Pengembangan Minuman Olahraga Berbasis Tempe dan Efeknya terhadap Pemulihan Kerusakan Otot pada Atlet Setelah Latihan Kekuatan

i

PENGEMBANGAN MINUMAN OLAHRAGA BERBASIS
TEMPE DAN EFEKNYA TERHADAP PEMULIHAN
KERUSAKAN OTOT PADA ATLET SETELAH LATIHAN
KEKUATAN

MANSUR JAUHARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan

Minuman Olahraga Berbasis Tempe dan Efeknya terhadap Pemulihan Kerusakan
Otot pada Atlet Setelah Latihan Kekuatan adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014

Mansur Jauhari
NIM I162090061

iv

RINGKASAN
MANSUR JAUHARI. Pengembangan Minuman Olahraga Berbasis Tempe dan
Efeknya terhadap Pemulihan Kerusakan Otot pada Atlet Setelah Latihan
Kekuatan, Dibimbing oleh AHMAD SULAEMAN, HADI RIYADI dan IKEU
EKAYANTI

Latihan merupakan aktivitas penting yang harus dilakukan oleh seorang atlet
sebelum mengikuti suatu pertandingan dan merupakan suatu proses yang berulang
dan meningkat yang bertujuan untuk meningkatkan potensi dalam upaya
mencapai prestasi yang optimal. Salah satu bentuk latihan adalah latihan kekuatan,
yang dapat menyebabkan kerusakan otot dan harus segera dipulihkan. Salah satu
zat gizi yang berperan dalam membantu proses pemulihan tersebut adalah asam
amino rantai bercabang BCAA (Branched Chain Amino Acids). Tempe
merupakan salah satu bahan yang berpotensi karena selain mengandung protein
dengan kandungan BCAA yang tinggi juga mengandung isoflavon yang
merupakan salah satu komponen penting dalam pemulihan kerusakan otot.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengembangkan formula minuman olahraga
berbasis tempe yang dapat diterima secara sensori untuk pemulihan kerusakan
otot, (2) mengevaluasi tingkat penerimaan panelis terhadap formula minuman
olahraga berbasis tempe sebagai kandungan utama, (3) menganalisis pengaruh
pemberian minuman tempe terhadap pemulihan kerusakan otot setelah latihan
kekuatan, (4) menganalisis pengaruh pemberian minuman tempe terhadap stres
oksidatif setelah latihan kekuatan
Penelitian pengembangan formula minuman olahraga berbasis tempe
diawali dengan pembuatan tepung tempe dengan bahan utama tempe segar dengan
lama fermentasi 36 jam. Tempe dipotong-potong kemudian diblansir dengan cara

dikukus, dilanjutkan penggilingan dan pengeringan dengan cara dikering bekukan
(freeze drying). Pengayakan terhadap tepung tempe dilakukan dengan saringan 80
mesh. Analisa terhadap tepung tempe menunjukkan setiap 100 gram mengandung
kadar air 5.39 g, abu 1.22 g, protein 45.55 g, lemak 33.9 g, karbohidrat 13.94 g,
kalsium 0.14 g, besi 0.018 g, natrium 0.004 g, magnesium 0.06 g, klorida 0.04 g
dan kalium 0.10 g.
Formulasi minuman olahraga dibuat dengan komposisi tepung tempe
sebagai bahan utama, gula, bubuk coklat dan air. Berdasarkan komposisi bahanbahan tersebut dibuat tiga formula minuman yang dibedakan atas tingkat
konsentrasi tepung tempe yaitu F1 (8.66%), F2 (7.31%) dan F3 (6.32%). Untuk
menentukan formula terbaik yang akan digunakan untuk studi selanjutnya,
dilakukan uji organoleptik berdasarkan uji hedonik. Hasil uji hedonik minuman
tempe menunjukkan bahwa formula 2 cenderung mempunyai nilai kesukaan
secara keseluruhan yang paling tinggi (5.42) dibandingkan dengan formula 3
(5.37) dan formula 1 (nilai 4.92) (P>0.05). Formula 2 mempunyai penerimaan
secara keseluruhan yang tertinggi dengan nilai 80% dan ditetapkan sebagai
minuman terpilih. Minuman tempe tersebut per sajian (600 ml) mengandung
protein 23 gram, karbohidrat 48 gram, lemak 17.11 gram, energi 438 kkal, asam
amino Branched Chain Amino Acids (BCAA) 4161.6 mg, Ca 72.92 mg, Fe 9.46
mg, Mg 33,12 mg, Na 2.37 mg Cl 21.30 mg, K 54 mg dan isoflavon sebesar
25.78 mg.


v

Untuk menguji pengaruh minuman tempe terhadap pemulihan kerusakan
otot dan stres oksidatif pada atlet mahasiswa, desain penelitian eksperimen dengan
metode double blind randomized controlled trial ditetapkan sejumlah 18 orang
atlet mahasiswa pria usia 18-24 tahun yang dipilih secara acak dan dibagi ke
dalam 3 kelompok perlakukan intervensi masing-masing berupa a) minuman
tempe dan b) minuman whey, yang masing-masing mengandung protein 23 gram,
serta c) minuman plasebo. Subjek melakukan latihan kekuatan dengan squat, yang
dibagi menjadi enam set dengan lima belas pengulangan dengan interval istirahat
2 menit antar set. Subjek melakukan latihan kekuatan dengan beban 75 % dari
kekuatan maksimalnya (1RM/one repetition maximum). Segera setelah latihan
kekuatan selesai subjek mengonsumsi minuman perlakuan. Minuman perlakuan
juga diberikan pada hari ke dua sampai dengan hari ke empat. Creatine kinase
(CK), kekuatan maksimal, nyeri otot diukur sebagai penanda kerusakan otot.
Percobaan di atas juga digunakan untuk menguji pengaruh minuman tempe
terhadap stres oksidatif. CK, kekuatan maksimal, nyeri otot, kadar malondialdehid
(MDA) dan superoksida dismutase (SOD) diukur pada saat sebelum latihan dan
pada 6, 24, 48, 72 dan 96 jam setelah latihan kekuatan.

Pemberian minuman tempe setelah latihan secara nyata menurunkan kadar
CK dan meningkatkan kekuatan otot pada titik waktu 24 jam (p0.05), akan tetapi terdapat kecenderungan bahwa
perlakuan minuman tempe memberikan pengaruh yang lebih baik dalam menekan
stres oksidatif. Penelitian yang dilakukan memberikan kesimpulan bahwa
minuman tempe berpotensi sebagai minuman olahraga alternatif untuk pemulihan
kerusakan setelah latihan kekuatan pada atlet.
Kata kunci: latihan kekuatan, minuman tempe, pemulihan kerusakan otot,
stres oksidatif

vi

SUMMARY
MANSUR JAUHARI. Development of Tempeh-Based Sport Drinks and its
Effect on Muscle Damage Recovery of Athletes After Resistance Training.
Supervised by AHMAD SULAEMAN HADI RIYADI and IKEU EKAYANTI

Training is an essential activity that should be done by an athlete prior to
attending the game and it is an iterative and increased process aiming to enhance
the potency in order to obtain optimal achievement. Resistance training is one
form of training which may lead to the muscle damage and should be recovered

immediately. Branched chain amino acids are nutrients that play roles in the
recovery processes. One of ingredient that is potential for recovery the muscle
damage is tempeh. Beside it contains proteins with high content of BCAA, it also
contain isoflavone an important component in the muscle damage recovery.This
research was aimed: (1) to develop an appropriate formula of tempeh-based sport
drinks for muscle damage recoveries which is sensorically acceptable, (2) to
evaluate the level of panelist acceptability on tempeh-based sport drink formula,
(3) to analyze the effect of administering tempeh drinks on muscle damage
recovery after resistance training, (4) to analyze the effect of administering of
tempeh drinks on oxidative stress after resistance training.
First step in the research on development of tempeh-based sport drink
formula was the preparation of tempeh flour as the main ingredient. Fresh tempeh
with 36 h of fermentation were cut and steamed blanched. After grinding the
ground tempeh was freeze dried and shieved on 80 mesh shieve. This tempeh
flour contained 5.3 g moisture, 1.22 g ash, 45.55 g protein, 33.9 g fat, 13.94 g
carbohydrate, 0.14 g calcium, 0.018 g iron, 0.004 g sodium, 0.06 g magnesium,
0.04 g chloride and 0.10 g potassium per 100 gram flour.
Sport drink formulation were made with the compotition of tempeh flour as
the main ingredient, sugar, chocolate powder and water. Based on its ingredient
composition, there were three kinds of formula which were differentiated by the

level of tempeh flour concentration namely F1(8.66%), F2 (7.31%) and F3
(6.32%). To determine the best formula for further study, the sensory analysis was
performed. Results of the hedonic test showed that the F2 formula had the highest
overall acceptability (5.42) than the F3 (5.37) and F 1 (4.92) (p>0.05). The F2 had
the highest overall preference with the score of 80% and there was chosen as the
best formula for further investigation. This formula contained protein 23 g,
carbohydrate of 48 g, fat of 17.11 g, energy of 437.9 calorie, branched chain
amino acids (BCAA) of 4161.6 mg, Ca of 72.92 mg, Fe of 9.46 mg, Mg of 33.12
mg, Na of 2.37 mg, Cl of 21.30 mg and K 54 mg, and isoflavone of 25.78 g per
serving.
To analyze the effect of tempeh drinks on muscle damage recovery and
stress oxidative in student athlete, an experiment with double blind randomized
control trial design was carried out. Eighteen semi-trained men (18-24 y) were
randomly divided into three groups and each group received either: 1) tempeh
drink and 2) whey drink, which each contain ~23 g protein, and 3) placebo drink.
Subject performed resistance training by squat, which was divided into 6 sets with

vii

fifteen repetitions and 2 minute rest interval between sets. Subject performed

resistance training with load of 75% of maximum strength (1 RM / one repetition
maximum). As soon as the resistance training was over, subjects consumed the
test drinks. Test drinks was administered at day 2 up to day 4. Creatine kinase
level (CK), maximal voluntary contraction (MVC) and muscle soreness as marker
of muscle damage were recorded before training and at six, 24, 48, 72, and 96 h
post exercise.
Administering of tempeh drinks after training significantly decreased the
CK level and increased maximal strength at 24 h (P0.05), but there was a tendency that the
treatment of tempeh drinks give a better effect in reducing oxidative stress. In
conclusion, tempeh drinks was potential to be used as an alternative sports drinks
for muscle damage recovery on athlete.
Key words: muscle damage recovery, oxidative stress, resitance training,
tempeh drink

viii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

i

PENGEMBANGAN MINUMAN OLAHRAGA BERBASIS
TEMPE DAN EFEKNYA TERHADAP PEMULIHAN
KERUSAKAN OTOT PADA ATLET SETELAH LATIHAN
KEKUATAN

MANSUR JAUHARI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Gizi Manusia


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr Ir Budi Setiawan, MS
2. Prof Dr drh Agik Suprayogi, MSc

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof Dr drh Agik Suprayogi, MSc
2. Prof Dr dr A Purba, MSc AIFO

iii

Judul Disertasi

Nama
NIM


: Pengembangan Minuman Olahraga Berbasis Tempe
dan Efeknya terhadap Pemulihan Kerusakan Otot pada
Atlet Setelah Latihan Kekuatan
: Mansur Jauhari
: I162090061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Ahmad Sulaeman, MS
Ketua

Dr Ir Hadi Riyadi, MS
Anggota

Dr Ir Ikeu Ekayanti, MKes
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Manusia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:10-04-2014

Tanggal Lulus:

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Ucapan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada
Prof Dr Ir Ahmad Sulaeman MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing, beserta
Anggota Pembimbing yaitu Dr Ir Hadi Riyadi MS dan Dr Ir Ikeu Ekayanti M.Kes
yang telah memberi masukan, arahan, bimbingan dan dorongan moril selama
penelitian dan penulisan disertasi ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Budi Setiawan
MS selaku penguji luar komisi pada saat ujian tertutup dan Prof Dr drh Agik
Suprayogi MSc selaku penguji luar komisi pada saat ujian tertutup dan ujian
terbuka serta kepada Prof Dr dr A Purba MSc AIFO selaku penguji luar komisi
pada saat ujian terbuka.
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi penulis sampaikan juga
kepada Prof drh M Rizal M Damanik MRepSc PhD selaku Ketua Program Studi
dan Prof Dr Ir Dodik Briawan M.CN selaku Sekretaris Program studi Ilmu Gizi
Manusia Sekolah Pasca Sarjana IPB (periode 2010-2014), Prof Dr Ir Ali Khomsan
MS selaku ketua Program studi Ilmu Gizi Manusia Sekolah Pasca Sarjana IPB
(periode 2014-2018). Ucapan terimakasih kami sampaikan pula kepada Guru
Besar dan Bapak/Ibu Dosen Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB yang telah
memberikan wawasan keilmuan selama penulis menuntut ilmu di IPB, juga
kepada pengelola dan staf yang sudah banyak membantu dan memberikan layanan
yang baik selama penulis menjadi mahasiswa.
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Rektor
Universitas Negeri Jakarta pada waktu itu (Prof Dr Bedjo Sujanto M,Pd), Dekan
Fakultas Ilmu Keolahragaan Dr Achmad Sofyan Hanif M.Pd (periode 2005-2009),
Dr Bambang Sudjiono M.Pd (periode 2009-2013), Dr Abdul Sukur M.Si (periode
2013-2017), Ketua Jurusan Olahraga Prestasi Tirto Apriyanto S.Pd M.Si yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk menempuh studi di Sekolah Pasca
Sarjana IPB.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, yang telah memberikan bantuan dana penelitian melalui
Program Penelitian Hibah Disertasi Doktor serta memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti Program Sandwich-Like di University of Adelaide
Australia yang telah menambah pengalaman dan wawasan pengetahuan kepada
penulis. Terimakasih juga disampaikan kepada Dr John Carragher dan Dr
Beverley Muhlhausler dari School of Agriculture, Food and Wine University of
Adelaide Australia atas bimbingan, saran dan bantuan selama penulis mengikuti
Program Sandwich-like.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ketua Laboratorium
Somatokinetika Fakultas Ilmu keolahragaan UNJ beserta staf atas izin dan
pelayanan yang baik selama penulis melakukan penelitian di sana, serta kepada
pimpinan dan segenap staf Laboratorium Pramita Jakarta, Laboratorium Biokimia
dan Biologi Molekuler Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Terimakasih Penulis sampaikan kepada anggota klub bulutangkis
mahasiswa Fakultas Ilmu keolahragaan UNJ yang telah bersedia menjadi subjek

v

dalam penelitian ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ari
Subarkah, M.Pd dan Bapak Bayu Nugraha, M.Pd yang telah banyak membantu
dalam pelaksanaan penelitian ini, khususnya dalam pelaksanaan latihan kekuatan.
Terimakasih juga penulis sampaikan atas kebaikan, ketulusan, dukungan
dari para sahabat tercinta dan teman-teman seperjuangan di program Studi Ilmu
Gizi Manusia Angkatan 2009, Ibu Hidayah Dwiyanti, Ibu Dewi Kartikasari, Ibu
Iskari Ngadiarti, Ibu Katrin Roosita, Pak Ali rosidi dan Pak Arifasno Napu, untuk
kakak-kakak kelasku Ibu Atik Kridawati, Ibu Wilda Welis, Ibu Asli Wirda Hayati,
Ibu Mellova serta untuk adik-adik kelasku Ibu Betty, Ibu Dara, Ibu Teti, Ibu Trini,
Pak Nurrahman, Ibu Yuni dan Ibu Nia. Terimakasih juga untuk teman-teman
dosen dari Fakultas Ilmu Keolahragaan UNJ, Pak Aan, Ibu Heni, Ibu Eva, Ibu Ika,
Ibu Marlinda, Ibu Nur, Ibu Yana, Pak Ari terimakasih atas persahabatan,
perhatian, dan dukungannya selama ini.
Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada pihak pengelola
Jurnal Pakistan Journal Nutrition dan Jurnal Agritech yang telah menerima naskah
yang merupakan bagian dari disertasi ini untuk dipublikasikan.
Ungkapan terimakasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ibunda Siti
Murtinah (alm) dan Ayahanda Drs Ahmad Suyuti, atas doa, kasih sayang dan
bekal ilmu yang cukup yang diberikan kepada ananda sehingga ananda dapat
mencapai strata pendidikan tertinggi ini. Juga kepada kakak-kakak ku Mas Saiful
(alm), Mas Munir, Mas Burhan, Mbak Atun, Mbak Ummi, Mas Imam serta
Adikku Atiq dan Aziz, Terimakasih atas doa, kasih sayang dan dukungannya
selama ini.
Penulis menyadari disertasi ini masih belum sempurna, saran dan masukan
dari berbagai pihak untuk penyempurnaan hasil penelitian ini sangat diharapkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
.

Bogor, Juni 2014
Mansur Jauhari

vi

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah dan Kebaruan (Novelty) Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
Manfaat Penelitian
Hipotesis
Ruang Lingkup Penelitian
Daftar Pustaka
2. TINJAUAN PUSTAKA
Latihan Kekuatan (Resistance Exercise)
Sistem Energi pada Latihan Kekuatan
Kerusakan Otot Setelah latihan
Kebutuhan Protein pada Latihan Kekuatan
Metabolisme Protein
Peran Protein dan Asam Amino BCAA Pada Pemulihan Kerusakan Otot
Perubahan Konsentrasi Asam Amino Selama Latihan Kekuatan
Waktu Pemberian Protein
Stres Oksidatif Setelah Latihan Kekuatan
Antioksidan
Potensi Tempe Dalam Pemulihan Kerusakan Otot
Definisi Operasional
Daftar Pustaka
3. PENGEMBANGAN FORMULA MINUMAN OLAHRAGA BERBASIS
TEMPE UNTUK PEMULIHAN KERUSAKAN OTOT
Abstrak
Pendahuluan
Metode
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Daftar Pustaka
4. PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN TEMPE TERHADAP PEMULIHAN
KERUSAKAN OTOT SETELAH LATIHAN KEKUATAN PADA ATLET
MAHASISWA
Abstrak
Pendahuluan
Metode
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Daftar Pustaka
5. PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN TEMPE TERHADAP STRES
OKSIDATIF SETELAH LATIHAN KEKUATAN PADA ATLET
MAHASISWA

xvi
xvii
xviii
1
1
3
4
5
5
5
5
6
9
9
10
10
11
12
15
16
18
18
19
20
23
24
31
31
31
32
33
37
38

41
41
41
43
46
50
50

53

viii

Abstrak
Pendahuluan
Metode
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Daftar Pustaka
6. PEMBAHASAN UMUM
Implikasi Hasil dan Keterbatasan Penelitian
7. SIMPULAN DAN HASIL
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

53
53
54
55
59
59
63
70
71
71
71
72
77

ix

DAFTAR GAMBAR
1. Nilai rerata tingkat kesukaan minuman tempe (skala 1-9)
2. Persentase penerimaan panelis terhadap minuman olahraga berbasis tempe
3. Bagan pelaksanaan penelitian pengaruh pemberian minuman tempe terhadap
pemulihan kerusakan otot setelah latihan kekuatan pada atlet
4. Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadap perubahan kadar CK serum
pada subjek setelah latihan
5. Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadap perubahan kekuatan
maksimal pada subjek setelah latihan kekuatan
6. Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadap nyeri otot pada subjek
setelah latihan kekuatan
7. Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadap perubahan kadar MDA
plasma pada subjek setelah latihan kekuatan
8. Pengaruh pemberian minuman perlakuan terhadap perubahan kadar SOD
eritrosit pada subjek setelah latihan kekuatan

34
35
45
47
48
48
56
57

x

DAFTAR TABEL
1. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 g bahan kering dan 100 g 22
dalam bahan yang dapat dimakan (BDD)
2. Komposisi asam amino tepung tempe
34
3. Kandungan asam amino pada minuman tempe dan whey per takaran saji
36
4. Karakteristik subjek pada baseline
46
5. Asupan zat gizi subjek
46

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Ethical clearance
2. Bukti-bukti publikasi bagian dari disertasi

77
78

1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Prestasi olahraga di Indonesia harus terus ditingkatkan baik prestasi di
tingkat regional maupun internasional. Banyak faktor yang mempengaruhi
prestasi olahraga seperti faktor teknik, taktik, pembinaan mental dan strategi yang
baik, serta metode latihan dan sarana prasarana yang memadai. Faktor lain yang
sangat penting adalah pemenuhan gizi seimbang, dengan pemenuhan gizi yang
baik diharapkan kondisi fisik atlet menjadi lebih baik.
Latihan merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh seorang atlet
sebelum mengikuti suatu pertandingan. Latihan merupakan suatu proses yang
berulang dan meningkat guna meningkatkan potensi dalam upaya mencapai
prestasi yang optimal. Atlet mengikuti program latihan jangka panjang untuk
meningkatkan kondisi fisik dan mental sebagai sarana untuk mempersiapkan
menuju suatu pertandingan (Tangkudung 2006).
Latihan kekuatan merupakan komponen umum dari latihan olahraga.
Selama latihan, terutama latihan eksentrik seperti latihan beban, latihan plyometric
dan berlari kencang umumnya dapat menyebabkan kerusakan otot. Selain itu
dapat menyebabkan robeknya sarkolema di beberapa serat otot, miofibril yang
rusak, dan rusaknya garis z. Kerusakan sel otot setelah melakukan latihan dengan
intensitas yang tinggi ditandai salah satunya oleh meningkatnya kadar enzim
creatine kinase (CK) (Bean 2009). Peningkatan kadar enzim CK ini disebabkan
oleh kerusakan pada sarkolema akibat gerakan yang terus menerus dalam
intensitas tinggi. Kerusakan sarkolema menyebabkan keluarnya enzim CK dari sel
otot menuju sistem sirkulasi darah (Tortora 2009). Selain itu kerusakan sel otot
setelah melakukan latihan dengan intensitas tinggi juga ditandai oleh
meningkatnya kadar enzim LDH (Lactate Dehidrogenase) dan serum myoglobin.
Penelitian White et al. (2008) menemukan terjadinya peningkatan
kerusakan otot secara signifikan yang ditandai dengan kenaikan CK setelah
latihan kekuatan. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan Udani et al.
(2009) yang mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan kerusakan otot dan rasa
nyeri setelah melakukan latihan kekuatan. Penelitian Cooke et al. (2010)
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan terhadap kerusakan otot setelah
latihan kekuatan.
Kerusakan otot yang terjadi setelah latihan tersebut, harus segera
dipulihkan karena kerusakan otot dapat menyebabkan rasa nyeri otot dan rasa
tidak nyaman yang dialami cukup lama yaitu sekitar satu sampai tiga hari setelah
melakukan latihan, kondisi ini membuat atlet menjadi sulit untuk tidur. Meskipun
serangan nyeri otot ini bukanlah suatu penyakit atau kelainan, namun kondisi ini
dapat membatasi pelaksanaan latihan berikutnya. Di samping itu dampak
kerusakan otot juga dapat menurunkan kemampuan kekuatan otot maksimal.
White et al. (2008) menyebutkan bahwa latihan kekuatan dapat menyebabkan rasa
nyeri otot secara signifikan setelah 6 jam latihan. Selain itu menurut Bean (2010)
kerusakan otot bahkan dapat menunda penyimpanan glikogen, sehingga pengisian
glikogen secara lengkap dapat membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu selama
7-10 hari. Tertundanya penyimpanan glikogen ini dapat mengakibatkan
menurunnya kemampuan melakukan latihan pada hari berikutnya. Oleh karena itu

2
perlu adanya upaya untuk mempercepat proses pemulihan khususnya melalui
pengaturan gizi. Al Masri et al. (2011) menyebutkan bahwa tidak terpenuhinya
gizi setelah latihan dapat mengakibatkan kelelahan otot dini dan nyeri yang
berkepanjangan.
Dalam proses pemulihan kerusakan otot, salah satu zat gizi yang berperan
terutama protein, di mana secara langsung protein diperlukan dalam menekan
gangguan garis z pada otot (Helman et al. 2003), sedangkan secara tidak langsung
melalui pembentukan β-Hydroxy-β- Methylbutyrate (HMB) melalui transaminasi
leusin (Nissen et al. 1996). HMB dikonversi ke HMG-CoA dalam sitosol, yang
dapat digunakan untuk sintesis kolesterol dalam sel. Di semua sel, kolesterol
diperlukan untuk sintesis membran sel baru serta perbaikan membran yang rusak
dalam memelihara fungsi sel dan pertumbuhan (Nissen dan Abumrand 1997).
Branched chain amino acids (BCAA) atau asam amino rantai bercabang
yaitu leusin, valin, dan isoleusin merupakan asam amino yang penting bagi para
atlet dan individu yang aktif, karena digunakan dalam metabolisme energi dalam
kerja otot. Selain itu, leusin memainkan peran penting dalam regulasi sintesis
protein (Brian dan Haub 2007). Menurut Bean (2009) asam amino BCAA dapat
meminimalkan pemecahan protein otot selama latihan intensitas tinggi. BCAA
merupakan proporsi tertinggi dalam jaringan otot dan yang pertama dipecah untuk
energi selama intensitas tinggi, dan latihan yang lama, sehingga apabila jumlah
BCAA cukup tersedia maka semakin kecil kemungkinan terjadinya pemecahan
jaringan otot yang ada.
Suplementasi protein telah terbukti meringankan kerusakan otot, yang
ditandai dengan menurunnya kadar CK, mengurangi rasa nyeri otot serta
meningkatkan fungsi otot (Millard et al. 2005). Shimomura et al. (2006) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa pemberian BCAA sebelum latihan kekuatan,
dapat menurunkan rasa nyeri otot dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Pemberian protein utuh yang dikombinasikan dengan karbohidrat sebelum,
sesudah, atau selama latihan daya tahan dapat memberikan efek penurunan nyeri
otot setelah latihan (Millard et al. 2005). Sedangkan menurut Seifert et al. (2005)
pemberian protein utuh menurunkan konsentrasi dari mioglobin dan CK plasma.
Jackman et al. (2010) dengan pemberian BCAA, pemberian supleman tersebut
berpengaruh terhadap penurunan nyeri otot pada 48 dan 72 setelah latihan tetapi
tidak berpengaruh terhadap kadar CK dibandingkan dengan plasebo. Penelitian
yang dilakukan Howatson et al. (2012) pemberian suplemen BCAA diberikan 7
hari sebelum latihan kekuatan, segera sebelum dan setelah latihan kekuatan dan
selama 4 hari setelah latihan memberikan pengaruh secara nyata terhadap
penurunan kadar CK, penurunan nyeri otot dan peningkatan kekuatan otot
dibandingkan dengan plasebo pada 24, 48, 72 dan 96 jam setelah latihan.
Sebaliknya, sebuah studi yang memberikan protein susu dan larutan karbohidrat
segera setelah latihan kekuatan justru tidak menemukan perbedaan antara
kelompok perlakuan dan kelompok plasebo dengan indikasi nyeri otot atau
kekuatan maksimal sukarela (Wojcik et al. 2001). Namun, ada kecenderungan
kadar CK lebih rendah pada kelompok yang diberikan susu dan larutan
karbohidrat dibandingkan dengan kelompok plasebo (Wojcik et al. 2001).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Gilson et al. (2010) pada atlet sepak
bola menunjukkan bahwa pemberian susu coklat setelah latihan, hanya
memberikan pengaruh pada kadar CK dan tidak untuk indikator kerusakan otot

3
yang lain seperti kekuatan maksimal dan rasa nyeri otot. Penelitian yang
dilakukan White et al. (2008) menunjukkan bahwa konsumsi karbohidrat dan
whey protein setelah atau sesudah latihan tidak berpengaruh terhadap kerusakan
dan nyeri otot pada atlet yang berlatih kekuatan dibandingkan dengan plasebo.
Sebaliknya, Buckley et al. (2010), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
konsumsi whey protein setelah latihan kekuatan, pemulihan kekuatan otot dapat
meningkat.
Salah satu sumber protein yang cukup potensial dan belum banyak
digunakan pada atlet adalah tempe, yang merupakan makanan tradisional yang
sangat popular di Indonesia, tempe merupakan produk olahan kedelai melalui
proses fermentasi dengan penambahan Rhizopus oligosporus. Hampir separuh
penduduk Indonesia senang mengkonsumsi tempe khususnya pada masyarakat
menengah ke bawah. Sebagai pangan tradisional, tempe mempunyai komposisi
gizi dan non gizi seperti isoflavon yang lebih baik dibanding kedelai. Selain itu
tempe mudah diproduksi, harga relatif terjangkau, tersedia di pasaran, serta mudah
dimasak. Di dalam proses pembuatan tempe dari kedelai, enzim protease
menghidrolisis komponen protein menjadi asam amino bebas dan nitrogen
terlarut. Proses hidrolisa ini menghasilkan kenaikan asam amino bebas pada
tempe menjadi 85 kali lebih banyak daripada asam amino bebas pada kedelai
(Mahmud 1996). Tempe juga mengandung asam amino BCAA (valin, leusin,
isoleusin) yang tinggi dibanding dengan asam amino yang lainnya. Nilai cerna
tempe lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai, keadaan tersebut meningkatkan
mutu gizi protein tempe (Hermana et al. 1996). Melihat banyaknya keunggulan
dari tempe sebagai sumber protein, tempe mempunyai potensi untuk digunakan
dalam memperbaiki kerusakan otot setelah latihan kekuatan. Tempe dapat diolah
menjadi berbagai jenis masakan, antara lain tempe dapat dibuat menjadi minuman
yang dikenal dengan minuman tempe. Minuman tempe dapat dijadikan salah satu
alternatif sebagai minuman olahraga yang mempunyai kualitas protein yang baik
yang mengandung BCAA, yang diharapkan memberikan manfaat terhadap
pemulihan dari kerusakan otot setelah melakukan latihan olahraga.
Perumusan Masalah dan Kebaruan (Novelty) Penelitian
Latihan kekuatan dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kerusakan
otot yang ditandai dengan nyeri otot, peningkatan konsentrasi CK dalam darah,
menurunnya kekuatan otot (Cockburn 2010). Selain itu latihan kekuatan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan antara ROS dan antioksidan, yang disebut
sebagai stres oksidatif (Urso dan Clarkson 2003). Kerusakan otot dapat diperparah
dengan hadirnya ROS yang berpotensi dapat menyebabkan kerusakan otot lanjut
(Malm et al. 1999; MacIntyre et al. 2001). Aktivasi ROS dapat menyebabkan lisis
membran sel otot (Tidball 2005), melalui peroksidasi lipid lanjut (Close et al.
2005). Menurunnya kekuatan otot, rasa nyeri, kekakuan dan berkurangnya
kapasitas untuk berolahraga di tingkat optimal dapat mempengaruhi sesi latihan
berikutnya. Oleh karena itu, intervensi untuk meringankan gangguan dapat
memberikan manfaat bagi atlet yang rutin melakukan latihan sehingga kerusakan
otot tesebut dapat segera pulih agar atlet dapat melakukan latihan pada hari
berikutnya dalam kondisi yang optimal.

4
Salah satu zat gizi yang penting dalam pemulihan kerusakan otot adalah
protein. Stimulus sintesis protein dan meminimalkan pemecahan protein adalah
dua proses seluler yang penting untuk pemulihan kerusakan otot setelah kerusakan
(Rennie et al. 2001). Walaupun pemecahan protein mungkin merupakan proses
penting yang terlibat dalam respon adaptif selama pemulihan (Tipton et al. 2008),
meningkatkan sintesis protein dalam otot selama periode pemulihan sangat
penting untuk regenerasi otot dan hipertrofi. Oleh karena itu, pentingnya strategi
yang dapat mendorong keseimbangan protein otot yang positif selama beberapa
hari setelah kerusakan otot untuk meningkatkan sintesis protein.
Beberapa penelitian tentang pemulihan kerusakan otot yang sudah
dilakukan sebelumnya pada umumnya menggunakan sumber protein yang berasal
dari susu seperti Gilson et al. (2010) menggunakan susu coklat, Cockburn et al.
(2011) menggunakan susu, sedangkan penelitian lainnya menggunakan whey
protein antara lain White et al. (2008), Buckley et al. (2010), Cooke et al. (2010),
Burnley et al. (2010). Penelitian yang menggunakan asam amino bebas seperti
asam amino rantai bercabang (BCAA) adalah Matsumoto et al. (2009), Howatson
et al. (2012), Jackman et al. (2010), sedangkan Street et al. (2011) menggunakan
glutamin, dan Kirby et al. (2012) menggunakan asam amino leusin.
Selama ini dalam memenuhi kebutuhan protein setelah melakukan latihan,
atlet banyak menggunakan produk yang sudah ada di pasaran seperti whey protein
yang harganya relatif mahal. Salah satu sumber protein yang potensial namun
belum banyak digunakan pada atlet adalah tempe, tempe juga mengandung
isoflavon yang dapat berperan sebagai antioksidan. Antioksidan dapat menangkal
radikal bebas yang dihasilkan selama latihan, radikal bebas dapat menyebabkan
kerusakan otot secara sekunder (Howatson et al. 2008). Dengan demikian
isoflavon dapat berperan dalam mempercepat pemulihan kerusakan orot. Selain
itu, ketersediaan tempe di Indonesia yang mudah diperoleh akan menjamin
kontinuitas sumberdaya tersebut. Namun demikian belum ada penelitian tentang
pengaruh pemberian tempe terhadap pemulihan kerusakan otot setelah latihan
kekuatan. Agar mudah dikonsumsi setelah latihan tempe dapat diolah menjadi
suatu minuman yang nikmat. Dengan melihat kandungan BCAA dan isoflavon
dalam tempe memungkinkan untuk digunakan sebagai minuman bagi atlet guna
membantu proses pemulihan kerusakan otot setelah latihan kekuatan.
Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan terkait dengan
penggunaan tempe untuk pemulihan kerusakan otot :
1. Bagaimana kandungan gizi dan penerimaan minuman tempe secara sensori
apabila minuman tempe digunakan sebagai minuman olahraga untuk
pemulihan kerusakan otot setelah latihan kekuatan?
2. Bagaimanakah pengaruh pemberian minuman tempe terhadap pemulihan
kerusakan otot setelah latihan kekuatan?
3. Bagaimanakah pengaruh pemberian minuman tempe terhadap stres
oksidatif setelah latihan kekuatan?
Tujuan Umum
Mengembangkan minuman olahraga tinggi BCAA dari tempe dan
kegunaannya terhadap pemulihan kerusakan otot setelah latihan kekuatan pada
atlet.

5
Tujuan Khusus
1. Mengembangkan formula minuman olahraga berbasis tempe yang dapat
diterima secara sensori untuk pemulihan kerusakan otot.
2. Mengevaluasi tingkat penerimaan panelis terhadap formula minuman
olahraga berbasis tempe sebagai kandungan utama.
3. Menganalisis pengaruh pemberian minuman tempe terhadap pemulihan
kerusakan otot setelah latihan kekuatan.
4. Menganalisis pengaruh pemberian minuman tempe terhadap stres oksidatif
setelah latihan kekuatan.
Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian antara lain:
1. Dihasilkan produk minuman olahraga alternatif untuk membantu atlet dalam
mempercepat proses pemulihan kerusakan otot setelah latihan kekuatan
melalui pemanfaatan pangan lokal yaitu minuman tempe.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengangkat potensi minuman tempe
sebagai sumber protein nabati untuk pemulihan kerusakan otot setelah
latihan kekuatan.
3. Membantu menyediakan minuman
meningkatkan prestasi atlet.

fungsional

olahragawan

untuk

4. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu gizi
olahraga.

Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesis yang diajukan
yaitu:
1. H1 : ada perbedaan penerimaan minuman tempe terhadap pemberian
jumlah air yang berbeda pada tepung tempe
2. H1 : terdapat efek pemberian minuman tempe terhadap pemulihan
kerusakan otot
3. H1 : terdapat efek pemberian minuman tempe terhadap stres oksidatif

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian pengembangan minuman tempe
sebagai minuman sumber protein dan isoflavon yang secara sensori dapat diterima
untuk pemulihan kerusakan otot pada atlet dan menguji dampaknya pada
pemulihan kerusakan otot dan stres oksidatif setelah latihan kekuatan pada atlet.

6
DAFTAR PUSTAKA
Al Masri. 2011. 100 Questions & Answers About Sports Nutrition and Exercise.
Jones and Bartlett Publishers, LLC.
Bean A. 2009. Sports Nutrition. London. Published by A & C Black Publishers
Ltd 36 Soho Square.
Brian SS, Haub MD. 2007. Whey, Casein, and Soy Protein. Sports Nutrition fats
and Proteins. Driskell JA, editor. New York. CRC Press.
Buckley JD, Thomson RL, Coates AM, Howe PR, Denichilo MO, Rowney MK.
2010 Supplementation with a whey protein hydrolysate enhances recovery
of muscle force-generating capacity following eccentric exercise. J Sci Med
Sport.13(1) :178-81.
Burnley ECD, Olson AN, Sharp RL, Baier SM, Alekel DL. 2010. Impact of
protein supplements on muscle recovery after exercise-induced muscle
soreness. Journal Exercise Science Fitness 8: 89-96.
Close GL, Ashton T, McArdle A, MacLaren, DPM. 2005. The emerging role of
free radicals in delayed onset muscle soreness and contraction-induced
muscle injury. Comparitive Biochemistry and Physiology. 142: 257-266.
Cockburn E. 2010. Acute protein-carbohydrate supplementation: effects on
exercise-induced muscle damage. Current Topic In Nutraceutical Research.
8: 7-18.
Cockburn E, Ansley PR, Hayes PR, Stevenson E. 2011. Effect of volume of milk
consumed on the attenuation of exercise-induced muscle damage. Eur J
Appl Physiol. 112: 3187–3194.
Cooke, Rybalka, Stathis. 2010. Whey Protein Isolate Attenuates Strength Decline
After Eccentrically-Induced Muscle Damage in Health Individuals. Journal
of International Society of Sports Nutrition. 7 (30) : 1-9.
Gilson SF, Saunders MJ. 2010. Effects of chocolate milk consumption on markers
of recovery following soccer training : a randomized cross-over study.
Journal of the International Society of Sports Nutrition. 7(19): 1-10.
Hermana, Mahmud MK. 1996. Pengembangan Teknologi Pembuatan Tempe.
Bunga Rampai Tempe Indonesia. Sapuan, Soetrisno N, editor. Jakarta.
Yayasan Tempe Indonesia.
Hermana, Mahmud MK, Karyadi D. 1996. Komposisi dan Nilai Gizi Tempe serta
Manfaatnya dalam Peningkatan Mutu Gizi makanan. Bunga Rampai Tempe
Indonesia. Sapuan, Soetrisno N, editor. Jakarta. Yayasan Tempe Indonesia.
Helman EE, Huff-Lonergan E, Davenport GM, Lonergan SM. 2003. Effect of
dietary protein on calpastatin in canine skeletal muscle. J Anim Sci.
81:2199-2205.

7
Howatson G, Someren KV. 2008. The prevention and treatment of exercise
induced muscle damage. Sports Medicine. 38: 483-503.
Howatson G, Hoad M, Goodall S, Tallent J, Bell PG, French DN. 2012. Exerciseinduced muscle damage is reduced in resistance-trained males by branched
chain amino acids: a randomized, double-blind, placebo controlled study.
Journal of the International Society of Sports Nutrition. 9 (20):1-7.
Jackman SR, Witard OC, Jeukendrup AE, Tipton KD. 2010. Branched-chain
amino acid ingestion can ameliorate soreness from eccentric exercise.
Medicine Science Sports Exercise. 42:962–970.
Kirby, TJ. Triplett NT, Haines TL, Skinner JW, Fairbrother KR, McBride JM.
2012. Effect of leucine supplementation on indices of muscle damage
following drop jumps and resistance exercise Amino Acids. 42: 1987–1996
MacIntyre DL, Sorichter S, Mair J, Berg A, McKenzie DC. 2001. Markers of
inflammation and myofibrillar proteins following eccentric exercise in
humans. European Journal of Applied Physiology. 84: 180-186.
Mahmud MK. 1996. Tempe dan Infeksi. Bunga rampai Tempe Indonesia. Sapuan,
Soetrisno N, editor. Jakarta. Yayasan Tempe Indonesia.
Malm C, Lenkei R. Sjodin B. 1999. Effects of eccentric exercise on the immune
system in men. Journal of Applied Physiology. 86: 461-468.
Matsumoto K, Koba T, Hamada K, Sakura M, Higughi T, Miyata H. 2009.
Branched-chain amino acid supplementation attenuates muscle soreness,
muscle damage and inflammation during an intensive training program. J
Sports med phys fitness. 49: 424-31.
Millard-Stafford M, Warren GL, Thomas LM, Doyle JA, Snow T,Hitchcock K.
2005. Recovery from run training: efficacy of a carbohydrate-protein
beverage? Int J Sport Nutr Exerc Metab. 15:610-624.
Nissen S, Sharp R, Ray M, Rathmacher JA, Rice D, Fuller JC Jr, Con-nelly AS,
Abumrad N. 1996. Effect of leucine metabolite beta-hydroxy-betamethylbutyrate on muscle metabolism during resistance-exercise training.
J Appl Physiol. 81:2095-2104.
Nissen SL, Abumrad NN. 1997. Nutritional role of the leucine metabolite βhydroxy-β-methylbutyrate (HMB). J Nutr Biochem 1997; 8:300–311.
Rennie MJ, Tipton KD. 2000. Protein and amino acid metabolism during and after
exercise and the effects of nutrition. Annu Rev Nutr. 20:457-483.
Seifert JG, Kipp RW, Amann M, Gazal O. 2005. Muscle damage, fluid ingestion,
and energy supplementation during recreational alpine skiing. Int J Sport
Nutr Exerc Metab. 15:528-536.
Shimomura Y, Yamamoto Y, Bajotto G, Sato J, Murakami T, Shi-momura N,
Kobayashi H, Mawatari K. 2006. Nutraceutical effects of branched-chain
amino acids on skeletal muscle. J Nutr. 136:529S-532S.

8
Street B, Byrne C, Eston R. 2011. Glutamine supplementation in recovery from
Eccentric exercise attenuates Strength loss and muscle soreness. J Exerc Sci
Fit. 9: 116–12.
Tangkudung J. 2006. Kepelatihan Olahraga. Jakarta: Penerbit Cerdas Jaya.
Tidball JG. 2005. Inflammatory processes in muscle injury and repair. American
Journal of Physiology. 288: R345-R353.
Tipton KD. 2008. Protein for adaptations to exercise training. Eur J Sport Sci.
8:107-118.
Tortora G. 2009. Principles of Anatomy And Physiology. John Wiley & Sons, Inc.
All rights reserved.
Udani, JK, Singh, BB. 2009. BounceBackTM Capsules For Reduction of DOMS
after Eccentric Exercise : Randomized, Double-Blid, Placebo-Controlled,
Crosover Pilot Studi. Journal of the International Society of Sports
Nutrition. 6 (14): 1-6.
Urso ML, Clarkson PM. 2003. Oxidative stress, exercise, and antioxidant
supplementation. Toxicology. 189: 41-54.
White JP, Wilson JM, Austin KG, Greer BK, St John N, Panton LB. 2008. Effect
of carbohydrate-protein supplement timing on acute exercise-induced
muscle damage. J Int Soc Sports Nutr. 5 (5): 1-7.
Wojcik JR, Walber-Rankin J, Smith LL, Gwazdauskas FC. 2001. Comparison of
carbohydrate and milk-based beverages on muscle damage and glycogen
following exercise. Int J Sport Nutr Exerc Metab. 11:406-419.

9
2. TINJAUAN PUSTAKA
Latihan Kekuatan (Resistance Training)
Salah satu cara untuk mengembangkan kekuatan atlet adalah dengan cara
melakukan latihan kekuatan (Resistance Training). Kekuatan otot yang lebih besar
untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan tugas seperti mendorong atau
mengangkat. Ketahanan otot yang lebih besar memungkinkan orang untuk
melakukan pekerjaan yang berat dalam waktu yang lama tanpa merasa lelah.
Orang-orang yang meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan dengan
menggunakan otot untuk bergerak melawan kekuatan beban. Angkat berat dan
latihan kekuatan lainnya dapat menekan otot-otot yang menyebabkan peningkatan
ukuran dan kekuatan (Smolin dan Gresvenor 2010).
Latihan kekuatan adalah jenis aktivitas yang dilakukan untuk meningkatkan
kekuatan otot, power, daya tahan otot, dan / atau hipertrofi. Latihan beban
(dengan barbel, dumbel, menggunakan mesin) adalah yang paling efektif untuk
meningkatkan ukuran otot dan kekuatan karena memberikan variabilitas yang
besar untuk gerakan-gerakan yang dilakukan dan mudah diukur
bahwa
perkembangan tersebut mudah dipantau dan ditentukan (Kraemer et al.2001).
Latihan kekuatan harus dilakukan 2-3 hari seminggu pada awal program
latihan, dan dua hari seminggu setelah latihan kekuatan yang diinginkan telah
dicapai. Hal ini dapat dilakukan dengan beban atau dengan mesin latihan
kekuatan. Setiap sesi harus mencakup minimal 8 sampai 10 latihan yang melatih
kelompok otot utama. Setiap latihan harus diulang 8 sampai 12 kali. Peningkatan
jumlah beban dalam mengangkat akan meningkatkan kekuatan otot. Peningkatan
jumlah pengulangan akan meningkatkan daya tahan (Smolin dan Gresvenor
2010).
Resistance Training, sering disebut latihan kekuatan atau latihan beban,
melibatkan penggunaan otot untuk mendorong terhadap kekuatan. Tubuh
beradaptasi untuk melakukan tugas yang diminta, apakah tugas itu adalah untuk
mengangkat beban lebih berat, peregangan milimeter lebih jauh, atau terus
mengangkat selama beberapa menit lagi. Ketika otot bekerja, tekanan atau beban
berlebihan menyebabkan otot untuk beradaptasi dengan meningkatnya ukuran dan
kekuatan, proses tersebut disebut sebagai hipertrofi. Dengan semakin
meningkatkan jumlah atau intensitas latihan pada setiap sesi, secara perlahan otot
mengalami hipertrofi. Semakin besar jumlah dan intensitas latihan, semakin besar
efek dari latihan. Dengan meningkatkan kekuatan otot, latihan kekuatan juga
dapat meningkatkan kekuatan otot. Peningkatan dalam kekuatan otot terjadi ketika
kekuatan otot meningkat, ketika kinerja kardiovaskular ditingkatkan karena
latihan aerobik, dan ketika diet dioptimalkan. Ketika otot tidak digunakan, otot
menjadi lebih kecil dan lebih lemah. Proses ini disebut atrofi. (Smolin dan
Gresvenor 2010).
Kekuatan maksimum mengacu pada kemampuan tertinggi dari sistem
neuromuskuler sehingga dapat menghasilkan kontraksi maksimum. Kekuatan
maksimal ditunjukkan pada beban tertinggi yang dapat diangkat oleh seorang
atlet. Kekuatan maksimal berhubungan dengan faktor daya tahan otot, performa
mengangkat beban dan kecepatan (Bompa dan Haff 2009).

10
Sistem Energi pada Latihan Kekuatan
Energi untuk aktivitas latihan kekuatan terutama berasal dari sistem
anaerobik. Ini karena kebutuhan ATP yang sangat tinggi diperlukan untuk
menghasilkan tingkat yang besar selama aktivitas dengan intensitas tinggi dan
durasi pendek. Ini sesuai, dengan serat otot rangka yang beradaptasi untuk
terjadinya hipertropi dengan kemampuan metabolisme energi anaerobik.
Pool ATP dan creatine phosphate dalam sel otot adalah sumber utama
ATP selama beberapa detik pertama dari aktivitas intensitas tinggi. Tingkat ATP
dipertahankan selama beberapa detik pertama dari latihan intensitas yang sangat
tinggi, setelah tingkat creatine phosphate dan ATP habis ke tingkat yang rendah
dengan cara yang sesuai. Namun, tingkat ATP tidak habis ke titik kelelahan, ini
menunjukkan bahwa mekanisme lain yang lebih bertanggung jawab untuk
kelelahan otot selama melakukan intensitas yang sangat tinggi. Dalam merespon
latihan intensitas yang lebih tinggi, tingkat creatine phosphate meningkat,
adaptasi ini lebih besar dalam serat otot Tipe II daripada Tipe I (Wildman and
Miller 2004).
Glikolisis anaerobik meningkat karena terjadinya latihan intensitas yang
sangat tinggi. Kontribusi dari glikolisis anaerob untuk regenerasi ATP selama
detik pertama. Latihan terus-menerus, menyebabkan tingkat creatine phosphate
akan habis dan glikolisis anaerobik menjadi sistem regenerasi penyedia ATP
yang utama. Akibatnya, produksi asam laktat menjadi salah satu faktor pembatas
dari performa (Bean 2009). Glikolisis anaerobik terjadi terutama dalam serat tipe
II karena kebutuhan kekuatan yang tinggi. Beberapa ATP aerobik juga dihasilkan
pada serat tipe I yang digunakan untuk yang pertama dan bila tersedia oksigen,
tetapi kontribusi dari jalur aerobik minimal. Total produksi ATP sebagian
bergantung pada tingkat kebugaran, frekuensi, intensitas, waktu, dan jenis
aktivitas serta hidrasi dan status energi atlet. Regenerasi ATP melalui glikolisis
yang kemudian akan diproduksi asam laktat dari piruvat yang memungkinkan
untuk produksi ATP yang cepat selama latihan intensitas tinggi. NADH
diperlukan untuk mengubah piruvat menjadi asam laktat yang diproduksi pada
awal glikolisis. Reaksi laktat dehidrogenase (LDH) sehingga meregenerasi NAD+
pada langkah awal glikolisis.
Ketergantungan lebih besar pada glikolisis anaerobik dan regenerasi asam
laktat untuk regenerasi cepat ATP. Di satu sisi merupakan cara yang sangat cepat
karena sistem anaerobik menghasilkan ATP, yang mendukung upaya latihan yang
lebih kuat. Di sisi lain, asam laktat dalam jaringan otot dapat mengurangi
kapasitas fungsional yang dapat menghambat aktivitas, mengikat kalsium dan
enzimatik. Produksi asam laktat secara langsung berkaitan dengan intensitas
latihan, sistem energi dapat mempertahankan upaya latihan yang hanya sebentar
selama latihan yang sangat kuat (Wildman and Miller 2004).
Kerusakan Otot Setelah latihan
Kerusakan otot terjadi ketika otot menerima stimulus fisik yang
berlebihan. Dalam latihan dan olahraga, kerusakan otot disebabkan oleh trauma
fisik, sehingga robek, memar, atau pecahnya serat otot, dan gangguan miofilamen
(Nosaka 2007). Latihan kekuatan dapat berhubungan dengan tingginya kerusakan

11
otot jaringan, sebuah proses yang ditandai dengan gangguan retikulum
sarkoplasma dan sarkomerik protein garis z (Belcastro et al 1998). Kondisi
tersebut dipicu oleh trauma dari aktivitas fisik yang kemudian memicu kaskade
metabolik yang ditandai oleh peningkatan progresif indikator mikroskopis
kerusakan otot (Evan et al. 1986). Beberapa indikator kerusakan otot mencakup
peningkatan tingkat CK, LDH dan nyeri otot (Candow 2006). Kadar enzim CK
meningkat setelah latihan dengan intensitas tinggi yang disebabkan oleh
kerusakan pada sarkolema akibat gerakan yang terus menerus dalam intensitas
tinggi. Kerusakan sarkolema menyebabkan keluarnya enzim CK dari sel otot
menuju sistem sirkulasi sehingga hal ini dapat dijadikan indikator kerusakan otot
(Tortora 2009). Peningkatan indeks kerusakan otot berhubungan dengan kinerja
yang menurun (White et al. 2008).
Menurut Willoughby et al.(2003) bahwa olahraga berat dapat menyebabkan
kerusakan otot dan peradangan yang tergantung pada modus latihan, intensitas,
dan durasi. Latihan dengan komponen eksentrik besar menghasilkan besarnya
kerusakan serat otot, peradangan, serangan nyeri otot yang tertunda, dan berbagai
defisit fungsional. Respon terhadap kerusakan otot karena latihan yang disebabkan
oleh besarnya peningkatan inflamasi sitokin pada otot yang digunakan, pada
plasma. Hampir setiap orang dapat mengalami beberapa jenis nyeri otot setelah
latihan. Nyeri otot sering disebut sebagai serangan nyeri otot tertunda. Serangan
nyeri otot tertunda menggambarkan fenomena nyeri otot atau kekakuan otot yang
umumnya terjadi 12 sampai 48 jam setelah olahraga. Hal ini biasanya terjadi pada
individu yang tidak terbiasa untuk berolahraga, melakukan peningkatan intensitas
latihan yang mendadak atau melakukan olahraga setelah lama tidak aktif (Al
Masri 2011).
Kerusakan otot terjadi karena latihan eksentrik dengan gejala seperti nyeri
otot, kehilangan kekuatan otot dan berbagai gerakan dan pembengkakan (Nosaka
2007). Tindakan otot eksentrik melibatkan gerakan yang menyebabkan otot untuk
berkontraksi memanjang sementara. Contoh aktivitas otot eksentrik termasuk
turun tangga, berjalan menurun, dan angkat berat di gym. Serangan nyeri otot
tertunda diperkirakan sebagai akibat luka kecil yang terjadi di membran dari serat
otot. Jumlah kerusakan tergantung pada faktor-faktor tertentu seperti seberapa
keras, berapa la

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEKUATAN OTOT QUADRICEPS FEMORIS PADA ATLET BOLA BASKET DAN ATLET FUTSAL DENGAN LATIHAN ISOMETRIK

0 28 21

PENGEMBANGAN VARIASI LATIHAN KEKUATAN OTOT LENGAN DAN BAHU PADA ATLET PUTRA PANJAT DINDING DI KOTA MEDAN TAHUN 2016.

0 4 23

PENGARUH LATIHAN HALF SQUAT JUMP TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PUNGGUNG BAWAH PADA Pengaruh Latihan Half Squat Jump Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Punggung Bawah Pada Atlet Taekwondo Putra.

0 2 16

PENGARUH LATIHAN HALF SQUAT JUMP TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PUNGGUNG BAWAH Pengaruh Latihan Half Squat Jump Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Punggung Bawah Pada Atlet Taekwondo Putra.

0 2 13

PENGARUH MASSAGE DAN CONTRASBATH TERHADAP PEMULIHAN KELELAHAN PADA ANAK SETELAH OLAHRAGA Pengaruh Massage Dan Contrasbath Terhadap Pemulihan Kelelahan Pada Anak Setelah Olahraga.

0 1 20

PENGARUH MASSAGE DAN CONTRASBATH TERHADAP PEMULIHAN KELELAHAN PADA ANAK SETELAH OLAHRAGA Pengaruh Massage Dan Contrasbath Terhadap Pemulihan Kelelahan Pada Anak Setelah Olahraga.

0 2 15

PENGARUH PENAMBAHAN CONTRASBATH PADA COOLLING DOWN TERHADAP PEMULIHAN KELINCAHAN ATLET SETELAH LATIHAN Pengaruh Penambahan Contrasbath Pada Coolling Down Terhadap Pemulihan Kelincahan Atlet Setelah Latihan Zig Zag Run.

0 2 17

PENGARUH PENAMBAHAN CONTRASBATH PADA COOLLING DOWN TERHADAP PEMULIHAN KELINCAHAN ATLET SETELAH LATIHAN Pengaruh Penambahan Contrasbath Pada Coolling Down Terhadap Pemulihan Kelincahan Atlet Setelah Latihan Zig Zag Run.

0 2 17

Pengembangan Formula Minuman Olahraga Berbasis Tempe untuk Pemulihan Kerusakan Otot | Jauhari | Agritech 9456 17539 1 PB

0 0 6

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ATLET DENGAN MASA PEMULIHAN SETELAH CIDERA OLAHRAGA

0 1 51