Norma Dasar Sebagai Landasan Validitas

a. Norma Dasar Sebagai Landasan Validitas

Suatu pernyataan tentang realitas dikatakan benar, karena pernyataan tersebut berhubungan dengan realitas atau karena pengalaman kita menunjukkan kesesuaian dengan relitas tersebut. Suatu norma adalah bukan pernyataan tentang rea- litas sehingga tidak dapat dikatakan benar atau salah dengan ukuran realitas. Validitas norma tidak karena keberlakuannya. Pertanyaan mengapa sesuatu seharusnya terjadi tidak pernah dapat dijawab dengan penekanan pada akibat bahwa sesuatu harus terjadi, tetapi hanya oleh penekanan bahwa sesuatu se- harusnya terjadi. 253

Kita menyatakan suatu norma bahwa “Kamu dilarang mem­ bunuh karena Tuhan melarangnya” atau “Kamu harus pergi ke sekolah, karena ayahmu memerintahkannya.” Alasan validitas norma kamu dilarang membunuh adalah norma umum yaitu kamu harus mematuhi

253 Ibid., hal. 110.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

perintah Tuhan . Alasan validitas norma kamu harus pergi ke sekolah Teori hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu adalah norma umum bahwa anak harus mematuhi ayahnya. Jadi

teori hukum statis dan teori hukum dinamis. Pembedaan ini alasan validitas norma adalah selalu suatu norma, bukan fakta.

tergantung pada penekanan pandangan apakah pada perbuatan Pertanyaan alasan validitas norma bersandar kembali kepada

manusia yang diatur oleh norma (the human behavior regulated by norma lain yang darinya norma pertama diturunkan. 254

norms) atau pada norma yang mengatur perbuatan manusia Kita menerima pernyataan bahwa kamu harus membantu

(norms regulating human behavior). 258 Dalam teori statis, suatu pengikutmu yang membutuhkan sebagai norma yang valid karena

norma adalah valid dan hal ini berarti kita mengasumsikan norma ini berasal dari pernyataan kamu harus mencintai tetangga­

bahwa individu yang perbuatannya diatur oleh norma harus mu . Norma ini kita terima sebagai norma yang valid karena

berbuat sesuai dengan yang ditentukan norma, yang berdasar- merupakan norma akhir yang validitasnya ada pada norma itu

kan nilai isinya merupakan suatu bukti yang menjamin validitas- sendiri (self­evident). 255

nya. Sedangkan teori dinamis obyeknya adalah aktivitas proses Suatu norma yang validitasnya tidak dapat diturunkan

pembuatan dan pelaksanaan hukum.

dari suatu norma yang lebih tinggi disebut norma dasar (basic Berdasarkan pembagian tersebut dan dengan melihat norm) . Validitas semua norma dapat dilacak pada satu atau be-

tipe norma dasarnya, dapat dibedakan dua prinsip atau sistem berapa norma dasar yang membentuk suatu sistem norma atau

norma yaitu sistem statis dan dinamis. Suatu norma adalah aturan. Norma dasar ini membentuk, sebagai sumber bersama,

norma tipe statis karena ditentukan oleh norma dasar baik suatu ikatan antara semua norma-norma yang berbeda yang

validitasnya maupun materinya. Validitas norma dan kualitas menjadi isi dari aturan. 256

norma ini karena dapat diderivasikan atau dideduksikan se- Bahwa suatu norma adalah milik suatu sistem norma

cara logis langsung dari norma dasar tertentu. Bentuk umum tertentu dapat diuji hanya dengan meyakinkan bahwa norma

dari norma yang valid berdasarkan nilai substansinya, adalah tersebut menderivasikan validitasnya dari norma dasar yang

norma moral. Norma dasar dari moralitas memiliki karakter membentuk tata hukum. Jadi alasan validitas suatu norma ada-

substansi yang statis. Tipe kedua yaitu sistem norma yang dina- lah suatu preposisi bahwa terdapat suatu norma akhir yang

mis terdapat pada suatu sistem di mana validitas suatu norma valid, yaitu norma dasar. Uraian alasan validitas norma ini bukan

tidak dapat digantungkan pada isi dari norma itu sendiri, tetapi sesuatu penjelasan yang tiada akhir ( regressus ad infinitum), tetapi

valid karena dibuat dengan cara tertentu. Karakter dinamis berakhir pada suatu norma tertinggi yang menjadi alasan akhir

ini menjadi karakter dari norma hukum di mana norma dasar validitas di dalam sistem normatif. 257

dari suatu sistem hukum adalah aturan dasar yang mengatur

b. Sistem Norma Statis dan Dinamis

pembuatan norma-norma dalam sistem tersebut. 259

Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 70–71.

Ibid., hal 110. Kelsen, Pure Theory of Law, Op.Cit., hal. 193.

Dalam General Theory of Law and State digunakan istilah “system” atau Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 110–111.

“type”, sedangkan dalam Pure Theory of Law digunakan istilah “principle”. 256 Ibid., hal. 111.

Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 55–56. Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 257 Ibid., hal. 111.

112. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 195–196.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

Norma dasar menetapkan otoritas tertentu yang dapat Norma dasar suatu tata aturan hukum dipostulasikan seb- memberikan kekuasaan pembuatan norma kepada beberapa oto-

agai aturan akhir tentang penetapan dan pembatalan (menerima ritas lain. Norma dengan sistem dinamis harus dibuat melalui

dan kehilangan validitas) norma dalam tata aturan hukum tindakan individual yang telah diotorisasikan untuk membuat

tersebut. Hukum adalah selalu hukum positif, dan positivisasi norma oleh norma yang lebih tinggi. Otorisasi ini adalah suatu

tersebut berdasarkan pada fakta bahwa hukum tersebut dibuat delegasi. Norma yang menciptakan kekuasaan didelegasikan

dan dibatalkan dengan tindakan manusia yang bebas dari sistem dari satu otoritas kepada otoritas lain, di mana otoritas yang

moralitas dan norma sejenis lainnya. Hal ini membedakan pertama lebih tinggi dan yang kedua lebih rendah. 260 Berbagai

antara hukum positif dengan hukum alam yang dideduksikan macam norma membentuk suatu kesatuan, suatu sistem, suatu

dari norma dasar tidak nyata yang dianggap sebagai ekspresi tatanan, jika validitas norma dapat dilacak kembali kepada

dari kehendak alam atau rasio alam. Norma dasar tata aturan suatu norma tunggal sebagai dasar akhir validitasnya. Karakter

hukum positif adalah semata-mata aturan fundamental di mana dinamis dari sistem hukum dapat disebutkan sebagai rantai

diatur pembuatan berbagai macam norma. Inilah titik awal pembuatan hukum (chain 261 of creation) . 262

proses pembuatan hukum dan secara keseluruhan memiliki karakter dinamis. 264 Apapun isi dari suatu norma, dan apapun

2. Hukum Sebagai Sistem Dinamis

perbuatan manusia memungkinkan untuk menjadi isi suatu norma, dapat memperoleh validitasnya. Suatu norma adalah

a. Positivisasi Hukum

valid dan mengikat hanya berdasarkan persyaratan bahwa telah Sistem norma yang disebut sebagai tata hukum adalah

dibuat dalam bentuk tertentu dan lahir dengan prosedur dan suatu sistem dinamis. Validitas norma hukum tidak karena diri-

aturan tertentu. 265

nya sendiri atau karena norma dasar memilikinya dan memiliki kekuatan mengikat dengan sendirinya. Validitas norma hukum

b. Hukum Kebiasaan dan Undang-Undang

tidak dapat dipertanyakan atas dasar isinya tidak sesuai dengan Norma hukum mungkin dibuat dengan cara-cara yang beberapa nilai moral atau politik. Suatu norma adalah norma

berbeda; norma umum melalui kebiasaan atau legislasi, norma hukum yang valid oleh nilai fakta bahwa norma tersebut telah

individual melalui tindakan judisial dan administratif atau dibuat sesuai dengan aturan tertentu. 263 transaksi hukum. Hukum selalu dibuat dengan suatu tinda-

kan secara sengaja sebagai pembuatan hukum, kecuali dalam

kasus ketika hukum berasal dari kebiasaan. Kebiasaan adalah

Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 113. 261 “Chain” (Zusammenhang) adalah terminologi yang diambil oleh penterjemah

tindakan umum yang dilakukan secara sadar dan diakui sebagai

Inggris dari Joseph Raz, The Concept of a Legal System, 2 nd edn, (Oxford: Clar-

norma mengikat dan bukan merupakan pilihan bebas. Inilah

endon Press, 1980), hal. 97–100. Menurut Merkl, konsep “chain” membantu dalam mengkonsepsikan ide tentang suatu tata hirarkis. Lihat Kelsen, Introduc- tion, Op.Cit., hal. 64, fn., no. 48. 262 Ibid., hal. 55–56.

Ibid., hal. 114.

Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 113.

265 Rice, Op.Cit., hal. 2.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

persyaratan yang disebut dengan opinio juris sive necessitatis.

3. Norma Dasar Suatu Tata Hukum

Penafsiran atas persyaratan ini adalah bahwa individu yang per- buatannya diatur oleh kebiasaan harus menyadari perbuatannya

a. Norma Dasar dan Konstitusi

sebagaimana ditentukan oleh aturan hukum. Mereka harus Derivasi norma-norma tata aturan hukum dari norma percaya bahwa mereka melaksanakan kewajiban hukum atau

dasar ditemukan dengan menunjukkan bahwa norma partikular memenuhi hak hukum. Doktrin tersebut adalah tidak benar

telah dibuat sesuai dengan norma dasar. Terhadap pertanyaan karena aturan hukum yang dibuat melalui tindakannya tersebut

mengapa suatu ketentuan yang memaksa adalah ketentuan hu- tidak dengan sendirinya merupakan aturan hukum. 266

kum, jawabannya adalah karena diatur dalam norma individual, Di sini dapat dibedakan antara hukum undang-undang

suatu keputusan pengadilan. Terhadap pertanyaan mengapa (statutory law) dan hukum kebiasaan (customary law) sebagai dua

norma individual ini valid sebagai bagian tata aturan hukum bentuk dasar hukum. Hukum undang-undang harus dipahami

tertentu, jawabannya adalah karena norma tersebut telah dibuat sebagai hukum yang dibuat dengan cara selain kebiasaan,

sesuai dengan undang-undang kriminal. Undang-undang ini, yaitu oleh legislatif, yudisial, atau tindakan administratif, atau

pada akhirnya menerima validitasnya dari konstitusi karena oleh transaksi hukum, khususnya kontrak dan perjanjian inter-

dibuat oleh organ yang kompeten sebagaimana diatur dalam

konstitusi. nasional. 269 Raz memahami pemikiran Kelsen dengan membagi

Jika bertanya mengapa konstitusi itu valid, mungkin kita dua macam norma, yaitu norma original dan norma derivatif,

menunjuk pada konstitusi lama. Akhirnya kita mencapai bebe- berdasarkan model pembuatan dan berhentinya sebagai nor-

rapa konstitusi hingga konstitusi pertama yang ditetapkan oleh ma. Norma original adalah norma dasar yang dibuat dengan

individu atau semacam majelis. Validitas konstitusi pertama cara dipresuposisikan valid. Sedangkan norma derivatif dibuat

adalah presuposisi terakhir, postulat yang final, di mana vali- dengan dua macam kondisi, yaitu (1) adanya eksistensi suatu

ditas semua norma dalam tata aturan hukum kita bergantung. norma tertentu (disebut sebagai a norm creating norm); dan (2)

Dokumen yang merupakan wujud konstitusi pertama adalah terjadinya peristiwa tertentu (norm creating events). Berhentinya

konstitusi sesungguhnya, suatu norma mengikat, hanya dalam status norma terjadi dalam dua cara, yaitu tidak pernah berlaku 270 kondisi bahwa norma dasar dipresuposisikan sebagai valid.

atau pernah berlaku di suatu waktu tetapi kemudian gagal. 268 Presuposisi inilah yang disebut dengan istilah trancendental­logical pressuposition . 271

Semua norma hukum adalah milik satu tata aturan hu- kum yang sama karena validitasnya dapat dilacak kembali,

Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 115. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 194.

266 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 114.

270 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 115.

267 Ibid., hal. 115.

271 Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 201–205.

268 Raz, Op.Cit., hal. 60–67.

272 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 115

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

secara langsung atau tidak, kepada konstitusi pertama. Bahwa mana awal validitas ini ditentukan hanya oleh tata aturan di konstitusi pertama adalah norma hukum yang mengikat adalah

mana norma tersebut ada. Norma tetap valid sepanjang belum sesuatu yang dipreposisikan, dan formulasi preposisi tersebut

dinyatakan invalid dengan cara yang ditentukan oleh tata hu- adalah norma dasar dari tata aturan hukum ini. 272

kum itu sendiri. Inilah prinsip legitimasi. Prinsip legitimasi ini tidak berlaku pada kasus revolusi atau juga disebut dengan coup

b. Fungsi Spesifik dari Norma Dasar

d’Etat . Suatu revolusi terjadi ketika tata hukum suatu komunitas Bahwa norma yang telah diuraikan di atas adalah norma

ditiadakan ( nullified) dan diganti dengan suatu tata aturan baru dasar dari suatu tata hukum nasional tidak mengimplikasikan

dengan cara yang tidak dapat dilegitimasi dengan tata aturan bahwa tidak mungkin untuk memasuki wilayah dibelakang nor-

yang digantikan tersebut. 275

ma. Tentu saja seseorang mungkin bertanya mengapa seseorang Secara hukum adalah tidak relevan apakah revolusi itu harus menghormati konstitusi pertama sebagai suatu norma

berdarah atau tidak, atau dilakukan oleh massa atau oleh elit yang mengikat. Jawabannya mungkin bahwa bapak konstitusi

pemerintahan. Dalam pandangan hukum, kreteria utama suatu pertama diberi kekuasaan oleh Tuhan. Namun karakteristik

revolusi adalah bahwa tata aturan yang berlaku disingkirkan positivisme hukum adalah bebas dari pembenaran religius ter-

dan digantikan dengan tata aturan baru dengan cara yang tidak hadap tata hukum. Hipotesis akhir positivisme adalah bahwa

diatur dalam tata aturan pertama. Biasanya, orang yang berhasil norma yang memberikan otoritas pada legislator pertama.

melakukan revolusi hanya meniadakan konstitusi dan hukum Norma dasar hanyalah presuposisi yang dibutuhkan oleh

tertentu yang memiliki signifikansi besar secara politik dan penafsiran positivis terhadap materi hukum. 273

menggatinya dengan norma lain. Sedangkan sebagian besar Norma dasar tidak dibuat dalam prosedur hukum oleh

bagian dari tata hukum lama tetap valid dalam bingkai tata aturan organ pembuat hukum. Norma ini valid tidak karena dibuat de-

yang baru. Namun sesungguhnya yang tetap sama hanyalah isi ngan cara tindakan hukum, tetapi valid karena dipresuposisikan

dari norma-norma tersebut, bukan alasan validitasnya. Norma- valid, dan dipresuposisikan valid karena tanpa presuposisi ini

norma tersebut tidak lagi valid karena dibuat dengan cara yang tidak ada tindakan manusia dapat ditafsirkan sebagai hukum,

ditentukan oleh konstitusi lama, tetapi karena validitasnya khususnya norma pembuat hukum. 274 diberikan baik secara jelas maupun diam-diam oleh konstitusi

yang baru. Fenomena ini disebut resepsi (reception) di mana tata

c. Prinsip Legitimasi

aturan yang baru menerima, atau mengadopsi, norma dari tata Validitas norma hukum mungkin terbatas waktunya,

aturan lama. Hal ini berarti tata aturan baru memberikan vali- dan adalah penting untuk memperhatikan bahwa akhir sebagai-

ditas terhadap tata norma yang isinya merupakan norma dari tata aturan lama. Resepsi adalah prosedur pembuatan hukum yang diperluas. 276

273 Ibid., hal 116. Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 58.

Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 116. Kelsen, Pure Theory of Law, Op.Cit., hal. 195.

276 Ibid., hal. 117.

275 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 117. 277 Ibid., hal. 118. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 208–209.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

1. a succesful revolution must have taken place, i.e. the govern- maka revolusi dikatakan tidak hanya merubah konstitusi, tetapi

Karena validitasnya diperoleh dari tata aturan baru,

ment is firmly established administratively; seluruh tata hukum. Hal ini menunjukkan bahwa tata aturan

2. the government is in effective control, i.e. there is by and lama telah dihilangkan validitasnya dan tidak lagi sesuai dengan

large conformity with is mandates;

prinsip legitimasi. Hal ini berlaku baik secara de facto maupun de

3. such conformity was due to popular support not mere tacit jure . Setiap ahli hukum akan mengasumsikan bahwa tata aturan

submission to ceorcion; and

lama telah kehilangan validitasnya, dan semua norma yang valid

4. the regime must not be oppressive or undemocratic. dalam tata aturan baru, menerima validitasnya secara eksklusif dari konstitusi baru. 277

e. Prinsip Efektifitas

d. Perubahan Norma Dasar

Setiap satu norma kehilangan validitasnya ketika keselu- Misalkan ada suatu kelompok individu mengambil alih 280 ruhan tata hukum norma tersebut kehilangan keberlakuannya.

kekuasaan dengan kekuatan untuk mengganti pemerintahan Keberlakuan tata hukum secara keseluruhan adalah kondisi negara monarki yang legitimate dengan bentuk pemerintahan

yang dibutuhkan untuk validitas setiap norma dalam tata aturan. republik. Jika mereka berhasil, jika tata aturan lama terhenti,

Suatu conditio sine qua non, tetapi bukan conditio per quam. Keber- dan tata aturan baru mulai berlaku, karena perbuatan individu

lakuan tata hukum secara total adalah suatu kondisi, bukan ala- san, bagi validitas norma-norma yang menyusunnya. diatur menurut tata aturan baru, maka tata aturan ini menjadi 281 Norma-

tata aturan yang valid. Mulai saat itu perbuatan individu dinilai norma ini valid bukan karena tata hukum secara keseluruhan sebagai legal atau illegal menurut tata aturan baru ini. Hal ini

berlaku, tetapi karena dibuat dengan cara konstitusional. Jadi berarti dipresuposisikan tata aturan baru, berdasarkan kons- 282 prinsip legitimasi dibatasi oleh prinsip efektifitas.

titusi pemerintahan republik yang menggantikan konstitusi pemerintahan monarki yang sudah tidak valid. Jika revolusi

f. “Desuetudo”

gagal, jika tata aturan yang coba dibentuk tetap tidak berlaku, Terkait dengan hal sebelumnya, harus diingat bahwa maka tindakan mereka ditafsirkan tidak sebagai tindakan pem-

suatu norma tunggal tidak kehilangan validitasnya jika norma buatan hukum yang legal, tetapi sesuai dengan konstitusi adalah

itu sendiri tidak efektif. Dalam suatu tata hukum yang secara tindakan illegal, suatu kejahatan pengkhianatan. 278

keseluruhan berlaku, mungkin terdapat norma yang valid tetapi Terkait dengan keabsahan pemerintahan revolusioner,

Hakim Haynes menyatakan bahwa pemerintahan tersebut

280 Menurut Friedman, keberlakuan (efficacy) ini merupakan unsur non formal dan

hanya diakui sebagai legal jika memenuhi empat kondisi,

non normatif yang terpaksa dimasukkan oleh kelsen untuk mengatasi masalah

yaitu: pertentangan suatu norma yang tidak dicabut oleh pengadilan dengan norma

dasar. Friedmann, Op.Cit., hal. 172. 281 Kelsen, Pure Theory of Law, Op.Cit., hal. 194.

Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 119. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 211 – 212.

278 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 118.

Kelsen, General Theory, Op Cit., hal 119. Kelsen, Pure Theory, Op Cit., 279 Hari Chand, Op.Cit., hal. 94–95.

hal. 213.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

tidak berlaku efektif (tidak dipatuhi dan tidak dilaksanakan).

g. “Ought” dan “Is”

Jika norma tersebut secara permanen tidak berlaku, maka Norma dasar suatu tata hukum nasional bukan me- kehilangan validitasnya oleh desuetudo. Desuetudo adalah efek

rupakan produk arbiter dari imajinasi hukum. Fungsi norma hukum negatif dari kebiasaan. Suatu norma mungkin ditindak-

dasar adalah membuat penafsiran normatif terhadap fakta ter- an (annulled) oleh kebiasaan, yaitu kebiasaan yang bertentangan

tentu mungkin dilakukan, dan hal ini berarti bahwa penafsiran dengan norma. Desuetudo meniadakan suatu norma dengan

fakta merupakan pembuatan dan pelaksanaan norma yang valid. membuat norma lain identik dengan karakter fungsi undang-

Norma hukum, sebagaimana telah dijelaskan, dinyatakan valid undang mencabut undang-undang yang valid. 283

hanya jika dimiliki oleh suatu tata aturan yang berlaku. Maka Apakah suatu undang-undang juga mungkin menjadi

isi dari norma dasar ditentukan oleh fakta melalui mana suatu tidak valid karena desuetudo pada akhirnya tergantung pada

aturan dibuat dan dilaksanakan. 288

apakah kebiasaan sebagai sumber hukum dapat di kesamping- Norma dasar dari setiap tata hukum positif memberikan kan oleh undang-undang dalam suatu tata hukum. Harus di-

otoritas hukum hanya berdasarkan fakta di mana suatu aturan asumsikan bahwa setiap norma hukum, walaupun itu adalah

dibuat dan dilaksanakan yang secara keseluruhan efektif. Hal norma undang-undang, dapat kehilangan validitasnya karena

ini tidak membutuhkan kenyataan bahwa perbuatan aktual indi- desuetudo . 284

vidu secara absolut sesuai dengan aturan. 289 Namun demikian Namun demikian, adalah tetap merupakan kesalahan

suatu aturan normatif kehilangan validitasnya ketika realitas untuk mengidentikkan validitas dan keberlakuan karena ke-

tidak lagi sesuai dengannya, paling tidak pada tingkat tertentu. duanya adalah fenomen yang berbeda. Norma yang ditiadakan

Maka validitas suatu aturan hukum tergantung pada kesesuai- oleh desuetudo adalah valid untuk waktu tertentu tanpa memiliki

annya dengan realitas, yaitu pada keberlakuan. Hubungan yang keberlakuan. Kasus ini menunjukkan bahwa tidak adanya ke-

ada antara validitas dan keberlakuan suatu tata hukum, juga berlakuan tanpa akhir yang berakibat pada validitas. 285

disebut antara ought dan is, dapat ditentukan dengan garis batas Hubungan antara validitas dan keberlakuan adalah se-

atas dan bawah. 290

bagai berikut: Suatu norma adalah norma hukum yang valid jika (a) norma tersebut telah dibuat dengan cara yang ditentu-

h. Hukum dan Kekuasaan

kan oleh tata hukumnya; 286 dan (b) jika norma tersebut belum Keberlakuan hukum adalah wilayah mewujudkan ke- dibatalkan baik dengan cara yang ditentukan oleh tata hukum

nyataan dan sering disebut sebagai kekuasaan hukum (the power atau dengan desuetudo atau dengan fakta bahwa tata hukum

of law) . Jika untuk adanya keberlakuan diberikan kekuasaan, sebagai keseluruhan kehilangan keberlakuannya. 287

maka masalah validitas dan keberlakuan ditransformasi men-

284 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 119. 285 Ibid., hal. 119

289 Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 32.

286 Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 35–36.

290 Kelsen, General Theory, Op.Cit.

287 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 120.

291 Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 60–61.

288 Ibid.

292 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 121.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

jadi masalah yang lebih umum, yaitu right and might. Kalaupun Jika kita meyakini hukum internasional sebagai suatu tata hukum tidak dapat eksis tanpa kekuasaan, maka hukum dan

hukum di mana semua negara adalah sub-ordinat, maka norma kekuasaan, right and might, tetap bukan sesuatu yang sama. 291

dasar tata hukum nasional bukan sesuatu yang dipresuposisikan Hukum adalah tata aturan spesifik atau suatu organisasi ke-

dengan pemikiran hukum, tetapi suatu norma hukum positif, kuasaan. 292

suatu norma hukum internasional yang diaplikasikan terhadap tata hukum suatu negara. Mengasumsikan primasi hukum in-

i. Prinsip Efektivitas sebagai Norma Hukum Positif

ternasional atas hukum nasional, berarti masalah norma dasar

(Hukum Internasional dan Nasional)

pindah dari tata hukum nasional ke tata hukum internasional. 295 Prinsip bahwa suatu tata hukum harus berlaku agar valid

Maka norma dasar yang benar hanyalah suatu norma yang tidak adalah suatu norma positif. Ini merupakan prinsip efektifitas hu-

dibuat oleh prosedur hukum, tetapi dipresuposisikan dengan kum internasional. Menurut prinsip hukum internasional, suatu 296 pikiran juridis secara internasional.

otoritas yang benar-benar establish adalah pemerintahan yang legitimate , yaitu coercive order yang ditetapkan oleh pemerintahan

j. Validitas dan Keberlakuan

sebagai aturan hukum di mana masyarakat yang membentuk Bahwa validitas suatu tata hukum bergantung kepada tata aturan ini adalah negara dalam hal hukum internasional,

keberlakuannya tidak mengimplikasikan bahwa validitas satu sepanjang tata aturan ini berlaku secara keseluruhan. 293

norma tunggal bergantung pada keberlakuannya. Satu norma Dari sudut pandang hukum internasional, konstitusi

masih tetap valid sepanjang merupakan bagian dari tata aturan negara adalah valid hanya jika tata hukum didasari konstitusi

yang valid. Ketidakberlakuan suatu norma namun tetap valid tersebut secara keseluruhan berlaku. Inilah prinsip umum efek-

karena dan sepanjang menjadi bagian dari rantai pembuatan tivitas, suatu norma positif dalam hukum internasional, yang

dari suatu sistem hukum yang valid. 297 Hanya norma yang dapat diaplikasikan terhadap keadaan kongkret individu tata hukum 298 menjadi dasar validitas norma yang lain. Pertanyaan apakah

nasional. Maka norma dasar dari tata hukum nasional yang suatu norma individual adalah valid dijawab dengan kembali berbeda-beda adalah suatu norma umum tata hukum inter-

pada konstitusi pertama. Jika valid, maka semua norma yang nasional. 294

telah dibuat dengan cara konstitusional adalah juga valid. Prin- sip efektifitas yang ada pada hukum internasional menunjuk

293 Ibid.

secara langsung hanya kepada konstitusi pertama suatu tata

294 Ibid., Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 71.

hukum nasional. 299

Pandangan ini mengharuskan bahwa hukum internasional harus memiliki suatu norma dasar sebagai konsekuensi sebagai suatu sistem hukum yang oleh Hart disebut sebagai rule of recognition. Terdapat pandangan lain bahwa hukum internasional hanyalah seperangkat aturan yang terpisah (a set of separate rules),

297 Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 63.

bukan suatu sistem yang utuh. Hart, Op.Cit., hal. 228. 298 Larry Alexander (ed.), Constitutionalism: Philosophical Foundations, (Cam- 296 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 121–122. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit.,

bridge: Cambridge University Press, 1998), hal. 73. hal. 214–217. Maka yang disebut sebagai norma dasar dalam hukum internasional

299 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 122.

adalah Pacta Sunt Servanda. Hari Chand, Op.Cit., hal. 96.

300 Hari Chand, Op.Cit., hal. 95–96.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

Berdasarkan konsep validitas hukum secara dinamis ter- ritas yang menurut konstitusi memiliki kompetensi membuat sebut, Hari Chand mengemukakan bahwa suatu norma yang

hukum. Berdasarkan konsep ini, maka hukum adalah apapun valid harus memenuhi kondisi (1) harus merupakan bagian

yang ada dibuat dengan jalan yang telah ditentukan oleh kons- dari suatu sistem norma; dan (2) sistem norma tersebut harus

titusi sebagai pembuatan hukum. Konsep dinamis ini berbeda berlaku efektif ( efficacious). Lebih lanjut Chand mengutip pen-

dari konsep hukum yang didefinisikan sebagai perintah yang dapat Starke dalam Fundamental Views and Ideas of Hans Kelsen 302 memaksa.

(1881–1973) bahwa konsep validitas dapat dipahami dengan Namun konsep dinamis ini hanya kelihatannya saja se- mempelajari empat arti yang diberikan oleh Kelsen, yaitu: 300

bagai konsep hukum. Di dalamnya tidak mengandung jawaban

1. Suatu norma eksis dengan kekuatan mengikat; apa esensi hukum, apa kreteria di mana hukum dapat dipisahkan

2. Norma partikuler tersebut dapat diidentifikasi sebagai dari norma sosial lainnya. Konsep dinamis ini memenuhi jawa- bagian dari suatu tata hukum (legal order) yang berlaku (effi­

ban hanya terhadap pertanyaan apakah suatu norma dalam cacious) ;

sistem norma hukum yang valid membentuk suatu bagian

3. Suatu norma dikondisikan oleh norma lain yang lebih tinggi aturan hukum tertentu atau tidak, dan mengapa? 303 dalam hirarki norma;

Bagaimanapun harus diperhatikan bahwa tidak hanya

4. Suatu norma yang dijustifikasi kesesuaiannya dengan norma suatu norma yang dapat dibuat dengan cara yang ditentukan dasar.

oleh konstitusi sebagai pembentukan hukum. Tahapan penting dalam proses pembuatan hukum adalah prosedur di mana nor-

4. Konsep Hukum Statis dan Dinamis

ma umum dibuat, yaitu prosedur legislasi. Proses pembuatan hukum tidak hanya merupakan proses legislatif, tetapi juga

Jika melihat tata hukum dari sudut pandang dinamis, prosedur otoritas yudisial dan administratif. 304 maka mungkin untuk mendefinisikan konsep hukum secara berbeda dari yang coba didefinisikan dalam teori ini. Terdapat kemungkinan untuk mengabaikan elemen paksaan dalam

mendefinisikan konsep hukum. 301

304 Ibid., hal. 123.

Adalah fakta bahwa legislator dapat menetapkan perin- 305 Beberapa penulis menyatakan bahwa teori hirarki norma ini dipengaruhi oleh tah tanpa perlu memberikan sanksi kriminal atau sanksi per- teori Adolf Merkl, atau paling tidak Merkl telah menulis teori terlebih dahulu

yang disebu Jeliæ dengan stairwell structure of legal order. Teori Merkl ini

data terhadap pelanggarannya. Jika norma semacam ini juga

adalah tentang tahapan hukum (die Lehre vom Stufenbau der Rechtsordnung)

disebut sebagai norma hukum, adalah karena dibuat oleh oto-

yaitu bahwa hukum adalah suatu sistem tata aturan hirarkis, suatu sistem norma yang mengkondisikan dan dikondisikan dan tindakan hukum. Norma yang meng- kondisikan berisi kondisi untuk pembuatan norma lain atau tindakan. Pembuatan hirarkis ini termanifestasi dalam bentuk regresi dari sistem tata hukum yang lebih tinggi ke sistem tata hukum yang lebih rendah. Proses ini selalu merupakan

301 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 122. proses konkretisasi dan individualisasi. Lihat Jelic, Op.Cit., hal. 149. Bandingkan 302 Ibid., hal. 122.

dengan Stewart, Op.Cit., hal. 283.

303 Ibid., hal. 122.

306 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 123–124.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

B. HIRARKI NORMA 305 2. Tingkat-Tingkat dalam Tata Hukum

1. Norma Superior dan Inferior

a. Konstitusi

Analisis hukum, yang menyingkap karakter dinamis dari

Konstitusi dalam arti Materiil dan Formal

sistem normatif dan fungsi norma dasar, juga menunjukkan Struktur hierarkis tata hukum suatu negara adalah sebagai kekhususan lebih lanjut dari hukum, yaitu: Hukum mengatur

berikut: Dipresuposisikan sebagai norma dasar, konstitusi kreterianya sendiri sepanjang suatu norma hukum menentukan

adalah level paling tinggi dalam hukum nasional. 308 Kons- cara norma lain dibuat, dan juga isi dari norma tersebut. Sejak

titusi dalam arti formal adalah suatu dokumen nyata sebagai suatu norma hukum adalah valid karena dibuat dengan cara

seperangkat norma hukum yang mungkin diubah hanya me- yang ditentukan oleh norma hukum lain, maka norma terakhir

nurut ketentuan khusus yang dimaksudkan agar perubahan merupakan alasan validitas yang pertama. 306 norma ini sulit dilakukan. Konstitusi dalam arti material terdiri

Hubungan antara norma yang mengatur pembuatan nor- dari aturan-aturan yang mengatur pembuatan norma hukum ma lain dan norma lain tersebut dapat disebut sebagai hubungan 309 umum, khususnya pembuatan undang-undang. Konstitusi

super dan sub-ordinasi dalam konteks spasial. Norma yang formal biasanya juga berisi norma lain, yaitu norma yang bu- menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan

kan merupakan bagian materi konstitusi. 310 Tetapi hal ini adalah norma yang dibuat adalah inferior. Tata hukum, khususnya

untuk menjaga norma yang menentukan organ dan prosedur sebagai personifikasi negara bukan merupakan sistem norma

legislasi bahwa suatu dokumen nyata yang khusus dirancang yang dikordinasikan satu dengan lainnya, tetapi suatu hirarki

dan bahwa perubahan aturan-aturannya dibuat secara khusus dari norma-norma yang memiliki level berbeda. Kesatuan

lebih sulit. Hal ini karena materi konstitusi adalah dalam bentuk norma ini disusun oleh fakta bahwa pembuatan norma, yang

hukum konstitusional yang harus dipisahkan dari hukum biasa. lebih rendah, ditentukan oleh norma lain, yang lebih tinggi.

Terdapat prosedur khusus untuk pembuatan, perubahan, dan Pembuatan yang ditentukan oleh norma lebih tinggi menjadi

pencabutan hukum konstitusi. 311

alasan utama validitas keseluruhan tata hukum yang membentuk Konstitusi dalam arti formal, khususnya ketentuan yang kesatuan. 307

menentukan bahwa perubahan konstitusi lebih sulit dari pada

perubahan hukum biasa, adalah mungkin hanya jika terdapat

307 Ibid., hal. 124.

308 Hal ini dilihat oleh Heinrich A. Rommen sebagai kritisi dari konsep kedaulatan

konstitusi tertulis. Terdapat negara yang tidak memiliki kons-

absolut melalui pembatasan kekuasaan pemegang kedaulatan. Heinrich A. Rom- men, The Natural Law: A Study in Legal And Social History And Philosophy, Judul Asli: Die ewige des Naturrecht, Penerjemah: Thomas R. Hanley, (Indiana-

310 Ibid., hal. 59–60. Sistem atau prinsip statis dan dinamis dapat disatukan jika polis: Liberty Fund, 1998), hal., 128.

materi konstitusi meliputi dua hal tersebut, yaitu substansi dan prosedur hukum 309 Konstitusi dalam arti material atau substantif adalah hukum yang hidup (living

yang akan dibuat. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 197–201. law), yaitu norma yang benar-benar berlaku dalam hukum konstitusi (meskipun

311 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 124–125. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., tidak tertuis). Lihat Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 63, fn. no. 45.

hal. 221–224. 312 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 125.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

titusi tertulis, yaitu Inggris, yang berarti tidak ada konstitusi 314 halnya legislasi adalah institusi konstitusional. formal. Maka konstitusi memiliki karakter hukum kebiasaan

Konstitusi mungkin secara jelas mengatur kebiasaan dan tidak ada perbedaan antara konstitusi dengan hukum

sebagai institusi dan hubungannya dengan ketentuan undang- biasa. Sedangkan konstitusi dalam arti material dapat berupa

undang. Bahkan konstitusi itu sendiri, baik secara keseluruhan konstitusi tertulis atau tidak tertulis. 312

maupun sebagian, dapat tidak tertulis atau kebiasaan. Hal ini karena berdasarkan kebiasaan bahwa kebiasaan adalah suatu

Penentuan Isi Norma Umum oleh Konstitusi

fakta pembuatan hukum. Jika suatu tata hukum memiliki suatu Materi konstitusi mungkin ditentukan tidak hanya organ

konstitusi tertulis yang tidak menginstitusikan kebiasaan sebagai dan prosedur legislasi, tetapi juga pada tingkat tertentu isi dari

suatu fakta pembuat hukum, namun tata hukum tersebut juga hukum yang akan datang. Konstitusi dapat menentukan secara

berisi hukum kebiasaan di samping hukum undang-undang, negatif apa materi yang dilarang sebagai isi hukum, misalnya

maka sebagai tambahan bagi konstitusi tertulis pasti ada norma parlemen dilarang menyetujui setiap rancangan undang-undang

konstitusi tidak tertulis, yaitu suatu kebiasaan pembentukan yang membatasi kebebasan beragama. Dengan cara negatif ini,

hukum di mana norma umum yang mengikat organ pelaksana tidak hanya isi undang-undang tetapi juga semua norma dari

hukum dapat dibuat melalui kebiasaan yang disebut dengan tata hukum ditentukan oleh konstitusi. Konstitusi juga dapat

“petitio principiil”. 315 Hukum mengatur pembuatannya sendiri, menentukan secara positif isi tertentu dari undang-undang

dan inilah hukum kebiasaan. 316

yang akan datang baik berupa materi delik, sanksi, maupun Kadang-kadang dikonstruksikan bahwa kebiasaan bukan prosedur. 313

sesuatu yang konstitutif (a law­creating fact) tetapi hanya suatu deklarasi yang mengindikasikan adanya eksistensi aturan hukum

Kebiasaan sebagaimana ditentukan oleh Konstitusi

yang mendahului. Menurut doktrin hukum alam, aturan hukum Jika dalam suatu tata hukum terdapat hukum undang-

ini dibuat oleh Tuhan atau alam. Menurut madzhab hukum undang dan kebiasaan secara berdampingan, jika organ pelak-

sejarah Jerman, dibuat oleh semangat rakyat (volksgeist). Dalam sana hukum khususnya pengadilan harus mengaplikasikan

ilmu hukum modern Perancis doktrin volksgeist digantikan oleh tidak hanya norma yang dibuat oleh organ legislatif tetapi juga

solidaritas sosial (solidarité sociale). Inilah yang menurut Léon norma umum yang dibuat oleh kebiasaan, maka kebiasaan di-

Duguit disebut sebagai hukum obyektif (droit objectif) yang meru- akui sebagai fakta pembuat hukum sebagaimana dalam legislasi.

pakan implikasi dari solidaritas sosial. Doktrin Jerman tentang Hal ini hanya mungkin jika konstitusi, dalam arti kata material,

Volksgeist dan doktrin Solidarité sociale Perancis adalah variasi dari menginstitusikan kebiasaan, seperti halnya institusi legislasi,

doktrin hukum alam yang memiliki karakteristik dualisme antara sebagai proses pembuatan hukum. Maka kebiasaan seperti

suatu hukum “sebenarnya” dengan hukum positif. 317

313 Ibid., hal. 125. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 224–225. 314 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 126.

317 Ibid., hal. 126–127.

315 Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 226.

318 Ibid., hal. 127.

316 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 126.

319 Ibid., hal. 128.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

Tidak ada perbedaan antara suatu aturan hukum kebiasa- yudisial dan administratif organ tersebut. Tindakan inilah yang an dan suatu aturan hukum undang-undang dalam hubungan-

menciptakan norma individual, yaitu penerapan norma hukum nya kepada organ pelaksana hukum. Pernyataan bahwa suatu

pada kasus nyata. 320

aturan kebiasaan menjadi hukum hanya melalui pengakuan sebagai bagian pelaksanaan hukum oleh pengadilan adalah

c. Hukum Substantif dan Ajektif

tidak benar. Sebab hukum undang-undang pun dapat dikatakan dengan cara yang sama. Baik kebiasaan maupun undang-undang

Kedua fungsi di atas berhubungan dua jenis hukum yang sudah merupakan hukum sebelum menerima pengakuan dari

biasa dibedakan, yaitu hukum material atau substantif dan hu- pengadilan, karena keduanya merupakan prosedur pembuatan

kum formal atau ajektif. Di samping hukum pidana substantif hukum. 318

terdapat hukum prosedur kriminal ajektif, dan demikian pula Perbedaan nyata antara hukum kebiasaan dan undang-

halnya dengan hukum perdata dan hukum administratif. Bagian undang berisi fakta bahwa yang pertama merupakan pembuatan

dari hukum prosedural adalah juga norma yang menentukan hukum yang terdesentralisasi sedangkan yang kedua tersentral-

organ pelaksana hukum. 321

isasi. Hukum kebiasaan dibuat oleh individu subyek hukum Kedua jenis norma umum ini selalu terlibat dalam aplikasi yang dibuat tersebut, sedangkan hukum undang-undang dibuat

hukum oleh suatu organ, yaitu: (1) norma formal yang menentu- oleh organ khusus yang dibuat untuk tujuan itu. 319

kan pembuatan organ dan prosedur yang harus diikuti; dan (2) norma material yang menentukan isi dari tindakan yudisial atau

b. Norma Umum Dibuat Berdasarkan Konstitusi: Un-

administratif. 322 Tidak mungkin dilakukan aplikasi norma jenis

dang-Undang dan Kebiasaan

kedua tanpa aplikasi norma jenis pertama. Kedua jenis norma tersebut tidak dapat dipisahkan. 323

Norma umum yang ditetapkan dengan cara legislasi atau kebiasaan, membentuk suatu tingkatan di bawah konstitusi

d. Penentuan Organ Pelaksana Hukum oleh Norma

dalam hirarki hukum. Norma-norma umum ini diaplikasikan

Umum

oleh organ yang kompeten, khususnya pengadilan dan otoritas administratif. Organ pelaksana hukum harus diinstitusikan se-

Norma umum yang dibuat oleh legislasi atau kebiasaan, suai dengan tata hukum, yang juga menentukan prosedur yang

dalam hubungannya dengan aplikasi melalui otoritas pengadilan harus diikuti organ pada saat mengaplikasikan hukum. Maka

dan administrasi bekerja seperti halnya konstitusi bekerja dalam norma umum hukum undang-undang atau kebiasaan memiliki

322 dua fungsi besar, yaitu: (1) menentukan organ pelaksana hukum Pada Introduction disebut sebagai bentuk hukum material (substantive) dan

hukum formal (procedural). Sedangkan dalam Pure Theory of Law disebut

dan prosedur yang harus diikuti; dan (2) menentukan tindakan

dengan istilah Material and Formal Law. Lihat Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 65. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 230–232. 323 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 129.

320 Ibid., hal. 128. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 229.

324 Ibid., hal. 129–130.

321 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 129.

325 Ibid., hal. 130.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

pembuatan norma umum melalui legislasi dan kebiasaan. Kedua menteri, pada kondisi yang tidak biasa menetapkan norma fungsi tersebut, yaitu aplikasi dan pembuatan hukum, ditentu-

umum untuk mengatur masalah yang biasanya diatur oleh organ kan oleh norma yang lebih tinggi secara formal dan material 326 legislatif melalui undang-undang.

sesuai dengan prosedur dan isi dari fungsi yang dijalankan. Proporsi penentuan pelaksanaan atau pembuatan hukum,

f. Sumber Hukum

baik secara formal maupun material, ditentukan berbeda-beda. Materi konstitusi utamanya menentukan oleh organ mana dan

Pembuatan hukum dengan kebiasaan dan undang-un- melalui prosedur apa norma umum dibuat. Biasanya konstitusi

dang sering disebut sebagai dua sumber hukum. Dalam konteks tidak menentukan isi dari norma yang akan dibuat, atau paling

ini, hukum hanya dipahami sebagai norma umum, mengabaikan tidak hanya menentukan secara negatif. 324 norma individual yang bagaimanapun merupakan bagian dari 327

Sedangkan norma umum menentukan tidak hanya organ

hukum seperti yang lainnya.

yudisial dan administratfi dan prosedurnya, tetapi juga isi dari Sumber hukum adalah ekspresi yang figuratif dan am- norma individual sebagai tindakan dari organ tersebut. Tingkat

bigu. Istilah tersebut tidak hanya digunakan untuk menyebut penentuan materi tersebut mungkin berbeda-beda. Pengadilan

metode pembuatan hukum, yaitu kebiasaan dan legislasi, tetapi biasanya lebih terikat secara ketat oleh hukum pidana dan per-

juga untuk mengkarakteristikkan alasan validitas hukum khu- susnya alasan paling akhir. Maka norma dasar menjadi sumber

data materal yang harus diaplikasikan dibanding dengan otoritas hukum. Namun dalam arti yang lebih luas, setiap norma hukum

administratif. 325 adalah sumber bagi norma yang lain, karena memuat prosedur

pembuatan norma atau isi norma yang akan dibuat. e. Peraturan 328 Maka

(“Ordinances”)

setiap norma hukum yang lebih tinggi adalah sumber bagi Kadang-kadang pembuatan norma umum dibagi men-

norma hukum yang lebih rendah. Jadi sumber hukum adalah hukum itu sendiri. jadi dua atau lebih tahapan. Beberapa konstitusi memberikan 329

otoritas administratif tertentu, misalnya kepala negara, ke- Ekspresi sumber hukum pada akhirnya digunakan juga kuasaan untuk menetapkan norma umum yang dengannya

pada keseluruhan makna yuridis. Juga mungkin mengartikan ketentuan dalam suatu undang-undang dijabarkan. Norma

sumber hukum sebagai ide-ide yang mempengaruhi organ pem- umum semacam ini, yang tidak dibuat oleh legislatif tetapi

buat hukum, misalnya norma moral, prinsip politik, doktrin oleh organ lain berdasarkan norma umum yang dibuat oleh

329 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 131–132.

legislatif, ditetapkan sebagai peraturan (regulation) atau ordonansi

330 J.W. Harris menyebut bahwa eksistensi standar non-hukum mungkin diberikan

(ordinances) . Beberapa konstitusi juga memberikan kekuasaan

sebagai alasan untuk membuat suatu aturan hukum baru, tetapi tidak mencip-

pada organ administratif, khususnya kepala negara atau perdana takan suatu standar hukum sebagai sumber hukum legislatif. J.W. Harris, Law

and Legal Science: An Inquiry into the Concepts Legal Rule and Legal System, (Oxford: Clarendon Press, 1979), hal. 72.

326 Ibid., hal. 130–131.

331 Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 217–221.

327 Ibid., hal. 131. 332 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 132. Kelsen, Introduction, Op.Cit., 328 Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 232–233.

hal. 65–67.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

hukum, pendapat ahli hukum, dan lain-lain. 330 Menurut hukum Seperti telah dijelaskan bahwa pembuatan norma hukum alam, norma dasar adalah hukum yang seharusnya dengan si-

dapat ditentukan dalam dua cara, yaitu (1) organ dan prosedur fat absolut. 331 Berbeda dengan sumber hukum menurut teori

yang akan membuat norma yang lebih rendah; dan (2) isi dari hukum murni yang telah diuraikan, sumber ini tidak memiliki

norma yang lebih rendah. Walaupun jika norma yang lebih kekuatan mengikat karena bukan merupakan norma hukum.

tinggi hanya menentukan organ dan ini berarti otorisasi organ Namun tetap memungkinkan bagi tata hukum mewajibkan

ini untuk menentukan dalam keleluasaannya proses pembuatan organ pembuat hukum untuk mentransformasi norma-norma

norma yang lebih rendah dan isinya, maka berarti norma yang tersebut menjadi norma hukum, yang berarti menjadi sumber

lebih tinggi sudah diaplikasikan dalam pembuatan norma yang hukum. 332

lebih rendah. Norma yang lebih tinggi paling tidak harus me- nentukan organ yang akan membuat norma yang lebih rendah.

g. Pembuatan dan Pelaksanaan Hukum

Suatu pembuatan norma yang tidak ditentukan sama sekali oleh norma lain tidak dapat menjadi bagian dari tata hukum.

Suatu norma yang mengatur pembuatan norma lain Maka fungsi pembuatan norma harus disebut sebagai fungsi adalah dilaksanakan dalam pembuatan norma lain tersebut.

pelaksanaan norma walaupun jika hanya elemen personal yang Pembuatan hukum (law­creating) adalah selalu merupakan

ditentukan oleh norma yang lebih tinggi. 335 pelaksanaan hukum (law­applying). Adalah tidak benar meng-

Bahwa pembuatan hukum pada waktu yang sama adalah klasifikasi tindakan hukum sebagai tindakan pembuatan hukum

pelaksanaan hukum, adalah konsekuensi dari fakta bahwa dan tindakan pelaksanaan hukum. Normalnya, pembuatan

setiap tindakan pembuatan hukum harus ditentukan oleh tata hukum dan pelaksaan hukum terjadi dalam waktu yang sama.

hukum. Hanya tindakan di mana tidak ada norma yang dibuat Pembuatan norma hukum adalah suatu pelaksanaan dari norma

mungkin disebut sebagai pelaksanaan hukum saja. Pada kasus yang lebih tinggi, dan pelaksanaan norma hukum yang lebih

lain adalah norma dasar yang menentukan konstitusi pertama tinggi normalnya adalah pembuatan suatu norma lebih rendah.

dan karena dipresuposisikan dengan pemikiran hukum, maka Legislasi adalah proses pembuatan hukum menurut konstitusi

juga dipresuposisikan bahwa pembuatan ini tidak ditentukan sehingga juga merupakan pelaksanaan hukum (konstitusi).

oleh norma hukum lain yang lebih tinggi, dan ini berarti tidak Pembuatan konstitusi pertama dapat dilihat sebagai suatu

ada unsur pelaksanaan hukum. 336

pelaksanaan norma dasar. Dengan demikian aktivitas hukum selalu melibatkan baik pembuatan maupun pelaksanaan. 333

Hal ini berlaku baik pada legislatif, pengadilan, maupun organ administratif dalam suatu negara. 334

336 Ibid., hal. 134.

333 Kelsen, General Theory, Op Cit., hal 133. Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 337 Terminologi adjudication secara literal berarti “declaring or pronouncing 70. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 233–236.

the law”, dan “finding or discovering the law”. Kelsen, Introduction, Op.Cit., 334 Ibid., hal. 262–267.

hal. 68, fn., no. 52.

335 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 133.

338 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 134.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

h. Norma Individu yang Dibuat Berdasarkan Norma

diyakini apakah kondisi yang ditentukan in abstracto dalam nor-

Umum

ma umum, ada di dalam kasus in concreto, untuk adanya suatu sanksi yang ditentukan in abstracto dalam norma umum dapat

Tindakan Yudisial sebagai Pembuatan Norma Indi-

dieksekusikan in concreto. Kedua hal tersebut merupakan elemen

vidual

esensial dari fungsi yudisial. 340

Ketika pengadilan memutuskan suatu perselisihan atau Keputusan yudisial adalah kontitutif sepanjang me- ketika menetapkan hukuman seorang terdakwa, pengadilan

merintahkan sanksi konkret dieksekusikan terhadap individu mengaplikasikan suatu norma umum. Tetapi secara simultan

deliquent . Karakter konstitutif juga ada sepanjang menentukan pengadilan juga membuat suatu norma individual yang me-

fakta sebagai kondisi adanya sanksi. Dalam dunia hukum, nentukan sanksi tertentu harus dieksekusikan terhadap individu

tidak ada fakta pada dirinya sendiri (no fact in itself), tidak ada tertentu dalam proses adjudikasi. 337 Norma individual ini terkait

fakta absolut. Yang ada hanyalah fakta yang ditentukan oleh dengan norma umum sebagaimana suatu undang-undang ter-

organ yang berkompeten melalui prosedur yang ditentukan kait dengan konstitusi. Fungsi yudisial seperti halnya legislasi,

hukum. Ketika memberikan konsekuensi tertentu terhadap keduanya merupakan pembuatan dan pelaksanaan hukum. 338

fakta tertentu, tata hukum harus juga menentukan organ yang Dari sudut pandang dinamis, norma individual yang

harus menentukan fakta dalam kasus konkret dan memberi- dibuat oleh keputusan yudisial adalah suatu tahapan dalam suatu

kan prosedur yang harus diikuti organ tersebut. Tata hukum proses yang dimulai dengan penetapan konstitusi pertama,

dapat mengotorisasikan organ ini untuk mengatur prosedurnya dilanjutkan dengan legislasi dan kebiasaan, dan menuju pada

sendiri, tetapi organ dan prosedur yang menentukan kondisi proses yudisial. Proses ini menjadi lengkap dengan eksekusi

sebagai suatu fakta harus ditentukan oleh aturan hukum agar sanksi individual. Hukum undang-undang dan kebiasaan adalah 341 dapat dilaksanakan dalam kehidupan sosial.

produk setengah jadi yang diselesaikan hanya melalui keputusan Jika keputusan yudisial telah ditetapkan berlaku sebagai pengadilan dan eksekusinya. Proses di mana hukum secara

hukum, jika telah tidak mungkin lagi mengganti keputusan ini konstan memperbaharui diri dari umum dan abstrak menuju

dengan lainnya karena adanya status res judicata (kasus telah diputuskan secara tetap oleh pengadilan terakhir), maka pen-

individual dan konkret. Ini adalah suatu proses peningkatan

dapat bahwa terhukum adalah tidak bersalah tidak memiliki menuju individualisasi dan konkretisasi.

signifikansi hukum lagi. Formulasi yang tepat aturan hukum Norma umum yang memuat kondisi dan konsekuensi

terkait dengan kasus di atas, bukan “jika subyek telah melakukan yang abstrak harus diindividualisasi dan dikonkretisasi agar delik, suatu organ harus mengenakan sanksi terhadap deliquent” , tetapi dapat bersentuhan dengan kehidupan sosial atau diaplikasi- “jika organ kompeten telah menetapkan sesuai aturan bahwa subyek kan dalam realitas. Untuk tujuan ini, dalam suatu kasus harus telah melakukan delik, maka suatu organ harus mengenakan sanksi

terhadap subyek ini.”

339 Ibid., hal. 134–135. Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 68. 340 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 135. 341 Ibid., hal. 135–136.

342 Ibid., hal. 136.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

3. Tindakan/Transaksi Hukum (“Juristic Act”)

umum dibuat untuk mengatur hubungan antar para pihak. 344 Maka transaksi hukum berdasarkan norma hukum yang valid

a. Transaksi Hukum sebagai Tindakan Pembuatan dan

merupakan tindakan pembuatan hukum (law­creating act). 345

Pelaksanaan Hukum Norma Sekunder sebagai Produk Transaksi Hukum

Telah dijelaskan bahwa pengadilan harus memerintahkan Norma yang dibuat oleh transaksi hukum adalah norma suatu sanksi konkret dalam prosedur hukum kriminal berdasar-

sekunder karena menimbulkan kewajiban dan hak hukum kan tuntutan organ komunitas, yaitu penuntut umum, sedangkan

hanya dalam hubungannya dengan norma primer umum yang menurut prosedur hukum perdata berdasarkan gugatan salah satu

memberikan suatu sanksi terhadap pelanggaran transaksi. Jadi pihak, yaitu penggugat.

norma sekunder adalah isi dari tindakan hukum yang oleh nor- Adalah karakteristik khusus dari hukum perdata bahwa

ma umum primer dijadikan sebagai kondisi bagi sanksi. 346 suatu transaksi hukum mungkin muncul di antara kondisi sanksi.

Dalam wilayah hukum pidana, kewajiban hukum ditentu- Delik dalam hukum perdata adalah fakta bahwa satu pihak gagal

kan secara langsung oleh norma umum primer, sedangkan memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh

dalam hukum perdata norma umum primer hanya menentukan transaksi hukum. Transaksi hukum adalah suatu tindakan dengan

kewajiban hukum individual secara tidak langsung yaitu melalui mana individu diotorisasikan oleh tata hukum untuk mengatur

media transaksi hukum. Namun terdapat pengecualian dalam hubungan tertentu secara hukum. Hal ini adalah suatu tindakan

hukum perdata tersebut, yaitu dalam kasus kewajiban untuk pembuatan hukum karena menghasilkan kewajiban hukum dan

memperbaiki kerusakan karena tindakan ilegal. 347 hak para pihak yang masuk dalam transaksi. Namun pada waktu

Sanksi yang ditetapkan oleh norma hukum umum hu- yang sama tindakan tersebut adalah suatu tindakan pelaksanaan

kum perdata tidak hanya dikondisikan oleh perbuatan individu hukum. Proses yang dimulai dengan pembuatan konstitusi

yang berlawanan dengan norma sekunder yang dibuat dalam berlangsung berurutan dan fase akhirnya adalah realisasi tin- transaksi hukum, tetapi juga oleh fakta bahwa kerusakan yang dakan paksaan sebagai konsekuensi dari suatu tindakan yang

disebabkan oleh pelanggaran tersebut tidak diperbaiki. Dalam tidak sesuai dengan hukum. terminologi lain, antara pelanggaran norma sekunder dan Dengan memberikan individu kemungkinan mengatur

sanksi, suatu kewajiban untuk memperbaiki kerusakan akibat hubungan antar para pihak melalui transaksi hukum, maka tata

tindakan illegal biasanya disisipkan. Pada setiap tata hukum ada hukum memberi individu suatu otonomi hukum tertentu. Inilah suatu kewajiban untuk memperbaiki kerusakan yang diakibat- yang disebut dengan otonomi privat (private autonomy) di mana

kan secara ilegal bukan sebagai kasus perbuatan illegal yang dengan transaksi hukum, norma individual atau bahkan norma dapat dikategorikan sebagai pelanggaran norma sekunder,

343 Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 70.

tetapi suatu norma hukum umum yang memberikan sanksi

344 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 137.

secara langsung terhadap fakta bahwa seorang individu tidak

Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 256–258. 346 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 137.

348 Ibid., hal. 138–140. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 123–124. 347 Ibid., hal. 138.

349 Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 140.

Teori Hans Kelsen tentang Hukum Konsep Hukum Dinamis (“Nomodinamics”)

memperbaiki suatu kerugian karena perbuatannya meskipun berlaku (void) jika salah satu pihak dapat menunjukkan bahwa tidak ada transaksi hukum. Maka kewajiban memperbaiki suatu

keinginan sebenarnya tidak sesuai dengan apa yang ditafsirkan kerugian (injury) yang disebabkan oleh perbuatan yang bukan

dalam suatu deklarasi keinginannya. Atau validitas dari kontrak pelanggaran terhadap norma sekunder biasanya dikarakteristik-

mungkin dianggap independen, sehingga kontrak ditetapkan kan bukan sebagai kewajiban ex contractu tetapi suatu kewajiban

sebagai valid. Yang mana di antara kedua solusi tersebut yang di- ex delictu 348

. 350 pilih tergantung pada politik hukum sebagai value judgment.

Transaksi Hukum dan Delik

Penawaran dan Penerimaan

Transaksi hukum dan delik, keduanya adalah kondisi Bahwa pihak-pihak membuat deklarasi yang sama bagi suatu sanksi. Namun transaksi hukum adalah suatu fakta

biasanya tidak mencukupi untuk pembuatan suatu kontrak. pembuatan hukum, sedangkan delik tidak. Sesuai dengan mak-

Deklarasi salah satu pihak harus ditujukan dan diterima oleh sud transaksi hukum, maka jika norma dilanggar dan kerusakan

pihak lain. Maka suatu kontrak dapat dikatakan terdiri dari yang diakibatkannya tidak diperbaiki maka suatu sanksi harus

suatu penawaran dan suatu penerimaan. Pembedaan antara dieksekusikan. Transaksi hukum adalah suatu kondisi dari suatu

penawaran dan penerimaan ini mempresuposisikan bahwa delik sipil dan hanya merupakan kondisi tidak langsung bagi

dua deklarasi tersebut tidak dibuat scara simultan. Pertanyaan sanksi sipil. Delik sipil atau kriminal adalah kondisi langsung

yang kemudian muncul adalah apakah yang menawarkan harus dari sanksi yang dieksekusikan walaupun berlawanan dengan

memberlakukannya hingga saat penerimaan. Haruskah kedua keinginan deliquent.

pihak memiliki keinginan yang sebenarnya untuk membuat kontrak pada satu saat yang sama? Jika yang menawarkan me- nunjukkan bahwa dia tidak lagi memiliki keinginan terhadap

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

HUBUNGAN IMPLEMENTASI PERAWAT TENTANG PATIENT SAFETY DENGAN RESIKO CEDERA PADA INFANT DAN TODDLER

38 264 22

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG DESAIN KEMASAN PRODUK DENGAN INTENSI MEMBELI

9 123 22

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215