HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Distribusi Pengetahuan Lansia Tentang Posyandu Lansia Dengan Frekuensi Kunjungan Lansia Ke Posyandu Lansia Di Posyandu Lansia Desa Sememi Jaya.

Tabel 1 Distribusi pengetahuan lansia tentang posyandu lansia dengan frekuensi kunjungan lansia ke Posyandu Lansia di Posyandu Lansia Desa Sememi Jaya bulan Januari 2011.

Total Tentang Posyandu

Pengetahuan

Frekuensi Kunjungan Lansia Ke

Posyandu Lansia

26 65,0 10 25,0 4 10,0 40 100,0 Spearman rho ρ= 0,303 r = 0,167

Berdasarkan tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa hampir setengah responden (30%) memiliki pengetahuan yang cukup dengan frekuensi kunjungan ke posyandu lansia kurang dan sebagian kecil responden (2,5%) memiliki pengetahuan yang kurang dengan frekuensi kunjungan ke posyandu lansia baik. Hubungan pengetahuan tentang posyandu lansia dengan frekuensi kunjungan ke posyandu lansia didapatkan nilai kemaknaan ρ = 0,303 (> α 0,05), ditunjukkan juga nilai koefisien korelasi (r)= 0,167, berarti Ha ditolak dan tidak ada hubungan antara pengetahuan lansia dengan frekuensi kunjungan lansia ke Posyandu Lansia di Desa Sememi Jaya.

Berdasarkan teori Notoatmodjo (2003), bahwa pada situasi tertentu, stimulus dapat langsung menimbulkan tindakan, artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dulu makna stimulus yang diterimanya, sehingga tindakan seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap. Kepercayaan, tradisi, keterjangkauan fasilitas, adanya pengaruh orang lain yang disegani, dapat menjadi faktor- faktor yang mendukung terbentuknya perilaku yang baik. Faktor sosial ekonomi juga bisa mempengaruhi perilaku seseorang.

Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner yang didapatkan oleh peneliti bahwa sebagian besar lansia yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang posyandu lansia, tetapi sebagian besar dari lansia frekuensi kunjungan ke posyandu lansia masih dalam kategori kurang. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara pengetahuan lansia tentang posyandu lansia dengan frekuensi kunjungan lansia ke posyandu lansia. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor,antara lainnya yaitu kesibukan para lansia dengan pekerjaan di sawah sehingga tidak sempat mengikuti Posyandu lansia juga menjadi penyebab frekuensi kunjungan lansia ke posyandu menurun. Hasil penelitian ini sejalan dengan apa yang di ungkapkan oleh notoatmodjo bahwa pada situasi tertentu, stimulus dapat langsung menimbulkan tindakan, artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang di terimanya, sehingga tindakan seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan dan sikap.

Selain faktor diatas, keterjangkauan tempat pelayanan posyandu lansia juga mempengaruhi kunjungan lansia ke posyandu lansia, meskipun lansia dengan pengetahuan tentang posyandu lansia cukup, tetapi frekuensi kunjungan lansia ke posyandu lansia masih kurang yang dikarenakan lansia enggan pergi ke tempat pelayanan karena tempat pelayanan yang terlampau jauh. Sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan lansia tentang posyandu lansia dengan frekuensi kunjungan lansia ke posyandu lansia.

2. Distribusi Sikap Lansia Tentang Posyandu Kansia Dengan Frekuensi Kunjungan Lansia Ke Posyandu Lansia Di Posyandu Lansia Desa Sememi Jaya

Tabel 2 Distribusi sikap lansia tentang posyandu lansia dengan frekuensi kunjungan

lansia ke posyandu lansia di Posyandu Lansia Desa Sememi Jaya.

Sikap Lansia

Total Tentang

Frekuensi Kunjungan Lansia Ke

Posyandu Lansia

Posyandu Lansia

Spearman rho ρ = 0,263 r = 0,181

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden (65%) memiliki sikap positif dengan frekuensi kunjungan ke posyandu lansia kurang dan sebagian kecil responden (2,5%) memiliki sikap negatif dengan frekuensi kunjungan ke posyandu lansia cukup. Hubungan sikap dengan frekuensi kunjungan lansia ke posyandu lansia didapatkan nilai kemaknaan (ρ) = 0,263 dan koefisien korelasi (r) = 0,181, berarti Ha ditolak tidak ada hubungan antara sikap dengan frekuensi kunjungan lansia ke Posyandu Lansia.

Hasil penelitian Warner dan De Fleur mengemukakan tiga postulat guna mengidentifikasikan pandangan umum mengenai hubungan sikap dengan perilaku, yaitu postulate of consistency mengatakan bahwa sikap verbal merupakan petunjuk yang akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila ia dihadapkan pada suatu objek sikap, postulate of independent variation mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk menyimpulkan sikap dan perilaku berhubungan secara konsistensi. Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah, dan berbeda. Mengenai sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku, postulate of contingent consistency mengatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor- faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan dan sebagainya merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasi ke situasi lainnya.

Hasil penelitian ini sikap positif seseorang tidak diimbangi dengan perilakunya yang terlihat dari responden yang memilki sikap positif justru kunjungan ke Posyandu lansia masih kurang. Hal ini disebabkan karena faktor jarak tempat pelayanan kesehatan dengan rumah lansia yang jauh, serta kesibukan dari pada lansia dengan pekerjaannya sebagai wiraswasta. Mereka lebih mementingkan pekerjaannya daripada harus berkunjung rutin ke Posyandu Lansia. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Warner dan De Fleur terutama prostulat ke tiga bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu, kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku seseorang.