Gambaran Kinerja Ayam Pedaging yang Divaksinasi dengan Berbagai Tingkat Dosis Vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512

GAMBARAN KINERJA AYAM PEDAGING YANG DI
VAKSINASI DENGAN BERBAGAI TINGKAT DOSIS
VAKSIN IBD BLEND STRAIN WINTERFIELD 2512

YASMIN H BAISA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRACT
YASMIN H BAISA. The Performance of Broiler Chicken vaccinated with
various dosages of IBD Blend vaccine Strain Winterfield 2512. Under direction
of SRI MURTINI and RETNO D. SOEJOEDONO.
This study was aimed to investigate the performance of broilers vaccinated
with vaccines IBD Blend strain Winterfield 2512 in Day Old Chick ( DOC). The
number of chicken used in this study was 165. The experimental chickens were
devided into four groups, each group consisted of 35 chick. At day first, 25 DOC
were weighed and bleed to collect the sera, to meassure the base live performance,
weight gain, and feed intake. Observation of the performance were done four

weeks. The first group K1 (Broiler vaccinated with vaccine ND inactivated and
vaccine IBD acivated 1 dose), K2 (Broiler vaccinated with vaccine ND
inactivated and vaccine IBD acivated 0,5 dose), K3 (Broiler vaccinated with
vaccine ND inactivated and vaccine IBD acivated 0,25 dose), and K4 (Broiler
vaccinated with vaccine ND inactivated and IBD unvaccinated as a control). The
variables meassure are body weight, weight gain, feed intake, FCR, live
percentage and index performance (IP). The data four each group was analyzed
using analisis of variance (ANOVA) continue with duncan test to showed the
difference between each group. The resultt showed that the best performance was
obtained by full dose group. The performance between vaccinated group
unsignificant, but the performance between unvaccinated group all vaccinated
group were significantly different.
Keywords: feed conversion, performance index, IBD Blend Strain Winterfield
2512 vaccine, Vaccine ND.

RINGKASAN
YASMIN H BAISA. Gambaran Kinerja Ayam Pedaging yang Divaksinasi
dengan Berbagai Tingkat Dosis Vaksin IBD Blend Strain Winterfield 2512.
Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO D. SOEJOEDONO
Tubuh manusia tidak dapat mensintesa asam amino esensial sendiri,

sehingga kebutuhannya harus dikonsumsi dari luar dalam bentuk makanan.
Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung
asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia, mudah diolah, dan
dapat dikonsumsi oleh hampir seluruh golongan kebudayaan dan agama. Hal ini
menyebabkan permintaan daging ayam di Indonesia lebih tinggi dibanding daging
ternak lainnya. Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral akut
pada ayam. IBD menyerang organ sistem kekebalan terutama bursa Fabrisius
sehingga menyebabkan imunosupresif. Penyakit ini menimbulkan kerugian
ekonomi yang sangat besar karena angka morbiditas mencapai 100% dan angka
mortalitas 20-30%. Penyakit IBD pada dasawarsa terakhir telah menyebar di
seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut,
beberapa peternak melakukan vaksinasi IBD di awal pemeliharaan, karena adanya
ketakutan serangan virus IBD yang terjadi pada DOC (Day Old Chicken).
Namun, pemberian vaksin terlalu cepat juga berakibat timbulnya stres sehingga
memerlukan energi lebih banyak untuk proses beradaptasi dan akan
mempengaruhi performa ayam.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kinerja ayam
pedaging yang divaksinasi oleh vaksin IBD Blend strain Winterfield 2512 pada
umur sehari (DOC). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9 Juli sampai 18
Agustus 2010 di kandang percobaan FKH IPB. Ayam yang digunakan dalam

penelitian ini sebanyak 165 ekor. Ayam tersebut dibagi menjadi empat kelompok,
masing-masing kelompok terdiri atas 35 ekor. Pada hari pertama, 25 ekor DOC
digunakan sebagai sampel ditimbang bobot badan dan diambil darahnya untuk
diperiksa terhadap antibodi ND dan IBD. Pengamatan kinerja ayam dilakukan
selama empat minggu. Semua kelompok diberikan perlakuan vaksin ND yang
sama, hal yang membedakan adalah pemberian dosis vaksin IBD. Kelompok satu
diberikan dosis penuh, kelompok dua diberikan dosis setengah, kelompok tiga
diberikan dosis seperempat, dan kelompok empat sebagai kontrol tidak diberikan
vaksin IBD. Peubah yang diamati adalah bobot badan, pertambahan bobot badan,
konsumsi pakan, Feed Convertion Ratio (FCR), persentase daya hidup dan Indeks
Performance (IP).
Data dianalisis secara deskriptif dan statistik. Secara statistik data diolah
dengan analisis ragam (ANOVA) dilanjutkan dengan uji Duncan untuk
mengetahui perbedaan antar perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
performa paling baik diperoleh kelompok ayam yang divaksinasi dosis penuh.
Namun, tidak terjadi perbedaan yang nyata kelompok yang divaksin dengan dosis
berbeda.
Perbedaan didapatkan dari kelompok yang divaksinasi dengan
kelompok tidak divaksinasi dalam hal berat badan dan pertambahan berat badan.
Kata Kunci: Indeks Peforma, konversi pakan, Vaksin IBD Blend Strain

Winterfield 2512, Vaksin ND,

GAMBARAN KINERJA AYAM PEDAGING YANG DI
VAKSINASI DENGAN BERBAGAI TINGKAT DOSIS
VAKSIN IBD BLEND STRAIN WINTERFIELD 2512

YASMIN H BAISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERNYATAAN MENGENAI
SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Gambaran
Kinerja Ayam Pedaging yang Divaksinasi dengan Berbagai Tingkat Dosis Vaksin
IBD Blend Strain Winterfield 2512 adalah karya saya dengan arahan Dr. drh. Sri
Murtini, MSi sebagai pembimbing I dan Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
sebagai pembimbing II. Skripsi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.


Bogor, Oktober 2011

Yasmin H Baisa
NIM B04070104

Judul Skripsi

: Gambaran Kinerja Ayam Pedaging yang Divaksinasi
dengan Berbagai Tingkat Dosis Vaksin IBD Blend Strain
Winterfield 2512
: Yasmin H Baisa
: B04070104

Nama
NIM

Disetujui

Dr.drh. Sri Murtini, MSi
Ketua


Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
Anggota

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus

:

PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan program sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor. Penulisan skripsi yang berjudul Gambarn Kinerja Ayam
Pedaging yang Divaksinasi dengan Berbagai Tingkat Dosis Vaksin IBD Blend
Strain Winterfield 2512 tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.
Ibu, Abah, Adnan, Harits, Ende, Mamaci, Fita, Bapa Wawang, Ameh Nung,
Ameh Iyem tercinta yang selalu mendo’akan, mencurahkan kasih sayang,
dan sumber motivasi dan semangat bagi penulis.
2.
Dr. drh. Sri Murtini, MSi dan Prof. Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS
sebagai pembimbing I dan II atas dukungan biaya penelitian ilmu,
bimbingan, dan kesabaran dalam menghadapi penulis serta motivasi yang
diberikan.
3.
Dr. drh. Eko Sugeng Pribadi, MSi sebagai dosen pembimbing akademik.
4.
Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu dan Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto,
Ms, Ph.D sebagai dosen penguji sidang.
5.
Mbak Ita, Mbak Agustin, Mbak Ratih dan pegawai Bagian Mikrobiologi
Medik.
6.

Teman-teman sepenelitian Lina, Deni, dan Khosim.
7.
Teman-teman yang extraordinary Nun jauh di sana [Ridho, Aini, Said, dan
Wardut], Padangers [Meta, Sari, Fenny, Dipo, Caca dan Desi], Jowo [Mega,
Yan2, Lia, Anzai, Ardha, Disa, dan Dance], Ukhti [Arci, Dwi, Isma, dan
Wafa] Kos [Daya, Nela, Adis, Risna, Pia, dan Lora], Korea [septi, sheila,
ember, dan else], IKC [Niken, Alm. Omen 43, Ina, Omen44, Ms Marto, Ms
Fahmi, dan Zaenal], Brondy, Udin, dan Tomo terima kasih telah menemani
ku di IPB
8.
Gianuzi teman-teman seperjuangan.

Bogor, Oktober 2011
Yasmin H Baisa
B04070104

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1989 di Cirebon. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, putri pasangan Bapak Hasan M Baisa
dan Ibu Karningsih.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Cirebon dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata
kuliah Mikrobiologi Medis II dan asisten Penghayatan Profesi Kedokteran Hewan
pada tahun 2011.
Penulis pernah mengikuti organisasi dan Kegiatan
kemahasiswaan diantaranya menjadi Anggota KOPMA IPB (2007-2008),
bersama Gentra Kaheman mendapatkan rekor MURI rampak suling tahun 2007,
divisi kesekertariatan dan dokumentasi Ikatan Kekeluargaan Cirebon (20072009), pengurus cabang Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (20082010), dan anggota Himpunan Minat Profesi Ruminansia (2008-2010).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……………………………………......................... xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………......................... 1
Tujuan Penelitian ……………………………………..................... 3
Manfaat Penelitian ………………………………………………... 3
TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Pedaging …………………………………………………...
Seleksi Bibit………………………………….............................
Kandang………………………………………………………..
Pakan…………………………………………………………...
Kesehatan Ayam……………………………..............................
Infectious Bursal Disease…………………………………………
Patogenesis Penyakit……………………………………………...
Gejala Klinis………………………………………………………
Vaksin……………………………………………………………..
Vaksin IBD………………………………………………………..
Kinerja Ayam Pedaging………………………………………......
Pertambahan Bobot Badan……………………………………..
Konversi Pakan………………………………………………....
Mortalitas……………………………………………………….

4
4
5
5
6
7
7
8
9
10
11
11
11
12

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat…………………………………………………
Hewan Percobaan………………………………………………......
Kandang…………………………………………………………....
Ransum dan Air Minum……………………………………………
Bahan dan Alat……………………………………………………..
Rancangan Percobaan……………………………………………...
Teknik Vaksinasi…………………………………………………...
Peubah yang Diamati………………………………………………
Analisis Data…………………………………………………….....

13
13
13
13
13
14
14
14
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Badan Ayam………………………………………………...
Feed Conversion Ratio (FCR)………………………………….......
Persentase Daya Hidup………………………………………….....
Indeks Performa……………………………………………………

16
18
21
22

KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 25
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………...

26

xi

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Kandungan protein, harga produk, dan harga protein hewani
pada beberapa jenis produk peternakan……..…………...........

2.

Rataan bobot badan ayam dari masing-masing kelompok
pada setiap minggu …………….………….....….....……........

3.

21

Nilai IP ayam dari masing-masing kelompok pada setiap
minggu …………….……………..………......…..……...........

8.

20

Rata- rata persentase daya hidup ayam pedaging dari masingmasing kelompok pada setiap minggu………….....…….....….

7.

19

Nilai FCR ayam dari masing-masing kelompok pada setiap
minggu…………….…………….…………….……...…..…...

6.

17

Total konsumsi pakan ayam dari masing-masing kelompok
pada setiap minggu…………….………………..……........….

5.

16

Pertambahan bobot badan ayam dari masing-masing kelompok
pada setiap minggu…………….……………..………….........

4.

1

22

Rataan titer antibodi terhadap IBD pada masing-masing
kelompok…………….……………..………......…..…….........

23

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tubuh manusia tidak dapat mensintesis asam amino esensial sendiri,
sehingga membutuhkan asam amino esensial dari luar tubuh dalam bentuk
makanan.

Protein hewani memiliki asam amino esensial yang kompleks

diantaranya arginin, histidin, isoleusin, lysin, leucine, methionine, phenylalanin,
tryptophan, thereonin, dan valin. Ayam merupakan sumber protein hewani yang
baik, karena mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh
manusia.

Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang

terjangkau oleh masyarakat Indonesia. Kandungan protein daging ayam tidak
jauh berbeda dengan protein daging sapi, tetapi harga daging ayam jauh lebih
murah seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1

No
1
2
3

Kandungan protein, harga produk, dan harga protein hewani pada
beberapa jenis produk peternakan
Jenis Produk

Daging Sapi
Susu Sapi
Daging Ayam

Kandungan
Protein a)
19.8%
3.2%
18.2%

Harga Produkb)

Harga Proteinc)

Rp 65 000,-/kg
Rp 7 000,-/liter
Rp 20 000,-/kg

Rp 3.28,-/gram
Rp 2.19,-/gramd)
Rp 1.10,-/gram

Keterangan: a)Ilmu Gizi (Sediaoetama 2000), b) Harga eceran Juli 2011 hasil suvei di sekitar tempat tinggal penulis, c)
Harga hasil perhitungan penulis d) 1 liter susu dianggap setara 1 kg.

Daging ayam mudah diolah menjadi berbagai jenis makanan serta dapat
dikonsumsi oleh hampir seluruh golongan kebudayan dan agama, misalnya di
India dan Pakistan (masyarakat Hindu) yang mengharamkan daging sapi serta
agama Islam dan Yahudi mengharamkan daging babi (Scanes et al. 1992). Hal
tersebut yang menyebabkan permintaan daging ayam lebih tinggi dibanding
daging ternak lainnya, sehingga memicu peningkatan industri peternakan ayam
pedaging. Namun, pesatnya perkembangan industri peternakan ayam pedaging
saat ini terkendala oleh adanya penyakit pada ayam. Salah satu penyakit pada
ayam pedaging yang menjadi masalah utama industri peternakan adalah penyakit
Gumboro atau Infeksius Bursal Disease (IBD).
Infeksius Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit viral akut pada ayam
yang menyerang organ sistem kekebalan terutama bursa Fabrisius sehingga

2

bersifat imunosupresif. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat
besar karena angka morbiditas mencapai 100% dan angka mortalitas 20–30%
(Fenner et al. 1995). Penyakit IBD pada dasawarsa terakhir telah menyebar di
seluruh wilayah Indonesia.

Pada tahun 1991 penyakit mewabah hampir

melumpuhkan seluruh peternakan ayam di Indonesia (Pusvetma 1996).
Pada era milenium arus perpindahan penyakit begitu cepat, demikian pula
telah terjadi perubahan-perubahan sifat agen infeksius. Evolusi dan mutasi dari
mikroorganisme dapat memunculkan jenis atau strain baru. Fenomena ini dapat
mengakibatkan meningkatnya virulensi mikroba, salah satunya timbul varian IBD
very virulent di beberapa negara. IBD dapat dicegah dan dikendalikan dengan
vaksin. Namun, timbulnya varian IBD very virulent membawa perkembangan
dalam strategi pembuatan vaksin yang lebih aman dan protektif.
Efektivitas vaksinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya tata
laksana yang meliputi cara vaksinasi, waktu vaksinasi, keterampilan vaksinator,
dan kondisi lingkungan. Faktor lain adalah vaksin itu sendiri, yang meliputi
kualitas, jenis, dan cara penyimpanan vaksin. Faktor yang tidak kalah penting
adalah faktor individu, yaitu kesehatan ayam yang akan divaksin (Sundaryani
2003). Namun, pemberian vaksin terlalu sering juga berakibat timbulnya stres
pada ayam sehingga hal itu sangat dihindari oleh peternak.
Stres pada anak ayam yang baru menetas dapat disebabkan oleh berbagai
faktor yaitu transportasi, temperatur yang terlalu panas atau dingin, litter yang
basah menyebabkan tingginya kadar amonia, pemberian pakan dan minum yang
tidak tepat, adanya infeksi penyakit, serta pelaksanaan vaksinasi yang kurang
tepat. Kondisi stres pada Day Old Chicken (DOC) menyebabkan pembuluh darah
yang terdapat di sekitar kantung kuning telur menyempit sehingga menghalangi
kemampuan penyerapan antibodi dan juga nutrisi. Kuning telur umumnya akan
diserap secara sempurna saat anak ayam berumur enam hari. Kuning telur yang
tidak terabsorbsi dengan baik mengakibatkan pertumbuhan anak ayam tidak
optimal (North dan Donal 1996).
Vaksinasi ayam pedaging yang dilaksanakan di awal pemeliharaan
umumnya adalah vaksinasi ND dan IB melalui tetes mata. Peternak umumnya
melakukan vaksinasi IBD pada saat ayam berumur 10-14 hari. Namun, saat ini

3

beberapa peternak melakukan vaksinasi IBD diawal pemeliharaan, karena adanya
ketakutan serangan virus IBD yang terjadi pada DOC. Vaksinasi IBD umumnya
menggunakan vaksin aktif melalui suntik. Vaksinasi cara ini sangat mungkin
menginduksi stres pada DOC. Stres menyebabkan kelenjar adrenal dari anak
ayam memproduksi hormon kortisol secara berlebihan, sehingga menyebabkan
tergganggunya proses respon kebal terhadap penyakit (North dan Donal 1996).
Adanya hormon ini mengakibatkan ayam mudah terserang penyakit, sehingga
akan mempengaruhi kinerja ayam. Kinerja ayam dihitung berdasarkan bobot
badan, konversi pakan (Feed Convertion Ratio/ FCR) dan persentase ayam yang
hidup selama pemeliharaan.

Dengan demikian perlu dilakukan pengamatan

tentang pemberian vaksinasi IBD pada anak ayam umur sehari dan pengaruhnya
pada kinerja ayam pedaging.

Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran kinerja ayam pedaging yang divaksinasi dengan
vaksin Winerfield 2512 pada umur sehari, sehingga diperoleh informasi tentang
pengaruh pemberian berbagai dosis vaksin IBD pada kinerja ayam pedaging.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan memberikan informasi tentang pengaruh
pemberian berbagai dosis vaksin IBD pada kinerja ayam pedaging.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Pedaging
Ayam pedaging adalah galur ayam hasil rekayasa genetik yang memiliki
karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil
daging, masa panen pendek, menghasilkan daging berserat lunak, dada lebih besar
dan kulit licin (North dan Donal 1996). Menurut Rasyaf (2008) ayam pedaging
merupakan ayam yang mengalami pertumbuhan pesat pada umur satu sampai lima
minggu serta pada umur enam minggu sudah sama besar dengan ayam kampung
dewasa yang dipelihara selama delapan bulan.

Keunggulan ayam pedaging

tersebut didukung oleh sifat genetik dan keadaan lingkungan yang meliputi
makanan, temperatur lingkungan, dan pemeliharaan.
Ayam pedaging biasanya dipanen pada umur empat sampai lima minggu
dengan tujuan sebagi penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna 2006).
Kelebihan ayam pedaging adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk
dada lebar, padat dan berisi, serta tingkat efisiensi terhadap pakan tinggi.
Kelemahan ayam pedaging adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan
cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit, dan sulit beradaptasi
(Murtidjo 1987). Pertumbuhan yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai
umur empat minggu kemudian mengalami penurunan dan terhenti sampai
mencapai dewasa (Kartasudjana dan Suprijatna 2006).
Pemeliharaan ayam pedaging akan berhasil bila dilakukan dengan
manajemen yang baik. Bebarapa hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharan
ayam pedaging adalah seleksi bibit, kondisi lingkungan kandang, sistem
perkandangan, pemberian pakan, dan penanganan kesehatan ayam.

Seleksi Bibit
Seleki bibit merupakan langkah pertama dalam sistem peternakan. Bibit
anak ayam ras niaga (kuri/DOC) tipe pedaging harus berasal dari pembibitan
ayam ras tipe pedaging sesuai dengan standar persyaratan mutu SNI 01.4868.11998 sebagai berikut berat kuri perekor minimal 37 gram, kondisi fisik sehat, kaki
normal, dan dapat berdiri tegak, aktif, tidak dehidrasi, tidak cacat fisik, warna

5

bulu seragam sesuai dengan galur, kondisi bulu kering, dan mengembang (Dirjen
Peternakan 2002)
Kandang
Pemeliharaan ayam pedaging yang paling baik adalah dikandangkan.
Adanya kandang akan mengurangi penggunaan energi untuk beraktivitas,
sehingga energi dapat digunakan untuk proses metabolisme tubuh dalam
pembentukan daging. Keuntungan lain pengunaan kandang pada pemeliharaan
ayam pedaging ialah ayam akan lebih mudah terawasi, terkontrol dengan baik,
memudahkan pemeliharaan terutama pemberian pakan, minum, menjaga
kebersihan kandang dan pengawasan terhadap ayam yang sakit serta menghemat
tenaga kerja sehingga mampu menekan biaya produksi.
Sistem perkandangan yang baik dapat menjamin kesehatan ayam sehingga
dapat mengurangi tingkat kematian.

Kandang yang baik harus memenuhi

beberapa syarat teknis, antara lain tidak bocor, ventilasi cukup dan sinar matahari
dapat masuk secara langsung ke dalam kandang, jarak antar kandang tidak terlalu
rapat, dengan jarak minimal antarkandang selebar satu kandang. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah saluran air atau pembuangan di sekitar kandang harus
lancar, lantai kandang harus miring ke satu atau dua arah untuk mempercepat
proses pembersihan dan mencegah menggenangnya air di dalam kandang serta
konstruksi kandang harus kuat dan tahan lama sehingga tidak cepat rusak ataupun
membahayakan pekerja (Cahyono 2001).

Pakan
Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang
diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang
diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi (Suprijatna et al.
2008). Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2002) mutu ransum anak ayam
pedaging (starter) harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam SNI 013930-1995. Menurut SNI tersebut kadar air 14%, protein kasar 18-23%, lemak
kasar 2.5-7%, serat kasar 5%, abu 5-8%, calsium 0.9-1.2%, phospor 0.7-1.0%,
aflatoxin maksimum 50 ppb, L-lysin 1.1%, dan DL-methionine 0.5%.

Mutu

ransum ayam pedaging (finisher) harus sesuai dengan SNI 01-3931-1995 yaitu

6

kadar air 14%, protein kasar 18-22%, lemak kasar 2-7%, serat kasar 5.5%, abu 58%, calsium 0.9-1.2%, phospor 0.7-1.0%, aflatoxin maksimum 60 ppb, L-lysin
0.9%, dan DL-methionine 0.1%.
Menurut Riza (2009) unggas mengkonsumsi pakan kira-kira 5% dari bobot
badannya. Ternak mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan zat- zat
makanan, produksi, dan reproduksi.

Produksi ayam juga dipengaruhi oleh

konsumsi air. Air mempunyai andil yang besar karena tubuh ayam terdiri atas
60% air, sehingga tanpa air yang cukup produksi ayam akan menurun. Ayam
pedaging membutuhkan pakan yang mengandung energi metabolis sebesar 2 900
sampai 3 300 kkal/kg pakan.

Kesehatan Ayam
Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2002) usaha ayam pedaging harus
bebas dari penyakit-penyakit yang berbahaya menular seperti Avian Influenza,
Newcastle Disease, Infectious Bronchitis, Infectious Laringotracheitis, Fowl
Cholera, Fowl Pox, Fowl Typhoid, Infectious Bursal Disease, Marek’s Disease,
Avian Mycoplasmosis, Avian Chlamydiosis, Avian Encephalomyelitis, Swallen
Head Syndrome, dan Infectious Coryza. Tindakan yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyakit tersebut meliputi pemberian antibiotika, vaksin dan vitamin
yang dibutuhkan untuk membantu mempertahankan kesehatan ayam, ataupun
mengobati ayam bila terserang penyakit (Cahyono 2001).
Pemilihan dan pemakaian obat-obatan yang digunakan harus tepat sesuai
dengan kasus yang dihadapi. Diagnosa suatu penyakit tidak boleh salah untuk
keefektifan terapi pengobatan yang dijalankan dan harus dipahami bahwa obatobatan hanya sebagai pendukung, bukan faktor utama yang menyebabkan ayam
menjadi sehat. Faktor utama untuk menghasilkan ayam yang sehat adalah sanitasi
dan tata laksana pemeliharaan yang benar. Obat-obatan yang bagus dan mahal
tidak akan bermanfaat banyak bila sanitasi dan manajemen pemeliharannya buruk,
bahkan dapat menimbulkan kerugian, karena problem penyakit akan sering
muncul dan sulit untuk diatasi, pada akhirnya biaya produksi menjadi tinggi.

7

Infectious Bursal Disease
Infeksi bursal disease disebabkan oleh genus Avibirnavirus dari famili
Birnaviridae. Virus ini tidak memiliki amplop, kapsidnya (selubung protein yang
melindungi RNA) berbentuk icosahedral dengan diameter 60 nm, asam intinya
berupa double-stranded (ds) RNA terdiri atas dua segment (A dan B) (Kibenge et
al. 1988). Serotipe IBD dibagi dua, yaitu 1 dan 2 (Jackwood dan Jackwood
1997). Serotipe 1 virulent pada ayam sedangkan serotipe 2 umumnya avirulent
bagi ayam (Oladele et al. 2008).

Selanjutnya IBD diklasifikasikan menurut

tingkat virulensinya, yaitu a) classical virulent IBD (cvIBD), b) very virulent IBD
(vvIBD), c) antigenic variant IBD (avIBD), dan d) attenuated IBD (atIBD) (Den
Berg et al. 2004).
Karakteristik virus ini adalah mempunyai angka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. Virus IBD sangat stabil pada suhu panas (60◦C selama 1 jam),
resisten terhadap pH 3-9, dan tahan hidup di luar tubuh ayam selama empat bulan.
Peternakan yang sudah terinfeksi virus IBD akan mudah terjangkit kembali,
karena virus IBD sangat sulit untuk dihilangkan dari peternakan yang sudah
terinfeksi ( Soejoedono 1998).
Penularan virus IBD terjadi melalui kontak langsung yang berasal dari
sekreta alat pernapasan yang mengandung virus dan kontak tidak langsung yaitu
melalui peralatan dan vektor. Vektor mekanis penyebaran virus IBD tersebut
adalah burung liar, nyamuk, tikus, dan kutu yang berada pada lingkungan
peternakan tersebut (Jordan 1999).

Patogenesis Penyakit
Virus IBD mempengaruhi organ limfoid, terutama merusak sel limfosit B di
bursa Fabrisius, limpa, ginjal, dan seka tonsil. Infeksi virus umumnya terjadi
melalui oral (mulut), tetapi infeksi melalui saluran pernapasan juga sering terjadi.
Virus muncul 4-5 jam dalam makrofag dan sel-sel limfatik di duodenum, jejunum,
dan sekum. Duodenum, jejunum, dan sekum merupakan tempat pertama replikasi
virus. Lima jam setelah infeksi, virus mencapai hati melalaui vena porta. Virus
IBD bersirkulasi melalui aliran darah utama menuju organ lainnya termasuk bursa
Fabrisius. Sel limfosit B yang belum matang merupakan target utama untuk

8

replikasi virus. Tiga belas jam setelah terjadinya infeksi sebagian besar folikel
bursa positif mengandung virus. Enam belas jam setelah infeksi terjadi viremia
sekunder pada tubuh ayam.

Organ limfatik sekunder lainnya pada tahap ini

mengalami infeksi dan replikasi virus. Gejala klinis dan kematian terjadi dalam
waktu 64-72 jam setelah terjadinya infeksi (Wit dan Baxendale 2003). Virus
ditransfer dari usus ke jaringan lain oleh sel fagosit, sebagian besar adalah
makrofag. Antigen virus bisa dideteksi di hati dan limpa beberapa jam setelah
awal infeksi, tetapi tempat utama virus bereplikasi adalah bursa Fabrisius (Sharma
et al. 2000).
Infectious Bursal Disease tahap akut ditandai dengan bursa Fabrisius
mengalami pembesaran, pendarahan, dan edema.

Lima hari setelah infeksi,

ukuran bursa kembali normal, selanjutnya delapan hari setelah infeksi, bursa
mengalami atropi.
gizzard.

Selain itu, juga terjadi ptechie pada proventriculus dan

Sekresi mukus usus meningkat dan organ parenkima membengkak.

Pada limpa terdapat spot kecil berwarna abu-abu serta ukuran limpa menjadi besar
(Herendra 1996).

Gejala Klinis
Penyakit ini menyerang ayam umur 3-6 minggu. Target organ virus ini
adalah bursa Fabrisius yang sedang mengalami perkembangan. Menurut Murphy
et al. (1999) kejadian infeksi virus IBD pertama kali dalam suatu peternakan
dapat mengakibatkan morbiditas mencapai 100% dan mortalitas 20-30%.
Anak ayam umur 1-12 hari yang terserang infeksi virus IBD tidak
menunjukan gejala klinis (subklinis). Hal ini terjadi karena, anak ayam masih
memiliki maternal immunity (kekebalan dari induk). Namun, kondisi subklinis
tersebut bukan berarti tidak ada kerusakan pada organ ayam. Sebenarnya, terjadi
kerusakan dan pembinasaan sel B yang terdapat pada bursa Fabrisius. Kerusakan
bursa Fabrisius itu bersifat permanen, sehingga sel B tidak dapat berkembang
dalam bursa yang selanjutnya menyebabkan anak ayam tidak mampu lagi
memproduksi antiodi dan terjadi imunodefisiensi. Ayam akan mudah diinfeksi
oleh penyakit menular lainnya, misalnya marek, IBD, ND, dan IB meskipun ayam
telah divaksin. Hal tersebut disebabkan karena terjadi kegagalan vaksinasi akibat

9

dari sistem kekebalan ayam tidak mampu menghasilkan antibodi (Sundaryani
2003).
Ayam yang terserang penyakit IBD pada umur 3-6 minggu akan
menimbulkan gejala klinis, berupa depresi, anoreksia, gemetar, dehidrasi, bulu
disekitar duburnya kotor dan feses encer berlendir berwarna keputih-putihan.
Ayam yang mati karena infeksi IBD bangkainya cepat membusuk dan jika
dilakukan pembedahan terlihat bursa membesar (hipertropi), berlendir dan
mengalami peradangan (busritis), serta ditemukan pendarahan (hemoraghi) pada
paha dan dadanya.

Vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan dan bila
diberikan pada hewan tidak akan menimbulkan penyakit, melainkan merangsang
pembentukan antibodi (zat kebal) yang sesuai dengan jenis vaksinnya. Tujuan
vaksinasi pada ayam adalah membuat ayam mempunyai kekebalan yang tinggi
terhadap suatu penyakit (Sundaryani 2003). Vaksin diberikan berdasarkan status
kekebalan umur ayam untuk menghindari ternetralisasinya antigen vaksin oleh
maternal antibodi sehingga vaksinasi gagal menginduksi kekebalan tubuh
(Weaver 2002).
Berdasarkan jenis mikroorganisme yang digunakan ada dua jenis vaksin,
yaitu vaksin hidup (aktif) dan vaksin mati (inaktif). Vaksin hidup terbuat dari
virus hidup yang diatenuasikan (dilemahkan) dengan cara pasase berseri pada
biakan sel tertentu, misalnya telur ayam berembrio. Proses ini menyebabkan
terjadi akumulasi mutasi yang umumnya menyebabkan hilangnya virulensi virus
secara progresif bagi inang aslinya. Jenis vaksin ini mengandung virus hidup
yang dapat berkembang biak dan merangsang respons imun tanpa menimbulkan
sakit. Vaksin aktif biasa digunakan untuk penyakit Newcastle Diseases (ND),
Infectious Bronchitis (IB), Fowl Pox, Avian Enchephalomyelitis, Marek Disease,
Reovirus, dan Infectious Bursal Diseases (IBD). Vaksin mati/inaktif dihasilkan
dengan menghancurkan infektivitas virus sehingga mematikan virusnya
sedangkan imunogenitasnya masih dipertahankan dengan cara (1) fisik, misalnya
dengan pemanasan dan radiasi (2) kimia, dengan bahan kimia yaitu fenol,

10

betapropiolakton, formaldehid, etilenimin. Perlakuan tersebut menyebabkan virus
menjadi inaktif tetapi imunogenitasnya masih ada. Vaksin ini sangat aman karena
tidak infektif lagi. Namun, penggunaan vaksin ini memerlukan antigen dalam
jumlah yang banyak untuk menimbulkan respons antibodi. Vaksin inaktif biasa
digunakan pada penyakit Newcastle Diseases (ND), Infectious Bronchitis (IB),
Reovirus, dan Infectious Bursal Diseases (IBD) (Aksono 1998)

Vaksin IBD (Infectious Bursal Disease)
Penyakit Gumboro atau Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan
penyakit yang sangat sulit diberantas.

Beberapa tahun terakhir, penggunaan

vaksin IBD aktif strain mild dirasakan kurang berhasil. Oleh karena itu, dibuatlah
vaksin IBD aktif strain intermediate.

Salah satu jenis vaksin IBD strain

intermediate adalah Winterfield 2521. Vaksin ini diisolasi oleh Winterfield pada
tahun 1965 dan dikembangakan untuk produksi vaksin (Ashraf 2005). Vaksin
strain intermediate dapat menimbulkan kerusakan pada bursa Fabrisius, timus,
dan limpa, walaupun kerusakan yang timbul tidak bersifat permanen, artinya
organ tersebut akan kembali normal pascainfeksi (Ashraf 2005).
Umumnya, vaksin IBD diberikan pada umur 10-12 hari, namun kebanyakan
peternak melakukan vaksin IBD ketika DOC untuk mengurangi terjadinya stres.
Tidak diperhatikannya jenis strain dan waktu pemberian vaksinasi dapat
menyebabkan kegagalan vaksin IBD. Pemakaian vaksin IBD dengan kandungan
strain virus yang cukup keras (intermediate plus atau hot strain) sering
menimbulkan deplesi (kelainan) pada bursa Fabrisius sehingga berdampak pada
berkurangnya kemampuan bursa Fabrisius untuk memproduksi zat kebal tubuh.
Kejadian imunosupresi pada ayam akan memperlihatkan gejala seperti berikut
reaksi pascavaksinasi meningkat, gangguan sistem pernapasan, pada ayam yang
mati jika dilakukan pembedahan akan terlihat atropi pada bursa Fabrisius dan
kebengkakan organ limfoid, ayam mudah terserang penyakit, bobot badan
menurun dan FCR meningkat (Ashraf 2005).

11

Kinerja Ayam Pedaging
Kinerja ayam pedaging merupakan salah satu parameter keberhasilan
pemeliharaan ayam pedaging.

Pencapaian kinerja ayam pedaging dilakukan

melalui pengukuran lima parameter, yaitu bobot badan, Feed Conversion Ratio
(FCR), umur rata-rata saat ayam dipanen, tingkat kematian, dan nilai indeks
performa. Pengukuran dan penilaian kelima parameter tersebut mencerminkan
keberhasilan produksi pemeliharaan ayam pedaging (Riza 2009)

Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan adalah proses pertambahan bobot hidup sejak pembuahan dan
menetas hingga mencapai bobot dan ukuran dewasa. Pertumbuhan merupakan
hasil interaksi antara bibit, ransum, dan tata laksana yang baik untuk menjamin
suksesnya setiap usaha peternakan ayam pedaging (Siregar dan Sabrani 1980).
Pertumbuhan yang baik itu sebenarnya merupakan manifestasi dari perubahan di
dalam sel yang mengalami proses hiperplasia atau pertambahan jumlah dan proses
hipertropi atau pembesaran ukuran dari sel (Williamson 1993).

Tahapan

pertumbuhan hewan akan membentuk kurva sigmoid (Anggorodi 1994).
Pertumbuhan anak ayam sampai dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
pakan, genetik, jenis kelamin, cara pameliharaan, lingkungan, dan penyakit
(Tillman et al. 1998 ).

Konversi Pakan (FCR)
Menurut Suprijatna et al. (2008) konversi pakan adalah jumlah pakan yang
diperlukan untuk membentuk satu kilogram pertambahan bobot badan sedangkan,
menurut Siregar dan Sabrani (1980) konversi pakan atau Feed Convertion Ratio
(FCR) adalah perbandingan antara jumlah pakan (kg) yang dikonsumsi dengan
bobot hidup (kg). Semakin kecil angka konversi pakan menunjukkan semakin
baik efisiensi penggunaan pakan. Rendahnya angka perbandingan tersebut berarti
kenaikan bobot badan optimal tetapi ayam makan tidak terlalu banyak untuk
meningkatkan bobot badannya ( North dan Donal 1999 ). Anggorodi (1994)
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi besar kecilnya konversi pakan
meliputi laju pertumbuhan, besar atau bobot badan, daya cerna ternak, kualitas

12

pakan yang dikonsumsi, temperatur dan kesehatan ayam serta keserasian nilai
nutrien yang dikandung pakan.

Mortalitas
Mortalitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengukur
keberhasilan ternak. Mortalitas adalah perbandingan antara jumlah seluruh ternak
yang mati dengan jumlah total ternak yang dipelihara (Hastuti 2008).

13

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dimulai pada tanggal 9 Juli sampai dengan 18 Agustus 2010.
Penelitian dilakukan di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.

Hewan Percobaan
Hewan coba yang digunakan adalah 165 ekor ayam pedaging yang berumur
satu hari (Day Old Chick) dengan bobot badan yang sama yaitu 40 gram serta
tidak membedakan jenis kelamin.

Ayam pedaging diperoleh dari salah satu

perusahaan pembibit yang sama .

Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang litter yang dilapisi sekam. Tiap
kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum.

Ransum dan Air Minum
Ransum yang diberikan adalah ransum komersial yang umum beredar di
pasaran dengan kandungan protein dan energi yang sama untuk semua perlakuan.
Ransum diberikan dengan ukuran tertentu sesuai kebutuhan ayam. Air minum
disediakan secara ad libitum.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain 165 ekor ayam
pedaging yang dipelihara sejak DOC hingga hari ke-28, larutan desinfektan dan
formalin untuk fumigsi kandang, kapas dan alkohol untuk pengambilan darah,
vitamin chickofit, obat koksidiostat, vaksin IBD blend strain Winterfied 2512,
vaksin ND tetes, dan vaksin ND killed, serta pakan yang berasal dari pabrik.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sprayer, alat fumigasi,
gelang penanda untuk membedakan kelompok ayam, syringe, timbangan, serta

14

APD (Alat Pelindung Diri) yang terdiri atas jas lab, masker, sarung tangan, dan
sepatu boot.

Rancangan Percobaan
Kandang yang digunakan untuk penelitian disiapkan dan difumigasi tiga
hari sebelum ayam datang. Sebanyak 25 ekor DOC ditimbang bobot badan dan
diambil darahnya untuk diperiksa terhadap ND dan IBD. Sebanyak 140 ekor
DOC sisanya divaksinasi dengan vaksin ND live (tetes) dan killed (suntik
subcutan).
Sebanyak 140 ekor DOC secara acak dibagi ke dalam empat kelompok yang
masing-masing kandang berisi 35 ekor.

Tiap kelompok mendapatkan pakan,

minum, vitamin, dan obat koksidiostat yang sama, yang membedakan adalah
dosis vaksin IBD yang diberikan. Kelompok satu, dua, dan tiga divaksin IBD
blend strain Winterfield 2512 masing-masing dosis penuh, dosis setengah, dan
dosis seperempat pada hari pertama. Kelompok empat sebagai kontrol tidak di
berikan perlakuan vaksin IBD.
Setiap minggu dicatat bobot badan ayam, kosumsi pakan, dan jumlah ayam
yang mati. Masing-masing kelompok perlakuan dihitung FCR (Feed Conversion
Ratio) dan IP (Indeks Performa).

Teknik Vaksinasi
Seluruh proses vaksinasi dilakukan pada saat ayam berumur satu hari.
Teknik pemberian vaksin ND dilakukan dengan suntik subcutan (killed) dan cara
tetes (live), sedangkan IBD dilakukan dengan cara tetes pada mata (eye drop).

Peubah yang Diamati
1. Bobot Badan/Body Weight (BW)
Ayam ditimbang bobot badannya setiap minggu dari kedatangan
pertama hingga akhir penelitian.

15

2. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan diukur berdasarkan jumlah pakan yang diberikan
dikurangi sisa pakan

pada hari berikutnya, penimbangan jumlah

konsumsi pakan dilakukan tiap hari.
3. Tingkat Kematian (M)
Tingkat kematian dihitung dengan rumus:

4. FCR (Feed Conversion Ratio)
FCR dihitung dengan rumus

5. IP (Indeks Performa)
IP dihitung dengan dengan rumus

Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif dan statistik. Secara statistik data diolah
dengan analisis ragam (ANOVA) dilanjutkan dengan uji Duncan untuk
mengetahui perbedaan antar perlakuan.

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Badan Ayam
Pertumbuhan diindikasikan oleh pertambahan bobot badan dalam jaringanjaringan tubuh seperti otak, jantung, tulang, urat daging dan jaringan tubuh lain
(Akill dan Parakkasi 2006). Pertambahan bobot badan merupakan tujuan dari
pemeliharaan ayam pedaging. Hastuti (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan
meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh serta peningkatan sel-sel individual.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kebutuhan gizi untuk hidup
pokok dan produksi (Iskandar 2006). Bobot badan ayam yang diperoleh saat
penelitian ditunjukkan pada Tabel 2. Pada awal kedatangan bobot badan ayam
sama yakni 40 gram.

Bobot badan ayam tampak meningkat seiring dengan

bertambahnya umur.
Tabel 2 Rataan bobot badan ayam dari masing-masing kelompok pada setiap
minggu
Minggu ke0
1
2
3
4

Bobot badan ayam pada kelompok (gram)
1
2
3
4
40
40
40
40
145 ± 31.0b
138 ± 25.3b
146 ± 38.93b
91 ± 25.91a
333 ± 86.29ab
404 ±108.55b
365 ± 112.97ab
274 ± 41.42a
b
b
b
886 ± 75.89
1 394 ± 136.63
978 ± 229.71
668 ± 119.33a
b
b
b
1 394± 66.70
1 453 ± 128.15
1 495 ± 136.32
811 ± 213.18a

Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama artinya berbeda nyata (P