Analisis Supply Chain dan Lean Thinking Komoditas Brokoli di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

ANALISIS SUPPLY CHAIN DAN LEAN THINKING
KOMODITAS BROKOLI DI KECAMATAN CIPANAS,
KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

ANNISA ZETIRA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Supply Chain dan
Lean Thinking Komoditas Brokoli di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Annisa Zetira
NIM H34090122

ABSTRAK
ANNISA ZETIRA. Analisis Supply Chain dan Lean Thinking Komoditas Brokoli
di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh AMZUL
RIFIN.
Brokoli merupakan sayuran yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki
banyak kandungan gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi brokoli yang terus
meningkat memicu persaingan antar rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan
konsumen. Simply Fresh Organic merupakan salah satu badan usaha di bidang
agribisnis yang memasarkan brokoli. Untuk mengetahui kondisi dan efisiensi
pemasaran rantai pasok, diperlukan analisis dengan FSCN. Hasil analisis tersebut
adalah belum efisiennya rantai pasok brokoli. Selanjutnya dilakukan analisis
dengan pendekatan Lean Thinking untuk mengetahui penyebab ketidakefisienan
rantai pasok. Hasil akhir analisis Lean Thinking berupa solusi alternatif, yaitu
diperlukan koordinasi dan kolaborasi yang tepat antar pelaku rantai pasok dan

pada bagian internal setiap rantai pasok untuk meningkatkan efisiensi pemasaran.
Kata kunci : Brokoli, Efisiensi Pemasaran, Food Supply Chain Network, Lean
Thinking

ABSTRACT
ANNISA ZETIRA. Supply Chain and Lean Thinking Analysis of Broccoli at
Cipanas Sub-district, Cianjur Regency, West Java Province. Supervised by
AMZUL RIFIN.
Broccoli is a vegetable that is potencial to be developed because it has a lot
of nutrients that the body needs. Increasing demand of broccoli triggers
competition among supply chain to fulfill consumer needs. Simply Fresh Organic
(SFO) is a business firm in agribusiness sector which markets best quality of
broccoli. However, SFO has not been able to meet consumer demand. Food
Supply Chain Network analysis is conducted to find out existing condition and
marketing efficiency of supply chain. The result of FSCN analysis is supply chain
of organic broccoli is not efficient. Futhermore, Lean Thinking approach is
conducted to find out the cause of supply chain inefficiencies. Then, the final
result of Lean Thinking analysis is several alternative solutions. Briefly, proper
condition and collaboration among supply chain actors and internal activity of
each supply chain are required to improve marketing efficiency.

Keywords : Broccoli, Food Supply Chain Network, Lean Thinking, Marketing
Efficiency

ANALISIS SUPPLY CHAIN DAN LEAN THINKING
KOMODITAS BROKOLI DI KECAMATAN CIPANAS,
KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

ANNISA ZETIRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Analisis Supply Chain dan Lean Thinking Komoditas Brokoli
di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
Nama
: Annisa Zetira
NIM
: H34090122

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP, M.A
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
karena atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemasaran dan pemborosan
untuk komoditas agribisnis, dengan judul “Analisis Supply Chain dan Lean
Thinking Komoditas Brokoli di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Amzul Rifin, SP, M.A selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan pengarahan sehingga
penulis dapat melaksanakan penelitiannya dengan baik dan menyelesaikan skripsi
ini. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Agung
sebagai pemilik Simply Fresh Organic dan seluruh staff yang telah membantu,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Alm. Kriswanto (ayah), Suharti (ibu), serta
seluruh keluarga besar dan sahabat-sahabat, atas segala doa dan dukungannya.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbaai
pihak. Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Annisa Zetira


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

7

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

7

TINJAUAN PUSTAKA


8

Supply Chain Management

8

Lean Thinking

9

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

11
11

Rantai Pasok

11


Manajemen Rantai Pasok

12

Efisiensi Pemasaran

14

Margin Pemasaran
Lean Thinking
Pemborosan
Kerangka Pemikira Operasional
METODE PENELITIAN

14
15
17
19
21


Lokasi dan Waktu Penelitian

21

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

21

Metode Penentuan Sampel

21

Metode Pengolahan Data

22

Analisis Rantai Pasok Brokoli

22


Analisis Efisiensi Pemasaran

24

Margin Pemasaran

24

Identifikasi Pemborosan

25

Pemetaan (Mapping)

25

Big Picture Mapping
Root Cause Analisis

26
26

Five Whys Analysis

26

Failure Mode and Effect Analysis

26

GAMBARAN UMUM RANTAI PASOK
Aspek Sumberdaya

29
29

Sumberdaya Alam dan Fisik

29

Sumberdaya Manusia

30

Sumberdaya Modal

31

Deskripsi Aktivitas Bisnis Perusahaan

31

Kegiatan Pengawasan Pengadaan Sayuran

31

Kegiatan Penanganan Pasca Panen

32

Kegiatan Distribusi

33

Kegiatan Penjualan dan Pasar

33

ANALISIS RANTAI PASOK BROKOLI

34

Sasaran Rantai Pasok

34

Sasaran Pasar

35

Sasaran Pengembangan

36

Struktur Rantai Pasok

36

Petani Mitra

37

Simply Fresh Organic

38

Ritel Produk Organik

39

Konsumen Akhir

39

Manajemen Rantai Pasok

39

Pemilihan Mitra

40

Kesepakatan Kontraktual

40

Sistem Transaksi

41

Dukungan Pemerintah

41

Kolaborasi Rantai Pasok

42

Sumberdaya Rantai Pasok

43

Sumberdaya Alam dan Fisik

43

Sumberdaya Tekologi

44

Sumberdaya Manusia

45

Sumberdaya Modal

45

Proses Bisnis Rantai Pasok

45

Hubungan Proses Bisnis Rantai Pasok

45

Pola Distribusi

46

Aliran Produk

46

Aliran Finansial

47

Aliran Informasi

47

Perencanaan Kolaborasi

48

Jaminan Identitas Merek

49

Aspek Risiko

49

Trust Building

50

Kinerja Rantai Pasok

50

Margin Pemasaran
LEAN THINKING

51
53

Big Picture Mapping

53

Pengelompokan Aktivitas

56

Identifikasi Akar Penyebab Pemborosan (Root Cause Analysis)

57

Five Whys Analysis

57

Failure Mode and Effect Analysis

58

Laporan FMEA
Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN

58
63
64

Kesimpulan

64

Saran

65

DAFTAR PUSTAKA

65

LAMPIRAN

70

RIWAYAT HIDUP

75

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas subsektor
hortikultura di Indonesia 2010-2011
2 Tabel analisis pemborosan dengan five whys analysis
3 Daftar tenaga kerja di Simply Fresh Organic
4 Daftar ritel mitra Simply Fresh Organic
5 Identifikasi penyebab kritis pemborosan dengan alat analisis five why
analysis
6 Perhitungan biaya material pada produk yang rusak akibat macet
7 Perhitungan lost profit opportunity kasus tiga
8 Perhitungan biaya material pada produk yang rusak akibat jumlah
sayuran melebihi kapasitas mobil
9 Perhitungan lost profit opportunity kasus empat
10 Solusi alternatif untuk menghilangkan pemborosan pada pasokan
brokoli

1
27
31
34
58
61
62
62
62
66

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan komoditi sayuran
Data konsumsi brokoli per kapita di Indonesia (2006-2010)
Total permintaan dan total realisasi penawaran periode satu tahun
Perbedaan volume penjualan brokoli simply fresh oragnic di setiap
lembaga pemasaran pada bulan maret 2013
Sistem rantai pasok dari sudut pandang pengolah (processor) dalam
food supply chain network
Lima prinsip dasar lean thinking
Kerangka pemikiran operasional
Kerangka analisis deskriptif rantai pasok
Struktur rantai pasok brokoli pada Simply Fresh Organic tahun 2013
Aliran produk rantai pasok brokoli
Aliran finansial rantai pasok brokoli
Aliran informasi rantai pasok brokoli
Big picture mapping pada Simply Fresh Organic
Diagram histogram hasil perhitungan FMEA dan penggunaan 80/20
rule

2
3
5
6
14
18
21
24
37
47
48
49
54
63

DAFTAR LAMPIRAN
1 Icon big picture mapping pada pemetaan rantai pasok brokoli di Simply
Fresh Organic
2 Pengelompokan aktivitas pada proses penanganan pasca panen brokoli
3 Identifikasi penyebab pemborosan kritis dengan FMEA
4 Urutan penyebab kritis pemborosan pada rantai pasok brokoli
berdasarkan biaya
5 Perhitungan dengan prinsip pareto (80/20 rule)

70
71
72
73
74

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura merupakan subsektor dari sektor pertanian yang dapat
diandalkan untuk mengembangkan dan memajukan pertanian Indonesia. Hal ini
dikarenakan hortikultura, khususnya komoditi sayur dan buah, adalah bagian dari
pembangunan pertanian di bidang pangan untuk memantapkan swasembada
pangan, memperbaiki pemenuhan gizi masyarakat dengan menyediakan beragam
jenis bahan makanan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Namun,
pembudidayaan hortikultura harus dilakukan secara intensif karena sifatnya yang
mudah rusak (perishable), mutu produk ditentukan oleh kandungan air karena
dikonsumsi dalam keadaan segar, ketersediaan produk bersifat musiman dan
meruah (voluminuous atau bulky), dan membutuhkan daerah penanaman
(geografi) yang sangat spesifik atau menuntut agroklimat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pembudidayaan komoditas hortikultura membutuhkan biaya
yang tinggi untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi per satuan luas per
satuan waktu (Zulkarnain 2009). Terdapat empat jenis komoditas hortikultura,
yaitu sayur, buah, bunga (florikultura), dan tanaman obat (biofarmaka). Berikut
data perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas subsektor hortikultura
di Indonesia:
Tabel 1 Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Sayuran di
Indonesia 2007-2011
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber

Luas Panen
(Ribu Ha)
1 001.61
1 201.40
1 304.30
1 110.59
1 080.24

Produksi
(Juta Ton)
9.5
10.8
11.9
10.71
10.46

Produktivitas
(Juta Ton/Ribu Ha)
0.0095
0.0090
0.0092
0.0096
0.0097

: Departemen Pertanian 2012 (Diolah)

Menurut Tabel 1, luas panen mengalami fluktuasi sejak tahun 2007 hingga
2011. Luas panen untuk sayuran mengalami penyusutan pada tahun 2011 menjadi
1 080.243 ribu hektar akibat adanya pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi
lahan pemukiman penduduk. Hal tersebut mempengaruhi perubahan volume
produksi sayuran pada tahun 2007 hingga 2011. Tahun 2011, volume produksi
sayuran mengalami penurunan 10.46 juta ton atau sebesar 0.25 ton dari produksi
tahun 2010. Sementara produktivitas sayuran cenderung stabil dari tahun 20072011 dengan produktivitas rata-rata 0.0094 juta ton per hektar. Nilai produktivitas
sayuran tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 0.0097 juta ton per hektar.
Konsumsi sayur masyarakat Indonesia saat ini rata-rata 40.35 kg per kapita
per tahun. Sementara standar konsumsi yang direkomendasikan oleh FAO adalah
73 kg per kapita per tahun. Hal ini menujukkan bahwa kesadaran masyarakat
mengkonsumsi sayuran masih rendah. Sayur masih dianggap sebagai makanan
pelengkap.

2
Menurut Direktur Pemasaran Domestik, Dr. Ir. Gardjita Budi, M.Agr, ST
(2010), tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia akan cenderung
meningkat jika pendapatan juga meningkat. Selain itu, semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
menjalani pola hidup sehat. Pada data pengeluaran rata-rata per kapita sebulan
menurut kelompok barang 2007-2011 yang dikeluarkan oleh Survey Sosial
Ekonomi Nasional (Susesnas), pengeluaran untuk sayuran meningkat setiap
tahunnya sebesar 17.32%. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi perubahan
pola pikir masyarakat Indonesia terhadap sayuran.
Rupiah
30000
25563

25000
20000

18995

15000

15539

13690

16813

Pengeluaran Rata-rata
per Kapita Sebulan

10000
5000
Tahun

0
2007

2008

2009

2010

2011

Gambar 1 Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Komoditi Sayuran (20072011)
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2012

Perubahan pola hidup pada umumnya terjadi pada masyarakat yang hidup di
kota besar dengan tingkat ekonomi menengah dan menengah ke atas. Salah satu
perubahan yang cukup signifikan adalah mulai beralihnya pola konsumsi
masyarakat dari mengkonsumsi sayuran anorganik menjadi organik. Namun,
terdapat beberapa kendala dalam usaha memenuhi permintaan sayuran organik,
diantaranya kurangnya pengetahuan petani mengenai sistem penanaman organik
yang lebih ramah lingkungan, terbatasnya lahan sehingga sulit menerapkan sistem
penanaman organik, dan faktor lingkungan serta input yang belum memadai.
Tidak hanya itu, pertanian dengan sistem organik juga masih mengalami kendala
dalam faktor-faktor kebijakan umum dan sosial-politik yang sangat menentukan
arah pengembangan sistem pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi
(Noto Hadiprawiro 1992 dalam Sutanto 2002).
Salah satu produk pertanian organik yang prospektif untuk dikembangkan di
Indonesia adalah brokoli. Brokoli (Brassica oleracea cv italica) merupakan
tanaman dari famili kubis-kubisan (Brassica). Sayuran ini memiliki berbagai
kandungan gizi diantaranya, vitamin A dan K yang bermanfaat sebagai
antioksidan bagi tubuh, betakaroten, klorofil, dan senyawa kimia lain yang baik
untuk pencernaan, dan mencegah kanker. Banyaknya fungsi penting brokoli bagi
kesehatan menyebabkan permintaan sayuran ini terus meningkat setiap tahunnya,
sehingga petani brokoli dituntut untuk dapat memproduksi brokoli secara kontinu
dengan kualitas dan kuantitas tertentu agar dapat memenuhi permintaan
konsumen.

3
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2010), permintaan brokoli datang
dari Singapura, sebesar 19 288 kg. Hal ini menunjukkan brokoli memiliki potensi
untuk dikembangkan dan dapat membantu memajukan pertanian Indonesia karena
permintaan tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi juga luar negeri. Namun,
untuk memenuhi permintaan dari luar negeri dibutuhkan volume produksi dan
produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan agar tidak kalah saing dengan sayuran
dari negara pesaing.
Jumlah (kg)
0.94
0.92

0.92

0.9
0.89

0.88
0.86

0.86

0.84

Konsumsi per Kapita
Brokoli Indonesia

0.84

0.82

0.82

0.8
0.78
Tahun

0.76
2006

2007

2008

2009

2010

Gambar 2 Data Konsumsi Brokoli per Kapita di Indonesia (2006-2010)
Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional 2012

Data konsumsi brokoli per kapita dari Susenas (2012) menunjukkan bahwa
konsumsi brokoli mengalami peningkatan setiap tahun. Peningkatan konsumsi
menunjukkan terjadinya peningkatan permintaan brokoli dalam negeri, terutama
di kota-kota besar, sehingga diperlukan perlakuan khusus mulai dari subsistem
hulu hingga hilir agar kesegaran dan kesehatan produk tetap terjaga ketika sampai
di tangan konsumen akhir. Untuk meningkatkan produksi, produktivitas, mutu,
dan daya saing secara optimal, diperlukan penanganan yang efektif dan efisien
antar aspek produksi dan distribusi. Salah satu kegiatan prioritas yang telah
disusun oleh Direktorat Jenderal Hortikultura yang terdapat dalam “Enam Pilar
Kegiatan Pengembangan Hortikultura Tahun 2008” untuk memperbaiki
pemasaran produk hortikultura adalah dengan mengaplikasikan manajemen rantai
pasok atau supply chain management. Manajemen rantai pasok merupakan bentuk
manajemen pemasaran yang mengintegrasikan seluruh subsistem dan lembaga
yang terlibat untuk menghasilkan produk murah, berkualitas, sampai tepat waktu,
dan bervariasi (Pujawan 2005). Hal penting dalam manajemen rantai pasok adalah
menjaga kelancaran aliran nilai agar dapat memenuhi keinginan konsumen akhir
secara berkelanjutan. Para pelaku rantai pasok perlu menjaga hubungan baik satu
sama lain untuk mencapai tujuan rantai pasok dengan cara melakukan
peningkatan efisiensi rantai pasok secara terus menerus (continuous
improvement). Perbaikan kualitas, harga, kuantitas produk, serta pengiriman tepat
waktu akan memberikan kepuasan kepada konsumen dan meningkatkan
pendapatan bagi pelaku rantai pasok. Untuk meningkatan efisiensi rantai pasok,
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan lean thinking, yang merupakan

4
strategi untuk mengurangi dan menghilangkan pemborosan (waste) pada kegiatan
atau proses yang tidak memberikan nilai tambah. Tujuan akhirnya untuk
meningkatkan daya saing antar perusahaan (Gaspersz 2007).

Perumusan Masalah
Brokoli merupakan brokoli yang dibudidayakan dengan sistem organik.
Sistem pertanian organik merupakan proses budidaya yang tidak menggunakan
input kimia, tetapi lahan di Indonesia yang sebagian besar masih bersifat
konvensional membuat pertanian dengan sistem organik sulit diterapkan.
Pertanian organik lebih rentan gangguan hama dan penyakit daripada pertanian
konvensional. Lahan yang berdekatan dengan lahan konvensional dapat menjadi
pemicu serangan hama dan penyakit tersebut, sehingga menurut kebijakan SNI
2002, pertanian organik masih diperbolehkan menggunakan pestisida kimia dalam
dosis rendah.
Rantai pasok brokoli lebih sederhana karena melibatkan lebih sedikit pelaku
rantai pasok. Setiap pelaku rantai pasok memiliki fungsi pemasaran masingmasing yang mengalirkan produk, finansial, dan informasi.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, membuat
persaingan antar perusahaan semakin ketat. Di samping itu konsumen menjadi
semakin kritis dan menginginkan produk dan jasa yang lebih berkualitas, lebih
murah, dan lebih cepat (better, cheaper, faster). Oleh karena itu seluruh
perusahaan, baik manufaktur maupun jasa, dituntut untuk selalu berupaya
menciptakan proses produksi dan distribusi yang efisien dan telah terintegrasi.
Proses yang tidak efisien mengakibatkan munculnya pemborosan (waste).
Pemborosan akan menyebabkan turunnya pendapatan jika dihubungkan dengan
biaya, dan turunnya loyalitas pelanggan jika dikaitkan dengan kepuasan
pelanggan. Hal tersebut juga berlaku pada perusahaan yang bergerak di bidang
pertanian, misalnya Simply Fresh Organic.
Simply Fresh Organic merupakan perusahaan agribisnis yang menjadikan
sayuran organik sebagai komoditi utama. Kegiatan yang menjadi fokus utama
Simply Fresh Organic adalah mengawasi produksi dan pengadaan sayuran
organik, kegiatan pasca panen seperti sortasi, pengemasan, pemberian label, dan
distribusi. Perusahaan ini baru berdiri selama dua tahun sehingga masih berada
pada tahap pengenalan dan masih beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang
ada.
Brokoli adalah salah satu komoditi unggulan Simply Fresh Organic karena
permintaannya cenderung meningkat dan memiliki harga jual yang tinggi. Untuk
memenuhi permintaan konsumen, perusahaan bermitra dengan tiga orang petani
yang memproduksi brokoli dan dua puluh sembilan ritel untuk memasarkan
produknya. Rantai pasok brokoli memiliki tujuan memenuhi permintaan dan
kepuasan konsumen akhir, yang diukur dari kualitas, kuantitas, dan kontinuitas
pengadaan brokoli. Namun, kuantitas brokoli yang diminta konsumen belum bisa
terpenuhi sehingga mengurangi keuntungan yang diperoleh rantai pasok.
Penyebab belum terpenuhinya kuantitas diantaranya cuaca yang tidak menentu
serta proses peralihan sistem tanam dari anorganik menjadi organik, dan kendala

5
selama proses distribusi. Berikut Gambar 2. data permintaan dari ritel dan data
penawaran perusahaan ke ritel.
Volume (kg)

3500
3000
Total
permintaan

2500
2000
1500

Total realisasi
permintaan

1000
500
0

Periode (Bulan)

Gambar 3 Total Permintaan dan Total Realisasi Penawaran Brokoli Simply Fresh
Organic Periode Satu Tahun
Sumber : Simply Fresh Organic, 2013 (diolah)

Menurut data permintaan dan realisasi penawaran brokoli selama satu tahun,
hanya pada bulan Juli dan Agustus 2012 Simply Fresh Organic mampu memenuhi
permintaan ritel. Dua bulan tersebut merupakan musim panen raya dan jumlah
brokoli yang ditawarkan petani mampu melebihi permintaan dari perusahaan,
sehingga saat dilakukan sortasi dan grading perusahaan masih mampu memenuhi
permintaan ritel.
Pada bulan Januari 2013 hingga Maret 2013, terjadi gap yang signifikan.
Penyebab terjadinya gap pada bulan Januari dan Februari adalah cuaca buruk
yang terjadi di Kabupaten Cianjur. Hujan terus menerus disertai angin kencang
merusak lahan brokoli mengakibatkan terjadi penurunan produksi yang signifikan
bahkan gagal panen. Cuaca yang buruk juga mempengaruhi proses penanganan
pasca panen dan distribusi produk dari petani ke perusahaan dan dari perusahaan
ke ritel di wilayah Jabodetabek, sehingga terjadi pemborosan (waste) berupa
kerusakan produk (defect). Sementara penyebab kerusakan yang sering terjadi
pada bulan Maret adalah tidak ada peramalan akan permintaan konsumen,
komunikasi tidak lancar, jalanan rusak, terjebak macet, jumlah sayuran melebihi
kapasitas mobil, dan tenaga kerja kurang efektif dan efisien. Dibutuhkan solusi
yang tepat untuk mengurangi dan menghilangkan pemborosan yang terjadi.
Pemborosan pada brokoli menjadi penghambat aliran produk dari petani ke
ritel. Jumlah brokoli yang diminta tidak sesuai dengan yang dipasok perusahaan.
Terdapat pula faktor penyebab pemborosan lain, yaitu aliran informasi yang tidak
lancar antara perusahaan dengan petani. Walaupun hanya terjadi satu kali, tetapi
membawa dampak kerugian yang cukup besar bagi kedua pihak.

6

Vollume Penjualan (kg)

140
120
100
80

Supply Petani

60

Supply SFO

40

Diterima Ritel

20
0
1

3

5

7

9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Gambar 4 Perbedaan Volume Penjualan Brokoli di Setiap Lembaga Pemasaran
pada Bulan Maret 2013
Sumber : Simply Fresh Organic, 2013 (diolah)

Rangkaian kegiatan tersebut tentunya membutuhkan biaya yang tidak
sedikit juga waktu yang relatif lama. Berbagai kendala juga mempengaruhi
rangkaian kegiatan di lapangan. Untuk mengetahui kinerja rantai pasok, perlu
dijabaran lebih dahulu kodisi rantai pasok dengan mengikuti kerangka kerja Food
Supply Chain Networking (FSCN). Efisiensi merupakan tujuan semua organisasi
atau perusahaan sehingga untuk meningkatkan efisiensi perlu dilakukan reduksi
dan eliminasi kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah.
Sebelumnya, perusahaan harus mengetahui kondisi apa saja yang bisa
dikategorikan ke dalam non value added dan mencari akar permasalahan mengapa
hal tersebut dapat terjadi.
Berdasarkan penjelasan dan fakta tersebut, perumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi dan kinerja rantai pasokan brokoli pada Simply Fresh
Organic?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi pemborosan yang sering terjadi dan
paling berpengaruh pada efisiensi rantai pasok brokoli?
3. Bagaimana cara mengurangi pemborosan pada rantai pasokan brokoli guna
memenuhi permintaan konsumen?

Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian adalah:
Menganalisis kondisi dan kinerja rantai pasok brokoli Simply Fresh
Organic.
Menganalisis faktor yang mempengaruhi pemborosan yang sering terjadi
dan paling berpengaruh pada efisiensi operasional rantai pasok brokoli.
Menganalisis strategi alternatif mengurangi pemborosan pada manajemen
rantai pasokan brokoli berdasarkan hasil evaluasi rantai pasokan.

7
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi perusahaan Simply Fresh Organic, guna mengetahui pemborosan,
mengidentifikasi akar masalah dari adanya pemborosan, dan memberikan
alternatif solusi yang berdampak pada peningkatan tingkat penawaran
perusahaan kepada ritel.
2. Pembaca, sebagai sarana menambah ilmu pengetahuan dan informasi, serta
bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
3. Penulis, sebagai sarana menambah ilmu pengetahuan dan melatih
kemampuan analisis dalam memecahkan masalah.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dikategorikan sebagai penelitian
studi kasus, karena meneliti tentang eksplorasi suatu masalah dengan batasan yang
terperinci. Penelitian dilakukan di perusahaan yang bergerak di bidang pertanian
organik yakni Simply Fresh Organic di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Perusahaan
menangani 60 jenis sayuran organik, tetapi penelitian ini hanya menganalisis
kondisi rantai pasokan komoditi brokoli karena brokoli merupakan produk
unggulan perusahaan dimana permintaannya sangat banyak, tetapi perusahaan
masih belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Sementara brokoli
menyumbang keuntungan kepada perusahaan sebesar 40% dari total keuntungan.
Pembahasan pada penelitian ini menggunakan metode Food Supply Chain
Network (FSCN) untuk mengetahui kondisi rantai pasok secara deskriptif. Pada
penelitian ini hanya terdapat satu struktur rantai pasok yang terdiri dari petani
mitra, Simply Fresh Organic, dan ritel mitra. Hal ini menjadi keterbatasan peneliti
dalam menerapkan metode FSCN, karena rantai pasok tidak berbentuk jaringan.
Pembahasan mengenai pemborosan dianalisis dengan pendekatan lean thinking.
Analisis pendekatan lean thinking awalnya diterapkan pada industri manufaktur
bidang otomotif, tetapi perusahaan pada penelitian ini bergerak di bidang
agribisnis sebagai distributor sayuran organik, sehingga untuk menerapkan lean
thinking diperlukan penyesuaian pada jenis pemborosan.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Supply Chain Management
Manajemen rantai pasok adalah perencanaan terintegrasi, koordinasi, dan
kontrol dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk
mengalirkan nilai terbaik kepada konsumen (Vorst 2006). Manajemen rantai
pasok adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan,
perubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, dan pengiriman ke
pelanggan (Heizer dan Render 2001). Interaksi melalui berbagi informasi pada
rantai pasok perlu diintegrasikan dengan baik untuk mencapai aliran barang,
finansial, dan informasi yang efisien. Interaksi dilakukan diantara pemasok,
distributor, dan pelanggan.
Manajemen rantai pasokan merupakan jaringan kerja dalam pengadaan dan
penyaluran bahan baku dari pemasok hingga ke konsumen akhir dengan
mengkordinasikan arus barang, arus informasi dan arus finansial antar rantai.
Tujuannya untuk melakukan efektifitas dan efisiensi aliran produk, finansial, dan
informasi di antara pelaku rantai pasok, mulai dari pemasok hingga pelanggan.
Efisiensi manajemen rantai pasok yaitu mampu menyalurkan produk ke konsumen
tepat waktu serta dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai dengan permintaan
konsumen. Selain itu, mampu mengalirkan dana dari harga yang dibayarkan oleh
konsumen secara adil sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh anggota rantai
pasokan.
Beberapa penelitian yang menganalisis manajemen rantai pasok diantaranya
(Riwanti 2011) menganalisis manajemen rantai pasok brokoli, (Adinugroho 2010)
menganalisis manajemen rantai pasok sayuran di Frida Agro, Lembang, dan (Sari
2012) menganalisis network supply chain dan pengendalian persediaan beras
organik. Ketiganya menggunakan kerangka Food Supply Chain Network (FSCN)
untuk menganalisis kondisi rantai pasok secara deksriptif. Kerangka FSCN
menganalisis enam elemen penyusun rantai pasok. Aspek-aspek yang ditinjau
diantaranya sasaran rantai pasok, struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok,
sumberdaya rantai pasok, proses bisnis, dan kinerja. Penentuan saluran pemasaran
pada ketiga penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dan snowball
sampling, sehingga ditemukan hanya terdapat satu saluran pemasaran karena
memfokuskan kepada kegiatan manajemen rantai pasok yang dilakukan satu
lembaga pemasaran. Saluran pemasaran terdiri dari petani mitra, lembaga
pemasaran, dan ritel.
Penelitian Riwanti (2011) berjudul Manajemen Rantai Pasokan Brokoli
yang mengangkat permasalahan belum efisiennya rantai pasok karena kualitas dan
jumlah pasokan belum terpenuhi, dan pengiriman yang belum tepat waktu.
Semantara pelaku rantai pasok pendukung adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor sebagai stakeholder. Untuk mengidentifikasi permasalahan
tersebut digunakan metode analisis Food Supply Chain Network (FSCN), analisis
efisiensi pemasaran dengan margin pemasaran dan farmer’s share, dan analisis
kesesuaian sebelas atribut kemitraan untuk mengetahui kinerja rantai pasok.
Alternatif kebijakan yang dapat direkomendasikan untuk mengembangkan rantai
pasok diantaranya dukungan kredit, trust building, dukungan pemerintah, dan

9
kesepakatan kontraktual. Alternatif kebijakan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi dan kinerja rantai pasok brokoli.
Penelitian Adinugroho (2010), menganalisis rantai pasok sayuran pada studi
kasus Frida Agro dengan menggunakan metode analisis deskriptif FSCN dan
analisis kesesuaian atribut. Hasil dari analisis kesesuaian atribut adalah kemitraan
rantai pasokan sayuran antara petani, Frida Agro, dan supermarket belum
sepenuhnya memuaskan seluruh rantai pasok. Alternatif kebijakan yang dapat
direkomendasikan adalah dukungan kredit, dukungan pemerintah, dan trust
building dalam rantai pasok.
Penelitian Sari (2012) menganalisis rantai pasok beras organik pada studi
kasus Tani Sejahtera Farm, Kabupaten Bogor. Penelitian ini selain menggunakan
FSCN untuk mendeskripsikan manajemen rantai pasok beras organik, juga
menggunakan analisis margin pemasaran, farmer’s share, analisis nilai tambah,
dan analisis pengendalian persediaan. Analisis nilai tambah digunakan untuk
mengukur output setiap pelaku rantai pasok. Sementara analisis pengendalian
persediaan digunakan jika rantai pasok menghadapi kondisi ketidakmampuan
memenuhi permintaan konsumen akhir.

Lean Thinking
Lean thinking merupakan suatu pendekatan sistemik yang fokus pada
reduksi pemborosan yang merupakan salah satu hambatan berupa penggunaan
sumber daya tetapi tidak menciptakan nilai tambah (non-value added). Menurut
Womack dan Jones (1990), lean thinking bertujuan menciptakan kesempurnaan
produk atau jasa dengan cara menekan biaya secara berkelanjutan, zero defects,
zero inventories, dan terus menciptakan inovasi produk. Namun, sampai saat ini
belum ada lean producer yang mampu memenuhi kesempurnaan (perfection)
tersebut karena permintaan pasar terus berubah seiring perkembangan zaman.
Beberapa penelitian yang menganalisis mengenai lean thinking, diantaranya
jurnal yang ditulis oleh Eriksson (2010) mengenai usaha meningkatkan kolaborasi
dan kinerja rantai pasok dalam bidang konstruksi. Penelitian Eriksson dijalankan
dengan cara mengadakan proyek percontohan lean construction pada perusahaan
konstruksi DynaMate. Dari proyek tersebut, Eriksson melakukan studi kasus
untuk mengetahui aspek apa saja dari lean thinking yang dapat diimplementasikan
pada bidang konstruksi dan bagaimana lean construction mempengaruhi pelaku
dan kinerja rantai pasok tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan
melakukan focus group discussion dengan dua puluh orang pegawai di DynaMate
dan uji-T dengan lima point skala likert (1= sangat tidak setuju, 5= sangat setuju)
untuk menentukan aspek-aspek yang dapat diterapkan pada bidang konstruksi.
Analisis efisiensi dengan pendekatan lean thinking telah diteliti oleh Sari
(2012). Penelitian dilakukan dengan alat analisis RCA (Root Cause Analysis)
untuk mencari dan mengurangi pemborosan pada peningkatan kualitas produksi di
PT. Sierad Produce Tbk. Pada skripsi Sari (2012), menggunakan pendekatan
sembilan model pendekatan lean E-DOWNTIME dari Gaspersz (2007) untuk
mengetahui pemborosan kritis yang terdapat dalam perusahaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis pemborosan dalam departemen produksi,
yakni waktu tunggu (waiting), cacat produk (defect), dan persediaan tidak tepat

10
(unnecessary inventory). Sedangkan dalam departemen teknik terdapat tiga jenis
pemborosan, yakni waktu tunggu (waiting), cacat produk (defect), dan kecelakaan
kerja (environmental, health, and safety). Setelah ditemukan jenis-jenis
pemborosan di masing-masing departemen dilakukan analisis dengan metode Five
Why’s Analysis untuk mencari akar permasalahan untuk kemudian dicari alternatif
strategi yang tepat untuk mengurangi atau menghilangkan pemborosan tersebut.
Implementasi lean thinking juga dilakukan oleh Fanani, Zaenal (2011).
Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur produksi kertas dengan tujuan
meningkatkan produktivitas untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya
dengan berusha menurunkan biaya, meningkatkan kualitas, dan pengiriman tepat
waktu. Penelitian ini menggunakan pendekatan lean manufacture untuk
megidentifikasi pemborosan dan menetapkan strategi alternatif yang sesuai.
Pemetaan aliran proses secara garis besar dilakukan dengan Big Picture Mapping
dan untuk pemetaan yang lebih detail digunakan Value Stream Analysis Tools
(VALSAT). Pemetaan dengan VALSAT dilakukan untuk mengerucutkan fokus
penelitian pada proses tertentu, sehingga pemborosan lebih mudah diidentifikasi.
Strategi alternatif yang direkomendasikan adalah pengurangan waktu tunggu dan
pengurangan stock out bahan baku.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah kesamaan
topik yang diambil, yaitu supply chain management dengan menggunakan metode
analisis deskriptif FSCN yang membahas kondisi rantai pasok berdasarkan enam
aspek rantai pasok. Penelitian ini juga menggunakan analisis tataniaga untuk
menilai efisiensi rantai pasok dengan menghitung margin tataniaga dan farmer’s
share. Kemudian dilakukan analisis dengan pendekatan lean thinking untuk
melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pemborosan yang terjadi pada rantai
pasok. Analisis pemborosan dilakukan dengan menggambarkan aliran proses yang
dilakukan rantai pasok menggunakan Big Picture Mapping, kemudian
menganalisis pemborosan yang terjadi menggunakan metode Root Cause Analysis
(RCA) dengan alat analisis Five Whys Analysis untuk mengidentifikasi penyebab
pemborosan dan FMEA untuk mengidentifikasi penyebab pemborosan kritis
dilihat dari segi kerugian organisasi. Jika pemborosan dapat dihindari atau
diminimalkan, maka biaya yang dikeluarkan juga dapat diminimalkan dan kualitas
tetap terjaga. Efisiensi merupakan hal penting bagi rantai pasok pada umumnya
dan perusahaan pada khususnya untuk mencapai satu tujuan dari seluruh pelaku
rantai pasok, yakni memenuhi permintaan konsumen.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek
penelitian. Penelitian ini dilakukan di perusahaan berbasis pertanian organik,
Simply Fresh. Menganalisis khususnya pada bagian perlakuan pasca panen
sayuran brokoli yaitu kegiatan sortasi, grading, pengemasan, pemasaran, dan
distribusi.

11

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Rantai Pasok
Menurut Pujawan (2005), rantai pasok (supply chain) adalah jaringan
beberapa perusahaan atau organisasi yang bekerjasama menciptakan dan
menyalurkan suatu produk sampai ke tangan konsumen atau pemakai akhir.
Menurut Chopra dan Meindl (2007), rantai pasok terdiri dari seluruh pelaku atau
perusahaan yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung, dalam memenuhi
permintaan konsumen. Rantai pasok tidak hanya terdiri dari pemasok (supplier)
dan pabrik, tetapi juga distributor atau transportasi, pergudangan (warehouse),
toko atau ritel, dan konsumen sendiri. Dalam manajemen rantai pasok, terdapat
empat penggerak (driver) yaitu persediaan, transportasi, fasilitas dan informasi.
Sementara menurut Pujawan (2005), dalam rantai pasok, terdapat tiga macam
aliran yang harus dikelola, yakni aliran barang yang mengalir dari pemasok ke
konsumen, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari konsumen ke pemasok,
dan aliran informasi yang bergerak dua arah sepanjang rantai. Keakuratan data
merupakan hal penting dalam jaringan rantai pasok yang menjadi faktor penentu
ketepatan informasi dan material atau produk.
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006), rantai pasok adalah suatu tempat
sistem organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para
pelanggan. Rantai pasok juga merupakan jaringan berbagai organisasi yang
terintegrasi untuk tujuan utama yang sama, yakni sebaik mungkin menyalurkan
barang sekaligus memberikan nilai pada barang tersebut untuk memuaskan
kebutuhan konsumen akhir. Setiap pelaku rantai pasok dihubungkan oleh aliran
barang, finansial, dan inforasi yang terjadi secara langsung dan mungkin diatur
oleh satu pelaku rantai. Dalam rantai pasok, terdapat beberapa pemain utama yang
terdiri dari badan usaha yang memiliki kepentingan yang sama, diantaranya:
1. Supplier (Chain 1)
Supplier (pemasok) merupakan sumber yang menyediakan bahan
pertama dan sebagai awal rantai penyaluran produk dimulai. Bahan
pertama yang dimaksud dapat berupa bahan baku, bahan mentah, bahan
penolong, suku cadang atau barang dagang.
2. Supplier-Manufacturer (Chain 1-2)
Rantai pertama dilanjutkan ke rantai kedua, yaitu manufacturer yang
merupakan tempat mengolah barang pertama menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi. Pada rantai kedua ini terjadi pemberian perlakuan
khusus untuk menambah nilai produk.
3. Supplier-Manufakturer-Distribution (Chain 1-2-3)
Dalam tahap ini, barang setengah jadi atau barang jadi disalurkan
kepada pelanggan. Penyaluran barang biasanya menggunakan jasa
distributor atau wholesaler yang menyalurkan barang dalam jumlah
besar.
4. Supplier-Manufakturer-Distribution-Retail (Chain 1-2-3-4)
Tahap selannjutnya adalah distributor atau wholesaler menyalurkan
barang ke tingkat retail atau pedagang eceran.

12
5. Supplier-Manufakturer-Distribution-Retail-Customer (Chain 1-2-3-4Customer (konsumen) merupakan rantai terakhir yang dilalui rantai
pasok. Pemenuhan kebutuhan konsumen inilah yang menjadi tujuan
utama seluruh pelaku rantai pasok. Pelaku rantai pasok bekerjasama agar
produk yang disalurkan sampai tepat waktu, tepat jumlah, begitu pula
dengan kualitas produk yang juga disesuaikan dengan permintaan
konsumen akhir.

Gambar 5 Skema Rantai Pasok dari Sudut Pandang Pengolah (Processor) dalam
FSCN
Sumber:Lazzarini et al., 2001 dalam Van der Vorst (2006)

Gambar 5 menunjukkan bahwa setiap perusahaan berada pada lapisan
jaringan dan setidaknya memiliki satu rantai pasok, tetapi biasanya memiliki
beberapa pemasok dan pelanggan pada waktu yang sama dan dari waktu ke waktu
(network supply chain). Pihak lain dalam rantai mempengaruhi kinerja rantai.
Oleh karena itu, analisis rantai pasok sebaiknya dilakukan dalam konteks Food
Supply Chain Network.
Kesuksesan rantai pasok dihitung berdasarkan kondisi keseluruhan rantai
pasok, bukan kondisi masing-masing tahap rantai pasok (Chopra dan Meindl,
2007). Tujuan dari rantai pasok adalah menciptakan nilai produk, baik bagi
pelanggan berupa pemenuhan permintaan secara tepat maupun bagi perusahaan
berupa keuntungan rantai pasok yang lebih tinggi.
Manajemen Rantai Pasok
Pada dasarnya manajemen rantai pasok memiliki tiga tujuan utama, yaitu
penurunan biaya, penurunan modal, dan perbaikan layanan (Anatan dan Ellitan
2007). The Council of Logistics Management mendefinisikan manajemen rantai

13
pasok sebagai koordinasi strategi yang sistematis antar fungsi utama bisnis di
perusahaan tertentu dengan bisnis lain, yang masih dalam satu rantai pasok, yang
bertujuan untuk meningkatkan performansi atau prestasi jangka panjang bagi
perusahaan pada khususnya dan rantai pasok pada umumnya. Menurut Vorst
(2006), manajemen rantai pasok adalah perencanaan terintegrasi, koordinasi, dan
kontrol dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk
mengalirkan nilai terbaik kepada konsumen.
Setelah didefinisikan secara rinci, terdapat perbedaan mendasar antara rantai
pasok dengan manajemen rantai pasok. Rantai pasok merupakan jaringan fisik
dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam hal menyediakan dan memasok
bahan baku, memproduksi barang, dan mengantarkan produk ke konsumen akhir.
Sementara SCM merupakan alat, metode, atau pendekatan terintegrasi yang
dilakukan oleh seluruh pemilik perusahaan yang tergabung dalam satu rantai
pasok untuk mengelola rantai pasok tersebut. Jadi, SCM tidak hanya
memperhatikan aktivitas internal suatu perusahaan, tetapi juga aktivitas eksternal
yakni menjaga koordinasi dan kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan mitra.
Area cakupan aktivitas yang dilakukan dalam SCM terdiri dari perancangan
produk, pengadaan bahan baku, produksi, dan distribusi atau pengiriman produk.
Menurut Collins dan Dunne (2002) diacu dalam Lestari (2009), manajemen
rantai pasok memiliki enam prinsip dasar kunci untuk menciptakan rantai pasok
yang optimal. Keenam prinsip tersebut terdiri dari:
1. Fokus terhadap konsumen dan pelanggan
Tujuan akhir rantai pasok adalah memenuhi kepuasan konsumen akhir,
yakni menyediakan produk yang lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat
(better, cheaper, faster). Untuk memenuhi kepuasan tersebut,
manajemen rantai pasok menggunakan pull system, yaitu kegiatan yang
dilakukan untuk merespon permintaan konsumen, sehingga konsumen
berperan sebagai penentu keputusan yagn dibuat perusahaan (Anatan
dan Elitan 2008).
2. Menciptakan dan menyebarkan nilai
Penciptaan ilai merupakan hal yang sangat mendasar untuk kepuasan
konsumen. Nilai dapat tercipta jika setiap pelaku rantai pasok
melakukan inovasi dan menggunakan teknologi yang dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses produksi.
3. Mengimplementasikan quality system management yang efektif
4. Membangun sistem komunikasi yang terbuka
Kolaborasi dan koordinasi dalam menyebarkan informasi yang akurat
dan dapat dipercaya diperlukan untuk menciptakan komunikasi yang
efektif. Keterbukaan informasi menjadi awal terciptanya hubungan baik
antar pelaku rantai pasok, sehingga dapat menjadi indikator tingkat
efisiensi rantai pasok.
5. Menjamin atau memastikan sistem logistik yang efektif dan efisien
Sistem logistik meliputi proses penanganan, penyimpanan, dan
transportasi produk.
6. Membangun hubugan yang baik dengan pelaku rantai pasok
Hubungan yang baik perlu dilakukan oleh setiap pelaku rantai pasok
untuk mencapai keberhasilan kesatuan rantai pasok. Hubungan yang

14
dimaksud berupa keterbukaan dan kejujuran dalam penyampaian
informasi untuk menghindari asymetric information.
Efisiensi Pemasaran dalam Rantai Pasok
Pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan manajerial
yang di dalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan kebutuhan
dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain. Konsep dari pemasaran adalah
“merasakan dan merespon” kebutuhan pelanggan, sehingga tugas pemasaran yang
sebenarnya adalah menemukan produk yang tepat untuk pelanggan. Pemasaran
yang efisien adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan mengoptimalkan
input tanpa mengurangi kepuasan konsumen. Untuk mengukur efisien pemasaran,
dapat dilakukan dengan pendekatan efisiensi operasional dan efisiensi harga
(Kohls dan Uhl 2002).
Efisiensi operasional atau efisiensi produksi, yang berhubungan dengan
penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input
pemasaran. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan output pemasaran
terhadap input pemasaran, diasumsikan output tetap. Efisiensi operasional dapat
diukur dari margin pemasaran, analisis farmer’s share, analisis rasio keuntungan
terhadap biaya serta analisis fungsi pemasaran, kelembagaan, dan analisis SCP
(Structure, Conduct, and Performance).
Efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem
produksi dan biaya pemasaran (Kohls dan Uhl 2002). Efisiensi harga diukur dari
korelasi harga komoditas yang sama pada tingkat pasar yang berbeda. Efisiensi
harga dapat tecapai jika pelaku pemasaran yang terlibat merasa “puas” atau
responsif terhadap harga yang berlaku. Efisiensi harga diukur dengan
menggunakan analisis keterpaduan (integrasi) pasar antara pasar acuan dengan
pasar pengikutnya (Asmarantaka 2009).
Margin Pemasaran
Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayarkan konsumen akhir
dengan harga yang diterima petani. Margin pemasaran juga merupakan biaya yang
dikeluarkan anggota rantai pasok selama pelaksanaan kegiatan pemasaran untuk
menciptakan nilai ditambah dengan keuntungan yang diperoleh. Pengeluaran yang
harus dilakukan untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen disebut
biaya pemasaran.
Menurut Dahl dan Hammond (1977), margin pemasaran menunjukkan
perbedaan harga di tingkat pemasaran (Pr) dengan harga di tingkat produsen (Pf).
Nilai margin pemasaran merupakan perkalian antara margin pemasaran dengan
volume produk yang terjual [(Pr-Pf). Qrf]. Secara grafis margin pemasaran
digmbarkan sebagai berikut pada Gambar 6.
Setiap pelaku rantai pasok atau lembaga pemasaran melakukan fungsifungsi pemasaran yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan perbedaan harga jual
pada setiap pelaku rantai pasok. Terdapat tiga fungsi pemasaran, yaitu fungsi
pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran adalah fungsi yang
mencakup perpindahan hak milik barang atau jasa, terdiri dari fungsi penjualan
dan pembelian. Fungsi fisik adalah fungsi yang mencakup aktivitas penanganan,

15
pergerakan, dan perubahan fisikdari komoditas pertanian. Fungsi fisik terdiri dari
fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan. Fungsi
fasilitas adalah fungsi yang mencakup aktivitas yang memperlancar fungsi
pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standardisasi, fungsi
keuangan, fungsi penanggungan risiko, dan fungsi intelijen pasar
(mengumpulkan, menginterpretasikan, dan menyebarkan informasi pasar).
P
Sr
Sf
MP

{

Pr
Pf

Dr
Df

0

Qrf

Q

Gambar 6 Margin Pemasaran
Sumber: Dahl dan Hammond (1977)

Keterangan:
Pr
: Harga di tingkat pengecer
Pf
: Harga di tingkat petani
Dr
: Permintaan di tingkat pengecer
Df
: Permintaan di tingkat petani
Sr
: Penawaran di tingkat pengecer
Sf
: Penawaran di tingkat petani
Qrf
: Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer
MP
: Margin Pemasaran
Hasil perhitungan margin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria
penilaian efisiensi pemasaran. Namun, margin pemasaran tidak dapat secara
langsung digunakan sebagai ukuran efisiensi pemasran suatu komoditas.

Lean Thinking dalam Rantai Pasok
Lean thinking merupakan analisis yang dapat digunakan untuk membantu
perusahaan atau organisasi atau rantai pasok dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan dengan proses yang cepat dan fleksibel, memberikan yang diinginkan
pelanggan tepat waktu, kualitas tertinggi, dan biaya yang terjangkau (Liker 2004).
Konsep dasar lean adalah suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk
mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) melalui peningkatan
terus-menerus (continuous improvement) secara radikal dengan cara
memperlancar aliran material, produk barang maupun jasa, dan informasi
menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan untuk mengejar
keunggulan dan kesempurnaan (Gaspersz 2007). Tujuan dari pendekatan lean

16
thinking adalah peningkatan kualitas, efisiensi, dan keberhasilan rantai pasok
dalam jangka panjang.
Pada awalnya, teori lean diimplementasikan oleh perusahaan industri
automotif Toyota Production System di Jepang, kemudian diadaptasikan juga
pada industri manufaktur Amerika Serikat. Kedua industri tersebut merupakan
industri yang melakukan produksi dalam skala besar dan memiliki standardisasi
produk yang tinggi (highly standardize product). Kini konsep lean thinking dapat
diaplikasikan pada perusahaan manufaktur maupun jasa karena dalam
menerapkan lean berarti mengembangkan proses-proses yang tepat bagi suatu
organisasi atau perusahaan dan secara sungguh-sungguh mengaplikasikannya
untuk meningkatkan kinerja dan terus memberikan nilai tambah bagi pelanggan.
Selain itu, alasan lain penggunaan lean thinking adalah untuk meningkatkan
efisiensi suatu organisasi atau perusahaan sehingga dapat mengalirkan produk,
uang, dan informasi dengan lancar di sepanjang rantai pasok. Efisiensi merupakan
target yang ingin dicapai oleh seluruh perusahaan.
Efisiensi dalam pendekatan lean thinking adalah keberhasilan dalam
menghilangkan pemborosan. Munculnya pemborosan akan menurunkan kualitas
dan kuantitas produk yang akan berhubungan dengan berkurangnya pendapatan.
Dan turunnya loyalitas pelanggan jika dihubungkan dengan kepuasan pelanggan.
Menurut Womack dan Jones 1991 (dalam Liker 2004) untuk mencapai
efisiensi berdasarkan pendekatan lean thinking, suatu perusahaan harus mampu
menjalankan lima langkah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan nilai bagi pelanggan, yaitu menetapkan aktivitas yang
memberikan atau tidak memberikan nilai (value) berdasarkan pandangan
konsumen.
2. Menetapkan aliran nilai (value stream), yaitu melakukan identifikasi pada
semua langkah-langkah yang diperlukan untuk mendesign, memesan dan
memproduksi barang atau jasa kedalam whole value stream untuk mencari
aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah.
3. Membuat nilai mengalir di sepanjang rantai pasok, yaitu semua aktifitas
yang memberikan nilai tambah disusun kedalam suatu aliran yang tidak terputus
(continous).
4. Ditarik oleh pelanggan (pull system), yaitu mengetahui aktifitas-aktifitas
penting yang digunakan untuk membuat produk yang diinginkan oleh konsumen.
Tujuan dari pull system adalah untuk meminimalkan persediaan dalam rantai
pasok dan menghindari overproduksi.
5. Berusaha keras untuk mencapai yang terbaik atau perbaikan untuk
menyempurnakan produk dan proses, yang dilakukan secara terus-menerus
sehingga pemborosan (waste) yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari
proses yang ada.

17

Gambar 7 Lima Prinsip Dasar Lean Thinkin