Rancang Bangun Antena Biquad Dipole Untuk Aplikasi 3G

(1)

TUGAS AKHIR

RANCANG BANGUN ANTENA BIQUAD DIPOLE UNTUK APLIKASI 3G

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) pada

Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara oleh

NIKO SIAGIAN NIM: 070402050

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

RANCANG BANGUN ANTENA BIQUAD DIPOLE UNTUK APLIKASI 3G

Oleh :

Niko Siagian NIM : 070402050

Disetujui oleh : Pembimbing

Ir . Arman Sani, M.T. NIP : . 19631128 199103 1003

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU

Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si NIP : 19540531 198601 1002

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

i ABSTRAK

Generasi Pertama (1G) adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan teknologi-teknologi yang digunakan pada sistem komunikasi bergerak pada pertama kalinya. Basic service yang ditawarkan pada teknologi generasi pertama ini masih berkisar pada suara.

Perkembangan dari Generasi Pertama (1G) ini adalah 2G dimana penggunaan teknologi digital telah digunakan sehingga kapasitas yang lebih besar pada perangkat radio. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan akan komunikasi suara, gambar, dan paket data yang lebih besar dikembangkanlah generasi baru yaitu Generasi Ketiga (3G) dimana pengiriman data lebih cepat dan kapasitas kanal yang lebih besar dibandingkan dengan 2G.

Pada Tugas Akhir ini dirancang, direalisasikan dan dilakukan pengukuran parameter-parameter antena Biquad Dipole. Antena ini ditujukan untuk menjadi media bantu dalam penerimaan sinyal 3G demi memaksimalkan perolehan sinyal dan koneksi. Adapun parameter antena diuji sebagai titik ukur kemampuan antena. Dari pengukuran diperoleh nilai VSWR rata-rata sebesar 1,363 pada frekuensi 2,1 GHz. Nilai parameter return loss rata-rata pada frekuensi 2,1 GHz adalah -12,97 dB. Nilai distance to fault (DTF) pada jarak 0,20 m sebesar 1,518 pada jarak 0,20 m untuk frekuensi 2,1 GHz.


(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tiada terkira penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul :

”RANCANG BANGUN ANTENA BIQUAD DIPOLE UNTUK APLIKASI 3G”

Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orangtua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yaitu J. Siagian dan M. br Manurung serta ketiga saudara Muara Togi Siagian, Edward Piter Siagian, dan Daniel Siagian yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

Selama masa kuliah sampai penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis juga banyak mendapat dukungan, bimbingan, maupun bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Arman Sani, MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini.


(5)

iii 2. Bapak Ir. Bangsa Sitepu, MT selaku Dosen Wali penulis.

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU serta Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT USU yang banyak memberi motivasi selama penulis menjalani kuliah.

4. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Pak Marlon Manurung, Bang Monang, Bang Martin, Bang Arwan, Bang Husein, dan Bang Dodi yang telah banyak membantu dalam pengambilan data selama penyusunan Tugas Akhir ini.

6. Teman-teman seperjuangan stambuk 2007 (Eksen 7), Harapan Singarimbun, Francisco Memet, Jon Iman Saragih, ST, Ramcheys Siahaan, Rocky Hezkia Ananta Bangun, ST, Jannes Pinem, Setia Sianipar, ST, Ramli Situmeang ST, Advent Girsang, Habinsaran NS Sijabat, Kukuh Gumilar, Leonardo Hutauruk, Nobel Paul Simorangkir, Benito Nugroho, Ade Putri SJP, Yudi Wijaya, Mario Sitorus, Asyer Nababan, dan yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

7. Pengurus IMTE 2011-2012, Ahmad Muhajir Hasibuan, Irham Ansori, Muhhamad Habibie Lubis dan pengurus lainnya.

8. Adik-adik junior baik stambuk 2008, 2009, 2010, dan 2011.

9. Serta untuk semua yang tidak bisa disebutkan oleh penulis, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya.


(6)

iv Penulis sadar bahwa Tugas Akhir ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapakan kritik dan saran yang membangun demi memperbaiki Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Juni 2012


(7)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Manfaat Penulisan ... 3

1.6 Metode Penulisan ... 3

1.7 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TEORI DASAR ANTENA 2.1 Umum ... 5

2.2 Gelombang Elektromagnetik ... 6

2.3 Pengertian Antena ... 6

2.4 Parameter-Parameter Antena ... 7

2.5 Jenis-Jenis Antena ... 18


(8)

vi

2.7 Antena Dipole ... 22

BAB III

RANCANG BANGUN ANTENA BIQUAD DIPOLE

3.1 Umum ... 32

3.2 Antena Biquad Dipole ... 33

3.3 Langkah Pengerjaan dan Metode Perancangan Antena Biquad Dipole ... 33

3.4 Bagian Utama Antena Biquad Dipole ... ... 35

3.5 Perancangan Antena Biquad Dipole ... 38

3.6 Komponen Antena Biquad Dipole ... 39

3.7 Pembuatan Antena Biquad Dipole ... 43

BAB IV

PENGUJIAN

ANTENA

BIQUAD

DIPOLE

4.1 Umum ………. 46

4.2 Persiapan Pengukuran dan Pengujian ... 46

4.3 Pengukuran VSWR ... 47

4.4 Pengukuran Return Loss ... 50

4.5 Pengukuran Distance to Fault ... 53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 56


(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima ………….. ... 7

Gambar 2.2 Dimensi Pola Radiasi Antena ... 10

Gambar 2.3 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional ... 11

Gambar 2.4 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectonal ... 11

Gambar 2.5 Polarisasi Antena ... 12

Gambar 2.6 Polarisasi Vertikal ... 12

Gambar 2.7 Polarisasi Horizontal ... 13

Gambar 2.8 Polarisasi Circular ... 13

Gambar 2.9 Polarisasi Cross ... 14

Gambar 2.10 Beamwidth Antena ... 15

Gambar 2.11 Bandwidth Antena ... 15

Gambar 2.12 Antena Isotropis ... 19

Gambar 2.13 Contoh Antena Unidirectional ... 20

Gambar 2.14 Contoh Antena Omnidirectional ... 21

Gambar 2.15 Antena Monopole dan Dipole ... 24

Gambar 2.16 Arus, Tegangan, dan Pola Radiasi Pada Antena Dipole ... 26

Gambar 2.17 Antena Dipole ... 27

Gambar 2.18 Koordinat-Koordinat Bola ... 30

Gambar 2.19 Pola Radiasi Antena Dalam Dua Dimensi ... 30

Gambar 3.1 Diagram Alur Perancangan dan Perakitan Antena Biquad Dipole 34

Gambar 3.2 Bentuk dan Dimensi Antena Biquad Dipole ... 35


(10)

viii

Gambar 3.4 Jumper Connector ... 40

Gambar 3.5 Site Master S331D ... 41

Gambar 3.6 Alat Kalibrasi Site Master ... 41

Gambar 3.7 Hasil Pembacaan dengan Software Anritsu ... 43

Gambar 3.8 Papan PCB Polos ... 44

Gambar 3.9 Papan PCB ... 44

Gambar 3.10 Bentuk Biquad ... 45

Gambar 3.11 Kawat Tembaga yang Disolder ke Kabel Feeder ... 45

Gambar 3.12 Antena Biquad Selesai ... 45

Gambar 4.1 Antena dengan Frekuensi Kerja 1,910 – 2,170 GHz ... 47

Gambar 4.2 Proses Pengukuran VSWR ... 47

Gambar 4.3 Hasil Pengukuran VSWR ... 48

Gambar 4.4 Hasil Pembacaan Pertama dengan Software Anritsu ... 48

Gambar 4.5 Hasil Pembacaan Kedua dengan Software Anritsu ... 49

Gambar 4.6 Hasil Pembacaan Ketiga dengan Software Anritsu ... 49

Gambar 4.7 Hasil Pengukuran Return Loss ... 50

Gambar 4.8 Hasil Pembacaan Pertama dengan Software Anritsu ... 51

Gambar 4.9 Hasil Pembacaan Kedua dengan Software Anritsu ... 51

Gambar 4.10 Hasil Pembacaan Ketiga dengan Software Anrisu ... 52

Gambar 4.11 Hasil Pengukuran Distance to Fault ... 53

Gambar 4.12 Hasil Pembacaan Pertama dengan Software Anritsu ... 54

Gambar 4.13 Hasil Pembacaan Kedua dengan Software Anritsu ... 54


(11)

ix

DAFTAR TABEL


(12)

i ABSTRAK

Generasi Pertama (1G) adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan teknologi-teknologi yang digunakan pada sistem komunikasi bergerak pada pertama kalinya. Basic service yang ditawarkan pada teknologi generasi pertama ini masih berkisar pada suara.

Perkembangan dari Generasi Pertama (1G) ini adalah 2G dimana penggunaan teknologi digital telah digunakan sehingga kapasitas yang lebih besar pada perangkat radio. Seiring dengan bertambahnya kebutuhan akan komunikasi suara, gambar, dan paket data yang lebih besar dikembangkanlah generasi baru yaitu Generasi Ketiga (3G) dimana pengiriman data lebih cepat dan kapasitas kanal yang lebih besar dibandingkan dengan 2G.

Pada Tugas Akhir ini dirancang, direalisasikan dan dilakukan pengukuran parameter-parameter antena Biquad Dipole. Antena ini ditujukan untuk menjadi media bantu dalam penerimaan sinyal 3G demi memaksimalkan perolehan sinyal dan koneksi. Adapun parameter antena diuji sebagai titik ukur kemampuan antena. Dari pengukuran diperoleh nilai VSWR rata-rata sebesar 1,363 pada frekuensi 2,1 GHz. Nilai parameter return loss rata-rata pada frekuensi 2,1 GHz adalah -12,97 dB. Nilai distance to fault (DTF) pada jarak 0,20 m sebesar 1,518 pada jarak 0,20 m untuk frekuensi 2,1 GHz.


(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antena merupakan salah satu elemen penting dalam terselenggaranya hubungan komunikasi nirkabel antara dua pelanggan atau lebih yang ingin berkomunikasi. Perkembangan komunikasi data beberapa tahun belakangan yang semakin pesat membutuhkan perkembangan perangkat fisik yang mampu menjadi jembatan komunikasi antara satu perangkat komunikasi dengan yang lainnya.

Dengan semakin bertambahnya pemakaian komputer, semakin besar kebutuhan akan pentransferan data dari satu terminal ke terminal yang lain yang dipisahkan oleh jarak yang semakin jauh. Kendala yang sering terjadi adalah kecepatan akses yang menjadi lambat seiring dengan banyaknya pengguna telepon serta akibat tidak stabilnya sinyal yang diterima oleh pelanggan.

Penggunaan antena Biquad Dipole merupakan sebuah solusi bagi para pelanggan yang ingin menjangkau sebuah access point yang jauh. Pada Tugas Akhir ini mencoba untuk merancang sebuah antena Biquad Dipole yang menggunakan papan PCB yang berfungsi sebagai reflector dan elemen tembaga sebagai receiver sinyal. Pembuatan antena Biquad Dipole ini tidak terlampau sulit. Antena ini sangat mungkin dibuat oleh masyarakat umum dengan memperhatikan urutan pengerjaan yang tepat.


(14)

2 1.2 Rumusan Masalah

Melalui latar belakang tersebut, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana prinsip kerja antena sebagai pemancar dan penerima sinyal? 2. Bagaimana spesifikasi antena Biquad Dipole yang diperlukan?

3. Bagaimana merancang antena Biquad Dipole yang bekerja pada frekuensi 3G?

4. Bagaimana menguji kinerja antena hasil rancang bangun tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk merancang antena Biquad Dipole yang bekerja pada frekuensi 3G serta mendapatkan kinerja dari antena hasil perancangan.

1.4 Batasan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dibahas pada Tugas Akhir ini dibatasi pada: 1. Pengukuran antena pada frekuensi 1,910 – 2,170 GHz.

2. Analisis parameter antena Biquad Dipole meliputi VSWR, return loss, dan distance to fault (DTF).

3. Perancangan antena Biquad Dipole sebagai penerimaan sinyal untuk aplikasi 3G.

4. Pengukuran parameter antena dilakukan dengan alat ukur Site Master S331D.


(15)

3 1.5 Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan Tugas Akhir ini adalah dapat merealisasikan teori yang didapat mengenai antena untuk dapat merancang bangun sebuah antena bantu penguat sinyal. Tugas Akhir ini diharapkan dapat menjadi sumbangan dalam memperkaya pengetahuan dan memberikan kesempatan untuk mempelajarinya lebih lanjut.

1.6 Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Studi literatur

Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan jurnal-jurnal pendukung, baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy.

2. Merancang antena Biquad Dipole

Merupakan proses merancang antena Biquad Dipole yang bekerja pada frekuensi 3G.

3. Analisis

Berupa analisis terhadap antena yang dirancang dengan menggunakan alat ukur Site Master S331D.

1.7 Sistematika Penulisan


(16)

4

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TEORI DASAR ANTENA

Bab ini berisi tentang teori-teori pendukung yang mendasari proses perancangan dan perakitan antena.

BAB III RANCANG BANGUN ANTENA BIQUAD DIPOLE

Bab ini berisi perancangan antena Biquad Dipole yang meliputi pengukuran desain dan pembuatan antena.

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS ANTENA BIQUAD

DIPOLE

Bab ini berisi tentang pengujian antena Biquad Dipole yang bekerja pada frekuensi 1,910 – 2,170 GHz.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil pembahasan-pembahasan sebelumnya.


(17)

5 BAB II

TEORI DASAR ANTENA

2.1 Umum

Penemuan teknologi radio adalah kemajuan besar dunia telekomunikasi. Awal 1800-an secara terpisah Joseph Henry, profesor dari Pinceton University dan fisikawan Inggris Michael Faraday mengembangkan teori induksi. Percobaan mereka terhadap elektromagnet membuktikan arus listrik di sebatang kawat dapat menimbulkan arus di batang kawat lain, meski keduanya tidak berhubungan. Tahun 1864 fisikawan Inggris lain James Clerik Maxwell, berteori bahwa arus listrik dapat menciptakan medan magnet dan bahwa gelombang elektromagnet bergerak dengan kecepatan cahaya. Teori Maxwell itu belakangan dibuktikan kebenarannya oleh percobaan yang dilakukan fisikawan Jerman Heinrich Hertz, tahun 1880. Pada tahun 1886, Hertz memasang peralatan yang sekarang diketahui sebagai sistem radio dengan antena dipole sebagai pengirim dan antena loop segi empat sebagai penerima. Penemuan Hertz ini dilanjutkan oleh Guglielmo Marconi dengan menambah rangkaian tuning dan antena besar yang mampu melakukan yang sangat jauh. Kemudian Guglielmo Marconi pada 1895, berhasil mengirim sinyal komunikasi radio dengan gelombang elektromagnet sejauh ± 1,5 km. Tahun 1901, sinyal dari perangkat radio Marconi mampu melintasi Samudera Atlantik dari Inggris ke Newfoundland, Kanada[1].


(18)

6 2.2 Gelombang Elektromagnetik

Gelombang elektromagnet adalah gelombang yang mempunyai sifat listrik dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik pada spektrum frekuensi radio.

Gelombang dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi. Panjang gelombang (λ) memiliki hubungan dengan frekuensi (ƒ) dan kecepatan (ν) yang ditunjukkan pada Persamaan 2.1 :

=

(2.1)

Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang (λ) yang tergantung pada frekuensi. Panjang antena dalam meter dihitung dengan Persamaan 2.2 :

� =�

2 (2.2) Kecepatan (ν) bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa udara (free space), maka :

v = c = 3 x 108 m/s (2.3)

2.3 Pengertian Antena

Dalam sejarah komunikasi, perkembangan teknik informasi tanpa menggunakan kabel ditetapkan dengan nama antena. Antena berasal dari bahasa latin ”antena” yang berarti tiang kapal layar. Dalam pengertian sederhana kata latin ini berarti juga “penyentuh atau peraba” sehingga kalau dihubungkan dengan teknik komunikasi berarti bahwa antena mempunyai tugas menyelusuri jejak gelombang elektromagnetik, hal ini jika antena berfungsi sebagai penerima. Sedangkan jika


(19)

7 sebagai pemancar maka tugas antena tersebut adalah menghasilkan sinyal gelombang elektromagnetik[2].

Antena dapat juga didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor yang digunakan untuk memancarkan atau meneruskan gelombang elektromagnetik menuju ruang bebas atau menangkap gelombang elektromegnetik dari ruang bebas. Energi listrik dari pemancar dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara bebas. Pada penerima akhir gelombang elektromagnetik dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan antena. Gambar 2.1 menunjukkan antena sebagai pengirim dan penerima[2].

Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima

2.4 Parameter – Parameter Antena

Parameter antena digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter antena yang sering digunakan yaitu return loss, gain, pola radiasi, polarisasi, beamwidth, bandwidth, impedansi, voltage standing wave ratio (VSWR), dan distance to fault (DTF).


(20)

8 2.4.1 Return Loss

Return loss adalah rasio perhitungan logaritma dengan satuan dB (decibel) dengan perhitungan reflected power dari antena ke power energi yang dipancarkan ke antena melalui transmission line (cable coax). Nilai return loss efektif untuk sebuah antena pada rentang frekuensi kerja untuk beberapa sinyal adalah di antara -10 dB dan -15 dB[3]. Hubungan return loss dengan VSWR dapat dinyatakan dengan Persamaan 2.4 :

�� = 10 ���10�(�−1)2

(�+1)2� (2.4) Dimana :

RdB = return loss dalam satuan dB

S = nilai VSWR

2.4.2 Gain Antena

Gain adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisik pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah decibel[4].

Gain dari sebuah antena adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan :

Gain = G = k. D (2.5) Dimana :


(21)

9 Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan membandingkan power-nya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur dalam satuan decibel. Decibel dapat ditetapkan dengan dua cara yaitu[5] :

a. Ketika mengacu pada pengukuran daya (power) ���= 10���10 ������������������

���������������� � (2.6)

b. Ketika mengacu pada pengukuran tegangan (volt)

��� = 20���10 ���������������������������������� (2.7)

Gain antena biasanya diukur relatif pada : 1) dBi (relatif pada radioator isotropic) 2) dBd (relatif pada radioator dipole)

Hubungan antara dBi dan dBd adalah sebagai berikut[5]:

0 dBd = 2,15 dBi (2.8) Umumnya dBi digunakan untuk mengukur gain sebuah antena.

Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat dituliskan pada Persamaan 2.9 :

� = ��������(����������������)

(���������������) �(���������������)

(2.9)

Atau jika dihitung dalam nilai logaritmik dirumuskan oleh Persamaan 2.10 :

Gt (dB) = (Pt(dBm) – Ps(dBm)) + Gs(dB) (2.10) Dimana :

Gt = Gain total antena.


(22)

10 Ps = Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena referensi (dBm).

Gs = Gain antena referensi.

2.4.3 Pola Radiasi Antena

Pola radiasi antena atau pola antena didefinisikan sebagai fungsi matematik atau representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari koordinat. Di sebagian besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan direpresentasikan sebagai fungsi dari koordinat directional[5]. Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima oleh sebuah antena[3].

Pola radiasi antena menjelaskan bagaimana antena meradiasikan energi ke ruang bebas atau bagaimana antena menerima energi. Gambar 2.2 menunjukkan pola radiasi antena dalam dua dimensi dan tiga dimensi.


(23)

11 a. Pola Radiasi Antena Unidirectional

Antena unidirectional mempunyai pola radiasi yang terarah dan dapat menjangkau jarak yang relative jauh. Gambar 2.3 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena unidirectional.

Gambar 2.3 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional

b. Pola Radiasi Antena Omnidirectional

Antena omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Antena Omnidirectional pada umumnya mempunyai pola radiasi 3600 jika dilihat pada bidang medan magnetnya. Gambar 2.4 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena omnidirectional.

Gambar 2.4 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional a) Side View b) Top View

Coverage Pattern

Coverage Pattern

Antenna Antenna


(24)

12 2.4.4 Polarisasi Antena

Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena di mana arah elemen antena terhadap permukaan bumi sebagai referensi arah. Dalam jaringan wireless, polarisasi dipilih dan digunakan untuk mengoptimalkan penerimaan sinyal yang diinginkan dan mengurangi derau dan interferensi dari sinyal yang tidak diinginkan. Gambar 2.5 menunjukkan gambar polarisasi antena. Ada empat macam polarisasi antena yaitu polarisasi vertikal, polarisasi horizontal, polarisasi circular dan polarisasi cross[6].

Gambar 2.5 Polarisasi Antena

a. Polarisasi Vertikal

Antena dikatakan berpolarisasi vertikal jika elemen antena vertikal terhadap permukaan tanah. Polarisasi vertikal banyak digunakan pada jaringan wireless[6]. Gambar 2.6 menunjukkan polarisasi vertikal.

Gambar 2.6 Polarisasi Vertikal E

M


(25)

13 b. Polarisasi Horizontal

Antena dikatakan berpolarisasi horizontal jika elemen antena horizontal terhadap permukaan tanah. Polarisasi horizontal digunakan pada beberapa jaringan wireless[6]. Gambar 2.7 menunjukkan polarisasi horizontal.

Gambar 2.7 Polarisasi Horizontal

c. Polarisasi Circular

Polarisasi circular pernah digunakan pada beberapa jaringan wireless. Pada antena berpolarisasi circular, medan elektromagnetik berputar secara konstan terhadap antena[6]. Gambar 2.8 menunjukkan polarisasi circular.

Gambar 2.8 Polarisasi Circular

Ada dua jenis turunan pada antena polarisasi circular berdasarkan cara membuatnya yaitu left hand circular dan right hand circular. Medan elektromagnetik

direction of propagation

Note the 900

Phase difference Field

x

y z


(26)

14 pada right hand circular berputar searah jarum jam ketika meninggalkan antena. Medan elektromagnetik pada left hand circular berputar berlawanan arah jarum jam ketika meninggalkan antena.

d. Polarisasi Cross

Polarisasi cross terjadi ketika antena pemancar mempunyai polarisasi horizontal, sedangkan antena penerima mempunyai polarisasi vertikal atau sebaliknya[6]. Gambar 2.9 menunjukkan polarisasi cross.

Gambar 2.9 Polarisasi Cross 2.4.5 Beamwidth Antena

Beamwidth adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe utama[6]. Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut :

=

21,1

�.�

�������

(2.11)

Dimana :

B = beamwidth (derajat)

� = frekuensi (GHz) d = diameter antena (m)


(27)

15 Gambar 2.10 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main lobe, nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor 2) dan lobe sisi belakang (back lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth (HPBW) adalah daerah sudut yang dibatasi oleh titik-titik ½ daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe utama. First Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang di antara dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol[7].

Gambar 2.10 Beamwidth Antena

2.4.6 Bandwidth Antena

Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu[7]. Bandwidth antena dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Bandwidth Antena

125 MHz 83,5 MHz


(28)

16 Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik dinamakan bandwidth antena . Misalnya sebuah antena bekerja pada frekuensi tengah sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi f1 (di

bawah fC) sampai dengan f2 (di atas fC), maka bandwidth antena tersebut adalah[6]:

��% =�2−�1

�� × 100% (2.12)

Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band). Sedangkan untuk band yang lebar (broadband) biasanya digunakan definisi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.

2.4.7 Impedansi Antena

Impedansi antena didefinisikan sebagai perbandingan antara medan elektrik terhadap medan magnetik pada suatu titik[4]. Dengan kata lain pada sepasang terminal maka impedansi antena bisa didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan terhadap arus pada terminal tersebut.

I V

ZT = (2.13)

Dimana :

ZT = impedansi terminal

V = beda potensial terminal I = arus terminal


(29)

17 2.4.8 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)

Pada saat sinyal merambat ke arah tertentu dalam saluran transmisi, maka perbandingan antara tegangan dan arus sinyal dapat dipandang sebagai impedansi karakteristik saluran. Perbandingan antara level tegangan yang datang menuju beban dan yang kembali ke sumbernya disebut koefisien pantul atau koefisien refleksi yang dinyatakan dengan simbol Γ.

Harga koefisien pantul ini dapat bervariasi antara 0 sampai 1. Jika bernilai 0 artinya tidak ada pantulan dan jika bernilai 1 artinya sinyal yang datang ke beban seluruhnya dipantulkan kembali ke sumbernya. Hal ini dinyatakan dalam Persamaan 2.14[9] : + − = Γ V V (2.14)

Hubungan antara koefisien refleksi (Γ), impedansi karakteristik (ZL), dan

impedansi beban (Z0) dapat dituliskan seperti pada Persamaan 2.15 :

o L o L Z Z Z Z + − =

Γ (2.15)

Pantulan daya pada saluran yang direpresentasikan dengan adanya tegangan pantul dan arus pantul di sepanjang saluran akan bertemu dengan gelombang datang dan menimbulkan gelombang resultan yang disebut dengan gelombang berdiri (standing wave). Gelombang berdiri memiliki tegangan maksimum dan minimum dalam saluran yang besarnya tergantung pada tegangan maupun arus pantul. Secara sederhana VSWR dapat dituliskan seperti pada Persamaan 2.16 :

min max

V V


(30)

18 VSWR yang berlebihan dapat menyebabkan masalah yang serius dalam frekuensi radio. Nilai VSWR yang seimbang untuk sebuah antena harus berada pada nilai antara 1 – 2 untuk beberapa level sinyal sesuai frekuensi kerja antena tersebut[9]. VSWR juga dapat dinyatakan dalam decibel seperti pada Persamaan 2.17 berikut:

VSWR = 20 log (VSWR) (2.17)

2.4.9 Distance to Fault (DTF)

Distance to fault (DTF) merupakan parameter analisis kegagalan dari sebuah antena dan layanan saluran transmisi. Perhitungan parameter ini menggunakan sistem Frequency Domain Reflectometry (FDR)[10]. Sistem FDR menggunakan frekuensi radio (RF). Distance to fault (DTF) dapat menampilkan frekuensi radio dari return loss atau SWR berbanding dengan jaraknya. Efek dari sambungan yang buruk, kerusakan kabel, atau kesalahan antena dapat dengan cepat diidentifikasi berdasarkan jarak yang ditampilkan pada alat ukur.

Bila DTF dibandingkan dengan VSWR berarti pada jarak tertentu seperti pada pembacaan pada alat ukur menunjukkan nilai VSWR-nya. Bila antena memiliki nilai DTF sebesar 1,5 untuk jarak 0,20 m berarti pada jarak 0.20 m dihitung 0 m dari titik alat ukur ke ujung kabel hingga ke antena didapat nilai VSWR sebesar 1,5. Semakin tinggi nilai VSWR-nya maka semakin buruk kinerja dari antena yang dibuat.

2.5 Jenis –Jenis Antena

Beberapa jenis antena yang dipakai secara umum yaitu Antena Isotropis dan Antena Directional.


(31)

19 2.5.1 Antena Isotropis

Antena isotropis merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke segala arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola. Karena itu dikatakan pola radiasi antena isotropis berbentuk bola. Antena ini tidak ada dalam dunia nyata dan hanya digunakan sebagai dasar untuk merancang dan menganalisis struktur antena yang lebih kompleks. Gambar 2.12 menunjukkan gambar pola radiasi antena isotropis.

Gambar 2.12 Pola Radiasi Antena Isotropis 2.5.2 Antena Directional

Berdasarkan direktivitasnya, antena directional dibagi menjadi antena unidirectional dan antena omnidirectional. Antena unidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu arah. Sedangkan antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah.

2.5.2.1 Antena Unidirectional

Antena unidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari satu arah. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk pola radisinya yang terarah. Antena unidirectional mempunyai kemampuan direktivitas yang lebih baik dibandingkan jenis-jenis antena


(32)

20 lainnya. Kemampuan direktivitas ini membuat antena ini lebih banyak digunakan untuk koneksi jarak jauh. Dengan kemampuan direktivitas ini membuat antena mampu mendapatkan sinyal yang relatif kecil dan mengirimkan sinyal lebih jauh. Umumnya antena unidirectional mempunyai spesifikasi gain tinggi tetapi beamwidth kecil. Hal ini menguntungkan karena kecilnya beamwidth menyebabkan berkurangnya derau yang masuk ke dalam antena. Semakin kecil bidang tangkapan (aperture), semakin naik selektivitas antena terhadap sinyal wireless yang berarti semakin sedikit derau yang ditangkap oleh antena tersebut. Beberapa macam antena unidirectional antara lain antena Yagi-Uda, antena parabola, antena helix, antena log-periodic dan lain – lain. Gambar 2.13 memperlihatkan beberapa contoh antena unidirectional.

Gambar 2.13 Contoh Antena Unidirectional

2.5.2.2 Antena Omnidirectional

Antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah dengan daya yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain antena omnidirectional harus memfokuskan dayanya secara horizontal, dengan mengabaikan pola pancaran ke atas dan ke bawah. Dengan demikian, keuntungan dari antena jenis


(33)

21 ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak dan biasanya digunakan untuk posisi pengguna yang melebar. Kesulitannya adalah pada pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi. Antena jenis ini biasanya digunakan untuk posisi pelanggan yang melebar. Direktivitas antena omnidirectional berada dalam arah vertikal. Bentuk pola radiasi antena omnidirectional digambarkan seperti bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Kebanyakan antena ini mempunyai polarisasi vertikal, meskipun tersedia polarisasi horizontal. Antena omnidirectional dalam pengukuran sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena yang lebih kompleks. Contoh antena omnidirectional antara lain antena dipole, antena brown, antena coaxial, antena super-turnstile, antena groundplane, antena collinear, antena slotwave guide dan lain-lain. Gambar 2.14 memperlihatkan beberapa contoh antena omnidirectional.

Gambar 2.14 Contoh Antena Omnidirectional

2.6 Material

Banyak desain antena membutuhkan pemilihan bahan dielektrik yang sesuai. Kekuatan, berat, konstanta dielektrik, dan ketahanan terhadap kondisi lingkungan adalah parameter utama yang harus diperhatikan.


(34)

22 2.6.1 Dielektrik

Bahan dielektrik dapat didapatkan dalam proporsi bentuk dipasaran. Keramik, kaca, plastic, styrofoom adalah beberapa yang termasuk dalam kategori dielektrk. Bahan ini digunakan secara luas sebagai segel untuk komponen gelombang mikro dan sekat pada reflektor. Bahan ini biasanya digunakan untuk aplikasi dengan daya yang rendah. Untuk aplikasi dengan daya yang tinggi bisa menggunakan semua dielektrik kecuali keramik. Plastik yang diperkuat juga digunakan secara luas sebagai penyusun antena, feeder dan mounting surface.

2.6.2 Logam

Pada saat ini tembaga, kuningan dan alumunium adalah logam penyusun paling penting pada antena. Jika berat bukan merupakan pertimbangan utama, maka kuningan dan tembaga merupakan pilihan yang dapat digunakan secara luas. Salah satu keunggulan kedua logam ini adalah dapat dibentuk dengan mudah tanpa perlu menggunakan peralatan yang khusus. Alumunium memiliki kemampuan yang sama bahkan melebihi kedua logam diatas kecuali dalam hal plating. Alumunium memiliki struktur yang lebih ringan daripada tembaga dan kuningan.

2.7 Antena Dipole

Salah satu bagian penting dari suatu pemancar radio adalah antena. Antena adalah sebatang logam yang berfungsi menerima getaran listrik dari transmitter dan memancarkannya sebagai gelombang radio. Antena tersebut berfungsi pula sebaliknya yaitu menerima gelombang radio dan meneruskan gelombang listrik ke


(35)

23 receiver. Kuat tidaknya pancaran yang sampai di pesawat lawan bicara atau baik buruknya penerimaan sinyal tergantung dari beberapa faktor. Faktor pertama adalah kondisi propagasi, faktor kedua adalah posisi antena beserta lingkungannya, faktor ketiga adalah kesempurnaan antena. Untuk pancaran ada faktor keempat yaitu besar bandwidth pancaran dan faktor kelima adalah masalah power.

Sebatang logam yang panjangnya ¼ λ akan beresonansi dengan baik bila ada gelombang radio yang menyentuh permukaannya. Jadi bila pada ujung coax bagian inner disambung dengan logam sepanjang ¼ λ dan outernya di-ground, ia akan menjadi antena. Antena semacam ini hanya mempunyai satu pole dan disebut monopole. Apabila outer dari coax tidak di-ground dan disambung dengan seutas logam sepanjang ¼ λ lagi menjadi antena dengan dua pole dan disebut dipole ½ λ. Antena dipole bisa terdiri hanya satu kawat saja disebut single wire dipole, bisa juga dengan dua kawat yang ujung-ujungnya dihubungkan dinamakan two wire folded dipole, bisa juga terdiri atas 3 kawat yang ujung-ujungnya disambung dinamakan three wire folded dipole. Berbagai macam cara untuk memasang antena tergantung dari tersedianya space yang dapat digunakan untuk memasangnya. Antena single wire dipole dapat dipasang horizontal (sayap kiri dan kanan sejajar dengan tanah), dapat pula dipasang dengan konfigurasi inverted V (seperti huruf V terbalik), dengan konfigurasi V (seperti huruf V), konfigurasi lazy V (ialah berbentuk huruf V yang tidur) atau dapat juga konfigurasi sloper (miring)[8]. Antena Monopole dan Dipole dapat dilihat pada Gambar 2.15.


(36)

24 Gambar 2.15 Antena Monopole dan Dipole

Antena Dipole adalah antena yang paling banyak disukai oleh para pembuat radio karena beberapa kelebihannya, yaitu murah, efisien, mudah dibuat cukup memakai kawat tembaga atau sejenisnya, broadband, dan lain sebagainya. Antena Dipole sebenarnya merupakan sebuah antena yang dibuat dari kawat tembaga dan dipotong sesuai ukuran agar beresonansi pada frekuensi kerja yang diinginkan. Kawat yang dipakai sebaiknya minimal ukuran AWG (American Wire Gauge) diameter 2 mm. Lebih besar akan lebih baik secara kekuatan mekanik.

Agar dapat beresonansi, maka panjang total sebuah Dipole (L) adalah 0,5 λ x K, dimana λ adalah panjang gelombang di udara dan K adalah velocity factor pada kawat tembaga. Untuk ukuran kawat tembaga yang relatif kecil (hanya berdiameter beberapa mm) jika dibandingkan setengah panjang gelombang, maka nilai K diambil sebesar 0,95 dan cukup memadai sebagai awal mulai. Sehingga rumus untuk menghitung total panjang sebuah antena dipole adalah sbb :

λ = 300/f (2.18)

L = 0,5 x K x λ (2.19)

Dimana :

f = frekuensi kerja yang diinginkan. λ = panjang gelombang di udara.


(37)

25 L = panjang total antena dipole.

K = velocity factor yang diambil sebesar 0,95.

Antena dipole sebenarnya balance sehingga sebaiknya diumpan melalui sebuah BALUN (singkatan dari BALance - UNbalance) setelah sebelumnya sinyal radio melalui kabel coaxial dari transceiver. Dengan memakai BALUN, maka beberapa kelebihannya adalah :

a. Performance antena dipole dapat ditingkatkan. b. Mengurangi TVI (Interferensi ke Televisi). c. Mengurangi unbalance current.

d. Mengurangi radiasi yang tidak diinginkan.

Walaupun antena dipole termasuk balance, jika dipasang tanpa BALUN pun, antena dipole tsb masih bisa bekerja cukup baik. Antena dipole yang sering digunakan adalah antena dipole setengah gelombang. Panjang antena dipole tunggal adalah ½ λ pada frekuensi operasi yang mempunyai titik feeder di tengah, impedansi input yang sesuai, dan mempunyai pola radiasi berbentuk angka delapan terhadap arah depan kawat[8], dapat dilihat pada Gambar 2.16.


(38)

26 (a) (b)

(c)

Gambar 2.16 Arus, Tegangan dan Pola Radiasi Pada Antena Dipole (a). Gelombang berdiri arus dan tegangan pada saluran terbuka (b).Gelombang berdiri arus dan tegangan pada sebuah dipole ½ λ (c). Radiasi dipole ½ λ dibandingkan dengan dipole hertz.

2.7.1 Komponen Pada Antena Dipole

Dalam pembuatan atau perancangan suatu antena diperlukan suatu komponen penunjang yang digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan dari komponen yang diperlukan dalam pembuatan antena dipole.

2.7.1.1 Panjang Antena Dipole

Panjang antena dipole adalah ½ λ pada frekuensi operasi yang mempunyai titik feeder di tengah, impedansi input yang sesuai. Gambar 2.17 menunjukkan bagian antena dipole[8].


(39)

27 Gambar 2.17 Antena Dipole

2.7.1.2 Bahan Antena Dipole

Untuk analisis yang dilakukan dalam pengujian antena dipole, dipakai beberapa bahan pembuat sebagai perbandingannnya. Bahan logam yang dipakai dalam perbandingan yaitu perak, tembaga, emas, aluminium, kuningan dan besi. Salah satu parameter yang diperlukan yaitu nilai konduktivitas dan luas penampang dari bahan tersebut. Bahan antena yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 2.1[8].

Tabel 2.1 Bahan Antena

No Bahan Konduktivitas ()

1 Perak 6,17 x 107 Ω/m

2 Tembaga 5,80 x 107 Ω/m

3 Emas 4,10 x 107 Ω/m

4 Aluminium 3,82 x 107 Ω/m 5 Kuningan 1,50 x 107 Ω/m

6 Besi 1,03 x 107 Ω/m

Di antara bahan-bahan di atas dipilih bahan aluminium dan tembaga sebagai bahan yang umum digunakan dalam pembuatan antena. Aluminium dan tembaga dipilih karena memiliki konduktivitasyang bagus dan bahannya mudah didapat.


(40)

28 2.7.2 Parameter Antena Dipole

Parameter yang bisa mempengaruhi kualitas antena dipole, antara lain impedansi, beamwidth, direktivitas, gain, dan panjang fisik antena :

a. Impedansi antena diketahui dari Persamaan 2.20 :

=

12

(2.20)

b. Beamwidth (lebar berkas) pada suatu pola radiasi antena merupakan besar sudut antena antara 2 buah titik pada pola radiasi, yang mempunyai rapat daya ½ (-3dB) dari nilai rapat daya maximum.

c. Direktivitas (keterarahan) ialah perbandingan intensitas radiasi maksimum

(U(θ,φ)max) dengan intensitas radiasi rata-rata (Uav).

d. Gain (G), dengan nilai k (faktor efisiensi) ditentukan, misalnya 0,9. Nilai Gain atau penguatan antena dihasilkan dari Persamaan (2.5).

G = k x D (2.21) k adalah faktor efisiensi antena (0 ≤ k ≤ 1).

e. Panjang fisik antena (L) adalah fungsi panjang gelombang (λ) yang tergantung pada frekuensi.

Menentukan Panjang Fisik Antena Dipole Tunggal

Panjang fisik setengah gelombang pada Persamaan (2.2) dan untuk panjang gelombang sesuai dengan Persamaan (2.1) dapat dihitung untuk panjang antena dipole yang beroperasi pada frekuensi :

1. 3 MHz (pada siaran AM) dapat dihitung yaitu : Untuk f = 3MHz, maka :


(41)

29

=

3�108

3�106 = 100 meter , maka

l =

100

2 = 50meter.

2. 300 MHz (pada siaran FM) dapat dihitung yaitu : Untuk f = 300 MHz, maka :

=

3�108

300�106 = 1 meter , maka

l =

1

2= 0,5meter = 50 cm

3. 10 GHz (pada band microwave) dapat dihitung yaitu : Untuk f = 10 GHz, maka :

=

103�101089 = 0,03 meter , maka

l =

0,203= 0,015meter = 1,5 cm 2.7.3 Pola Radiasi Pada Antena Dipole

Pola radiasi merupakan gambaran sifat-sifat radiasi (medan jauh) oleh suatu antena. Pola radiasi terjadi karena arus listrik dalam suatu kawat selalu dikelilingi oleh medan magnetis. Arus listrik bolak balik (alternating current) menyebabkan muatan-muatan listrik bebas dalam kawat akan mendapat percepatan sehingga timbul suatu medan elektromagnetik bolak balik yang akan berjalan menjauhi antena dalam bentuk gelombang elektromagnetik dan terbentuklah medan elektromagnetik[8]. Daerah medan antena yang mempunyai kriteria jarak minimum pengamatan medan jauh dihasilkan dari Persamaan 2.22[8].

�=2.�2

� (2.22) Dimana:


(42)

30 Batas maksimum daerah medan jauh ini tak terhingga. Pola radiasi dapat digambarkan dengan sistem koordinat 3 dimensi sebab pola radiasi antena itu berbentuk 3 dimensi pula, seperti Gambar 2.19[8].

Gambar 2.18 Koordinat-koordinat Bola (spherical coordinates)

Gambar 2.19 menunjukkan bahwa posisi masing-masing koordinat bola (r,θ,φ) bisa digunakan untuk menggambarkan pola radiasi pada suatu jarak tertentu (r) dari antena. Pola radiasi sering digambarkan dengan pola dua dimensi dengan koordinat kutub maupun koordinat xy (absis : x, ordinat : y), seperti pada Gambar 2.20[8].

(a) (b)

a) Polar plot/koordinat kutub b) Rectangular plot / koordinat-xy Gambar 2.19 Pola Radiasi Antena dalam Dua Dimensi


(43)

31 Pada umumnya, pola radiasi antena mempunyai berkas atau cuping utama (major lobe) maupun berkas atau cuping pada arah yang lain (minor lobe). Major lobe adalah berkas yang arah radiasinya ke depan (arah tujuan). Sedangkan minor lobe ialah berkas radiasi yang sebenarnya tidak diinginkan, yaitu berkas yang berada di sebelah major lobe (disebut side lobe) dan berkas yang berlawanan dengan major lobe (disebut back lobe).


(44)

32 BAB III

RANCANG BANGUN ANTENA BIQUAD DIPOLE

3.1 Umum

Kemajuan dunia komunikasi menghadirkan kemudahan-kemudahan dalam mendapatkan informasi. Internet adalah mediator komunikasi tersebut. Informasi dapat diperoleh dimana saja dan kapan saja asalkan pengguna berada di lokasi yang terdapat jaringan internet. Komunikasi seluler memberikan kemudahan itu. Kita dapat berkomunikasi dimana saja dan kapan saja asalkan berada di cakupan jaringan. Namun kecepatan akses juga menjadi faktor penting. Teknologi wireless fidelity (wifi) telah banyak ditemukan baik di dalam gedung kampus, perkantoran, maupun di cafe. Namun permasalahan yang sering timbul dalam komunikasi wifi ini adalah minimnya area yang mendapat cakupan wifi tersebut. Sehingga level sinyal yang diperoleh sangat kecil dan relative mudah disconnected. Cara yang dapat dilakukan adalah mengupayakan peningkatan gain penerimaan sinyal. Dengan menggunakan antena bantu, level sinyal sangat mungkin untuk ditingkatkan. Segi ekonomis juga dipertimbangkan untuk menentukan antena bantu apa yang dapat diupayakan disamping juga kemudahan dalam pembuatan dan kemampuan penguatan sinyal.

Antena Biquad Dipole adalah antena yang layak untuk dipakai sebagai antena bantu. Kemudahan perancangan serta harga yang terjangkau membuat antenna ini dapat diupayakan oleh masyarakat luas.


(45)

33 3.2 Antena Biquad Dipole

Antena Biquad Dipole adalah variasi dari antena dipole yang dimodifikasi bentuk kawat lurus sejajarnya menjadi bentuk 2 bidang segiempat (biquad) yang terletak bersebelahan.

Antena Biquad Dipole menggunakan papan PCB yang berfungsi sebagai reflector dan elemen tembaga sebagai receiver sinyal. Elemen tembaga inilah yang dibentuk sedemikian rupa menjadi bentuk 2 bidang segiempat (biquad). Di pertengahan 2 biquad ini dihubungkan tembaga dari kabel koaksial dengan cara disolder. Di ujung kabel koaksial ini dipasangkan N Male coaxial connector for 1/2’’ feeder.

3.3 Langkah Pengerjaan dan Model Rancangan Antena Biquad Dipole

Pengerjaan antena Biquad Dipole dimulai dengan membuat perencanaan pengerjaan dari mulai proses perancangan, pembuatan hingga pengujian. Perencanaan pengerjaan itu dapat dilukiskan dalam diagram alur seperti yang digambarkan pada Gambar 3.1.


(46)

34 Gambar 3.1 Diagram Alur Perancangan dan Perakitan Antena Biquad Dipole

Mulai

Mengumpulkan teori dan komponen yang dibutuhkan serta menentukan parameter

Menguji antena apakah berfungsi

baik

Membuat Kesimpulan

Selesai Perencanaan Antena

Biquad Dipole

Merakit Antena Biquad Dipole

Ya


(47)

35 Langkah yang dilakukan setelah selesai pengumpulan teori dan informasi yang dibutuhkan adalah membuat perancangan dari teori yang diperoleh mengenai dimensi dan bentuk Antena Biquad Dipole. Dimensi dan bentuk Antena Biquad Dipole digambarkan oleh Gambar 3.2[11].

Gambar 3.2 Bentuk dan Dimensi Antena Biquad Dipole 3.4 Bagian Utama Antena Biquad Dipole

Antena Biquad Dipole yang akan dirancang memiliki beberapa bagian yang menjadi penyusun utamanya, antara lain :

1. Reflector Antena 2. Elemen Dipole 3. Kabel Penghubung

¼

30.6

R = Ra + 0.1Ra

¼


(48)

36 3.4.1 Reflector Antena

Reflector digunakan secara luas untuk memodifikasi pola radiasi antena. Sebagai contoh radiasi backward antena akan dihilangkan dengan menggunakan reflector lempengan datar yang memiliki dimensi cukup lebar.

Dalam kasus yang lebih umum, beamwidth merupakan karakteristik yang dihasilkan oleh lebar reflector, kesesuaian bentuk, dan permukaan.

Adapun bahan reflector yang digunakan dalam perancangan antena Biquad Dipole ini adalah sebuah papan PCB. Ukuran bahan reflector PCB ini dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.1[11]:

R = Ra + 0,1Ra (3.1) Dimana :

R = panjang elemen reflector (cm) Ra = panjang elemen dipole (cm)

Reflector antena Biquad Dipole berbentuk sebuah flatpanel (large flat sheet) dengan lebar sisi yang sedikit lebih panjang daripada rangkaian dipolnya sehingga bertindak seolah-olah sebagai bidang yang tak berhingga luasnya. Letak reflector tidak jauh dari dipolnya yang bertujuan untuk mengurangi radiasi ke arah belakang. Dengan jarak yang kecil antara antena dengan reflector-nya, maka susunan ini juga menghasilkan gain yang lebih besar pada radiasinya ke arah depan.

Adapun bahan reflector yang dapat digunakan dalam perancangan antena Biquad Dipole ini tidaklah harus menggunakan papan PCB polos. PCB dapat diganti


(49)

37 dengan menggunakan bahan lain yang bersifat konduktif listrik seperti papan biasa yang dilapisi kertas aluminium.

3.4.2 Elemen Biquad Dipole

Elemen Biquad Dipole ini terbuat dari kawat tembaga panjang yang dilengkungkan ke bentuk 2 segiempat (biquad). Panjang sisi elemen biquad dipole ini disesuaikan dengan frekuensi kerja dari antena yang dirancang.

Panjang setiap sisi elemen ini dihitung dengan Persamaan 3.2:

=

� (3.2)

3.4.3 Kabel Penghubung

Antena Biquad Dipole menggunakan perpanjangan kabel koaksial untuk dihubungkan ke konektor yang terpasang pada antena. Kabel coaxial adalah standar bus serial untuk perangkat penghubung, biasanya kepada televisi namun juga digunakan di peralatan lainnya seperti pada perangkat BTS.

Kabel koaksial adalah suatu struktur bus yang sangat efisien pada loop local, memungkinkan sebuah kabel tunggal dengan bandwith yang sangat tinggi untuk dipergunakan secara bersama-sama oleh beberapa pelanggan. Kabel koaksial sering dipakai sebagai jalur transmisi unt ditransimisikan melalui kabel koaksial ini mulai dari 5 MHz sampai 2GHz mewakili beberapa bagian yang penting pada spektrum radio.


(50)

38 3.5 Perancangan Antena Dipole Biquad

Sub bab ini menjelaskan hal – hal yang perlu diperhitungkan dalam perancangan antena Biquad Dipole yang meliputi perhitungan reflector antena, panjang driven element, dan kabel penghubung.

3.5.1 Perhitungan Driven Element

Antena yang akan dirancang di Tugas Akhir ini adalah antena Biquad Dipole yang memiliki frekuensi kerja 1,910 – 2,170 GHz . Untuk perancangan awal digunakan perhitungan panjang gelombang menggunakan Persamaan 3.2 dengan frekuensi (f) tengah yaitu:

� = 1,910 + 2,170

2 = 2,040 ���

Sehingga didapatkan panjang gelombang dari antena yang akan dibuat adalah

=

3�108

2,04�109

= 0,147058 m ¼

λ

= 14,7058

4

= 3,67645 cm

3.5.2 Perhitungan Reflector Antena

Ukuran bahan reflector PCB ini dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.1[11]:

R = Ra + 0,1Ra Dimana :


(51)

39 R = panjang elemen reflector (m)

Ra = panjang elemen dipole (m)

Dari perhitungan ¼ λ maka didapat panjang Ra sebagai berikut: Ra = (3,67645√2) x 2

= 10,398571 cm

Sehingga panjang minimum elemen reflector adalah: R = Ra + 0,1 Ra

= 10,398571 + (0,1 x 10,398571) = 11,438428 cm

3.5.3 Kabel Penghubung

Kabel penghubung yang digunakan dari antena ke alat ukur Site Master ini adalah kabel feeder ½ inchi (Heliax Foam Dielectric LDF 4-50A) dengan diameter inti kawat tembaga 4,8 mm. Impedansi karakteristik kabel ini adalah 50 Ω. Kabel feeder ini digunakan hanya sebagai kabel penghubung ke alat ukur Site Master S331D.

3.6. Komponen Antena Biquad Dipole

Komponen antena Biquad Dipole terdiri atas perlengkapan dan peralatan. Berikut perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan dalam rancang bangun antena Biquad Dipole.


(52)

40 3.6.1 Perlengkapan

Perlengkapan yang diperlukan dalam rancang bangun antena Biquad Dipole antara lain:

1. N Male Coaxial Connector for ½’’ feeder

Konektor ini dipasangkan pada ujung kabel feeder yang akan dihubungkan ke alat ukur Site Master S331D untuk mengukur parameter-parameter yang diinginkan.

Gambar 3.3 N Male Coaxial Connector for ½’’ Feeder

2. Jumper Connector

Jumper connector ini digunakan untuk menghubungkan kabel feeder yang terpasang N-connector dengan perangkat modem.

Gambar 3.4 Jumper Connector 3. Alat Ukur Site Master S331D

Site Master S331D ini berguna untuk mengukur SWR dan return loss, cable loss, distance to fault (DTF), dan analisis kabel. Pengukuran return loss dan SWR dilakukan dimana salah satu ujung saluran transmisi dihubungkan dengan antena.


(53)

41 Pengukuran distance to fault dilakukan untuk mengetahui lokasi kerusakan yang diakibatkan oleh konektor atau kerusakan kabel. Pengukuran cable loss dilakukan dengan menghubungkan short pada ujung saluran transmisi. Hal ini dilakukan untuk menganalisis rugi2 pada sistem transmisi dan mengidentifikasi masalah dalam sistem. Alat ukur Site Master S331D dapat dilihat pada Gambar 3.5. Pengukuran parameter-parameter antena Biquad Dipole dilakukan di PT Rayateh Utama Helvetia.

Gambar 3.5 Site Master S331D

Sebelum alat ukur ini digunakan perlu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan alat kalibrasi seperti pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Alat Kalibrasi Site Master

a) Kalibrasi

Jika ada pesan Call off di bagian atas layar bagian kiri, maka alat memerlukan kalibrasi sampai pesan berubah menjadi Call on.


(54)

42 • Setelah menentukan settingan F1 dan F2,

• Pasang Test Port Cable (Phase Stable Cable)

Press Start Cal (#3) key, Kalibrasi dilakukan diujung Test Port Cable • Ikuti langkah yang ada di layar, connect/open/short/load jika

menggunakan OSLN 510-1 atau hanya connect instacal/ICN50.

b) Menggunakan Marker

Marker atau penandaan digunakan untuk melihat hasil pengukuran pada titik tertentu, S331/2D Support Marker 1-6 untuk mengaktifkan marker tersebut :

• Tekan marker (#6) key

• Tekan All Off untuk memastikan semua marker tidak aktif • Tekan M1 untuk mengaktifkan Marker 1

• Tekan edit untuk menentukan penandaan pada frekuensi tertentu atau jarak tertentu

• Tekan On/off untuk mengaktifkan Marker 1

• Lakukan hal yang sama untuk mengaktifkan M2-M6

4. SoftwareAnritsu

Software Anritsu ini digunakan hanya untuk membaca hasil pengukuran dari alat ukur Site Master S331D. Hasil pembacaan dari software ini ditampilkan dalam bentuk grafik yang menunjukkan nilai parameter yang diukur. Agar pembacaan lebih mudah dilakukan dengan menambahkan marker 1 sampai marker 6 sesuai yang


(55)

43 diinginkan. Hasil pembacaan alat ukur dari software Anritsu ini dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Hasil Pembacaan dengan Software Anritsu 3.6.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam rancang bangun antena Biquad Dipole ini adalah :

1. Penggaris 2. Kawat tembaga 3. Timah solder 4. Kertas amplas 5. Papan PCB polos

6. Solder dan penghisap timah 7. Bor tangan

8. Gunting 9. Tang

3.7 Pembuatan Antena Biquad Dipole

Langkah pengerjaan antena Biquad Dipole adalah :


(56)

44 Gambar 3.8 Papan PCB

2. Setelah papan PCB dipotong sesuai ukuran lalu bersihkan permukaan PCB dengan kertas amplas agar mudah disolder dengan pipa tembaga.

3. Bor papan PCB untuk mendapatkan lubang di tengah papan dengan diameter ½ inchi seperti Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Papan PCB

5. Masukkan kabel feeder ke lubang PCB yang telah dibuat tadi. Inti kawat tembaga dari kabel feeder harus menonjol sekitar 16 mm melalui lubang diukur pada sisi tembaga dari PCB.

6. Solder selubung tembaga dari kabel feeder ke PCB.

7. Luruskan kawat tembaga berdiameter 1,5 mm. Setelah lurus ukur titik tengah dari kawat lalu buat sebuah lengkungan 90 derajat. Lengkungan harus cukup tajam dan jelas.

8. Lakukan hal yang sama ke sisi lain, sehingga dalam bentuk biquad seperti Gambar 3.10.


(57)

45 Gambar 3.10 Bentuk Biquad

9. Kawat tembaga yang telah dibentuk biquad ini diletakkan di tengah inti kabel feeder yang telah dipotong salah satu ujungnya lalu disolder seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11 Kawat Tembaga yang Disolder ke Kabel Feeder

10. Ujung lain dari kabel feeder ini dipasangkan N Male Connector ½’’ yang akan dihubungkan ke alat ukur Site Master S331D. Antena Biquad Dipole selesai.


(58)

46

BAB IV

PENGUJIAN ANTENA BIQUAD DIPOLE

4.1 Umum

Bab ini membahas pengujian parameter pada antena Biquad Dipole dengan menggunakan alat ukur Site Master S331D. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah antena yang dirancang sudah mendekati hal yang diinginkan atau tidak. Pengukuran parameter antena Biquad Dipole ini meliputi :

1. Pengukuran VSWR 2. Pengukuran Return Loss

3. Pengukuran Distance to Fault (DTF)

4.2 Persiapan Pengukuran dan Pengujian

Persiapan pengukuran dan pengujian antena meliputi persiapan peralatan dan software pendukung. Peralatan yang disiapkan meliputi :

a. Antena Biquad Dipole

Dalam pengukuran ini antena merupakan alat utama dikarenakan antena itu sendirilah yang akan diukur parameter-parameternya. Antena yang akan diukur adalah antena Biquad Dipole dengan diameter element driven 1,5 mm. Antena ini akan dihubungkan ke alat ukur Site Master S331D. Antena yang akan diukur bekerja pada frekuensi 1,910-2,170 GHz.


(59)

47 Gambar antena yang akan diukur dengan frekuensi kerja 1,910-2,170 GHz dapat dilihat seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Antena dengan Frekuensi Kerja 1,910-2,170 GHz b. Laptop

Laptop yang akan digunakan telah dilengkapi software Anritsu Handheld Software Tools untuk membaca hasil pengukuran yang dilakukan pada alat ukur Site Master S331D.

4.3 Pengukuran VSWR

Pengukuran VSWR dilakukan dengan proses seperti pada Gambar 4.4.


(60)

48 Gambar 4.3 menunjukkan hasil pengukuran dengan menggunakan alat Site Master S331D.

Gambar 4.3 Hasil Pengukuran VSWR

Pengukuran parameter VSWR dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai VSWR rata-ratanya dengan frekuensi kerja 1,910 – 2,170 GHz. Hasil pembacaan dari alat ukur Site Master ini dapat dilihat dengan bantuan software Anritsu seperti tampak pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, dan Gambar 4.6.

1. Pembacaan pertama parameter VSWR dengan softwareAnritsu.


(61)

49 Dari hasil pembacaan dengan software Anritsu pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa nilai VSWR pada frekuensi 1,910 GHz sebesar 1,846 ; pada frekuensi 2,1 GHz sebesar 1,426 ; dan pada frekuensi 2,153 GHz sebesar 1,348.

2. Pembacaan kedua parameter VSWR dengan softwareAnritsu.

Gambar 4.5. Hasil Pembacaan Kedua dengan SoftwareAnritsu

Dari hasil pembacaan dengan software Anritsu di atas dapat dilihat bahwa nilai VSWR pada frekuensi 1,910 GHz sebesar 1,746 ; pada frekuensi 2,1 GHz sebesar 1,382 ; dan pada frekuensi 2,153 GHz sebesar 1,282.

3. Pembacaan ketiga parameter VSWR dengan softwareAnritsu.


(62)

50 Dari hasil pembacaan dengan software Anritsu pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa nilai VSWR pada frekuensi 1,910 GHz sebesar 1,902 ; pada frekuensi 2,1 GHz sebesar 1,283 ; dan pada frekuensi 2,153 GHz sebesar 1,228.

Dari ketiga pembacaan dengan software Anritsu di atas dapat dihitung nilai VSWR rata-ratanya yaitu:

a. Pada frekuensi 1,910 GHz nilai VSWR rata-ratanya adalah:

��������−���� =

1,846 + 1,746 + 1,902

3 = 1,831

b. Pada frekuensi 2,1 GHz nilai VSWR rata-ratanya adalah:

��������−���� =

1,426 + 1,382 + 1,283

3 = 1,363

c. Pada frekuensi 2,153 GHz nilai VSWR rata-ratanya adalah:

��������−���� =

1,348 + 1,282 + 1,228

3 = 1,286

4.4 Pengukuran Return Loss

Pengukuran parameter return loss dilakukan sebanyak 3 kali pada alat ukur Site Master S331D. Hasil pengukuran parameter return loss pada Site Master dapat dilihat pada Gambar 4.7.


(63)

51 Hasil pembacaan dari alat ukur Site Master ini dapat dilihat dengan bantuan softwareAnritsu seperti tampak pada Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan Gambar 4.10. 1. Pembacaan pertama parameter return loss dengan softwareAnritsu.

Gambar 4.8 Hasil Pembacaan Pertama dengan SoftwareAnritsu

Dari hasil pembacaan dengan software Anritsu di atas dapat dilihat bahwa nilai return loss pada frekuensi 1,910 GHz sebesar -14,87 dB ; pada frekuensi 2,1 GHz sebesar -13,98 dB ; dan pada frekuensi 2,153 GHz sebesar -12,48 dB.

2. Pembacaan kedua parameter return loss dengan softwareAnritsu


(64)

52 Dari hasil pembacaan dengan softwareAnritsu pada Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa nilai return loss pada frekuensi 1,910 GHz sebesar -13,92 dB ; pada frekuensi 2,1 GHz sebesar -12,04 dB ; dan pada frekuensi 2,153 GHz sebesar -11,42 dB.

3. Pembacaan ketiga parameter return loss dengan softwareAnritsu

Gambar 4.10 Hasil Pembacaan Ketiga dengan SoftwareAnritsu

Dari hasil pembacaan dengan software Anritsu di atas dapat dilihat bahwa nilai return loss pada frekuensi 1,910 GHz sebesar -14,95 dB ; pada frekuensi 2,1 GHz sebesar -12,90 dB ; dan pada frekuensi 2,153 GHz sebesar -11,83 dB.

Dari ketiga pembacaan dengan software Anritsu di atas dapat dihitung nilai return loss rata-ratanya yaitu:

a. Pada frekuensi 1,910 GHz nilai return loss rata-ratanya adalah:

��������������−���� =

(−14,87) + (−13,92) + (−14,95)

3 = −14,58 ��

b. Pada frekuensi 2,1 GHz nilai return loss rata-ratanya adalah:

��������������−���� =

(−13,98) + (−12,04) + (−12,90)


(65)

53 c. Pada frekuensi 2,153 GHz nilai return loss rata-ratanya adalah:

��������������−���� =

(−12,48) + (−11,42) + (−11,83)

3 = −11,91 ��

4.5 Pengukuran Distance to Fault (DTF)

Pengukuran parameter distance to fault (DTF) juga dilakukan sebanyak 3 kali pada alat ukur Site Master S331D. Hasil pengukuran parameter distance to fault pada Site Master dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Hasil Pengukuran Distance to Fault

Hasil pembacaan dari alat ukur Site Master ini dapat dilihat dengan bantuan softwareAnritsu seperti tampak pada Gambar 4.12, Gambar 4.13, dan Gambar 4.14.


(66)

54 1. Pembacaan pertama parameter distance to fault dengan softwareAnritsu.

Gambar 4.12 Hasil Pembacaan Pertama dengan SoftwareAnritsu

Dari hasil pembacaan pertama dengan software Anritsu di atas dapat dilihat bahwa nilai VSWR tertinggi pada kabel adalah 1,415 pada jarak 0,20 m terhitung dari jarak alat ukur ke antena.

2. Pembacaan kedua parameter distance to fault dengan softwareAnritsu.


(67)

55 Dari hasil pembacaan kedua dengan softwareAnritsu pada Gambar 4.13 dapat dilihat bahwa nilai VSWR tertinggi pada kabel adalah 1,556 pada jarak 0,20 m terhitung dari jarak alat ukur ke antena.

3. Pembacaan ketiga parameter distance to fault dengan softwareAnritsu.

Gambar 4.14 Hasil Pembacaan Ketiga dengan Software Anritsu

Dari hasil pembacaan ketiga dengan software Anritsu di atas dapat dilihat bahwa nilai VSWR tertinggi pada kabel adalah 1,585 pada jarak 0,20 m terhitung dari jarak alat ukur ke antena.

Dari ketiga pembacaan dengan software Anritsu di atas dapat dihitung nilai distance to fault rata-ratanya yaitu:

�������������������−���� =

1,415 + 1,556 + 1,585


(68)

56 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil yang telah diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan :

1. Antena Biquad Dipole pada frekuensi 2,1 GHz memiliki nilai VSWR rata-rata sebesar 1,363.

2. Antena Biquad Dipole pada frekuensi 2,1 GHz memiliki nilai return loss rata-rata sebesar -12,97 dB.

3. Antena Biquad Dipole memiliki nilai distance to fault (DTF) rata-rata sebesar 1,518 untuk jarak 0,20 m.

5.1 Saran

Beberapa saran yang dapat penulis berikan pada tugas akhir ini adalah:

1. Untuk selanjutnya akan lebih baik menggunakan peralatan yang memenuhi standard untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

2. Pengukuran panjang elemen harus diperhatikan sesuai dengan frekuensi kerja antena.


(69)

57 DAFTAR PUSTAKA

1. Kraus, John D. 2002, Antennas, Third Edition, McGraw-Hill Book Company, New York.

2. Utomo, Pramudi. 2008. Teknik Telekomunikasi Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan: Jakarta.

3. Zhi Ning Chen, Michael Yan Wah Chia. 2006. Broadband Planar Antennas : Design and Applications.

4. Anonim. 05 Februari 2011. Karakter Antena.

5. Anonim, 03 Maret 2011, Teori Penunjang,

6. Balanis, Constantine A. 2005. “Antena Theory – Analysis and Design”. Third Edition. John Wiley & Sons Inc: New Jersey. Hal 28

7. Angga Timothy, 03 Maret 2010, Karakteristik Antena,

8. Hasibuan, Arif Ananda. 2011. Analisis Pengaruh Bahan Terhadap Pola Radiasi Pada Antena Dipole. Laporan Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara.


(70)

58 9. Joseph J. Carr. Practical Antena Handbook Fourth Edition. 2001. McGraw Hill

Companies.

10.Anritsu Site Master DTF/GIP-G. 1998. SiteMaster.pdf.

11.Dwi Fadila K., Rudy Yuwono dan Putu Agus P. 2010. Antena Biquad Dipole untuk WLAN 2,4 GHz. Jurnal EECCIS Vol. IV, No.2.


(1)

53 c. Pada frekuensi 2,153 GHz nilai return loss rata-ratanya adalah:

��������������−���� =

(−12,48) + (−11,42) + (−11,83)

3 = −11,91 ��

4.5 Pengukuran Distance to Fault (DTF)

Pengukuran parameter distance to fault (DTF) juga dilakukan sebanyak 3 kali pada alat ukur Site Master S331D. Hasil pengukuran parameter distance to fault pada Site Master dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Hasil Pengukuran Distance to Fault

Hasil pembacaan dari alat ukur Site Master ini dapat dilihat dengan bantuan software Anritsu seperti tampak pada Gambar 4.12, Gambar 4.13, dan Gambar 4.14.


(2)

54 1. Pembacaan pertama parameter distance to fault dengan software Anritsu.

Gambar 4.12 Hasil Pembacaan Pertama dengan Software Anritsu

Dari hasil pembacaan pertama dengan software Anritsu di atas dapat dilihat bahwa nilai VSWR tertinggi pada kabel adalah 1,415 pada jarak 0,20 m terhitung dari jarak alat ukur ke antena.

2. Pembacaan kedua parameter distance to fault dengan software Anritsu.


(3)

55 Dari hasil pembacaan kedua dengan software Anritsu pada Gambar 4.13 dapat dilihat bahwa nilai VSWR tertinggi pada kabel adalah 1,556 pada jarak 0,20 m terhitung dari jarak alat ukur ke antena.

3. Pembacaan ketiga parameter distance to fault dengan software Anritsu.

Gambar 4.14 Hasil Pembacaan Ketiga dengan SoftwareAnritsu

Dari hasil pembacaan ketiga dengan software Anritsu di atas dapat dilihat bahwa nilai VSWR tertinggi pada kabel adalah 1,585 pada jarak 0,20 m terhitung dari jarak alat ukur ke antena.

Dari ketiga pembacaan dengan software Anritsu di atas dapat dihitung nilai distance to fault rata-ratanya yaitu:

�������������������−���� =

1,415 + 1,556 + 1,585


(4)

56 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil yang telah diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan :

1. Antena Biquad Dipole pada frekuensi 2,1 GHz memiliki nilai VSWR rata-rata sebesar 1,363.

2. Antena Biquad Dipole pada frekuensi 2,1 GHz memiliki nilai return loss rata-rata sebesar -12,97 dB.

3. Antena Biquad Dipole memiliki nilai distance to fault (DTF) rata-rata sebesar 1,518 untuk jarak 0,20 m.

5.1 Saran

Beberapa saran yang dapat penulis berikan pada tugas akhir ini adalah:

1. Untuk selanjutnya akan lebih baik menggunakan peralatan yang memenuhi standard untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

2. Pengukuran panjang elemen harus diperhatikan sesuai dengan frekuensi kerja antena.


(5)

57 DAFTAR PUSTAKA

1. Kraus, John D. 2002, Antennas, Third Edition, McGraw-Hill Book Company, New York.

2. Utomo, Pramudi. 2008. Teknik Telekomunikasi Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan: Jakarta.

3. Zhi Ning Chen, Michael Yan Wah Chia. 2006. Broadband Planar Antennas : Design and Applications.

4. Anonim. 05 Februari 2011. Karakter Antena.

5. Anonim, 03 Maret 2011, Teori Penunjang,

6. Balanis, Constantine A. 2005. “Antena Theory – Analysis and Design”. Third Edition. John Wiley & Sons Inc: New Jersey. Hal 28

7. Angga Timothy, 03 Maret 2010, Karakteristik Antena,

8. Hasibuan, Arif Ananda. 2011. Analisis Pengaruh Bahan Terhadap Pola Radiasi Pada Antena Dipole. Laporan Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara.


(6)

58 9. Joseph J. Carr. Practical Antena Handbook Fourth Edition. 2001. McGraw Hill

Companies.

10.Anritsu Site Master DTF/GIP-G. 1998. SiteMaster.pdf.

11.Dwi Fadila K., Rudy Yuwono dan Putu Agus P. 2010. Antena Biquad Dipole untuk WLAN 2,4 GHz. Jurnal EECCIS Vol. IV, No.2.