Studi Unjuk Kerja Mesin Penggilingan Padi di Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat

STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN
PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT

NURUL RIZQIYYAH

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Studi Unjuk Kerja
Mesin Penggilingan Padi di Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Nurul Rizqiyyah
NIM F14090038

ABSTRAK
NURUL RIZQIYYAH. Studi Unjuk Kerja Mesin Penggilingan Padi di
Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat. Dibimbing oleh GATOT
PRAMUHADI.
Beras merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan penting
sebagai makanan pokok rakyat Indonesia. Kebutuhan beras nasional meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, sehingga perlu
upaya peningkatan produksi dan kualitas beras nasional melalui perbaikan
penanganan pascapanen padi. Metode penelitian yang digunakan yaitu
mengukur unjuk kerja mesin penggilingan padi dan menghitung parameter
penelitian, yaitu rendemen pengeringan, kapasitas pengeringan, kapasitas
pengupasan kulit gabah, kapasitas penyosohan, efisiensi pengupasan,
rendemen giling dan kapasitas pengemasan pada proses pengeringan,
penggilingan, dan pengemasan di Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rendemen pengeringan 89.10%, kapasitas

pengeringan 0.8 kgm-2/jam, kapasitas pengupasan kulit gabah 9.98 kg/menit,
kapasitas penyosohan 15.48 kg/menit, efisiensi pengupasan 93.12%, rendemen
giling 56.53, dan kapasitas pengemasan 28 karung/jam (1400 kg beras/jam).
Kata kunci: beras, pengemasan, pengeringan, penggilingan, rendemen.

ABSTRACT
NURUL RIZQIYYAH. Study on Performance of Rice Milling Machine in
Kandanghaur, Indramayu, West Java. Supervised by GATOT PRAMUHADI.
Rice is one of commodity which has an important role as a staple food
for Indonesian people. National rice requirement increases by increasing of
Indonesian population, so that it is important for increasing national rice
production and quality by improving post-harvest handling. Methodology in
this research was measurement of rice milling machine performances. The
observed parameter were yield drying, drying capacity, husking capacity,
polishing capacity, husking efficiency, milling yield and packaging capacities
in the process of drying, milling, and packaging. Result of research showed that
drying yield of 89.10%, the drying capacity of 0.8 kgm-2/jam, husking capasity
of 9.98 kg/min, polishing capacity of 15.48 kg/min, husking efficiency of
93.12%, milling yield of 56.53%, and packaging capacity of 28 sacks/h or 1400
kg/h.

Keywords: drying, milling, packaging, rice, yield

STUDI UNJUK KERJA MESIN PENGGILINGAN
PADI DI KANDANGHAUR, INDRAMAYU, JAWA BARAT

NURUL RIZQIYYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

Judul Skripsi : Studi Unjuk Kerja Mesin Penggilingan Padi di Kandanghaur,
Indramayu, Jawa Barat

Nama
: Nurul Rizqiyyah
NIM
: F14090038

Disetujui oleh

Dr Ir Gatot Pramuhadi, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Studi

Unjuk Kerja Mesin Penggilingan Padi di Desa Karangsinom, Kecamatan
Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat” berhasil diselesaikan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Juni 2013
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr Ir
Gatot Pramuhadi, MSi. sebagai dosen pembimbing utama yang selalu
memberikan saran, motivasi, dan arahan selama penelitian dan penyelesaian
skripsi. Dr Ir I Wayan Astika, MSi dan Ir Agus Sutejo, MSi sebagai dosen
penguji yang telah memberikan saran dan arahannya. Terima kasih kepada
Bapak Prayogo, Bapak Nono, Bapak Yuda, Bapak Fajar, Bapak Evan, dan
seluruh pihak PT. Bina Pertiwi. Terima kasih kepada Bapak Wariadi dari pihak
penggilingan padi “Asal Sukses” yang telah bersedia mengijinkan penelitian di
tempat penggilingan padi. Moch. Zaenuri dan Katemi selaku orang tua penulis
yang telah memberikan doa dan dukungannya. Teman-teman ORION 46 yang
banyak memberikan semangat dan membantu pelaksanaan penelitian ini
khususnya teman satu bimbingan Ledyta, Rina, Rouf, dan Arnod serta sahabatsahabatku semua yang telah membantu dan memberikan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan
kontribusi terhadap perkembangan teknologi di bidang pertanian.
Bogor, September 2013
Nurul Rizqiyyah


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Beras

2

Proses Penggilingan Padi

2

Alat dan Mesin Penggilingan Padi


3

Analisis Biaya Penggilingan Padi

5

METODE

6

Lokasi dan Waktu Penelitian

6

Bahan

6

Alat dan Mesin


6

Prosedur Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Proses Pengeringan Gabah

10

Proses Pengupasan Kulit Gabah

12

Pemisahan Beras Pecah Kulit dengan Gabah


14

Proses Penyosohan Beras Pecah Kulit

15

Proses Pemutuan Beras (Grading)

16

Proses Pengemasan

18

Analisis Biaya Proses Penggilingan Padi

18

SIMPULAN DAN SARAN


19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1 Komponen fisik beras sesuai SNI No. 01-6128-2008
2 Hasil kegiatan pengeringan gabah kering panen
3 Hasil kegiatan pengupasan kulit dan penyosohan
4 Mutu hasil gilingan
5 Rendemen hasil

6
12
14
16
17

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Diagram skematik pengambilan data
Diagram analisis data hasil penanganan pascapanen padi
Proses pengeringan gabah
Pengupasan kulit gabah
Alat pemisah beras pecah kulit dengan gabah
Hasil proses penanganan pascapanen
Proses penanganan pascapanen
Kegiatan pengemasan

7
10
11
13
14
15
16
18

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data hasil kegiatan pengeringan
21
2 Data hasil kegiatan pengupasan kulit gabah
22
3 Data hasil kegiatan pemisahan beras pecah kulit dengan gabah yang masih
utuh
23
4 Data hasil kegiatan penyosohan pertama
24
5 Data hasil kegiatan penyosohan kedua
25
6 Data hasil kegiatan penyortiran beras kepala dengan menir
26
7 Analisis biaya mesin pengupas kulit gabah
27
8 Analisis biaya mesin penyosohan
28
9 Analisis biaya pengayakan
29
10 Analisis biaya pengemasan
30
11 Data hasil perhitungan losses pada kegiatan pengeringan
31
12 Spesifikasi mesin husker dan mesin polisher
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan penting
bagi kehidupan manusia. Beras memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi
sehingga mayoritas rakyat Indonesia menjadikan hasil olahan beras yang
berupa nasi sebagai makanan pokok. Kebutuhan beras Indonesia semakin hari
semakin meningkat karena meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia.
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan
bahwa penduduk Indonesia pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 241 juta
jiwa. Pada tahun 2011, data BPS menujukkan bahwa tingkat konsumsi beras
mencapai 139 kg/kapita. Tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia lebih
tinggi dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65-70
kg perkapita pertahun, sehingga diperlukan upaya peningkatan produksi beras
untuk dapat memenuhi kebutuhan beras nasional.
Pada tahun 2012, impor beras Indonesia mencapai 700 ribu ton (Sutarto
2012). Banyaknya penduduk Indonesia memaksa pemerintah melakukan impor
beras untuk mempertahankan ketahanan pangan, pemerintah perlu melakukan
impor beras. Perlu upaya dalam memperbaiki produktivitas beras di Indonesia
agar diperoleh hasil beras yang sesuai dengan kebutuhan penduduk Indonesia.
Salah satu upaya untuk memperbaiki produktivitas beras yaitu melalui
penanganan pascapanen. Proses penanganan pascapanen menjadi salah satu
proses yang sangat penting karena hasil dari penanganan pascapanen akan
menentukan kualitas dan peningkatan nilai tambah suatu komoditas. BPS
(1996) menyebutkan bahwa kehilangan hasil panen dan pascapanen akibat
ketidaksempurnaan proses penanganan pascapanen mencapai 20.51%, dimana
kehilangan saat pemanenan 9.52%, perontokan 4.78%, pengeringan 2.13%,
dan penggilingan 2.19%. Jika dikonversikan terhadap produksi padi nasional
yang mencapai 54.34 juta ton, kehilangan hasil tersebut setara dengan Rp 15
triliun (Purwanto 2011).
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pascapanen
adalah proses penggilingan. Desa Karangsinom, Kecamatan Kandanghaur,
Kabupaten Indramayu memiliki banyak tempat penggilingan padi. Salah satu
tempat penggilingan padi yang memiliki banyak pelanggan yaitu penggilingan
padi “Asal Sukses”. Umumnya pelanggan tempat penggilingan padi tersebut
adalah para pengusaha beras yang hanya menyerahkan hasil panennya ke
tempat penggilingan untuk digiling menjadi beras putih. Pelanggan tidak
mengetahui proses penanganan pascapanen gabah dan rincian hasil selama
proses penggilingan. Selain itu, tempat penggilingan padi tersebut tidak
memiliki data-data secara rinci mengenai hasil kegiatan penggilingan padi,
mulai dari kegiatan pengeringan sampai kegiatan pengemasan. Oleh karena itu
perlu dilakukan studi unjuk kerja mesin penggilingan padi di tempat
penggilingan padi “Asal Sukses” di Desa Karangsinom, Kecamatan
Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Hal yang diamati dan diteliti di tempat
penggilingan tersebut yaitu proses pengeringan dari gabah kering panen (GKP)
menjadi gabah kering giling (GKG), proses pengupasan kulit dari GKG

2
menjadi beras pecah kulit (BPK), proses penyortiran BPK dengan gabah utuh,
proses penyosohan BPK hingga menjadi beras putih, proses grading, dan
proses pengemasan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah melakukan studi unjuk kerja mesin
penggilingan padi di penggilingan padi “Asal Sukses”, di Desa Karangsinom,
Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Adapun hal yang
perlu diukur dalam penelitian yaitu: (1) rendemen pengeringan, (2) kapasitas
pengeringan, (3) kapasitas pengupasan kulit gabah, (4) kapasitas penyosohan,
(5) efisiensi pengupasan, (6) rendemen giling, dan (7) kapasitas pengemasan.

TINJAUAN PUSTAKA
Beras
Beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras
dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.
Selain lebih dari 90% penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan
pokoknya, beras juga menjadi industri yang strategis bagi perekonomian
nasional (Firdaus et al. 2008). Beras merupakan salah satu tanaman padipadian paling penting untuk dikonsumsi manusia. Beras mengandung pati yang
terasa enak untuk dikonsumsi sebagai makanan pokok. Produksi beras
mendapatkan prioritas dibandingkan produk pangan bukan beras, karena
potensi produksinya yang besar dalam jangka pendek dan karena pentingnya
beras dalam perekonomian Indonesia (Haryadi 2008).

Proses Penggilingan Padi
Padi merupakan komoditas yang dapat memenuhi kebutuhan pangan
manusia. Sebelum menjadi beras yang dapat dikonsumsi, padi yang baru
dipanen harus melalui proses penggilingan terlebih dahulu. Proses
penggilingan padi dimulai dari proses pengeringan, pengupasan kulit gabah,
pemisahan beras pecah kulit dan gabah, penyosohan, pemutuan beras (grading),
dan proses pengemasan.
Pengeringan
Pengeringan merupakan proses perpindahan air dari dalam gabah ke
permukaan gabah, dan kemudian air yang berada di permukaan gabah tersebut
akan diuapkan jika RH ruangan lebih rendah. Proses ini akan terjadi hingga
keseimbangan kadar air benih dengan RH lingkungannya tercapai (Kuswanto
2003). Gabah yang dapat dimasukkan pada proses penggilingan padi adalah

3
gabah kering giling, yaitu gabah yang memiliki kadar air 13-14% (Wahyuddin
dan Zein 1976 ).
Pengupasan Padi
Proses ini bertujuan untuk melepaskan kulit gabah (sekam) dari bijinya
dengan kerusakan biji sekecil mungkin pada butiran beras (Patiwiri 2006).
Proses penggilingan gabah mengunakan prinsip yang memanfaatkan gaya
gesek pada biji sehingga kulit biji terkelupas dari dagingnya (Purwadaria 1980).
Pemisahan Beras Pecah Kulit dan Gabah
Pada proses pengupasan kulit tidak semua gabah yang dimasukkan ke
dalam mesin pengupas terkupas seluruhnya melainkan ada beberapa persen
gabah yang tidak terkupas. Beras yang sudah pecah kulit dengan gabah yang
masih utuh harus dipisahkan karena penanganannya berbeda. Beras pecah kulit
akan diteruskan ke mesin penyosoh, sedangkan gabah yang masih utuh akan
dikirim kembali ke mesin pemecah kulit (Patiwiri 2006).
Penyosohan
Penyosohan dilakukan dengan tujuan membuang lapisan bekatul dari
butiran beras yang membuat beras berwarna gelap kecokletan dan tidak
bercahaya. Hasil dari proses ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dengan
hasil samping berupa dedak dan bekatul (Wahyuddin dan Zein 1976 ).
Pemutuan Beras
Beras hasil penyosohan berupa campuran butiran beras yang memiliki
berbagai ukuran. Adanya berbagai ukuran disebabkan oleh adanya butiranbutiran beras yang patah selama pemecahan kulit dan penyosohan. Untuk itu
perlu dilakukan pemisahan beras berdasarkan ukuran beras. Proses ini disebut
juga grading (Patiwiri 2006).
Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk memudahkan transportasi komoditas untuk
pemasaran, penyimpanan komoditas dengan kondisi yang memadai,
mempertahankan kadar air komoditas. Pengemas perlu di-seal untuk mencegah
kemungkinan uap air dan udara masuk ke bahan pengemas (Kuswanto 2003).

Alat dan Mesin Penggilingan Padi
Pada kegiatan proses penggilingan padi dari gabah kering panen menjadi
beras putih diperlukan alat dan mesin untuk mempermudah proses tersebut.
Berikut ini adalah alat dan mesin yang digunakan selama proses penggilingan
padi:
Mesin Husker
Mesin husker merupakan mesin yang digunakan untuk melepaskan kulit
gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras. Struktur
butiran gabah terdiri dari palea, lemma, dan glume. Jenis-jenis mesin husker

4
yaitu Engelberg Husker, Under-Runner Disc Husker, Rubber Roll Husker,
Impact Husker, Impeller Husker, dan Vacuum Husker (Wahyuddin dan Zein
1976 ). Jenis mesin husker yang digunakan di tempat penelitian yaitu jenis
mesin husker tipe Rubber Roll.
Mesin husker tipe Rubber Roll yang dilengkapi dengan aspirator terdiri
dari dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet diputar
dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan. Cara kerja mesin
ini adalah sebagai berikut: (1) gabah dimasukkan di dalam bak penampungan,
(2) selanjutnya klep pengumpan mengatur laju aliran gabah menuju rol karet.
Pada waktu gabah dimasukkan di antara kedua rol, gabah tersebut akan ditekan
oleh lapisan karet yang elastis. Butir gabah akan memiliki kontak lebih panjang
pada rol yang berkecepatan tinggi dan memiliki kontak lebih pendek pada rol
yang berkecepatan rendah. Adanya tekanan dan perbedaan kecepatan
menyebabkan gabah akan terpuntir sehingga kulit gabah menjadi robek. (3)
Hasil kupasan tersebut akan jatuh ke dalam aspirator yang terdiri dari blower.
Sekam dan debu yang merupakan butiran paling ringan, terisap oleh blower
dan dikeluarkan melalui saluran pengeluaran. (4) Gabah dan beras pecah kulit
akan jatuh ke bawah karena gaya beratnya, dan keluar melalui saluran
pengeluaran. Hasil pengupasan berupa beras pecah kulit, sekam, dan gabah
utuh yang belum terkupas (Wahyuddin dan Zein 1976).
Alat Pengayakan Gabah
Alat ini digunakan untuk memisahkan beras pecah kulit dengan gabah
yang masih belum terkupas. Beras pecah kulit dan gabah utuh harus dipisahkan
karena memerlukan penanganan yang berbeda. Umumnya persentase gabah
yang terkupas pada proses pemecahan kulit bervariasi antara 80-95%
bergantung pada keseragaman gabah, varietas gabah, kondisi gabah, tipe dan
kondisi mesin pemecah kulit, kondisi pengupas dan keahlian operator mesin
pemecah kulit (Patiwiri 2006).
Cara kerja alat pengayakan gabah yaitu dengan memanfaatkan perbedaan
karakteristik antara gabah yang masih utuh dengan beras pecah kulit.
Perbedaan karakteristik tersebut diantaranya: (1) berat rata-rata butir gabah
persatuan volume lebih ringan daripada butir beras pecah kulit, (2) butir gabah
lebih mudah terapung daripada butir beras pecah kulit, (3) butir gabah lebih
panjang dari pada butir beras pecah kulit, (4) butir gabah lebih lebar dan tebal
daripada butir beras pecah kulit dan (5) permukaan kulit gabah lebih kasar
daripada permukaan beras pecah kulit. Patiwiri (2006) menyatakan bahwa
adanya perbedaan karakteristik tersebut mendasari penemuan mekanisme
pemisahan gabah dari beras pecah kulit yaitu dengan menampi. Karakter gabah
yang lebih ringan, lebih mudah mengapung, dan lebih kasar permukannya
daripada butiran beras pecah kulit akan terpisah dan terkumpul pada tempat
yang berbeda.
Mesin Polisher
Mesin ini digunakan untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras.
Beras pecah kulit yang dihasilkan dari mesin husker masih mengandung
lapisan bekatul atau lapisan aleuron yang mengandung lemak sehingga apabila
tidak dipisahkan maka akan menyebabkan beras menjadi tengik dan tidak tahan

5
lama, berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan kegiatan penyosohan. Hasil dari
proses ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dan hasil samping berupa
dedak serta bekatul.
Cara kerja mesin polisher yaitu dengan menggosok beras. Terdapat dua
cara menggosok yang diterapkan pada mesin-mesin penyosoh yaitu
menggerinda dengan suatu permukaan kasar dan menekan serta menggesek
dengan permukaan rata. Bagian luar butiran beras perlu dikikis untuk
membuang lapisan bekatul. Pengikisan lapisan bekatul pada beras
menggunakan permukaan kasar pada ruang penyosohan. Butiran beras pecah
kulit dijepit pada ruang penyosohan. Permukaan kasar digerakkan dengan
kecepatan tinggi sehingga permukaan kasar tersebut berfungsi sebagai gerinda
yang mengikis permukaan beras. Di samping itu, butiran beras yang terjepit di
dalam ruang penyosohan juga cenderung ikut bergerak sehingga terjadi
gesekan antara sesama butiran beras dan antara butiran beras dengan
permukaan yang lainnya. Gesekan-gesekan tersebut mengakibatkan lapisan
bekatul terlepas dari butiran beras (Patiwiri 2006).
Alat Pengayakan Menir
Alat ini digunakan untuk pemutuan beras dengan memisahkan beras
sesuai ukuran. Beras yang dihasilkan akibat proses penyosohan tidak semuanya
terdiri dari beras putih yang utuh namun ada beras yang patah Diperlukan
kegiatan pengayakan untuk beras yang patah atau menir, sehingga beras yang
dijual memiliki mutu yang bagus. Hasil pemisahan dengan alat ini adalah dua
kelompok ukuran beras yaitu beras berukuran panjang dan berukuran pendek.
Umumnya tempat penggilingan padi menggunakan pengayakan secara manual
dan berbentuk miring. Ayakan ini terdiri dari beberapa lapisan anyaman kawat
yang disusun secara bersilang. Menurut Patiwiri (2006) lubang dibuat
berbentuk memanjang dengan lebar celah antara 1.6-2.3 mm. Butiran beras
yang memiliki ketebalan lebih kecil daripada lebar celah akan masuk ke dalam
lubang dengan posisi membujur searah dengan bagian panjang lubang.
Sehingga beras menir akan jatuh ke tempat penampungan dan beras kepala
akan tetap tertahan di atas ayakan karena ukuran partikelnya lebih besar
daripada menir.

Analisis Biaya Penggilingan Padi
Setiap kegiatan penggilingan yang dilakukan oleh suatu mesin
memerlukan biaya. Biaya yang diperlukan oleh suatu mesin untuk
melaksanakan suatu kegiatan perlu dianalisis. Analisis biaya alat dan mesin
pertanian terdapat dua komponen yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak
tetap (variable cost). Biaya tetap biasanya dinyatakan dengan jumlah biaya per
tahun. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, bunga modal, asuransi dan
pajak, serta biaya bangunan. Adapun biaya tidak tetap dinyatakan dengan
jumlah biaya per jam. Biaya tidak tetap meliputi biaya bahan bakar dan
pelumas, pemeliharaan dan perbaikan, biaya operator (Daywin et al. 1992).

6
Standar Mutu Beras
Persyaratan standar mutu beras berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI) No. 01-6128-2008 terdiri dari komponen umum dan komponen fisik.
Komponen fisik beras ditunjukkan pada Tabel 1.

No

Tabel 1 Komponen fisik beras sesuai SNI No. 01-6128-2008
Mutu Mutu Mutu Mutu
Komponen Mutu
Satuan
I
II
III
IV

Mutu
V

1

Derajat sosoh (minimal)

%

100

100

95

95

85

2
3
4
5
6

Kadar air (maksimal)
Beras kepala (minimal)
Butir patah (minimal)
Butir menir (maksimal)
Butir kuning (maksimal)
Butir mengapur
(maksimal)
Butir asing (maksimal)
Butir gabah (maksimal)

%
%
%
%
%

14
95
5
0
0

14
89
10
1
1

14
78
20
2
2

14
73
25
2
3

15
60
35
5
5

%
%
%

0
0.0
0

1
0.02
1

2
0.02
1

3
0.06
2

5
0.2
3

7
8
9

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di tempat penggilingan padi “Asal Sukses” di
Desa Karangsinom, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat pada bulan April - Juni 2013.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ±300 kg (6 karung) gabah
kering panen (GKP) varietas Ciherang. Pengambilan data dilakukan sebanyak
enam kali.
Alat dan Mesin
Alat dan mesin yang digunakan dalam penelitian yaitu: mesin husker,
alat pengayakan gabah, mesin polisher, alat pengayakan menir, karung
pengemas, mesin pengemas, grain moisture tester, serta stopwatch. Spesifikasi
mesin-mesin dilampirkan pada Lampiran 12.

7
Prosedur Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan program
Microsoft Office Excel 2010. Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan
perhitungan matematis. Prosedur penelitian disajikan dalam bentuk diagram
skematik yang terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram skematik pengambilan data
1. Rendemen Pengeringan
Rendemen pengeringan adalah perbandingan berat gabah kering giling
(output) dan berat gabah kering panen (input) dari suatu proses pengeringan
yang dinyatakan dalam persen. Besarnya angka rendemen dapat dihitung
dengan rumus berikut ini:

8
���

R1=
% ......................................................................................... (1)
���
Keterangan :
R1
= rendemen pengeringan (%)
GKG = bobot gabah kering giling (kg)
GKP = bobot gabah kering panen (kg)
2. Kapasitas Pengeringan
Kapasitas pengeringan merupakan bobot GKP dibagi dengan luas lantai
jemur per lama waktu pengeringan. Berikut rumus yang digunakan untuk
menghitung kapasitas pengeringan:
���

K1=
: ............................................................................................... (2)
Keterangan:
K1
= kapasitas pengeringan (kgm-2/jam)
GKP
= bobot gabah kering panen (kg)
A
= luas lantai jemur (m2)
t
= lama pengeringan (jam)
3.

Kapasitas Pengupasan Kulit Gabah
Kapasitas pengupasan kulit gabah merupakan bobot gabah kering giling
dibagi dengan lama waktu pengupasan. Untuk mengetahui berapa kapasitas
pengupasan kulit gabah dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
���
........................................................................................................ (3)
K2=
Keterangan:
K2
= kapasitas pengupasan kulit gabah (kg/jam)
GKG = bobot gabah kering giling (kg)
t
= waktu pengupasan kulit gabah (jam)

4. Efisiensi pengupasan
Tinggi rendahnya tingkat pengupasan ditunjukkan oleh efisiensi
pengupasan yang merupakan persentase bobot butiran yang terkupas terhadap
bobot butiran awal (Patiwiri, 2006). Berikut adalah persamaan yang digunakan
untuk menghitung efisiensi pengupasan:
���−� �
E=
% ................................................................................. (4)
Keterangan:
E
= efisiensi pengupasan (%)
GKG = bobot gabah kering giling (kg)
GTK = gabah tak kupas kulit (kg)
5. Kapasitas Penyosohan
Kapasitas penyosohan merupakan bobot beras sosoh dibagi lama waktu
penyosohan. Untuk dapat mengetahui kapasitas penyosohan mesin penyosoh
dapat dilihat pada rumus berikut:
K3= ........................................................................................................... (5)

9
Keterangan:
K3 = kapasitas penyosohan (kg/jam)
BS = bobot beras sosoh (kg)
t = waktu penyosohan (jam)
6. Rendemen Hasil
Pada masing-masing proses di atas terjadi penyusutan bobot. Akibat proses
pengupasan kulit terjadi penyusutan bobot dari GKG menjadi BPK. Pada
proses penyosohan terjadi penyusutan bobot dari BPK menjadi beras putih.
Penyusutan pada masing-masing proses atau disebut juga rendemen hasil dapat
dilihat pada persamaan berikut:
��
R BPK terhadap GKG=
% ............................................................ (6)
���
R BS terhadap GKG=

���

% ............................................................... (7)

R BS terhadap BPK=
%................................................................ (8)
��
Keterangan:
R
= rendemen (%)
BPK
= bobot beras pecah kulit (kg)
GKG
= bobot gabah kering giling (kg)
BS
= bobot beras sosoh (kg)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan penanganan pascapanen merupakan kegiatan yang tidak kalah
pentingnya dibandingkan kegiatan budidaya, karena kegiatan pascapanen akan
meningkatkan nilai suatu komoditas. Keberhasilan penanganan pascapanen
sangat menentukan nilai jual dari suatu komoditas. Apabila penanganan
pascapanen tidak berjalan dengan baik maka akan berpengaruh pada hasil
penanganan yang kurang baik juga, sehingga nilai suatu komoditas dianggap
kurang dan dapat mengakibatkan kerugian. Penanganan pascapanen harus
dilakukan dengan baik agar didapatkan hasil komoditas yang baik pula.
Berbagai hal dapat mempengaruhi hasil penanganan pascapanen di antaranya
yaitu kinerja mesin, umur mesin, keahlian operator, serta jenis varietas gabah
yang akan digiling. Kegiatan penanganan pascapanen meliputi: pengeringan,
pengupasan kulit gabah, pemisahan beras pecah kulit dengan gabah yang masih
utuh, penyosohan, pemisahan beras sesuai ukuran (grading), dan pengemasan.
Urutan kegiatan penanganan pascapanen dapat dilihat pada Gambar 2.

10

Gambar 2 Diagram analisis data hasil penanganan pascapanen padi
Proses Pengeringan Gabah
Kegiatan penanganan pascapanen setelah padi dipanen ialah pengeringan.
Pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan kadar air gabah yang
sesuai agar tidak terjadi kerusakan saat kegiatan pengupasan kulit. Pengeringan
biasanya dilakukan dalam dua tahap yaitu pengeringan tahap pertama dari
kadar air gabah di atas 20% sampai kadar air 18%, dan pengeringan tahap
kedua dari kadar air 18% menjadi kadar air 14%. Pengeringan yang dilakukan
pada penelitian yaitu pengeringan tahap kedua. Pengeringan tahap kedua yaitu
pengeringan gabah kering panen menjadi gabah kering giling dengan kadar air
mula-mula yaitu sebesar 19.65% akan diturunkan menjadi kadar air 14%.
Kegiatan pengeringan dilakukan pada pagi hari hingga sore hari dalam keadaan
cuaca panas agar dapat menguapkan air yang terkandung pada gabah kering
panen. Gabah kering panen memiliki kadar air yang tinggi dan kondisi lembab
sehingga mengalami respirasi yang cepat (Nugraha 2008). Berdasarkan data
pada Tabel 2 gabah kering panen yang akan dikeringkan memiliki bobot ratarata 55.33 kg.

11
Kegiatan pengeringan dilakukan di lantai jemur seperti yang terlihat pada
Gambar 3. Ada dua cara pengeringan yang umumnya digunakan oleh petani
yaitu pengeringan dengan menggunakan alat pengering buatan dan pengering
dengan cara penjemuran langsung dengan sinar matahari. Pengeringan dengan
sinar matahari harus memperhatikan intensitas sinar, suhu pengeringan yang
selalu berubah, ketebalan penjemuran serta frekuensi pembalikan. Penjemuran
yang dilakukan tanpa memperhatikan hal-hal tersebut di atas dapat
menyebabkan penurunan kualitas beras. Kegiatan pengeringan pada penelitian
kali ini yaitu pengeringan secara manual yaitu menggunakan lantai jemur.
Lama waktu untuk mengeringkan gabah kering panen menjadi gabah kering
giling (GKG) yaitu 6.4 jam dengan ketebalan penjemuran 2 cm dan suhu
lingkungan saat itu sebesar 320 C. Kuswanto (2003) menyatakan bahwa suhu
udara paling baik untuk pengeringan adalah berkisar antara 30- 350 C.

Gambar 3 Proses pengeringan gabah
Gabah yang baru dipanen umumnya memiliki kadar air 20-27 %. Sebelum
gabah digiling perlu dilakukan penurunan kadar air dengan tujuan agar gabahgabah tersebut tidak ditumbuhi mikroorganisme yang dapat mengakibatkan
gabah busuk dan berjamur. Untuk itu gabah yang akan disimpan sebelum
digiling harus memiliki kadar air sekitar 18% (Patiwiri 2006). Berdasarkan data
penelitian kadar air gabah kering panen sebesar 19.65%. Kadar air tersebut
terlalu tinggi, sehingga diperlukan penurunan kadar air hingga 18% agar dapat
disimpan. Akan tetapi jika gabah tersebut akan dilakukan penggilingan, maka
perlu dilakukan penurunan kadar air yang sesuai untuk kegiatan penggilingan.
Pada Tabel 2 dapat dilihat kadar air gabah setelah pengeringan yaitu sebesar
14.1%. Berdasarkan informasi dari Wahyuddin dan Zein (1976) gabah yang
dapat dimasukkan pada proses penggilingan padi adalah gabah kering giling,
yaitu gabah yang memiliki kadar air 13-14%, oleh karena itu hasil pengeringan
pada penelitian ini dapat dikatakan cukup baik karena gabah memiliki kadar
air yang sesuai dengan standar proses penggilingan.

12
Tabel 2 Hasil kegiatan pengeringan gabah kering panen
Pengukuran keRataParameter
Satuan
rata
1
2
3
4
5
6
Bobot GKP
kg
48
59
59
54
55
57 55,33
Kadar air
GKP
%
19.6 19.8 19.7 19.5 19.6 19.7 19.65
Bobot GKG
kg
42
53
53
48
49
51 49.33
Kadar air
GKG
%
13.7
14
14 15.1
14 13.9 14.1
Rendemen
%
87.5 89.83 89.83 88.89 89.09 89.47 89.10
pengeringan
Lama
pengeringan
jam
6.4
6.4
6.4
6.4
6.4
6.4
6.4
Kapasitas
Pengeringan kgm-2/jam 0.68 0.84 0.84 0.77
0.86 0.81
0.8
Losses*
%
6.08 3.65 3.65
6.2 4.69 4.06 4.72
*Data berdasarkan penurunan kadar air; GKP: gabah kering panen; GKG:
gabah kering giling.
Bobot akhir gabah kering giling yang mulanya sebesar 55.33 kg setelah
dikeringkan menjadi 49.33 kg. Berdasarkan data tersebut maka dapat
ditentukan rendemen pengeringan yaitu dengan membandingkan bobot gabah
kering giling dan bobot gabah kering panen dari proses pengeringan dalam
satuan persen. Rendemen pengeringan yang dihasilkan sebesar 89.10%. Luas
lantai jemur di tempat penggilingan yaitu 10 000 m2 dan dapat mengeringkan
gabah kering panen sebanyak 50 ton/hari dalam keadaan cuaca yang panas,
sehingga berdasarkan data tersebut dapat ditentukan kapasitas lantai jemur di
tempat penggilingan tersebut yaitu 0.8 kgm-2/jam. Berdasarkan informasi dari
BPS (1996), kehilangan hasil saat proses pengeringan umumnya sebesar 2.13%
namun pada penelitian ini didapatkan kehilangan dari hasil pengeringan
sebesar 4.72%. Kehilangan dari proses ini dikatakan cukup tinggi, hal ini
disebabkan banyak gabah yang masih tertinggal di lantai jemur dan tercecer di
tanah.

Proses Pengupasan Kulit Gabah
Setelah gabah dikeringkan sampai pada kadar air 14.1% gabah akan
diproses kembali pada kegiatan pengupasan kulit. Kadar air gabah 14.1% ini
sudah sesuai dengan standar sebelum kegiatan penggilingan. Pada kadar air
yang lebih tinggi gabah sulit untuk dikupas, sedangkan pada kadar air yag lebih
rendah butiran gabah menjadi mudah patah (Patiwiri 2006). Kegiatan
pengupasan kulit dilakukan dengan tujuan untuk melepaskan kulit gabah agar
didapatkan beras pecah kulit dan membuang sekam keluar.
GKP yang telah dikeringkan dimasukkan kedalam mesin husker. Berat
rata-rata GKG yang akan dikupas kulitnya sebesar 49.33 kg. Pengupasan kulit
gabah dilakukan sebanyak tiga kali. Mesin yang digunakan yaitu Rice Milling

13
Unit (RMU) dengan tipe Rubber Roll Husker yang dilengkapi dengan aspirator
yang digunakan untuk pemisah sekam. Terdapat 3 RMU yang digunakan pada
proses pengupasan kulit gabah yaitu mesin 1, mesin 2, dan mesin 3. Ketiga
mesin ini memiliki fungsi yang sama yaitu mengupas kulit gabah agar
didapatkan beras pecah kulit. Pengupasan sebanyak tiga kali ini bertujuan agar
seluruh gabah yang digiling terkupas dengan sempurna.

A

B
A. Beras pecah kulit
B. Mesin pengupas kulit gabah
Gambar 4 Pengupasan kulit gabah

Berdasarkan data penelitian dapat dijelaskan bahwa pengupasan pertama
dilakukan pada gabah kering giling dengan berat rata-rata 49.33 kg dimasukkan
ke dalam mesin pengupasan yang pertama dengan lama pengupasan 2.39 menit
dan dihasilkan beras pecah kulit sebesar 43.17 kg. Hasil pengupasan pada
mesin 1 akan dimasukkan lagi ke mesin 2 dengan lama pengupasan 1.5 menit.
Hasil pengupasan menyusut menjadi 39.83 kg, kemudian hasil yang terakhir
dimasukkan ke mesin 3 dengan lama pengupasan 1 menit dan hasil pengupasan
meyusut menjadi 37.33 kg (Lampiran 2).
Waktu pengupasan dari masing-masing mesin berbeda-beda, hal ini
dikarenakan pada mesin 1 gabah yang dimasukkan seluruhnya masih berupa
gabah utuh sehingga perlu waktu yang lama untuk dapat mengupas gabah
tersebut. Namun hasil pengupasan pada mesin 1 tidak seluruhnya terkupas
semua menjadi beras pecah kulit (BPK), akan tetapi masih banyak gabah yang
masih utuh. Hasil pengupasan mesin pertama tersebut akan dimasukkan
kembali ke mesin kedua. Waktu pengupasan pada mesin kedua lebih sedikit
daripada di mesin pertama, karena hasil pengupasan di mesin pertama sebagian
gabah sudah terkupas sehingga proses pengupasan selanjutnya lebih
memerlukan sedikit waktu. Begitu juga halnya dengan mesin 3, hasil
pengupasan pada mesin 2 masih tidak sempurna sehingga perlu pengupasan
yang ketiga kalinya agar GKG yang masuk ke mesin pengupas dapat terkupas
secara sempurna. Bobot akhir dari ketiga proses pengupasan tersebut yaitu
33.92 kg .
Kapasitas pengupasan sebesar 9.98 kg/menit apabila dikonversikan
menjadi 598.8 kg/jam. Kapasitas yang diperoleh tergolong kecil dibandingkan
dengan kapasitas yang harusnya didapatkan oleh mesin husker. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur mesin yang sudah lama sehingga
mempengaruhi cara kerja mesin, serta kurangnya ketangkasan pekerja dalam
menuangkan gabah ke hopper pada mesin husker juga dapat mempengaruhi
nilai kapasitas pengupasan kulit gabah tersebut (Tabel 3).

14
Tabel 3 Hasil kegiatan pengupasan kulit dan penyosohan
Pengukuran keParameter
Satuan
1
2
3
4
Kadar air GKG
%
13.7
14
14 15.1
Bobot GKG
kg
42
53
53
48
Bobot BPK
kg
26.9 36.6
36
34
Bobot gabah tak
terkupas
kg
2.1
3.4
4
3
Lama pengupasan
menit
4.68 5.33 5.35 4.42
Efisiensi
%
95 93.58 92.45 93.75
pengupasan
Kapasitas
pengupasan
kg/menit 8.97 9.94 9.91 10.86
Jumlah lintasan
kali
3
3
3
3
Bobot BPK
kg
26.9 36.6
36
34
Bobot beras putih
kg
21
31
31
27
Lama penyosohan
menit
1.77 2.12 2.18 2.27
Jumlah lintasan
kali
2
2
2
2
Kapasitas
penyosohan
kg/menit 15.23 17.29 16.49
15
Derajat sosoh
%
100
100
100
100
GKG: gabah kering giling; BPK: beras pecah kulit.

Ratarata

5
14
49
33.4

6
13.9 14.12
51 49.33
36.6 33.92

4.6
4.43

3.4
5.58

3.42
4.97

90.61 93.33 93.12
11.06
3
33.4
28
2.4
2

9.14 9.98
3
3
36.6 33.92
30
28
2.45
2.2
2
2

13.92 14.94 15.48
100
100
100

Pemisahan Beras Pecah Kulit dengan Gabah
Proses selanjutnya yaitu pemisahan beras pecah kulit dengan gabah yang
masih utuh. Setelah didapatkan hasil pengupasan pada mesin ketiga hasil
pengupasan tidak semuanya terkupas namun masih ada gabah yang masih utuh.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan antara beras pecah kulit dan gabah
yang masuh utuh karena perbedaan penanganan. Beras pecah kulit akan
diteruskan ke mesin penyosoh, sedangkan gabah yang masih utuh akan dikirim
kembali ke mesin pengupas kulit.

Gambar 5 Alat pemisah beras pecah kulit dengan gabah

15
Pemisahan BPK dengan gabah yang masih utuh ini menggunakan ayakan
yang terbuat dari kayu dan terdapat 9 lapis anyaman kawat dengan ukuran 5
mm dan berbentuk miring. Tujuan dibentuk miring adalah untuk memisahkan
beras sesuai dengan ukurannya. Ukuran beras pecah kulit lebih kecil daripada
gabah yang masuh utuh, sehingga gabah yang masih utuh akan akan tertahan
di lapisan kawat teratas dan jatuh ke depan. Adapun beras pecah kulit akan
lolos dari lapisan kawat. Alat yang digunakan untuk memisahkan beras pecah
kulit dengan gabah yang masih utuh dapat dilihat pada Gambar 5.
Hasil dari kegiatan pemisahan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan data tersebut didapatkan beras pecah kulit sebanyak 33.92 kg,
gabah yang masih utuh sebesar 3.43 kg dan sekam sebesar 12 kg, sehingga
dapat ditentukan efisiensi pengupasan kulit gabah yang dilakukan sebanyak
tiga kali ulasan yaitu sebesar 93.12%. Umumnya persentase gabah yang
terkupas pada proses pemecahan kulit bervariasi antara 80-95% bergantung
pada keseragaman gabah, varietas gabah, kondisi gabah, tipe dan kondisi mesin
pengupas kulit, kondisi pengupas dan keahlian operator mesin pengupas kulit
(Patiwiri, 2006).

Proses Penyosohan Beras Pecah Kulit
Setelah dilakukan pemisahan antara beras pecah kulit dan gabah yang
utuh, proses selanjutnya yaitu kegiatan penyosohan. Beras pecah kulit yang
dihasilkan masih mengandung lapisan bekatul yang membuat beras berwarna
gelap kecoklatan dan tidak mengkilap, untuk itu perlu dilakukan penyosohan
agar beras yang dihasilkan berwarna putih. Penyosohan dilakukan dua kali agar
didapatkan beras yang putih dan bersih. Hasil dari proses penyosohan dapat
dilihat pada Gambar 6.

(a) Beras sosoh (b) Beras pecah kulit

(c) Butir kepala, (d) Butir patah,
dan (e) Menir
Gambar 6 Hasil proses penanganan pascapanen

Berdasarkan data pada Tabel 3 berat beras pecah kulit setelah dipisahkan
yaitu 33.92 kg yang akan diproses lebih lanjut ke dalam mesin penyosohan
sehingga didapatkan beras yang bersih dan putih. Selama 2.2 menit beras
dengan bobot 33.92 kg disosoh dan mengalami penyusutan bobot menjadi 28
kg. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui kapasitas penyosohan sebesar
15.48 kg/menit jika dikonversikan menjadi 928.8 kg/jam. Berdasarkan sampel
yang diambil sebesar 100 g beras sosoh didapatkan nilai derajat sosoh sebesar

16
100% (Tabel 4) karena seluruh beras tersosoh secara sempurna dan beras
terpisah dengan bekatul sehingga beras berwarna putih mengkilap.
Tabel 4 Mutu hasil gilingan
Komponen
No
Satuan
Mutu
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Derajat sosoh
Kadar air
Beras kepala
Butir patah
Butir menir
Butir kuning
Butir mengapur
Butir asing
Butir gabah

%
%
%
%
%
%
%
%
%

1

2

3

4

5

6

Ratarata

100
13.8
82.7
3.9
13.4
0
0
0
0

100
13.7
85.8
4.9
9.3
0
0
0
0

100
13.5
82.4
7.5
10.1
0
0
0
0

100
13.8
85.3
6
8.7
0
0
0
0

100
13.9
86.5
4.2
9.3
0
0
0
0

100
13.4
85
6.3
8.7
0
0
0
0

100
13.68
84.65
5.47
9.92
0
0
0
0

Proses Pemutuan Beras (Grading)
Setelah dilakukan penyosohan pada beras pecah kulit, selanjutnya akan
dilakukan grading atau pemisahan beras berdasarkan ukuran. Hal ini dilakukan
agar kualitas beras semakin tinggi dan harga jualnya pun tinggi. Grading
dilakukan pada alat seperti pada pemisahan BPK dengan gabah. Cara kerjanya
yaitu beras utuh akan jatuh ke belakang dan menir akan jatuh ke depan.
Berdasarkan data dari 28 kg beras sosoh didapatkan 26,67 kg beras utuh dan
1,33 kg menir. Sebelum dilakukan kegiatan grading, terlebih dahulu diambil
sample 100 g pada beras sosoh untuk dianalisis mutu hasil pengilingan gabah.
Mutu hasil giling akan ditunjukkan pada Tabel 4.

A. Kegiatan penyosohan
B. Kegiatan grading
Gambar 7 Proses penanganan pascapanen

17
Proses pemutuan dilakukan dengan menggunakan alat seperti pada
Gambar 7. Cara kerja alat tersebut sama seperti alat pemisahan gabah dengan
beras pecah kulit hanya saja pada alat pemutuan beras ini anyaman kawat
dipasang bersilangan sehingga dapat meloloskan menir dan menahan butiran
beras yang lebih besar ukurannya dengan menir. Anyaman kawat yang
digunakan berukuran 5 mm namun karena dipasang saling silang sehingga
anyaman kawat tersebut memiliki ukuran 2 mm yang dapat meloloskan menir.
Mutu hasil gilingan pada Tabel 4 jika dibandingkan dengan acuan nilai
pada SNI No. 01-6128-2008 maka hasil gilingan belum memenuhi standar
karena presentase beras menir yang dihasilkan jauh lebih besar yaitu 9.92%
sedangkan untuk mencapai mutu I sesuai standar SNI presentase beras menir
harus 0%. Jumlah menir yang dihasilkan dikarenakan umur mesin dan cara
kerja mesin yang sudah tidak bagus lagi. Syarief dan Halid (1993) menyatakan
bahwa tingginya persentase beras pecah disebabkan karena peningkatan
ketebalan lapisan gabah saat pengeringan. Hal ini karena biji yang berada pada
kondisi tersebut mempunyai kadar air yang tinggi akibat berkurangnya aliran
udara dalam lingkungan dan dengan bertambahnya waktu, jaringan biji akan
semakin rusak, serta berkurangnya oksigen akan terjadi proses fermentasi yang
mengakibatkan biji mudah patah atau rusak.
Berdasarkan parameter-parameter yang lainnya beras yang dihasilkan di
tempat penggilingan “Asal Sukses” memiliki kualitas yang baik karena beras
yang dikemas adalah beras dengan derajat sosoh 100% dan tidak terdapat
campuran lain seperti butir merah, butir kuning, butir mengapur, dan butir
asing.
Tabel 5 Rendemen hasil
Pengukuran keRendemen
RataSatuan
hasil giling
rata
1
2
3
4
5
6
BPK terhadap
gabah
%
64.05 69.06 67.92 70.83 68.16 71.76 68.63
Beras putih
terhadap gabah
%
50 58.49 58.49 56.25 57.14 58.82 56.53
Beras putih
terhadap BPK
%
78.07 84.70 86.11 79.41 83.83 81.97 82.35
Data keseluruhan kegiatan penanganan pascapanen padi dapat dilihat
pada Tabel 5 yaitu besar rendemen giling rata-rata yaitu 56.53%. Menurut
Budiharti (2012) rendemen giling secara nasional sebesar 62.78%, sedangkan
pada data di atas rendemen giling yang didapat sebesar 56.53%. Rendemen
yang dihasilkan berbeda dari rendemen giling secara nasional. Rendahnya
rendemen giling di tempat penelitian disebabkan oleh tingginya losses yang
diakibatkan dari proses pengeringan dan banyaknya gabah hampa sehingga
saat proses pengupasan kulit gabah hampa tersebut ikut terbuang dengan
sekam.

18
Proses Pengemasan

Gambar 8 Kegiatan pengemasan
Proses terakhir dari penanganan pascapanen padi yaitu kegiatan
pengemasan. Pengemasan beras di penggilingan padi Asal sukses ini
menggunakan karung plastik dengan kapasitas 50 kg/karung. Beras yang sudah
di-grading akan langsung dimasukkan ke dalam karung yang langsung
diletakkan di atas timbangan duduk. Timbangan akan menunjukkan angka 50
kg dan selanjutnya karung yang sudah berisi beras putih akan dijahit untuk
menutup karung.

Analisis Biaya Proses Penggilingan Padi
Biaya yang digunakan selama proses pengeringan sampai pengemasan
beras dapat dirinci sebagai berikut biaya pengeringan Rp30/kg, biaya
pengupasan kulit gabah Rp107.50/kg, biaya penyosohan beserta grading
Rp66.81/kg sehingga total biaya penggilingan padi sebesar Rp174.31/kg beras
putih. Akan tetapi informasi yang diperoleh dari pengelolah penggilingan padi
“Asal Sukses” sebesar Rp150/kg beras putih. Perbedaan biaya dikarenakan
oleh berbedanya komponen-komponen biaya yang dihitung selama proses
penanganan pascapanen. Umumnya pemilik tempat penggilingan tidak
memperhitungkan komponen-komponen biaya yang dikeluarkan seperti biaya
penyusutan dan bunga modal, sehingga biaya yang ditarifkan kepada para
pelanggan cukup rendah. Namun hal ini tidak mengakibatkan kerugian yang
begitu besar dikarenakan hasil dari setiap proses dapat dijual kembali seperti
penjualan dedak, bekatul dan sekam. Proses pengemasan menggunakan karung
plastik dengan kapasitas 50 kg/karung dan harga per karung plastik sebesar
Rp2000, sehingga untuk mengarungi 50 kg beras dibutuhkan biaya sebesar
Rp3337.95. Total biaya penanganan pascapanen dari pengeringan gabah kering
panen menjadi gabah kering giling sampai pada proses pengemasan beras putih
sebesar Rp19553.6/karung, dengan berat rata-rata 50 kg/karung.

19

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Proses penggilingan padi di Desa Karangsinom, Kecamatan
Kandanghaur, Kabupaten Indramayu memiliki rendemen pengeringan 89.10%,
kapasitas pengeringan 0.8 kgm-2/jam, kapasitas mesin pengupasan kulit gabah
9.98 kg/menit, kapasitas mesin penyosohan 15.48 kg/menit, efisiensi
pengupasan kulit gabah yang dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebesar
93.12%, rendemen giling 56.53%, dan kapasitas pengemasan 28 karung/jam
(1400 kg beras/jam).

Saran
Diperlukan penyetelan mesin husker dalam rangka untuk mendapatkan
kapasitas yang maksimal dan diperlukan perbaikan mesin khususnya pada
mesin polishing agar dapat mengurangi persentase beras patah.

DAFTAR PUSTAKA
[BKKBN] Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional. 2011. Jumlah
Penduduk Indonesia. Jakarta (ID): Badan Kependudukan Keluarga Berencana
Nasional.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1996. Kehilangan Hasil Panen. Jakarta (ID): Badan
Pusat Statistik.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Komponen Fisik Beras (SNI 01-61282008). Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
Budiharti U, Harsono, Juliana R. 2006. Perbaikan Konfigurasi Mesin pada
Penggilingan Padi Kecil untuk Meningkatkan Rendemen Giling Padi [Internet];
[diunduh 2013 Jul 8]. Tersedia pada: http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id.
Budiharti U, Rudy T, Harsono, Juliana R, Rofik S. 2012. Pendekatan Sistem
Dinamik untuk Mempelajari Model Mekanisasi Penggilingan Padi untuk
Memperkirakan Produksi Beras [Internet]; [diunduh 2013 Jul 8]. Tersedia pada:
http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id.
Ciptadi W, Nasution Z. 1976. Padi dan Pengolahannya [catatan penelitian]. Bogor
(ID): Departemen Teknologi Hasil Pertanian FATEMETA, IPB.
Firdaus M, Baga LM, Pratiwi P. 2008. Swasembada Beras dari Masa ke Masa.
Bogor (ID): IPB Press.
Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras.Yogyakarta (ID): UGM Press.
Iswari K. 2012. Kesiapan Teknologi Panen dan Pascapanen Padi dalam Menekan
Kehilangan Hasil dan Meningkatkan Mutu Beras. Jurnal Litbang Pertanian.
31(2): 58-67.
Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan Pengemasan dan Penyimpanan.
Yogyakarta (ID): Kanisius.

20
Patiwiri AW. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta (ID): PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Prastowo B, Ananto EE, Thahir R, Handaka. 1994. Pengembangan Alat dan Mesin
Pertanian dalam Meningkatkan Efisiensi Usahatani. Di dalam: Mahyuddin S,
Hernanto, Husul K, Sunihardi, editor. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan.
Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III; 1993 Agustus 23-25;
Jakarta/Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan . hlm 200-209.
Purwadaria HK. 2004. Teknologi Panen dan Pascapanen Padi. Di dalam: Hasbullah
R, Sutrisno, Bantacut T, Patiwiri A W, Halid H, editor. Upaya Peningkatan Nilai
Tambah Pengolahan Padi. Prosiding Lokakarya Nasional; 2004 Juli 20-21;
Jakarta, Indonesia. Bogor (ID): Perum Bulog dan FATETA IPB. hlm 99-106.
Purwanto AY. 2011. Kehilangan pascapanen padi kita masih tinggi [Internet];
[diunduh 2013 Jul 8]. Tersedia pada: http://io.ppijepang.org.
Sutarto. 2012. Impor beras Indonesia [Internet]; [diunduh 2013 Jul 8]. Tersedia
pada: http://harianrakyatmerdeka.com.
Winarno FG. 1984. Padi dan Beras. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Pangan.
Winarno FG. 2004. GMP dalam Industri Penggilingan Padi. Di dalam: Hasbullah
R, Sutrisno, Bantacut T, Patiwiri A W, Halid H, editor. Upaya Peningkatan Nilai
Tambah Pengolahan Padi. Prosiding Lokakarya Nasional; 2004 Juli 20-21;
Jakarta, Indonesia. Bogor (ID): Perum Bulog dan FATETA IPB. hlm 127-143.

21
Lampiran 1 Data hasil kegiatan pengeringan
Sample
1
2
3
4
5
6
Ratarata

87.50
89.83
89.83
88.89
89.09
89.47

Waktu
Pengeringan
(jam)
6.4
6.4
6.4
6.4
6.4
6.4

Kapasitas
Pengeringan
(kgm-2/jam)
0.68
0.84
0.84
0.77
0.86
0.81

Biaya
pengeringan
( Rp)
1410
1770
1770
1605
1641
1710

89.10

6.4

0.8

1651

GKP
(kg)

KA GKP
(%wb)

GKG
(kg)

KA GKG
(%wb)

Rendemen
(%)

48
59
59
54
55
57

19.6
19.8
19.7
19.5
19.6
19.7

42
53
53
48
49
51

13.7
14
14
15.1
14
13.9

55.33

19.65

49.3

14.1

Keterangan :
GKP
: Gabah kering panen
KA
: Kadar air
GKG
: Gabah kering giling
Contoh perhitungan
���
Rendemen pengeringan =
���
Kapasitas pengeringan =

���


%=
:

.

.



Biaya Pengeringan = Rp30/kg = Rp30 x 55.33 = Rp1 651

% = 89.10%


=

55.



2

: .

= .





/

22
Lampiran 2 Data hasil kegiatan pengupasan kulit gabah
Sample

BPK (kg)

GKG
(kg)
M1

Ratarata

M2

Rendemen pengupasan
(%)

Waktu Pengupasan (detik)
M3

M1

M2

M3

M1

M2

Mutu Hasil Kupasan (kg)

M3

BPK

GTK

Efisiensi
(%)

Sekam

Kapasitas Pengupasan
(kg/detik)
M1

M2

M3

1

42

36

32

29

123

92

66

85.71

88.89

90.63

26.9

2.1

13

95

0.34

0.46

0.64

2

53

46

42

40

167

94

59

86.79

91.30

95.24

36.6

3.4

13

93.58

0.32

0.56

0.90

3

53

47

44

40

167

94

60

88.68

93.62

90.91

36

4

13

92.45

0.32

0.56

0.88

4

48

42

39

37

116

92

57

87.50

92.86

94.87

34

3

11

93.75

0.41

0.52

0.84

5

49

43

40

38

112

93

61

87.76

93.02

95.00

33.4

4.6

11

90.61

0.44

0.53

0.80

6

51

45

42

40

178

94

63

88.24

93.33

95.24

36.6

3.4

11

93.33

0.29

0.54

0.81

37.33

143.83

93.17

61.0

87.45

92.17

93.65

33.92

3.42

12

93.12

0.35

0.53

0.81

49.33

43.17

39.83

Keterangan :
M1 : mesin husker 1
M2 : mesin husker 2
M3 : mesin husker 3
Contoh perhitungan:
Rendemen pengupasan M1 =
Rendemen pengupasan M2=

BPK : Beras pecah kulit
GTK : Gabah tak terkupas
��� �
���
��� �
���

%=

%=






%=

%=

Rendemen pengupasan M3 (Rendmen total pengupasan) =
Efisiensi pengupasan =
Kapasitas pengupasan =

���−
���
���
���


=



%=

= .

�− . �


�/

��� �
���

.

.

%

%

%=

%=
%




%=

.

%

23

Lampiran 3 Data hasil kegiatan pemisahan beras pecah kulit dengan gabah yang masih utuh
Berat BPK 3
(kg)

Sample

Rata-rata

BPK (kg)

GTKK (kg)

Waktu (detik)

Kapasitas Penyortiran
(kg/detik)

1

29

26.9

2.1

72

0.40

2

40

36.6

3.4

62

0.65

3

40

36

4

75

0.53

4

37

34

3

81

0.46

5

38

33.4

4.6

61

0.62

6

40

36.6

3.4

60

0.67

37.3333

33.9167

3.4167

68.5

0.55

Keterangan :
Berat BPK 3 :