Perkembangan Refrigeran TINJUAN PUSTAKA

Tabel 1 Suhu Pendinginan Bahan Pangan Jenis Produk Suhu penyimpanan ºC Lama penyimpanan hari Daging Sapi 1.75 – 4.5 - Daging Ikan 1 - 3.25 - Alpukat 7 - 13 14 sd 28 Durian 10 7 sd 21 Jambu Taiwan 5 21 sd 28 Mangga 15 21 Manggis 5 35 Nenas 10 21 Pepaya 14 - 15 21 sd 28 Pisang 14 14 sd 21 Rambutan 10 7 sd 14 Semangka 10 21 sd 28 Sumber Tambunan, 2001 Othman et al , 2000

2. Perkembangan Refrigeran

Salah satu bahan terpenting dalam sistem refrigerasi adalah refrigeran. Menurut Dossat 1961, refrigeran merupakan fluida kerja yang vital dalam sistem refrigerasi, pengkondisian udara dan sistem pemompaan panas. Tambunan 2003 juga mengatakan bahwa refrigeran adalah zat yang bertindak sebagai agen pendingin dengan cara menyerap panas dari zat atau benda lain. Pada sistem pendinginan kompresi uap, refrigeran bersikulasi dalam siklus dan secara berulang mengalami penguapan dan pengembunan pada saat menyerap dan melepaskan panas. Dengan ditemukannya mesin pendingin sistem kompresi uap, terjadi perkembangan yang cepat dalam penemuan refrigeran. Charles Tellier 1828- 1913, seorang Perancis, memperkenalkan penggunaan dimethyl ehter sebagai refigeran pada mesin kompresi uap. Disamping itu Tellier juga meneliti penggunaan amonia NH 3 sebagai refrigeran pada tahun 1962, meskipun penggunaannya secara luas pada skala industrial baru dapat dilakukan oleh seorang Jerman Carl von Linde 1842-1934. Thaddeus Lowe 1832-1913 mulai menggunakan karbon-dioksida CO 2 sebagai refrigeran. Meskipun sempat ditinggalkan, penggunaan CO 2 belakangan ini kembali dikembangkan sebagai refrigeran yang ramah lingkungan. Sulfur- dioksida SO 2 pertama kali digunakan sebagai refrigeran oleh ahli fisika Swiss Raoul Pierre Pictet 1846-1929, tetapi akhirnya tidak digunakan lagi sesaat sebelum perang dunia II. Metil-klorida Ch 3 Cl juga digunakan oleh orang Perancis C. Vincent sebagai refrigeran pada tahun 1878, meskipun akhirnya hilang dari peredaran pada tahun 1960-an. Pada tahun 1930, Thomas Midgley et al berhasil mengembangkan refrigeran fluoro-carbon. Refrigeran fluoro-carbon dianggap sebagai refrigeran yang aman karena tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Refrigeran CFC yang pertama yaitu R12 CF 2 Cl 2 mulai dipasarkan pada tahun 1931, diikuti dengan refrigeran HCFC yang pertama yaitu R22 CHF 2 Cl pada tahun 1934. Pada tahun 1961, campuran azeotropik pertama, yaitu R502 R22 R115, diperkenalkan ke pasar sebagai refrigeran. Refrigeran CFC, khususnya R12, dianggap sebagai zat yang sangat istimewa sebagai fluida kerja mesin pendingin sistem kompresi uap, hingga pemenang Nobel dari Amerika F.S. Rowland dan M.J. Molina mempublikasikan hasil penelitiannya pada tahun 1974. Rowland dan Molina menyimpulkan bahwa klorin yang dilepaskannya menyebabkan terjadinya perusakan lapisan ozon di angkasa. Untuk menanggapi temuan ini, pada tahun 1987 telah disepakati Protokol Montreal mengenai pelarangan penggunaan zat-zat yang bersifat merusak lapisan ozon. Refrigeran CFC dan HCFC termasuk pada kategori zat perusak ozon, sehingga penggunaannya sebagai refrigeran juga dilarang. Sebagai gantinya, disarankan penggunaan HFC dimana refrigeran tersebut dihalogenasi tapi tidak diklorinasi. Akan tetapi, refrigeran HFC, baik yang murni R134a maupun campurannya R410A, R407A, R404A, dan lain-lain, juga menimbulkan efek yang negatif terhadap lingkungan yaitu pemanasan global. oleh karena itu dicarilah alternatif refrigeran lain yang lebih ramah terhadap lingkungan. Beberapa penelitian telah mencoba mengembangkan refrigeran alternatif lainnya, diantaranya dengan mengganti refrigeran halokarbon dengan refrigeran hidrokarbon. Menurut Sihaloho dan Tambunan 2005 refrigeran tersebut mempunyai potensi yang cukup besar sebagai refrigeran pengganti halokarbon. Pendapat ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh La Rocca et.al 1999 dan Tadros et.al 2006, dimana La Rocca mencoba mengganti R-12 dengan refrigeran hidrokarbon khususnya propana R600 dan butana R290. Dari hasil yang didapatkan menjelaskan bahwa penggantian refrigeran dari R-12 ke refrigeran tersebut dapat menghemat energi. Disamping itu penggantian halokarbon ke hidrokarbon dapat meningkatkan COP. Pernyataan ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Domanski et.al 2006 tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan R600a, Propana, yang dibandingkan dengan R134a, R22, R410A, dan R32. Pada umumnya analisis tersebut lebih berlandaskan pada ke hukum termodinamika I. Tetapi beberapa peneliti telah mencoba melihar performa dari beberapa refrigeran dengan menggunakan hukum termodinamika II melalui analisa eksergi. Somasundaram et.al 2004 mencoba menganalisis campuran beberapa refrigeran halokarbon dengan R600 dan R290 dengan menggunakan analisis eksergi. Campuran yang diteliti diantaranya R23 dengan R290, R23 dengan R600, dan R125 dengan R600. Dari hasil penelitian yang didapatkan menyatakan bahwa campuran R23 dengan R290 memiliki nilai efektifitas tertinggi baik dari segi efisiensi eksergi maupun COP. Tetapi disini tidak diteliti seberapa besar perbedaan performa yang terjadi jika dibandingkan antara refrigeran hidrokarbon dengan refrigeran halokarbon. Yumrutas et.al 2002 juga mencoba mengembangkan suatu model komputasi analisis eksergi untuk menyelidiki sistem refrigerasi kompresi uap dengan menggunakan amonia sebagai refrigerannya. Software EES Engineering Equation Solver digunakan sebagai alat perhitungan dan simulasi. Asumsi yang digunakan adalah aliran steady state, serta kerugian tekanan pada kompresor dan katup ekspansi diabaikan. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam Gambar 1 dan dapat dinyatakan bahwa efisiensi eksergi lebih baik jika suhu evaporasi lebih tinggi dan suhu kondensasi lebih rendah. Gambar 1. Persentase Eksergi dan Kerugian Eksergi Total sebagai Fungsi Suhu Evaporator dan Suhu Kondensor Yumrutas et.al, 2002 Pada tahun 2006, Silalahi juga melakukan analisis dengan simulasi eksergi terhadap beberapa refrigeran konvensional. Model perhitungan tesebut dilakukan untuk menyelidiki pengaruh suhu evaporasi dan kondensasi pada kehilangan tekanan, kehilangan eksergi, efisiensi eksergi, dan COP pada siklus refrigerasi kompresi uap dengan menggunakan refrigeran R717, refrigeran R12, refrigeran R22 dan refrigeran R134a. Dari hasil tersebut suhu evaporasi dan kondensasi memiliki pengaruh besar pada kehilangan eksergi di evaporator, kondensor, dan kompresor. Exergy loss di kondensor dan di evaporator menurun seiring dengan meningkatnya suhu kondensasi. Berikut ditampilkan nilai efisiensi eksergi dari beberapa refrigeran. 6 8 10 12 14 -20 -16 -12 -8 -4 Suhu Evaporasi oC E fis ie n s i E k s e rg i R717 R12 R22 R134a 6 8 10 12 14 16 24 28 32 36 40 Suhu Kondensasi oC E fi si en si E kser g i R717 R12 R22 R134a Gambar 2 Perbandingan Efisiensi Eksergi Berdasarkan Suhu evaporasi dan Kondensasi pada Beberapa Refrigeran Silalahi, 2006 3 4 5 6 7 8 9 -20 -16 -12 -8 -4 Suhu Evaporasi oC CO P R717 R12 R22 R134a 2 3 4 5 6 24 28 32 36 40 Suhu Kondensasi oC CO P R717 R12 R22 R134a Gambar 3 Perbandingan COP Berdasarkan Suhu evaporasi dan Kondensasi pada Beberapa Refrigeran Silalahi, 2006

3. Kriteria Pemilihan Refrigeran