schottii Cikabayan 1 cathartica Potency of Alamanda in Bogor Area as Tyrosinase Inhibitor

positif juga diuji pada variasi konsentrasi yang sama dalam pelat tetes 96 sumur. Ekstrak sampel masing-masing ditambahkan sebanyak 70 μL ke dalam pelat tetes 96 sumur. Kemudian ke dalam tiap sumur ditambahkan 30 μL enzim tirosinase Sigma, 333 unitml dalam bufer fosfat dan campuran diinkubasi selama 5 menit. Setelah itu, sebanyak 110 μL substrat L -tirosin 2 mM atau L -DOPA 12 mM ditambahkan dan campurannya diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 30 menit. Larutan pada masing-masing sumur diukur absorbansnya dengan menggunakan micro- plate reader pada panjang gelombang 492 nm untuk menentukan persen inhibisi dan nilai konsentrasi hambat 50 IC 50 . Persen inhibisi dihitung dengan cara membandingkan absorbans sampel tanpa penambahan ekstrak A dan dengan penambahan ekstrak B pada panjang gelombang 492 nm. Inhibisi = 100   A B A HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Tanaman Tanaman alamanda pada sampel penelitian ini diambil dari 4 daerah di Bogor, yaitu Cikabayan, Cisarua, Cipanas, dan Cibirus. Sampel alamanda dari Cikabayan terdiri atas dua jenis :Cikabayan 1 dan Cikabayan 2. Identifikasi spesies sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bogor. Tanaman alamanda diketahui memiliki banyak spesies, diantaranya A. cathartica, A. Schottii, A. hendersoni, A. blanchetti, dan A. neriifolia Heyne 1987. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil identifikasi sampel Daerah Spesies Cikabayan 1 Allamanda schottii Cikabayan 2 Allamanda cathartica Cisarua Allamanda schottii Cipanas Allamanda schottii Cibirus Allamanda cathartica Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat 2 spesies tanaman alamanda dari 5 sampel yang ada, yaitu A. schottii dan A. cathartica. Tanaman A. cathartica dapat berbunga sepanjang tahun, namun A. schottii hanya berbunga pada bulan Maret–Agustus di pulau Jawa PROSEA 2002. Perbedaan keduanya terlihat dari besar kecilnya bunga. A. cathartica memiliki bunga yang besar dan lebar, sedangkan A. schottii berbunga kecil dan tidak terlalu mekar seperti halnya bunga terompet Gambar 1. Kadar Air dan Kadar Abu Kadar air dari setiap sampel ditentukan untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap penyimpanan. Kadar abu juga ditentukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat dalam setiap sampel. Kadar abu yang diperoleh berkisar 2-9 Tabel 2. Kadar abu tertinggi diperoleh pada sampel daun Cisarua yaitu sebesar 9.50. Tingginya kadar abu suatu bahan mengindikasikan tingginya kandungan bahan anorganik dalam bahan tersebut. Kadar abu menurut Patria 2007 berhubungan dengan kemurnian bahan yang dihasilkan. Tabel 2 Kadar air dan abu alamanda a Daerah Sampel Kadar Air Abu

A. schottii Cikabayan 1

Daun 9.19 7.67 Batang 5.88 2.79 Cipanas Daun 8.63 7.02 Batang 5.80 5.69 Bunga 12.02 5.36 Cisarua Daun 9.20 9.50 Batang 5.60 8.21

A. cathartica

Cikabayan 2 Daun 4.97 7.75 Batang 6.03 3.74 Bunga 14.25 4.36 Cibirus Daun 8.42 7.10 Batang 6.77 4.01 Bunga 10.34 6.19 Keterangan: a contoh perhitungan kadar air dan abu ditunjukkan pada Lampiran 2 dan 3. Setiap bagian sampel yang diuji dalam penelitian ini, secara umum memiliki kadar air 10, kecuali bagian bunga Tabel 2. Winarno 1997 menyatakan bahwa sampel dengan kadar air 10 memiliki ketahanan penyimpanan yang relatif lebih lama dan dapat terhindar dari kerusakan yang diakibatkan oleh mikrob. Daun pada setiap sampel memiliki rataan kadar air sekitar 9, sedangkan bagian batangnya berkisar 5–6. Kadar air simplisia tidak boleh 10 Depkes RI 1995. Karena itu bagian daun dan batang setiap sampel alamanda sudah memenuhi standar kadar air simplisia, sedangkan bagian bunga pada setiap sampel belum memenuhi standar. Tingginya kadar air suatu bahan dapat disebabkan oleh kurangnya proses pengeringan dan mudahnya bahan tersebut dalam menyerap air setelah proses pengeringan. Kelembapan tempat penyimpanan sampel juga berpengaruh besar terhadap kandungan air pada sampel tersebut. Sampel setelah pengeringan seharusnya disimpan dalam tempat yang kedap udara dan tidak lembap agar kandungan air dalam sampel tersebut tidak bertambah. Ekstraksi Ekstraksi suatu sampel dinyatakan efektif apabila banyak senyawa terambil dalam pelarut yang digunakan. Banyaknya senyawa yang terekstraksi dalam pelarut dapat ditentukan dengan melihat persen rendemen yang diperoleh. Rendemen ekstrak air dan metanol sampel alamanda diberikan pada Tabel 3. Terlihat bahwa rendemen ekstrak air maupun metanol pada bagian bunga tertinggi untuk semua sampel, diikuti bertutur-turut oleh bagian daun dan bagian batang. Sebagian besar ekstrak air sampel memiliki rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak metanolnya. Tabel 3 Rendemen ekstrak air dan metanol alamanda a Sampel Bagian Rendemen ekstrak Air Metanol

A. schottii Cikabayan1 Daun