Suplementasi Vitamin C dalam Pakan untuk Memacu Perkembangan Gonad dan Meningkatkan Mutu Telur Ikan Kerapu Batik (Epinephelus microdon)

SUPLEMENTASI VITAMIN C DALAM PAKAN UNTUK
MEMACU PERKEMBANGAN GONAD DAN
MENINGKATKAN MUTU TELUR
IKAN KERAPU BATIK
(Epinephelus w'crodon)

Oleh :

DAHLAN MAKATUTU

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Supplementation of Vitamin C in the Diets to Stimulate Gonad Maturation
and to Improve Egg Quality in the Broodstock of Epinephelus microdon
By : Makatutu. D, Toelihere. M.R, Affandi. R and Azwar. I.Z.

ABSTRACT
A feeding experiment was conducted to evaluate the different suplementation doses of
L-ascorbil-2-phosphate magnesium (APM) in the diets of Epinephelus microdon to

stimulate gonad maturation and to improve its egg quality. This experiment was
conducted between September 2001 and Januari 2002. Five diets were formulated to
contain graded levels of APM (0, 750, 1500, 2250, 3000 mg). for 10 individuals of
6 females and 4 males per group. They were fed with moist pellet as much as 1,5 - 2 %
of total biomass per day. The body weight for female ranges from 1.4 to 3.30
kdindividual and for males 1.94 to 3.36 kgindividual. Results of this experiment
revealed that suplementation of 3000 mg L-Ascorbil-2-phosphate magnesium in kg-1
diet was the best to stimulate gonad maturation and give higher production of eggs
(18.640.OOO), higher hacthing rate (98.33%) and higher viability of larvae, compared to
other treatmants.

Suplementasi Vitamin C dalam pakan, untuk Memacu Perkembangan
Gonad dan Meningkatkan Mutu Telur Ikan Kerapu Batik
(Epinephelus microdon)
Oleh : Makatutu.D.,Toelihere. M.R., Affandi.R dan Azwar.1.Z.

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh efektivitas pemberian
berbagai dosis L-ascorbil-2-phosphate magnesium (APM) pada pakan dalarn
upaya memacu pematangan gonad dan meningkatkan mutu telur ikan kerapu batik

(Epinephelus microdon). Penelitian ini dimulai pada bulan September2001 dan
berakhir pada bulan Januari 2002. Lima tingkat dosis (APM) yang diberikan
dalam pakan sebagai perlakuan yaitu: 0, 750, 1500, 2250, 3000 mglkg pakan.
Sebanyak 10 ekor induk ikan sebagai ulangan yang tertiri atas 6 ekor betina dan
4 ekor jantan dalam tiap perlakuan. Ukuran individu betina berkisar 1,40 - 3,30
kg/ekor dan ukuran induk jantan 1,94 - 3,36 kg/ekor. Pakan bentuk butiran
lembut diberikan sebanyak 1,50 - 2,00 % per total biomassa per hari. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian 3000 mg
L-ascorbil-2-phosphate magnesium dalam satu kilogram pakan adalah yang
terbaik, karena memproduksi telur tertinggi yaitu 18.640.000 butir, daya tetas
telur tertinggi yaitu 98,33 % dan daya tahan hidup larva dengan mengandalkan
cadangan energi bawaan berupa kuning telur dan butir minyak adalah yang
tertinggi yaitu 4,86 hari, dibandingkan perlakuan lainnya hanya 4,40 hari dan
kontol (tanpa suplementasi APM) hanya mencapai 3,00 hari.

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
"SUPLEMENTASI VITAMIN C DALAM PAKAN UNTUK MEMACU
PERKEMBANGAN GONAD DAN MENINGKATKAN MUTU

TELUR IKAN KERAPU BATIK (Epinephelusmicrodon) "
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 5 Juni 2002

?m
&
'D
ATUTU
~ r p99294/B10l!,0G1
.
REPRODUKSI

'1

SUPLEMENTASI VITAMIN C DALAM PAKAN UNTUK
MEMACU PERKEMBANGAN GONAD DAN
MENINGKATKAN MUTU TELUR

IKAN KERAPU BATIK
(Epinephelusmicrodon)

DAHLAN MAKATUTU

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister sains pada
Program Studi Biologi Reprodubi

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

Judul Tesis

: Suplementasi vitamin C dalam Pakan untuk Memacu

Perkembangan Gonad dan Meningkatkan Mutu Telur Ikan
Kerapu Batik (E&inephelin microdor~)

Nama Mahasiswa

: Dahlan Makatutu

Nomor Induk

: 99294

Program Studi

: Biologi Reproduksi

Menyetujui :

-

1. Komisi Pembimbing

Prof Dr. Mozes. R. Toelihere. MSc
Ketua


Dr. 1'.

fi~~o&h

//

fb9gota

Mengetahui
2. Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi

Prof. Dr.drh Mozes R. Toelihere. MSc

Tanggal Lulus : 5 Juni 2002

MSc

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 30 Januari 1963 sebagai
anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Makkatutu Daeng Matike dan
St Habibah. Pada tahun 1994, penulis menikah dengan Herniana Surya Tanjung
dan telah dikaruniai seorang anak bernarna Nur Rahman Yusup.
Pendidikan Sarjana (S 1) ditempuh pada Fakultas Peternakan, Jurusan
Perikanan, Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 1987.

Kesempatan

untuk melanjutkan ke program magister sains pada program studi Biologi
Reproduksi IPB di peroleh pada tahun 1999. Beasiswa pendidikan pascasarjana
dibiayai oleh PAATP, Badan Litbang-Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Besar Penelitian Perikanan
Budidaya Laut, Gondol Bali sejak tahun 1992. Bidang penelitian yang menjadi
tanggung jawab peneliti adalah phisiologi reproduksi dan pembenihan ikan laut.

PRAKATA
Puji dan Syukur kami panjatkan Kehadirat Allah S.W.T yang telah
memberikan Kekuatan dan kesehatan kepada Penulis, hingga Penelitian dengan
judul SUPLEMENTASI VZTRMIN C DALAM PAXAN UNTUK MEMACU


PERKEMBANGAN GONAD DAN MENINGKATKAN MUTU TELUR IKAN
KERAPU BATIK (Epinephelus microdon) dapat diselesaikan. Penelitian ini
merupakan satu syarat dalam menyelesaikan studi di program Pasca sarjana
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak ProfDr. Mozes R. Toelihere, MSc., sebagai Ketua Komisi Pembimbing
2. Bapak Dr. Ir. Ridwan Mandi. sebagai Anggota Komisi Pembimbing

3. Bapak Dr. Ir. Zafkil Imran Azwar, MS., sebagai Anggota Komisi Pembimbing

yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan.
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat menjadi landasan bagi penelitian
selanjutnya sehingga, lebih membuka kedalaman ilmu di bidang reproduksi ikan
khususnya dalam pakan induk, yang sangat diperlukan bagi meningkatkan mutu
telur, hingga dapat dihasilkan benih yang berkualitas.

Pada penelitian ini masih

memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan masukan (kritik

dan saran) bagi perbaikan tulisan ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat
digunakan oleh masyarakat atau menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
Bogor, 5 Juni 2002
Penulis

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... v1
vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Pendekatan d m Perumusan Masalah ....................................................
Hipotesis...............................................................................................
Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................................
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit ..............................................
Sifat Kimia Vitamin C ..........................................................................
Metabolisme dan Biositesis Vitamin C ...................................................

Kandungan Vitamin C dalam Sel Telur selama Perkembangan Gonad ....
Pengaruh Vitamin C terhadap Perkuembangan Ovarium dan
Kualitas Telur ......................................................................................
Pengaruh Vitamin C terhadap Lipida Ovarium ....................................
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian................................................................
Hewan Percobaan .................................................................................
Pakan Percobaan ..................................................................................
Perlakuan .............................................................................................
Prosedur ...............................................................................................
Pematangan Gonad ...................................................................
Pemanenan Telur dan Inkubasi Telur ........................................
Pemeliharaan Larva ..................................................................
Parameter yang Diukur dan Dievaluasi ................................................
Analisa Kimia ........................................................................................
Analisa Statistik ...................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Gonad dan Produksi Telur Ikan Kerapu Batik ..............
Perubahan Pmjang,Berat dadenis Kelamin Hewan Uji .........................
Komposisi Kimia Telur dan larva (umur satu hari & tiga hari) ...............

Kandungan Vitamin C dan Ratio HidroksiProlin d m Prolin pada Telur,
Pada Larva (umur satu hari dan larva umur tiga hari) ............................
Daya Tahan Hidup Larva dengan Mengandalkan Cadangan Energi
(Kuning Telur dan Butir Minyak) Selama Penelitian .............................
KESIMPULAN .............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
LAMPIRAN .................................................................................................

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi bahan dan komposisi kimia pakan percobaan ............................ 27
2 . Perkembangan gonad dan diameter telur rata-rata selama penelitian .......... 35
3 . Prosentase induk memijah selama penelitian .............................................. 38
4 . Produksi telur induk kerapu batik pada setiap perlakuan selama
penelitian ................................................................................................... 40
5.

Pertarnbahan panjang dan berat rata-rata hewan uji selama penelitian ......... 43

6.

Komposisi kimia telur pada masing-masing perlakuan ............................... 45

7 . Komposisi kimia larva umur 1 hari dan larva umur 3 hari ............................ 46
8. Komposisi asam lemak telur dan larva (umur 1 hari dan 3 hari) .................. 50
9. Kandungan vitamin C ( p g g berat kering) pada telur dan larva (umur 1
hari dan larva umur 3 hari) ........................................................................ 52
10. Rasio hidroksi prolin/prolin pada telur dan larva (umur 1 dan 3 hari) ......... 54
11. Kemampuan hidup larva tanpa diberi makan pada setiap perlakuan .......... 57

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1. Analisis proksimat bahan pembuatan pakan ............................................

70

2 . Komposisi vitamin mix .......................................................................... 70
3 . Komposisi mineral mix dalam pakan percobaan .....................................
4 . Pembuatan preparat histologis ..............................................................

5 . Analisa kadar protein (metoda semi mikro Kjeldahl ; Takeuchi 1988) ....
6 . Analisa kadar lemak (metode ether ekstraksi Soxhlet; Takeuchi 1988)

...

7. Analisa Kadar abu (metode, Takeuchi 1988) ..........................................

8. Analisa serat kasar (metode. Takeuchi 1988) ..........................................
9 . Pengukuran kadar air (metode. Takeuchi 1988) .....................................
10. Analisa asam lemak (Apriyantono et al. 1989) ........................................
11. Prosedur analisis vitamin C dengan alat HPLC (metode Scuep et al.,
1994) ......................................................................................................
12. Prosedur analisa hidroksiprolin dan prolin (metade HPP
Spektrophotometer) ................................................................................
13. Perubahan panjang. berat dan jenis kelarnin hewan uji selama
penelitian .............................................................................................

79

14 . Tingkat perkembangan gonad (TKG) melalui pengamatan diameter
telur selama penelitian .......................................................................... 80
15. Pemijahan ikan kerapu batik (Epinephelus mikrodon) ............................

80

16. Hasil analisa asam lemak dari sample telur floating. singking d m larva
D 1 dan D3 serta pakan ..........................................................................

81

17. Analisis proksimat telur floating ............................................................

81

18. Analisis proksimat telur sinking .............................................................. 82
19. Analisis proksimat larva umur satu hari .................................................

82

20 . Analisis proksimat larva umur tiga hari ................................................. 82
2 1. Kandungan HP dan P (mglg berat kering). serta rasio H P P pada telur ...

82

22 . Kandungan HP d m P (mglg berat kering). serta rasio H P P pada larva
................................................................................ 83
umur satu hari
23 . Kandungan HP dan P (mglg berat kering). serta rasio HPP pada larva
umur tiga hari ....................................................................................

83

24 . Kandungan vitamin C pada telur. pada larva umur satu dan tiga hari ....

83

25 . Perkembangan diameter telur. panjang rata-rata dan berat ......................

84

viii

26. Kadar protein. daya tetas telur. lama hidup larva dan jumlah telur ............

85

27. Kadar protein dan lemak pada telur dan larva umur 1 dan 3 hari ..............

86

28 . Kandungan asam lmak pada telur dan larva .......................................... 87
29 . Periode pemijahan. Rasio hidroksiprolin dan kandungan vitamin C pada
telur dan larva .........................................................................................88
3 0 . Gambaran aktivitas kegiatan penelitian ......................................... 89

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Di Indonesia, potensi perairan laut yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan usaha budidaya, diperkirakan mencapai 10 juta Ha yang terdiri
atas potensi untuk budidaya ikan bersirip (Finfish),kerang-kerangan dan mutiara
5 juta Ha, teripang 700.000 Ha dan rumput laut 1.85 juta Ha (Ramelan., 1999).
Potensi budidaya laut tersebut tersebar diseluruh propensi di Indonesia. Kegiatan
usaha budidaya laut yang telah berkembang dan sudah dikuasai teknologinya oleh
masyarakat atau pengusaha adalah budidaya ikan kakap putih, mutiara,
kekerangan, teripang, kuda laut dan rumput laut. Sedangkan yang masih dalam
tahap perkembangan adalah budidaya ikan kerapu, ikan kakap merah, ikan
napoleon, ikan hias, kepiting dan lobster (Ramelan., 1999). Berdasarkan data
yang terkumpul, produksi budidaya laut yang terdiri atas ikan bersirip dan rumput
laut dari propinsi Sumatra Utara, Lampung, DKI jakarta, Jawa timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Maluku dan Irian Jaya terus meningkat, yaitu dari 7.899 ton
pada tahun 1996 naik menjadi 10.276 ton pada tahun 1998 (Ramelan., 1999).
Di Indonesia pengembangan budidaya perikanan mengalami hambatan,
salah satu penyebabnya adalah belum terpenuhinya kebutuhan akan benih.
Beberapa penyebab rendahnya produksi benih

anatara lain,

teknologi

pengembangbiakan yang masih sederhana dan belum diaplikasikannya pakan
induk yang berkualitas.
Berbagai hasil percobaan telah memperlihatkan bahwa kualitas dan
kuantitas pakan (terutama protein dan lemak) yang diberikan kepada calon

induklinduk, merupakan faktor penting yang mempunyai hubungan erat dengan
kecepatan pematangan gonad, jumlah dan kualitas telur yang dihasilkan
(Watanabe, 1988).

Menurut 1 icoginta et a1 ( 1996, 2000a,b) dari berhaqai
ilCLL6,
~ualitas

faktor yang dapat mempengat ,i perkemhangan gonad 1 i i
pakan mempup-.a< 8-51 yap

sa

gt bsiar cialam

;i ikan. Kualitas telur

,

merupakan refleksi keabaan kimia nutrisi kuning telur yang sangat dipengaruhi
oleh kesehatan induk dan kandungan gizi pakan yang diberikan (Reay dalam
Hardjamulia ,1988). Pada saat telur menetas, sumber energi untuk perkembangan
larva ikan sangat tergantung pada material telur bawaan yang telah disiapkan oleh
induk.

Material telur yang mengalami defisiensi gizi

akan mengganggu

perkembangan larva dan akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Informasi kandungan nutrien telur dan kebutuhan nutrien induk yang
berkaitan dengan proses akumulasi material telur (perkembangan gonad) masih
belum banyak, padahal

informasi kebutuhan gizi spesifik bagi induk sangat

berguna dalam meningkatkan aktivitas reproduksi.

Menurut

Laven dan

Sorgeloos (1 99 1) ada dua senyawa yang dinilai penting untuk perkembangan
larva yaitu asam lemak tak jenuh (highly unsaturated fatty acid =HUFA) dan
ascorbic acid (vitamin C).
Vitamin C diduga berperan dalam perkembangan gonad. Ini didasarkan
pada adanya fluktuasi kandungan vitamin C ovarium selama siklus reproduksi
beberapa spesies ikan Clupm palassi, Oncorhynchus mykiss (Lovell, 1984). Ikan
tidak mampu mensintesis vitamin C (Faster dalam Sandnes, 1991) sehingga untuk
mempertahankan metabolisme sel, maka vitamin C hams diperoleh dari luar
tubuh.

Ikan kerapu batik (Epinephelus microdon ) adalah spesies ikan laut yang
potensial dikembangkan, karena pada ukuran konsumsi harganya cukup tinggi di
pasaran Asia, terutama Hongkong dan Singapura.

Ikan

ini pada ukuran

konsumsi laku pada ukuran 300 gram keatas. Ikan ini termasuk jenis kerapu yang
bertumbuh

cepat,

gerakannya lincah,

dapat menerima pakan pellet, mudah

diadaptasikan, mampu memproduksi telur ratusan ribu 1 ekor per sekali memijah.
Penanganan ikan kerapu batik ini mudah karena dengan wadah 30 m3 dapat
dipelihara 20 ekor induk berukuran 1 - 3 Kglekor.
Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi, sehingga dapat
dengan cepat kehilangan kandungan vitamin C ini selama pembuatan pakan dan
penyimpanan. Saat ini telah dikembangkan beberapa bentuk turunan vitamin C
yang memiliki sifat yang baik dalam pakan ikan. ascorbil phosphate magnesium
adalah bentuk turunan vitamin C dengan salah satu sisi carbon C-nya membentuk
ikatan ester phosphate. Dari hasil percobaan (Azwar, 1997) diketahui bahwa
ascorbil phosphate magnesium memiliki ketersediaan biologi yang tinggi terhadap
ikan nila dan tahan terhadap oksidasi, sehingga bioaktivitasnya sebagai sumber
vitamin C dalam pakan tetap tinggi setelah melalui proses pembuatan pakan.
Pendekatan dan Perurnusan Masalah
Kendala utama dalam pengembangan budidaya ikan kerapu batik
(Epinephelus microdon) adalah rendahnya kelangsungan hidup (survival rate)
larva pada awal -awal penetasan, ini diduga kuat disebabkan oleh nutrien dari
bawaan telur yang tidak mencukupi sehingga mengakibatkan banyak larva yang

=

>

1 ~ i s t e m~ a r apusat
f
1

Lingkungan

\

Temperatur
Penyinaran
Slklus bulan
Musim
Salinitas
Kualitas Air
Aspek Sosial

Pakan (Nutrien)

I

/

i
I

Protein
Lemak
Karbohidrat
Mineral
Vitamin

Vitelogenesis

Vitamin C

Pematangan
Tahap Akhir

\

Ovuiasi

/

I

Pemijahan

I

I

Penetasan dan Pemeliharaan Larva

Gambar 1. Pendekatan Masalah Penggunaan Vitamin C
dalam Memacu Pematangan Gonad dan Kualitas Telur

Ikan tidak mampu
mensintesis
Vitamin C, karena tidak
adanya
Enzim L-gulunolakton

I

tidak dapat melanjutkan hidupnya.

Vitamin C mempunyai peranan penting,

bersama dengan beberapa enzim hidroksilase pada awal proses metabolisme
steroid, metabolisme lemak dan sintesis kolagen (Combs, 1992, Linder. 1992,
Piliang 1996, Murray et al, 1997)
Defisiensi vitamin C pada ikan dapat disebabkan kurang tersedianya
senyawa ini dalam ransum yang diberikan karena mudah larut dalam air dan
hilang selama proses pembuatan pakan , disamping itu ikan tidak mampu
mensintesis vitamin C, walaupun sel-selnya membutuhkan vitamin C (Sandnes,
1991). Ketidakrnampuan ikan mensintesis vitamin C

disebabkan oleh tidak

adanya enzim L-gulunolakton oksidase yang berperanan dalam konversi Lgulunolakton ke bentuk 2-keto-L gulunolakton, sebagai tahap akhir dalam sintesis
vitamin C (Chaterje ahlam Soliman et al., 1986). Kebutuhan vitamin C guna
mencegah defisiensi pada pertumbuhan ikan telah banyak diketahui. Namun
informasi kebutuhan saat siklus reproduksi, pengaruhnya terhadap perkembangan
gonad dan larva pada ikan kerapu batik masih sangat kurang. Padahal informasi
ini sangat penting dalam menyusun suatu ransum yang tepat bagi pemenuhan gizi
induk -induk ikan pada masa reproduksi, sehingga telur yang dihasilkan dan
kualitas larva yang hidup dapat lebih tinggi. Sehubungan dengan permasalahan
diatas, maka dilakukan pendekatan untuk mengkaji hal-hal sebagai berikut :
Pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG): berdasarkan ukuran diameter
telur, letak inti telur.
Produksi telur, jumlah telur yang mengapung, jumlah telur yang tenggelam.
Derajat penetasan telur dan Survival Activity Index(SAI) yakni kemampuan
hidup larva dari energi bawaan berupa kuning telur dan butir minyak

Analisis Proksimate pada telur, larva umur satu hari dan larva umur tiga hari.
Analisis kandungan lemak tidak jenuh pada telur dan larva ikan.
Analisis kandungan vitamin C pada telur dan larva ikan
Analisis rasio hidroksiprolin dengan prolin pada telur (yang mengapung dan
telur yang tenggelam).
Hipotesis

Berdasarkan masalah diatas diajukan hipotesis sebagai berikut

:

Peningkatan dosis L-askorbil-2-phosphate magnesium(APh4) dalam pakan akan
mempercepat

perkembangan gonad (ovarium), meningkatkan derajat penetasan

telur dan mempertinggi daya tahan hidup larva.
Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mendapatkan inforrnasi
rnengenai pengaruh suplementasi

L-askorbil-2-phosphate magnesium (APM)

dalam ransum sebagai sumber vitamin C terhadap :
1. Perkembangan ovarium ikan kerapu batik (Epinephelus microdon)

2. Mutu telur yang dihasilkan.
Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
mengenai kebutuhan vitamin C pada induk ikan kerapu batik (Epinephelus
microdon) untuk meningkatkan kualitas telur.

TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Ovarium dan Stadia Oosit

Perkembangan ovarium dapat dinyatakan dalam satuan indeks dari
prosentase bobot gonad per bobot tubuh dan dinyatakan sebagai satuan indeks
gonad somatik (IGS),

Walaupun demikian nilai IGS

saja tidak cukup

memberikan informasi karakteristik aktivitas reproduksi.

Pengamatan secara

histologi terhadap oosit dan distribusi okuran oosit dapat memberikan informasi
lebih jelas terhadap tingkat aktivitas reproduksi (Campbell, et al. 1992 ).
Perkembangan sel telur (oosit) diawali dengan Germ sel yang terdapat
dalam lamela membentuk oogonia.

Oogonia yang tersebar dalam ovarium

menjalankan suksesi pembelahan mitosis dan ditahan pada tahap diploten dari
profase miosis pertama.

Pada stadium ini oogonia dinyatakan sebagai oosit

primer. Oosit primer kemudian menjalankan masa tumbuh yang terdiri dari dua
fase, pertama adalah fase Previtelogenesis dimana ukuran oosit membesar akibat
meningkatnya volume sitoplasma (endogenous vitelogenesis),

namun belum

terjadi akumulasi kuning telur. Fase kedua adalah vitelogenesis dimana terjadi
akumulasi material kuning telur yang disintesis oleh hati, kemudian dibebaskan ke
dalam darah dan dibawa ke dalam oosit secara mikropinositosis (Harder, 1975;
Jalabert dan Zohar, 1982 ; Zohar 1991 dalam Azwar., 1997). Meningkatnya indeks
gonad somatik
stadia oosit.

atau perkembangan ovarium disebabkan oleh perkembangan
Stadium oosit dapat dicirikan berdasarkan volume sitoplasma,

penampilan nukleus dan nukleolus, serta butiran kuning telur (Nagahama, 1983).
Berdasarkan kriteria ini, oosit dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelas.
Yamamoto dalam Nagahama (1983) membaginya dalam delapan kelas yaitu

stadia kromatin-nukleolus, prenukleolus (awal dan akhir nukleolus), stadium oil
drop , stadium yolk primer, secunder, tertier dan stadium matang.
Grant West.,(1990) membagi perkembangan oosit atas lima kelas yaitu :
1. Stadium chromatin nucleolar : oocyte dikelilingi oleh beberapa sel folicel
berbentuk kubus dengan inti yang besar dan dikelilingi oleh

selaput

sitoplasma, dengan inti yang tunggal dan didalamnya ada anak inti yang besar.
2. Stadium perinucleolar

besar dan

: oosit berkembang ukurannya, sitoplasma bertambah

ada vacuoles(ruang) dalam sitoplasma , inti dengan germinal

vesicle mulai membesar yang pada bagian tepinya dikelilingi oleh butir-butir
kecil. Chromatin nucleolat stage dan perinucleolar stage disebut juga primary
growth phase atau 3rst growth phase(Wal1ace and Selman, 1981; Folberg,
1982 dalam Grant West, 1990)
3 . Stadium Yolk vesicle(cortica1 alveol~formation: dicirikan oleh adanya yolk

vesicle (bakal kuning telur) dalam sitoplasma.

Yolk vesicle ukurannya

bertambah,yang diikuti bertambahnya jumlah cortical alveoli pada bagian
tepinya. Juga dicirikan oleh adanya zona radiata, membran vitelin dan zona
pellucida pada lapisan chorion.
4. Stadium Vitellogenic(yo1k) :dicirikan dengan terjadinya penumpukan massa

protein kuning telur. Penumpukan massa protein kuning telur ini berakhir
setelah telur-telur matang yang dicirikan denga warna telur transparan
5. Stadium Rzpe (mature) : merupakan tahap akhir perkembangan stadia telur, dan

telur-telur telah siap untuk dikeluarkan dari lumen ovari.

Ini dicirikan

berpindahnya inti ketepi membram telur. Polar body pertama terjadi sebelum
telur diovulasikan dilumen.

Pengklasifikasian oosit dapat juga berdasarkan proses tumbuh yaitu
tumbuh lambat (Previtelogenesis) dan tumbuh cepat (vitelogenesis) . Pada oosit
previtelogenesis terlihat pembentukan dua sel yang mengelilingi oosit membentuk
folikel .

Sel lapisan dalam berbentuk kubik disebut granulosa

dan sel luar

memanjang datar disebut teka (Zohar, 1991). Sel granulosa dan sel teka berperan
dalarn proses sintesis hormon steroid reproduksi.

Setelah pembentukan sel-sel

tersebut baru dimulai akumulasi material telur. Stimulasi awal akumulasi material
kuning telur pada oosit bergantung pula kepada sel-sel yang berperan dalam
menseleksi material telur (Tyler et al., 1991 dalam Azwar, 1997)). Selanjutnya
pada percobaan Tyler et al., (1991) mengenai hubungan ukuran oosit dengan
awal akumulasi material mencatat bahwa oosit ikan trout (Oncorhynchus mykiss)
akan mulai mengakumulasikan material kuning telur pada ukuran 0,6 mm.
Diduga pada fase ini oosit telah memiliki reseptor yang berperan dalam akumulasi
material kuning telur. Pada tahap awal diduga reseptor belum ada (belum aktif).
(Meusy dan Payeun, 1988 dalam Azwar ,1997) mengamati perkembangan
ovarium udang, menjumpai pula sejumlah jaringan tubular dalam sel-sel yang
mengselaputi folikel yang diduga berperan dalam menyalurkan material ke oosit.
Sifat JSimia Vitamin C

Sifat reaksi bolak balik oksidasi-reduksi dari asam dehidro-L-asam
askorbik adalah sifat utama asam L-asam askorbik dan merupakan dasar aktifitas
fisiologi dan kestabilan asam askorbik. Asam dehidro-L- asam askorbik terjadi
dari proses iradiasi dengan sinar ultra violet dan proses oksidasi dengan halogen,
ferri khlorida, hidrogen peroksida, 2,6-dichlorophenol-indophenol, kalium
permanganat netral, selenium oksida dan beberapa komponen lainnya. Kemudian

terjadi proses reduksi menjadi asam-L-asam askorbik dengan bantuan hidrogen
iodida dan hidrogen sulfida tanpa mempengaruhi cincin laktone. Bentuk L-asam
askorbik stabil dalam betuk kering, dengan warna lama kelamaan menjadi gelap
jika terkena sinar (Mikova dan Davidele ,1974 dalam Piliang., 2000).
Vitamin C (asam askorbik) secara struktur merupakan vitamin paling
sederhana, dibutuhkan dalam mempertahankan proses fisiologis hewan, termasuk
ikan (Al-Amoudi et al., 1992). Asam askorbik( vitamin C) memainkan peranan
penting bagi pemeliharaan integritas jaringan pengikat, pembuluh darah, jaringjaringan tulang, jaringan yang rusak,dan sebagai ko-faktor dalam berbagai reaksi
hidroksilasi meliputi hidroksilasi triptopan, tirosin, lisin, fenilalanin dan prolin
(Tacon., 1991). Vitamin C murni tidak stabil dan mudah teroksidasi terutama
apabila ada panas, cahaya, alkali dan adanya enzim-enzim oksidasi. Salah satu
fbngsi utama vitamin C adalah berperan dalam pembentukan kolagen. Kolagen
adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama jaringan ikat,
tulang rawan, matriks tulang, dentin, lapisan pembuluh darah, juga berhngsi
sebagai ko-enzim atau ko-faktor pada proses hidroksilasi, baik secara aktif
maupun sebagai reduktor(Hornig et al,. 1985). Vitamin C sangat esensial dalam
proses hidroksilasi proline dan lysine, yakni dua
merupakan komponen utama dari kolagen.

jenis asam amino yang

Kolagen di-sintesis dalam sel

berbentuk larut yang disebut tropokolagen, kemudian dikeluarkan dari sel.
Setelah keluar dari sel maka strukturnya akan berubah, terbentuk fibril yang tidak
larut membentuk kolagen.

Kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida yang

disebut triple helix atau super coil karena ketiga rantai ini saling melingkar.
"seguence" asam amino yang menyusun struktur ini mengandung glisine harnpir

pada setiap posisi ketiga.

Asam amino lain yang banyak adalah proline dan

lysine. Setelah proline dan lysine bersatu ke dalam rantai tropokolagen maka
akan di-hidroksilasi. Hidroksilasi proline dan lysine ini banyak ditemukan dalam
kolagen matang(mature), dan seringkali banyaknya kandungan hidroksiproline
digunakan untuk mengukur banyaknya kolagen (Reed., 1980). Suatu sement
interseluler yang disebut chonroitin sulfat merupakan mukopolisakarida atau
kombinasi karbohidrat protein yang viskous seperti gel. Chondroitin sulfate ini
berhubungan erat dengan kolagen yang merupakan bagian utama komponen
matriks amorf dimana serat kolagen tertanam. Bagian yang merupakan larutan
viskous ini disebut substansi dasar, tidak hanya berfbngsi sebagai sement struktur
tetapi juga sebagai pelicin bagi sendi, penghalang masuknya bakteri, juga
menimpan air dan nutrisi (Reed., 1980).

Dalam tubuh mahluk bertulang

belakang , dikenal dua kelompok besar kolagen yaitu: kelompok pertama yang
terbesar merupakan kolagen interstisial yang membentuk sebagian besar jaringan
penyambung tubuh;

seperti kulit, tulang, tulang rawan, tendon dan ligamen.

Kelompok kedua, ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit.
terutama terlihat di daerah periselular.

Kolagen ini

Kelompok kolagen pertama dapat

dibedakan dalam tiga tipe kolagen yaitu tipe I, tipe 11, tipe 111. Kolagen tipe I
mendominasi

+

90 % dari kolagen tubuh yang terdapat dalam tulang, kulit,

tendon dan jaringan lain. Kolagen tipe I1 ditemukan terbatas disekitar tulang
rawan artikular(sendi tulang rawan) dan sekitar mata. Kolagen tipe I11 ditemukan
banyak disekitar

struktur viseral dan vasicular. Kelompok kolagen kedua

dibedakan dua golongan yaitu tipe I V dan tipe V. Kolagen kelompok ini tidak
tersusun dalam bentuk fibriler tetapi merupakan suatu jaring halus (fine filament)

tanpa suatu substruktur yang nyata. Tipe IV banyak ditemukan pada membrama
basalis misalnya sekitar glomerulus ginjal. Sedangkan tipe V banyak ditemukan
pada rnembrana fetalis, kornea mata dan katup jantung (Schwartz., 1984). Seperti
telah diketahui bahwa vitamin C dibutuhkan untuk hidroksilasi residu proline
dalam prokolagen dan hidroksiproline ini akan menstimulasi sekresi kolagen.
Prokolagen disintesis dalam polisome yang terikat pada " rough endoplasmic
reticulum" (RER) dan setelah ada pemecahan signal peptida, prokolagen yang
terbentuk akan dibawa oleh aparatus Golgi kemudian diekskresi. Propeptida di
ujung terminal N dan C dari rantai kolagen akan dipecah secara enzimatik dan
molekul tripe1 heliks kolagen akan bersatu "incorporated' dengan matriks ekstra
selular(Peterkofsky., 1991).

Penelitian dengan menggunakan sel PAT

yang

ditaruh dalam .fecal calf serum mendapatkan bahwa kadar serum yang tinggi
(lebih tinggi dari 0,2 %) ternyata akan mengurangi kemampuan vitamin C untuk
menginduksi produksi prokolagen. Tetapi kadar serum yang rendah, dibawah 0,2
% maka vitamin C akan merangsang sel PAT meningkatkan produksi kolagen

dari 12 % menjadi 50 % terhadap sintesis protein keseluruhan (Schawrz. et al,
1987).

Chojkier. et a1.,(1989) dalam penelitiannya dengan menggunakan

fibroblast manusia yang dikultur, mendapatkan bahwa vitamin C menginduksi
lipid peroxidatie dan aldehide yang reaktif, ini penting untuk menstimulasi
sintesis kolagen tipe I dan transkripsi gene kolagen a (I).
Vitamin C berperan dalam proses penyembuhan luka dan kemampuan
tubuh untuk menghadapi stress dari perubahan lingkungan dan infeksi (Hornig et
al,. 1985). Vitamin C juga penting dalam proses sintesis kamitine, yakni zat
pembawa asam-asam lemak rantai panjang ke-mitokhondria untuk proses

P-

oksidasi.

Karnitine juga penting untuk proses maturasi dan perawatan dari

spermatozoa.

Karnitine biasanya disintesa dari lysine dan methionine, dalam

proses sinthesa ini vitamin C dan ion ferro ikut berperan. Pada defisiensi vitamin
C pembentukan energi dalam tubuh dapat ikut terganggu akibat gangguan sintesa

karnitine

yang menimbulkan perasaan lemah dan lesu (Bieber et al,. 1982,

Hornig et al,. 1985). Salah satu tahap dalam konversi kolesterol menjadi asamasam empedu dalam proses endroksilasi pada mikrosom sel-sel hati. Penelitian
pada binatang percobaan menunjukkan bahwa defisiensi vitamin C menahun
dapat menurunkan aktivitas enzim hidroksilasi pada sel-sel hati, akibatnya terjadi
akumulasi kolesterol di jaringan-jaringan dan plasma, sehingga menyebabkan
hiperkolesterolemia dan penyakit jantung koroner (Hornig. D.H and Weiser. H.,
1982). Vitamin C juga berperan dalam berbagai proses biokimia tubuh lainnya
seperti; sintesa nor-adrenaline, degradasi dari tyrosine, penyerapan zat-zat besi,
proses imunisasi tubuh dan proses penting lainnya (Anderson and P.T Jones,.
1982, ; Hornig et al,. 1985). Pemberian vitamin C dosis tinggi 1 gram - 12
gramlhari pada manusia

dianggap oleh sementara peneliti dapat menunjang

kesehatan tubuh yang sempurna dan bahkan dinggap dapat memperpanjang hidup
para penderita kanker terminal (Pauling., 1983)
Kehilangan vitamin C dapat terjadi saat proses pembuatan dan
penyimpanan pakan. Slinger et al. (1979) dan Soliman et al. (1987) melaporkan
kehilangan L-asam askorbik sebesar 50% selama pembuatan dan penyimpanan
pakan. Beberapa upaya telah dilakukan bagi meningkatkan stabilitas vitamin C
ini seperti melalui pelapisan phosphate atau magnesium (Skelbaek et al. 1990)
menggunakan senyawa turunan L- asam askorbik seperti L-askorbik-2-

monophosphate,

L-askorbik-2-poliphosphate, L-askorbik-6-palmiat, dan L-

askorbil-2-sulfat (Soliman et al. 1987, Shigueno dan Itoh 1988, Love11 dan ElNaggar 1991, Maugle et al. 1991, Buddington et al. 1993) keempat senyawa
tersebut terbukti efektif sebagai sumber vitamin C baik pada ikan maupun udang..
L- askorbik-2-poliphosphate mempunyai aktifitas biologi lebih baik dari L-asam
askorbik untuk ikan tilapia (Abdelghany. 1996), demikian pula untuk ikan
rainbow trout (Grant ef al. 1989). L-askorbik-2-sulfat mempunyai efektivitas
lebih baik dari L-asam askorbik untuk ikan tilapia, tetapi bioaktifitasnya lebih
rendah dibanding L-askorbil-2-monophosphate dan poliphosphate (Sandnes et al.
1990, Abdelghany. 1996). Selanjutnya L-askorbil-2-phosphate magnesium juga
dilaporkan memiliki aktivitas biologi lebih tinggi untuk udang Penaeus japanicus
dan lebih stabil dibanding L-asam askorbic dalam pakan udang (Shigueno dan
Itoh. 1988) maupun untuk ikan nila

(Azwar, 1997).

Sato et al. (1991)

melaporkan bahwa sekitar 50% dari L-asam askorbik yang ditambahkan dalam
pakan dioksidasi menjadi bentuk asam dehidro askorbik selama persiapan
pembuatan pakan, sedang L- askorbil-2-phosphate magnesium hanya 1 %.
Kanazawa et a1 .(1992) mencatat bahwa kandungan vitamin C dihati benih ikan
ekor kuning yang diberi pakan dengan suplementasi L-askorbil-2-phosphate
magnesium lebih tinggi dibanding hati ikan yang menerima pakan dengan
suplementasi asam askorbat pada dosis setara.

Percobaan yang dilakukan oleh

Dabrowski et al. (1994) ketersediaan biologi ester askorbil secara in vitro
memperlihatkan bahwa hidrolisis askorbil phosphate memiliki efisiensi lebih
tinggi untuk beberapa spesies ikan, baik pada asam maupun basa dan aktifitasnya
lebih tinggi di usus dibanding jaringan lain. Tingginya ketersediaan biologis L-

askorbil-2-phosphate magnesium dibanding asam askorbat disebabkan oleh
kemampuan ikatan phosphate melindungi oksidasi senyawa ini dalam sistem
pencernaan (Wilson et al. 1989).

Efisiensi dari aktivitas enzim yang

menghidrolisis vitamin C lebih tinggi untuk bentuk L-askorbil-2 monophosphate
dan triphosphate (Dabrowski dan Hinterleither., 1992).
Pada percobaan ini akan digunakan L-askorbil-2-phosphate magnesium
sebagai sumber vitamin C, karena telah banyak pengujian pada udang, ikan nila
(Shigueno dan Itoh., 1988, Azwar , 1997) membuktikan bahwa senyawa ini cukup
stabil baik selama proses pembuatan, penyimpanan.
(1987) yang menyarankan induk ikan karnivora
vitamin C sejumlah 400- 900 mglkg pakan.

(1997)

membutuhkan suplementasi

induk ikan (Oreochromis

Selanjutnya hasil penelitian Azwar

mendapatkan bahwa penggunaan 1500

meningkatkan daya tetas telur

penelitian Facon

Kemudian Soliman ef al. (1986)

merekomendasikan suplementasi vitamin C
mossambicus) sebesar 1250 mglkg pakan.

Hasil

-

3000 mglkg pakan

88,33% - 90,33%, dibanding yang tidak

menggunakan vitamin C hanya 73,66%. Demikian pula dengan diameter telur,
meningkat dengan penambahan vitamin C dari 1.973 mm menjadi 2.183 mm.
Metabolisme dan Biosintesis Vitamin C
Umumnya hewan dapat mensintesis vitamin C dari D-glukosa melalui
asam glukoronik, namun kebanyakan ikan tidak dapat mensintesisnya (Masumoto
ef al. 1991). Ketidak mampuan ini disebabkan karena tidak adanya enzim Lgulonolanton oksidase yang befingsi mengkonversi L-gulono-y- menjadi L-2ketogulono-y-lakton, yang merupakan tahap akhir biosintesis vitamin C
(Dabrowski. 1991, Combs 1992, Linder. 1992, Murray et al. 1997, Piliang

.

2000). Gejala defisiensi vitamin C pada ikan pertama diketahui oleh Kitamura
tahun 1965 dari hasil pengamatannya terhadap gangguan perkembangan tulang
belakang (Scoliosis dan lordosis) ikan trout yang dipelihara di kolam dan diberi
pakan tambahan. Defisiensi vitamin C pada ikan dapat disebabkan oleh kurang
tersedianya senyawa ini dalam ransum yang diberikan, sedangkan ikan tidak
mampu mensintesis vitamin C, walaupun sel-selnya membutuhkan vitamin C
(Faster &lam Sandnes, 1991).
Kebutuhan

vitamin C bagi ikan sangat berkaitan dengan status

kandungannya dalam jaringan dan aktivitas fisiologis. Kock &lam Azwar (1997)
mencatat bahwa absorbsi vitamin C pada ikan rainbow trout dilakukan pada
bagian lambung (20,7%), Pyloric caeca (23,4%), usus tengah (21,9%), dan usus
posterior (20,1%). Vitamin C terserap sangat cepat di alat pencernaan masuk
kedalam saluran darah dan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh melalui
mekanisme

transpor aktif dengan media pembawa (carrier mediated) yang

tergantung pada ion Na

+,

namun pengambilan secara difusi pasif tetap terjadi

untuk menjamin ketersediaan dalam jurnlah yang cukup pada tubuh (Tucker dan
Halver, . 1984, Combs. 1992). Dabrowski et al. (1994) mengemukakan bahwa
keluar masuknya vitamin C dalam tubuh sangat bergantung pada konsentrasi ion
~ a ' mukosa. Selanjutnya akan diakumulasi dalam banyak organ - organ vital
yang melakukan aktivitas metabolisme secara aktif seperti pada korteks adrenal,
jaringan otak, dan jaringan lainnya. Konsentrasi vitamin C pada korteks adrenal
sangat tinggi (72 - 168mg1100g pada sapi), juga pada jaringan otak (5-28 mg1100
g), juga didapatkan konsentrasi yang tinggi pada daerah yang kaya akan
katekolamin (Combs, 1992).

Sandnes (1991) mengemukakan bahwa vitamin C

dapat diakumulasikan dalam jaringan dan digunakan saat dibutuhkan. Pemberian
vitamin C berlebihan akan meningkatkan sekresi vitamin C dalam urine, tetapi
dapat juga meningkatkan kadar vitamin C dalam jaringan, ditimbun dalam bagian
sel yang dapat dilalui air, dan tidak dapat menyusup ke selaput lemak (Goodman,
1994).

Masuknya vitamin C ke dalam sel melalui sistem transportasi aktif

senyawa yang larut air (Tucker dan Halver, 1984).

Percobaan Halver (1972)

pada ikan rainbow trout ukuran 300-500 g yang menerima pakan dengan
suplementasi asam askorbat (vitamin
asam askorbat

(I4

l4

C ) 50 mg/kg ransum, mencatat adanya

C) pada air seni dan tinja masing-masing sebesar 3 % dan 0,5 %

selama masa koleksi 72 jam. Percobaan lain menggunakan ikan trout ukuran
250 g yang dipelihara selama 3 bulan dan suplementasi asam askorbat ransum
ditingkatkan menjadi 100 mglkg, ternyata bahwa kadar asam askorbat

l4

C pada

air seni dan tinja meningkat menjadi 10% dari dosis yang diberikan, dengan
demikian absorbsi vitamin C akan dibatasi jika diberikan berlebihan (Tucker dan
Harver., 1984).
Menurut Dabrowski (199 1) berkurangnya L-asam askorbit jaringan sangat
bergantung pada katabolisme. Kecepatan katabolisme L-asam askorbit ikan trout
yang adalah 4,68% dan untuk ikan mas sebesar 1,46% dari pool askorbik, dan
kandungan L-asam askorbit tubuh berkurang secara bertahap jika ikan menerima
pakan defisiensi vitamin C (Dabrowski et al. 1994). Laju katabolisme vitamin C
lebih rendah pada ikan yang puasa dibanding ikan yang aktif tumbuh dan makan
(Dabrowski. 1992). Pada ikan trout telah memperlihatkan adanya bentuk dehidro
askorbit pada plasma darah, hati, ginjal dan usus halus. Rasio bentuk reduksi
asam askorbit terhadap asam askorbat setiap jaringan tersebut tertinggi pada usus

halus yaitu 35.9%, kemudian hati 28.2%, ginjal

24.1%, plasma 13.4% dan

lambung 13.5% (Dabrowski., 1991). Terbentuknya dihidro askorbat dalam
jaringan menunjukkan adanya penggunaan vitamin C dalarn sel, mengingat
vitamin C sebagai ko-faktor dalam berbagai reaksi hidrosilasi pada sel (Sandnes,
1991). Rasio reduksi L-asam askorbat ke bentuk dihidro askorbat dikontrol oleh
proses biosintesis sel (Halver, 1985).

Kandungan Vitamin C dalam Sel Telur Selama Perkembangan Gonad
Vitamin C berperan penting dalam metabolisme neurotransmitter, sebagai
donor elektron untuk dopamin-P-monooxygenase yang akan menghidroksilasi
bentuk dopamin menjadi norepinefi-ine

selanjutnya diubah menjadi epinefrin

(Prawirokusumo 1991, Combs 1992, Piliang, 2000). Epinefrin sangat penting
untuk behngsi normalnya sistem syaraf dalam mekanisme frightlflight atau lebih
umum dalam hubungannya dengan stres, pelepasan epinefiin menolong untuk
merangsang pemecahan glikogen dan trigliserida untuk ketersediaan cadangan
energi secara cepat (Linder 1992). Combs (1992) mengemukakan bahwa
diperkirakan sepertiga kandungan vitamin C tubuh disebarkan dalam bentuk
tereduksi pada tempat pembentukan katokelamin dimana vitamin C tersebut
dibebaskan membentuk kortikostreoid sebagai respons terhadap stress melalui
hormon adrenokortikotropik (ACTH). Selanjutnya dinyatakan lagi bahwa asam
askorbik yang terkandung dalam jaringan adiposa benvarna coklat pada tikus
ditemukan meningkat 60% karena stres suhu dingin. Masumoto et al. (1991)
melaporkan terjadinya pengosongan kandungan vitamin C hati dan kenaikan
tingkat kortisol serum setelah stres pada ikan coho salmon dan rainbow trout.
Respons terhadap stres terutama dikontrol oleh sistem endokrin melalui kortisol

(Barton et al. dalam Masumoto et al., 1991) dan ketokolamin (Woodward 1982),
dengan cara menekan tingkat kortisol dalam sirkulasi dan bereaksi melawan
pengaruh tekanan kortisol terhadap sintesis hormon steroid gonad (Carragher dan
Sumpter 1990). Peningkatan plasma kortisol dan penurunan konsentrasi di ginjal
akibat stres penanganannya telah diamati untuk ikan salmonoid (Wedemeyer
dalam Dabrowski et al,. 1994). Hasil percobaan Campbell et al., (1992)
memperlihatkan bahwa stress akut selama fase pematangan gonad induk ikan
rainbow rout telah menyebabkan kenaikan tingkat kortisol plasma darah dan
mengurangi kualitas gamet . Dengan demikian suplementasi vitamin C pada pakan
ikan tidak hanya berguna mempertahankan kondisi kesehatan induk ikan, tetapi
juga untuk menghasilkan kualitas telur yang baik.
Perkembangan telur mencapai ovulasi diatur hormon gonadotropin (GtH)
yang dibentuk dan disimpan dalam kelenjer pituitari atau hipofisis yang secara
terus menerus diproduksi dan dikeluarkan ke dalam aliran darah. Gonadotropin
yang telah dilepas akan mencapai gonad dan merangsang proses preovulasi dan
akhir ovulasi (Woynarovih dan Horvath 1980). Kedua macam GtH itu adalah
GtH-1 identik dengan Follicle Stimulating Hormone (FSH) pada mamalia dan
GtH-2 identik dengan Lituinizing Hormone (LH) (Swanson et al. dalam
Sumantadinata 1997).

GtH- 1 mempunyai daya kerja untuk merangsang

pertumbuhan folikel dan testis serta memberikan rangsangan terhadap proses
spermatogenesis, sedang GtH-2 mempunyai kerja untuk merangsang ovulasi dan
penguningan folikel ovarium, dan pada hewan jantan hormon ini merangsang
fbngsi sel-sel interstisiil (sel-sel leydig) serta mempertinggi atau meningkatkan
produksi hormon steroid (Djojosoebagio 1996). Fungsi GtH- 1 pada induk betina

adalah untuk merangsang sel-sel granulosa dan sel teka pada folikel yang matang
untuk memproduksi hormon estradiol, estrogen dari testosteron (Djojosoebagio,
1996). Selanjutnya estrogen akan mengalami aromatisasi pada cincin A dengan
bantuan enzim aromatase sehingga menghasilkan hormon estradiol - 17P, yang
diproduksi oleh lapisan granulosa dan teka pada folikel oosit di bawah pengaruh
gonadotropin (Nagahama et al. 1982). Selanjutnya estradiol - 17P dilepas ke
dalam darah masuk ke hati dan akan merangsang hati untuk melakukan sintesis
dan sekresi protein khas betina (vitelogenin).

Vitelogenin hasil sintesis ini,

kemudian oleh hati dilepas ke dalam darah dan akhirnya diserap oleh oosit serta
ditimbun sebagai komponen kuning telur sehingga ukurannya semakin membesar
(Nagahama, 1983).
Vitamin C merupakan salah satu komponen telur yang dijumpai dalam
bentuk terikat dengan protein. Protein pengikat vitamin adalah protein pengikat
riboflavin. Protein pengikat vitamin yang terdapat dalam telur berperan menjaga
kelangsungan hidup embrio atau larva dengan memasok vitamin pada tahap-tahap
kritis dalam perkembangan. Vitamin yang terikat dalam protein pada telur juga
berperan agar telur tidak terserang oleh bakteri, karena protein tersebut memiliki
aksi anti mikroba (Mommsen dan Walsh, 1988). Hasil percobaan Dabrowski dan
Ciereszko (1993) menunjukkan

bahwa defisiensi vitamin C

dapat secara

langsung mempengaruhi kualitas telur dan sperma. Karena vitamin C adalah kofaktor yang berperan dalam biosintesis hormon steroid dan neuro hormon.
Waagbo et al. (1989) melaporkan bahwa konsentrasi estradiol 17P secara nyata
lebih rendah pada induk ikan rainbow trout yang diberi pakan defisiensi vitamin C
dibanding yang diberi suplementasi vitamin C.

Ini membuktikan bahwa

vitelogenin yang dilakukan induk ikan betina bagi pembentukan kuning telur
dalam jumlah cukup maupun pelengkapan

oosit secara layak penting bagi

kelangsungan hidup embrio dan larva ikan.

Ishibashi et al.

menyimpulkan bahwa vitamin C menstimulasi biosintesis

vitelogenin

(1994)
yang

merupakan material untuk akumulasi oosit.

Pengaruh Vitamin C terhadap Perkembangan Ovarium dan Kualitas Telur
Pada ikan j apanese parrot (Oplegnathus fasciatus) memperlihatkan bahwa
ada peningkatan indeks gonad somatik dengan peningkatan dosis vitamin C yang
diberikan. Ikan yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C 0, 300,
1000, 3000 mglkg memperlihatkan nilai IGS masing-masing 0.5, 0.9, 1.4, 2.2%
untuk betina dan 0.4, 0.6, 0.5, dan 0.8 % untuk induk jantan (Ishibashi et al.
1994). Pengamatan secara mikroskopis terhadap ovarium juga memperlihatkan
prosentase induk yang mencapai aktivitas vitelogenesis meningkat dengan
penambahan dosis vitamin C,

induk yang menerima pakan tanpa suplementasi

vitamin C tidak menunjukkan adanya oosit fase vitelogenesis

sedangkan

perlakuan suplementasi vitamin C 300, 1000, dan 3000 mg/kg pakan jumlah
induk yang ovariumnya mencapai stadium vitelogenesis hingga matang adalah 20,
40, 80%.

Soliman et al., (1986) yang mengarnati pengaruh asam askorbat

terhadap penampilan reproduksi ikan Oreochromis mossambicus melaporkan
bahwa ikan yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C biasa 1250
mg/kg memperlihatkan gejala kesiapan memijah dua minggu lebih awal,
dibanding

pakan yang tanpa suplementasi vitamin C. Azwar et al., (2001)

mencatat bahwa ikan bandeng (Chanos- chanos Forskal) yang menerima pakan
dengan

suplementasi askorbil-2-phosphate magnesium 1500 mg/kg

pakan

menunjukkan frekuensi bertelur lebih tinggi, dibanding induk yang menerima
suplemen 1000 mglkg pakan,

dan tidak ditemui induk yang memijah pada

perlakuan kontrol.
Penelitian Alava, Kanazawa dan Teshima (1993) memperlihatkan bahwa,
pemberian askorbit-2-phosphate magnesium, suatu bentuk turunan vitamin C
dalam ransum dapat menstimulasi perkembangan gonad induk udang Penaeus
japonicus betina. Percobaannya dengan menggunakan pakan yang disuplementasi
askorbil-monophosphate magnesium masing-masing 500, 1000, 1500 mglkg,
setelah pemeliharaan 170 hari nilai Indeks Gonad Somatik (IGS) induk betina
2.40, 2.5 1 dan 1.81 % sedangkan nilai IGS induk jantan adalah 0.76, 0.87 dan
0.91%. Sedangkan untuk kontrol tidak diperoleh data, karena induk mati sebelum
berakhirnya percobaan.
Ishibashi et al., (1994). Dalarn percobaannya memperlihatkan bahwa,
kandungan vitamin C ovarium induk yang menerima pakan dengan suplementasi
vitamin C masing-masing 0, 300, 1000 dan 3000 mglkg pakan mencapai 70.6,
657.1, 898.4 dan 886.2 pglg bobot basah. Pengamatan Waagbo et al. (1989)
terhadap ikan rainbouw trout memperlihatkan bahwa kandungan vitamin C
ovarium induk yang menerima pakan dengan suplementasi vitamin C 2000 mglkg
mencapai 238 pglg bobot basah, sedangkan in