Fase Audit AUDIT REPORT LAG, OPINI AUDIT, JENIS INDUSTRI DAN KANTOR

laporan keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggungjawab yang dipikulnya. Standar pelaporan keempat mengharuskan auditor untuk menyataka suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan, atau pernyataan bahwa pendapat demikian tidak dapat diberikan. Pada umumnya auditor bisa memberikan satu pendapat dari beberapa alternatif pendapat.

2.3. Fase Audit

Kegiatan yang dilakukan salam suatu audit sangat tergantung kepada perusahaan yang diaudit. Apabila klien merupakan perusahaan kecil, maka audit cukup dilakukan oleh satu atau dua orang auditor dengan waktu pengerjaan audit yang relatif tidak begitu lama, dan dengan honorarium audit yang tidak begitu besar. Apabila perusahaan yang diaudit adalah perusahaan besar, apalagi jika perusahaan raksasa dengan ratusan anak perusahaan maka dibutuhkan auditor dalam jumlah yang banyak, waktu pengerjaan audit berbulan-bulan dan honorarium audit yang sangat tinggi Jusup, 2001. Setiap audit baik audit pada perusahaan besar maupun pada perusahaan kecil selalu terdapat empat tahap kegiatan yaitu Jusup, 2001: 1. Penerimaan Penugasan Audit Tahap awal dalam suatu audit laporan keuangan adalah mengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu kesempatan menjadi auditor untuk klien baru, atau untuk melanjutkan sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Pada tahap ini hanya standar umum dari standar auditing yang perlu diterapkan. Pada umumnya keputusan untuk menerima atau menolak ini sudah dilakukan sejak enam hingga sembilan bulan sebelum akhir tahun buku yang akan diperiksa. 2. Perencanaan Audit Tahap kedua dari suatu audit menyangkut penetapan strategi audit untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit. Perencanaan merupakan cukup sulit dan menentukan keberhasilan penungasan audit. Pada tahap ini perlu diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing. Perencanaan audit biasanya dilakukan antara tiga hingga enam bulan sebelum akhir tahun buku klien. 3. Pelaksanaan Pengujian Audit Tahap ketiga dalam suatu audit laporan keuangan adalah melaksanakan pengujian audit audit test. Tahap ini sering disebut juga sebagai pelaksanaan pekerjaan lapangan. Tujuan utama tahap audit ini adalah mendapatkan bukti audit mengenai efektifitas struktur pengendalian intern klien dan kewajaran laporan keuangan. Pda tahap ini juga harus diterapkan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing. Pengujian audit ini pada umumnya dilakukan antara tiga sampai empat bulan sebelum akhir tahun buku hingga satu bulan sesudah akhir tahun buku klien. 4. Pelaporan Temuan Tahap keempat atau tahp terakhir dari suatu audit adalah pelaporan temuan. Laporan audit bisa berupa laporan standar yaitu laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau bisa juga menyimpang dari laporan standar. Berikut ini merupakan jenis laporan audit yang diterbitkan oleh auditor Mulyadi, 2002: a. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian Unqualified Opinion Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan Mulyadi, 2002. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan yang paling dibutuhkan oleh semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor. Kata wajar dalam paragraf pendapat mempunyai makna bebas dari keragu-raguan dan ketidakjujuran dan lengkap informasinya. Pengertian wajar ini tidak hanya sebatas pada jumlah-jumlah rupiah dan pengungkapan yang tercantum dalam laporan keuangan, namun meliputi pula ketepatan penggolongan informasi, seperti penggolongan aktiva atau utang ke dalam kelompok lancar dan tidak lancar, biaya usaha dan biaya di luar usaha Mulyadi, 2002. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, jika memenuhi kondisi berikut ini. 1 Prinsip akuntansi berterima umum digunakan untuk menyusun laporan keuangan. 2 Perubahan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dari periode ke periode telah cukup dijelaskan. 3 Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. b. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan Keadaan tertentu mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan atau bahasa penjelasan yang lain dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan auditan. Paragraf penjelasan ini dicantumkan setelah paragraf penjelas. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah Mulyadi, 2002: 1 Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum. 2 Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas. 3 Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 4 Penekanan atas suatu hal. 5 Laporan audit yang melibatkan auditor lain c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian Qualified Opinion Jika auditor menjumpai kondisi-kondisi berikut ini, maka ia memberikan pendapat wajar dengan pengecualian dalam laporan audit Mulyadi, 2002. 1 Lingkup audit dibatasi oleh klien. 2 Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien maupun auditor. 3 Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 4 Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan oleh auditor jika dalam auditnya auditor menemukan salah satu dari kondisi 1 sampai dengan 4 seperti di atas. Pendapat ini hanya diberikan jika secara keseluruhan laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar. Dalam pendapat ini auditor menyatakan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar, tetapi ada beberapa unsur yang dikecualikan, yang pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan Mulyadi, 2002. d. Pendapat tidak Wajar Adverse Opinion Pendapat tidak wajar merupakan kebalikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Akuntan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas perusahaan klien. Auditor memberikan pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar oleh auditor, maka informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi keuangan untuk pengambilan keputusan Mulyadi, 2002. e. Pendapat tidak Memberikan Pendapat Disclaimer of Opinion Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat no opinion report. Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah: 1 Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit. 2 Auditor tidak tindependen dalam hubungannya dengan klien. Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan pendapat tidak wajar adverse opinion adalah pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan klien, sedangkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat no opinion karena ia tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau karena ia tidak independen dalam hubungannya dengan klien Mulyadi, 2002.

2.4. Jenis Industri