Gambaran Sindrom Metabolik pada Obesitas dan Non Obesitas di RSUP Haji Adam Malik Medan

1
GAMBARAN SINDROM METABOLIK PADA PENDERITA OBESITAS DAN NON OBESITAS DI RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN OLEH : INDAH MUTIARA YOULPI 090100297
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara

2
GAMBARAN SINDROM METABOLIK PADA PENDERITA OBESITAS DAN NON OBESITAS DI RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN KARYA TULIS ILMIAH
OLEH : INDAH MUTIARA YOULPI
090100297
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara

3

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Gambaran Sindrom Metabolik pada Obesitas dan Non Obesitas di RSUP Haji Adam Malik Medan


Nama : Indah Mutiara Youlpi NIM : 09010297

Pembimbing

Penguji I

dr. Dairion Gatot Sp.PD-KHOM

dr. M. Rizki Yaznil Sp.OG

NIP : 196203021989031003

NIP : 132326254198208302008011003

Penguji II

dr. Ariyati Yosi Sp.KK NIP : 132326256197409062008012015
Medan, 13 Desember 2012 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH NIP : 19540220 198011 1 001
Universitas Sumatera Utara

4
ABSTRAK Latar Belakang: Obesitas adalah salah satu faktor resiko dari sindrom metabolik. Prevalensi obesitas secara umum adalah 19,1%. Prevalensi sindrom metabolik pada obesitas sebesar 13,13%. Prevalensi sindrom metabolik meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah populasi obesitas, Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi sindrom metabolik pada penderita obesitas dan non obesitas. Metode: Penelitian ini adalah analitik dengan design cross sectional. Dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan. Subjek penelitian adalah penderita obesitas dan non obesitas akan dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium untuk sindrom metabolik dan dianalisa dengan program komputer. .Hasil: Didapati 100 orang subjek penelitian, 50 orang obesitas dan 50 orang non obesitas. Prevalensi sindrom metabolik pada kelompok obesitas 66% (33 orang), pada non obesitas 28% (14 orang). P 102 cm); 2). Peningkatan kadar trigliserida darah (≥ 50 mg/dL, atau ≥ 1,69 mmol/ L); 3). Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dL atau < 1,03 mmol/ L pada pria dan pada wanita < 50 mg/dL atau 88 cm

asia:L>90

cm, P>80

cm

Gangguan Metabolism Glukosa

GD puasa ≥110 mg/dL

DM tipe 2 atau TGT

GD puasa ≥100 mg/dL


GD puasa≥ 100 mg/dL didiagnosa DM tipe 2

Lain-lain

Mikroalbuminuri ≥20ug/menit (rasio albumin kreatinin ≥30)

Kriteria Diagnosa Minimal 3 Kriteria

DM tipe 2 atau TGT dan 2 kritEria diatas. Jika toleransi glukosa normal, diperlukan 3 kriteria.

minimal 3 kriteria

Obesitas sentral +2

Keterangan: TD = Tekanan Darah; L = Laki-laki; P = Perempuan; TG = Trigliserida; HDL-C = Kolesterol HDL; IMT = Indeks Massa Tubuh; DM = Diabetes Melitus; TGT = Toleransi Glukosa Terganggu; GD = Gula Darah

Universitas Sumatera Utara

17
2.1.2. Etiologi Sindrom Metabolik Secara garis besar, terdapat kepentingan klinis dari kriteria-kriteria tersebut. Antara lain disebutkan oleh WHO pada tahun 1998 yang menekankan bahwa resistensi insulin merupakan penyebab primer dari sindrom metabolik. Selain itu, WHO juga mengizinkan penggunaan terminologi sindrom metabolik untuk digunakan pada pasien DM tipe 2 yang juga memenuhi kriteria lain (Tjokroprawiro A., 2005; Grundy S.M., 2006).

Pada tahun 1999, EGIR mengajukan revisi dari definisi WHO. EGIR menggunakan terminologi sindroma resistensi insulin (Tjokroprawiro A., 2005). Pada tahun 2001, NCEP ATP III tidak memasukkan resistensi insulin dalam kriteria (Tjokroprawiro A., 2005). Hal ini disebabkan sulitnya melakukan pengukuran dan standardisasi resistensi insulin (Tjokroprawiro A., 2005).
AACE (American Assosiation of Clinical Endocrinologists) pada tahun 2003 merevisi kriteria ATP III untuk kembali berfokus pada resistensi insulin sebagai penyebab primer dari faktor risiko metabolik. Kriteria mayor lainnya adalah toleransi glukosa terganggu, peningkatan trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, dan obesitas (Grundy SM, 2006). 2.1.3. Patogenesis Sindroma Metabolik
Menurut ATP III komponen-komponen sindroma metabolik terdiri dari (Grundy S.M., 2006; Semiardji, 2004; Tjokroprawiro A., 2005) : a. obesitas abdominal adalah bentuk dari obesitas yang paling kuat berhubungan dengan sindroma metabolik. Hal ini dapat terlihat secara klinis dengan meningkatnya lingkar perut/pinggang. b. dislipidemia atherogenik bermanifestasi dengan penurunan kadar HDL-C, peningkatan kadar trigliserida, dan small dense LDL. c. peningkatan tekanan darah berhubungan dengan obesitas dan biasanya terjadi pada resistensi insulin. d. resistensi insulin/intoleransi glukosa terjadi pada sebagian populasi dengan sindroma metabolik. Hal ini berhubungan erat dengan komponen sindroma metabolik lainnya, dan berbanding lurus dengan risiko penyakit kardiovaskular. e. keadaan proinflamasi meningkatkan kadar hsCRP sebagai akibat dilepaskannya
Universitas Sumatera Utara

18
sitokin proinflamasi merupakan pertanda risiko terjadinya infark myocard. f. keadaan prototombik memiliki karakteristik peningkatan plasminogen activator inhibitor (PAI-1), fibrinogen, dan faktor VII.
Peningkatan faktor risiko metabolik selalu berhubungan dengan tingginya akumulasi jaringan adiposa abdominal, terutama jaringan lemak visceral (Tjokroprawiro A., 2005). Salah satu karakteristik obesitas abdominal/lemak visceral adalah terjadinya pembesaran sel-sel lemak, sehingga sel-sel lemak tersebut akan mensekresi produk-produk metabolik, diantaranya sitokin proinflamasi, prokoagulan, peptida inflamasi, dan angiotensinogen (Tjokroprawiro A., 2005).
Produk-produk dari sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma bertanggung jawab terhadap berbagai penyakit metabolik seperti diabetes, penyakit jantung, hiperlipidemia, gout, dan hipertensi (Semiardji, 2004; Widjaya) 2.1.4. Manifestasi Klinis Sindrom Metabolik
ATP III menyatakan bahwa penyakit kardiovaskular merupakan manifestasi utama sindroma metabolik (Grundy S.M., 2006). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh NHANES yang menyebutkan bahwa sindroma metabolik memiliki hubungan kuat dan konsisten dengan infark miokard dan stroke (Ninomiya J.K. et al., 2004).
ATP III juga menyebutkan bahwa sindroma metabolik memiliki hubungan dengan beberapa keadaan seperti policystic ovarii, fatty liver, batu empedu kolesterol, asma, sleep apnea, dan beberapa jenis kanker (Pranoto A., 2005)
2.2. Obesitas 2.2.1. Definisi
Fauci, et al. (2009) menyatakan obesitas sebagai kondisi dimana massa sel lemak berlebihan dan tidak hanya didefinisikan dengan berat badan saja karena pada orang-orang dengan masa otot besar dapat dianggap overweight tanpa peningkatan sel-sel lemak.
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologi spesifik.
Universitas Sumatera Utara

19
Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan. (Sugondo, 2009)
Untuk penanda kandungan lemak tubuh yang digunakan adalah indeks masa tubuh (BMI), dapat dihitung sebagai: BMI= Berat badan dalam kg/Tinggi badan dalam m2 Secara klinis, BMI yang bernilai antara 25 dan 29,9 kg/m2 disebut overweight, dan nilai BMI lebih dari 30 kg/m2 disebut obese. (Guyton, 2007) 2.2.2 Etiologi Obesitas
Menurut Guyton (2007), ada beberapa faktor penyebab obesitas. Gaya hidup tidak aktif merupakan penyebab utama obesitas. Dimana, aktifitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan masa otot dan mengurangi masa lemak tubuh, sedangkan aktifitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Contohnya beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan yang erat antara obesitas dan perilaku tidak aktif seperti menonton televise dalam waktu yang lama.

Faktor lingkungan, sosial dan psikologis menyebabkan perilaku makan yang abnormal. Pengaruh faktor lingkungan sangat nyata, dengan adanya peningkatan prevalensi obesitas yang cepat disebagian besar negara maju, yang dibarengin dengan berlimpahnya makanan berenergi tinggi (terutama makanan berlemak) dan gaya hidup yang tidak aktif.(Guyton, 2007)
Faktor psikologis juga dapat menyebabkan obesitas. Misalnya, berat badan orang sering kali meningkat selama orang tersebut mengalami stress seperti kematian orang tua, penyakit yang parah bahkan depresi.(Guyton, 2007)
Faktor genetik sebagai penyebab obesitas. Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan (1) satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan (2) pengeluaran energi dan penyimpanan lemak. Ketiga penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah (1) mutasi MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, (2)
Universitas Sumatera Utara

20

defisiensi leptin kongenital yang diakibatkan mutasi gen yang sangat jarang

dijumpai, dan (3) mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui.(Guyton, 2007)

Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya obesitas,

antara lain hipotiroidisme, sindrom crhusing, sindrom Prader-Willi dan beberapa

kelainan saraf yang menyebabkan seseorang menjadi banyak makan. Obat obatan

juga dapat mengakibatkan terjadinya obesitas, yaitu obat-obatan tertentu seperti

steroid dan beberapa anti depressan, dapat menyebabkan penambahan berat


badan.(Proverawati A., 2010)

2.2.3. Klasikasi Obesitas

Tabel 2.2 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada OrangDewasa

Berdasarkan IMT Menurut WHO

Klasifikasi

2
IMT (kg/m )

Berat Badan Kurang

< 18,5

Kisaran Normal


18,5 – 24,9

Berat Badan Lebih

> 25

Pra-Obes

25,0 – 29,9

Obes Tingkat I

30,0 – 34,9

Obes Tingkat II

35,0 – 39,9

Obes Tingkat III


>40

Sumber: WHO technical series, 2000 dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam UI halaman 1921

Tabel 2.2 menunjukkan klasifikasi WHO untuk nilai IMT pada orang
2
dewasa secara internasional. Nilai normalnya yaitu antara 18,5 sampai 24,9 kg/m .
2
Berat badan dinyatakan kurang apabila lebih rendah dari 18,5 kg/m dan berat
2
badan lebih apabila di atas 25 kg/m . Pra-obes apabila di antara 25 sampai 29,9
22
kg/m , obes tingkat I apabila antara 30 sampai 34,9 kg/m , obes tingkat II apabila
2
di antara 35 sampai dengan 39,9 kg/m , dan obes tingkat III apabila di atas 40
2
kg/m .

Universitas Sumatera Utara


21

Tabel 2.2.1.Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan

Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik

Resiko Ko-Morbiditas

Klasifikasi

IMT(kg/m2)

Lingkar Perut 90 cm

(laki laki)

80 cm (permpuan)

Berat Badan Kurang


23,0

 Beresiko

23,0-24,9 meningkat

moderat

Obes I

25,0-29,9 moderat

berat

Obes II

>30,0

berat


sangat

berat

Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Pasfik Perspective: Redefining

Obesity and its Treatment(2000)

2.2.4. Patofisiologi Obesitas

Universitas Sumatera Utara

22

Patofisiologi Obesitas menurut Silbernagl sebagai berikut
Asupan makanan yang meningkat dan /atau Pemakaian energi yang menurun
 jaringan lemak meningkat
 Leptin dalam plasma juga meningkat
 ketidakmampuan mengatasi sawar darah otak

leptin menghambat sekresi NPY di hipotalamus mengakibatkan gangguan perangsangan terhadap asupan makanan dan pemakaian energy

leptin tidak menyebabkan pelepasan hipotalamus yang bekerja pada reseptor MCR-4 dan memiliki Efek berlawanan dengan neuropeptida Y(NPY).

2.2.5. Diagnosa Obesitas Ada beberapa cara yang dilakukan dalam mendiagnosa obesitas menurut Proverawati (2010), yaitu dengan cara: 1. Mengukur lemak tubuh
Dalam mengukur lemak tubuh, diperlukan peralatan khusus, misalnya a. Underwater weight, yaitu pengukuran berat badan yang dilakukan didalam
air dan kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang tersisa.

Universitas Sumatera Utara

23
b. DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry),yang menyerupai scanning tulang. Sinar x digunakan untuk menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh. Selain dua cara tersebut, ada cara lain yang lebih sederhana dan tidak rumit, yaitu dengan menggunakan peralatan yaitu, jangka kulit dimana ketebalan lipatan kulit di beberapa bagian tubuh diukur dengan menggunakan jangka, yaitu suatu alat yang terbuat dari logam yang menyerupai forceps. Bioelectric impedance analysis, yaitu anlisa tahanan bioelektrik, dimana penderita berdiri di atas sejumlah arus listrik yang tidak berbahaya dialirkan ke seluruh tubuh untuk kemudian dianalisa.
2. Mengukur Lingkar Pinggang Pada umumnya, penentuan kegemukan (obesitas) atas dasar antropometri
adalah sebagai berikut menurut Nasar (1995) dalam Manurung, N. K. (2009) : 1) Hanya mengukur berat badan (BB) dan hasilnya dibandingkan dengan standar pada usia yang sama, yakni bila BB 120% disebut obesitas, sedangkan antara 110120% disebut overweight. Keburukan cara ini adalah pertama, tidak dikaitkan dengan tinggi badan (TB), sehingga tidak mencerminkan proporsi tubuh; kedua, penampilan fisik seseorang dipengaruhi oleh komposisi tubuh, artinya pada BB yang sama, seseorang dapat tampak lebih langsing daripada yang lain karena tubuhnya lebih berotot, sedangkan yang lainnya lebih banyak lemak. 2) Obesitas diukur melalui pengiraan BMI atau IMT. Dihubungkan BB dengan TB, ini dapat mencerminkan proporsi atau penampilan (BB/TB) dengan cara
2
menghitung IMT yaitu BB/TB menurut WHO dalam CDC (2010):

Tabel2.2.2. Interpretasi IMT

Universitas Sumatera Utara

24

KATEGORI Normal
Overweight Obesitas I Obesitas II Obesitas III

IMT Eropa 40

IMT Asia 30,0

2.2.6. Penatalaksanaan Obesitas Tujuan pengobatan obesitas adalah mengembalikan fungsi normal proses
metabolik dan organ tubuh. Rasionalisasi terapi bukan semata didasari oleh peningkatan angka kematian terkait obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa penurunan resiko dan kondisi komorbid.(Arisman,2010)
Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada obesitas dan overweight mengurangi faktor resiko diabetes dan kardiovaskuler. Penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah , mengurangi serum trigliserida dan meningkatkan kolestrol-HDL, dan secara umum mengakibatkan pengurangan pada kolestrol serum total dan kolestrol-LDL.(Sugondo,2009)
Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet rendah kalori, aktifitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan atau bedah. Strategi Penurunan dan Pemeliharaan Berat Badan: a.Terapi Diet
Tujuannya untuk membuat defisit 500 hingga 100 kkal/hari menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun. (Sugondo, 2009). b.Aktifitas Fisik
Peningkatan aktifitas bermafaat menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim pengidap diabetes.(Arisman,2010)
Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selam 30 menit dengan jangka waktu 30 x seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu. Dengan regimen ini pengeluaran energi

Universitas Sumatera Utara

25
tambahan sebanyak 100 samapai 200 kalori perhari dapat dicapai. Strategi lain unuk meningkatkan aktivitas fisik adalah mengurangi waktu santai dengan cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan resiko cedera rendah.(Sugondo,2009) c. Terapi perilaku
Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya diperlukan strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan aktivitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah, contingency management, cognitive restructuring dan dukungan sosial.(Sugondo,2009) d.Farmakoterapi
Farmakoterapi diarahkan pada pasien obesitas yang gagal diobati melalui perubahan gaya hidup.(Arisman, 2010). Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program manajemen berat badan. Sibutramine dan Orlistat merupakan obat obatan penurun berat badan yang telah disetujui oleh FDA di Amerika Serikat, untuk penggunaan jangka panjang.(Sugondo, 2010)
Sibutramin ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menurunkan berat badan dan mempertahankannya. (Sugondo, 2010). Efek samping sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi, mulut kering, sakit kepala, insomnia, dan sembelit.(Arisman, 2010)
Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial. Semua pasien harus dipantau untuk efek samping yang timbul. Pengawasan secara berkelanjutan oleh dokter dibutuhkan untuk mengawasi tingkat efikasi dan keamanan(Sugondo,2009) e. Terapi Bedah
Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah menginduksi pengurangan berat badan dan mempertahankannya, melalui tindakan operasi secara aman, serta memperbaiki atau melenyapkan berbagai kondisi komorbid (Arisman,2010). Terapi
Universitas Sumatera Utara

26
bedah ini diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI>40 atau > 35 dengan kondisi komorbid.(Sugondo, 2010)
Pada prinsipnya, terapi bedah didasarkan pada dua hal yaitu rancangan malabsorpsi pada usus halus dan retriksi pada lambung. Rancangan malabsorpsi pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus atau mengurangi kemampuan mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operatif restriktif pada lambung merupakan upaya manipulasi melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru (neogastric pouch) dengan begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.(Arisman, 2010) 2.2.7. Komplikasi
Kira-kira satu perempat hingga separuh orang-orang yang obes pada masa remaja akan kekal sebagai dewasa yang obes menurut Charney et al. (1976) dan Must (1999) dalam Mahan & Escott-Stump (2008).
Hampir 300,000 kematian terjadi setiap tahun akibat hal yang berkaitan dengan lebihan berat badan dan obesitas menurut U.S Department of Health and Human (USDHHS) (2001) dalam Mahan & Escott-Stump (2008). Terutamanya obesitas abdominal merupakan faktor resiko untuk peningkatan mortalitas, hipertensi, diabetis melitus tipe-2, hiperlipidemia, hiperglisemia, dan berbagai disfungsi daripada endokrin menurut Freedman et al. (1999) dalam Mahan & Escott-Stump (2008). Obesitas adalah faktor terjadinya non-insulin-dependent diabetes (NIDDM). Resistan terhadap insulin bukan saja melibatkan pengambilan glukosa oleh otot dan jaringan adiposa, tetapi juga resistan terhadap metabolik insulin (Smith & Morton, 2008)
Kajian yang dibuat oleh Nurses’ Health Study menunjukkan remaja yang obesitas pada usia 18 tahun mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mati pada usia pertengahan. Penyebab yang paling sering adalah kanker dan diikuti dengan masalah jantung menurut Van Dam et al. (2006) dalam Mahan & Escott-Stump (2008).
Universitas Sumatera Utara

27

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka konsep penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :

variabel independen

Non Obesitas

variabel dependen

Sindrom metabolik IMT TD Trigliserida KGD Profil lipid

Obesitas
variabel independen
3.2.Definisi Operasional Definisi Operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari
perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan masing-masing variabel penelitian. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.2.1.Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik adalah suatu kondisi di mana terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Disfungsi metabolik ini menimbulkan berbagai kelainan dengan konsekuensi klinik yang serius berupa

Universitas Sumatera Utara

28
penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus tipe-2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non alkohok serta penyakit lainnya.(Sugondo, 2009)
Indeks Massa Tubuh adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2009). IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2 =79%) dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin (Sugondo, 2009)
Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Peningkatan curah jantung dan atau resistensi vaskuler perifer menyebabkan peningkatan tekanan darah. Jika jantung meningkat sementara resistensi vaskuler perifer menurun dan sebaliknya, maka tekanan darah tidak akan meninggi (Ganong, 2002). Normal: 120/80 mmHg
Trigliserida yaitu senyawa yang terdiri dari tiga molekul asam lemak teresterifikasi menjadi gliserol, zat ini adalah lemak yang disintesis dari karbohidrat untuk disimpan dalam sel lemak hewan. Pada hidrolisis enzimatik, trigliserida melepaskan asam asam lemak bebas ke dalam darah.(Dorland,2002) Nilai normal: Pria = 44-184 Wanita =35-131
Kadar gula darah (KGD) adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma (Dorland, 2002). Meningkat: kadar gula darah puasa > 100 mg/dl(Soegondo dan Gustavani, 2007) Normal: ≤ 100 mg/dl
Profil lipid adalah tes darah yang mengukur kolestrol lipid, trigliserida dan kolestrol-HDL. Profil lipid merupakan salah satu ukuran resiko seseorang terhadap penyakit kardiovaskular.
Universitas Sumatera Utara

29

Tabel 3.1. Kadar Profil Lipid

Profil Lipid

Kolesterol Total

< 200

Optimal

≥ 200

Tinggi

Trigliserida

< 150

Optimal

≥ 150

Tinggi

Kolesterol HDL

< 40 Rendah

40 – 59

Optimal

≥ 60 Tinggi

Kolesterol LDL

< 129

Optimal

≥130

Tinggi

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007

Cara ukur Cara ukur dilakukan dengan observasi
Alat Ukur Pemeriksaan laboratorium pada pasien obesitas dan non obesitas untuk
menilai trigliserida, KGD, tekanan darah, profil lipid. Skala ukur
Skala nominal 3.2.2. Obesitas
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologi spesifik. Faktor genetik diketahui sangat berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi

Universitas Sumatera Utara

30

lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. (Sugondo, 2009). Cara Ukur Pemeriksaan pada pasien obesitas dan non obesitas dilakukan dengan pengukuran IMT. Perhitungan IMT dengan rumus
IMT = Berat badan (kg) [Tinggi Badan]2 (m2)

Alat ukur : Timbangan, meteran Tinggi Badan

Hasil Ukur:

Berat Badan Kurang Kisaran Normal Berat Badan Lebih Pra-Obes Obes Tingkat I Obes Tingkat II Obes Tingkat III

< 18,5 18,5 – 24,9 > 25 25,0 – 29,9 30,0 – 34,9 35,0 – 39,9 >40

Skala Ukur : Skala Nominal 3.3. Hipotesis Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah adanya perbedaan karakteristik hasil pemeriksaan laboratorium pasien sindrom metabolik antara yang obesitas dan non obesitas.
BAB 4
Universitas Sumatera Utara

31
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dengan desain studi Cross
Sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara faktor resiko dan efek dengan cara obeservasi dan pengumpulan data langsung sekaligus point time approach (Notoadmojo,2010).
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Adapun tempat dilakukannya penelitian ini adalah di Poliklinik Penyakit
Dalam Divisi Endokrinologi RSUP. H. Adam Malik Medan dan waktu pelaksanaan penelitian pada bulan juni-juli 2012.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam di RSUP H. Adam Malik Medan menderita obesitas dan non obesitas. 4.3.2. Sampel
Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode consecutive sampling yaitu seluruh sampel yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek penelitian terpenuhi.
Sampel yang akan diambil diuji menggunakan kriteria-kriteria berikut: Kriteria inklusi: 1. Semua pasien yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP. H. Adam
Malik Medan 2. Pasien yang bersedia mengikuti penelitian Kriteria ekslusi: 1. Pasien yang sedang hamil 2. Anak umur dibawah 18 tahun
Universitas Sumatera Utara

32

Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk estimasi proporsi suatu populasi terbatas (Wahyuni, 2009), sebagai berikut:

. 1−

(1 − )

= ( − 1) + 1 −

(1 − )

Keterangan: n = Besar sampel minimum Z1- α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu P = harga proporsi di populasi d = Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir N = Jumlah populasi

Perhitungan besar sampel secara kasar:

Z1- α/2 = 1,960

P = 0,5 d = 0,1

N = 3600

=

3600 . 1,960 0,5 (3600 − 1) 0,1 + 1,960

(1 − 0,5) 0,5 (1 − 0,5)

= 93,569

=94 Berdasarkan perhitungan didapatkan bahwa jumlah sampel penelitian adalah

minimal 94 orang. Pada penelitian ini, peneliti akan mengambil sampel

sebanyak 100 orang.

Universitas Sumatera Utara

33
4.4. Teknik Pengumpulan Data Adapun data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data primer
yaitu data yang langsung diambil dari sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang berada di poliklinik penyakit dalam RSUP H.Adam Malik Medan. Data primer penelitian ini adalah data pasien obesitas dan non obesitas yang didapat melalui hasil pemeriksaan indeks massa tubuh dan hasil pemeriksaan laboratorium pasien. 4.5. Pengolahan dan Analisa Data Untuk mendapatkan hasil yang akurat, dibutuhkan pengolahan dan analisis data secara tepat. Pada penelitian ini, data yang didapat akan diolah dan kemudian dianalisis menggunakan program komputer. Data tersebut kemudian diuji dengan hipotesis Chi square untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna antara penderita obesitas dan non obesitas terhadap sindrom metabolik.
Universitas Sumatera Utara

34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.Hasil penelitian 5.1.1.Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik medan. Jumlah sampel penelitian ini 100 orang dengan rincian 50 orang obesitas dan 50 orang non obesitas. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi yang terletak di dalam kompleks RSUP Haji Adam Malik Medan gedung P lantai tiga . 5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian Tabel 5.1. Karakteristik Dasar Sampel Penelitian

Parameter

Subjek (n=50)

Umur (tahun)

57,16+9,018

Jenis kelamin (P:W) IMT(kg/m2)

25 : 25 29,10 + 3,55

LingkarPinggang(cm) 98,50+ 10,46

Sistol (mm/Hg)

141,10 + 20,73

Diastol (mm/Hg)

75,56 + 14,31

KGD(mg/dl)

210,32 + 72,79

HB(g%) Leukosit(103/mm3) Eritrosit(106/mm3) Trombosit(103/mm3)

15,54 + 13,37 10,57 + 7,32 4,82 + 0,71 282,26 + 66,6

Ureum (mg/dl)

30,87 + 21,61

Kreatinin (mg/dl)

3,13 + 14,7

Asam Urat (mg/dl) 6,11 + 1,60

Kolestrol Total(mg/dl) 206,14 + 50,13

HDL(mg/dl)

47,06 + 11,29

LDL(mg/dl)

136,52 + 42,86

Trigliserida (mg/dl) 154,7 + 71,2

Kontrol(n=50) 56,32+12,20 25:25 22,56 + 1,81 89+8,33 131,86 + 19,44 74,56 + 13,19 168,9 + 68,31 15,25 + 14,57 8,24 + 3,24 13,77 + 64,10 270,53 + 82,29 28,54 + 14,79 0,99 + 0,83 5,82 + 2,22 195,56 + 49,63 44,42 + 12,3 136,98 + 42,93 114,40 + 39,53

P 0.696 0.693 0.000 0.000 0.025 0.717 0.004 0.916 0.043 0.326 0.435 0.531 0.306 0.445 0,292 0.268 0.957 0.001

Universitas Sumatera Utara

35

Jumlah sampel penelitian berjumlah 100 orang, dimana subjek sebanyak 50 orang dan kontrol sebanyak 50 orang . Parameter yang ditinjau terdiri umur, jenis kelamin, IMT,lingkar pinggang, tekanan darah sistole, tekanan darah diastole, KGD, Hb, leukosit, Eritrosit, Trombosit, Ureum, Kreatinin, Asam urat, Kolestrol Total, HDL, LDL, dan Trigliserida.
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada umur, tekanan darah diastole, Hb, eritrosit, trombosit, ureum, kreatinin, asam urat, kolestrol total, HDL, LDL antara kelompok subjek dan kontrol. Tetapi, terdapat perbedaan bermakna (p< 0,05) pada IMT, Lingkar pinggang, tekanan darah sistol, KGD, Leukosit dan Trigliserida.

Tabel 5.2. Jumlah Penderita Sindrom Metabolik Berdasarkan Jenis Kelamin

Sindrom Metabolik Total

Non Sindrom

Total

Metabolik

pria wanita

pria wanita

Obesitas 16(32%) 17(34%) 33(66%) 10(20%) 7(14%) 17(24%)

(n=50)

Non 6(12%) 8(16%) 14(28%) 18(36%) 18(36%) 36(72%)

Obesitas

(n=50)

Dari hasil penelitian diperoleh jumlah penderita sindrom metabolik pada

kelompok obesitas sebanyak 33 orang (66%) yaitu 16 orang (32%) pada pria dan

wanita 17 orang (34%) sedangkan pada non obesitas jumlah penderita sindrom

metabolik 14 orang (28%) yaitu enam orang (12%) pria dan delapan orang (36%)

wanita.

Pada pasien obesitas persentase sindrom metabolik sebesar 33 orang

(66%) lebih tinggi dibandingkan sindrom metabolik pada non obesitas dengan

persentase 14 orang (28%)

Universitas Sumatera Utara

36

Tabel 5.3. Jumlah Penderita Sindrom Metabolik Berdasarkan Kriteria

Sindrom Metabolik

Obesitas n=33

Non Obesitas n=14

p

3 kriteria

25(75.7%)

13(92.8%)

0,013*

4 kriteria 5 kriteria

6(18.18%) 2(6.06%)

1(7.14%) 0(0%)

0,050* 0,495**

Total

33(66%)

14(28%)

0,001

*chi square

*fisher exact

Dari hasil penelitian diperoleh jumlah penderita sindrom metabolik

terbanyak adalah sindrom metabolik dengan tiga kriteria, yaitu sebanyak 25 orang (75.7%) pada kelompok obesitas dan 13 orang (92.8%) pada kelompok non

Obesitas. Sedangkan jumlah penderita sindrom metabolik dengan empat kriteria

di peroleh enam orang (18.18%) pada kelompok obesitas dan satu orang (7.14%)

pada kelompok non Obesitas. Dan penderita sindrom metabolik dengan lima kriteria diperoleh dua orang (6.06%) pada kelompok obesitas.

Hasil uji chi square yang di dapat p value yang terdiri dari kelompok tiga

kriteria, empat kriteria, dan lima kriteria adalah 0,013, 0,050, 0,495. Maka

diketahui p< 0,05 berarti terdapat perbedaan bermakna pada tiga kriteria antara kelompok obesitas dan non obesitas.

Hasil uji chi square yang di dapat pada kelompok sindrom metabolik

secara keselu