13
2. Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita dan
proses tersebut akan mempengaruhi perilaku kita. Menurut J. Cohen Mulyana,2005:167, persepsi adalah interpretasi bermakna atas sensasi
sebagai representatif objek eksternal : persepsi merupakan pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada diluar sana. Persepsi meliputi penginderaan
sensasi melalui alat-alat indera kita indera peraba, penglihatan, penciuman, pengecap, dan pendengar, atensi, dan interpretasi.
Persepsi manusia terdiri atas tiga aktivitas yaitu seleksi, organisasi, dan interpretasi. Seleksi mencakup sensasi dan atensi, sedangkan organisasi
melekat pada interpretasi yang dapat didefinisikan sebagai meletakkan suatu rangsangan bersama rangsangan lainnya sehingga menjadi suatu keseluruhan
yang bermakna. Persepsi adalah proses aktif yang menuntut suatu tatanan dan makna atas berbagai rangsangan yang kita terima. Umumnya kita hanya
memperhatikan suatu rangsangan secara penuh. Saat kita memperhatikan dua atau lebih rangsangan pada saat bersamaan maka kualitas perhatian kita akan
berkurang terhadap rangsangan-rangsangan tersebut. Persepsi terbagi menjadi dua, yaitu :
1 Persepsi terhadap lingkungan fisik objek Persepsi terhadap lingkungan fisik disebut juga dengan ilusi perseptual.
Persepsi objek menggunakan semua alat indra yang dimiliki manusia.
14 Dalam mempersepsikan lingkungan fisik, kita kadang melakukan
kekeliruan. Indra kita terkadang menipu kita. Misalnya fatamorgana yang merupakan imajinasi manusia yang tercipta karena pengaruh pembiasan
cahaya suatu benda dalam jarak tertentu dan dalam kepadatan udara yang berbeda-beda karena temperatur yang berbeda-beda pula. Kondisi
lingkungan mempengaruhi pandangan kita terhadap suatu benda, misalnya ketika langit biru dan udara panas, kita seakan melihat suatu benda yang
tidak cocok dengan tempatnya seperti air kolam bercahaya ditengah jalan. Persepsi lewat sentuhan, penciuman, dan pengecapan memiliki nilai bukti
yang lemah. Latar belakang pengalaman, budaya dan suasana psikologis yang berbeda juga membuat persepsi kita berbeda atas suatu objek.
2 Persepsi sosial Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan
kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional sehingga penilaian terhadap mereka mengandung resiko.
Persepsi terhadap orang menanggapi sifat-sifat luar dan dalam perasaan, motif, harapan, dan sebagainya. Persepsi terhadap manusia bersifat
interaktif artinya pada saat seseorang mempersepsi orang lain maka orang tersebut juga mempersepsikan orang tersebut pada saat yang sama.
Beberapa prinsip mengenai persepsi sosial yang menjadi pembenaran atas perbedaan persepsi sosial adalah sebagai berikut :
15 a Persepsi berdasarkan pengalaman
Persepsi berdasarkan pengalaman merupakan pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka mengenai realitas yang telah
dipelajari. Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal tersebut berdasarkan pengalaman
masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek, atau kejadian serupa. b Persepsi bersifat selektif
Atensi pada suatu rangsangan merupakan factor utama yang menentukan selektivitas atas rangsangan tersebut. Atensi dipengaruhi
oleh : 1 Faktor internal
Atensi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti faktor biologis lapar, haus, dan sebagainya, faktor fisiologis tinggi,
pendek, gemuk, kurus, sehat, dan sebagainya, faktor psikologis seperti kemauan, keinginan, motivasi dan pengharapan, dan
faktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan kebiasaan.
2 Faktor eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi atensi antara lain atribut-
atribut objek yang dipersepsi seperti gerakan, intensitas, kontras, kebaruan, dan perulangan objek yang dipersepsi. Orang atau
objek yang penampilannya lain daripada yang lain akan menarik
16 perhatian, misalnya perempuan berjilbab diantara wanita lainnya
yang tidak berjilbab. c Persepsi bersifat dugaan
Oleh karena
data yang
kita peroleh
mengenai objek
lewat penginderaan tidak pernah lengkap, persepsi merupakan loncatan
langsung pada kesimpulan. Sebagai contoh ketika kita melihat gunung es, kita hanya melihat bagian atasnya, namun kita menduga bahwa ada
juga bagian gunung es itu dibawah permukaan air. Proses persepsi yang bersifat dugaan tersebut memungkinkan kita untuk menafsirkan
suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari sudut pandang manapun.
d Persepsi bersifat evaluatif Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologis dalam diri kita yang
mencerminkan sikap, keyakinan, nilai dan pengharapan yang kita gunakan untuk memaknai objek persepsi. Dengan kata lain, persepsi
bersifat pribadi dan subjektif. e Persepsi bersifat kontekstual
Dalam mengorganisasikan suatu objek, yakni meletakkannya dalam suatu konteks tertentu, digunakan beberapa prinsip berikut :
1 Struktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan.
17 2 Kecenderungan mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian yang
terdiri dari objek dan latar belakangnya. Persepsi sering tidak cermat sehingga menimbulkan kekeliruan dan
kegagalan persepsi. Penyebabnya adalah asumsi atau pengharapan kita dalam mempersepsikan sesuatu. Berikut adalah beberapa bentuk kekeliruan persepsi,
yaitu Mulyana, 2005:211-227: 1 Kesalahan atribusi
Atribusi adalah proses internal dalam diri seseorang untuk memahami penyebab perilaku orang lain. Dalam usaha mengetahui orang lain,
seseorang menggunakan beberapa sumber informasi seperti penampilan fisik mereka. Faktor-faktor seperti usia, gaya pakaian, dan daya tarik dapat
memberikan isyarat mengenai sifat-sifat utama mereka. Sering juga kita menjadikan perilaku seseorang sebagai sumber informasi mengenai sifat-
sifat mereka. Kesalahan atribusi terjadi ketika seseorang salah menafsir makna pesan atau maksud perilaku dari objek. Kesalahan atribusi lainnya
adalah pesan yang dipersepsi secara tidak utuh atau tidak lengkap, sehingga seseorang berusaha menafsir pesan tersebut dengan menafsir
sendiri kekurangannya dan mempersepsi rangsangan yang tidak lengkap tersebut sebagai suatu yang lengkap.
2 Efek halo Efek halo merujuk pada fakta bahwa bahwa begitu seseorang membentuk
suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyenluruh ini
18 cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian seseorang akan
sifat-sifatnya yang spesifik. Efek halo adalah bias kognitif yang terjadi apabila kesan menyeluruh akan seseorang atau sesuatu didapat dari meng-
generalisasikan salah satu karakteristiknya. Kesan menyeluruh itu sering diperoleh dari kesan pertama yang biasanya berpengaruh kuat dan sulit
digoyahkan. Misalnya menurut kita seorang guru besar bidang hukum dan pengamat hukum yang kritis akan menjadi seorang menteri kehakiman
yang handal, tetapi setelah ia menduduki jabatan tersebut kinerjanya tidak sesuai dengan yang kita harapkan.
3 Stereotipe Stereotipe
merupakan proses
menggeneralisasikan orang-orang
berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata
lain, stereotipe adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek ke dalam kategori-kategori yang mapan atau penilaian mengenai orang-
orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap sesuai, bukan berdasarkan karakteristik individual mereka. Misalnya
stereotipe terhadap orang batak yang keras dan kasar. 4 Prasangka
Prasangka merupakan suatu penilaian berdasarkan keputusan dan pengalaman
terdahulu. Richard
W. Brislin
Mulyana, 2005:224
mendefinisikan prasangka sebagai suatu sikap tidak adil, menyimpang
19 atau tidak toleran terhadap sekelompok orang. Terdapat bermacam-macam
prasangka, antara lain prasangka rasial, prasangka gender, dan prasangka etnik. Prasangka mencakup hal-hal seperti memandang kelompok lain
lebih rendah, dan sifat memusuhi kelompok lain. Prasangka dapat mengakibatkan komunikasi terganggu karena persepsi kita yang keliru dan
tanpa didukung data yang memadai dan akurat terhadap suatu objek. 5 Gegar budaya
Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial. Menurut
Lundstedt Mulyana, 2005:226, gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri yang merupakan suatu reaksi
terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru. Sedangkan menurut P. Harris dan R.
Moran Mulyana 2005:226, gegar budaya adalah suatu trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena
harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi
sesuai.
3. Corporate Image