Pengaruh atmosfir restoran pada brand Image dan minat beli ulang konsumen ``The House Of Raminten`` Yogyakarta.

(1)

ii

ABSTRAK

“PENGARUH ATMOSFIR RESTORAN PADA BRAND IMAGE DAN MINAT BELI ULANG KONSUMEN “THE HOUSE OF RAMINTEN”

YOGYAKARTA

ROBERTUS BELLARMINUS LEO NIM: 112214009

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen atmosfir restoran yang ada di The House Raminten, untuk mengetahui apakah atmosfir restoran berpengaruh atau tidak terhadap brand image, untuk mengetahui apakah brand image berpengaruh atau tidak terhadap minat beli ulang konsumen The House of Raminten dan untuk mengetahui perbedaan persepsi atas atmosfir restoran antara pengunjung DIY dan non-DIY.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik convenience sampling. Data dikumpulkan dengan teknik kuesioner. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 yang terdiri dari 50 pengungjung DIY dan 50 pengunjung non DIY yang sedang berada di The House of Raminten Kotabaru,Yogyakarta. Variabel penelitian ini adalah atmosfir restoran, brand image dan minat beli ulang.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa terdapat 3 variabel atmosfir restoran yaitu eksterior, interior dan layout hanya variabel interior yang berpengaruh positif pada brand image.Brand image berpengaruh positif pada minat beli ulang. Tidak ada perbedaan atas atmosfir restoran The House of Raminten antara pengunjung DIY dan non DIY.


(2)

iii

THE INFLUENCE OF RESTAURANT ATMOSPHERE TOWARDS BRAND IMAGE AND REPURCHASE INTEREST OF THE HOUSE OF RAMINTEN

YOGYAKARTA

Robertus Bellarminus Leo Sanata Dharma University

Yogyakarta, 2012

The research was conducted to discover (1)the atmosphere elements of The House of Raminten restaurant, (2)whether the restaurant’s atmosphere influenced the brand image, (3)whether the brand image influenced the consumer’s interest to repurchase; and

(4)

the difference of perception about the restaurant atmosphere among guests originally coming from and outside DIY.

The research was a qualitative descriptive research. The research used convenience sampling technique. The data were collected in questionnaire technique. The research took respondents of 100 samples, consisted of consisted of 50 guests originally coming from DIY and 50 guests coming from outside DIY. The variables were the atmosphere of the restaurant, brand image, and the interest to repurchase.

Based on the data analysis, the research found that (1)there were 3 variables of the atmosphere of the restaurant: exterior, interior, and layout; (2)only variable of interior that influenced the brand image positively; (3)brand image influenced the interest to repurchase positively; and (4)there were no differences in the atmosphere of The House of Raminten restaurant between guests originally coming from and outside DIY.


(3)

RAMINTEN”

YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Manajemen

Oleh :

Robertus Bellarminus Leo NIM: 112214009

PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

PERSEMBAHAN

“Percaya Diri, Cerdas dan

Menghargai”

Robertus Bellarminus Leo

Kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan rahmat. Orang tua yang selalu memberi doa mendukung dalam proses studi. Kak Marno dan Kak Boni, kakak yang selalu memberikan motivasi dan mendukung Lidwina Desi Kuriawati .yang selalu memberi perhatian, mendukung, dan memberi semangat. Para Sahabat yang menghibur dan memberi motivasi


(7)

v

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN MANAJEMEN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertandatangan dibawah ini, saya menyatakam bahwa skripsi dengan judul:

“PENGARUH ATMOSFIR RESTORAN PADA BRAND IMAGE DAN MINAT

BELI ULANG KONSUMEN “THE HOUSE OF RAMINTEN”

YOGYAKARTA

dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 28 Oktober 2015 adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat ataui pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta 30 November 2015 Yang membuat pernyataan,

Robertus Bellarminus Leo NIM: 112214009


(8)

vi

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Robertus Bellarminus Leo

NIM : 112214009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH ATMOSFIR RESTORAN PADA BRAND IMAGE DAN MINAT

BELI ULANG KONSUMEN “THE HOUSE OF RAMINTEN”

YOGYAKARTA

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolah dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 30 November 2015

Yang menyatakan,


(9)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga Kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria, atas semua rahmat dan karunia-Nya.

2. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph. D. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memeberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

3. Dr. H. Herry Maridjo, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Ike Janita Dewi, SE., MBA., PhD., selaku dosen pembimbing I, yang telah sabar dan mengarahkan, membimbing dan mendukung penulis degan kesungguhan hati.

5. Ibu Lucia Kurniawati, S.Pd., M.S.M, selaku dosen pembimbing II, yang juga

dengan sabar telah mengarahkan, menasihati dan membimbing penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Diah Utami BR dan Bapak Dr. Lukas Purwanto yang memberikan motivasi dan pendampingan selama proses kuliah

7. Bapak Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen yang memberikan

ilmu dan semangat selama proses perkuliahan.

8. Ibu Lisa Prawestiningsih selaku GM Raminten yang telah meluangkan

waktu.

9. Mbak Noviana Tri Rahayu selaku arsitek yang memberikan banyak informasi


(10)

viii

berbagi pengalaman.

11. Dosen penguji Dra. Diah Utari Bertha Rivieda, M. Si.

12. Orang tua yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam penyusunan

skripsi hingga selesai.

13. Kak Boni dan Kak Marno yang memberikan perhatian dan semangat agar menyelesaikan skripsi ini.

14. Lidwina Desi Kurniawati yang selalu membantu, memberi dukungan dan

semangat pada penulis.

15. Teman-teman HMJM periode 2012-1015 yang memberikan doa, semangat

serta dukungan.

16. Teman-teman Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen seperjuangan angkatan

2011

17. Teman-teman bimbingan Bu Ike.

18. Para responden yang bersedia mengisi kuesioner penelitian ini 19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 30 November 2015

Penulis

Robertus Bellarminus Leo NIM: 112214009


(11)

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ... 12

A. Landasan Teori ... 12

1. Pemasaran Jasa ... 12

a. Perusahaan Jasa ... 12

b. Karakteristik Jasa... 14

c. Kategori Jasa ... 16

2. Pengertian Restoran... 19

3. Store Atmosphere ... 20

a. Pengertian Store Atmosphere ... 20

b. Elemen-elemen Store Atmosphere ... 21

1. Eksterior (bagian luar toko) ... 21

2. General Interior (bagian dalam toko) ... 24

3. Layout ruangan ... 27

4. Interior Point of Interest Display ... 29

4. Brand Image ... 30


(12)

x

c. Indikator-indikator membentuk citra ... 44

\ 5. Segmentasi Pasar ... 45

6. Persepsi Konsumen ... 47

7. Minat Beli Ulang ... 48

B. Penelitian Sebelumnya ... 50

C. Perumusan Hipotesis ... 52

D. Kerangka Konseptual ... 53

BAB III Metode Penelitian... 54

A. Pendahuluan ... 54

B. Penelitian Tahap I ... 54

1.Tujuan Penelitian ... 54

2.Jenis Penelitian ... 54

3.Waktu dan Lokasi Penelitian ... 55

4.Narasumber ... 55

5.Analisis Data ... 55

C. Penelitian Tahap II ... 56

1.Tujuan Penelitian ... 56

2.Jenis Penelitian ... 56

3.Waktu dan Lokasi Penelitian ... 56

4.Subjek dan Objek Peneltian ... 57

5.Variabel penelitian ... 58

a. Jenis Variabel ... 58

b. Pengukuran Variabel ... 59

6.Operasionalisasi variabel ... 59

7.Populasi dan Sampel ... 61

8.Teknik Pengambilan Sampel... 62

9.Sumber Data ... 63

10.Teknik Pengumpulan Data ... 63

11.Teknik Pengujian Instrumen ... 63

a.Uji Validitas ... 63

b.Uji Reliabilitas ... 64

12.Teknik Analisa Data ... 64

a.Rata-rata dan Standar Deviasi ... 65

b.Analisis Regresi Berganda dan Sederhana ... 65

1. Uji Multikoloneritas ... 65

2. Uji Heterokedastisitas ... 66

3. Uji Normalitas ... 67

c.Analisi Regresi Berganda ... 68

1. Koefisien Determinasi ... 68

2. Uji Signifikansi Seluruh Koefisien Regresi Serempak ... 69

3. Uji Koefisien Regresi Secara Parsial ... 70

d.Analisis regresi Secara sederhana ... 71


(13)

xi

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 75

A. Sejarah Singkat The House of Raminten ... 75

B. Gambaran Umum The House of Raminten Kotabaru Yogyakarta ... 76

C. Lokasi The House of Raminten ... 77

D. Visi dan Misi ... 78

E. Jumlah Pekerja ... 78

F. Struktur Organisasi ... 78

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 81

A. Penelitian Tahap pertama ... 81

1.Atmosfir restoran (content analysis) ... 82

2.Atmosfir Restoran (Common-Theme Approach) ... 94

B. Penelitian Tahap kedua ... 97

1.Hasil Data Karakteristik Responden ... 97

a. Data Identitas Responden Pengunjung DIY dan non DIY ... 97

b. Data identitas pengunjung The House of Raminten golongan DIY (n=50) ... 98

c. Data identitas pengunjung The House of Raminten golongan Non – DIY (n=50) ... 99

2.Pengujian Instrumen... 100

a. Uji Vliditas ... 101

b. Uji Reliabilitas ... 103

3.Elemen-elemen atmosfir restoran The House of Raminten ... 104

4.Uji Asumsi Klasik ... 107

a.Uji Asumsi Klasik Regresi Berganda ... 107

1. Uji Multikoloniaritas ... 107

2. Uji Heteroskedastisitas ... 108

3. Uji Normalitas ... 18

b.Uji Asumsi Klasik regeresi sederhana ... 109

1. Uji Heterskedastisitas ... 109

2. Uji Normalitas ... 110

5. Pengujian Regresi Berganda untuk rumusan masalah kedua ... 111

a. Koefisien determinasi R2 ... 111

b. Uji Signifikansi Seluruh Koefisien secara serempak ... 111

c. Uji Signifikansi Koefisien Regresi secara parsial ... 113

6. Pengujian Regresi sederhana untuk rumusan masalah ketiga ... 114

7. Uji Beda rata-rata ... 115

7. Diskusi ... 116

BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI HASIL PENELITIAN ... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Implikasi Hasil Penelitian ... 122


(14)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 125


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto DIY Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Bidang Restoran Tahun 2009-2013

(Jutaan Rupiah) ... 3

Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto Per Kabupaten dan Kota di DIY Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Bidang Restoran Tahun 2009-2013 (Jutaan Rupiah) ... 3

Tabel 1.3 Daftar tempat wisata kuliner di Yogyakarta ... 5

Tabel 2.1 Karakteristik Jasa dan Implikasi Manajemen ... 16

Tabel 2.2 Interpretasi terhadap merek ... 32

Tabel 2.3 Manfaat-Manfaat Merek ... 35

Tabel 5.1 Jumlah dan Kota Asal Pengunjung The House of Raminten ... 98

Tabel 5.2 Pengunjung Golongan DIY ... 99

Tabel 5.3 Usia Pengunjung The House of Raminten ... 99

Tabel 5.4 Pengunjung Golongan non-DIY ... 100

Tabel 5.5 Usia Pengunjung The House of Raminten ... 101

Tabel 5.6 Hasil Uji Validitas ... 102

Tabel 5.7 Uji Reliabilitas ... 104

Tabel 5.8 Distribusi Jawaban Responden Pada variabel Atmosfer Restoran ... 105

Tabel 5.9 Uji Multikoniaritas ... 108

Tabel 5.10 Koefisien Determinasi R2... 111

Tabel 5.11 Uji Signifikansi Koefisiensi secara serempak ... 112

Tabel 5.12 Uji Signifikansi Koefisiensi secara parsial ... 113

Tabel 5.13 Hasil Uji Regresi Sederhana ... 115

Tabel 5.14 Uji Beda Rata-rata ... 116 .


(16)

xiv

Gambar 2.4 Elemen Brand Equity Versi David Aaker ... 38

Gambar 2.5 Customer-based Brand Equity Pyramid ... 41

Gambar 5.1 Hasil Uji Heterskedastisitas ... 109

Gambar 5.2 Hasil Uji Normalitas... 109

Gambar 5.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 110

Gambar 5.4 Hasl Uji Normalitas ... 111

Diagram 5.1 Pengunjung Golongan DIY ... 99

Diagram 5. 2 Usia pengunjung The House of Raminten ... 99

Diagram 5.3 Pengunjung Golongan non DIY ... 100

Diagram 5.4 Usia Pengunjung The House of Raminten ... 101


(17)

xv

ABSTRAK

“PENGARUH ATMOSFIR RESTORAN PADA BRAND IMAGE DAN MINAT

BELI ULANG KONSUMEN “THE HOUSE OF RAMINTEN”

YOGYAKARTA

ROBERTUS BELLARMINUS LEO NIM: 112214009

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen atmosfir restoran yang ada di The House Raminten, untuk mengetahui apakah atmosfir restoran berpengaruh atau tidak terhadap brand image, untuk mengetahui apakah brand image berpengaruh atau tidak terhadap minat beli ulang konsumen The House of Raminten dan untuk mengetahui perbedaan persepsi atas atmosfir restoran antara pengunjung DIY dan non-DIY.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik convenience sampling. Data dikumpulkan dengan teknik kuesioner. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 yang terdiri dari 50 pengungjung DIY dan 50 pengunjung non DIY yang sedang berada di The House of Raminten Kotabaru,Yogyakarta. Variabel penelitian ini adalah atmosfir restoran, brand image dan minat beli ulang.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa terdapat 3 variabel atmosfir restoran yaitu eksterior, interior dan layout hanya variabel interior yang berpengaruh positif pada brand image.Brand image berpengaruh positif pada minat beli ulang. Tidak ada perbedaan atas atmosfir restoran The House of Raminten antara pengunjung DIY dan non DIY.


(18)

xvi

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF RESTAURANT ATMOSPHERE TOWARDS BRAND IMAGE AND REPURCHASE INTEREST OF THE HOUSE OF RAMINTEN

YOGYAKARTA

Robertus Bellarminus Leo Sanata Dharma University

Yogyakarta, 2015

The research was conducted to discover (1)the atmosphere elements of The House of Raminten restaurant, (2)whether the restaurant’s atmosphere influenced the brand image, (3)whether the brand image influenced the consumer’s interest to repurchase; and (4)

the difference of perception about the restaurant atmosphere among guests originally coming from and outside DIY.

The research was a qualitative descriptive research. The research used convenience sampling technique. The data were collected in questionnaire technique. The research took respondents of 100 samples, consisted of consisted of 50 guests originally coming from DIY and 50 guests coming from outside DIY. The variables were the atmosphere of the restaurant, brand image, and the interest to repurchase.

Based on the data analysis, the research found that (1)there were 3 variables of the atmosphere of the restaurant: exterior, interior, and layout; (2)only variable of interior that influenced the brand image positively; (3)brand image influenced the interest to repurchase positively; and (4)there were no differences in the atmosphere of The House of Raminten restaurant between guests originally coming from and outside DIY.


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah daerah yang memiliki keberagaman budaya dan tempat tujuan wisata. DIY mempunyai 4 kabupaten dan 1 kota, yang terdiri dari Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul, Sleman dan kotanya adalah Yogyakarta. DIY mempunyai keberagaman budaya, baik budaya yang bersifat tangible (fisik) seperti, 127 Bangunan Cagar Budaya (BCB), empat di antaranya merupakan international heritage yang dinilai

langsung oleh UNESCO (sumber: www.kompas.com, Kamis, 7 Oktober

2010, 11:23 WIB). Selain tangible, budaya DIY juga bersifat intangible (non fisik) seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat. Salah satu budaya intangible

adalah upacara tradisional yang masih dilakukan sampai saat ini seperti Upacara Garebeg yang dilakukan setiap tiga kali dalam setahun. Upacara Garebeg di Kesultanan Yogyakarta mencerminkan konsistensi sikap religius dan menghargai nilai-nilai Budaya Bangsa (sumber: Kebudayaan Indonesia, 24 Maret 2014). Selain Upacara Garebeg masih ada Upacara yang di lakukan sampai saat ini seperti Upacara Sekaten, dan Upacara Labuhan.

Bangunan Cagar Budaya dan Upacara Kebudayaan tersebut secara tidak langsung dapat menarik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke DIY. Setiap tahunnya jumlah wisatawan mancanegara


(20)

terus meningkat sebanyak 254.213 orang yang artinya meningkat 7,77% dari tahun 2013 sebanyak 235.893. sedangkan wisatawan nusantara tercatat sebanyak 3.091.967 atau mengalami kenaikan 18,83% dari tahun 2013 sebanyak 2.602.074 orang. Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara ke DI Yogyakarta pada tahun 2014 tercatat 3.346.180 orang dengan peningkatan sebesar 17,90 % dari tahun 2013 sebanyak 2.837.967 orang (sumber:Kedaulatan Rakyat, 6 Februari 2015).

Hampir sebagian besar pengunjung yang datang ke DIY pasti berkunjung ke tempat kuliner untuk menyantap makanan khas DIY, karena selain dikenal dengan budaya dan tempat wisata Yogyakarta juga merupakan pusat wisata kuliner (sumber: carakata.org, 4 Mei 2015). Makanan khas DIY seperti gudeg, angkringan, bakpia, sate klathak, wedang ronde, dan masih banyak lainnya. Dengan beraneka ragam kuliner yang ada di DIY maka banyak pula pengusaha yang mengambil kesempatan dalam berbisnis kuliner. Kesempatan yang diambil karena begitu banyak para wisatawan yang datang ke kota gudeg ini. Data BPS mengenai Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan di DIY berikut ini menunjukan usaha di bidang restoran dari tahun 2009 hingga 2013.


(21)

Tabel 1.1

Produk Domestik Regional Bruto DIY

Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Bidang Restoran Tahun 2009-2013 (Jutaan Rupiah)

No Tahun PDRB Harga Konstan

Lapangan Usaha Restoran

1 2009 Rp. 2.006.105

2 2010 Rp. 2.118.233

3 2011 Rp. 2.217.759

4 2012 Rp. 2.342.196

5 2013 Rp. 2.744.146

Sumber : www.perpustakaan.bappenas.go.id

Berdasarkan tabel 1.1, peneliti dapat menyimpulkan bahwa PDRB DIY setiap tahun terus mengalami peningkatan, sehingga dapat diasumsikan bahwa jumlah pengunjung yang melakukan pembelian di restoran juga meningkat.

Tabel 1.2

Produk Domestik Regional Bruto Per Kabupaten dan Kota di DIY Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Bidang

Restoran Tahun 2009-2013 (Jutaan Rupiah)

Tahun Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta

2009 Rp 31.093 Rp 361.380 Rp 119.504 Rp 729.160 Rp 764.968

2010 Rp 32.265 Rp 384.724 Rp 130.457 Rp 778.757 Rp 803.651

2011 Rp 33.648 Rp 411.186 Rp 136.237 Rp 826.753 Rp 841.496

2012 Rp. 35.630 Rp 439.603 Rp 143.244 Rp 877.407 Rp 885.591

2013 Rp 38.042 Rp. 470.454 Rp 155.132 Rp 932.332 Rp 933.397

Sumber : www.perpustakaan.bappenas.go.id

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada PDRB per kabupaten dan kota DIY mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data di atas juga menggambarkan pertumbuhan PDRB yang paling besar terletak di wilayah Kota Yogyakarta dengan total PDRB dari tahun 2009 – 2013 sebesar Rp 4.229.103.000.000. Data di atas juga didukung dengan jumlah restoran khususnya di Kota Yogyakarta yang mencapai 509 restoran (sumber:


(22)

Dengan jumlah PDRB dan jumlah restoran yang ada di Kota Yogyakarta membuat konsumen memiliki banyak pilihan tempat makan.

Dalam memilih rumah makan, konsumen memiliki pertimbangan –

pertimbangan tertentu, karena setiap konsumen memiliki keinginan dan

kebutuhan yang berbeda – beda. Memuaskan kebutuhan dan keinginan

konsumen merupakan tujuan utama perusahaan. Selain menambah laba, konsumen yang merasa puas diharapkan melakukan tindakan pembelian ulang terhadap produk tersebut, bahkan memberitahukan kepada orang lain, sehingga dapat menempatkan pesaing diurutan terbawah. Perubahan gaya hidup dari tahun ke tahun membuat konsumen tidak hanya memburu

makanan sehat ataupun enak. Atmosfir yang serba nyaman dan brand image

yang baik juga bisa membuat konsumen memilih rumah makan yang akan di kunjunginya.

Konsumen dapat tertarik dan melakukan pembelian di restoran dengan

cara memberikan atmosfir yang menyenangkan bagi konsumen dan brand

image yang baik di mata konsumen. Konsumen yang merasa senang dan menganggap citra perusahaan baik diharapkan melakukan pembelian. Store atmosphere adalah desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan aroma untuk kegiatan mendesain lingkungan toko yang menarik dan memberikan kesan bagi konsumen. Menurut Kotler dan Keller (2013:479) “atmosphere is another element in the store arsenal. Every store has a look, and physical layout that makes it hard or easy to


(23)

toko mempunyai penampilan dan tata letak fisik yang bisa mempersulit atau

mempermudah orang untuk bergerak. Perusahaan dapat membangun citra

terhadap produk yang ditawarkan. Dewi (2009:20), suatu brand image

dibangun dengan menciptakan image (citra) dari suatu produk. Konsumen bersedia membayar lebih tinggi dan menganggapnya berbeda karena brand

ini (dipersepsikan) memancarkan asosiasi dan citra tertentu. Dewi (2009:22) pada dasarnya, brand image dapat dibangun dengan tiga cara, yaitu feature-based, user-imagery, atau melalui iklan. Penelitian yang dilakukan Utami (2012) menunjukan bahwa store atmposhere berpengaruh simultan terhadap

brand image sebesar 65,7%.

DIY menawarkan berbagai macam wisata kuliner yang wajib dikunjungi para wisatawan asing maupun lokal. Daftar tempat wisata kuliner tersebut diantaranya :

Tabel 1.3

Daftar tempat wisata kuliner di Yogyakarta

No Tempat Wisata Kuliner

Alamat

1. Angkringan Lik Man Kawasan Stasiun Tugu

2. Gudeg Pawon Jalan Dr. Soepomo, Umbulharjo, Yogyakarta

3. Nasi Goreng

Beringharjo

Jalan Pabringan 1, Yogyakarta

4. Sate Klathak Pak Pong Jalan Imogiri Bantul, Yogyakarta

5. The House of

Raminten

Jalan FM Noto 7. Kota Baru, Yogyakarta

6. Banyu Mili Country

Club

Perum Griya Mahkota, Jalan Godean KM 4,5 Yogyakarta

7. Bong Kopitown Jalan Sagam Kidul 4, Yogyakarta

8. Mie Telap 12 Jalan Pandean 10B, Yogyakarta

9. Kalimilk Yogyakarta Jalan Kaliurang KM 4,9 Yogyakarta

10. Manggar Manding Jalan Parangtritis KM 11,5 Manding,

Yogyakarta


(24)

The House of Raminten masuk kedalam 10 daftar tempat wisata kuliner yang harus dikunjungi oleh masyarakat Yogyakarta sendiri maupun para pendatang dari luar Yogyakarta (sumber: www.anekatempatwisata.com). Tabel 1.3 merupakan daftar beberapa tempat makan di Yogyakarta, dari data tersebut dapat terlihat bahwa tempat makan, terutama restoran di Kota

Yogyakarta telah menjamur. Restoran – restoran tersebut menawarkan

berbagai menu yang berbeda – beda dengan khas yang dimiliki masing – masing restoran. Penelitian ini dilakukan di The House of Raminten yang berada di jalan FM Noto 7, Kotabaru, Yogyakarta. Rumah makan ini memiliki konsep tradisional Jawa yang berbeda dari rumah makan lainnya. Rumah makan The House of Raminten memiliki atmosfir dan brand image

yang menggambarkan budaya tradisional Jawa khususnya kraton Yogyakarta. Bangunan ini didesain dengan arsitektur tradisional yang unik, menu yang disajikan beranekaragam dan para karyawan menggunakan pakaian adat Jawa yang membuat atmosfir dan image tersendiri di mata konsumen.

Pradini (2012) meneliti tentang “Analisis Pengaruh Kualitass layanan dan Brand Image terhadap minat beli ulang pada restoran Kentucky Fried Chicken (KFC). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan adakah pengaruh kualitas layanan dan brand image terhadap minat beli ulang konsumen pada restoran cepat saji KFC Salatiga. Penelitian melibatkan 100 responden dan datanya diuji menggunakan analisis regresi linier berganda dengan software 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas layanan


(25)

dan brand image memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap minat beli ulang konsumen

Berdasarkan penelitian sebelumnya dan atas latar belakang yang ada

maka penulis mengangkat judul “Pengaruh Atmosfir Restoran pada Brand

Image dan Minat Beli Ulang Konsumen The House of Raminten Yogyakarta”. Tujuan penelitian ini untuk melihat seberapa besar pengaruh atmosfir restoran pada brand image dan minat beli ulang konsumen. Peneliti juga membagi konsumen menjadi 2 yaitu pengunjung DIY dan pengunjung non-DIY. Menurut peneliti pengunjung DIY dan non-DIY memiliki persepsi yang berbeda. Hal ini dikarenakan pengunjung DIY sudah terbiasa dengan

berbagai makanan dan nuansa budaya yang di sajikan di restoran The House

of Raminten. Berbeda dengan cara pandang pengunjung non-DIY yang memiliki pandangan bahwa selain sebagai restoran, The House of Raminten juga dipandang sebagai restoran yang memiliki nilai tambah, hal ini dikarenakan perbedaan budaya yang belum pernah dirasakan langsung oleh pengunjung non-DIY. Budaya yang disajikan pada restoran The House of Raminten seperti adanya dupa dan sesajen di sudut – sudut ruangan, menu makanan yang ditawarkan bercitra rasa khas Jogja, para pelayan dan karyawan juga menggunakan pakaian adat Jogja, dan diiringi dengan alunan lagu khas Jogja, sehingga menjadikan The House of Raminten sebagai restoran yang memiliki nilai tambah dan dapat juga dijadikan sebagai tempat tujuan wisata.


(26)

Diharapkan hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan oleh para manajer untuk pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil bisa berupa peningkatan mutu di bidang atmosfir restoran. Manajer yang mengetahui

image perusahaan dari pandangan konsumen, dapat menggunakan image

tersebut untuk meningkatkan jumlah pengunjung dan mengetahui peluang bisnis yang memungkinkan untuk membuka cabang baru di luar DIY.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah, yaitu:

1. Apa sajakah elemen – elemen atmosfir restoran yang ada di The House of

Raminten?

2. Apakah persepsi atas atmosfir restoran berpengaruh pada brand image?

3. Apakah brand image berpengaruh pada minat beli ulang di The House of

Raminten?

4. Apakah ada perbedaan persepsi atas atmosfir restoran antara pengunjung

DIY dengan pengunjung non-DIY?

C. Batasan Masalah

Penelitian ini akan meneliti mengenai atmosfir restoran, brand image,

dan minat beli ulang. Banyak hal yang mempengaruhi brand image seperti harga, pelayanan, fasilitas, suasana restoran, kualitas produk dan masih banyak lainnya, namun peneliti hanya akan membahas tentang pengaruh atmosfir restoran pada brand image. Selain pengaruh atmosfir restoran pada

brand image peneliti juga akan membahas tentang pengaruh brand image


(27)

beli ulang seperti promosi, fasilitas yang baik, pelayanan yang memuaskan dan harga yang sangat terjangkau. Penelitian ini akan dilakukan di restoran

The House of Raminten yang berada di jalan FM Noto 7, Kotabaru,

Yogyakarta. D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui elemen – elemen atmosfir restoran yang ada di The House of Raminten.

2. Untuk mengetahui apakah persepsi atas atmosfir restoran berpengaruh atau tidak terhadap brand image.

3. Untuk mengetahui apakah brand image berpengaruh atau tidak terhadap minat beli ulang di The House of Raminten.

4. Untuk mengetahui perbedaan persepsi atas atmosfir restoran dan brand image antara pengunjung DIY dan non-DIY.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari berbagai pihak yang terlibat didalam penelitian ini.

1. Bagi manajer The House of Raminten

Hasil penelitian ini akan membantu manajer dalam pengambilan keputusan dan memberi masukan mengenai suasana restoran ataupun meningkatkan image yang lebih baik dimata konsumen. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan oleh manajer dalam pilihan strategi yang


(28)

nantinya akan digunakan untuk menghadapi persaingan. Selain itu, hasil dari penelitian juga bisa memberikan pandangan untuk memperluas

restoran The House of Ramintenuntuk membuka cabang di luar DIY.

2. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi Universitas untuk menambah kepustakaan dan menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan membahas tentang topik yang serupa.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini berfungsi sebagai sarana dalam penerapan teori – teori yang diperoleh dalam perkuliahan. Peneliti bisa mengukur kemampuan sejauh mana ilmu manajemen yang telah diterapkan selama ini. Hasil dari penelitian ini juga menambah wawasan tentang usaha jasa yang ada di DIY terutama dalam sektor restoran. Setelah menjawab rumusan masalah yang ada pada penelitan ini, peneliti bisa menerapkan pada usaha yang akan dibangun.

F. Sistematika Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjabarkan mengenai, latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.


(29)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan teori-teori yang berkaitan tentang penelitian ini, serta menjelaskan landasan teorinya, hipotesis, ataupun penelitian sebelumnya.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri jenis penelitian tahap 1 dan 2, subjek dan objek penelitian, waktu dan lokasi penelitian, variabel penelitian, definisi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, sumber data, teknik pengambilan data, dan teknik pengujian instrument serta analisis data.

BAB IV GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Secara garis besar bab ini menjelaskan mengenai subjek penelitian. BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan tentang dua hal pokok, yang pertama paparan mengenai temuan yang diperoleh dari analisisnya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Kedua menjelaskan tentang hasil uji statistiknya. BAB VI KESIMPULAN, SARAN, KETERBATASAN

Bab ini menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian serta saran yang mengacu pada kesimpulan. Keterbatasan penelitian memuat secara jujur pengakuan penulis terhadap berbagai keterbatasan dalam penelitian.


(30)

12

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori 1. Pemasaran Jasa

a. Perusahaan jasa

Perusahaan jasa merupakan perusahaan yang menawarkan produk kepada konsumen. Produk yang ditawarkan pada perusahaan jasa bukan berupa barang, melainkan pelayanan, orang, ide, ataupun organisasi. Sarana produk jasa pada dasarnya bisa berwujud dan tak berwujud seperti hotel, konsultasi manajemen, salon, restoran, transportasi, konsultasi psikologi dan rumah sakit. Selain itu usaha jasa juga tidak memiliki hak milik kepada konsumen.

Dari beberapa para ahli juga menyatakan tentang pengertian perusahaan jasa, seperti Kotler dan Keller (2013:378)

“A service is any act or performance one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything”. Jasa adalah semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain yang pada intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Sedangkan Maria (2007:3) Pengertian Perusahaan secara ekonomi yaitu wadah atau organisasi untuk mencapai tujuan bersama para pendirinya dengan melakukan kegiatan ekonomi


(31)

yaitu memproduksi barang dan jasa dalam suatu masyarakat. Sedangkan perusahaan jasa adalah perusahaan yang kegiatannya menyediakan kemudahan, kenyamanan, kenikmatan, keamanan, atau layanan profesional lainnya.

Menurut Kotler dan Amstrong (2013:248) menyatakan

“Product as anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a want or need. Products include more than just tangible objects. Services are a from of product that consists of activities, benefits, or satisfactions offered for sale that are essentially intangible and do not result in the ownership of anything”. Produk adalah sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar agar menarik perhatian, akuisisi, penggunaan, atau konsumen yang dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup lebih dari sekadar barang-barang yang beruwujud, salah satunya adalah jasa. Jasa adalah bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual dan pada dasarnya tak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan akan sesuatu.

Tjiptono (2011:23) mendefinisikan bahwa salah satu produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun non fisik. Maksudnya, ada produk jasa murni (child care, konsultasi psikologi, dan konsultasi manajemen), ada pula jasa yang membutuhkan produk fisik sebagai persyaratan utama (kapal


(32)

untuk angkutan laut, pesawat dalam jasa penerbangan, dan makanan di restoran).

b. Karakteristik Jasa

Kotler dan Keller (2013:380) menyatakan “Four

distinctive service characteristics greatly affect the design of marketing programs: intangibility, inseparability, variability, and perishability” jasa memiliki empat karakteristik berbeda yang sangat mempengaruhi desain program pemasaran: tak bewujud, bervariasi, dan dapat musnah. Menurut Tjiptono (2011:25-30) berbagai riset dan literature pemasaran jasa mengungkapkan bahwa jasa memiliki sejumlah karakteristik unik yang membedakannya dari barang. Karakteristik tersebut terdiri dari: 1) Intangibility

Jasa berbeda dengan barang. Barang merupakan suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja, atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.

2) Inseparability

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.


(33)

3) Variability atau heterogeneity atau inconsistency

Jasa sangat bersifat variabel karena merupakan

non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung, pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut diproduksi.

4) Perishability

Perishability berarti bahwa jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja kerena tidak disimpan. Bila permintaan bersifat konstan, kondisi ini tidak menjadi masalah, karena staf dan kapasitas penyedia jasa bisa

direncanakan untuk memenuhi permintaan. Namun,

permintaan pelanggan terhadap sebagian besar jasa sangat fluktuatif.

5) Lack of Ownership

Lack of Ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembeli barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan, atau menjualnya. Sisi lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu yang terbatas (misalnya kamar hotel, bioskop, jasa


(34)

penerbangan dan pendidikan). Pembayaran biasanya ditujukan untuk pemakaian, akses atau penyewaan item-item tertentu berkaitan dengan jasa yang ditawarkan.

Tabel 2.1

Karakteristik Jasa dan Implikasi Manajemen

KARAKTERISTIK IMPLIKASI MANAJEMEN

Intangibility Produk bersifat abstrak: lebih berupa tindakan atau pengalaman

Kesulitan dalam alternatof penawaran jasa: persepsi konsumen terhadap resiko Tidak dapat dipajang: diferensiasi sukar dilakukan

Tidak dapat hak paten: hambatan masuk rendah

Inseparability Konsumen terlibat dalam produksi Pelanggan lain juga terlibat

Karyawan mencerminkan dan

mewujudkan bisnis jasa Lingkungan jasa

Kesulitan dalam produksi massal:

pertumbuhan mebutuhkan jaringan kerja sama

Variability Standarisasi sukar dilakukan Kualitas sulit dikendalikan

Perishability Tidak dapat disimpan

Masalah beban periode puncak:

produktivitas rendah

Sulit menentukan harga jasa

Lack of Ownership Pelanggan tidak dapat memiliki jasa

Sumber: Tjiptono (2011:30)

c. Kategori Jasa

Jasa bisa diklasifikasikan berdasarkan beraneka ragam kriteria. Menurut Lovelock, Wirtz, dan Mussry (2011:19-23) jika kita beranggapan bahwa jasa biasanya tidak meliputi perpindahan kepemilikan, perbedaan yang besar masih terlihat di antara


(35)

berbagai jenis jasa, tergantung pada apa yang diprosesnya. Dalam sektor jasa, manusia, benda fisik, dan data dapat diproses, dan sifat dari proses tersebut bisa terlihat atau tidak terlihat. Tindakan yang terlihat (tangible actions) dilakukan pada tubuh manusia atau barang-barang milik mereka. Tindakan yang tidak dapat dilihat (intangible actions) dilakukan pada pikiran manusia atau aset-aset nirwujud milik mereka. Hal ini membuat adanya klasifikasi jenis

jasa dalam empat kategori luas, yaitu people processing,

possession processing, mental stimulus processing, dan

information processing.

Siapa atau apa yang menjadi penerima langsung dan layanan

Manusia Barang/kepemilikan Pemrosesan Manusia

(jasa ditujukan pada tubuh seseorang):

Penumpang transportasi Restoran

Layanan kesehatan

Pemrosesan Kepemilikan

(jasa ditujukan pada fisik benda yang dimiliki):

Transportasi kargo Perbaikan dan perawatan Binatu dan dry cleaning Pemrosesan stimulus mental

(jasa ditujukan pada pikiran seseorang): Pendidikan Iklan/hubungan masyarakat Psikoterapi Pemrosesan informasi

(jasa ditujukan pada aset-aset nirwujud):

Akuntansi Perbankan Jasa hokum

Gambar 2.1 Empat Kategori Layanan Sumber: Lovelock, Wirtz, dan Mussry (2011:21)

Sifat dari tindakan layanan

Tindakan yang tidak terlihat Tindakan yang terlihat


(36)

1) Pemrosesan Manusia (People Processing)

Sejak zaman dahulu, Manusia telah meningkatkan jasa untuk diri mereka sendiri (berpindah tempat, makan, memiliki tempat tinggal, mengembalikan kesehatan, atau menjadi lebih cantik). Untuk menerima jenis jasa seperti ini, pelanggan harus secara fisik masuk kedalam sistem pelayanan. Pelanggan harus masuk kedalam sistem pelayan dikarenakan pelanggan merupakan bagian integral dari proses dan tidak akan mendapatkan manfaat yang diinginkan jika berhubungan dalam jarak terpisah dengan penyedia layanan. Selain itu, kadang-kadang penyedia jasa akan mau mendatangi para pelanggan, membawa alat-alat yang diperlukan untuk menciptakan berbagai manfaat di lokasi pilihan para pelanggan.

2) Pemrosesan Kepemilikan (Possession Processing)

Sering kali, para pelanggan meminta sebuah organisasi

jasa memberikan perawatan yang dapat dilihat (tangible

treatment) untuk beberapa barang fisik seperti, sebuah rumah yang terserang serangga, lift yang rusak, maupun binatang peliharaan yang sakit. Pada kategori pemrosesan kepemilikan, para pelanggan tidak terlalu terlibat secara fisik dibandingkan dengan jasa pemrosesan manusia. Keterlibatan konsumen biasanya hanya terbatas pada memberikan barang yang akan


(37)

dirawat, mengajukan permintaan layanan, menjelaskan masalah, dan nantinya kembali lagi untuk mengambil barangnya dan membayar tagihan.

3) Pemrosesan Stimulasi Mental (Mental Stimulus Processing)

Jasa yang ditujukan untuk pikiran manusia meliputi pendidikan, berita, nasihat professional, psikoterapi, hiburan, dan beberapa kegiatan keagamaan. Apapun yang menyentuh pikiran manusia memiliki kekuatan untuk membentuk sikap dan memengaruhi perilaku.

4) Pemrosesan Informasi (Information Processing)

Pemrosesan informasi telah terevolusi oleh teknologi informasi, tetapi tidak semua informasi diproses oleh mesin. Para professional diberbagai bidang juga menggunakan otak mereka untuk melakukan pemrosesan informasi dan pengemasannya. Informasi adalah bentuk yang paling tidak berwujud dari sebuah layanan, tetapi dapat diubah dalam bentuk yang lebih berwujud seperti surat, laporan, rencana, CD-ROM, atau DVD yang bersifat lebih tahan lama.

2. Pengertian Restoran

Menurut Marsum (2001:7) dalam Iskhandar dan Sugiharto (2013) restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasikan secara komersial yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata


(38)

Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.95/HK.103 MPPT-87 tentang ketentuan usaha dan penggolongan restoran, mengemukakan bahwa restoran adalah salah satu jenis usaha pangan bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan memenuhi ketentuan-ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi. Menurut Soekresno (2000:7) restoran adalah suatu usaha komersial yang menyediakan pelayanan makan dan minum bagi umum dan dikelola secara professional.

3. Store Atmosphere

a. Pengertian store atmosphere

Menurut Kotler dan Keller (2013:479) “atmosphere is another element in the store arsenal. Every store has a look, and physical layout that makes it hard or easy to move around”.

Atmosfir adalah elemen lain dalam melengkapi toko. Setiap toko mempunyai penampilan dan tata letak fisik yang bisa mempersulit atau mempermudah orang untuk bergerak. Utami (2008:117)

mengatakan bahwa suasana toko (store atmosphere) adalah

kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, layout, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan image atau citra dalam benak konsumen. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan


(39)

oleh ritel, ritel berupaya untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashionable.

Dari teori yang dikemukakan di atas, bahwa store

atmosphere adalah salah satu cara untuk melengkapi toko seperti, warna, pencahayaan, musik, aroma, dan lain - lain. Suasana toko juga merupakan hal penting dalam kepuasan pelanggan. Store atmosphere ini bisa dilihat dari arsitekturnya, layout, pencahayaan, pemajangan, warna, musik, ataupun dari aromanya.

b. Elemen-elemen store atmosphere

Menurut Barry dan Evans (2004) dalam Sugiarto dan Subagio (2014), “Atmosphere can be divided into several elements: exterior, general interior, store layout, and displays.” Store atmosphere ini mencakup beberapa bagian, antara lain : 1) Exterior (Bagian Luar Toko)

Karakteristik exterior mempunyai pengaruh yang kuat pada citra toko tersebut, sehingga harus direncanakan dengan sebaik mungkin. Kombinasi dari exterior ini dapat membuat bagian luar toko menjadi terlihat unik, menarik, menonjol dan mengundang orang untuk masuk kedalam toko. Elemen-elemen exterior ini terdiri dari sub elemen-sub elemen sebagai berikut:


(40)

a) Storefront (Bagian Muka Toko)

Bagian muka atau depan toko meliputi kombinasi papan nama, pintu masuk, dan konstruksi bangunan.

Storefront harus mencerminkan keunikan, kemantapan, kekokohan atau hal-hal lain yang sesuai dengan citra toko tersebut. Khususnya konsumen yang baru sering menilai toko dari penampilan luarnya terlebih dahulu sehingga

merupakan exterior merupakan faktor penting untuk

mempengaruhi konsumen untuk mengunjungi toko. b) Marquee (Simbol)

Marquee adalah suatu tanda yang digunakan untuk memejang nama atau logo suatu toko. Marquee dapat dibuat dengan teknik pewarnaan, penulisan huruf, atau penggunaan lampu neon. Marquee dapat terdiri dari nama atau logo saja, atau dikombinasikan dengan slogan dan informasi lainya. Supaya efektif, marquee harus diletakan di luar, terlihat berbeda, dan lebih menarik atau mencolok daripada toko lain di sekitarnya.

c) Entrance (Pintu Masuk)

Pintu masuk harus direncanakan sebaik mungkin, sehingga dapat mengundang konsumen untuk masuk melihat ke dalam toko dan juga mengurangi kemacetan lalu lintas keluar masuk konsumen.


(41)

d) Display Window (Tampilan Jendela)

Tujuan dari display window adalah untuk

mengidentifikasikan suatu toko dengan memajang barang-barang yang mencerminkan keunikan toko tersebut, sehingga dapat menarik konsumen masuk. Dalam

membuat jendela pajangan yang baik harus

dipertimbangkan ukuran jendela, jumlah barang yang dipajang, warna, bentuk, dan frekuensi penggantiannya. e) Height and Size Building (Tinggi dan Ukuran Gedung)

Dapat mempengaruhi kesan tertentu terhadap toko tersebut. Misalnya, tinggi langit-langit toko dapat membuat ruangan seolah-olah lebih luas.

f) Uniqueness (Keunikan)

Keunikan suatu toko bisa dihasilkan dari desain bangunan toko yang lain dari yang lain.

g) Surrounding Area (Lingkungan Sekitar)

Keadaan lingkungan masyarakat di mana suatu toko berada, dapat mempengaruhi citra toko. Jika toko lain yang berdekatan memiliki citra yang kurang baik, maka toko yang lainpun akan terpengaruh dengan citra tersebut.


(42)

h) Parking (Tempat Parkir)

Tempat parkir merupakan hal yang penting bagi konsumen. Jika tempat parkir luas, aman, dan mempunyai jarak yang dekat dengan toko akan menciptakan

atmosphere yang positif bagi toko tersebut. 2) General Interior (Bagian Dalam Toko)

Paling utama yang dapat membuat penjualan setelah pembeli berada di toko adalah display. Desain interior dari

suatu toko harus dirancang untuk memaksimalkan visual

merchandising. Display yang baik yaitu yang dapat menarik perhatian pengunjung dan membantu meraka agar mudah mengamati, memeriksa, dan memilih barang dan akhirnya melakukan pembelian.

Elemen-elemen general interior terdiri dari: a) Flooring (Lantai)

Penentuan jenis lantai, ukuran, desain dan warna

lantai sangat penting, karena konsumen dapat

mengembangkan persepsi mereka berdasarkan apa yang mereka lihat.

b) Color and Lightening (Warna dan Pencahayaan)

Setiap toko harus menpunyai pencahayaan yang cukup untuk mengarahkan atau menarik perhatian konsumen ke daerah tertentu dari toko. Konsumen yang


(43)

berkunjung akan tertarik pada sesuatu yang paling terang yang berada dalam pandangan mereka. Tata cahaya yang baik mempunyai kualitas dan warna yang dapat membuat suasana yang ditawarkan terlihat lebih menarik, terlihat berbeda bila dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya.

c) Scent and Sound ( Aroma dan Musik)

Tidak semua toko memberikan pelayanan ini, tetapi jika layanan ini dilakukan akan memberikan suasana yang lebih santai pada konsumen, khususnya konsumen yang

ingin menikmati suasana yang santai dengan

menghilangkan kejenuhan, kebosanan, maupun stress sambil menikmati makanan.

d) Fixture (Penempatan)

Memilih peralatan penunjang dan cara penempatan meja harus dilakukan dengan baik agar didapat hasil yang sesuai dengan keinginan, karena penempatan meja yang

sesuai dan nyaman dapat menciptakan image yang berbeda

pula.

e) Wall Texture (Tekstur Tembok)

Tekstur dinding dapat menimbulkan kesan tertentu pada konsumen dan dapat membuat dinding terlihat lebih menarik.


(44)

f) Temperature (Suhu Udara)

Pengelola toko harus mengatur suhu udara, agar udara dalam ruangan jangan terlalu panas atau dingin. g) Width of Aisles (Lebar Gang)

Jarak antara meja dan kursi harus diatur sedemikian rupa agar konsumen merasa nyaman dan betah berada di toko.

h) Dead Area

Dead Area merupakan ruang di dalam toko dimana

display yang normal tidak bisa diterapkan karena akan terasa janggal. Misalnya: pintu masuk, toilet, dan sudut ruangan.

i) Personel (Pramusaji)

Pramusaji yang sopan, ramah, berpenampilan menarik, cepat, dan tanggap akan menciptakan citra perusahaan dan loyalitas konsumen.

j) Service Level (Tingkat Pelayanan)

Macam-macam tingkat pelayanan menurut Kotler yang dialih bahasakan oleh Teguh, Rusli, dan Molan (2000) adalah self service, self selection, limited service,


(45)

k) Price (Harga)

Pemberian harga bisa dicantumkan pada daftar menu yang diberikan agar konsumen dapat mengetahui harga dari makanan tersebut.

l) Cash Register (Kasir)

Pengelola toko harus memutuskan penempatan lokasi kasir yang mudah dijangkau oleh konsumen.

m) Technology Modernization (Teknologi)

Pengelola toko harus dapat melayani konsumen secanggih mungkin, misalnya dalam proses pembayaran harus dibuat secanggih mungkin dan cepat, baik pembayaran secara tunai atau menggunakan pembayaran cara lain, seperti kartu kredit atau debet.

n) Cleanliness (Kebersihan)

Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen untuk makan di tempat tersebut.

3) Layout Ruangan (Tata Letak Toko)

Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan fasilitas toko. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang ada seefektif mungkin. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang layout adalah sebagai berikut:


(46)

a) Allocation of floor space for selling, personel, and customers. Dalam suatu toko, ruangan yang ada harus dialokasikan untuk:

(1) Selling Space (Ruangan Penjualan)

Ruangan untuk menempatkan dan tempat

berinteraksi antara konsumen dan pramusaji. (2) Personnel Space (Ruangan Pegawai)

Ruangan yang disediakan untuk memenuhi

kebutuhan pramusaji seperti tempat beristirahat atau makan.

(3) Customers Space (Ruangan Pelanggan)

Ruangan yang disediakan untuk meningkatkan kenyamanan konsumen seperti toilet dan ruang tunggu. b) Traffic Flow (Arus Lalu Lintas), macam-macam penentuan

arus lalu lintas toko, yaitu: (1) Grid Layout (Pola Lurus)

Penempatan fixture dalam satu lorong utama yang

panjang.

(2) Loop/Racetrack Layout (Pola Memutar)

Terdiri dari gang utama yang dimulai dari pintu masuk, mengelilingi seluruh ruangan, dan biasanya berbentuk lingkaran atau persegi, kemudian kembali ke pintu masuk.


(47)

(3) Spine Layout (Pola Berlawanan Arah)

Pada spine layout gang utama terbentang dari depan sampai belakang toko, membawa pengunjung dalam dua arah.

(4) Free-flow Layout (Pola Arus Bebas)

Pola yang paling sederhana dimana fixture dan barang-barang diletakan dengan bebas.

4) Interior Point of Interest Display (Dekorasi Pemikat Dalam Toko)

Interior point of interest display mempunyai dua tujuan, yaitu memberikan informasi kepada konsumen dan

menambah store atmosphere, hal ini dapat meningkatkan

penjualan dan laba toko. Interior point of interest display

terdiri dari :

a) Theme Setting Display (Dekorasi Sesuai Tema)

Dalam suatu musim tertentu retailer dapat mendesain dekorasi toko atau meminta promusaji berpakaian sesuai tema tertentu.

b) Wall Decoration (Dekorasi Ruangan)

Dekorasi ruangan pada tembok bisa merupakan kombinasi dari gambar atau poster yang ditempel, warna tembok, dan sebagainya yang dapat meningkatkan suasana toko.


(48)

4. Brand Image

a. Brand

Menurut Tjiptono dan Chandra (2012:238) merek sering diinterpretasikan secara berbeda-beda, diantaranya sebagai logo,

instrumen legal (hak kepemilikan), perusahaan, shorthand

notation, risk reducer, positioning, kepribadian, rangkaian nilai, visi, penambah nilai, identitas, citra, relasi, dan evolving entity.

Walaupun demikian, definisi merek yang paling banyak diacu

adalah versi American Marketing Association (AMA) yang

merumuskan merek sebagai “nama, istilah, tanda, simbol atau

disain, atau kombinasi diantaranya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari satu penjual dan

membedakannya dari barang dan jasa para pesaingnya”.

Definis versi AMA tampaknya diacu juga dalam UU

Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1: “tanda yang berupa

gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau

jasa”. Tjiptono (2011:40) menyatakan bahwa sebuah merek lebih besar dari sekedar produk. Produk adalah sesuatu yang di produksi di pabrik, sedangkan merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen. Menurut Keller dalam Tjiptono (2011:40), menyatakan merek adalah produk yang mampu memberikan dimensi tambahan yang


(49)

secara unik membedakannya dari produk-produk lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan serupa. Perbedaan tersebut bisa bersifat rasional dan tangible (terkait dengan kinerja produk dari merek bersangkutan) mapun simbolik, emosional, dan

intangible (berkenaan dengan representasi merek) dengan kata lain, merek mencerminkan keseluruhan persepsi dan perasaan konsumen mengenai atribut dan kinerja produk, nama merek dan maknanya, dan perusahaan yang diasosiasikan dengan merek bersangkutan. Konsumen biasanya tidak menjalin relasi dengan baik atau jasa tertentu, namun sebaliknya membina hubungan yang kuat dengan merek spesifik. Dapat disimpulkan bahwa merek merupakan salah satu aset terpenting perusahaan, bahkan Whitwell, Lukas dan Doyle (2003) dalam Tjiptono (2011:41) menegaskan bahwa merek adalah intangible asset oraganisasi yang paling penting.

Kotler dan Keller (2009:258) merek adalah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional, atau nyata-berhubungan dengan kinerja produk dari merek. Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau tidak nyata-berhubungan dengan apa yang direpresentasikan merek.


(50)

Chernatony (2003) dalam Tjiptono (2011:21-23) mengidentifikasi setidaknya ada empat belas interpretasi terhadap merek, yang dikelompokkannya menjadi tiga kategori: interpretasi berbasis input (branding dipandang sebagai cara para manajer mengalokasikan sumber dayanya dalam rangka meyakinkan

konsumen), interpretasi berbasis output (interpretasi dan

pertimbangan konsumen terhadap kemampuan merek memberikan nilai tambah bagi mereka), dan interpretasi berbasis waktu (menekankan branding sebagai proses yang berlangsung terus-menerus). Ketiga kategori ini kemudian dijabarkan menjadi empat belas macam interpretasi, yakni merek sebagai logo, instrumen

hukum, perusahaan, shorthand, risk reducer, positioning,

kepribadian, serangkaian nilai, visi, penambahan nilai, identitas, citra, relasi, dan evolving entity.

Tabel 2.2

Interpretasi terhadap merek

No Interpretasi Deskripsi

A. Perspektif Input

1 Merek sebagai

logo

Merek didefinisikan sebagai “nama, istilah, tanda,

simbol atau desain, atau kombinasi diantaranya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari satu penjual atau sekelompok penjual dan membedakannya dari barang dan jasa para

pesaingnya” (definisi American Marketing

Association, dikutip dalam Kotler, et al.). Definisi ini menekankan peranan merek sebagai identifier

dan diferentator

2 Merek sebagai

instrumen hukum

Merek mencerminkan hak kepemilikan yang dilindungi secara hukum.

3 Merek sebagai

perusahaan

Merek merepresentasikan perusahaan, dimana nilai-nilai korporat diperluas keberbagai macam kategori


(51)

produk.

4 Merek sebagai

shorthand

Merek memfasilitasi dan mengakselerasi

pemrosesan informasi konsumen.

5 Merek sebagai

penekan risiko

(risk reducer)

Merek menekan persepsi konsumen terhadap resiko misalnya (risiko kinerja, risiko financial, risiko waktu, risiko sosial, dan risiko psikologis)

6 Merek sebagai

positioning

Merek diinterpretasikan sebagai wahana yang memungkinkan pemiliknya untuk mengasosiasikan penawarannya dengan manfaat fungsional tertentu yang penting, bisa dikendalikan, dan dinilai penting oleh para konsumen.

7 Merek sebagai

kepribadian

Merek memiliki nilai-nilai emosional atau

kepribadian yang bisa sesuai dengan citra diri konsumen ( baik citra actual, citra aspirasional,

maupun citra situasional). Jennifer Aaker

mengidentifikasikan lima kepribadian merek:

sincerity, excitement, competence, sophistication,

dan ruggedness.

8 Merek sebagai

serangkaian nilai

Merek memiliki serangkaian nilai yang

mempengaruhi pilihan merek. Sebagai contoh, merek Virgin terdiri atas empat niali utama: inovasi berkualitas, fun, a sense of challenge, dan value for money. Nilai-nilai ini kemudian diterjemahkan kedalam beraneka ragam produk, mulai dari penerbangan dan kartu kredit hingga perusahaan rekaman.

9 Merek sebagai

visi

Merek merupakan visi bagi para manajer senior dalam rangka membuat dunia ini semakin baik. Dengan kata lain, merek mencerminkan apa yang ingin diwujudkan dan dtawarkan oleh para manajer senior kepada masyarakat luas.

10 Merek sebagai

penambah nilai

Merek merupakan manfaat ekstra (fungsional dan emosional) yang ditambahkan pada produk atau jasa inti dan dipandang bernilai oleh konsumen.

11 Merek sebagai

identitas

Merek memberikan makna pada produk dan menentukan identitasnya, baik dalam hal ruang maupun waktu

B. Perspektif Output

12 Merek sebagai

citra

Merek merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah merek.

13 Merek sebagai

relasi

Oleh karena merek bisa dipersonifikasikan, maka para pelanggan bisa menjalin relasi dengannya.


(52)

pandangan atau pemikirannya terhadap dirinya sendiri.

C. Perspektif Waktu

14 Merek sebagai

evolving entity

Merek bertumbuh seiring perubahan permntaan pelanggan dan persaingan. Akan tetapi, yang berubah adalah peripheral values, sementara core values jarang berubah.

Sumber: Tjiptono (2011:22-23)

Dari berbagai interpretasi terhadap merek diatas, Kotler dan Keller (2009:259) menjelaskan mengenai peranan merek. Merek mengidentifikasikan sumber atau pembuat produk dan memungkinkan konsumen unutk menuntut tanggung jawab atas kinerjanya kepada pabrikan atau distributor tertentu. Konsumen dapat mengevaluasi produk yang sama secara berbeda tergantung pada bagaimana pemerekan produk tersebut. Konsumen belajar tentang merek melalui pengalaman masa lalu dengan produk tersebut dan program pemasarannya, menemukan merek mana yang memuaskan kebutuhan mereka dan mana yang tidak. Ketika hidup konsumen menjadi rumit, terburu-buru, dan kehabisan waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan mengurangi risiko adalah sesuatu yang berharga.

Merek juga melaksanakan fungsi yang berharga bagi perusahaan. Petama, merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk. Merek membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi. Merek juga menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur-fitur atau aspek unit produk. Nama merek dapat dilindungi melalui nama


(53)

barang terdaftar; proses manufaktur dapat dilindungi melalui hak paten; dan kemasan dapat dilindungi melalui hak cipta dan rancangan hak milik. Hak milik intelektual ini memastikan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek tersebut dan mendapatkan keuntungan dari sebuah aset yang berharga.

Menurut Tjiptono (2011:128) merek dikelompokkan dalam berbagai manfaat, diantaranya:

Tabel 2.3

Manfaat-Manfaat Merek

No Manfaat Merek Deskripsi

1 Manfaat

Ekonomik

Merek merupakan sarana bagi perusahaan unutk saling bersaing memperebutkan pasar.

Konsumen membeli merek berdasarkan value

for money yang ditawarkan berbagai macam merek.

Relasi antara merek dan konsumen dimulai dengan penjualan. Sebagain besar konsumen lebih suka memilih penyedia jasa yang lebih mahal namun diyakininya bakal memuaskan ketimbang memilih penyedia jasa lebih murah yang tidak jelas kinerjanya.

2 Manfaat

Fungsional

Merek memberikan peluang bagi diferensiasi. Selain memperbaiki kualitas,

perusahaan-perusahaan juga memperluas mereknya

dengan tipe-tipe produk baru.

Merek memberikan jaminan kualitas. Apabila konsumen membeli merek yang sama lagi, maka ada jaminan bahwa kinerja merek tersebut akan konsisten dengan sebelumya. Pemasar merek berempati dengan para pemakai akhir dan masalah yang diatasi merek yang ditawarkan.

Merek memfasilitasi ketersediaan produk secara luas.

Merek memudahkan iklan dan sponsorship.

3 Manfaat

Psikologis

Merek merupakan penyederhanaan atau simplifikasi dari semua informasi produk yang perlu diketahui konsumen.


(54)

Pilihan merek tidak selalu didasarkan pada pertimbangan rasional. Dalam banyak kasus, faktor emosional (seperti gengsi dan citra sosial) memainkan peranan dominan dalam keputusan pembelian.

Merek bisa memperkuat citra diri dan persepsi orang lain terhadap pemakai atau pemiliknya.

Brand Symbolism tidak berpengaruh pada persepsi orang lain, namun juga pada identifikasi diri sendiri dengan objek tertentu.

Sumber: Ambler (2000) dalam Tjiptono (2011:128-129)

Merek merupakan bagian penting dalam perusahaan untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya. Merek memiliki berbagai manfaat seperti pada tabel 2.4, selain manfaat merek juga dapat dijadikan modal atau aset bagi perusahaan. Modal atau aset yang terdapat dalam sebuah merek disebut ekuitas merek. Chang et al (2008) dalam Tamaka (2013) juga menyatakan bahwa ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perushaan atau para pelanggan perusahaan.

Menurut Aaker (1991, p.15) dalam Tjiptono (2011:128)

ekuitas merek adalah “serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan


(55)

ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berfikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.

Tjiptono (2011:97) menyatakan bahwa terdapat dua model

brand equity mapan dalam aliran psikologi kognitif, yaitu model

Aaker dan model Keller. Dalam model Akker, brand equity

diformulasikan dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada

penciptaan brand equity ke dalam empat dimensi: brand

awareness, perceived quality, brand associations, dan brand loyalty.

1) Brand awareness, yaitu kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.

2) Perceived quality merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk.


(56)

3) Brand associations, yakni segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap sebuah merek. Brand associations berkaitan

erat dengan brand image, yang didefinisikan sebagai

serangkaian asosiasi merek dengan makna tertentu. Asosiasi merek memiliki tingkat kekuatan tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya pengalaman konsumsi atau eksposur dengan merek spesifik

4) Brand loyalty, yaitu “the attachment that a costumer has to a

brand”.

Gambar 2.2 Elemen Brand Equity Versi David Aaker Sumber: Tjiptono (2011:98)

Keller dalam Tjiptono (2011:98) lebih berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Ia mengembangkan model ekuitas

merek berbasis pelanggan (CBBE = Customer-Based Brand

Equity). Asumsi pokok model ini adalah bahwa kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu. Berdasarkan model ini, sebuah merek dikatakan memiliki customer-based brand equity positif

Brand Awarenes

s

Perceived Quality

Brand Equity

Brand Associations

Brand Loyalty


(57)

apabila pelanggan bereaksi secara lebih positif terhadap sebuah produk dan cara produk tersebut dipasarkan manakala mereknya

diidentifikasi, dibandingkan bila nama mereknya tidak

teridentifikasi (misalnya, jika nama fiktif atau versi produk tanpa merek digunakan). Menurutnya, kunci pokok penciptaan ekuitas merek adalah brand knowledge, yang terdiri atas brand awareness

dan brand image.

Brand equity baru terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat awareness dan familiaritas tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif dan unik dalam memorinya. Keller dalam Tjiptono (2011:99) mengajukan proses empat langkah dalam membangun merek : menyusun identitas merek yang tepat, menciptakan makna merek yang sesuai, menstimulasi respon merek yang diharapkan, dan menjalin relasi merek yang tepat dengan pelanggan. Dengan kata lain, keempat langkah ini mencerminkan empat pelanggan fundamental: (1) who are you? (identitas merek); (2) what are you? (makna merek) (3)

what about you? What do I think or feel abaout you? (respon merek); dan (4) what about you and me? What kind of association and how much of a connection would I like to have with you?

(relasi merek). Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam building blocks utama: brand salience, brand


(58)

performance, brand imagery, brand judgments, brand feelings,

dan brand resonance.

1) Brand salience, berkenaan dengan aspek-aspek awareness

sebuah merek, seperti seberapa sering dan mudah sebuah merek diingat dan dikenali dalam berbagai situasi. Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek menjalankan fungsinya sebagai pengidentifikasi produk. Brand awareness

berakitan dengan nama merek, logo, simbol dengan asosiasi-asosiasi tertentu dalam memori konsumen.

2) Brand performance, berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. 3) Brand imagery, menyangkut extrinsic properties produk atau

jasa, yaitu kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan

psikologis atau sosial pelanggan. Brand imagery bisa

terbentuk secara langsung (melalui pengalaman konsumen dan kontraknya dengan produk, merek, pasar sasaran, atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui iklan).

4) Brand judgments,berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen terhadap merek berdasarkan kinerja merek dan asosiasi citra yang dipersepsikannya.

5) Brand feelings, yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap merek. Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan


(59)

warmth, fun, excitement, security, social approval, dan self respect.

6) Brand resonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap merek spesifik. Resonansi tercermin pada intensitas atau kekuatan ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian ulang, usaha dan waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek).

Model Aaker dan Keller memiliki kesamaan prinsip, yaitu bahwa brand equity mencerminkan nilai tambah yang didapatkan sebuah produk sebagai hasil investasi pemasaran sebelumnya pada merek yang bersangkutan.

Gambar 2.3 Customer-based Brand Equity Pyramid Sumber: Tjiptono (2011:103)

Judgments Feelings

Performance Imagery

2. Meaning What are you? 4. Relationships What about you and me?

Resonance

Salience

3. Response What about you?

1. Identity Who are you


(60)

b. Brand Image

Setiadi (2003) dalam Amanah (2011) menyatakan brand image mempresentasikan keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap suatu merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek.

Shimp (2000) dalam Amanah (2011) menyatakan brand image

dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain.

Dewi (2009:20), meyatakan suatu image brand dibangun dengan menciptakan image (citra) dari suatu produk. Konsumen bersedia membayar lebih tinggi dan menganggapnya berbeda karena brand ini (dipersepsikan) memancarkan asosiasi dan citra tertentu. Dewi (2009:22) pada dasarnya, image brand dapat dibangun dengan tiga cara, yaitu feature-based, user-imagery, atau melalui iklan. Suatu brand dapat dinilai lebih tinggi dengan menambahkan fitur produk yang bisa menjadi pembangkit citra atau asosiasi atau degnan cara membangkitkan dan menjalin

ikatan emosional dengan konsumen. User-imagery digunakan jika


(61)

yang menggunakan brand tersebut. Karakteristik pengguna brand

tersebut menjadi nilai dari brand itu di mata konsumen. Citra produk dan makna asosiatif brand tersebut dikomunikasikan oleh iklan dan media promosi lainnya, termasuk public relations dan

event sponsorships.

Keller (2003) dalam Evelina, Handoyo, dan Listyorini (2012) menyatakan pengertian brand image : (a) anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. Menurut Kotler (2009) dalam Calvin dan Semuel (2014), Citra merek adalah pengelihatan dan kepercayaan yang terpendam di benak konsumen, sebagai cerminan asosiasi yang tertahan di ingatan konsumen. (b) cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereika tidak berhadapan langsung dengan produk membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program marketing yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang

ditonjolkan, yang membedakannya dengan produk lain.

Kombinasi yang baik dari elemen-elemen yang mendukung dapat

menciptakan brand image yang kuat bagi konsumen. Aaker (1996)

dalam Calvin dan Semuel (2014),menyatakan citra merek merupakan sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen.


(62)

Faktor – faktor pendukung terbentuknya brand image

dalam keterkaitannya dengan asosiasi merek: (Keller, 2003:347) dalam Evelina, Handoyo dan Lisyorini (2012), menyatakan (a) keunggulan asosiasi merek, salah satu faktor pembentuk brand image adalah keunggulan produk, dimana produk tersebut unggul dalam persaingan. (b) kekuatan asosiasi merek, setiap merek yang berharga mempunyai jiwa, suatu kepribadian khusus adalah

kewajiban mendasar bagi pemilik merek untuk dapat

mengungkapkan, mensosialisasikan jiwa/ kepribadian tersebut dalam satu bentuk iklan, ataupun bentuk kegiatan promosi dan pemasaran lainnya. Hal itulah yang akan terus menerus menjadi penghubung antara produk/merek dengan konsumen. Dengan demikian merek tersebut akan cepat dikenal dan akan tetap terjaga ditengah–tengah maraknya persaingan. Membangun popularitas sebuah merek menjadi merek yang terkenal tidaklah mudah. Namun demikian, popularitas adalah salah satu kunci yang dapat

membentuk brand image konsumen. (c) keunikan asosiasi merek,

merupakan keunikan–keunikan yang di miliki oleh produk

tersebut.

c. Indikator-indikator yang membentuk citra merek

Menurut Biel dalam Pradini (2012), indikator-indikator yang membentuk citra merek adalah:


(63)

1) Citra Korporat

Citra yang ada dalam perusahaan itu sendiri. Perusahaan sebagai organisasi berusaha membangun imagenya dengan tujuan tak lain ingin agar nama perusahaan bagus, sehingga akan memperngaruhi segala hal mengenai apa yang dilakukan oleh prusahaan tersebut.

2) Citra Produk atau konsumen

Citra konsumen terhadap suatu produk yang dapat berdampak positif maupun negatif yang berkaitan dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen. Image dari produk dapat mendukung terciptanya sebuah brand image atau citra dari merek tersebut

3) Citra Pemakai

Dapat dibentuk langsung dari pengalaman dan kontak dengan pengguna merek tersebut. Manfaat adalah nilai pribadi konsumen yang diletakkan terhadap atribut dari produk atau layanan yaitu apa yang konsumen pikir akan mereka dapatkan dari produk atau layanan tersebut.

5. Segmentasi Pasar

Bennett (1995) dalam Keegan (2007:197) menyatakan

segmentasi pasar adalah proses membagi pasar kedalam subset

pelanggan yang mempunyai persamaan perilaku atau persamaan kebutuhan. Masing – masing subset mungkin akan dipilih sebagai


(64)

pasar sasaran yang akan dicapai dengan strategi pemasaran yang berbeda. Proses tersebut dimulai dengan suatu basis segmentasi– faktor spesifik produk yang mencerminkan perbedaan-perbedaan dalam kebutuhan dan respons pelanggan terhadap variabel–variabel

pemasaran (kemungkinan–kemungkinan tersebut adalah perilaku

pembelian, cara pemakaian, manfaat yang dicari, tujuan, preferensi, atau loyalitas). Adisaputro (2010:101) menyatakan segmentasi pasar adalah mengelompokan pasar suatu produk dengan cara tertentu yang bermanfaat bagi kepentingan pelaksanaan kegiatan pemasaran. Suatu segmen pasar terdiri dari suatu kelompok konsumen yang memiliki satu set kebutuhan dan keinginan yang kurang lebih sama atau mirip satu sama lain.

Kotler dan Keller (2009:228) menyatakan segmen pasar terdiri dari sekelompok pelanggan yang memiliki sekumpulan kebutuhan dan keinginan yang serupa. Menciptakan segmen, tugas pemasar adalah mengidentifikasi segmen dan memutuskan segmen mana yang akan dibidik. Variabel segmentasi utama terdiri dari segmentasi geografis, demografis, psikografis, dan perilaku.

a. Segmentasi Geografis

Segmentasi geografis memerlukan pembagian pasar menjadi berbagai unit geografis seperti negara, negara bagian, wilayah, kabupaten, kota, atau lingkungan sekitar.


(65)

b. Segmentasi Demografis

Dalam segmentasi demografis, membagi pasar menjadi kelompok – kelompok berdasarkan variabel usia, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kebangsaan, dan kelas sosisal.

c. Segmentasi Psikografis

Psikografi adalah ilmu untuk menggunakan psikologi dan demografi guna lebih memahami konsumen. Dalam segmentasi psikografis, pembeli dibagi menjadi berbagai kelompok berdasarkan sifat psikologis atau kepribadian, gaya hidup, atau nilai. Orang – orang di dalam kelompok demografi yang sama bisa memiliki profil psikografis yang sangat berbeda.

d. Segmentasi Perilaku

Dalam segmentasi perilaku, pemasar membagi pembeli menjadi beberapa kelompok berdasarkan pengetahuan, sikap, pengguna, atau respons terhadap sebuah produk.

6. Persepsi Konsumen

Purwanto (2011:19) menyatakan bahwa persepsi seorang komunikator yang cerdas harus dapat memprediksi apakah pesan-pesan yang akan disampaikan dapat diterima oleh komunikan atau tidak. Bila prediksinya tepat, audiences akan dapat membaca dan menerima tanggapannya dengan benar. Kemudian audiens sebagai penerima pesan akan mengantisipasi bagaimana reaksi komunikator


(1)

LAMPIRAN VII

UJI REGRESI SEDERHANA DAN UJI

BEDA RATA - RATA


(2)

Hasil Uji Regresi Sederhana Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 4.096 1.529 2.678 .009

BRANDIMAGE .420 .053 .626 7.941 .000

a. Dependent Variable: MBL

Hasil Uji Beda Rata – Rata

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

diy Equal variances

assumed .803 .372 -.609 98 .544 -.460 .755 -1.959 1.039

Equal variances


(3)

LAMPIRAN VIII


(4)

RESPONDEN PERTAMA CURRICULUM VITAE

Nama Anicka Tamaya Tempat Tanggal

Lahir

yogyakarta Jenis Kelamin Perempuan

Alamat Jn Godean Yogyakarta Riwayat

Pendidikan

2010 SMK 4 YOGYAKARTA Karir 2011 di Sweety Tour sebagai Ticketing


(5)

RESPONDEN KEDUA CURRILUM VITAE

Nama Ibu Lisa Prawestiningsih Tempat dan Tanggal Lahir Yogyakarta

Jenis Kelamin Perempuan Alamat Yogyakarta Riwayat Pendidikan D3 Bahasa Inggris

karir 2006-2008 Guru


(6)

RESPONDEN KETIGA CURRICULUM VITAE

Nama Noviana Tri Rahayu Tempat dan Tanggal Lahir Klaten

Jenis Kelamin Perempuan

Alamat Bendogantungan 2, Sumberejo Klaten Riwayat Pendidikan S1 Arsitektur Universita Negeri Solo