balita non-stunting
37,1 dan 22,9. Berdasarkan hasil
wawancara dengan ibu, jenis MP- ASI yang diberikan adalah sayuran
yang dihaluskan, sayuran yang dikukus, dan juga diberikan sumber
protein seperti tahu, tempe, hati ayam setelah bayi dapat menerima
beras atau sereal. Hasil penelitian Rohmani 2010, didapatkan
hubungan yang bermakna antara jenis MP-ASI yang diberikan dengan
status gizi BBU dan TBU. Sejalan dengan penelitian Vitriani 2010,
yang menyatakan ada hubungan antara jenis MP-ASI dengan status
gizi.
4. Analisis Perbedaan Pola Pemberian MP-ASI
Pola pemberian MP-ASI meliputi: lama pemberian ASI, usia pertama
kali pemberian MP-ASI, frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian
MP-ASI, bentuk MP-ASI, dan jenis MP-ASI. Perbedaan pola pemberian
MP-ASI dengan status gizi di Kelurahan Kartasura Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo adalah sebagai berikut:
Pola MP- ASI
Stunting Non-
Stunting P
value
Tepat Tidak
Tepat 3
8,6 32
91,4 17
48,6 18
51,4 0,000
chi-square Pola MP-ASI kategori tepat pada
balita non-stunting lebih besar yaitu sebesar 48,6 dibandingkan pada
balita stunting hanya sebesar 8,6 . Berdasarkan hasil analisis,
didapatkan nilai p sebesar 0,000, maka ada perbedaan pola
pemberian MP-ASI antara balita stunting dan non-stunting. Hasil uji
statistik juga didapatkan nilai contingency coefisien sebesar 0,405
atau 40,5 persen, yang menunjukkan bahwa sumbangan variabel pola
pemberian MP-ASI terhadap status gizi sebesar 40,5, sedangkan
sisanya atau sebesar 59,5 disumbangkan dari faktor lain.
Penelitian Septiana, Djannah, Djamil 2009, menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara pola pemberian MP-ASI yang dilihat
dari tingkat konsumsi energi dan status gizi balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta. Besarnya risiko apat
dilihat dari nila RR sebesar 3,238 yang artinya bila pola pemberian
MP-ASI baik maka akan meningkatkan risiko 3,238 kai
terhadap status gizi normal. Nilai contingency coefficient sebesar
0,281 atau 28,1 persen yang menunjukkan bahwa sumbangan
variabel pola pemberian MP-ASI
terhadap status gizi sebesar 28,1, sedangkan sisanya atau sebesar
71,7 disumbangkan dari faktor lain. .
D. KESIMPULAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah :
1. Rata-rata tinggi badan balita stunting 87,4 cm dan tinggi badan
balita non-stunting 94,47 cm,
sedangkan rata-rata nilai z-score balita stunting -2,78 SD dan balita
non-stunting adalah 1,24 SD. 2. Pola pemberian MP-ASI pada
balita stunting kategori tepat yaitu 91,4 lebih besar dibandingkan
pada balita non-stunting yaitu 51,. 3. Terdapat perbedaan pola
pemberian MP-ASI yang tepat dan tidak tepat antara balita stunting dan
non-stunting di Kelurahan Kartasura Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito W, 2008. Sistem Kesehatan, PT. Raja
Grafindo Perkasa. Jakarta. Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani
CM. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Depkes RI, 2006, Pedoman Umum Pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu MP-ASI Lokal, Direktorat
Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Depkes RI, 2010, Laporan Riskesdas. Badan Penelitian
dan Pengembangan Keshatan. Jakarta.
Depkes RI, 2010. Tabel WHO Antropometri 2005. Jakarta
Depkes RI, 2011 Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA November,
2
nd
2011 terbitan umur sama,tinggi berbeda http:
www.gizikia.depkes.go.id diakses tanggal 20
September 2013
Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. 2010. Laporan
Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo Tahun
2010. Sukoharjo.
Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta Meipita T, 2009. Hubungan Antara
Tingkat Pengetahuan Ibu, Pola Pemberian MP-ASI
Dengan Status Gizi Pada Bayi 6-12 bulan.
Pudjiadi S, 2001. Bayiku Sayang. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Rohmani, A. 2010. Pemberian Makanan Pendamping ASI
MP-ASIPada Anak Usia 1-2 Tahun Di Kelurahan Lamper
Tenganh Kecamatan Semarang Selatan, Kota
Semarang.
Prosiding Seminar Nasional Unimus.
Semarang. ISBN : 978.979.704.883.9
Saidin. S, Muherdiyantiningsih, 2008. Status Gizi Mikro Bayi