KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ketentuan Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Kartu Kredit. Kejahatan kartu kredit yang dilakukan carder dapat dikategorikan kedalam dua bentuk, yaitu transaksi konvensional atau disebut off line dan transaksi maya atau disebut on line. Peraturan-peraturan yang mengatur tentang kejahatan kartu kredit dengan ketentuan hukum pidana antara lain adalah ketentuan pidana dalam KUHP, ketentuan diluar KUHP dan pengaturannya dalam RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Ketentuan pidana dalam KUHP terdiri atas 6 (enam) Pasal, antara lain Pasal 263, Pasal 322, Pasal 362, Pasal 372, Pasal 378 dan Pasal 480. Selain itu juga perlu diperhatikan ketentuan hukum diluar KUHP yang mengatur kejahatan kartu kredit, antara lain: rumusan pasal dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

2. Modus- Modus Terjadinya Kejahatan Kartu Kredit. Dalam usaha kartu kredit terdapat berbagai masalah yang dapat merugikan usaha kartu kredit, yang pada akhirnya kerugian harus ditanggung oleh bank atau nasabah pemegang kartu kredit (card holder). Kerugian ini disebabkan adanya kejahatan kartu kredit yang semakin modern dan mempunyai jaringan luas, serta berbagai modus operandi yang dilakukan oleh para carder (pelaku kejahatan kartu kredit).

Modus kejahatan kartu kredit pada umumnya terdapat 4 (empat) modus, yaitu modus IDT (pencurian identitas), modus ATO (penggunaan rekening),

Rosvelin Rominar Sormin : Kejahatan Yang Berkaitan Dengan Kartu Kredit Dan Upaya Penanggulangannya (Studi Kasus Putusan N0.65/Pid.B/2005/PN.MEDAN), 2007. USU Repository © 2009

modus MTO (pengambilalihan merchant secara tidak sah) dan modus carding (kejahatan kartu kredit).

3. Kejahatan Kartu Kredit dan Upaya Penanggulangannya. Upaya penanggulangan kejahatan kartu kredit dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu penanggulangan kejahatan kartu kredit dengan sarana penal dan non-penal.

a. Penanggulangan kejahatan dengan sarana penal (hukum pidana), terdiri dari: 1.) Aspek kebijakan kriminalisasi Kriminalisasi, menurut Sudarto merupakan proses penetapan suatu perbuatan seseorang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Hasil identifikasi itu diantaranya berupa pengkategorian perbuatan kejahatan kartu kredit kedalam delik-delik Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai berikut:

Carder, diartikan sebagai pengguna kartu kredit tanpa hak. Untuk menjerat carder digunakan ketentuan Pasal 378 dan Pasal 379a KUHPidana.

2.) Aspek pertanggungjawaban pidana.

Pengaturan sanksi pidana pada kejahatan kartu kredit terdapat dalam KUHP, pasal-pasal yang dapat dikenakan pada pelaku tindak pidana tersebut antara lain adalah Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan, Pasal 322 KUHP tentang pembocoran rahasia, Pasal 362 KUHP tentang

pencurian, Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 480 KUHP tentang penadahan.

b. Penanggulangan kejahatan kartu kredit dengan sarana non-penal (diluar hukum pidana), terdiri dari:

1. Tindakan Preventif. Untuk mengurangi angka kejahatan kartu kredit di Indonesia perlu penanggulangan dengan sarana non-penal yang lebih menekankan pada tindakan preventif sebelum terjadinya suatu tindak pidana. Upaya preventif tersebut meliputi antara lain:

a. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan kartu kredit dengan sarana non-penal ini merupakan suatu tindakan preventif yang juga dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem pembayaran pada proses transaksi bisnis melalui kartu kredit.

b. Pihak merchant, diharuskan melindungi cardholder ketika melakukan transaksi sehingga data-data mengenai kartu kredit seperti nomor PIN, identitas cardholder tidak dapat dilihat oleh orang yang tidak berkepentingan. Pengamanan ini menggunakan metode kriptografi.

2. Otorisasi Bank Indonesia dalam menanggulangi kejahatan kartu kredit. Menyadari masih banyaknya laporan kejahatan kartu kredit di

masyarakat, Bank Indonesia menerbitkan aturan yang mewajibkan bank-bank meningkatkan fitur keamanan pada kartu kredit yang diedarkan. Salah satu fitur yang disarankan bank sentral adalah

memakai teknologi chip, karena teknologi chip memuat sejumlah aplikasi dan pengamanan yang berlapis berbasis kriptogram.

Bank Indonesia juga memandang penting program komunikasi dan sosialisasi dalam upaya mencegah praktik kejahatan kartu kredit dengan mengikutsertakan AKKI, YLKI dan aparat penegak hukum.

B. Saran

Berdasarkan pemaparan yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka menyikapi permasalahan ini Penulis memberikan beberapa saran dalam mengatasi masalah tersebut, yakni:

1. Mengingat ketentuan hukum pidana sangat penting di dalam mengatur masalah kejahatan yang berkaitan dengan kartu kredit, maka dengan adanya ketentuan hukum pidana yang mengatur masalah kejahatan kartu kredit, seperti didalam KUHP, ketentuan diluar KUHP, dan dalam RUU Informasi dan Transaksi Elektronik, diharapkan para aparat penegak hukum dapat menjadikan peraturan tersebut sebagai pedoman didalam menjerat dan memberikan sanksi hukum bagi para pelaku kejahatan kartu kredit (carder).

2. Selain itu perlu disahkan dan diundangkannya RUU Informasi dan Transaki Elektronik agar kejahatan kartu kredit itu mempunyai UU khusus yang mengaturnya, sehingga dapat menciptakan suatu sistem perlindungan yang solid bagi pengguna kartu kredit dan dapat menjawab segala permasalahan yang timbul dalam penegakan hukum terhadap kejahatan kartu kredit.

3. Bagi para aparatur penegak hukum lebih giat dan profesional didalam menangani dan menangkap para pelaku kejahatan kartu kredit serta selalu mengikuti perkembangan teknologi informasi yang dapat digunakan sebagai media kejahatan bagi para pelaku. Dengan demikian dituntut pengetahuan yang luas bagi para aparat penegak hukum dan juga dapat mendatangkan saksi-saksi ahli dibidang informasi dan teknologi, khususnya yang berkaitan dengan kejahatan kartu kredit didalam menangani masalah kejahatan kartu kredit.

4. Mengingat banyaknya kasus-kasus yang berkaitan dengan kejahatan kartu kredit, terutama dikota-kota besar (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Bali, Kalimantan, dan Medan) membuat para pengguna kartu kredit merasa resah dan tidak aman dalam menggunakan layanan kartu kredit. Oleh sebab itu perlu adanya penanggulangan kejahatan kartu kredit, baik secara penal (hukum pidana) maupun secara non-penal (diluar hukum pidana). Namun harus tetap ada keterpaduan antara upaya penal dan upaya non- penal dalam menanggulangi kejahatan yang berkaitan dengan kartu kredit.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Analisis Pengaruh Faktor Yang Melekat Pada Tax Payer (Wajib Pajak) Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan

10 58 124

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203

Penerapan Data Mining Untuk Memprediksi Fluktuasi Harga Saham Menggunakan Metode Classification Dengan Teknik Decision Tree

20 110 145

Pembangunan Sistem Informasi di PT Fijayatex Bersaudara Dengan Menggunakan Pendekatan Supply Chain Management

5 51 1

Prosedur Pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Pengahsilan (SPT PPn) Dengan Menggunakan Elektronik Surat Pemberitahuan (E-SPT PPn 1111) Pada PT. INTI (Persero) Bandung

7 57 61