II. Pemilihan bahan penyalut
Tahap penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan penyalut yang tepat untuk mikroenkapsulasi ekstrak vanili. Dari tahap ini dipilih 2 perlakuan
bahan penyalut yang memberikan hasil terbaik dari parameter yang diamati. Bahan penyalut yang digunakan maltodekstrin DE 10 dan pati tapioka
termodifikasi Flomax 8 dibuat dengan perbandingan 1 : 0, 0 : 1, 1 : 2, 2 : 1 dan 1 : 1.
Mikroenkapsulasi dengan spray dryer mengikuti metode Krishnan et al. 2005 yang telah dimodifikasi. Bahan-bahan penyalut dilarutkan dalam air
destilata dengan konsentrasi 30, kemudian ditambahkan ekstrak vanili. Perbandingan ekstrak vanili dan bahan penyalut = 3 : 2. Setelah itu campuran
direhidrasi pada suhu 10-12
o
C selama 12 jam. Pada proses mikroenkapsulasi ekstrak vanili ini sebelum dikeringkan dengan spray dryer ditambah CMC 0,5
untuk membantu kestabilan emulsi. Campuran dihomogenisasi dengan homogenizer selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm. Spray dryer diatur
suhunya, suhu inlet 140–150
o
C dan suhu outlet 70–80
o
C Gambar 7. Sampel disimpan di suhu -30
o
C sampai dianalisis. Parameter yang diamati pada tahap ini adalah kadar vanilin pada powder mengikuti metode Jeon et al 2003 yang telah
dimodifikasi, kelarutan bubuk vanili dan a
w
water activity.
III. Formulasi mikroenkapsulasi ekstrak vanili
Faktor yang diuji adalah jenis penyalut, konsentrasi penyalut dan perbandingan ekstrak vanili dengan penyalut. Penyalut yang digunakan adalah
dua penyalut terbaik dari penelitian pemilihan penyalut. Penyalut dalam air destilata dibuat dengan konsentrasi 10, 20 dan 30. Ekstrak vanili dengan
penyalut dibuat dengan perbandingan 3 : 2, 2 : 1 dan 3 : 1. Sampel disimpan di suhu -30
o
C sampai dianalisis. Parameter yang diamati meliputi kelarutan, a
w
water activity, rendemen dan recovery vanilin bubuk vanili. 23
IV. Retensi vanilin selama penyimpanan Pada tahap ketiga ini dipilih dua perlakuan untuk mengetahui retensi vanilin
selama penyimpanan. Penyimpanan dilakukan pada suhu 4
o
C, 30
o
C dan 55
o
C selama tujuh minggu. Sampel disimpan di botol kaca bertutup. Pengamatan
terhadap kadar vanilin dilakukan setiap minggu. Pengukuran laju penurunan retensi vanilin selama penyimpanan menggunakan persamaan Arrhenius dan
persamaan Avrami. Pada tahap ini juga dilakukan perhitungan waktu paruh bubuk vanili. Parameter a
w
diamati pada minggu ke-0 dan minggu ke-4. Bentuk bubuk diamati pada minggu ke-4 menggunakan Scanning Electron Microscopy
SEM. - Persamaan Arrhenius yaitu :
k = k
o
.e-EaRT
di mana : k
o
= konstanta laju absolut
k = konstanta laju penurunan pada suhu T Ea = Energi aktivasi Jmol
Maltodekstrin DE 10 dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8
Pencampuran
Pengeringan dengan spray dryer suhu inlet 130–140
o
C, suhu outlet 70–80
o
C.
Bubuk vanili Air destilata
Penyimpanan pada suhu 10-12
o
C, 12 jam
Pembuatan emulsi dengan homogenizer pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit
Ekstrak vanili
Gambar 7 Proses mikroenkapsulasi vanili modifikasi Krishnan et al. 2005 24
R = Konstanta gas ideal 8,314 JK
-1
mol
-1
T = Suhu absolut
o
K - Persamaan Avrami yaitu :
R = exp [- kt
n
] di mana : n = parameter untuk menentukan mekanisme laju penurunan
retensi vanilin k = konstanta laju penurunan vanilin
R = retensi vanilin selama penyimpanan t = waktu penyimpanan.
- Waktu paruh t
½
yaitu : t
½
= 0,693k di mana : k = slope dari persamaan regresi yang menghubungkan ln persen
retensi vanilin selama penyimpanan dengan waktu penyimpanan
Prosedur analisis dari parameter-parameter yang diamati :
a. Kadar vanilin dengan metode spektrofotometer AOAC 1995
1. Pembuatan kurva standar Vanilin standar ditimbang sebanyak 0,025 g dengan gelas kimia 5 ml,
dilarutkan dengan 500 μl etanol p.a, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml,
kemudian gelas kimia dibilas dengan akuades. Air bilasan dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditepatkan hingga tanda tera. Larutan ini disebut larutan A dengan
konsentrasi 0,1 atau 1000 ppm. Larutan A dipipet berturut-turut 0, 100, 200- 1000
μl, masing - masing larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, kemudian ditepatkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan ini disebut
larutan B dengan seri konsentrasi larutan dari 0,1,2-100 ppm. Larutan B dipipet berturut-turut 0, 100, 200-1000
μl, masing - masing larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, kemudian masing-masing ditambahkan 200
μl 0,1 N NaOH dan air suling sampai tanda tera. Blanko dibuat dari larutan B seperti tahap
tersebut tanpa penambahan 0,1 N NaOH. Larutan yang akan diukur absorbansinya dengan seri konsentrasi dari 0, 1, 2-10 ppm. Masing-masing larutan diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 348 nm. Kurva standar dibuat dengan cara memplotkan antara konsentrasi vanilin
ppm dengan selisih absorbansi larutan + NaOH dikurangi larutan blanko. 2. Penentuan absorbansi larutan sampel
Larutan sampel dipipet sebanyak 1000 μl dengan menggunakan pipet
mikron, dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, ditambahkan akuades sampai tanda tera. Larutan ini disebut larutan 1. Larutan 1 dipipet sebanyak 200
μl dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan 200
μl 0.1 N NaOH dan akuades sampai tanda tera. Larutan blanko dibuat tanpa penambahan 0.1 N
NaOH. Masing-masing larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 348 nm, dihitung selisih absorbansi antara larutan yang ditambah dengan 0,1 N
NaOH dan larutan blanko. Kemudian dihitung konsentrasi vanilinnya berdasarkan kurva standar.
Kadar vanilin μgg berat kering = Y x 500 x V
W x 100 - H Di mana :
Y : Konsentrasi vanilin berdasarkan kurva standar
μgml atau ppm V
: Volume ekstrak single fold ml W
: Bobot buah vanili yang diekstrak H
: Kadar air 500
: Faktor pengenceran sampel b. Kelarutan mikrokapsul Aini 2001
Tingkat kelarutan menyatakan jumlah bubuk padat terlarut yang lolos melewati kertas saring setelah sebelumnya dilarutkan dalam air 40
o
C dengan konsentrasi tertentu. Bubuk dilarutkan dengan konsentrasi 5 dengan volume
larutan tertentu, disaring dengan kertas saring yang telah diketahui berat keringnya a. Kertas saring tersebut lalu dikeringkan dengan oven 100
o
C, 1 jam. Setelah dikeluarkan dari oven lalu didinginkan dalam desikator sampai
mencapai suhu kamar dan ditimbang. Pengovenan dan penimbangan dilakukan dilakukan sampai berat konstan b.
Perhitungan tingkat bahan terlarut dapat ditentukan dengan persamaan :
100 x
sampel berat
a b
larut tidak
bahan −
=
c. Aw water activity
Aw produk mikroenkapsulasi diukur dengan menggunakan Aw-meter WA-360 Shibaura Electronics Co. Ltd. Sebelum dilakukan pengukuran, alat
dikalibrasi dengan larutan garam NaCl jenuh. Kalibrasi selesai dan dinyatakan berhasil apabila angka yang tertera di alat menunjukkan 0,750. Selanjutnya
sampel dimasukkan ke dalam tempat sampel dengan cawan khusus kemudian ditutup. Tombol start ditekan. Pengukuran selesai apabila nilai sudah stabil dan
tertera tulisan completed. d. Rendemen
Rendemen dihitung dengan rumus : Rendemen =
padata total
berat g
l mikrokapsu
total Berat
x 100 e.
Recovery vanilin
Recovery vanilin bubuk vanili disajikan dalam bentuk persen dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah vanilin setelah dienkapsulasi g100g
dengan jumlah vanilin sebelum dienkapsulasi g100g dikalikan 100. Recovery vanilin = jumlah vanilin setelah dienkapsulasi g100g x 100
jumlah vanilin sebelum dienkapsulasi g100g
f. Retensi vanilin selama penyimpanan
Retensi vanilin selama penyimpanan dihitung dengan rumus : Retensi vanilin = CCo x 100
C = retensi vanilin hari ke-x; Co = retensi vanilin hari ke-0
g. Bentuk mikrokapsul
Bentuk mikrokapsul diamati menggunakan Scanning Electron Microscopy SEM. Sampel yang diamati yaitu bubuk vanili yang sudah
disimpan 4 minggu. Sampel ditempatkan pada potongan spesimen yang telah n g
diberi karbon, kemudian spesimen disapuh dengan lapisan emas selama 4 menit, arus listrik 100 mA dan ketebalan penyapuhan 400 Å. Sampel yang telah disapuh
dimasukkan ke dalam alat Scanning Electron Microscope yang dilengkapi
kamera foto dengan pembesaran 3500x. Analisis statistik
Penelitian pemilihan bahan penyalut menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL satu faktor dengan tiga ulangan. Perlakuan yang diuji yaitu jenis
penyalut yang digunakan tunggal dan kombinasi dua bahan penyalut. Bahan penyalut yang digunakan maltodekstrin DE 10 dan pati tapioka termodifikasi
Flomax 8 dengan perbandingan 1 : 0, 0 : 1, 1 : 2, 2 : 1 dan 1 : 1. Penelitian formulasi mikroenkapsulasi ekstrak vanili menggunakan
Rancangan Acak Lengkap RAL tiga faktor dengan dua ulangan. Faktor pertama yaitu jenis penyalut yang merupakan dua penyalut terbaik dari penelitian
pemilihan penyalut. Faktor kedua yaitu konsentrasi penyalut 10, 20 dan 30. Faktor ketiga yaitu rasio ekstrak vanili dengan penyalut 3 : 2, 2 : 1 dan
3 : 1. Penelitian pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap nilai a
w
menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL dua faktor dengan dua ulangan. Faktor pertama lama penyimpanan 0 dan 4 minggu dan faktor kedua suhu
penyimpanan 4, 30 dan 55
o
C. Penelitian retensi vanilin selama penyimpanan menggunakan rancangan
petak terpisah Split plot Design RAL dua faktor dengan dua ulangan. Faktor pertama suhu penyimpanan 4, 30 dan 55
o
C dan faktor kedua, waktu penyimpanan 0, 7, 14, 21, 28, 35, 42.
Perhitungan ANOVA dengan P = 0.05 menggunakan program SAS versi 6.12. Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, dilakukan Uji
Perbandingan Berganda Duncan DMRT, Duncan Multiple Range Test. 28
HASIL DAN PEMBAHASAN IV.
Pembuatan ekstrak vanili
Sebelum dilakukan ekstraksi vanili, pada vanili dilakukan proses kuring mengikuti metode yang dilakukan oleh Setyaningsih et al. 2003. Proses kuring
yang dilakukan yaitu kuring vanili ½ kering hasil modifikasi. Pada metode kuring ini, dilakukan perendaman buah vanili segar dengan butanol 0,3 M dan sistein
0,001 M selama 2 jam. Kedua zat tersebut berperan sebagai aktivator enzim β-
glukosidase yang dapat menghidrolisis senyawa prekursor glukovanilin menjadi vanilin yang merupakan salah satu senyawa pembentuk flavor vanili yang
dominan. Vanili yang telah dipanen masih memiliki jaringan hidup dan
melangsungkan aktivitas fisiologisnya. Dalam proses kuring vanili, perlu untuk menghentikan perkembangan vegetative dan merusak struktur sel, sehingga
sejumlah enzim dapat kontak dengan substratnya. Struktur sel dapat rusak diantaranya dengan cara pelayuan dengan air panas, pemanasan dengan sinar
matahari atau oven dan pembekuan. Proses ini disebut killing, proses ini juga merusak fungsi respirasi dengan merusak sel membran. Di antara sejumlah
proses, killing dengan air panas serta panas dengan oven dan sinar matahari metode yang banyak digunakan Rao dan Ravishankar 2000.
Pada penelitian ini, proses killing dilakukan yaitu dengan pelayuan pada suhu 40
o
C. Proses pelayuan ini menyebabkan sel menjadi rusak sehingga memungkinkan terjadinya difusi substrat untuk bertemu dengan enzim dan
mempercepat proses kuring. Pada proses ini inhibitor yang menghambat kerja enzim juga mati. Selanjutnya dilakukan pemeraman, aktivitas sebagian besar
enzim aktif pada tahap ini. Pengeringan dilakukan menggunakan oven selama 3 jam dengan suhu 40
o
C selama 5 hari. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dari vanili.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil kadar vanilin vanili setengah kering hasil kuring sebesar 2,5. Hasil ini lebih rendah dari kadar vanilin yang dihasilkan
dari hasil penelitian Setyaningsih et al. 2003 yaitu sebesar 2,8 tetapi masih di
atas kadar vanilin yang dihasilkan dari hasil penelitian metode Balitro II yaitu sebesar 1,2.
Vanili ½ kering hasil kuring selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk ekstraksi vanili. Metode ekstraksi yang dilakukan yaitu metode ekstraksi dengan
cara maserasi yang dilakukan oleh Melawati 2006. Metode maserasi yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam bahan yang akan diekstrak dalam
wadah. Pada buah vanili setengah kering tadi dipotong berukuran 0,2-0,5 cm.
Pengecilan ukuran ini bertujuan meningkatkan daya ekstraksi. Daya ekstraksi akan semakin meningkat dengan semakin kecilnya ukuran bahan. Hal ini
disebabkan kontak antara bahan yang diekstrak merupakan proses osmosis yang berjalan lambat. Apabila bahan terlalu halus dapat membentuk suspensi dengan
pelarut, selain itu juga dapat terjadi penguapan senyawa volatil yang berlebihan sebelum proses ekstraksi Ketaren dan Suastawa 1994.
Pada penelitian ini, dibuat ekstrak vanili triple fold. Pelarut yang digunakan 100 ml sedangkan vanili sebanyak 30 gram. Pelarut yang digunakan
pada penelitian ini yaitu etanol dengan konsentrasi 60 dan air, kedua pelarut ini dibuat dengan perbandingan 7 : 3. Sukrosa yang ditambahkan pada larutan ini
dapat meningkatkan viskositas, membantu mengekstrak senyawa aromatik, meningkatkan warna, menghambat penguapan alkohol dan menahan aroma
vanilin dalam ekstrak Ruhnayat 2001. Sedangkan menurut Purseglove et al. 1981, penambahan gula untuk memberikan kesan smoothness dan kekentalan
pada ekstrak, membantu memantapkan komponen aroma, serta dapat memperpanjang umur simpan. Proses maserasi dilakukan menggunakan wadah
gelas, dilakukan pengadukan sebanyak dua kali setiap harinya. Proses maserasi dilakukan selama 16 hari. Setelah 16 hari dilakukan penyaringan untuk
memisahkan ekstrak vanili dengan ampasnya. Selanjutnya dilakukan pemekatan ekstrak vanili dengan rotary vacuum evaporator.
Dari hasil pengukuran, ekstrak vanili setengah kering yang digunakan pada pembuatan bubuk vanili mengandung kadar vanilin sebesar 2,161 gl. Kadar
vanilin yang terkandung pada ekstrak vanili setengah kering yang sudah dipekatkan sebesar 3,23 gl.
V. Pengaruh jenis penyalut terhadap a
w
, kadar vanilin dan kelarutan produk ekstrak vanili terenkapsulasi bubuk vanili
Pada proses
mikroenkapsulasi, pemilihan penyalut sangat penting karena
sangat mempengaruhi sifat emulsi sebelum pengeringan dan sifat mikrokapsul bubuk yang dihasilkan. Pada penelitian ini digunakan bahan penyalut pati
tapioka termodifikasi Flomax 8 dan maltodekstrin DE 10. Kedua bahan ini di dapat dari PT National Starch.
Pati tapioka termodifikasi Flomax 8 merupakan jenis pati yang aplikasinya diperuntukkan untuk enkapsulasi flavor dengan spray drying. Mikrokapsul atau
bubuk yang didapat dengan menggunakan penyalut pati tapioka termodifikasi Flomax 8 jenis ini memiliki daya alir yang baik dan dapat direkonstitusi dengan
air. Selain itu pati jenis ini memiliki viskositas rendah dan tidak berasa sehingga cocok untuk enkapsulasi flavor National Starch 2006. Adapun karakteristik
dari pati tapioka termodifikasi Flomax 8 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik pati tapioka termodifikasi Flomax 8
Karakteristik Keterangan Kadar air
pH Warna
Viskositas Kejernihan
Aplikasi 10
5 off white
Rendah Baik
Enkapsulasi flavor dengan spray drying Sumber : National Starch 2006
Maltodektrin merupakan salah satu jenis bahan penyalut berbahan dasar karbohidrat yang banyak digunakan untuk mikroenkapsulasi flavor. Berbagai
penelitian mikroenkapsulasi telah dilakukan di mana menggunakan maltodekstrin sebagai bahan penyalutnya. Dari beberapa penelitian, maltodektrin dengan DE
rendah memberikan retensi flavor lebih baik. Seperti penelitian yang dilakukan 31
oleh Yoshii et al. 2001, maltodekstrin dengan DE 10 telah memberikan retensi flavor terbaik pada penelitian yang dilakukan pada duabelas jenis flavor. Dengan
meningkatnya DE DE 10, DE 15, DE 20, DE 25 and DE 36,5, retensi flavor menurun.
Penelitian Shiga et al. 2003 mengenkapsulasi komponen flavor lenthionine dengan penyalut yang memiliki DE 8, 11 dan 25. Hasil penelitiannya
menyebutkan nilai DE bahan penyalut berpengaruh terhadap retensi komponen flavor. Retensi flavor meningkat dengan semakin menurunnya nilai DE. Goubet
et al. 1998 melaporkan hasil yang sama mengenai pengaruh DE terhadap retensi flavor. Menurut Voiley dan Simatos et al. 1980, retensi flavor
meningkat dengan meningkatnya berat molekul disebabkan karena berkurangnya difusi flavor selama pengeringan. Bang dan Reineccius 1990 menerangkan
bahwa laju pembentukan crust mikrokapsul bubuk meningkat dengan meningkatnya berat molekul penyalut.
Produk dengan DE sedang atau lebih rendah lebih efisien digunakan untuk enkapsulasi dengan spray drying. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya
keseimbangan panjangnya polimer, yang menolong untuk menangkap komponen flavor pada permukaan droplet yang diinginkan Kenyon 1995. Dari hasil
beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka pada penelitian ini digunakan maltodekstrin yang memiliki nilai DE rendah yaitu DE 10.
Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh jenis penyalut yaitu maltodekstrin dan pati tapioka termodifikasi Flomax 8 yang dibuat dengan
perbandingan 1 : 0, 0 : 1, 1 : 2, 2 : 1 dan 1 : 1 terhadap a
w
, kelarutan dan kadar vanilin yang bervariasi dari produk ekstrak vanili terenkapsulasi bubuk vanili.
Data nilai a
w
, kelarutan dan kadar vanilin dari bubuk vanili dapat dilihat pada Tabel 5.
Nilai a
w
water activity
Pada penelitian ini a
w
yang dihasilkan berkisar 0,442-0,478 Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjukkan jenis dan komposisi penyalut yang digunakan
pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata terhadap a
w
bubuk vanili Lampiran 5 dan Lampiran 6.
Tabel 5 Nilai a
w
, kelarutan dan kadar vanilin bubuk vanili Penyalut a
w
Kelarutan kadar vanilin
g100g malto : pati tapioka
dekstrin termodifikasi Flomax 8 1 : 0
0 : 1 1 : 2
2 : 1 1 : 1
0,443 a 0,478 a
0,462 a 0,442 a
0,475 a 90,28 a
26,69 b 59,87 c
78,43 d 67,58 e
1,15 a 1,15 a
1,18 a 1,18 a
1,14 a Keterangan : Huruf yang sama dalam baris dan kolom menunjukkan tidak ada
beda nyata antar perlakuan p = 0.05. Retensi komponen flavor dipengaruhi oleh a
w
a
w
= RH100. Produk yang dianggap paling baik yaitu produk dengan a
w
terendah dihasilkan dari perlakuan menggunakan penyalut maltodekstrin dan penyalut maltodekstrin dengan pati
tapioka termodifikasi Flomax 8 dengan perbandingan 2 : 1 yaitu 0,442. Pada a
w
rendah, kapsul berada pada keadaan glassy, kondisi ini menyebabkan flavor yang dienkapsulasi memiliki mobilitas rendah sehingga laju pelepasan flavor pun
rendah. Sekali saja struktur kapsul rusak dengan masuknya air, laju pelepasan pun meningkat. Ini dapat disebabkan mobilitas tinggi dari flavor yang
dienkapsulasi, di mana kapsul mulai berada pada kondisi plastis Soottitantawat et al. 2005. Hasil penelitiannya pada produk l-menthol terenkapsulasi
menunjukkan pada a
w
rendah hanya sejumlah kecil l-menthol yang lepas dari mikrokapsul. Semakin besar nilai a
w
maka semakin besar pula mobilitas l- menthol terenkapsulasi. L-menthol mulai lepas dari penyalut pada a
w
lebih besar dari 0,5.
Kadar vanilin
Dari hasil penelitian, kadar vanilin dari bubuk vanili berkisar antara 1,14 - 1,18 g100g Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan yang
nyata vanilin bubuk vanili dari semua perlakuan Lampiran 7 dan Lampiran 8. Hasil yang tidak berbeda nyata ini disebabkan ekstrak vanili yang ditambahkan
pada semua perlakuan sama yaitu 3 : 2 terhadap penyalut, sementara jenis dan komposisi penyalut tidak berpengaruh nyata terhadap kadar vanilin bubuk vanili.
Kelarutan Kelarutan bubuk vanili yang dilarutkan pada air suhu 40
o
C berkisar antara 26,69 - 90,28 Tabel 5. Hasil sidik ragam menunjukkan jenis dan komposisi
penyalut yang digunakan pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap kelarutan produk bubuk vanili Lampiran 9. Dari hasil uji lanjut Duncan,
kelarutan produk bubuk vanili berbeda antar perlakuan Lampiran 10. Kelarutan bubuk vanili terbesar pada perlakuan dengan penyalut maltodekstrin sebesar
92,28 dan kelarutan terendah pada perlakuan dengan penyalut pati tapioka termodifikasi Flomax 8 sebesar 26,69. Perbedaan kelarutan ini disebabkan
karakteristik awal dari 2 jenis penyalut ini berbeda, maltodekstrin memiliki sifat lebih mudah larut daripada pati tapioka termodifikasi Flomax 8. Hal ini
berpengaruh terhadap kelarutan bubuk vanili yang dihasilkan.
VI. Pengaruh jenis penyalut, konsentrasi penyalut dan rasio ekstrak vanili