamatan klien atau staf.

f. Melaksanakan tugas sesuai arahan dan sesuai dengan kebijakan, ketentuan, tolak ukur kualitas dan juga sesuai dengan tingkat pelatihan yang diikuti.

2. Perawat profesional

a. Melaksanakan serangkaian prosedur, treatmen dan intervensi yang berbeda dalam lingkup praktik keperawatan bagi perawat terintegrasi dan sesuai standar praktik keperawatan.

b. Mendelegasikan kepada orang lain, kegiatan sesuai dengan kemampuan, tingkat persiapan, keahlian dan lingkup praktik legal. Menerima kegiatan yang didelegasikan sesuai dengan tingkat keahliannya dan lingkup praktik legal.

c. Mengambil tindakan segera dengan menggunakan strategi manjemen resiko peningkatan kualitas untuk menciptakan dan menjaga lingkungan asuhan yang aman dan memenuhi peraturan nasional, persyaratan keselamatan dan kesehatan tempat kerja serta kebijakan dan prosedur.


(27)

d. Memonitor dan menggunakan serangkaian strategi pendukung termasuk precepting ketika pengawasan atau monitoring asuhan yang didelegasikan.

e. Menggunakan alat pengkajian yang tepat untuk mengiidentifikasi risiko aktual dan potensial terhadap keselamatan dan melaporkan kepada pihak yang berwenang.

f. Mengikuti pedoman praktik terbaik dan berdasarkan pembuktian (evidence bassed) dalam melakukan praktik keperawatan.

F. Pengertian Pemasangan Infus

Pemasangan infus adalah suatu prosedur pemberian cairan, elektrolit ataupun obat secara langsung kedalam pembuluh darah vena yang banyak dalam waktu yang lama dengan cara menggunakan infus set untuk tujuan tertentu (Agus, 2013). Menurut Kusyati, et al (2013), pemasangan infus adalah tindakan memberi cairan intravena melalui akses vena yang telah dibuat dan akses vena diperoleh dengan melakukan pungsi vena, yaitu tindakan pemasukan vena melalui transkutan menggunakan silet tajam yang kaku, seperti angiokateter, atau jarum yang disambungkan pada spuit.

G. Tujuan Pemasangan Infus

Tujuan pemasangan infus menurut Agus (2013) adalah untuk menyuplai kebutuhan cairan bila klien tidak mampu memenuhi kebutuhan cairan melalui mulut secara adekuat, menyediakan elektrolit untuk menjaga keseimbangan elektrolit tubuh, menyediakan glukosa dan nutrisi


(28)

lain yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboloisme tubuh, menggantikan air dan memperbaiki kekurangan elektrolit dalam tubuh. Pemasangan infus dapat diberikan kepada bayi untuk mengelola resusitasi cairan, pemeliharaan cairan, pengobatan dan nutrisi parenteral (Mc Gahren & William, 2011).

H. Lokasi Penusukan dan Ukuran Jarum Infus

Perry dan Potter (2005) mengatakan lokasi yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer dari daerah distal ke proksimal (dari tangan ke lengan). Menurut Dougherty dkk (2010), ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pemasangan infus, yaitu:

1. Umur pasien

2. Riwayat sakit sebelumnya

Pasien stroke jangan gunakan ekstremitas yang sakit.

3. Jangan dilakukan penusukan pada vena yang sudah mengalami flebitis. 4. Aktivitas dan kesukaan pasien

Aktivitas dan kesukaan yang perlu diperhatikan dari pasien seperti rasa gelisah, banyak gerak, atau perubahan tingkat kesadaran. Jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan.

Sedangkan untuk ukuran diameter jarum infus pada pemasangan infus Menurut Mc Gahren & William (2011) serta menurut Mc Can (2005), ukuran diameter jarum infus disesuaikan dengan tahapan perkembangan,


(29)

yaitu sebagai berikut: neonates, bayi, toodler digunakan jarum berdiameter 25-22; usia sekolah digunakan jarum berdiameter 20-18; dewasa menggunakan jarum diameter 16.

I. SPO Pemasangan Infus 1. Definisi SPO

SPO adalah suatu standar / pedoman tertulis yang digunakan untuk mendorong dan menggerakan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. SPO merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Perry dan Potter, 2005)

SPO Pemasangan infus adalah langkah-langkah atau prosedur untuk memasukan cairan secara parenteral dengan menggunakan intravenous kateter melalui intra vena.

2. Tujuan SPO

Tujuan SPO antara lain:

a. Menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas / pegawai.

b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi.

c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas / pegawai terkait.

d. Melindungi organisasi / unit kerja dan petugas / pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.


(30)

3. Manfaat SPO

a. Sebagai pedoman bagi pegawai.

b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan.

c. Sebagai salah satu alat training dang mengukur kinerja suatu pegawai.

Menurut Taylor (2010) checklist pemasangan infus sebagai berikut: 1. Menjelaskan prosedur tindakan kepada pasien.

2. Membantu pasien untuk posisi nyaman dan memberikan pencahayaan yang memadai.

3. Memverifikasi identitas pasien.

4. Mencuci tangan dan mendekatkan alat disamping tempat tidur. 5. Menggunakan teknik steril untuk membuka peralatan steril. 6. Siapkan tabung infus dan set infus dan periksa tanggal kedaluarsa. 7. Buka set infus.

8. Tempatkan klem 2-5 cm dibawah drip dalam posisi off. 9. Buka pelindung botol infus.

10.Tusukan bagian yang steril dari infus set kedalam botol infus. 11.Mengisi drip infus 1/3 atau ½ tabung.

12.Buka klem dan alirkan infus secara perlahan pastikan tidak ada gelembung udara pada selang infus.

13.Siapkan heparin atau normal salin untuk infus. 14.Pakai sarung tangan.


(31)

15.Menyiapkan vena yang akan ditusuk dan pasang tourniquet. 16.Pilih vena yang baik dengan cara:

a. Hindari lokasi yang tidak diinginkan seperti ada infeksi. b. Gunakan ekstremitas yang dominan jika mampu. c. Hindari jika ada distensi vena

17.Sementara lepaskan tourniquet dan gunakan anastesi topikal yang diperlukan.

18.Bersihkan dengan antiseptik yang tepat dan biarkan kering.

19.Pasang kembali tourniquet 4-5 cm dari vena yang akan ditusuk dan kunci kembali klem.

20.Lakukan penusukan dengan posisi 10-300

21.Amati apakah ada darah kembali atau tidak, rendahkan jarum sampai hamper rata dengan kulit.

22.Jaga kestabilan selang infus kemudian lepaskan tourniquet dengan tangan yang lain.

23.Buka klem dan alirkan secara perlahan. 24.Selang infus aman dan lakukan plester. 25.Amati tanda-tanda pembengkakan.

26.Menuliskan labe yaitu tanggal pemasangan, waktu, jumlah tetesan dan nama pemasang.

27.Instruksikan pasien untuk didak mencabut IV apabila mau bergerak. 28.Amati setiap 1-2 jam untuk memastikan infus.


(32)

J. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan Pemasangan Infus Menurut Sabri dkk (2012) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perawat dalam melakukan pemasangan infus, diantaranya: 1. Karakteristik pasien

a. Usia

Perawat akan memerlukan waktu lama dalam melakukan pemasangan infus kepada anak-anak daripada orang dewasa. Perawat membutuhkan waktu untuk menenangkan anak.

b. Kondisi Medis

Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan kesulitan dalam melakukan pemasangan infus adalah kesulitan mengakses vena seperti pasien dengan obesitas, penyakt kronis, penyakit-penyakit vaskuler dan hipovolemia (Blavias & Lyon, 2006).

2. Tingkat pengalaman dan kompetensi perawat

Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasakan, atau ditanggung (KBBI, 2005). Pengalaman diartikan juga sebagai memory episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang dialami oleh individu pada waktu dan tempat tertentu sebagai referensi otobiografi (referensi berdasarkan pengalaman dirinya atau pengalaman dari orang lain). Semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang ditekuni, maka akan semakin berpengalaman dan keterampilan kerja akan semakin baik (Ranupantoyo dan Saud, 2005)


(33)

Tingkat pengalaman perawat berkaitan dengan jenjang karir. Jenjang karir adalah sistem untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan kompetensi. Depkes RI (2006) menyusun pedoman jenjang karir perawat meliputi perawat klinik, perawat manajer, perawat pendidik dan perawat peneliti. Perawat klinik (PK) memiliki lima tingkatan, yaitu :

a. Perawat Klinik I (PK I)

Perawat Klini I (Novice) adalah perawat lulusan D-III yang telah memiliki pengalaman kerja 2 tahun atau Ners (lulusan S-1 keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 0 tahu dan mempunyai sertifikat PK I. b. Perawat Klinik II (PK II)

Perawat klinik II (Advance Beginer) adalah perawat dengan lulusan D-III dengan pengalaman kerja 5 tahun atau Ners (lulusan S-1 keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 3 tahun, dan mempunyai sertifikat PK-II. c. Perawat Klinik III (PK III)

Perawat Klinik III (competent) adalah perawat lulusan D-III Keperawatan dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners (lulusan S-1 keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman klinik 6 tahun atau Ners Spesialis dengan


(34)

pengalaman kerja 0 tahun, dan memiliki sertifikat PK-III. Bagi lulusan D-III Keperawatan yang tidak melanjutkan ke jenjang S-1 keperawatan, tidak dapat melanjutkan ke jenjang PK-IV dan seterusnya.

d. Perawat Klinik IV (PK IV)

Perawat Klini IV (Proficient) adalah Ners (lulusan S-1 keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 9 tahun atau Ners spesialis dengan pengalaman kerja 2 tahun dan memiliki sertifikat PK-IV, atau Ners Spesialis Konsultan dengan pengalaman kerja 0 tahun.

e. Perawat Klinik V

Perawat Klinik V (Expert) yaitu Ners spesialis dengan pengalaman kerja 4 tahun dan memiliki sertifikat pengalaman kerja PK-V.


(35)

K. Kerangka Teori

Perawat (Undang Undang RI. No.38 tahun 2014) :

Perawat Vokasional Perawat Profesional

Pemasangan Infus (Agus, 2013) Faktor yang mempengaruhi keterampilan pemasangan infus (Sabri, Szalas, Holmes, Labib dan Mussivand, 2012)

Karakteristik pasien (usia dan kondisi medis)

Tingkat pengalaman dan kompetensi perawat

Keterampilan perawat dalam pemasangan infus


(36)

L. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Diteliti

:Tidak diteli Keterampilan pemasangan infus pada perawat vokasional dan profesional

Faktor yang mempengaruhi keterampilan pemasangan infus :

1. Kategori perawat 2. Lama kerja 3. Jenjang karir

Terampil

Kurang Terampil


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan observasi. Berdasarkan Arifin (2012) menyebutkan penelitian deskriptif adalah penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan sesuatu proporsi. Penelitian ini mendeskripsikan tentang gambaran keterampilan pemasangan infus pada perawat vokasional dan perawat profesional.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah subyek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dari peneliti ini adalah semua perawat vokasional dan perawat profesional yang melakukan tindakan pemasangan infus di bangsal IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, RS PKU Muhammadiyah Gamping, dan RS PKU Muhammadiyah Bantul. Jumlah populasi pada penelitian ini yaitu 50 perawat, dengan rincian 40 perawat vokasional dan 10 perawat profesional.


(38)

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Sampel yang digunakan pada penelitian yaitu seluruh perawat IGD yang berjumlah 50 perawat.

Penelitian ini menggunakan teknik total sampling, yaitu. Teknik pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2007).

Kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu : a. Kriteria Inklusi

(1) Perawat vokasional dan perawat profesional yang melakukan tindakan pemasangan infus.

(2) Minimal Perawat Klinik I (PK I) yang telah memiliki pengalaman kerja 2 tahun untuk perawat vokasional dan 0 tahun untuk perawat profesional.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di bangsal IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, RS PKU Muhammadiyah Gamping dan RS PKU Muhammadiyah Bantul.

2. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada 30 Mei 2016 sampai dengan 30 Juni 2016.


(39)

Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2002). Variabel pada penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu keterampilan pemasangan infus pada perawat vokasional dan perawat profesional.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2002). Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Parameter Skala Keterampilan pemasangan infus Kemampuan melakukan pemasangan infus dengan benar pada semua tahapan Checklist SPO pemasangan infus Menggunkan cutting point mean :

≥ 46 terampil < 46 kurang terampil

Ordinal

Keterampilan pemasangan infus tahap pra interaksi

Kemampuan melakukan pemasangan infus dengan benar di tahap pra interaksi Checklist SPO pemasangan infus Menggunakan cutting point mean :

≥ 3 terampil

< 3 kurang terampil

Ordinal

Keterampilan pemasangan infus tahap orientasi

Kemampuan melakukan pemasangan infus dengan benar di tahap orientasi Checklist SPO pemasangan infus Menggunakan cutting point mean :

≥ 4 terampil

< 4 kurang terampil

Ordinal

Keterampilan pemasangan infus tahap implementasi

Kemampuan melakukan pemasangan infus dengan benar di tahap implementasi Checklist SPO pemasangan infus Menggunakan cutting point mean :

≥ 34 terampil < 34 kurang terampil


(40)

Keterampilan pemasangan infus tahap terminasi

Kemampuan melakukan pemasangan infus dengan benar di tahap terminasi Checklist SPO pemasangan infus Menggunakan cutting point mean :

≥ 4 terampil

< 4 kurang terampil

Ordinal

Keterampilan pemasangan infus tahap dokumentasi

Kemampuan melakukan pemasangan infus dengan benar di tahap terminasi Checklist SPO pemasangan infus Menggunakan cutting point mean :

≥ 3 terampil

< 3 kurang terampil

Ordinal

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi dari checklist SPO pemasangan infus pada setiap rumah sakit, sehingga total terdapat 3 SPO. Hasil ukur penelitian menggunakan skala Likert dimana dilakukan penilaian 0, 1, dan 2. Skor 0 apabila tidak dilakukan, skor 1 apabila dilakukan tetapi tidak sempurna, skor 2 apabila dilakukan dengan sempurna. Hasil akhir penelitian di interpretasikan dengan menggunakan cutting point mean dan hasil interpretasinya terdapat dua kategori yaitu terampil dan kurang terampil.

G. Cara Pengumpulan Data

Langkah-langkah pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :


(41)

Dalam tahap ini peneliti terlebih dahulu menyelesaikan proposal penelitian, kemudian mengurus surat izin penelitian kepada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, RS PKU Muhammadiah Yogyakarta, RS PKU Muhammadiyah Gamping dan RS PKU Muhammadiyah Bantul.

2. Tahap Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti melakukan pengumpulan data dengan tahapan :

a. Peneliti meminta persetujuan dan memberikan penjelasan kepada kepala ruang dan perawat IGD tentang penelitian yang dilakukan.

b. Peneliti melihat data demografi perawat IGD.

c. Peneliti melakukan observasi pemasangan infus di bangsal IGD pada shift pagi atau shif siang.

H. Pengolahan Dan Metode Analisis Data 1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software statistik. Pengolahan data melalui beberapa proses, yaitu :


(42)

Editing merupakan langkah awal untuk memeriksa kembali data yang telah diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti. Editing bertujuan untuk mengevaluasi semua kelengkapan data. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengecekan dan memastikan bahwa semua prosedur yang ada di SPO pemasangan infus sudah dilakukan penilaian oleh peneliti.

b. Entry

Entry data merupakan langkah memasukan data yang ada kedalam computer melalui software statistik agar lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan.

c. Cleaning

Cleaning merupakan langkah untuk memeriksa kembali data yang telah dimasukan kedalam computer apakah sudah benar atau belum, karena kesalahan mungkin saja bisa terjadi pada saat entry. d. Coding

Coding merupakan pemberian kode pada suatu variabel untuk memudahkan penelitian. Pada penelitian ini dilakukan coding pada intrumen penelitian yaitu checklist SPO pemasangan infus sebagai berikut:

0 : tidak dilakukan

1 : dilakukan tetapi tidak sempurna 2 : dilakukan dengan sempurna e. Analizing


(43)

Analizing merupakan langkah mengolah data yang sudah dimasukan menggunakan software SPSS. Pada penelitian ini, semua data yang telah diperoleh dilakukan analyzing seperti data demografi responden dan kategori keterampilan perawat.

2. Metode Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan analisis univariat yang bertujuan untuk mengetahui gambaran hasil penelitian melalui gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi. Tabel distribusi frekuensi karakteristik perawat memuat: nama perawat (inisial), jenis perawat, lama kerja, jenjang karir dan keterampilan pemasangan infus. Hasil data dari penelitian ini secara deskripsi dalam bentuk frekuensi dan prosentase

I. Etika Penelitian

Etika dalam sebuah penelitian merupakan hal yang sangat penting. Uji etik pada penelitian ini dilakukan di komite etik FKIK UMY dengan nomor etik 193/EP-FKIK-UMY/V/2016.

Etika dalam penelitian ini sesuai dengan Hidayat (2007), antara lain: 1. Inform Consent

Inform Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden. Pada penelitian ini responden diberikan lembar permohonan dan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Apabila responden berkehendak, maka responden diminta untuk menandatangani pada lembar persetujuan.


(44)

2. Anonimity

Anonimity merupakan subjek penelitian dengan tidak mencamtumkan nama responden pada pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Pada penelitian ini, peneliti hanya menuliskan inisial nama pada instrumen penelitian.

3. Confidentiality

Confidentiality merupakan kerahasiaan pada sebuah penelitian. Pada penelitian ini, seluruh informasi dari responden akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya kelompok tertentu yang dapat mengetahui hasil penelitian seperti dosen pembimbing, dosen penguji, kampus dan pihak rumah sakit.


(45)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di IGD pada tiga rumah sakit, yaitu: 1.IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terletak di bagian kanan depan rumah sakit. Pada bangsal ini terdapat loby dan beberapa ruangan, seperti ruangan khusus resusitasi, ruangan pemeriksaan dan ruangan untuk penyimpanan obat-obatan. Tenaga kesehatan yang bertugas di IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terdiri dari 3 aorang dokter dan 4-5 orang perawat pada setiap shift nya. Pada IGD ini terdapat beberapa tindakan keperawatan yang dilakukan seperti pemeriksaan tanda-tanda vital, pemasangan infus, pemasangan oksigen, pengambilan darah, pembersihan luka, dan pemasangan ventilator. Untuk tindakan pemasangan infus pada bangsal ini sudah terdapat SPO yang harus dijadikan pedoman.

2. IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping

IGD di RS PKU Muhammadiyah Gamping terletak disebelah kiri depan rumah sakit. IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping mulai aktif beroperasi pada akhir tahun 2009. IGD di RS PKU Muhammadiyah Gamping cukup luas. Terdapat ruang tunggu pasien yang nyaman. Beberapa ruangan yang terdapat di IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping diantaranya ruangan khusus untuk kepala ruang IGD, ruangan resusitasi,


(46)

ruangan pemeriksaan, ruangan untuk menyimpan obat-obatan dan ruang tunggu. Tenaga kesehatan yang bertugas di IGD ini yaitu 3 orang dokter dan 5-6 orang perawat pada setiap shift nya. Beberapa tindakan keperawatan yang dilakukan di IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping diantaranya pemeriksaan tanda-tanda vital, pengambilan darah, pemasangan oksigen dan pemasangan infus. IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping sudah memiliki SPO untuk pemasangan infus.

3. IGD RS PKU Muhammadiyah Bantul

IGD RS PKU Muhammadiyah Bantul terletak di bagian tengah rumah sakit. IGD RS PKU Muhammadiyah Bantul sedikit sempit dan kurang tertata dengan baik. Ruang tunggu terdapat di bagian tengah sehingga membuat pasien yang mau periksa cukup terganggu. IGD RS PKU Muhammadiyah Bantul tidak memiliki ruangan khusus untuk kepala ruang, tetapi memiliki beberapa ruangan untuk resusitasi, ruangan pemeriksaan dan ruangan penyimpanan obat-obatan. Petugas kesehatan yang bekerja di IGD terdiri dari 2 orang dokter, 4-5 orang perawat dan 1 bidan pada setiap shift nya. Tindakan keperawatan yang dilakukan di bangsal IGD diantaranya, pemeriksaan tanda-tanda vital, pengambilan darah, injeksi insulin, pemasangan oksigen dan pemasangan infus. IGD RS PKU Muhammadiyah Bantul sudah memiliki SPO pemasangan infus.

B. Hasil Penelitian


(47)

Penelitian ini menggunakan subjek perawat sebanyak 50 perawat yang terdiri dari 40 perawat vokasional dan 10 perawat profesional.

Karakteristik perawat dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat di RS PKU Muhammadiyah di Wilayah Yogyakarta, Juni 2016 (n=50)

No Karakteristik n %

1 Ketegori Perawat Vokasional Profesional 40 10 80 20 2 Lama Kerja

≤ 7.5 tahun > 7.5 tahun

37 13

74 26 3 Jenjang Karir

PK I PK II PK III PK IV PK V 19 18 11 2 - 38 36 22 4 - Sumber : Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.1 dilihat dari kategori perawat sebagian besar adalah perawat vokasional dengan jumlah 40 perawat (80 %) dan perawat profesional berjumlah 10 perawat (20%). Berdasarkan lama kerja, sebagian besar lama kerja perawat bekerja pada ≤ 7.5 tahun dengan jumlah 37 responden (74 %). Kategori lama kerja berdasarkan cutting point dari nilai median. Berdasarkan jenjang karir perawat, sebagian besar PK I dengan jumlah 19 perawat (38 %).

2. Karakteristik Keterampilan Perawat Vokasional dan Perawat Profesional Pada Pemasangan Infus


(48)

Tabel 4.2 Karakteristik Keterampilan Pemasangan Infus Pada Perawat Vokasional di RS PKU Muhammadiyah di Wilayah

Yogyakarta, Juni 2016 (n=40)

No Kategori Jumlah

(n)

Presentase (%)

1 Terampil 21 52,5

2 Kurang Terampil 19 47,5

Total 40 100

Sumber : Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.2 perawat vokasional memiliki kategori pemasangan infus dengan kategori terampil sebanyak 21 (52,5 %) dan kategori kurang terampil sebanyak 19 (47,5 %).

Tabel 4.3 Karakteristik Keterampilan Pemasangan Infus Pada Perawat Profesional di RS PKU Muhammadiyah di Wilayah

Yogyakarta, Juni 2016 (n=10)

No Kategori Jumlah

(n)

Presentase (%)

1 Terampil 7 70

2 Kurang Terampil 3 30

Total 40 100

Sumber : Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.3 perawat profesional memiliki kategori pemasangan infus adalah terampil sebanyak 21 (52,5 %) dan kategori kurang terampil sebanyak 19 (47,5 %).

3. Karakteristik Keterampilan Pada Perawat Vokasional dan Perawat Profesional Berdasarkan Tahapan Pemasangan Infus

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.4 Karakteristik Keterampilan Pada Perawat Vokasional dan Perawat Profesional Berdarkan Tahapan Pemasangan Infus, Juni 2016


(49)

No Tahapan

Perawat Vokasional Perawat Profesional Kurang

n %

Terampil n %

Kurang n %

Terampil n % 1 Pra Interaksi 27 67,5 13 32,5 8 80 2 20 2 Orientasi 14 35 26 65 5 50 5 50 3 Implementasi 12 30 28 70 4 40 6 60 4 Terminasi 18 45 22 55 5 50 5 50 5 Dokumentasi 23 57,5 17 42,5 7 70 3 30 Sumber : Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.4 pada tahap pra interaksi mayoritas kategori perawat adalah kurang terampil sebanyak 80 %. Pada tahap orientasi mayoritas kategori perawat adalah terampil sebanyak 60 %. Pada tahap implementasi mayoritas kategori perawat adalah terampil sebanyak 80 %. Pada tahap terminasi mayoritas kategori perawat adalah terampil sebanyak 55 %. Pada tahap dokumentasi mayoritas kategori perawat adalah kurang terampil sebanyak 70 %.

4. Hasil Crosstab Berdasarkan Karakteristik Responden Dengan Kategori Keterampilan Pemasangan Infus

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Crosstab Berdasarkan Karakteristik Responden Dengan Kategori Keterampilan Pemasangan Infus, Juni 2016 (n=50)

No Variabel

Kategori Keterampilan Kurang

Terampil n %

Terampil n % 1 Kategori Perawat

Vokasional Profesional

19 47.5 3 30

21 52.5 7 70

2 Lama kerja

≤ 7.5 tahun

27 54


(50)

> 7.5 tahun 7 53 6 47 3 Jenjang Karir

PK I PK II PK III PK IV PK V

13 26 13 26 9 18 2 4

- -

6 12 5 10 2 4 0 0 - - Sumber : Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.5 variabel kategori perawat mayoritas memiliki kategori yaitu terampil pada perawat profesional sebanyak 21 (52.5 %). Pada variabel lama kerja mayoritas memiliki kategori kurang terampil pada masa kerja

selama ≤ 7.5 tahun dengan jumlah 27 (54 %). Pada variabel jenjang karir mayoritas memiliki kategori kurang terampil pada jenjang PK I dan PK IV dengan jumlah 13 (26%).

C. Pembahasan

1. Karakteristik Responden a. Kategori Perawat

Berdasarkan kategori perawat, sebagian besar responden adalah perawat vokasional. Menurut asumsi peneliti, banyaknya perawat vokasi di rumah sakit karena setiap ruang perawatan hanya membutuhkan satu orang kepala ruang dengan minimal tingkat pendidikan sarjana keperawatan dan perawat lain adalah perawat pelaksana dengan minimal pendidikan diploma tiga keperawatan. Martono (2006) mengatakan jumlah lulusan perawat vokasi setiap tahun mencapai 35.000 perawat. Sedangkan lulusan perawat profesi setiap tahun hanya mencapai 6.000 perawat. Hal ini sejalan dengan data dari Kementrian Kesehatan (KEMENKES) tahun 2014 jumlah perawat di


(51)

Indonesia sampai dengan tanggal 31 Desember 2014 sebanyak 281.111 perawat.

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi keterampilan seseorang. Hal ini sejalan dengan Notoadmodjo (2007) menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku seseorang menjadi lebih baik sehingga semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan mempengaruhi proses belajar dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang. Penelitian dari Wayunah, Elly, Sigit (2008) tentang hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus mempengaruhi kejadian plebitis dan kenyamanan pasien, didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang pemasangan infus dengan kejadian plebitis.

b. Lama Kerja

Berdasarkan lama kerja, sebagian besar perawat bekerja selama ≤ 7.5 tahun selama di rumah sakit. Menurut asumsi peneliti, hal tersebut dapat terjadi karena ada perawat yang sebelum bekerja di IGD sudah bekerja di ruang perawatan lain dan pada IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping mulai aktif terbuka buat umum pada akhir tahun 2009.

Dari hasil penelitian yang didapat, peneliti melihat bahwa lama kerja dapat mendukung keterampilan pemasangan infus. Lama kerja seseorang akan membentuk pengalaman kerja. Semakin lama pengalaman kerja yang dijalani, maka akan semakin banyak pengalaman yang diperoleh sehingga mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini sesuai dengan


(52)

Ranupantoyo dan Saud (2005) yang mengatakan bahwa semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang ditekuni, maka akan semakin berpengalaman sehingga keterampilan kerja akan semakin baik. Hasil penelitian lain dari Faizin (2008) menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara lama kerja perawat dengan kinerja perawat di RSU Pandan Arang kabupaten Boyolali.

c.Jenjang Karir

Berdasarkan jenjang karir, sebagian besar jenjang karir perawat adalah PK I yang termasuk kedalam perawat profesional. Menurut asumsi peneliti, perawat vokasional dengan PK I lebih banyak karena mayoritas pengalaman bekerja selama ≤ 7.5 tahun. Dari hasil penelitian, peneliti melihat bahwa semua perawat dengan jenjang karir PK I sudah memiliki keterampilan pemasangan infus dengan baik.

Jenjang karir seorang perawat dapat meningkatkan kinerja perawat. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Suroso (2011) tentang penataan sistem jenjang karir berdasar kompetensi dalam meningkatkan kepuasan dan kinerja perawat di rumah sakit. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sistem jenjang karir berdasarkan kompetensi terbukti secara klinis dan riset dapat meningkatkan kepuasan dan kinerja seorang perawat di beberapa rumah sakit di Indonesia. Menurut Tan (2008) jenjang karir merupakan upaya formal yang terencana dan terorganisir untuk mencapai suatu keseimbangan anatar kebutuhan karir individu dengan tuntutan pekerjaan sehingga tercapai kinerja yang baik.


(53)

2.Karakteristik Keterampilan Pemasangan Infus Pada Perawat Vokasional dan Perawat Profesional

Berdasarkan tabel 4.2 perawat vokasional memiliki kategori terampil sebanyak 21 orang dan kategori kurang terampil sebanyak 19 orang. Berdasarkan tabel 4.3 perawat profesional memiliki kategori terampil sebanyak 7 orang dan kategori kurang terampil sebanyak 3 orang. Menurut asumsi peneliti, perbedaan kategori tersebut dapat terjadi karena perawat memiliki kompetensi dasar yang sama dan mempunyai kewenangan yang berbeda berdasarkan standar kompetensi.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2005 menyebutkan bahwa perawat vokasional dan perawat profesional memiliki 12 kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh masing-masing. Dari 12 kompetensi dasar tersebut salah satunya adalah memfasilitasi kebutuhan cairan dan elektrolit. Dalam hal ini memfasilitasi kebutuhan cairan melalui intra vena yaitu pemasangan infus. Hal ini menegaskan bahwa kompetensi dasar perawat vokasional dan perawat perofesional dalam pemasangan infus adalah sama.

Keterampilan perawat dalam pemasangan infus dapat dipengaruhi oleh jenjang karir. Penelitian lain dilakukan oleh Upoyo (2013) tentang keterampilan mahasiswa keperawatan dalam memasang infus dengan menggunakan metode pembelajaran demonstrasi dan media audiovisual di Akademi Keperawatan (AKPER) Yakpermas Banyumas. Hasil pada


(54)

penelitian ini menyatakan sebagian besar mahasiswa keperawatan memiliki keterampilan yang baik dalam pemasangan infus.

3.Karakteristik Keterampilan Perawat Vokasional dan Perawat Profesional Berdasarkan Tahapan Pemasangan Infus

Pada tabel 4.4 pada tahap pra interkasi mayoritas perawat memiliki kategori kurang terampil. Hal tersebut terjadi karena perawat berasumsi tahap pra interkasi tidak harus selalu dilakukan. Stuart dan Sundeen (2002) mengatakan terdapat empat tahap / fase dalam melakukan komunikasi terapeutik pada perawat yaitu tahap pra interaksi, tahap orientasi, tahap implementasi, tahap terminasi.. Pada tahap orientasi mayoritas perawat memiliki kategori terampil. Menurut asumsi peneliti hal ini terjadi karena pada tahap tersebut perawat mulai langsung berinteraksi dengan pasien dan harus memberikan kesan yang baik. Pada tahap implementasi mayoritas perawat memiliki kategori terampil. Menurut asumsi peneliti perawat memiliki kategori terampil pada tahap implementasi karena tahap tersebut merupakan hal terpenting dari pelayanan keperawatan. Pada tahap terminasi mayoritas perawat memiliki kategori terampil. Menurut asumsi peneliti perawat memiliki kategori terampil pada tahap terminasi karena tahap tersebut merupakan hal terpenting dari pelayanan keperawatan..

Pada tahap dokumentasi mayoritas perawat memiliki kategori kurang terampil. Menurut asumsi peneliti perawat kurang terampil pada tahap dokumentasi karena perawat merasa malas dan langsung melakukan tindakan yang lain sehingga perawat lupa.


(55)

4.Crosstab Karakteristik Responden Dengan Kategori Keterampilan Pemasangan Infus

Berdasarkan tabel 4.5 perawat vokasional dan perawat profesional keduanya memiliki kategori terampil dalam pemasangan infus. Menurut asumsi peneliti, perawat vokasional dan perawat profesional memiliki kategori terampil dalam pemasangan infus karena pada tahap implementasi mayoritas perawat sudah patuh terhadap SPO. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian dari Supriyanto (2008) yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan perawat dengan kepatuhan penerapan prosedur pemasangan infus di ruang rawat inap RSDM Surakarta.

Pada variabel lama kerja ≤ 7.5 tahun memiliki kategori kurang terampil dalam pemasangan infus. Variabel lama kerja memiliki kategori kurang terampil pada pemasangan infus karena mayoritas perawat bekerja di

rumah sakit selama ≤ 7.5 tahun dan masih memerlukan pengalamn kerja lebih lama lagi. Hal ini sesuai dengan Menurut, Ranupantoyo dan Saud (2005) mengatakan semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang ditekuni maka akan semakin berpengalaman sehingga keterampilan kerja akan semakin baik. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian dari Faizin (2008) bahwa terdapat hubungan antara lama kerja perawat dengan kinerja perawat di RSU Pandan Arang kabupaten Boyolali.

Pada variabel jenjang karir mayoritas PK I dan PK II memiliki kategori kurang terampil. Hal ini terjadi karena perawat bekerja belum lama yaitu


(56)

kurang dari 5 tahun. Sebenarnya jenjang karir dapat meningkatkan kinerja yang baik pada seseorang. Tan (2008) mengatakan jenjang karir merupakan upaya formal yang terencana dan terorganisir untuk mencapai suatu keseimbangan anatar kebutuhan karir individu dengan tuntutan pekerjaan sehingga tercapai kinerja yang baik. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Suroso (2011) tentang penataan sistem jenjang karir berdasar kompetensi dalam meningkatkan kepuasan dan kinerja perawat di rumah sakit. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sistem jenjang karir berdasarkan kompetensi terbukti secara klinis dan riset dapat meningkatkan kepuasan dan kinerja seorang perawat di beberapa rumah sakit di Indonesia. D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian

1. Kekuatan Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dengan menggunakan checklist keterampilan pemasangan infus. Kemudian dari sampel yang diambil berjumlah 50 perawat dengan jumlah perawat vokasional 40 orang dan jumlah perawat profesional 10 orang. Penelitian menggunakan total sampling sehingga dapat menggambarkan kondisi perawat yang ada ada di IGD.

1. Kelemahan Penelitian

Pengambilan data atau observasi dilakukan oleh peneliti sendiri sehingga bisa dimungkinkan bias karena peluang perawat untuk memperbagus tindakan saat dinilai lebih besar.


(57)

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perawat vokasional dan perawat profesional keduanya memiliki kategori terampil dalam hal pemasangan infus. Akan tetapi pada tahap pra interaksi dan dokumentasi mayoritas perawat vokasional dan perawat profesional keduanya memiliki kategori kurang terampil sedangkan pada tahap orientasi, tahap implementasi dan tahap terminasi perawat vokasional dan perawat profesional memiliki kategori terampil.

B. Saran

1. Bagi Perawat

Diharapkan perawat tetap mempertahankan dan meningkatkan keterampilan dalam melakukan tindakan keperawatan.

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan pihak rumah sakit dapat secara rutin menilai keterampilan yang dimiliki seorang perawat dalam melakukan berbagai tindakan keperawatan sehingga pelayanan keperawatan akan semakin baik lagi. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan apabila metode pengambilan data melalui observasi tidak hanya dilakukan sekali saja tetapi harus berkala.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, D. M. (2013). Keperawatan Anak: Penuntun Praktik. EGC : Jakarta

Alexander, M. (2010). Infusion Nursing : An Evidence based Approach. Saunders Elsevier Inc. Diakses 18 Januari 2016, dari http://books.google.co.id/books?id=GjY2NKEYhC8C&pg=PA474&dq=p hlebitis

Alexander, M., Corrigan, A., Gorski, L., Hankins, J., & Perucca, R. (2010). Infusion

Nursing Society, Infusion Nursing, An Evidence based approach.Third

Edition. America: Saun-ders Elsevier. Diakses 10 November 2015, dari

http://ccn.aacnjournals.org/content/31/3/92.1.full

Ali, Z. (2001). Dasar Dasar Keperawatan Professional. Widya Medika : Jakarta Al-Quran Surat Al Mujadilah Ayat 11

Andares. (2009). Analisa hubungan karakteristik perawat dan tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan protap pemasangan infus di Rumah Sakit Badrul Aini Medan. Karya Tulis Ilmiah. Diakses 3 November 2015, dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/132/jtptunimus-gdl-muchaminud-6570-5-daftarp-a.pdf

Arifin, Z. (2012). Penelitian dan Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Remaja Rosdakarya : Bandung

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta: Jakarta

Boyatzis, dalam Hutapea dan Thoha. (2008). Kompetensi Plus: Desain, Kasus, dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

Diana,R.S., Asrin., Wahyu, E., J. (2016). Hubungan Pengetahuan Komunikasi Terapeutik Terhadap Kemampuan Komunikasi Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Elisabeth Purwokerto. Karya Tulis Ilmiah. Diakses 26 Agustus 2016, dari http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/78/24

Dougherty, L., dkk. (2010).Standars for infusion therapy: The RCN IV therapy

forum. Diakses 2 November 2015, dari

http://www.bbraun.it/documents/RCN-Guidlines-for-IV-therapy.pdf Faizin, A. (2008). Hubungan tingkat pendidikan dan lama kerja perawt dengan

kinerja perawat di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Karya Tulis Ilmiah. Diakses 10 Oktober 2015, dari Http://Www.Infodiknas.Com/Wp-


(60)

Content/Uploads/2014/11/Hubungan-Tingkat-Pendidikan-Dan-Lama- Kerja-Perawat-Dengan-Kinerja-Perawat-Di-Rsu-Pandan-Arang-Kabupaten-Boyolali.Pdf

Hampton, S. (2008). Intra Venous Therapy. Journal of Community Nursing, 22

(6), 20-22. Diakses 20 Agustus 2016, dari

http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/12/12

Hinlay. (2006). Terapi Intravena Pada Pasien di Rumah Sakit. Nuha Medika : Yogyakarta

Horne, M.M. (2001). Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Asam Basa. EGC : Jakarta

Iverson. (2001). Keterampilan Dasar. PT Grapindo Persada : Jakarta Kamu Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI) (2014). Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta

Kusyati, E., et al. (2013). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar Edisi . EGC : Jakarta

Linggardini. (2009). Laporan Residensi Manajemen Keperawatan. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI)

Lodan, F.Y. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional (SPO) Pemasangan Infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul. Thesis. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Martono, N. (2006). Pendidikan Jarak Jauh Program Sarjana Keperawatan untuk Perawat Indonesia Lulusan Diploma III Keperawatan Akademi Keperawatan yang Bekerja di Luar Negeri, diakses 15 agustus 2016, dari http://www.innappni.or.id

Mulyani. (2011). Tinjauan Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus Pada Pasien Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS PKU Muhammadiyah Gombong. Thesis. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta Notoatmodjo, S. (2007). Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta :

Jakarta

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta : Jakarta


(61)

Nugroho, S. (2013). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap Pasien dalam Pengantian Posisi Infus di Ruang Sofa RS Muhammadiyah Lamongan. Thesis. Diakses 5 oktober 2015, dari http://stikesmuhla.ac.id/wp-content/uploads/38-43-Sri-Hananto-Ponco.pdf Nursalam. (2002). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Keperawatan

Profesional. Salemba Medika : Jakarta

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Salemba Medika : Jakarta

Nursalam. (2012). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional. Edisi 3. Salemba Medika : Jakarta

Pasaribu, M. (2008). Analisis Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur Pemasangan Infus Terhadap Kejadian Plebitis Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Haji Medan. Skripsi. Diakses 3 Januari 2016, dari http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/6809/07004 511.pdf?sequence=1

Perry., & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Konsep, Proses, dan Praktek, Vol 1. EGC : Jakarta

Price, S.A. (2006). Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. EGC : Jakarta

Pujasari, H., Sumarwati, M. (2002). Angka Kejadian Flebitis dan Tingkat Keparahannya di Ruang Penyakit Dalam di Sebuah Rumah Sakit di

Jakarta, Diakses 17 Januari 2016, dari

http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/113/pdf_8

Purba, T.F. (2000). Hubungan Latar Belakang Pendidikan dan Keterampilan Perawat di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan. Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Rakernas II Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Tahun 2014. Surakarta Ranupandoyo, H., Saud, H. (2005). Manajemen Personalia. Edisi ke-4. BPFE :

Yogyakarta

Robbins, S.P. (2000). Organizational Behavior. 9th Edition. Prentice Hall International Inc.

Sabri, A., Robert E., Jeffrey D., John, D. (2015). Accepted but unacceptable: peripheral IV catheter failure. The Art and Science of Infusion Nursing.

Diakses 10 Oktober 2015, dari

http://www.wisconsinvascularaccessservice.com/webdocuments/accepted-but-unacceptable-peripheral-iv-catheter.pdf


(1)

perawat vokasional dan perawat profesional.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN

Penelitian menggambarkan tentang keterampilan pemasangan infus pada perawat vokasinal dan perawat profesional. Penyajian data terdiri dari :

1.Distribusi Frekuensi Data Demografi Perawat di RS PKU Muhammadiyah di Wilayah Yogyakarta

Dari hasil penelitian di dapatkan data sebagai berikut

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Perawat di RS PKU Muhammadiyah di Wilayah Yogyakarta, Juni 2016 (n=50) Karakteristik (n) (%) Kategori Perawat

Vokasional Profesional

40 10

80 20 Lama Kerja

≤ 7.5 tahun > 7.5 tahun

37 13

74 26 Jenjang Karir

PK I PK II PK III PK IV PK V Jumlah

19 18 11 2 - 50

38 36 22 4 - 100 Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4.1 pada kategori perawat mayoritas adalah perawat vokasional sebanyak 40 (80%). Perawat vokasional lebih

banyak di rumah sakit karena setiap ruang perawatan hanya membutuhkan satu orang kepala ruang dengan minimal tingkat pendidikan sarjana keperawatan dan perawat lain adalah perawat pelaksana dengan minimal pendidikan diploma tiga keperawatan. jumlah lulusan perawat vokasi setiap tahun mencapai 35.000 perawat. Sedangkan lulusan perawat profesi setiap tahun hanya mencapai 6.000 perawat4.

Berdasarkan lama kerja sebagian besar perawat sudah bekerja ≤ 7.5 tahun sebanyak 37 (74%). Hal tersebut terjadi karena ada perawat yang sebelum bekerja di IGD sudah bekerja di ruang perawatan lain pada IGD RS PKU Muhammadiyah Gamping mulai aktif terbuka buat umum pada akhir tahun 2009. Dari hasil yang didapat, peneliti melihat bahwa lama kerja dapat mendukung keterampilan pemasangan infus karena lama kerja akan membentuk pengalaman kerja. Semakin lama pengalaman kerja yang dijalani, maka akan semakin banyak pengalaman yang diperoleh sehingga mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan5.


(2)

Berdasarkan kategori jenjang karir sebagian besar jenjang karir perawat adalah PK I sebanyak 19 (38%).

Jenjang karir seorang perawat dapat meningkatkan kinerja perawat. Jenjang karir PK I lebih banyak karena perawat sudah bekerja selama ≤ 7.5 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian dan didapatan hasil bahwa penerapan sistem jenjang karir berdasarkan kompetensi terbukti secara klinis dan riset dapat meningkatkan kepuasan dan kinerja seorang perawat di beberapa rumah sakit di Indonesia6. 2.Karakteristik Keterampilan

Pemasangan Infus Pada Perawat Vokasional dan Perawat Profesional Dari hasil penelitian di dapatkan data sebagai berikut :

Tabel 4.2 Karakteristik Keterampilan Pemasangan Infus Pada Perawat Vokasional di RS PKU Muhammadiyah di Wilayah Yogyakarta, Juni 2016 (n=40)

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4.2 perawat vokasional memiliki kategori terampil sebanyak 21 perawat (52.5

%) dan kategori kurang terampil sebanyak 19 perawat(47.5%).

Tabel 4.3 Karakteristik Keterampilan Pemasangan Infus Pada Perawat Vokasional di RS PKU Muhammadiyah di Wilayah Yogyakarta, Juni 2016 (n=10)

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4.3 perawat profesional memiliki kategori terampil sebanyak 7 perawat (70 %) dan kategori kurang terampil sebanyak 3 perawat (30%). Perbedaan kategori diatas dapat terjadi karena perawat memiliki kompetensi dasar yang sama dan mempunyai kewenangan yang berbeda berdasarkan standar kompetensi. Terdapat 12 kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh perawat Indonesia pada semua jenjang pendidikan7. Salah satu dari 12 kompetensi dasar tersebut adalah memfasilitasi kebutuhan cairan dan elektrolit Dalam hal ini memfasilitasi kebutuhan cairan melalui intra vena yaitu pemasangan infus.

No Kategori (n) (%)

1 Terampil 21 52,5

2 Kurang Terampil 19 47,5

Total 40 100

No Kategori (n) (%)

1 Terampil 7 70

2 Kurang Terampil 3 30


(3)

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Perawat Vokasional Perawat profesional Pra Interaksi Orientasi Implementasi Termin asi Dokumentasi 3.Karakteristik Keterampilan Perawat

Vokasional dan Perawat Profesional Berdasarkan Tahapan Pemasangan Infus

Dari hasil penelitian di dapatkan data sebagai berikut :

Diagram 4.1 Keterampilan Perawat Vokasional dan Perawat Profesional Berdasarkan Tahapan Pemasangan Infus.

Berdasarkan diagram 4.1 Pada tahap orientasi, tahap

implementasi, dan tahap terminasi mayortas perawat memiliki kategori terampil. Karena perawat sudah patuh terhadap SPO. Sedangkan tahap pra interkasi dan tahap dokumentasi mayoritas perawat memiliki kategori kurang terampil hal ini karena perawat berasumsi pada tahap pra interkasi dan dokumentasi tidak harus selalu dilakukan..

4. Crosstab Karakteristik Responden Dengan Kategori Keterampilan pemasangan Infus

Dari hasil penelitian didapatkan data sebagai berikut:

No Variabel

Kategori Keterampilan Kurang

Terampil n %

Terampil

n % 1 Perawat

D3 S1

19 47.5 3 30

21 52.5 7 70 2 Lama

kerja ≤ 7.5 > 7.5

27 54 7 53

10 46 6 47 3 Jenjang

Karir PK I PK II PK III PK IV PK V

13 26 13 26 9 18 2 4 0 0

6 12 5 10 2 4 0 0 0 0

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4.5 variabel kategori perawat mayoritas memiliki kategori yaitu terampil pada perawat profesional sebanyak 21 (52.5%). perawat vokasional dan perawat profesional memiliki kategori terampil dalam pemasangan infus karena pada tahap implementasi mayoritas perawat sudah patuh terhadap SPO. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Supriyanto


(4)

(2008) yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan perawat dengan kepatuhan penerapan prosedur pemasangan infus di ruang rawat inap RSDM Surakarta8

Pada variabel lama kerja mayoritas memiliki kategori kurang terampil pada masa kerja selama ≤ 7.5 tahun dengan jumlah 27 (54 %). Variabel lama kerja memiliki kategori kurang terampil pada pemasangan infus karena mayoritas perawat bekerja di rumah sakit selama ≤ 7.5 tahun dan memerlukan pengalaman kerja kembali agar keterampilan kerja lebih baik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang ditekuni maka akan semakin berpengalaman sehingga keterampilan kerja akan semakin baik9.

Pada variabel jenjang karir mayoritas PK I dan PK II memiliki kategori kurang terampil. Hal ini dapat terjadi karena jenjang karir perawat masih dalam tahap awal. Jenjang karir dapat meningkatkan kinerja yang baik pada seseorang. Jenjang karir merupakan upaya

formal yang terencana dan terorganisir untuk mencapai suatu keseimbangan anatar kebutuhan karir individu dengan tuntutan pekerjaan sehingga tercapai kinerja yang baik10.

KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perawat vokasional dan perawat profesional keduanya memiliki kategori terampil dalam hal pemasangan infus. Akan tetapi pada tahap pra interaksi dan dokumentasi mayoritas perawat vokasional dan perawat profesional keduanya memiliki kategori kurang terampil sedangkan pada tahap orientasi, tahap implementasi dan tahap terminasi perawat vokasional dan perawat profesional memiliki kategori terampil.

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yang ingin disampai oleh peneliti:

1. Bagi Perawat

Diharapkan perawat tetap mempertahankan dan meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan tindakan keperawatan.


(5)

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan pihak rumah sakit tetap melakukan evaluasi rutin ataupun penelitian rutin untuk melihat keterampilan para tenaga kesehatan lain.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan ada penelitian selanjutnya tentang topik keterampilan perawat dengan variabel-variabel yang lain. DAFTAR PUSTAKA

1.Hampton, S. (2008). Intra Venous Therapy. Journal of Community Nursing, 22 (6), 20-22. Diakses 20 Agustus 2016,dari

www.jki.ui.ac.id/index.php/jk i/article/view/12/1

2.Pujasari, H., Sumarwati, M. (2002). Angka Kejadian Flebitis dan Tingkat Keparahannya di Ruang Penyakit Dalam di Sebuah Rumah Sakit di Jakarta, Diakses 17 Januari

2016, dari

http://jki.ui.ac.id/index.php/jk i/article/view/113/pdf_8 3.Sabri, A., Robert E., Jeffrey D.,

John, D. (2015). Accepted but unacceptable: peripheral

IV catheter failure. The Art and Science of Infusion Nursing. Diakses 10 Oktober 2015,

http://www.wisconsinvascula raccessservice.com/webdocu

ments/accepted-but- unacceptable-peripheral-iv-catheter.pdf

4.Martono, N. (2006). Pendidikan Jarak Jauh Program Sarjana Keperawatan untuk Perawat Indonesia Lulusan Diploma III Keperawatan Akademi Keperawatan yang Bekerja di Luar Negeri, diakses 15 agustus 2016, dari http://www.innappni.or.id 5.Ranupandoyo, H., Saud, H. (2005).

Manajemen Personalia. Edisi ke-4.BPFE : YogyakartA 6.Suroso, J. (2011). Penataan sistem

jenjang karir berdasar

kompetensi untuk

meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat di Rumah Sakit. Karya Tulis Ilmiah.

Diakses 20 September 2015, dari


(6)

urnal/index.php/eks/article/vi ewFile/84/72

7.Standar Kompetensi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Tahun 2005. Jakarta 8.Supriyanto.(2008). Hubungan Antara

Tingkat Pendidikan Perawat

Dengan Kepatuhan

Penerapan Prosedur Tetap Pemasangan Infus Di Ruang

Rawat Inap Rsdm

Surakarta. Skripsi, Diakses 28 Agustus 2016, dari . http://eprints.ums.ac.id/2702/ 9.Faizin, A. (2008). Hubungan tingkat

pendidikan dan lama kerja perawt dengan kinerja perawat di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali. Karya Tulis Ilmiah. Diakses 10 Oktober 2015, dari http://www.infodiknas.com/w

p-Content/Uploads/2014/11/Hu bungan-Tingkat-Pendidikan- Dan-Lama-Kerja-Perawat- Dengan-Kinerja-Perawat-Di-

Rsu-Pandan-Arang-Kabupaten-Boyolali.Pdf

10.Tan, F. (2008). Linking Career Development Practices to Turnover Intention: The Mediator of Perceived Organizational Support.

Journal of Bussiness and Public Affairs. Diakses 10 Agustus 2016, dari http://ejournal.unsrat.ac.id/ind ex.php/emba/article/view/275 1/2304


Dokumen yang terkait

ANALISIS KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN VENTILATOR DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 14 10

GAMBARAN KETERAMPILAN PEMASANGAN INFUS PADA PERAWAT VOKASIONAL DAN PERAWAT PROFESIONAL RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH DI WILAYAH YOGYAKARTA

5 24 59

GAMBARAN PENERAPAN UNIVERSAL PRECAUTION PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 2 78

GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT PKU Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Mutu Pelayanan Keperawatan Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.

0 2 16

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA PERAWAT PROFESIONAL DENGAN PERAWAT VOKASIONAL DI RUMAH Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Perawat Profesional Dengan Perawat Vokasional Di Rumah Sakit Umum Kumala Siwi Kudus.

0 2 13

PENDAHULUAN Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Perawat Profesional Dengan Perawat Vokasional Di Rumah Sakit Umum Kumala Siwi Kudus.

1 5 4

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA PERAWAT PROFESIONAL DENGAN PERAWAT VOKASIONAL DI RUMAH Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Perawat Profesional Dengan Perawat Vokasional Di Rumah Sakit Umum Kumala Siwi Kudus.

0 3 11

HUBUNGAN PELAKSANAAN INSTRUKSI KERJA PEMASANGAN INFUS TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 2 19

HUBUNGAN SIKAP PROFESIONAL DENGAN KINERJA PERAWAT DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

1 2 15

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Tingkat Stres Dengan Kinerja Perawat Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 10