BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sumber Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari
bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar
Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, jang dinamakan Bahasa Indonesia jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen
pokoknja berasal dari Melajoe Riaoe, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa
itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh
kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa
persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu sudah digunakan sebagai lingua franca
bahasa perhubungan. Bukan hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara sejak abad ke VII. Bukti yang menyatakan itu
adalah ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit, berangka 683 M Palembang, Talang Tuwo, berangka 684 M Palembang, Kota Kapur, berangka 686 M
Bangka Barat, dan Karang Brahi, berangka 688 M Jambi. Prasasti itu
3
bertuliskan Pra-Nagari berbahasa Melayu Kuno. Bahasa melayu kuno tidak hanya digunakan pada zaman Sriwijaya, karena di Jawa Tengah juga ditemukan prasasti
tahun 832 M dan di Bogor tahun 942 M yang menggunakan bahasa melayu kuno.
2.2 Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai sejarah yang jauh lebih panjang dari pada Republik ini sendiri. Bahasa Indonesia telah dinyatakan sebagai bahasa nasional
sejak tahun 1928, jauh sebelum Indonesia merdeka. Saat itu bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa persatuan dan perekat bangsa. Bahasa Indonesia
menjadi bahasa pergaulan antar etnis lingua franca yang mampu merekatkan suku-suku di Indonesia. Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang
berkembang di Nusantara dan juga Asia Tenggara. Bahasa Melayu menyebar kepelosok Nusantara bersamaan dengan
menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu juga mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau,
antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena tidak mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu yang dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam
pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari
bahasa Sanskerta, Persia, Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek. Menurut
Keraf
1978:27
, adanya berbagai dialek bahasa Melayu yang tersebar di seluruh Nusantara adalah merupakan bukti lain dari pertumbuhan dan persebaran bahasa
Melayu. Misalnya, dialek Melayu Minangkabau, Palembang, Jakarta Betawi,
4
Larantuka, Kupang, Ambon, Menado, dan sebagainya. Hasil kesusastraan Melayu Lama dalam bentuk cerita penglipur lara, hikayat, dongeng, pantun, syair, mantra,
dan sebagainya juga merupakan bukti dari pertumbuhan dan persebaran bahasa Melayu. Di antara karya sastra lama yang terkenal adalah Sejarah Melayu karya
Tun Muhammad Sri Lanang gelar Bendahara Paduka Raja yang diperkirakan selesai ditulis pada tahun 1616. Selain itu juga ada Hikayat Hang Tuah, Hikayat
Sri Rama, Tajus Salatin, dan sebagainya. Pada zaman Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan terdahulu, bahasa Melayu sudah
berfungsi sebagai: 1 Bahasa kebudayaan, yaitu bahasa di dalam buku – buku yang berisi aturan
hidup dan sastra. 2 Bahasa perhubungan antar suku di Nusantara.
3 Bahasa dalam hubungan perdagangan, antara pedagang dari dalam maupun dari luar Nusantara.
4 Bahasa resmi kerajaan. Ketika orang – orang Barat datang ke Indonesia pada abab ke XVI, mereka
menemukan suatu kenyataan bahwa bahasa Melayu merupakan bahasa yang dipakai dalam kehidupan yang luas di Nusantara. Sehingga mereka sulit untuk
menyebarkan bahasa barat itu. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa kenyataan, misalnya seorang Portugis bernama Pigefetta, setelah mengunjungi Tidore,
menyusun semacam daftar kata bahasa Melayu pada tahun 1522. Jan Huvgenvan Linschoten, menulis buku yang berjudul “Itinerarium ofte schipvaert Naer Oost
Portugels Indiens.” Dikatakan bahwa bahasa Melayu itu bukan saja sangat harum
5
namanya, tetapi juga merupakan bahasa negeri Timur yang dihormati. Hal itulah yang menyebabkan bahasa Portugis banyak memperkaya kata – kata untuk
kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari – hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di
bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau,
tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi,
kegiatan resmi misalnya dalam upacara dan kemiliteran, dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel
adalah pinjaman dari bahasa ini. Bangsa Portugis dan bangsa Belanda yang datang ke Nusantara mendirikan sekolah-sekolah. Mereka terbentur dalam soal bahasa
pengantar. Hal inilah yang membuktikan begitu kuatnya perkembangan bahasa Melayu bagi rakyat Indonesia, dan ini juga yang menjadi fakta kegagalan bangsa
Portugis dan bangsa Belanda dalam mempengaruhi perkembangan bahasa Melayu secara utuh di Indonesia.
Kegagalan dalam mempergunakan dan menyebarkan bahasa-bahasa barat itu, memuncak dengan keluarnya keputusan pemerintah kolonial, KB 1871 No. 104,
yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumi putera diberikan dalam bahasa daerah atau bahasa Melayu. Menurut Suhendar dan Supinah
1997:13 bahwa di daerah-daerah, bahasa Melayu bukan bahasa induk pribumi,
6
penyebaran bahasa ini diusahakan terutama oleh para guru bahasa Melayu. Di berbagai sekolah yang diadakan oleh pemerintah Hindia Belanda diberikan mata
pelajaran bahasa Melayu. Pada umumnya guru-guru yang mengajar bahasa Melayu berasal dari daerah-
daerah yang penduduk pribuminya berbahasa Melayu atau berbahasa yang dekat berhubungan dengan bahasa Melayu, seperti Sumatera Barat. Mereka tersebar di
berbagai tempat di kepulauan Indonesia. Mereka mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda dan sekolah yang merupakan
usaha swasta, seperti sekolah Muhammadiyah, Taman Siswa dan sekolah swasta lainnya.
Dalam menyebarkan bahasa Melayu melalui pengajaran bahasa di sekolah- sekolah dan menulis buku-buku pelajaran bahasa dengan menggunakan bahasa
Melayu. Para guru berjuang berdampingan dengan wartawan. Melalui tulisannya para wartawan menyebarkan penggunaan bahasa ini. Akhirnya, makin banyak
anggota-anggota masyarakat di kepulauan kita berkenalan dengan bahasa Melayu yang kemudian dikenal dan berkembang sebagai bahasa Indonesia seperti yang
sekarang kita kenal dan pakai ini. Apakah bahasa Indonesia yang kita pergunakan sekarang ini sama dengan
bahasa Melayu pada masa yang lalu? Bahasa Indonesia yang kita pergunakan sekarang ini tidak sama lagi dengan bahasa Melayu pada masa kerajaan Sriwijaya,
masa kerajaan Malaka, masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, masa Balai Pustaka, bahkan dengan bahasa Melayu di Malaysia kini. Menurut Supriyadi, dkk
1992 bahasa Indonesia kini jauh berbeda dari bahasa asalnya, bahasa Melayu.
7
Bahasa Melayu tumbuh dan berkembang menjadi bahasa Indonesia, yang karena berbagai hal waktu, politik, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi ia pun
berkembang hingga dalam wujudnya kini. Melalui perjalanan sejarah yang panjang, maka muncul suatu Pemikiran
terwujudnya bahasa persatuan, yang sebenarnya tumbuh sejak kesadaran kebangsaan, dan lebih memuncak lagi setelah Dewan Rakyat pada tahun 1918
berpikir tentang bahasa persatuan yang sangat diperlukan untuk komunikasi dalam kehidupan sehari–hari. Dari hasil pemikiran para tokoh pergerakan dan
Dewan Rakyat, akhirnya dipilih bahasa Melayu dengan pertimbangan bahwa bahasa telah dipakai hampir sebagian rakyat Indonesia pada waktu itu. Sehingga
tokoh pergerakan yang senantiasa memperkenalkan bahasa Melayu kepada seluruh rakyat dengan pertimbangan bahasa Melayu telah mempunyai ejaan resmi
yang ditulis dalam Kitab Logat Melayu yang disusun oleh Ch. A. Van Ophuysen. Dengan begitu pesatnya perkembangan bahasa Melayu di Indonesia dan dapat
menyebar luas ke seluruh pelosok Nusantara sehingga mendorong adanya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia. Oleh dasar itu, para pemuda
Indonesia yang bergabung dalam pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia atau bahasa pemersatu untuk seluruh bangsa
Indonesia.
2.3 Peresmian Nama Bahasa Indonesia