Gambaran Profil Lipid pada Diabetes Melitus Tipe II yang Obesitas dan Non-obesitas di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009.

(1)

GAMBARAN PROFIL LIPID PADA DIABETES MELITUS TIPE II YANG OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2009

Oleh :

EVA SONATALIA 070100180

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

GAMBARAN PROFIL LIPID PADA DIABETES MELITUS TIPE II YANG OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2009

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

EVA SONATALIA 070100180

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Profil Lipid pada Diabetes Melitus Tipe II yang Obesitas dan Non-obesitas di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009

Nama : Eva Sonatalia NIM : 070100180

Pembimbing Penguji I

( dr. Almaycano Ginting, M. Kes) (dr. Zulkifli, M.Si) NIP: 197505242003121001 NIP: 194711021978021001

Penguji II

(dr. Alfred C. Satyo, M.SC, MHPE, Sp. F(K)) NIP: 194509201980031001

Medan, 15 Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH) NIP: 195402201980111001


(4)

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) tipe II berkisar 90 – 95% dari seluruh Diabetes Melitus. DM tipe II meliputi individu-individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya memiliki defisiensi insulin relatif. Sebagian besar DM tipe II terjadi pada obesitas dan ditandai dengan perubahan profil lipid. Walaupun demikian, Diabetes Melitus juga dapat terjadi pada non-obesitas tetapi memiliki resistensi insulin dan faktor genetik. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui gambaran profil lipid pada DM tipe II yang obesitas dan non-obesitas di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif. Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan Agustus – Oktober 2010. Subjek dipilih dengan metode total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 96 pasien rawat inap Diabetes Melitus tipe II terdapat 16 pasien yang memenuhi kriteria. Profil lipid dinilai dengan melihat kadarnya pada rekam medis sedangkan obesitas dan non-obesitas dinilai dengan menggunakan BMI (Body Mass Index) yaitu membagi berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Data-data ini kemudian diolah dengan program komputer SPSS.

Dari 16 pasien rawat inap DM tipe II didapatkan 3 pasien dengan DM tipe II obesitas dan 3 pasien dengan DM tipe II non-obesitas, yang mana pada penelitian ini didapatkan bahwa pada DM tipe II yang obesitas kolesterol total tinggi dan kolesterol HDL rendah lebih banyak daripada non-obesitas. Trigliserida Tinggi pada DM tipe II obesitas dan non-obesitas dalam jumlah yang sama. Sementara itu, kolesterol LDL tinggi lebih banyak pada DM tipe II non-obesitas daripada DM tipe II obesitas. Hal ini menunjukkan bahwa pada DM tipe II yang obesitas terjadi peningkatan kolesterol total dan trigliserida serta penurunan kolesterol HDL sedangkan pada DM tipe II non-obesitas terjadi peningkatan trigliserida dan LDL.

Kata Kunci: Profil Lipid, Diabetes Melitus Tipe II, Obesitas, Non-obesitas, BMI (Body Mass Index), Kolesterol


(5)

ABSTRACT

Type II Diabetes Mellitus (type II DM), which accounts for 90 – 95% of those with Diabetes Mellitus. Type II DM includes individuals who have insulin resistance and usually have relative insulin deficiency. Most of Type II Diabetes Mellitus occurs in obese and characterized by a change in lipid profile. Nevertheless, Type II Diabetes Mellitus can also occur in non-obese but have insulin resistance and genetic factors. Therefore, researchers wanted to know the description of the lipid profile in obese type II diabetic and non-obese in RSUP. H. Adam Malik Medan in 2009.

The research design was used a descriptive retrospective. The study was conducted in RSUP. H. Adam Malik Medan during August – October 2010. Subject was selected by total sampling method based on inclusion and exclusion criteria. Of 96 Type II Diabetes Melitus hospitalized patients contained 16 patients who met the criteria. Lipid profile levels are assessed by looking at medical records, while obese and non-obese was assessed by using BMI (Body Mass Index), which divides weight by height squared. Then these data are processed by SPSS computer program.

Of the 16 hospitaliazed patients with type II DM was found 3 patients with obese type II DM, and 3 patients with non-obese type II DM, which in this study, high total cholesterol more in obese type II DM (66.7%), high triglycerides in obese and non-obese in the same amount that is 66.7% and low HDL cholesterol as much as 100.0% in the obese type II DM. Meanwhile, high LDL cholesterol more in non-obese type II DM (66.7%). it shows that in obese type II DM there was an increase in total cholesterol and triglycerides and lower HDL cholesterol.

Keywords: Lipid Profile, Type II Diabetes Mellitus, Obese, Non-Obese, BMI(Body Mass Index), Cholesterol.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena berkat dan anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Gambaran Profil Lipid pada Diabetes Melitus Tipe II yang Obesitas dan Non-obesitas di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2009”. Karya kulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, saya telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan kerendahan hati saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD (KGEH).

2. Yang terhormat dr. Almaycano Ginting, M. Kes selaku dosen pembimbing saya yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

3. Yang terhormat dr. Zulkifli, M.Si dan dr. Alfred C. Satyo, M.Sc, MHPE, Sp. F(K) sebagai dosen penguji I dan dosen penguji II yang telah menguji serta memberi kritik dan saran untuk revisi karya tulis ilmiah ini.

4. Yang terhormat dr. Erjan Fikri, Sp.BA sebagai Dosen Penguji dalam Seminar Proposal Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan kritik dan saran bagi proposal karya tulis ilmiah ini.


(7)

5. Yang terhormat dr.Nuraiza Meutia, M. Biomed selaku dosen pembimbing akademik dan seluruh staf pengajar di Fakultas Kedokteran USU yang telah mendidik dan membimbing saya.

6. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian di RSUP. H. Adam Malik Medan. 7. Para petugas di RSUP. H. Adam Malik Medan yang turut berpartisipasi membantu saya dalam pengambilan data-data yang diperlukan dalam penyusunan kaya tulis ilmiah ini.

8. Yang tercinta kedua orang tua saya K. Simbolon dan L. Malau atas doa, perhatian, dan dukungan yang tak putus-putusnya sebagai bentuk kasih sayang kepada saya serta adik – adik saya Shelvia Septimaganda Simbolon, Reno Aditya Simbolon dan Cindy Alinda Simbolon yang terus menerus mendukung saya, semoga Tuhan selalu melimpahkan berkat dan anugerah-Nya kepada kita semua.

9. Teman - teman saya Deza Anggraini, Nur Akmal Hayati Nasution, Ovia Vincentia, Sondang Napitupulu, Eva Rahmadani Simanungkalit, Mia Endang Sopiana dan Dewi Pertiwi Maha atas dukungan, kritik dan saran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

10.Teman-teman angkatan 2007 dan semua pihak yang mau bertukar pikiran dengan saya, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkat-Nya kepada kita semua. Amin. Terima kasih.

Medan, 25 November 2010


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN…….……… I

ABSTRAK…..……….………. ii

ABSTRACT……….………. iii

KATA PENGANTAR………..……… iv

DAFTAR ISI………..…………...……… vi

DAFTAR TABEL………..………... ix

DAFTAR GAMBAR……… x

DAFTAR SINGKATAN……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN…………..……….. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN..………. 1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Rumusan Masalah………...……… 3

1.3. Tujuan Penelitian……… 3

1.3.1. Tujuan Umum…………..………. 3

1.3.2. Tujuan Khusus………...……… 3

1.4. Manfaat Penelitian………..………… 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 5

2.1. Diabetes Melitus Tipe II………..………... 5

2.1.1. Defenisi………. 5

2.1.2. Faktor Risiko………. 5

2.1.3. Fisiologi Sekresi Insulin……… 5

2.1.4. Patogenesis DM Tipe II……… 9

2.1.5. Diagnosa……… 11

2.2. Obesitas…..………..………. 13

2.2.1. Defenisi………. 13


(9)

2.2.3. Klasifikasi……….. 13

2.3. Profil Lipid………... 14

2.3.1. Defenisi………...…... 14

2.3.2. Metabolisme Lipid………. 15

2.3.3. Pengukuran Profil Lipid……… 22

2.4. Hubungan Obesitas dengan DM Tipe II……….. 22

2.5. Hubungan Obesitas dengan Profil Lipid……….. 24

2.6. Hubungan obesitas dengan Profil Lipid………... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL………... 26 3.1. Kerangka Konsep Penelitian……… 26

3.2. Variabel dan Definisi Operasional………... 26

BAB 4 METODE PENELITIAN……… 29

4.1. Rancangan Penelitian…..………. 29

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian………... 29

4.2.1. Waktu Penelitian………... 29

4.2.2. Tempat Penelitian……….. 29

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian.……….. 29

4.4. Teknik Pengumpulan Data……….. 30

4.5. Pengolahan dan Analisa Data……….. 30

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………….. 31

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 31

5.2. Demografi Responden………..……… 31

5.3. Karakteristik DM tipe II………... 33

5.4. Pembahasan……….. 37

5.4.1. Demografi Responden………... 37


(10)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……… 42

6.1. Kesimpulan……….. 42

6.2. Saran………..…..…. 42

DAFTAR PUSTAKA………... 44 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut WHO…....

14 2.2 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas

berdasarkan IMT menurut kriteria Asia – Pasifik….

14 3.1 Kadar profil lipid…..………... 28 5.1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin... 31 5.2. Distribusi responden berdasarkan usia……….. 32 5.3. Distribusi responden berdasarkan Tempat Tinggal... 32 5.4. Distribusi responden berdasarkan Suku Bangsa…… 33 5.5. Distribusi responden berdasarkan status BMI

(BodyMass index)……...

33 5.6. Distribusi responden berdasarkan Profil Lipid.……. 34 5.7. Profil lipid Pasien berdasarkan status BMI (Body

Mass Index)………..………...

35 5.8. Profil lipid DM tipe II yang obesitas dan non-obesitas 36


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Mekanisme sekresi insulin..………... 7 2.2. Mekanisme kerja insulin……… 8 2.3. Langkah-langka h diagnostik Diabetes Melitus

(DM) dan toleransi Glukosa terganggu……….

12 2.4. Mekanisme keseimbangan lipolisis dan

lipogenesis……….

18 2.5. Jalur eksogen dan endogen……… 20 2.6. Metabolisme HDL dan transport kolesterol terbalik 22 3.1. Kerangka konsep penelitian………... 26


(13)

DAFTAR SINGKATAN

ABCA1 ASP

ATP-binding Cassette Protein A1 Acylation Stimulating Protein

ATP Adenosine triphosphate

Body Mass Index BMI

cAMP Cyclic adenosine monophosphate CETP

DM

Cholesterol ester transfer protein Diabetes melitus

DMG Diabetes melitus gestasional GAD Glutamic Acid Decarboxilase

GDP Glukosa darah puasa

GDPT Glukosa darah puasa terganggu GDS Glukosa darah sewaktu

GH growth hormone

GLUT Glucosa Transporter 2

HbA1C Hemoglobin A1C

HDL-C High density lipoprotein cholesterol

HSL Hormone Sensitive Lipase

LCAT LDL-C

Lecithin-cholesterol acyltransferase Low density lipoprotein cholesterol

LPL Lipoprotein lipase

NEFA Non-esterified fatty acids

PPAR- γ2 Peroxisome proliferator-activated receptor γ SREBP-1

2 Sterol Regulatory Element Binding Protein-1

SUR Sulphonilurea receptor

TGT Toleransi glukosa terggangu

TNF Tumor necrosis factor

TTGO Tes toleransi glukosa oral UCP-2 Uncoupling protein-2


(14)

VLDL Very low density lipoprotein


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1. Daftar riwayat hidup 2. Ethical clearance

3. Surat permohonan izin penelitian dari FK USU

4. Surat izin penelitian dan pengumpulan data dari RSUP.H.Adam Malik

5. Data induk pasien rawat inap DM tipe II 6. Hasil perhitungan SPSS


(16)

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) tipe II berkisar 90 – 95% dari seluruh Diabetes Melitus. DM tipe II meliputi individu-individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya memiliki defisiensi insulin relatif. Sebagian besar DM tipe II terjadi pada obesitas dan ditandai dengan perubahan profil lipid. Walaupun demikian, Diabetes Melitus juga dapat terjadi pada non-obesitas tetapi memiliki resistensi insulin dan faktor genetik. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui gambaran profil lipid pada DM tipe II yang obesitas dan non-obesitas di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif. Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan Agustus – Oktober 2010. Subjek dipilih dengan metode total sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 96 pasien rawat inap Diabetes Melitus tipe II terdapat 16 pasien yang memenuhi kriteria. Profil lipid dinilai dengan melihat kadarnya pada rekam medis sedangkan obesitas dan non-obesitas dinilai dengan menggunakan BMI (Body Mass Index) yaitu membagi berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Data-data ini kemudian diolah dengan program komputer SPSS.

Dari 16 pasien rawat inap DM tipe II didapatkan 3 pasien dengan DM tipe II obesitas dan 3 pasien dengan DM tipe II non-obesitas, yang mana pada penelitian ini didapatkan bahwa pada DM tipe II yang obesitas kolesterol total tinggi dan kolesterol HDL rendah lebih banyak daripada non-obesitas. Trigliserida Tinggi pada DM tipe II obesitas dan non-obesitas dalam jumlah yang sama. Sementara itu, kolesterol LDL tinggi lebih banyak pada DM tipe II non-obesitas daripada DM tipe II obesitas. Hal ini menunjukkan bahwa pada DM tipe II yang obesitas terjadi peningkatan kolesterol total dan trigliserida serta penurunan kolesterol HDL sedangkan pada DM tipe II non-obesitas terjadi peningkatan trigliserida dan LDL.

Kata Kunci: Profil Lipid, Diabetes Melitus Tipe II, Obesitas, Non-obesitas, BMI (Body Mass Index), Kolesterol


(17)

ABSTRACT

Type II Diabetes Mellitus (type II DM), which accounts for 90 – 95% of those with Diabetes Mellitus. Type II DM includes individuals who have insulin resistance and usually have relative insulin deficiency. Most of Type II Diabetes Mellitus occurs in obese and characterized by a change in lipid profile. Nevertheless, Type II Diabetes Mellitus can also occur in non-obese but have insulin resistance and genetic factors. Therefore, researchers wanted to know the description of the lipid profile in obese type II diabetic and non-obese in RSUP. H. Adam Malik Medan in 2009.

The research design was used a descriptive retrospective. The study was conducted in RSUP. H. Adam Malik Medan during August – October 2010. Subject was selected by total sampling method based on inclusion and exclusion criteria. Of 96 Type II Diabetes Melitus hospitalized patients contained 16 patients who met the criteria. Lipid profile levels are assessed by looking at medical records, while obese and non-obese was assessed by using BMI (Body Mass Index), which divides weight by height squared. Then these data are processed by SPSS computer program.

Of the 16 hospitaliazed patients with type II DM was found 3 patients with obese type II DM, and 3 patients with non-obese type II DM, which in this study, high total cholesterol more in obese type II DM (66.7%), high triglycerides in obese and non-obese in the same amount that is 66.7% and low HDL cholesterol as much as 100.0% in the obese type II DM. Meanwhile, high LDL cholesterol more in non-obese type II DM (66.7%). it shows that in obese type II DM there was an increase in total cholesterol and triglycerides and lower HDL cholesterol.

Keywords: Lipid Profile, Type II Diabetes Mellitus, Obese, Non-Obese, BMI(Body Mass Index), Cholesterol.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kelainan metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Gustaviani, 2006).

Berdasarkan penelitian epidemiologi, prevalensi DM pada semua umur diseluruh dunia diperkirakan mencapai 2,8% pada tahun 2000 dan 4,4% pada tahun 2030. Jumlah total penderita DM diperkirakan meningkat dari 177 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta pada tahun 2030. Dari 10 negara yang diperkirakan mempunyai jumlah penderita DM terbanyak di dunia, Indonesia menempati peringkat ke-4 setelah India, China dan Amerika Serikat, dengan jumlah penderita diabetes melitus 8,4 juta pada tahun 2000 dan 21,3 juta pada tahun 2030 (Wild et al., 2004).

DM diklasifikasikan berdasarkan etiologinya yaitu: DM tipe I, DM tipe II, DM tipe lain, dan DM kehamilan. DM tipe II merupakan diabetes melitus terbanyak, diperkirakan 90 - 95% dari semua penderita DM yang disebabkan oleh resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif. Kebanyakan DM tipe II ini terjadi pada penderita obesitas (American Diabetes Association, 2004).

Menurut American Diabetes Association 2004, Obesitas merupakan salah satu faktor resiko pada DM tipe II (Powers, 2005). Obesitas adalah faktor risiko yang kuat dalam menyebabkan DM tipe II dan lebih dari dua pertiga pasien dengan


(19)

DM tipe II mengalami obesitas. Menurut Colditz et al., (1990) dalam penelitian Yumuk et al., (2005) risiko meningkatnya DM lima kali lipat pada wanita dengan BMI 25 kg/m2 dibandingkan dengan orang dengan BMI 22 kg/m2. Risiko menjadi lebih tinggi mencapai 28 kali lipat dengan BMI 30 kg/m2 dan 93 kali lipat dengan BMI > 35 kg/m2. Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan massa adiposa yang dihubungkan dengan resistensi insulin yang akan mengakibatkan terganggunya proses penyimpanan lemak dan sintesa lemak (Suyono, 2006). Pada penelitian di Kaduna, Nigeria Utara (2009), yang membandingkan antara tiga kelompok BMI yaitu underweight (BMI < 19 kg/m2), normalweight (BMI 19 - 26 kg/m2), dan overweight (BMI > 26 kg/m2) dengan kolesterol total, LDL-C, HDL-C, dan trigliserida. Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang positif dan signifikan antara BMI dengan trigliserida dan HDL-C serta hubungan yang tidak signifikan antara BMI dengan kadar kolesterol total dan LDL-C (Abubakar, et al., 2009). Shandu, et al., (2008) setelah melakukan penelitian terhadap 113 laki-laki dan 138 perempuan yang berusia 31 - 95 tahun di Gusdapur, Punjab, India tentang hubungan BMI dengan keempat profil lipid yaitu kolesterol serum total, LDL-C, HDL-C dan trigliserida menemukan bahwa hanya trigliserida yang memiliki hubungan signifikan dengan BMI pada laki-laki dan perempuan.

Dalam penelitian Arora, et al., terdapat hubungan yang signifikan antara persen lemak tubuh dan berat badan pada DM selain itu prevalensi penyakit yang berhubungan dengan resistensi insulin (DM dan penyakit jantung koroner) meningkat bersamaan dengan meningkatnya BMI karena peningkatan jaringan adiposa yang ditandai dengan menurunnya HDL-C dan meningkatnya trigliserida. Walaupun begitu, penyakit sindrom metabolik seperti DM tipe II juga dapat terjadi pada individu yang non-obesitas tetapi memiliki resistensi insulin dan faktor risiko metabolik, terutama pada individu yang memiliki kedua orangtua yang diabetes atau keluarga inti maupun tingkat kedua yang diabetes (Sugondo dan Gustaviani, 2006). Pada subjek yang obesitas, konsentrasi asam lemak bebas, trigliserida, kolesterol LDL dan Apo B lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang non-obesitas dan terdapat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi akibat


(20)

PJK (penyakit jantung koroner) dan stroke dibandingkan dengan orang non-obesitas (Sugondo,2006). Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran profil lipid pada DM tipe II yang obesitas dan non-obesitas di RSUP. H. Adam Malik, Medan tahun 2009.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : ”Bagaimanakah gambaran profil lipid pada Diabetes Melitus tipe II yang obesitas dan non-obesitas di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran profil lipid pada DM tipe II yang obesitas dan non-obesitas di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009.

1.3.2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Memperoleh data BMI (body mass index) penderita DM tipe II di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009.

2. Memperoleh data demografi penderita DM tipe II di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009.

3. Memperoleh data kadar profil lipid pada penderita DM tipe II yang obesitas dan non-obesitas di RSUP. H. Adam Malik Medan 2009.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk 1. Rumah sakit

a. Sebagai wacana dalam pencegahan terjadinya dislipidemia pada diabetes melitus.


(21)

2. Penderita

Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang profil lipid pada diabetes melitus tipe II yang obesitas dan non-obesitas dan sebagai upaya pengendalian faktor resiko kejadian diabetes melitus.

3. Peneliti

Dapat memperoleh informasi dan menambah pengetahuan tentang profil lipid pada penderita diabetes melitus tipe II yang obesitas dan non-obesitas.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus Tipe II ( DM Tipe II) 2.1.1. Defenisi

Diabetes melitus tipe II (DM tipe II) ini membentuk 90 - 95% dari semua kasus diabetes, dahulu disebut diabetes melitus non-dependen insulin atau diabetes onset dewasa. Diabetes ini meliputi individu yang memiliki resistensi insulin dan biasanya mengalami defisiensi insulin relatif atau kekurangan insulin pada awalnya dan sepanjang masa hidupnya, individu ini tidak membutuhkan pengobatan insulin untuk bertahan hidup. Ada banyak kemungkinan berbeda yang menyebabkan timbulnya diabetes ini. Walaupun etiologi spesifiknya tidak diketahui, tetapi pada diabetes tipe ini tidak terjadi destruksi sel beta. Kebanyakan pasien yang menderita DM tipe ini mengalami obesitas, dan obesitas dapat menyebabkan beberapa derajat resistensi insulin (American Diabetes Association, 2004).

2.1.2. Faktor Resiko

Faktor resiko DM tipe II antara lain: Riwayat keluarga menderita diabetes (orangtua atau saudara menderita DM tipe II), obesitas (BMI ≥ 25 kg/m 2), kurangnya kebiasaan aktivitas fisik, ras/etnik (Afrika-America, Amerika Hispanik, Amerika asli, Asia-Amerika), sebelumnya diidentifikasi kadar glukosa darah puasa terganggu atau toleransi glukosa terggangu (TGT), riwayat diabetes melitus gestasional (DMG) atau bayi lahir > 4 kg, hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mmHg), HDL ≤ 35 mg/dl dan trigliserida ≥ 250 mg/dl, sindrom ovarium polikistik atau akantosis nigracans dan riwayat penyakit vaskular (Powers, 2005). 2.1.3. Fisiologi Sekresi Insulin

a. Proses Pembentukan Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta,


(23)

insulin disintesis kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah (Manaf, 2006).

Insulin disintesis sebagai suatu prepohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototipe untuk peptida yang diproses dari molekul prekursor yang lebih besar. Rangkaian “pemandu” yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan proinsulin dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukkan jembatan disulfida yang sempurna. Penyusunan proinsulin, yang dimulai dari bagian terminal amino, adalah rantai B – peptida C penghubung – rantai A. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptida tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptida C dalam jumlah ekuimolar dan disekresikan dari granul sekretorik pada sel beta pankreas (Granner, 2003).

b. Sekresi Insulin

Glukosa merupakan kunci regulator sekresi insulin oleh sel beta pankreas, walaupun asam amino, keton dan nutrien lainnya juga mempengaruhi sekresi insulin. Kadar glukosa > 3,9 mmol/L (70 mg/dl) merangsang sintesis insulin. Glukosa merangsang sekresi insulin dengan masuk ke dalam sel beta melalui transporter glukosa GLUT 2. Selanjutnya di dalam sel, glukosa mengalami proses fosforilasi oleh enzim glukokinase dan glikolisis yang akan membebaskan molekul ATP (Powers, 2005).

Molekul ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K channel yang terdapat pada membran sel. Terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga meningkatkan kadar ion Ca intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan. Aktivasi penutupan K channel


(24)

terjadi tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tetapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut (biasanya tergolong obat diabetes), bekerja mengaktivasi K channel tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, tapi pada reseptor tersendiri yang disebut sulphonilurea receptor (SUR), yang juga terdapat pada membran sel beta seperti terlihat pada gambar 2.1 (Manaf, 2006)

Gambar 2.1. Mekanisme sekresi insulin (Harrison’s Principle of Internal Medicine, 2005).

c. Aksi Insulin

Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut terikat dengan sebuah reseptor glikoprotein yang spesifik pada permukaan sel target. Reseptor insulin terdiri dari

dua heterodimer yang terdiri atas dua subunit yang diberi simbol α dan β. Subunit α terletak pada ekstrasel dan merupakan sisi yang berikatan dengan insulin. Subunit β merupakan protein transmembran yang melaksanakan fungsi


(25)

sekunder yang utama pada sebuah reseptor yaitu transduksi sinyal (Granner, 2003).

Ikatan ligan menyebabkan autofosforilasi beberapa residu tirosin yang terletak

pada bagian sitoplasma subunit β dan kejadian ini akan memulai suatu rangkaian peristiwa yang kompleks. Reseptor insulin memiliki aktivitas intrinsik tirosin kinase dan berinteraksi dengan protein substrat reseptor insulin (IRS dan Shc). Sejumlah protein penambat (docking protein) mengikat protein selular dan memulai aktivitas metabolik insulin [GrB-2, SOS, SHP-2, p65, p110 dan phosphatidylinositol 3 kinase (PI-3-kinase)]. Insulin meningkatkan transport glukosa melalui lintasan PI-3-kinase dan Cbl yang berperan dalam translokasi vesikel intraselular yang berisi transporter glukosa GLUT 4 pada membran plasma. Aktivasi jalur sinyal reseptor insulin juga menginduksi sintesa glikogen, protein, lipogenesis dan regulasi berbagai gen dalam perangsangan insulin seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 (Powers, 2005).

Gambar 2.2. Mekanisme kerja insulin (Harrison’s Principle of Internal Medicine, 2005)


(26)

2.1.4. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe II (DM Tipe II) a. Resistensi insulin

Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer (terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada DM tipe II dan merupakan kombinasi dari kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan meningkatkan keluaran glukosa hepatik, keduanya menyebabkan hiperglikemia (Powers, 2005).

Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau di salah satu jalur sinyal pascareseptor. Pada DM tipe II jarang terjadi defek kualitatif dan kuantitatif pada reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi insulin diperkirakan terutama berperan dalam pembentukan sinyal pascareseptor (Clare-Salzler, et al., 2007). Polimorfisme pada IRS-1 mungkin berhubungan dengan intoleransi glukosa, meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme dalam berbagai molekul postreceptor dapat menyebabkan resistensi insulin. Patogenesis resistensi insulin saat ini berfokus pada defek sinyal PI-3-kinase, yang menurunkan translokasi GLUT 4 pada membran plasma, diantara kelainan lainnya (Powers, 2005).

Asam lemak bebas juga memberikan kontribusi pada patogenesis DM tipe II. Asam lemak bebas menurunkan ambilan glukosa pada adiposit dan otot serta meningkatkan keluaran glukosa hepatik yang terkait dengan resistensi insulin (Thẻvenod, 2008).

b. Gangguan Sekresi Insulin

Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang berarti jika dibandingkan dengan yang terjadi pada DM tipe I. Pada awal perjalanan penyakit DM tipe II, sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin plasma tidak berkurang. Namun pola sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin (yang cepat) yang dipicu oleh glukosa menurun.


(27)

Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan sekresi insulin yang tipe II, dan bukan defisiensi sintesa insulin. Namun pada perjalanan penyakit berikutnya, terjadi defisiensi absolut yang ringan sampai sedang, yang lebih ringan dibanding DM tipe I . Penyebab defisiensi insulin pada DM tipe II masih belum sepenuhnya jelas. Berdasarkan data mengenai hewan percobaan dengan DM tipe II, diperkirakan mula-mula resistensi insulin menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta dan produksi insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik terhadap DM tipe II, kompensasi ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya terjadi kehilangan 20 - 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun, tampaknya terjadi gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta. Dasar molekuler gangguan sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa ini masih belum dipahami (Clare – Salzler,, et al., 2007). Peningkatan asam lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga mempengaruhi sel beta. Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin setelah makan, sedangkan pajanan kronik terhadap NEFA menyebabkan penurunan sekresi insulin yang melibatkan lipotoksisitas yang menginduksi apoptosis sel islet dan/ atau menginduksi uncoupling protein-2 (UCP-2) yang menurunkan membran potensial, sintesa ATP dan sekresi insulin (Thẻvenod, 2008).

Mekanisme lain kegagalan sel beta pada DM tipe II dilaporkan berkaitan dengan pengendapan amiloid di islet. Pada 90% pasien DM tipe II ditemukan endapan amiloid pada autopsi. Amilin, komponen utama amiloid yang mengendap ini, secara normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama dengan insulin sebagai respons terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia yang disebabkan resistensi insulin pada fase awal DM tipe II menyebabkan peningkatan produksi amilin, yang kemudian mengendap sebagai amiloid di islet. Amiloid yang mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa. Yang lebih penting, amiloid bersifat toksik bagi sel beta


(28)

sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus DM tipe II tahap lanjut (Clare – Salzler, et al.,2007).

2.1.5. Diagnosa

Diagnosis klinik DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikenakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian yang lebih lanjut dengan dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil t es toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah postprandial ≥ 200 mg/dl seperti ditunjukkan oleh gambar 2.3 (Gustaviani, 2006) .

Beberapa peneliti menyarankan HbA1C (Hemoglobin A1C) sebagai salah satu uji diagnosa pada diabetes melitus. Walaupun HbA1C memiliki hubungan yang kuat dengan peningkatan glukosa plasma tetapi hubungan antara glukosa darah puasa dengan HbA1C pada individu yang toleransi glukosanya normal atau intoleransi glukosa ringan masih belum jelas dan penggunaan HbA1C dalam diagnosa diabetes melitus tidak dianjurkan (Powers, 2005)

Untuk diagnosis dan klasifikasi ada indeks tambahan yang dapat dibagi atas 2 bagian:

1. Indeks penentuan derajat kerusakan sel beta

Hal ini dapat dinilai dengan pemeriksaan kadar insulin, pro-insulin, dan sekresi peptide penghubung (C-peptide). Nilai-nilai “Glycosilated haemoglobin” (WHO


(29)

memakai istilah “Glyclated haemoglobin”), nilai derajat glikosilasi dari protein lain dan tingkat gangguan toleransi glukosa juga bermanfaat untuk penilaian kerusakan ini.

2. Indeks proses diabetogenik

Untuk penilaian proses diabetogenik pada saat ini telah dapat dilakukan penentuan tipe dan subtipe-HLA; adanya tipe dan titer antibodi dalam sirkulasi yang ditujukkan untuk pulau-pulau Langerhans (islet cell antibody), Anti GAD (Glutamic Acid Decarboxilase) dan sel endokrin lainnya adanya cell-mediated immunity terhadap pankreas; ditemukannya susunan DNA spesifik pada genoma manusia dan ditemukkannya penyakit lain pada pankreas dan penyakit endokrin lainnya (Gustaviani, 2006).

Gambar 2.3 Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa terganggu (Buku Ajar Penyakit Dalam FKUI, 2006).


(30)

2.2 Obesitas 2.2.1 Defenisi

Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak yang berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya akan bertambah banyak (Sugondo, 2006).

2.2.2. Pengukuran

Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengukur pengganti dipakai body mass index (BMI) untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. BMI merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obes pada orang dewasa (Sugondo, 2006). Berdasarkan indikasi WHO, BMI dihitung dengan membagi berat badan dengan tinggi badan kuadrat (Shandu, et al., 2008).

2.2.3 Klasifikasi

Tabel 2.1. merupakan klasifikasi yang ditetapkan World Health Organization (WHO), niai BMI 30 kg/m2 dikatakan sebagai obesitas dan nilai BMI 25 - 29,9 kg/m2, sebagai “Pra Obese”. Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika berkulit hitam memiliki BMI lebih tinggi 1,3 kg/m2 dan etnik polinesia memiliki BMI lebih tinggi 4,5 kg/m2 dan etnik kaukasia. Sebaliknya nilai BMI pada bangsa China, Ethiopia, Indonesia dan Thailand adalah 1,9, 4,6, 3,2, dan 2,9 kg/m2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia. Hal itu memperlihatkan adanya nilai cutoff BMI untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu. Wilayah Asia Pasifik saat ini telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri yang ditunjukkan pada tabel 2.2 (Sugondo, 2006).


(31)

Tabel 2.1. Klasifikasi Berat badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO

Klasifikasi BMI (Kg/m2)

Berat Badan Kurang Kisaran Normal Berat Badan Lebih Pra-Obes

Obes Tingkat I Obes Tingakat II Obes Tingkat III

< 18,5 18,5 - 24,9 >25 25,0 - 29,9 30,0 - 34,9 35,0 - 39,9 >40

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006

Tabel 2.2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi BMI (Kg/m2)

Berat Badan Kurang Kisaran Normal Berat Badan Lebih Beresiko

Obes Tingkat I Obes Tingkat II

< 18,5 18,5 - 22,9 ≥ 23,0 23,0 - 24,9 25,0 - 29,9 ≥ 30,0

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006 2.3. Profil Lipid

2.3.1 Defenisi

Profil lipid meliputi pengukuran kolesterol total, HDL (high density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein) dan trigliserida (Landis, 2008). Profil lipid diperiksa untuk mengetahui ada atau tidaknya resiko penyakit jantung koroner. Profil lipid juga digunakan untuk mendiagnosa dislipidemia, suatu kondisi yang ditandai dengan tingginya kadar trigliserida dan kolesterol yang dapat disebabkan oleh diabetes terutama diabetes tidak terkontrol (Kaufman, 2010).


(32)

2.3.2. Metabolisme Lipid a. Lipogenesis

Lipogenesis adalah proses deposisi lemak dan meliputi proses sintesis asam lemak dan kemudian sintesis trigliserida yang terjadi di hati pada daerah sitoplasma dan mitokondria dan jaringan adiposa. Energi yang berasal dari lemak dan melebihi kebutuhan tubuh akan disimpan dalam jaringan lemak. Demikian pula dengan energi yang berasal dari makanan dapat disimpan dalam jarinan lemak (Sugondo, 2006).

Asam lemak, dalam bentuk trigliserida dan asam lemak yang terikat pada albumin didapat dari asupan makanan atau hasil sintesa lemak di hati. Trigliserida yang dibentuk dari kilomikron atau lipoprotein akan dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) yang dibentuk oleh adiposit dan disekresi ke dalam endothelial yang berdekatan dengannya (adjacent). Aktivasi LPL dilakukan oleh apoprotein C-II yang dikandung oleh kilomikron dan lipoprotein (VLDL). Kemudian asam lemak bebas akan diambil oleh sel adiposit sesuai dengan derajat konsentrasinya oleh suatu protein transport transmembran. Bila asam lemak bebas sudah masuk ke dalam adiposit maka akan membentuk pool asam lemak. Pool ini akan mengandung asam lemak yang berasal baik dari yang masuk maupun yang akan keluar seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 (Sugondo, 2006).

Hormon insulin merangsang lipogenesis melalui beberapa mekanisme. Hormon ini meningkatkan pengangkutan glukosa ke dalam sel (misal, jaringan adiposa) dan dengan demikian meningkatkan ketersediaan piruvat untuk sintesis asam lemak maupun gliserol 3–fosfat untuk esterifikasi asam lemak yang baru terbentuk. Insulin mengkonversi piruvat dehidrogenase bentuk inaktif menjadi bentuk aktif di jaringan adiposa, tetapi tidak di hati. Di samping itu, asetil karboksilase merupakan enzim yang dapat diatur oleh fosforilasi yang reversibel. Insulin mengaktifkan asetil KoA karboksilase. Aktivasi ini melibatkan defosforilasi oleh enzim protein fosfatase. Demikian pula kemampuannya untuk


(33)

menekan kadar cAMP intraseluler, insulin menghambat lipolisis di jaringan adiposa sehingga mengurangi konsentrasi asam lemak bebas di dalam plasma dan dengan demikian menurunkan pula kadar asetil KoA rantai panjang yang merupakan inhibitor lipogenesis (Mayes, 2003).

Insulin juga mempunyai efek jangka panjang pada gen lipogenik, mungkin melalui faktor transkripsi Sterol Regulatory Element Binding Protein-1 (SREBP-1). Selain itu insulin menyebabkan SREBP-1 meningkatkan ekspresi dan kerja enzim glukokinase, dan sebagai akibatnya meningkatkan konsentrasi metabolit glukosa yang dianggap menjadi perantara dari efek glukosa pada ekspresi gen lipogenik. Hormon pertumbuhan (growth hormone/ GH) menurunkan lipogenesis di jaringan adipose secara dramatis, sehingga terjadi penurunan lemak yang bermakna, dan berhubungan dengan penambahan massa otot. Efek tersebut diperantarai dua jalur:

- Hormon pertumbuhan menurunkan sensitivitas insulin sehingga terjadi down-regulation ekspresi enzim sintetase asam lemak di jaringan adiposa. Mekanisme tersebut masih belum jelas, namun GH mungkin mempengaruhi sinyal insulin di tingkat post-receptor.

- GH dengan menurunkan lipogenesis dengan cara memfosforilasi faktor transkripsi Stat5a dan 5b. Hilangnya Stat 5a dan 5b pada model knock-out memperlihatkan penurunan akumulasi lemak di jaringan adiposa. Mekanisme bagaimana protein Stat5 meningkatkan penyimpanan lemak, masih belum diketahui.

Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan lipogenesis. Leptin membatasi penyimpanan lemak tidak hanya dengan mengurangi asupan makanan, tetapi juga dengan mempengaruhi laju metabolik yang spesifik di adiposa dan jaringan lainnya. Leptin merangsang pengeluaran gliserol dari adiposit, dengan menstimulasi oksidasi asam lemak dan menghambat lipogenesis. Faktor endokrin atau autokrin yang berhubungan dengan sintesa trigliserida setelah insulin, GH


(34)

dan leptin adalah Acylation Stimulating Protein (ASP). ASP adalah peptide kecil yang sama dengan C3adesArg, suatu produk dan faktor komplemen C3 ASP

diproduksi oleh jaringan adiposa dan kemungkinan bekerja secara autokrin. Beberapa studi invitro menunjukkan bahwa ASP menstimulasi akumulasi trigliserida di sel adipose. Akumulasi tersebut terjadi karena terdapat peningkatan sintesis trigliserida dan penurunan lipolisis jaringan adiposa pada saat yang bersamaan (Sugondo, 2006).

b. Lipolisis

Lipolisis merupakan suatu proses dimana terjadi dekomposisi kimiawi dan pelepasan lemak dari jaringan lemak. Bilamana diperlukan energi tambahan maka lipolisis merupakan proses yang predominan terhadap proses lipogenesis. Enzim hormone Sensitive Lipase (HSL) akan menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida manjadi asam lemak bebas dan gliserol (gambar 2.4). Asam lemak yang dihasilkan akan masuk ke dalam pool asam lemak, dimana akan terjadi proses re-esterifikasi, beta oksidasi atau asam lemak tersebut akan dilepas masuk ke dalam sirkulasi darah untuk menjadi substrat bagi otot skelet, otot jantung dan hati. Asam lemak akan dibentuk menjadi ATP melalui proses betaoksidasi dan asam lemak akan dibawa ke luar jaringan lemak melalui sirkulasi darah untuk kemudian menjadi sumber energi bagi jaringan yang membutuhkan (Sugondo, 2006).

Insulin bersifat antilipolitik yang ditimbulkan melalui penghambatan sintesa cAMP pada tapak adenil siklase yang bekerja lewat protein G1. Insulin juga merangsang enzim fosfodieterase dan lipase fosfatase yang menginaktivasi enzim lipase yang sensitive hormon yang menyebabkan penurunan pelepasan asam lemak bebas (Mayes, 2003). Supresi lipolisis ini akan mengurangi jumlah asam lemak ke hati dan jaringan perifer. Dengan berkurangnya asam lemak ke hati maka pembentukan asam keto berkurang. Insulin juga akan merangsang penggunaan asam keto ini oleh jaringan perifer sehingga tidak akan terjadi akumulasi asam ini di darah (Sugondo, 2006).


(35)

Gambar 2.4 Mekanisme keseimbangan lipolisis dan lipogenesis (Buku Ajar lmu Penyakit Dalam FKUI, 2006)

c. Transportasi lipid

Metabolisme lipoprotein mempunyai 2 fungsi yang amat penting yaitu memasok trigliserida ke jaringan lemak dan otot untuk bahan dan penyimpanan energi, kemudian mengangkut kolesterol untuk pembentukan membran sel, hormone steroid, dan sintesis asam empedu. Transportasi lipid mempunyai 2 jalur yaitu: 1) jalur eksogen, dan 2) jalur endogen, yang dimulai dari produksi kolesterol VLDL oleh hati.

1. Jalur eksogen

Trigliserida yang berasal dari makanan dihidrolisis oleh lipase pankreas di dalam lumen intestinal dan mengalami emulsifikasi dengan garam empedu untuk membentuk misel. Kolesterol dan retinol dari bahan makanan diesterifikasi (dengan penambahan asam lemak) di dalam enterosit untuk membentuk kolesterol ester dan retinol ester. Asam lemak rantai panjang yang tergabung dalam trigliserida dan dikemas bersama dengan apo B-48, kolesterol ester, retinol ester,


(36)

fosfolipid, dan kolesterol untuk membentuk kilomikron. Kilomikron nascent disekresikan ke dalam sistem limfatik dan dikeluarkan ke dalam sirkulasi sistemik, dimana kilomikron ini diproses terlebih dahulu oleh jaringan perifer sebelum mencapai hati (Rader dan Hobs, 2005).

Trigliserida dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjasi asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserida kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan trigliserida hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati seperti ditunjukkan pada gambar 2.5 (Adam, 2006).

2. Jalur endogen

Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati dan di sekresi ke dalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung dalam VLDL adalah apolipoprotein B-100 (Adam, 2006).

Trigliserida dalam VLDL dihidrolisis oleh LPL(lipoprotein lipase), terutama dalam otot dan jaringan adiposa. VLDL mengalami hidrolisis lebih lanjut menjadi IDL yang mengandung kolesterol dan trigliserida dalam jumlah yang sama. Hati menghilangkan kira-kira 40-60% VLDL remnant dan IDL lewat endositosis yang diperantarai oleh reseptor LDL dengan mengikat apo E. Sisa IDL dimodifikasi oleh lipase hepatik untuk membentuk LDL (gambar 2.5); selama proses ini, kebanyakan trigliserida dihidrolisis dan semua apolipoprotein kecuali apo B-100 dipindahkan ke lipoprotein lainnya (kolesterol dalam LDL berjumlah ~ 70% dari kolesterol plasma pada sebagian besar individu (Rader dan Hobs, 2005).

Kira-kira 70% LDL yang ada dalam sirkulasi dibersihkan lewat endositosis melalui reseptor LDL dalam hati (Rader dan Hobs, 2005). Jika jumlah reseptor


(37)

LDL di jaringan hati sedikit, atau tidak mempunyai afinitas yang baik dengan apoB-100 (kelainan genetik, hiperkolesterolemia familial), atau jika diet amat banyak mengandung lemak/kolesterol (terjadi down-regulation reseptor ini) maka konsentrasi klolesterol LDL plasma sangat meningkat. Tingginya kadar kolesterol LDL plasma akan mengalami oksidasi dan diambil oleh makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell) di tunika intima arteri melalui reseptor scavenger (CD36 dan SR-A = scavenger receptor-A). Reseptor-reseptor ini mempunyai afinitas yang amat tinggi terhadap kloesterol LDL , terutama yang teroksidasi (Kasiman, 2009)

Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung di LDL. Beberapa sediaan mempengaruhi tingkat oksida seperti: Meningkatnya jumlah LDL kecil padat (small dense LDL) seperti pada sindrom metabolik dan diabetes mellitus dan kadar kolesterol HDL, makin tinggi kadar kolesterol HDL akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL (Adam, 2006).

Gambar 2.5 Jalur eksogen dan endogen (Harrison’s Principle of Internal Medicine, 2005)


(38)

d. Metabolisme HDL dan Transpor Kolesterol Balik

HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung apolipoprotein A, C, dan E; dan disebut HDL nascent (Adam, 2006). HDL nascent disintesa oleh usus dan hati. HDL discoid yang baru terbentuk mengandung apo A-1 dan fosfolipid (terutama lesitin) tetapi secara cepat memperoleh kolesterol yang tidak teresterifikasi dan tambahan fosfolipid dari jaringan perifer dengan transport melalui protein membran ABCA1 (ATP-binding Cassette Protein A1). Setelah dimasukkan ke dalam partikel HDL , kolesterol diesterifikasi oleh lecithin-cholesterol acyltransferase (LCAT), enzim plasma yang berhubungan dengan HDL. Karena HDL memperoleh kolesterol ester lagi, HDL menjadi sferis, dan tambahan apolipoprotein dan lipid dipindahkan ke partikel dari permukaan kilomikron dan VLDL selama lipolisis (Rader dan Hobs, 2005).

Selanjutnya sebagian kolesterol ester yang dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke hati dan ditangkap oleh scavenger receptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1 (Gambar 2.6). Jalur kedua ialah kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan demikian fungsi HDL sebagai “penyerap” kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke hati (Adam, 2006).


(39)

Gambar 2.6. Metabolisme HDL dan transport kolesterol terbalik (Harrison’s principle of Internal Medicine, 2005)

2.3.3. Pengukuran Profil Lipid

Analisis lipoprotein atau profil lipid biasanya dilakukan pada sampel darah yang diambil dari vena. Sampel darah dikumpulkan dalam syringe atau vial dan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Kadar kolesterol total juga dapat dianalisis dari sampel darah jari. Sebelum prosedur ini dilakukan harus dihindari konsumsi makanan padat atau minuman kecuali air selama 9 sampai 12 jam sebelum pengambilan sampel darah untuk analisis lipoprotein kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida (Dugdalle, 2009).

2.4. Hubungan Obesitas dengan Diabetes Melitus Tipe II

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa jaringan lemak bukanlah sekedar tempat penimbunan untuk trigliserida tetapi merupakan suatu jaringan “ endokrin” aktif yang dapat berdialog dengan otot dan hati (dua jaringan sasaran insulin yang penting). Efek adiposit jarak jauh ini terjadi melalui zat perantara yang


(40)

dikeluarkan oleh sel lemak. Molekul ini meliputi faktor nekrosis tumor (TNF), asam lemak, leptin, dan suatu faktor baru yang disebut resistin. TNF yang lebih dikenal karena efeknya pada peradangan dan imunitas, disintesis di adiposit dan mengalami ekspresi yang berlebihan dalam sel lemak orang yang kegemukan. TNF menyebabkan resistensi insulin dengan mempengaruhi jalur - jalur pasca reseptor. Leptin adalah suatu hormon adiposit yang menyebabkan obesitas hebat dan resistensi insulin pada hewan pengerat yang tidak memiliki gennya. Pengembalian leptin ke hewan ini mengurangi obesitas dan secara independen, resistensi insulin; karena itu tidak seperti TNF, leptin memperbaiki resistensi insulin. Resistin dihasilkan oleh sel lemak, dan kadarnya meningkat pada model hewan pengerat untuk obesitas. Penurunan kadar insulin meningkatkan kerja insulin dan sebaliknya, pemberian resistin rekombinan meningkatkan resistensi insulin pada hewan normal (Clare – Salzler, et al., 2007).

Polimorfisme pada peroxisome proliferator-activated receptor γ2 (PPAR- γ2)

memiliki dampak yang luas untuk terjadi obesitas dan resistensi insulin. Sebagian kecil individu heterizigot pada varian PPAR- γ2 Pro12Ala kurang menyebabkan

overweight dan mengembangkan DM daripada sebagian besar populasi yang mengalami prohomozigot. Resistensi insulin yang terjadi pada jaringan adiposa meningkatkan aktivitas hormone sensitive lipase yang menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dalam sirkulasi. Asam lemak bebas yang tinggi menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada otot dan hati. Pada awalnya pankreas mampu mengontrol kadar glukosa dengan overproduksi insulin. Dengan demikian banyaknya individu yang obesitas yang tampaknya glukosa darahnya normal memiliki sindrom yang ditandai dengan resistensi insulin pada jaringan perifer dan konsentrasi insulin yang tinggi dalam sirkulasi. Namun pada akhirnya kapasitas pankreas untuk memproduksi insulin menurun dan menyebabkan tingginya kadar glukosa darah puasa dan turunnya toleransi glukosa (Thẻvenod, 2008).


(41)

2.5. Hubungan Obesitas dengan Profil Lipid

Obesitas seringkali, meskipun tidak selalu disertai hiperlipidemia. Peningkatan massa adiposa yang disertai penurunan sensitivitas insulin yang berhubungan dengan obesitas memiliki beberapa efek terhadap metabolisme lemak. Asam lemak bebas yang berlebih yang berasal dari jaringan adipose yang luas dikirim ke hati untuk dire-esterifikasi menjadi trigliserida, yang dikemas dalam bentuk VLDL untuk disekresikan ke dalam sirkulasi. Asupan makanan yang tinggi karbohidrat sederhana juga dapat meningkatkan produksi VLDL di hati, yang meningkatkan VLDL dan/atau LDL pada individu yang obese. HDL-C plasma cenderung menurun pada obesitas. Kehilanagn berat badan sering berhubungan dengan penurunan apoB yang mengandung lipoprotein dan meningkatkan HDL-C (Flier, J.S & Flier, E. M, 2005)

2.6. Hubungan Diabetes Melitus Tipe II dengan Profil Lipid

Pasien dengan DM Tipe II biasanya mengalami dislipidemia. Kadar insulin yang tinggi dan resistensi insulin yang terkait dengan DM Tipe II memiliki beberapa efek pada metabolisme lemak. Pada keadaan resistensi insulin, hormon sensitive lipase di jaringan adiposa akan menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserida di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini akan menghasilkan asam lemak bebas yang berlebihan. Asam lemak bebas akan memasuki aliran darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi dan sebagian akan dibawa ke hati sebagai bahan baku pembentuk trigliserida. Di hati asam lemak bebas akan kembali menjadi trigliserid kembali dan menjadi bagian dari VLDL. Oleh karena itu, VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan sangat kaya dengan trigliserid, disebut VLDL kaya trigliserid atau VLDL besar.

Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL, yang mana akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL). Trigliserid yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim lipase hepatik (yang biasanya meningkat pada resistensi insulin) sehingga menghasilkan LDL


(42)

kecil tetapi padat, yang dikenal dengan small dense LDL . Partikel LDL kecil padat ini sifatnya mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik. Trigliserid VLDL besar juga dipertukarkan dengan kolesterol ester dari HDL dan menghasilkan HDL miskin kolesterol ester tapi kaya trigliserid. Kolesterol HDL bentuk demikian lebih mudah dikatabolisme oleh ginjal sehingga jumlah HDL serum menurun. Oleh karena itu pada pada resistensi insulin terjadi kelainan profil lipid serum yang khas yaitu kadar trigliserida tinggi, kolesterol HDL rendah dan meningkatnya subfraksi LDL kecil padat, dikenal dengan nama fenotipe lipoprotein aterogenik atau lipid trial (Adam, 2006).


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian 3.2. Defenisi Operasional

Diabetes melitus tipe II merupakan sekelompok penyakit dengan karakteristik hiperglikemia yang disebabkan oleh resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin relatif. Diagnosa diabetes melitus tipe II ditegakkan dengan menilai gejala klinis yaitu poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan serta konsentrasi glukosa darah. Pasien dinyatakan mengalami diabetes melitus tipe II jika terdapat keluhan dan konsentrasi glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl atau glukosa darah post-prandial ≥ 200 mg/dl selama tes toleransi glukosa oral. Dalam penelitian ini, ada tidaknya diabetes melitus tipe II

Obesitas dan Non-obesitas

Diabetes Melitus Tipe

II Profil Lipid

Genetik


(44)

dinilai dengan menggunakan rekam medis dan skala yang digunakan adalah skala nominal.

BMI (Body Mass Index) pasien dihitung dengan membagi berat badan dengan tinggi badan kuadrat. BMI dinilai dengan menggunakan rekam medis. Skala yang digunakan adalah skala numerik. Pasien dikatakan underweight jika BMI < 18.5 kg/m2, normal (18.5 – 22.9 kg/m2), non-obesitas (23.0 – 24.9 kg/m2), Obesitas ≥ 25.0 kg/m2).

Profil lipid meliputi kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan trigliserida dalam darah. Dalam penelitian ini profil lipid ditentukan dengan menilai kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan trigliserida dalam darah pasien dengan menggunakan rekam medis. Skala yang digunakan dalam mengukur profil lipid merupakan skala numerik.


(45)

Tabel 3.1. Kadar Profil Lipid Profil Lipid

Kolesterol Total

< 200 Optimal

≥ 200 Tinggi Trigliserida

< 150 Optimal

≥ 150 Tinggi Kolesterol HDL

< 40 Rendah

40 – 59 Optimal

≥ 60 Tinggi

Kolesterol LDL

< 129 Optimal

≥130 Tinggi


(46)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan penelitian retrospektif. Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data pasien diabetes melitus tipe II (variabel dependen) kemudian ditelusuri variabel independen yang mempengaruhinya yaitu obesitas dan profil lipid.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan. Tempat ini dipilih karena merupakan rumah sakit rujukan dan pendidikan di Medan, selain itu mudah dijangkau. Penelitian telah dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2010.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah Semua pasien rawat inap Diabetes Melitus tipe II di bangsal Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik, Medan. Menurut data dari departemen penyakit dalam RSUP H. Adam Malik, pasien rawat inap Diabetes Melitus tipe II periode 1 Januari 2009 - 31 Desember 2009 berjumlah 96 orang. 4.3.2. Besar Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling dengan kriteria inklusi merupakan pasien rawat inap Diabetes Melitus tipe II di bangsal Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan periode 1 Januari 2009 - 31 Desember 2009 dan kriteria eksklusi merupakan pasien yang tidak lengkap data – datanya seperti identitas pasien, berat badan, tinggi badan dan hasil pemeriksaan profil lipid. Dari 96 orang pasien rawat inap Diabetes Melitus tipe II terdapat 16 pasien yang memenuhi kriteria dan dapat dijadikan sebagai sampel.


(47)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder berupa rekam medis yang diperoleh dari bagian tata usaha bangsal penyakit dalam RSUP H. Adam Malik, Medan pada rentang bulan 1 januari 2009 - 31 Desember 2009. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat data-data yang diperlukan dari rekam medis.

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Seluruh data yang didapat dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dengan perhitungan distribusi frekuensi menggunakan SPSS.


(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17 Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes /SK/IX/1991 RSUP H. Adam Malik juga sebagai pusat rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Penelitian ini dilakukan di Bangsal Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik.

5.2. Demografi Responden

Penelitian dilakukan pada 16 rekam medis pasien rawat inap Diabetes Melitus tipe II (DM tipe II) di RSUP. H. Adam Malik, Medan tahun 2009. Demografi responden yang diamati adalah jenis kelamin, usia, tempat tinggal, dan suku bangsa.

Tabel 5.1. Distribusi Responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin f (Frekuensi) % Frekuensi

Laki-laki 6 37.5

Perempuan 10 62.5

Total 16 100

Pada Tabel 5.1. dapat dilihat dengan jelas bahwa mayoritas pasien rawat inap DM tipe II adalah perempuan sebanyak 10 orang (62.5%).


(49)

Tabel 5.2. Distribusi responden berdasarkan usia

Usia (Tahun) f (Frekuensi) % Frekuensi

17 – 25 1 6.3

26 – 34 0 0.0

35 – 43 1 6.3

44 – 53 7 43.8

54 – 62 5 31.3

63 – 71 1 6.3

72 - 80 1 6.3

Total 16 100

Pada tabel 5.2. dapat dilihat bahwa pasien rawat inap DM tipe II paling banyak berusia 44 - 53 tahun (43.8%).

Tabel 5.3. Distribusi responden berdasarkan Tempat Tinggal

Tempat Tinggal f (Frekuensi) % Frekuensi

Asahan 1 6,3

Batu Bara 1 6,3

Binjai 2 12.5

Deli Serdang 5 31.3

Kabanjahe 1 6,3

Langkat 2 12.5

Medan 4 25.0

Total 16 100

Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa pasien rawat inap DM tipe II paling banyak bertempat tinggal di Deli Serdang 31.3%.


(50)

Tabel 5.4. Distribusi responden berdasarkan Suku Bangsa

Suku Bangsa f (Frekuensi) % Frekuensi

Batak 6 37.5

Jawa 7 43.8

Karo 3 18.8

Total 16 100

Dari tabel 5.4. diketahui bahwa pasien DM tipe II terbanyak merupakan Suku Jawa sebanyak 7 orang (43.8%).

5.3. Karakteristik Responden DM Tipe II

Profil lipid yang diteliti pada pasien rawat inap DM Tipe II ini terdiri dari kolesterol total (optimal < 200 mg/dl dan tinggi ≥ 200 mg/dl), Trigliserida (optimal < 150 mg/dl dan tinggi ≥ 150 mg/dl), kolesterol HDL (rendah < 40 mg/dl, optimal 40 – 59 mg/dl dan tinggi ≥ 60 mg/dl) dan kolesterol LDL ( optimal < 129 dan tinggi ≥ 130 mg/dl). Karakteristik responden DM tipe II yang diamati adalah BMI (Body Mass Index) dan profil lipid.

Tabel 5.5. Distribusi responden berdasarkan Status BMI (Body Mass Index)

Status BMI f (Frekuensi) % Frekuensi

Underweight 3 18.8

Normal 7 43.8

Non-Obesitas 3 18.8

Obesitas Total

3 16

18.8 100

Dari tabel 5.5. diatas, didapatkan mayoritas pasien rawat inap DM tipe II memiliki BMI normal sebanyak 7 orang (43.8%).


(51)

Tabel 5.6. Distribusi Responden berdasarkan Profil Lipid

Profil Lipid f (Frekuensi) % Frekuensi

Kolesterol Total

Optimal 7 43.8

Tinggi 9 56.3

Total 16 100

Trigliserida

Optimal 7 43.8

Tinggi 9 56.3

Total 16 100

Kolesterol HDL

Rendah 13 81.3

Optimal 3 18.8

Total 16 100

Kolesterol LDL

Optimal 10 62.5

Tinggi 6 37.5

Total 16 100

Dari Tabel 5.6. dapat diketahui dengan jelas bahwa pasien rawat inap DM tipe II mayoritas memiliki kolesterol tinggi (56.3%), trigliserida tinggi (56.3%), kolesterol HDL rendah (81.3%) dan kolesterol LDL optimal (62.5%).


(52)

Tabel 5.7. Profil Lipid Pasien berdasarkan Status BMI (Body Mass Index)

Dari tabel 5.7. diketahui bahwa kolesterol total optimal lebih banyak pada BMI underweight, normal, non-obesitas masing-masing sebesar 28.6%) dan kolesterol total tinggi lebih banyak pada BMI normal (55.6%), Trigliserida optimal lebih banyak pada BMI normal (57.1%) begitu juga trigliserida tinggi lebih banyak pada BMI normal (33.3%), Kolesterol HDL rendah lebih banyak pada BMI normal (46.2%) begitu juga kolesterol HDL optimal lebih banyak pada pada BMI non-obesitas sebesar 66.7%. Kolesterol LDL optimal lebih banyak pada BMI normal (50.0%) dan kolesterol LDL tinggi lebih banyak pada BMI normal dan non-obesitas masing-masing sebesar 33.3%.

Profil Lipid

Status BMI

Total

Underweight Normal

Non-Obesitas Obesitas

Kol. Total

Optimal 2(28.6%) 2(28.6%) 2 (28.6%) 1(14.3%) 7(100%) Tinggi 1(11.1%) 5(55.6%) 1 (11.1%) 2(22.2%) 9(100%)

Trigliserida

Optimal 1(14.3%) 4(57.1%) 1 (14.3%) 1(14.3%) 7 (100%) Tinggi 2(22.2%) 3(33.3%) 2 (22.2%) 2(22.2%) 9 (100%)

HDL

Rendah 3(23.1%) 6(46.2%) 1 (7.7%) 3(23.1%) 13(100%) Optimal 0(0.0%) 1(33.3%) 2 (66.7%) 0(0.00%) 3 (100%)

LDL

Optimal 2(20.0%) 5(50.0%) 1(10.0%) 2(20.0%) 10(100%) Tinggi 1(16.7%) 2(33.3%) 2(33.3%) 1(16.7%) 6 (100%)


(53)

Tabel 5.8 Profil Lipid DM Tipe II yang Obesitas dan Non-Obesitas Profil Lipid

Status BMI

Obesitas Non-obesitas

Kolesterotal Total

Optimal 1 (33.3%) 2 (66.7%)

Tinggi 2 (66.7%) 1 (33.3%)

Total 3 (100%) 3 (100%)

Trigliserida

Optimal 1 (33.3%) 1 (33.3%)

Tinggi 2 (66.7%) 2 (66.7%)

Total 3 (100%) 3 (100%)

Kolesterol HDL

Rendah 3 (100%) 1 (33.3%)

Optimal 0 (0.0%) 2 (66.7%)

Total 3 (100%) 3 (100%)

Kolesterol LDL

Optimal 2 (66.7%) 1 (33.3%)

Tinggi 1 (33.3%) 2 (66.7%)

Total 3 (100%) 3 (100%)

Berdasarkan tabel 5.8. diatas terlihat jelas bahwa pada DM tipe II yang obesitas kolesterol total tinggi dan kolesterol HDL rendah lebih banyak daripada non-obesitas. Trigliserida Tinggi pada DM tipe II obesitas dan non-obesitas dalam jumlah yang sama. Sementara itu, kolesterol LDL tinggi lebih banyak pada DM tipe II non-obesitas daripada DM tipe II obesitas.


(54)

5.4. Pembahasan

5.4.1 Demografi Responden

Berdasarkan tabel 5.1. diatas dapat dilihat bahwa 62.5% pasien DM tipe II adalah perempuan. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian M, Santoso (2006) yang menyebutkan dalam penelitiannya bahwa penderita DM lebih banyak pada perempuan (61,97%) daripada laki-laki. Hillier, et al., (2001) dalam Purba, D (2009) juga mendapatkan perempuan sebanyak 141 orang (51%) dari 277 penderita DM tipe II. Gracia-Gracia, et al., (2002) dalam Purba, D (2009) memperoleh 11 orang laki-laki (37.9%) dan 18 orang perempuan (62.1%) dari 29 orang penderita DM tipe II.

Ditinjau dari usia (tabel 5.2), dapat dilihat bahwa mayoritas penderita DM tipe II di RSUP. H. Adam Malik Medan berusia 44 - 53 tahun (43.8%). Hasil penelitian ini berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa prevalensi Diabetes Melitus meningkat seiring dengan terjadinya penuaan seperti pada tahun 2000, prevalensi DM diperkirakan 0.19% pada usia < 20 tahun, 8.6% pada usia > 20 tahun dan pada usia >65 tahun prevalensi DM menjadi 20.1% (Power,2005). Namun, hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan A, Yulianto (2010) yang mana didapatkan, mayoritas penderita DM tipe II berusia > 40 tahun (80%).Menurut peneliti, hal ini mungkin disebabkan oleh stress menahun yang cenderung menyebabkan seseorang mengkonsumsi makanan yang manis dan berlemak untuk mengatasi stres selain itu kurangnya olahraga dan kegiatan fisik juga dapat menyebabkan resistensi insulin yang berlanjut pada Diabetes Melitus.

Menurut Bao et al., (2008) dalam penelitian Pouwer, F (2010) stres biasanya mengacu pada konsekuensi dari kegagalan organisme manusia atau hewan untuk merespon dengan tepat terhadap ancaman emosional atau fisik, baik yang aktual atau imajinasi. Perilaku yang mencerminkan gejala stres misalnya makan terlalu banyak atau tidak cukup, tidur terlalu banyak atau tidak cukup, penarikan diri dari lingkungan sosial atau mengabaikan tanggung jawab, pemakaian alkohol, nikotin,


(55)

atau konsumsi narkoba, dan kebiasaan gugup seperti mondar-mandir atau menggigit kuku.

Stres emosional dapat meningkatkan risiko pengembangan DM tipe II melalui jalur yang berbeda. Jalur pertama adalah melalui mekanisme perilaku. Stres emosional yang ditemukan terkait dengan perilaku hidup tidak sehat, yaitu perilaku makan yang tidak memadai dalam hal kualitas dan kuantitas makanan, olahraga tingkat rendah, merokok dan penyalahgunaan alkohol. Semua faktor ini merupakan faktor risiko untuk pengembangan DM tipe II. Jalur kedua adalah melalui mekanisme fisiologis reaksi stres kronis dan depresi sering ditandai dengan aktivasi jangka panjang dari sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal dan sistem saraf simpatik yang ditemukan terkait dengan perkembangan obesitas abdominal, dan ini mungkin menjelaskan mengapa depresi atau stres kronis meningkatkan risiko DM (Pouwer F, 2010).

Dari tabel 5.3., diperoleh mayoritas pasien rawat inap DM tipe II di RSUP.H. Adam Malik berasal dari Deli Serdang sebanyak 5 orang (31.3%). Deli serdang merupakan kabupaten di provinsi Sumatera Utara yang mana tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapitanya meningkat dari tahun ke tahun (www.deliserdang.go.id). Suyono, S (2006) mengatakan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerativ seperti DM. Modernisasi yang terus berlangsung dan kemajuaan teknologi telah membawa perubahan yang cepat pada gaya hidup, misalnya budaya hidangan yang cepat saji, gaya hidup sedentary sehingga berakibat pada aktifitas fisik yang inadekuat yang pada akhirnya berefek pada perkembangan Diabetes Melitus (T, Chandra, 2007). Naomi, et al., (2007) mengamati bahwa terjadi perkembangan resistensi insulin, disfungsi mikrovaskular, dislipidemia, dan tekanan darah yang meningkat setelah sukarelawan yang sehat diistirahatkan dalam jangka waktu yang singkat. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang inadekuat dan gaya hidup sedentary dapat menginduksi terjadinya resistensi insulin. Menurut Powers (2005),


(56)

Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer (terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada DM tipe II. Resistensi insulin mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan meningkatkan keluaran glukosa hepatik yang menyebabkan hiperglikemia yang akhirnya berlanjut pada DM tipe II.

Ditinjau dari suku bangsa (tabel 5.4.), didapatkan sebanyak 43.8% penderita DM tipe II merupakan Suku Jawa. Penyebab yang masih mungkin adalah sebagian besar penduduk Sumatera Utara merupakan suku Jawa. Hal ini didukung oleh data yang menyebutkan sekitar sepertiga penduduk Sumatera Utara adalah suku Jawa (33.40%), sedangkan suku Batak Tapanuli dan Toba 25.62% dan suku-suku lainnya 5 – 6% (Dinkes, 2006)

5.4.2. Karakteristik Responden DM Tipe II

Dari tabel 5.5. didapatkan mayoritas penderita DM tipe II terjadi pada pasien dengan BMI normal (43.8%). Hasil ini berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko pada DM tipe II. Obesitas adalah faktor risiko yang kuat dalam menyebabkan diabetes melitus tipe II dan lebih dari dua pertiga pasien dengan diabetes melitus tipe II mengalami obesitas (Powers, 2005). Obesitas menyebabkan terjadinya peningkatan massa adiposa yang dihubungkan dengan resistensi insulin yang akan mengakibatkan terganggunya proses penyimpanan lemak dan sintesa lemak (Suyono, 2006). Hasil penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian yang didapatkan oleh Colditz et al., (1990) dalam Yumuk et al., (2005) yang menyatakan bahwa resiko meningkatnya diabetes melitus lima kali lipat pada wanita dengan BMI 25 kg/m2 dibandingkan dengan orang dengan BMI 22 kg/m2. Resiko menjadi lebih tinggi mencapai 28 kali lipat dengan BMI 30 kg/m2 dan 93 kali lipat dengan BMI > 35 kg/m2.

Kesenjangan antara teori dan hasil dalam penelitian ini mungkin dikarenakan pasien rawat inap DM tipe II telah mendapat kontrol dan terapi obat antilipidemia


(57)

sehingga tidak jarang dijumpai penurunan berat badan dan BMI pada pasien hingga mencapai normal selain itu jumlah sampel yang kecil juga ikut mempengaruhi. Hal inilah yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini, yang mana di dalam data rawat inap penyakit dalam tidak tercantum secara jelas apakah pasien telah mendapat kontrol dan terapi antilipidemia dan kurangnya pemeriksaan profil lipid, berat badan dan tinggi badan sebagai faktor-faktor resiko DM tipe II.

Dari tabel 5.6. dapat dilihat bahwa mayoritas pasien rawat inap DM tipe II memiliki kadar kolesterol total dan trigliserida yang tinggi serta kadar kolesterol HDL yang rendah sedangkan kolesterol LDL sebagian besar dalam keadaan optimal. Dalam penelitian Smith, S & Lall, A (2008) juga didapatkan bahwa semua pasien DM memiliki kadar kolesterol total, trigliserida yang lebih tinggi dan HDL lebih rendah dibanding dengan pasien yang non-DM. Pada penelitian Zargar, et al., (1995) yang membandingkan kadar profil lipid pasien DM yang obesitas dengan pasien non-DM yang obesitas juga didapatkan peningkatan kolesterol total , trigliserida dan kolesterol LDL pada pasien DM yang obesitas sementara kolesterol HDL tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara kedua kelompok.

Ditinjau dari BMI (tabel 5.7.), didapatkan bahwa profil lipid (kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL) tinggi lebih banyak pada BMI normal begitu juga kolesterol HDL rendah lebih banyak pada BMI normal. Hal ini berbeda dengan penelitian Arora, et al., yang mana terdapat hubungan yang signifikan antara persen lemak tubuh dan berat badan pada diabetes melitus selain itu prevalensi penyakit yang berhubungan dengan resistensi insulin (diabetes melitus dan penyakit jantung koroner) meningkat bersamaan dengan meningkatnya BMI karena peningkatan jaringan adiposa yang ditandai dengan menurunnya HDL-C dan meningkatnya trigliserida.


(58)

Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa pada DM tipe II yang obesitas kolesterol total tinggi dan kolesterol HDL rendah lebih banyak daripada non-obesitas. Trigliserida Tinggi pada DM tipe II obesitas dan non-obesitas dalam jumlah yang sama. Sementara itu, kolesterol LDL tinggi lebih banyak pada DM tipe II non-obesitas daripada DM tipe II obesitas. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa obesitas yang ditandai dengan peningkatan jaringan adiposa dapat menyebabkan resistensi insulin yang berhubungan dengan beberapa efek metabolisme lemak yaitu peningkatan trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL (Suyono, 2006).


(59)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah:

1. Pada DM tipe II obesitas terjadi peningkatan kolesterol total dan trigliserida serta penurunan kolesterol HDL sedangkan pada DM tipe II non-obesitas terjadi peningkatan trigliserida dan kolesterol LDL.

2. Pasien rawat inap DM tipe II di RSUP. H. Adam Malik, Medan terbanyak merupakan pasien dengan BMI normal (43.8%).

3. Pasien rawat inap DM tipe II di RSUP. H. Adam Malik, Medan mayoritas berusia 44 – 53 tahun (43.8%)

4. Pasien rawat inap DM tipe II di RSUP. H. Adam Malik, Medan mayoritas berjenis kelamin perempuan (62.5%).

5. Pasien rawat inap DM tipe II di RSUP. H. Adam Malik, Medan paling banyak bertempat tinggal di Deli Serdang (31.3%)

6. Pasien rawat inap DM tipe II di RSUP. H. Adam Malik, Medan terbanyak merupakan suku Jawa (43.8%).

6.2 Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan pengambilan data dengan melakukan interaksi langsung dengan pasien untuk mengurangi terjadinya bias dan ketidaklengkapan data. Selain itu diharapkan menggunakan sampel yang lebih banyak agar hasil yang didapat lebih representatif dan cakupan penelitian lebih diperdalam sehingga dapat lebih bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran dan kesehatan.


(60)

2. Diharapkan kepada pihak RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya dokter yang bertugas di bagian penyakit dalam agar mencantumkan secara lengkap identitas pasien seperti: umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status ekonomi, tempat tinggal, suku bangsa di dalam rekam medis, selain itu berat badan dan tinggi badan juga harus dicantumkan untuk mengetahui faktor resiko dari pasien serta pencatatan data harus dilakukan secara jelas, terstruktur dan rapi.

3. Diharapkan kepada pasien untuk memeriksakan profil lipidnya untuk mengetahui faktor resiko Diabetes Melitus dan perkembangan efek dari terapi yang diberikan.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Arora, M., Koley, S., Gupta, S.,& Shandu, J.S., 2007. A Study on Lipid Profile And Body Fat in Patients with Diabetes Melitus. Anthropologist, 9(4): 295-298.

Abubakar, A. et al., 2009. Relation of Body Mass Index with Lipid Profile and Blood Pressure in Healthy Female of Lower Sosioeconomic Group, in Kaduna Northern Nigeria. Asian journal of Medical Sciences I (3): 94 – 96. Adam, J.M.F., 2006. Dislipidemia. Dalam: Sudoyono, W.A., Setiyohadi, B.,

Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1926 - 1932.

American Diabetes Association, 2004. Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Diabetes Care, 27

Clare – Salzler, M.J., Crawford, J.M., & Kumar, V., 2007. Pankreas. Dalam: Kumar, V., Cotran R.S., Robbins, S.L. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC, 718 – 724.

Dinan, T., 2004. Stress and the Genesis of Diabetes Mellitus in Schizophrenia. The Britysh Journal of Psychyatry (2004) 184: 72 – 75.

Flier, J.S & Flier, E. M., 2005. Obesity. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., & Jameson, J. L. Harrison’s Principle of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 422 - 427.


(62)

Granner, D.K., 2003. Hormon Pankreas dan Traktus Gastrointestinal. Dalam: Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., & Rodwell, V.W. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC, 582 – 593.

Gustaviani, R., 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyono, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1857 - 1859.

Hamburg, N.M., et al., 2007. Physical Inactivity Rapidly Induces Insulin Resistance and Microvascular Dysfunction in Healthy Volunteers. Arteriosclerosis, thrombosis, and Vascular Biology (2007) 27: 2650.

Kaufman, F., 2010. Diabetes Diagnosis. Available from:

Landis, J., 2008. Cholesterol Test. Available from:

July 2008]

M, Santoso., S, Lian & Yudi., 2006. Gambaran Pola Penyakit Diabetes Melitus di Bagian Rawat Inap RSUD Koja 2000 – 2004. Cermin Dunia Kedokteran 150. Manaf, A., 2006. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam:

Sudoyono, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1868 - 1869.


(63)

Mayes, P.A., 2003. Biosintesa Asam Lemak. Dalam: Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., & Rodwell, V.W. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC, 222 – 22

_________________ Pengangkutan dan Penyimpanan Lipid. Dalam: Murray, Robert K., Granner, D.K., Mayes, P.A., & Rodwell, V.W. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC, 260 - 267.

National Library of Medicine, 2010. Coronary Risk Profile. Available from:

March 2010]

Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Pouwer, F., 2010. Does Emotional Stress Cause Type 2 Diabetes Mellitus? A Review from the Europeaan Depression in Diabetes (EDID) Research Consortium. Discovery Medicine., 2010; 9(45): 112 – 118.

Powers, A.C., 2005. Diabetes Melitus. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., & Jameson, J.L. Harrison’s Principle of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 2153 - 2158.

Purba, D., 2010. Perbandingan Kadar C-Peptide pada Diabetes Melitus Tipe 2 yang Baru Didiagnosa Dengan Non Diabetes Melitus. Available from: www.repository

Rader, D.J., & Hobs, H.H., 2005. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., & Jameson, J.L. Harrison’s Principle of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 2286 - 2294.


(1)

Profil Lipid Berdasarkan BMI

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status BMI * Nilai kolesterol total

16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

Status BMI * Nilai kolesterol total Crosstabulation

Nilai kolesterol total Total Optimal Tinggi

Status BMI

Underweight Count 2 1 3

% within Nilai kolestero total

28.6% 11.1% 18.8%

Normal Count 2 5 7

% within Nilai kolestero total

28.6% 55.6% 43.8%

Non-obesitas Count 2 1 3

% within Nilai kolestero total

28.6% 11.1% 18.8%

Obesitas Count 1 2 3

% within Nilai kolestero total

14.3% 22.2% 18.8%

Total Count 7 9 16

% within Nilai kolestero total

100.0% 100.0% 100.0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Per

cent Status BMI * Nilai

Trigliserida

16 100.0% 0 .0% 16 100.


(2)

Nilai Trigliserida Total Optimal Tinggi

Status BMI

Underweight Count 1 2 3

% within Nilai Trigliserida 14.3% 22.2% 18.8%

Normal Count 4 3 7

% within Nilai Trigliserida 57.1% 33.3% 43.8%

Non-obesitas Count 1 2 3

% within Nilai Trigliserida 14.3% 22.2% 18.8%

Obesitas Count 1 2 3

% within Nilai Trigliserida 14.3% 22.2% 18.8%

Total Count 7 9 16

% within Nilai Trigliserida 100.0% 100.0% 100.0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status BMI * Nilai HDL 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

Status BMI * Nilai HDL Crosstabulation

Nilai HDL Total

Rendah Optimal Status

BMI

Underweight Count 3 0 3

% within Nilai HDL 23.1% .0% 18.8%

Normal Count 6 1 7

% within Nilai HDL 46.2% 33.3% 43.8%

Non-obesitas Count 1 2 3


(3)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status BMI * Nilai LDL 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

Status BMI * Nilai LDL Crosstabulation

Nilai LDL Total

Optimal Tinggi Status

BMI

Underweight Count 2 1 3

% within Nilai LDL 20.0% 16.7% 18.8%

Normal Count 5 2 7

% within Nilai LDL 50.0% 33.3% 43.8%

Non-obesitas Count 1 2 3

% within Nilai LDL 10.0% 33.3% 18.8%

Obesitas Count 2 1 3

% within Nilai LDL 20.0% 16.7% 18.8%

Total Count 10 6 16

% within Nilai LDL 100.0% 100.0% 100.0%

Profil Lipid pada DM tipe II yang Obesitas dan Non-obesitas

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Perce

nt Status BMI * Nilai

kolesterol total

16 100.0% 0 .0% 16 100.0


(4)

Nilai kolesterol total Total Optimal Tinggi

Status BMI

Underweight Count 2 1 3

% within Status BMI 66.7% 33.3% 100.0%

Normal Count 2 5 7

% within Status BMI 28.6% 71.4% 100.0%

Non-obesitas Count 2 1 3

% within Status BMI 66.7% 33.3% 100.0%

Obesitas Count 1 2 3

% within Status BMI 33.3% 66.7% 100.0%

Total Count 7 9 16

% within Status BMI 43.8% 56.3% 100.0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status BMI * Nilai Trigliserida

16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

Status BMI * Nilai Trigliserida Crosstabulation

Nilai Trigliserida Total Optimal Tinggi

Status BMI

Underweight Count 1 2 3

% within Status BMI 33.3% 66.7% 100.0%

Normal Count 4 3 7

% within Status BMI 57.1% 42.9% 100.0%

Non-obesitas Count 1 2 3


(5)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status BMI * Nilai HDL 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%

Status BMI * Nilai HDL Crosstabulation

Nilai HDL Total

Rendah Optimal Status

BMI

Underweight Count 3 0 3

% within Status BMI 100.0% .0% 100.0%

Normal Count 6 1 7

% within Status BMI 85.7% 14.3% 100.0%

Non-obesitas Count 1 2 3

% within Status BMI 33.3% 66.7% 100.0%

Obesitas Count 3 0 3

% within Status BMI 100.0% .0% 100.0%

Total Count 13 3 16

% within Status BMI 81.3% 18.8% 100.0%

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent


(6)

Nilai LDL Total Optimal Tinggi

Status BMI

Underweight Count 2 1 3

% within Status BMI 66.7% 33.3% 100.0%

Normal Count 5 2 7

% within Status BMI 71.4% 28.6% 100.0%

Non-obesitas Count 1 2 3

% within Status BMI 33.3% 66.7% 100.0%

Obesitas Count 2 1 3

% within Status BMI 66.7% 33.3% 100.0%

Total Count 10 6 16