Al- ‘Urf LANDASAN TEORI

C. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan Dalam Hukum Adat

1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan a. Pengertian Perkawinan Dalam Hukum Adat Perkawinan dalam arti „perikatan adat‟ adalah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Akibat hukum ini telah ada sejak sebelum perkawinan terjadi, yaitu misalnya dengan adanya hubungan pelamaran yang merupakan „rasan sanak‟ atau „rasan tuha‟.Setelah terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hak-hak dan kewajiban orang tua menurut hukum adat setempat, yaitu dalam pelaksanaan upacara adat dan kelanjutannya dalam peran serta membina dan memelihara kerukunan, keutuhan dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak mereka yang terikat perkawinan. 53 Menurut hukum adat perkawinan itu bersangkut paut dengan urusan famili, keluarga, masyarakat, martabat dan pribadi. Berbeda dari perkawinan seperti masyarakat barat yang modern yang menganggap perkawinan hanya merupakan urusan mereka yang kawin itu saja. 54 Dikalangan masyarakat hukum adat yang masih kuat prinsip kekerabatannya berdasarkan ikatan keturunan genealogis, maka perkawinan merupakan suatu nilai hidup untuk dapat meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial yang bersangkutan. Disamping itu ada kalanya suatu perkawinan merupakan sarana untuk memperbaiki hubungan kekerabatan yang telah menjauh atau retak, perkawinan juga merupakan sarana pendekatan dan perdamaian kerabat dan 53 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 2000, h. 8. 54 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995, h. 23. bersangkut paut dengan warisan kedudukan dan harta kekayaan. 55 Dalam pandangan masyarakat adat perkawinan itu bertujuan untuk membangun, membina dan memelihara hubungan kekerabatan yang rukun dan damai. Nilai-nilai yang hidup yang menyangkut tujuan perkawinan tersebut menyangkut pula kehormatan keluarga dan kerabat dan bersangkutan dalam pergaulan masyarakat, maka proses pelaksanaan perkawinan diatur dengan tata tertib adat, agar dapat terhindar dari penyimpangan dan pelanggaran yang memalukan, yang akan menjatuhkan martabat kehormatan keluarga dan kerabat bersangkutan. Menurut hukum adat suatu ikatan perkawinan bukan saja berarti bahwa suami dan isteri harus saling bantu membantu dan melengkapi kehidupan rumah tangganya, tetapi juga berarti ikut sertanya orang tua, keluarga atau kerabat kedua pihak untuk menunjang kebahagian dan kekekalan hidup rumah tangga mereka. Perkawinan menurut hukum adat tidak semata- mata berarti suatu ikatan antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri untuk maksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri maupun dari pihak suami. Terjadinya perkawinan, berarti berlakunya ikatan kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menunjang hubungan kekerabatan yang rukun dan damai. 56 55 Zuhraini, Serba Serbi Hukum Adat, cetakan ke-1, Bandar Lampung: Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung, 2013, h. 41. 56 Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Adat, cet- ke 5, Bandung: Citra Aditya Bakti,1995, h. 70. Dengan terjadinya perkawinan, maka diharapkan agar dari perkawinan itu dapat keturunan yang akan menjadi penerus silsilah orang tua dan kerabat, menurut garis ayah atau garis ibu ataupun garis orang tua. Adanya silsilah yang menggambarkan kedudukan seseorang sebagai anggota kerabat, adalah merupakan barometer dari asal usul keturunan seorang yang baik dan teratur. b. Asas- Asas Perkawinan Adat 1 Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubugan kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal. 2 Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama dan atau kepercayaan, tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para anggota kerabat. 3 Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang pria dengan beberapa wanita sebagai isteri yang kedudukannya masing-masing ditentukan menurut hukum adat setempat. 4 Perkawinan harus didasarkan atas persetujun orang tua dan anggota kerabat. Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau isteri yang tidak diakui masyarakat adat. 5 Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau masiha anak-anak. Begitu pula walaupun sudah cukup umur perkawinan harus berdasarkan izin orang tuakeluarga dan kerabat. 6 Perceraian ada yang dibolehkan dan ada yang tidak dibolehkan. 7 Keseimbangan kedudukan antara suami dan isteri-isteri berdasarkan ketentuan hukum adat yang berlaku. Dengan telah berlakunya UU No. 1 tahun 1974 diharapkan agar masyarakat adat akan dapat

Dokumen yang terkait

Prosesi Upacara Perkawinan Dan Makna Gelar Adat Bagi Masyarakat Adat Lampung Saibatin Paksi Benawang Buay Seputih

2 80 86

TRADISI SEBAMBANGAN (LARIAN) PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG PEPADUN DI KAMPUNG SRIMENANTI KABUPATEN WAYKANAN

6 86 62

PROSESI ADAT SEBAMBANGAN PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DI KECAMATAN SUNGKAI JAYA KABUPATEN LAMPUNG UTARA

2 66 70

Tradisi Sebambangan Dalam Adat Lampung Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Kelurahan Sinar Waya Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu Lampung

0 8 75

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN SEBAMBANGAN (KAWIN LARI) DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT LAMPUNG PEPADUN MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA.

0 0 1

PENYELESAIAN KAWIN LARI (SEBAMBANGAN) PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SAIBATIN DI KECAMATAN GUNUNG ALIP, TANGGAMUS

0 1 8

BAB II HAKIKAT GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN - MAKNA GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi di Pekon Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat) - Raden Intan Repository

0 2 16

BAB IV MAKNA GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN - MAKNA GELAR ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi di Pekon Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat) - Raden Intan Repository

0 0 8

BAB II HAKIKAT SIGOKH PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SAIBATIN A. Masyarakat adat Lampung saibatin 1. Konsep masyarakat - MAKNA FILOSOFIS SIGOKH PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi Pada Marga Pugung Penengahan Kecamatan Lemong Kabupaten Pesisir Bara

0 0 32

BAB IV ANALISIS MAKNA FILOSOFIS SIGOKH PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SAIBATIN A. Analisis Simbol Detail Sigokh Pada Masyarakat Adat Lampung Saibatin Di Marga Pugugung Penengahan Kecamatan Lemong Kabupaten Pesisir Barat - MAKNA FILOSOFIS SIGOKH PADA MASYARA

0 0 13