Tindakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Dalam Mengungkap Kesalahan Prosedural dan Kekosongan Hukum

(1)

TINDAKAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) BANDUNG DALAM MENGUNGKAP KESALAHAN PROSEDURAL DAN KEKOSONGAN

HUKUM

Untuk memenuhi syarat Tugas Kerja Praktek

Pembimbing : Hetty Hassanah, S.H, ,M.H

Nama : Garry Chandra Setiawan

Nim : 31608001

FAKULTAS ILMU HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA


(2)

(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Garry Chandra Setiawan Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Kolaka, 30 April 1991 Kewarganegaraan : Indonesia

Status perkawinan : Belum Kawin Tinggi, berat badan : 172 cm, 60 kg Kesehatan : Sangat Baik Agama : Islam

Alamat lengkap : Jl. Setiabudi no.36, Kec. Cidadap, Ledeng. Telepon, HP : 085979508131

E-mail : Anarchizme.vandalism@yahoo.co.id

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

» Formal

1996 - 2002 : SD Negeri 16 Jakarta Timur 2002 - 2005 : SMP Negeri 2 Bekasi 2005 - 2008 : SMAN Negeri 1 Kolaka » Non Formal

1998 - 1999 : Kursus Bahasa Inggris di LIA, Jakarta Timur 2002 - 2003 : Juara 1 Lomba Berenang Porda, Bekasi 2012-2012 : Table Manner Course, Bandung


(6)

KEMAMPUAN

Kemampuan Teknik Komputer dan Informatika (MS Word, MS Excel, MS Power Point, MS Access, MS Outlook, dll).

Kemampuan Internet.

Kemampuan Berbahasa Inggris

Bandung, 21 Januari 2013 Hormat saya,


(7)

CURRICULUM VITAE

Personal detail

Full Name : Garry Chandra Setiawan Gender : Male

Place & Date Of Birth : Kolaka, 30 April 1991 Nationality : Indonesia

Status : Single

Height/Weight : 175 Cm/ 60 Kg Health : Perfect

Religion : Moslem

Address : Jl. Setiabudi no.36, Kec. Cidadap, Ledeng. Mobile/Phone : 085979508131

E-Mail : Anarchizme.vandalism@yahoo.co.id

Educational Backround

1996 2002 : Elementary School No.16, East Jakarta 2002 2005 : Junior High School No.2, Bekasi

2005 2008 : Senior High School No.1, South East Celebes

2008 2013 : Law Department at Indonesian Computer University, Bandung

Course And Education

1998 - 1999 : English Language Course at LIA, East Jakarta 2002 - 2003 : First Champion swimming Contest at Porda, Bekasi


(8)

2012 - 2012 : Table Manner Course at Amarossa Hotel, Bandung

Qualifications

English Proficient (Writing, Listening, Speaking, Understanding) Computer (Ms.Word, Ms. Exel, Ms. Power Point)

Bandung, 20 April 2008 Hormat saya, (tanda tangan)


(9)

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan Hukum ... 3

C. Sejarah Lembaga Bantuan Hukum ... 3

D. Visi dan Misi Lembaga Bantuan Hikum (LBH) Bandung ... 7

E. Waktu dan Tempat Kerja Praktek ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Lembaga Bantuan Hukum ... 10

B. Tujuan Yang Ingin Dicapai Suatu Lembaga Hukum ... 15

C. Perhimpunan Advokad Indonesia ... 17

D. Kongres Advokad Indonesia ... 23

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK A. Pembagian Tugas ... 25


(10)

vi

BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG KESALAHAN PROSEDURAL DAN KEKOSONGAN HUKUM ...

A. Analisa Kekosongan hukum yang dilakukan oleh para penegak dan pejabat hukum... 28 B. Analisa Hukum tentang penyelesaian yang dapat dilakukan

apabila terjadinya kekosongan hukum ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 52 B. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...


(11)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr.Wb

Segala puji serta syukur Penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya, shalawat serta salam semoga tercurahkan limpahnya kepada Nabi besar kita Muhammad S.A.W, berkat taufik dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek ini.

Laporan kerja praktek Ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memenuhi mata kuliah kerja praktek di Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia. Adapun judul laporan kerja praktek adalah TINDAKAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) BANDUNG DALAM MENGUNGKAP KESALAHAN PROSEDURAL DAN KEKOSONGAN HUKUM

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan dorongan semua pihak dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek ini, penulis tidak akan bisa menyelesaikannya. Penulis menyadari pula bahwa isi maupun sistematika pembahasan laporan kerja praktek ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan akibat keterbatasan kemampuan serta pengalaman dari penulis sendiri.

Pada proses penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada Ibu Hetty Hassanah, S.H, M.H selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan kesabarannya dalam membimbing laporan kerja praktek ini, selain itu juga


(12)

ii

dalam kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soegoto, M.sc, Selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati. S.E., M.S., Ak., selaku Pembantu Rektor I Universitas Komputer Republik Indonesia;

3. Yth. Prof. Dr. Moh. Tajuddin, M.A., selaku Pembantu Rektor II Universitas Komputer Republik Indonesia;

4. Yth. Ibu Dr. Dra. Hdj. Aelina Surya., selaku Pembantu Rektor III Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Bapak Prof. Dr. H.R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Bapak Budi Fitriadi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Ibu Febillita Wulansari, S.H., selaku Dosen dan pembimbing ICT Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

10. Yth. Bapak Anthon F Susanto, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

11. Yth. Bapak Asep Iwan Iriawan, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;


(13)

iii

12. Yth. Ibu Farida Yulianti, S.H., S.E., M.M., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

13. Yth. Ibu Rachmani Puspitadewi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

14. Yth. Ibu Rika Rosilawati, A.Md., selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

15. Yth. Bapak Muray, selaku Karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

16. Yth. Bapak Arip Yogiawan, S.H., selaku Direktur di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung;

17. Yth. Ibu Mien Amperawati, selaku Bendahara di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung;

18. Yth. Ibu Hanita Susilawati, S.H., selaku Kepala Bidang Operasional di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung;

19. Yth. Bapak Unung Nuralamsyah, S.HI., selaku Kepala Bidang Internal di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung;

20. Yth. Bapak Sahali, S.H., selaku Kepala Divisi Sosial-Politik di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung;

21. Yth. Kakak Samuel David Parulian Situmorang, S.H., selaku Kepala Divisi Ekonomi, Sosial, dan Budaya di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung;

22. Yth. Kakak Destri Tsuraya Istiqamah, S.H., selaku Volunteer di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung;

23. Yth. Kakak Steven Suprantio, S.H., selaku Volunteer di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung;


(14)

iv

24. Yth. Kakak Dhanur Santiko, S.H., selaku Volunteer di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung;

Metaliza Patrianto, selaku kekasih hati yang selalu setia menemani dan memberi semangat penulis dalam mengerjakan laporan kerja praktek ini. Sahabat-sahabat, yang telah memberikan dukungan, dorongan dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan laporan kerja praktek ini. Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada : Ryan Yudhistira, Gusti Ayu Darmawati, Andyanto, Amal Gunawan, Aditya Ilham, Eko Susanto, Juvan Collins Napitupulu, Andy Hidayat, Rani Fatimah Zahra, Firdausi Mahaputra , dan Maychal Saut.

Akhir kata, semoga segala pengorbanan yang di berikan Mama dan Papa kepada penulis baik moril maupun materil mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan kiranya kita semua berada dalam lindungan-NYA.

Bandung, 18 Januari 2013


(15)

v


(16)

54

DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU:

Berkas perkara Abdul Rozak, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung.

Dasar hukum tertangkap tangan, A.Hamzah KUHP dan KUHAP. Penerbit, Rineka Cipta Jakarta.

PERUNDANG-UNDANG :

Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 378 KUHP.

Kitab Undang-undang Acara Pidana pasal 4, 5, 9, 56, 102, 103, 104, 105, 143, 156, KUHAP.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor.27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP).

WEBSITE :

www.lbhbandung.org/Sejarah _ LBH Bandung.html

www.peradi.or.id/ Perhimpunan-Advokat-Indonesia [ANGGOTA PERADI].html www.lbhbandung.org/Visi dan Misi _ LBH Bandung.htm


(17)

54


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerja praktik adalah kegiatan yang dilakukan mahasiswa dalam menerapkan ilmu yang telah diterima pada bangku kuliah untuk diterapkan dalam dunia kerja pada perusahaan atau instansi yang dipilih. Berdasarkan hal tersebut maka kerja praktik sangat membantu mahasiswa dalam mengenal dan sebagai gambaran agar mahasiswa tidak asing lagi ketika memasuki dunia kerja. Pelaksanaan kerja praktik wajib diikuti semua mahasiswa, karena kerja praktek adalah mata kuliah wajib sebelum menempuh skripsi. Kerja praktik merupakan salah satu usaha untuk menciptakan lulusan Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) khususnya Fakultas Hukum yang berkualitas, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual, sehingga dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat.

Proses dalam suatu negara hukum, penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan ketertiban, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum. Hal ini mengambarkan bahwa selain norma-norma sosial, norma hukum juga diperlukan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat, serta melindungi hak dan kewajiban warga negara dan menjamin terlaksananya keadilan hukum yang merata bagi seluruh warga negara.


(19)

2

Ketika aparat penegak hukum dan lembaga penegak hukum sudah tidak dipercaya dan di hormati lagi oleh masyarakat seharusnya para pencari keadilan dan kepastisan hukum mencari keadilan dan kepastian hukum ke lembaga penegakan hukum, bukan mencari ke lembaga lain apalagi mencarinya dengan melakukan Pengadilan Jalanan .

Sungguh menyakitkan dan tidak mencerminkan rasa keadilan di masyarakat, bukankah di dalam UUD 1945 amandemen ke 4, pasal 28 bagian D ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di mata hukum. Perlakuan yang sama dimata hukum (Equality before the law) akan menjadi tanpa makna bila tidak disertai dengan upaya Equal treatment yang menjadi tangggung jawab kita semua sebagai aparatur penegak hukum.

Pemaparan atas fenomena diatas adalah fenomena ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum dan lembaga penegak hukum, semata-mata ingin mengingatkan kita semuaharus menegakkan hukum sesuai dengan hukum dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dalam penegakkan hukum, karena untuk itulah hukum ada.

Pasal 187 KUHAP memang dinyatakan bahwa berita acara dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang memat keterangan tentang kejadian atau keadaan merupakan salah satu alat bukti. Apabila ditinjau dari segi formal, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) merupakan pembuktian formal yang sempurna karena dipenuhi ketentuan formal di dalam proses pembuatannya dan merupakan keterangan dari pejabat yang berwenang yang telah di sumpah jabatan.


(20)

3

B. Permasalahan Hukum

Berdasarkan dari latar belakang di atas, permasalahan hukum yang diangkat adalah :

1. Bagaimana kesalahan prosedural dan kekosongan hukum yang terjadi dalam penanganan sebuah kasus hukum ?

2. Bagaimana penyelesaian hukum yang dapat dilakukan apabila terjadinya kekosongan hukum tersebut ?

C. Sejarah Lembaga Bantuan Hukum

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau disingkat YLBHI tadinya adalah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang didirikan atas gagasan dalam kongres Persatuan Advokad Indonesia (Peradin) ke III tahun 1969. Gagasan tersebut mendapat persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat Peradin melalui Surat Keputusan Nomor 001/Kep/10/1970 tanggal 26 Oktober 1970 yang isi penetapan pendirian Lembaga Bantuan Hukum/Lembaga Pembela Umum yang mulai berlaku tanggal 28 Oktober 1970. Ketua Dewan Pembinanya sejak 25 April 2007 adalah Toeti Heraty Roosseno yang terpilih menggantikan Adnan Buyung Nasution. Pada akhir masa baktinya, Toeti digantikan untuk sementara oleh Todung Mulya Lubis dan secara definitif pada akhir 2011 dijabat oleh Abdul Rachman Saleh, mantan Hakim Agung yang kemudian dipilih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Jaksa Agung.


(21)

4

Pada 13 Maret 1980 status hukum LBH ditingkatkan menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 28 Oktober tetap dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun YLBHI.

Pada awalnya, gagasan pendirian lembaga ini adalah untuk memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang digusur, dipinggirkan, di PHK, dan keseharian pelanggaran atas hak-hak asasi mereka. Lambat laun rezim otoriter Orde Baru di bawah Soeharto membawa LBH menjadi salah satu subyek kunci bagi perlawanan terhadap otoriterianisme Orde Baru, dan menjadi simpul penting bagi gerakan pro-demokrasi1

Prinsip-prinsip bagi penegakan demokrasi, hak asasi manusia dan keadilan membawa LBH ke tengah lapangan perlawanan atas ketidakadilan struktural yang dibangun dalam bingkai Orde Baru. LBH memilih untuk berada di sisi pergerakan kaum buruh, petani, mahasiswa, kaum miskin kota, dan semua kekuatan yang memperjuangkan demokrasi.

LBH kemudian mengembangkan konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS), konsep yang didasarkan pada upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya negara hukum yang menjamin keadilan sosial dengan cara melibatkan klien untuk ikut menyelesaikan masalahnya sendiri, mengorganisir diri mereka sendiri dan pada akhirnya bisa mandiri dan tidak tergantung lagi kepada pengacaranya.

1

Sejarah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, www.advosolo.wordpress.com, diakses pada hari Jumat, 12 Oktober 2012 pukul 13.00 WIB.


(22)

5

LBH berkembang menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang kini memiliki 15 kantor cabang dan 7 pos yang tersebar dari Banda Aceh hingga Papua.

2. Keterkaitan Antara Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) didirikan atas gagasan dalam kongres Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) ke III tahun 1969. Gagasan tersebut mendapat persetujuan dari Dewan Pimpinan Pusat Peradin melalui Surat Keputusan Nomor 001/Kep/10/1970 tanggal 26 Oktober 1970 yang isi penetapan pendirian Lembaga Bantuan Hukum/Lembaga Pembela Umum yang mulai berlaku tanggal 28 Oktober 1970. Setelah beroperasi salam satu dasawarsa, pada 13 Maret 1980 status hukum LBH ditingkatkan menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan 28 Oktober tetap dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun YLBHI.

Pada awalnya, gagasan pendirian lembaga ini adalah untuk memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang digusur, dipinggirkan, di PHK, dan keseharian pelanggaran atas hak-hak asasi mereka. Lambat laun rezim otoriter Orde Baru di bawah Soeharto membawa LBH menjadi salah satu subyek kunci bagi perlawanan terhadap otoriterianisme Orde Baru, dan menjadi simpul penting bagi gerakan pro-demokrasi.


(23)

6

Pilihan untuk menjadi bagian dari gerakan pro-demokrasi merupakan tuntutan yang tidak bisa dihindari. Prinsip-prinsip bagi penegakan demokrasi, hak asasi manusia dan keadilan telah membawa LBH ke tengah lapangan perlawanan atas ketidakadilan struktural yang dibangun dalam bingkai Orde Baru. LBH memilih untuk berada di sisi pergerakan kaum buruh, petani, mahasiswa, kaum miskin kota, dan semua kekuatan yang memperjuangkan demokrasi. Atas realitas inilah LBH kemudian mengembangkan konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS), konsep yang didasarkan pada upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya negara hukum yang menjamin keadilan sosial. Hukum-hukum yang ditetapkan bukanlah hasil kompromi institusi-institusi negara dan kekuatan pasar dan modal semata, tetapi hukum yang dirumuskan atas dasar tuntutan dan aspirasi masyarakat.

LBH berkembang menjadi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang kini memiliki 14 kantor cabang dan 7 pos yang tersebar dari Banda Aceh hingga Papua. YLBHI sebagai sebuah organisasi masyarakat sipil memandang bahwa penyelenggaran negara haruslah didasari pada upaya perlindungan dan penjaminan bagi rakyat dalam memenuhi hak-hak ekonomi, sosial, budaya serta kebebasan-kebebasan dasar manusia. Semuanya ini harus bermuara kepada terwujudnya tatanan masyarakat yang menjunjung tinggi pinsip-prinsip keadilan sosial, hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi. Prinsip-prinsip ini harus terbingkai dalam bentuk penyelenggaraan negara yang mengimplementasikan kesejahteraan rakyat sekaligus memberi ruang yang sebesar-besarnya bagi tumbuh dan berkembangnya kekuatan-kekuatan masyarakat yang mampu melakukan kontrol atas


(24)

7

penyelenggaraan negara. YLBHI melihat bahwa kekuatan-kekuatan rakyat harus diposisikan sebagai subyek perubahan. Petani, buruh, mahasiswa, kaum miskin kota menjadi kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi partner bagi upaya membangun keadilan dan supremasi sipil.2

3. Visi Dan Misi Lembaga Bantuan Hukum Bandung

a. Visi

YLBHI dan Kantor-kantor LBH Daerah bersama-sama dengan komponen-komponen masyarakat dan Bangsa Indonesia yang lain berhasrat kuat dan akan berupaya sekuat tenaga agar di masa depan dapat:

1) Terwujudnya suatu sistem masyarakat hukum yang terbina di atas tatanan hubungan sosial yang adil dan beradab/berperikemanusiaan secara demokratis (A just humane and democratic socio-legal system); Terwujudnya suatu sistem hukum dan administrasi yang mampu menyediakan tata-cara (prosedur-prosedur) dan lembaga-lembaga melalui setiap pihak dapat memperoleh dan menikmati keadilan hukum (Afair and transparent institutionalized legal-administrative system);

2) Terwujudnya suatu sistem ekonomi, politik dan budaya yang membuka akses bagi setiap pihak untuk turut menentukan setiap keputusan yang berkenaan dengan

2

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, www.wordpress.com,diakses pada hari


(25)

8

kepentingan mereka dan memastikan bahwa keseluruhan sistem itu tetap menghormati dan menjunjung tinggi HAM (An open political-economic system with a culture that fully respects human rights).

b. Misi

Agar Visi tersebut di atas dapat terwujud, YLBHI akan melaksanakan seperangkat kegiatan misi berikut ini :

1) Menanamkan, menumbuhkan dan menyebar-luaskan nilai-nilai negara hukum yang berkeadilan, demokratis serta menjungjung tinggi HAM kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa kecuali;

2) Menanamkan, menumbuhkan sikap kemandirian serta memberdayakan potensi lapisan masyarakat yang lemah dan miskin sedemikian rupa sehingga mereka mampu merumuskan, menyatakan, memperjuangkan serta mempertahankan hak-hak dan kepentingan mereka baik secara individual maupun secara kolektif.

3) Mengembangkan sistem, lembaga-lembaga serta instrumen-instrumen pendukung untuk meningkatkan efektifitas upaya-upaya pemenuhan hak-hak lapisan masyarakat yang lemah dan miskin;

4) Memelopori, mendorong, mendampingi dan mendukung program pembentukan hukum, penegakan keadilan hukum dan pembaharuan hukum nasional sesuai dengan Konstitusi yang berlaku dan Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights);


(26)

9

5) Memajukan dan mengembangkan program-program yang mengandung dimensi keadilan dalam bidang politik, sosial-ekonomi, budaya dan jender, utamanya bagi lapisan masyarakat yang lemah dan miskin3

D. Waktu Dan Tempat Kerja Praktek

Penulis melakukan Kerja Praktek selama 130 jam, terhitung dari pukul 08.00 17.00 WIB, sejak tanggal 23 Juli 2012 s/d 10 Agustus 2012 bertempat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung yang berlokasi di Jln. Ir. Djuanda No. 128, Bandung.

3

Visi Dan Misi Lembaga Bantuan Hukum Bandung, www.lbhbandung.org, diakses pada

Hari Senin, 23 Juli 2012 pukul 16.30 WIB.


(27)

10

BAB II

LANDASAN TEORI MENGENAI RUANG LINGKUP LEMBAGA BANTUAN HUKUM YANG BERPERAN DALAM MASYARAKAT

A. Lembaga Bantuan Hukum 1. Pengertian

Profesi advokat lahir dari masyarakat untuk masyarakat yang di dorong oleh hati nuraninya untuk berkiprah menegakkan hukum dan keadilan serta mewujudkan supermisi hukum untuk semua aspek kehidupan. Profesi advokat/penasehat hukum adalah profesi yang mulia dan terhormat (offium nobile), menjalankan tugas pekerjaan menegakkan hukum di pengadilan bersama jaksa dan hakim (officar s of the court) dimana dalam tugas pekerjaannya dibawah lindungan hukum dan undang-undang. Jika profesi advokat telah diatur dengan suatu UU maka agar jelas kiprah dan fungsi serta perannya ditengah lapisan masyarakatnya khusus pencari keadilan. Advokat perannya ditengah hukum harus mampu mengoreksi dan mengamati putusan dan tindakan para praktisi hukum lainnya dan hal ini dibenarkan hukum dan perundang-undangan.

Advokat setiap nafasnya, harus tanggap terhadap tegaknya hukum dan keadilan ditengah lapisan masyarakat, dengan menghilangkan rasa takut kepada siapapun dengan tidak membeda-bedakan tempat, etnis, agama, kepercayaan, miskin atau


(28)

11

kaya dan lain-lain. Sebagainya memberi bantuan hukum setiap saat, demi tegaknya hukum keadilan. Advokat/penasehat hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodou) bagi orang yang tidak mampu, baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana bagi orang-orang yang disangka/didakwa berbuat pidana baik pada tingkat penyidikan maupun dimuka pengadilan yang oleh pengadilan diperkenankan beracara secara cuma-cuma. Dalam memberikan bantuan secara cuma-cuma maka dibentuklah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk golongan miskin dan dapat ditafsirkan sebagai salah satu usaha agar hukum dapat berperan sebagai pengisi kemajuan pembangunan (dengan sasaran keadaan yang lebih tertib dan pasti untuk lancarnya usaha pembangunan). Perlu dikembangkan suatu cara bantuan hukum yang efektif dan melembaga bagi yang tersangkut perkara, terutama sifat untuk golongan masyarakat yang kurang mampu.

Nanti seyogyanya bantuan hukum dengan tegas dinyatakan sebagai suatu bentuk pelayanan hukum kepada golongan miskin, dan sesuai dengan peranan yang berubah dari hukum dalam pembangunan nasional ini. Maka program bantuan hukum diberikan pula suatu kedudukan yang tersendiri sama dengan program-program lainnya6.

6

Definisi Lembaga Bantuan Hukum, Rambe Ropalin Tehnik Praktek Advokad diliat pada hari senin, 23 Juli 2012 pukul 14.55 WIB


(29)

12

2. Ciri-ciri Lembaga Bantuan Hukum

Zaman era globalisasi saat ini tentu banyaknya suatu tindakan kejahatan yang mendominasi di kalangan masyarakat, tidak mengenal kalangan atas ataupun kalangan menengah kebawah pun tidak luput dari suatu tindak pidana.

Maka dari itu, dengan adanya Lembaga Bantuan Hukum maka dapat membantu kalangan menengah kebawah yang merasa dirugikan dalam suatu kejadian sampai ke proses hukum, beberapa kasus yang bisa Lembaga Bantuan Hukum tangani antara lain :

a. Perkara Perdata dan Pidana (Litigasi) b. Hukum Perusahaan dan Perdagangan

c. Menyelesaikan dan membantu masalah hutang piutang perusahan /pribadi

d. Hukum Perbankan e. Hukum Pasar modal f. Masalah warisan

g. Kasus/masalah keluarga dan perceraian h. Kasus/masalah pertanahan dan perumahan

i. Kasus/masalah asuransi, dan Perburuan/ketenagakerjaan. j. Kasus Makpraktek

k. Kasus Perlindungan Konsumen7

7

Ciri-ciri Lembaga Bantuan Hukum, www.advosoloworpress.comdiakses pada hari Senin


(30)

13

3. Dasar Hukum Lembaga Bantuan Hukum

a. Pengaturan mengenai keberadaan LBH di Indonesia adalah, sesuai Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, BabVII, Pasal 37-40.

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Bab VI tentang Bantuan Hukum cuma-Cuma Pasal 22.

c. Pasal 54 57, 59, 62 ayat (1) dan (2) dan Bab VII Pasal 69 74 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.08-UM.06.02.Th.1992 Tanggal 28 Agustus 1992 Tentang Perubahan Atas Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia N0.24-UM.06.03 Th. 1985 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat kurangmampu.

d. Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.M.01-UM.08.10 Th. 1996 Tanggal 21 November 19968.

4. Peranan atau Fungsi Lembaga Bantuan Hukum Dalam Melakukan Advokasi Hukum.

a. Public service, Sehubungan dengan kondisi sosial ekonomis karena sebagian besar dari masyarakat kita tergolong tidak mampu atau kurang mampu untuk menggunakan dan membayar jasa advokat, maka Lembaga Bantuan Hukum memberikan jasa-jasanya dengan cuma-cuma.

8

Dasar Hukum LBH, www.lbhjatengcabangjepara.com, diakses pada hari Senin, 23 Juli 2012 pukul 15.02 WIB


(31)

14

b. Social education, Sehubungan dengan kondisi social cultural, dimana lembaga dengan suatu perencanaan yang matang dan sistematis serta metode kerja yang praktis harus memberikan penerangan-penerangan dan petunjuk-petunjuk untuk mendidik masyarakat agar lebih sadar dan mengerti hak-hak dan kewajiban-kewajibannya menurut hukum.

c. Perbaikan tertib hukum, Sehubungan dengan kondisi social politic, dimana peranan lembaga tidak hanya terbatas pada perbaikan-perbaikan di bidang peradilan pada umumnya pada profesi pembelaan khususnya, akan tetapi juga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan ambudsman selaku partisipasi masyarakat dalam bentuk kontrol dengan kritik-kritik dan saran-sarannya untuk memperbaiki kepincangan-kepincangan/mengoreksi tindakan-tindakan penguasa yang merugikan masyarakat.

d. Pembukaan lapangan (labour market), Berdasarkan kenyataan bahwa dewasa ini tidak terdapat banyak pengangguran sarjana-sarjana hukum yang tidak atau belum dimanfaatkan atau dikerahkan pada pekerjaan-pekerjaan yang relevan dengan bidangnya dalam rangka pembangunan nasional. Lembaga Bantuan Hukum jika saja dapat didirikan di seluruh Indonesia misalnya satu kantor Lembaga Bantuan Hukum, di setiap ibu kota kabupaten, maka banyak sekali tenaga sarjana-sarjana hukum dapat ditampung dan di manfaatkan.

e. Practical training, Fungsi terakhir yang tidak kurang pentingnya bahkan diperlukan oleh lembaga dalam mendekatkan dirinya dan menjaga hubungan baik dengan sentrum-sentrum ilmu


(32)

15

pengetahuan adalah kerja sama antara lembaga dan fakultas-fakultas hukum setempat. Kerja sama ini dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Bagi fakultas-fakultas hukum lembaga dapat dijadikan tempat lahan praktek bagi para mahasiswa-mahasiswa hukum dalam rangka mempersiapkan dirinya menjadi sarjana hukum dimana para mahasiswa dapat menguji teori-teori yang dipelajari dengan kenyataan-kenyataan dan kebutuhan-kebutuhan dalam praktek dan dengan demikian sekaligus mendapatkan pengalaman9.

5. Tujuan Yang ingin dicapai oleh suatu Lembaga Bantuan Hukum

Tujuan yang ingin dicapai oleh Lembaga Bantuan Hukum dapat dilakukan cara-cara antara lain, sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan pemberian bantuan hukum/atau pembelaan umum yang meliputi segala pekerjaan atau jasa advokat terhadap klien-nya di dalam maupun di luar pengadilan.

b. Mengadakan ceramah, diskusi, penerangan, penerbitan buku dan brosur dan lain sebagainya.

c. Mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga/badan-badan/instansi pemerintah.

d. Menyediakan diri selaku wadah guna latihan praktek hukum bagi para mahasiswa Fakultas Hukum.

9

Fungsi dan Peranan Lembaga Bantuan Hukum, www.masbied.com, diakses pada hari Senin 23 Juli 2012 pukul 15.21 WIB.


(33)

16

Atas dasar tujuan-tujuan Lembaga Bantuan Hukum, maka disusunlah beberapa program di dalam jangka waktu antara tahun 1970 1982. Program-program tersebut adalah mengenai pengembangan organisasi pengembangan HAM (Hak Asasi Manusia) pengembangan gagasan bantuan hukum dan perluasan bantuan hukum. Menarik untuk diungkapkan, adalah program-program pengembangan gagasan bantuan hukum tersebut dapat dicatat hal-hal sebagai berikut. Ada 2 tujuan utama :

a. Merumuskan konsep bantuan hukum struktural

b. Menyebarkan konsep bantuan struktural keseluruh wilayah Indonesia.

Sebelum undang-undang bantuan hukum terbentuk taraf revolusi sekarang ini perlu diadakan penelitian dalam pemberian bantuan hukum terutama oleh pokrol (peraturan menteri kehakiman No. I tahun 1965 tentang pokrol-pokrol adalah mereka yang memberi bantuan hukum sebagai mata pencaharian tanpa pengangkatan oleh menteri kehakiman dimana pokrol berkewajiban menegakkan hukum dengan jalan memberi nasehat, mewakili dan membantu seseorang, sesuatu badan atau sesuatu pihak di luar maupun di dalam pengadilan berdasarkan kesadaran bahwa hukum adalah alat revolusi, hukum berdasarkan pancasila dan berhaluan manispol usdek, hukum berfungsi pengayoman, hukum bertujuan mencapai dan meneggakan masyarakat sosiolis Indonesia yang adil dan


(34)

17

makmur, dan setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh bantuan hukum dan wajib diberi perlindungan yang wajar. Suatu organisasi massa yang menjadi anggota front nasional atau suatu partai politik dapat menunjuk seorang anggotanya yang bukan pokrol untuk memberikan bantuan hukum untuk suatu perkara tertentu di dalam pengadilan terhadap anggota lain yang terlibat dalam perkara perdata maupun pidana.10 B. Perhimpunan Advokad Indonesia (PERADI)

1. Latar Belakang

Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) adalah Organisasi Advokat yang didirikan berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. PERADI didirikan dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat.

Menurut Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tentang Advokat, Organisasi Advokat harus terbentuk dalam waktu paling lambat dua tahun sejak undang-undang tersebut diundangkan. Banyak pihak yang meragukan para Advokat dapat memenuhi tenggat waktu yang dimaksud oleh Undang-Undang.

Pada 21 Desember 2004 atau kurang lebih 20 bulan sejak diundangkannya Undang-undang advokat, advokat Indonesia yang tergabung dalam delapan organisasi advokat sepakat untuk

10

Tujuan Lembaga Bantuan Hukum, www.masbied.com,diakses pada hari Senin, 23 Juli


(35)

18

membentuk PERADI. Kedelapan organisasi advokat tersebut adalah yang secara bersama-sama ditugaskan oleh Undang-undang advokad untuk sementara menjalankan tugas dan wewenang organisasi advokat sebelum PERADI terbentuk yaitu IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI.

PERADI terbentuk setelah melalui musyawarah di antara pimpinan delapan organisasi advokat yang telah mendapatkan mandat dari seluruh anggota mereka baik melalui musyawarah nasional, musyawarah nasional luar biasa, ataupun melalui pertanggungjawaban di akhir masa kepengurusan masing-masing.

PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat berdasarkan Undang-undang advokat juga telah dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006. Mahkamah Konstitusi menyatakan antara lain organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara.

Perjuangan panjang PERADI untuk menjadi Organisasi Profesi Advokat satu-satunya sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokad, pada akhirnya membawa sukses dengan mendapatkan pengakuan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah memerintahkan Ketua-Ketua Pengadilan Tinggi mengambil sumpah Calon Advokat usulan PERADI.


(36)

19

Lengkaplah sudah eksistensi PERADI di Indonesia, karena secara de jure dan de facto PERADI telah diterima dan diakui sebagai organisasi wadah advokad di Republik Indonesia

Adapun fungsi-fungsi Perhimpunan Advokad Indonesia (PERADI) antara lain sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan pendidikan khusus profesi Advokat; b. Menyelenggarakan ujian advokat;

c. Mengangkat advokat yang telah lulus ujian advokat; d. Menyusun kode etik advokat indonesia

e. Melakukan pengawasan terhadap advokat;

f. Memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik profesi advokat;

g. Menentukan jenis sanksi dan tingkat pelanggaran advokat yang dapat dikenakan sanksi;

Adapun Tujuan dari Perhimpunan Advokad Indonesia (PERADI).

Tujuan Perhimpunan Advokad Indonesia, antara lain :

a. Menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan, serta meningkatkan kesadaran anggota masyarakatdalam negara hukum indonesia.

b. Menegakkan hak-hak asasi manusia dengan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945

c. Menumbuhkan dan memelihara rasa setia kawan di antara para advokad


(37)

20

d. Membela dan memperjuangkan hak dan kepentingan para advokad dalam melakukan tugasnya.

e. Turut aktif dalam pembangunan hukum nasional. f. Menegakkan kekebalan dalam menjalankan profesi g. Lebih meningkatkan Integritas moral dan profesionalisme.

Bahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya dalam menjalankan profesinya. Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan.

Bahwa profesi advokat adalah selaku penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung tinggi kode etik dan sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat pengakuan dan kepatuhannya terhadap kode etik Advokat yang berlaku.


(38)

21

Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar juga menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan.

Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan.


(39)

22

Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antar bangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Kendati keberadaan dan fungsi Advokat sudah berkembang sebagaimana dikemukakan, peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi Advokat sampai saat dibentuknya Undang-undang ini masih berdasarkan pada peraturan perundang-undangan peninggalan zaman kolonial, seperti ditemukan dalam

Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesia (Stb. 1847 : 23 jo. Stb. 1848 : 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya kemudian,

Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 : 8),

Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 : 446 jo.Stb. 1922 : 523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 : 522). Menggantikan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan yang sudahtidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku, serta sekaligus untuk memberi landasan yang kokoh pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam kehidupan masyarakat, maka dibentuk Undang-Undang ini sebagaimana diamanatkan pula dalam Pasal 38 Undang-Undang


(40)

23

Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun1999.

Dalam Undang-undang ini diatur secara komprehensif berbagai ketentuan penting yang melingkupi profesi Advokat, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian Advokat, seperti dalam pengangkatan, pengawasan, dan penindakan serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang kuat di masa mendatang. Di samping itu diatur pula berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas profesi Advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan serta terwujudnya prinsip-prinsipnegara hukum pada umumnya.

2. Kongres Advokad Indonesia (KAI)

Proses terbentuknya terbentuknya PERADI dianggap kurang demokratis, inkonstitusional dan tidak mewakili seluruh advokad karena hanya didirikan beberapa orang saja yang mengklaim mewakili organisasinya masing-masing, maka pada tanggal 30 mei 2008 di mana kemudian para advokad sepakat menyelenggarakan Munas para Advokad di Jakarta. Demikian merupakan bentuk pelaksanaan amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokad, sehingga kemudian terbrntuklah Kongres Advokad Indonesia (KAI).

Kongres Advokad Indonesia pertama kali menyelenggarakan ujian Calon advokad. Berkaitan dengan hal tersebut, KAI telah mengirimkan surat permohonan kepada ketua Pengadilan Tinggi di


(41)

24

seluruh Indonesiauntuk berkenan mengambilsumpah Calon Advokad sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokad, namun surat dari KAI tersebut tidak mendapatkan tanggapan. Bahkan Mahkamah Agung Republik Indonesia justru menghimbau kepada ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia untuk tidak mengambil sumpah.

Calon advokad baik dari PERADIN, KAI, PERADIN sebelum ketiga Organisasi Advokad tersebut bersatu dalam wadah tunggal sebagaimana amanat Undang- undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokad.Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 052/KMA/V/2009, tertanggal 1 Mei 2009, di mana dalam surat tersebut Mahkamah Agung juga menyatakan tidak turut campur dalam urusan intern organisasi advokad.

Ini tentu saja melanggar amanat Undang- undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokad dan juga bertentangan dengan isi surat Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 052/KMA/V/2009 itu sendiri. Karena jika Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak turut campur dalam urusan intern organisasi advokad, seharusnya Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak melarang Ketua Pengadilan Tinggi diseluruh indonesia untuk mengambil sumpah calon advokad, meskipun para Calon Advokad tersebut tidak bisa dihalangi untuk beracara di Pengadilan karena pada kenyataannya para Calon Advokad mengalami kendala pada saat menjalankan profesinya selaku aparat penegak hukum.


(42)

25


(43)

25

BAB III

KEGIATAN KERJA PRAKTEK DI LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) BANDUNG

A. Pembagian Tugas

Pada kegiatan kerja praktik yang telah dilakukan selama kurang lebih satu bulan (100 Jam) di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, penulis telah melakukan berbagai hal, yang berkaitan dengan susunan dan penyuluhan di lingkungan masyarakat.

1. Melakukan diskusi bersama-sama dengan para lulusan-lulusan Sarjana Hukum yang saat ini sedang melakukan pelatihan bantuan hukum sekaligus bekerja magang di LBH ini.

2. Membantu sekaligus mengenal proses peradilan yang dilakukan oleh para personil Lembaga Bantuan Hukum Bandung terhadap Client. 3. Ikut serta dalam pembuatan film dokumenter tentang hukum di Ranca

Bentang Cimbeleuit, Bandung.

4. Membantu para syariat buruh dan para petani dalam mencari sebuah penegakkan hukum yang adil tanpa melihat status.

5. Belajar mengenal proses peradilan industri yang dilakukan di Pengadilan industri yang berada di Jln. Soekarno-Hatta yang belum pernah penulis dapatkan sebelumnya.

Waktu yang diberikan tidaklah cukup untuk memahami rutinitas pekerjaan advocat. Satu bulan cukup mengenal semuanya, yang sebelumnya


(44)

26

penulis belum pernah menyentuh atau menjangkau rutinitas dan fleksibelitas yang dilakukan para advocat. Dengan adanya kegiatan kerja praktek ini, maka Penulis dapat memahami dari kode etik dan etika profesi dari para advocat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung ini.

B. Struktur Organisasi

Struktur organisasi yang terdapat di lembaga bantuan hukum (LBH) Bandung ialah, antara lain1 :

1. Arip Yogiawan, S.H., sebagai Direktur Email : Arip.yogiawan@lbhbandung.org 2. Mien Amperawati sebagai Bendahara

Email : Mien.amperawati@lbhbandung.org

3. Hanita Susilawati, S.H., sebagai Kepala bidang operasional Email : Hanita.susilawati@lbhbandung.org

4. Unung Nur Alamsyah, S.H.I., sebagai Kepala bidang internal Email : Unung.nuralamsyah@lbhbandung.org

5. Sahali, S.H., sebagai Kepala divisi sipil-politik Email : Ali.sahali@lbhbandung.org

6. Samuel David Situmorang sebagai Kepala divisi Ekosob Email : Samuel.situmorang@lbhbandung.org

7. Destri Tsuraya Istiqamah, S.H., sebagai Volunteer

Email : Destri.istiqamah@lbhbandung.org 8. Steven Suprantio, S.H., sebagai Volunteer

Email : Steven.suprantio@lbhbandung.org

1

Struktur Organisasi Lembaga Bantuan Hukum Bandung, www.lbhbandung.org, diakses pada Hari Senin, 23 Juli 2012 pukul 16.07 WIB.


(45)

27

9. Dhanur Santiko, S.H., sebagai Volunteer Email : Dhanur.santiko@lbhbandung.org


(46)

28

BAB IV

ANALISIS HUKUM TENTANG KESALAHAN PROSEDURAL DAN KEKOSONGAN HUKUM ATAS PENANGKAPAN ABDUL ROJAK SERTA MENGAJUKAN NOTA KEBERATAN (EKSEPSI) DAN NOTA

PLEDOI ATAS TUNTUTAN JAKSA

A. Kekosongan Hukum Yang Dilakukan Oleh Para Penegak Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.


(47)

29

1. Pada Proses Penyelidikan dan Penyidikan

Penyelidikan adalah tindakan kepolisian dalam menentukan ada tidaknya unsur pidana dari suatu kejadian. Dasar hukum penyelidikan antara lain :

a. Pasal 4, 5, 9, 102, 103, 104 dan 105 KUHAP.

b. Peraturan pemerintah RI No. 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.

c. UU RI No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan RI untuk mengadakan penyelidikan terhadap tindak pidana khusus. 1) Tindak Pidana Subversi yang diatur dalam UU No. 11 /

NPS / tahun 1963.

2) Tindak Pidana Ekonomi yang diatur dalam UU No. 07 Drt tahun 1955.

3) Tindak Pidana Korupsi yang diatur dalam UU No. 03 tahun 1971.

Tahap-tahap yang dilakukan dalam melakukan suatu penyelidikan dan kapan suatu penyelidikan dapat dimulai adalah sebagai berikut :

Menurut KUHAP, penyelidikan diintradusir dengan motivasi pelindungan HAM dan pembatasan ketat terhadap penggunaan upaya paksa,m dimana upaya paksa baru digunakan sebagai tindakan yang terpaksa dilaksanakan, Penyelidikan mendahului tindakan tindakan lain yaitu untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang diduga tindak pidana dapat dilaksanakan penyelidikan.


(48)

30

Penyidikan adalah Kegiatan Polisi dalam membuat terang suatu kasus yang terjadi dengan mengumpulkan alat bukti yang sah, baik berupa barang bukti, keterangan saksi, keterangan saksi ahli, surat, dsb. Sebagaimana yang dimaksud dalam KUHAP pasal 6 :

a) Pejabat polisi negara Republik Indonesia;

b) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Dalam KUHAP pasal 7 :

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :

a. Menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Dalam pasal 9 KUHAP :

Penyelidik dan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.


(49)

31

2. Perbedaan Antara Tindakan Hukum Tertangkap Tangan Dan Penangkapan.

Pertama-tama ada perbedaan yang jelas antara tindakan hukum tertangkap tangan dan tindakan hukum penangkapan, menurut Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pasal 1 angka 19 :

Tertangkap tangan adalah Tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana atau dengan diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yyang menunjukan dia adalah seorang pelaku atau turut melakukan atau turut membantu tindak pidana tersebut .1

Penangkapan menurut Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pasal 1 angka 20 :

Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini

a. Berita Acara Pemeriksaan (BAP)

Dalam pasal 75 ayat (2), Berita Acara Pemeriksaan dibuat dengan perintah jabatan, bahkan diperintahkan untuk

1

Dasar Hukum Tertangkap Tangan, A.Hamzah KUHP &KUHAP Penerbit Rineka Cipta Jakarta cetakan keenam belas, dilihat pada hari Selasa, 31 Juli 2012 pukul 13.35 WIB


(50)

32

ditandatangani pula oleh orang yang membuat berita acara pemeriksaan

b. Jaksa Penuntut Umum Mempelajari Dan Meneliti Hasil Pemeriksaan Penyidik.

Jaksa penuntut umum sebagaimana disebutkan di dalam KUHAP pasal 13 diberikan wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penuntutan , namun sebelum melakukan penuntutan, jaksa penuntut umum diberikan wewenang sebagaimana diatur dalam pasal 14 huruf (a) KUHAP untuk menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dan penyidik atau penyidik pembantu.

Sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP pasal 138 ayat (1) yang dimaksud, Meneliti adalah tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan apakah orang atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah sesuai ataukah memenuhi syarat pembuktian .

c. Hak-hak Tersangka Dalam Terjadinya Suatu Proses Hukum. Sebagaimana di dalam 56 ayat (1) KUHAP:

... atau mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun (Lima) atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka .

d. Menghadirkan Saksi/Ahli Yang Dapat Meringankan Terdakwa Di Depan Pengadilan.


(51)

33

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau dia alami sendiri.

Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan.

Sebagaimana dalam pasal 65 KUHAP di sebutkan hak tersangka, yaitu :

Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan karangan yang menguntungkan bagi dirinya .

Pasal 116 ayat (3) KUHAP, yaitu :

Diberikan kewajiban kepadanya penyidik untuk bertanya Apakah tersangka menghendki di dengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya ? dan bila ada penyidik harus mencatat dan mengahadirkan saksi dan memeriksa saksi yang dapat menguntungkan tersebut.

(Vide pasal 116 ayat (3) jo pasal 116 ayat (4) )

Legal drafter pasal 65 KUHAP dan pasal 116 ayat (3) KUHAP juga dikuatkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi.

e. Nota Keberatan (Eksepsi)

Atas dakwaan Penuntut Umum, terdakwa memiliki hak untuk mengajukan keberatan/ tangkisan terhadap dakwaan tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP yang dalam praktek peradilan biasa disebut dengan


(52)

34

Keberatan diajukan setelah surat dakwaan dibacakan oleh Penuntut Umum dan keberatan diajukan secara tertulis sebelum sidang memeriksa materi perkara, apabila keberatan diajukan di luar kesempatan tersebut tidak akan diperhatikan. Untuk mengajukan keberatan tidak diatur bagaimana bentuk keberatan itu, hanya dalam undang-undang dijelaskan tentang jenis dari keberatan itu. Menurut pasal 156 ayat (1) KUHAP, jenis keberatan ada 3 macam dengan 3 macam keberatan tersebut terdakwa/ penasehat hukumnyadapat mengajukan 3 macam sekaligus atau memilih salah satu yang ada relevansinya antara keberatan dengan surat dakwaan. 3 macam keberatan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya;

Keberatan tentang wewenang pengadilan tersebut adalah berkenaan dengan kompetensi dari pengadilan tersebut yaitu Kompetensi Absolu dan Kompetensi Relatif.

a) Kompetensi Absolut, adalah berhubungan dengan kekuasaan mengadili dari suatu pengadilan, bahwa tidak setiap pengadilan mempunyai kekuasaan mengadili satu kasus perkara. Pengadilan Negeri Umum tidak memiliki kekuasaan mengadili jenis perkara Tata Usaha


(53)

35

Negara, Pengadilan Agama tidak memiliki kekuasaan mengadili jenis perkara Pidana. b) Kompetensi Relatif, adalah bahwa tiap

pengadilan itu mempunyai daerah hukum. Apabila misalkan suatu tindak pidana dilakukan seseorang di daerah hukum Malang maka yang memiliki kekuasaan/kewenangan mengadili adalah Pengadilan Negeri Malang. Jadi apabila terdakwa melakukan tindak pidana di Malang, akan tetapi perkara tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri Pasuruan, maka terdakwa/penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan/ eksepsi dengan alasan bahwa Pengadilan Negeri Pasuruan tidak tidak memiliki kewenangan untuk mengadili.

2) Keberatan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima;

Keberatan dengan alasan surat dakwaan tidak dapat diterima pada umumnya didasarkan atas kewenangan menuntut dari Penuntut Umum, apabila wewenang Penuntut Umum dalam menuntut suatu tindak pidana sudah hapus dan tindak pidana sudah hapusdan tindak pidana tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan, terdakwa/ penasehat hukumnya berhak mengajukan keberatan atas hak menuntuk dari Penuntut Umum atas suatu perkara sudah hapus. Apa


(54)

36

yang dimaksud kewenangan hak Penuntut Umum untuk menuntut suatu tindak pidana sudah dihapus diatur dalam pasal :

a) Pasal 75 KUHP mengatur orang yang mengadukan Pengaduan berhak menarik kembali dalam waktu 3 bulan setelah pengaduan diajukan Menurut pasal tersebut apabila suatu tindak pidana aduan, dimana pengadu telah menarik kembali aduannya, namun tindak pidana tersebut dilimpahkan ke pengadilan oleh Penuntut Umum untuk disidangkan. Dalam hal tersebut, terdakwa/penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima dengan alasan bahwa aduan telah ditarik kembali dan menurut pasal 75 KUHP kewenangan Penuntut umum telah dihapus. b) Kasus pidana yang diatur dalam pasal 76 KUHP

yang biasa disebut nebis in idem .

c) Kasus pidana yang diatur dalam pasal 78 KUHP yang biasa disebut daluwarsa .2

3) Keberatan bahwa surat dakwaan harus dibatalkan. Dasar surat dakwaan harus dibatalkan diatur dalam pasal 143 ayat 2 dan 3 KUHAP. Apabila surat dakwaan

2

Nota Keberatan (Eksepsi), www.blogspot.com,diakses pada hari Selasa, 1 Agustus 2012 pukul 13.45 WIB


(55)

37

yang dibuat oleh penuntut umum tidak memenuhi unsur materiil yang dimuat dalam pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP adalah batal demi hukum. Sedangkan surat dakwan yang tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP dapat dibatalkan oleh hakim karena dapat mengakibatkan eror in persona.

3. Nota Pledoi (Pembelaan)

Tuntutan Pidana dan Pledoi (Pembelaan) pada dasarnya merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana dan sebenarnya dapatlah dikatakan Bahwa keberadaan tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, saling berkaitan dengan Nota Pembelaan yang diajukan oleh terdakwa atau Penasehat Hukum Terdakwa, karena tuntutan pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, maupun pembelaan yang diajukan oleh terdakwa atau Penasehat Hukum Terdakwa, pada hakekatnya merupakan proses dialogis jawab menjawab terakhir dalam suatu proses pemeriksaan suatu perkara pidana;

Berdasarkan ketentuan hukum Acara Pidana Pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP, maka kepada terdakwa dan atau Penasehat Hukum Terdakwa diberikan hak untuk mengajukan Pledoi


(56)

38

(Pembelaan) atas Tuntutan Pidana yang telah diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum ;

Kesempatan ini perlu kami tegaskan, karena pada hakekatnya pengajuan Pledoi (Pembelaan) ini bukanlah bertujuan untuk melumpuhkan dakwaan dan Tuntutan Pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi perbedaan argumentasi, prinsip dan pandanganlah yang menimbulkan kesenjangan diantara kedua misi yang diemban, namun kesemuanya itu bermuara pada kesamaan tujuan yaitu : usaha dan upaya melakukan penegakan hukum serta keinginan untuk menemukan kebenaran yang hakiki di mata hukum;

Berdasarkan uraian dan penjelasan yang telah kami sampaikan tersebut di atas, dapatlah kiranya dijadikan sebagai suatu dasar hukum bagi terdakwa / Penasehat Hukum Terdakwa dalam menyampaikan Pledoi (Pembelaan) ini.3

4. Penyelesaian Hukum Apabila Adanya Kekosongan Hukum.

Pada persidangan sebelumnya pada tanggal 29 Februari 2012, jaksa penuntut umum telah membacakan dakwaannya. Atas dakwaan Jaksa penuntut umum tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung sebagai penasihat hukum terdakwa menyatakan bahwa surat dakwaan tersebut disusun berdasarkan pada proses beracara yang terdapat kecacatan atau Error In Procedure.

3

Nota Pledoi (Pembelaan), www.wordpress.com, diakses pada hari Selasa, 1 Agustus 2012 pukul 14.09 WIB


(57)

39

Adapun cacat beracara tersebut dalam proses kasus ini adalah sebagai berikut :

a. Pada Proses Penyelidikan Dan Penyidikan.

1) Tertangkap Tangan Atau Ditangkap Dengan Penangkapan;

Pertama-tama ada perbedaan yang jelas antara tindakan hukum Tertangkap Tangan dengan tindakan hukum Penangkapan. Menurut undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1 angka 19 :

Tertangkap Tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabikla sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana dan menunjukan dia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu tindak pidana tersebut .

Penangkapan menurut undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pasal 1 angka 20 :


(58)

40

Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini .

Pengertian tersebut diatas kerena dalam berkas perkara ditemukan bahwa adanya beberapa kejanggalan, hal tersebut mengandung indikasi yang kuat bahwa dalam proses hukum acara pidana disimpangi dalam proses perkara Abdul Rojak.

Pertama-tama dalam perkara ini ditemukan adanya surat perintah penangkapan No.Pol : sp.KAP/23/XII/2011/Reskrim tertanggal 18 Desember 2011 yang ditandatangani oleh Kapolsek Cibeunying Kaler, selaku penyidik untuk melakukan penangkapan kepada : Abdul Rojak bin ipar sapari Alm. (Sekarang Terdakwa), agar abdul rojak dibawa ke kantor Kepolisian tersebut untuk segera dilakukan pemeriksaan karena diduga keras melakukan tindak pidana pencurian , yang terjadi pada hari minggu 18 Desember 2011 pukul 22.30 WIB di jalan cikutra di GOR citra, Bandung. Sebagaimana di maksud dalam pasal 363 KUHP.

Berdasarkan surat perintah penangkapan, jelas terhadap saudara Abdul Rojak dilakukan tindakan Hukum Penangkapan sebagaimana penulis


(59)

41

ungkapkan diatas dan kita pahami bersama, alasan penangkapan sebagaimana di tuliskan di dalam surat penangkapan untuk melakukan pemeriksaan karena diduga keras melakukan tindak pidana pencurian, sebagaimana dimaksud di dalam pasal 363 KUHP hal ini sesuai dengan pengertian penangkapan menurut undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 1 angka 20.

Setelah penulis membaca berkas kasus Abdul Rojak dan kemudian melihat dan mempelajari salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik dengan yang terperiksa adalah saksI Wawan Zaenal (Anggota Sat. Intel Polsek Cibeunying Kaler), bahwa petikan pertanyaan dan jawaban yang diberikan di dalam BAP tersebut maka jelas yang dimaksud dalam BAP tersebut Abdul Rojak Tertangkap tangan pada saat melakukan pencurian kabel LAN, pada sekitar pukul 23.30 WIB.

Sudah penulis ungkapkan di atas dan kita semua pahami bersama sangatlah berbeda antara apa yang dimaksud dengan Tertangkap Tangan dan Penangkapan. Jelaslah hal ini membingungkan dan menimbulkan sangkaan telah terjadi kesalahan prosedur yang dilakukan oleh Penyelidik dan Penyidik.


(60)

42

Pasal 1 angka 20 KUHAP tersebut disyaratkan untuk melakukan penangkapan, penyidik harus telah memiliki/terdapat bukti. Syarat yang kedua adalah untuk kepentingan penyidikan. Maka jelas penyidik dalam mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan tidak boleh dilakuan dengan sewenang-wenang karena akan menciderai HAM dan Hak Konstitusi dari tersangka Abdul Rojak.

Prosedur yang harus ditempuh oleh penyidik untuk mendapatkan bukti permulaan yang cukup, harus mulai dilakukan tindakan penyelidikan, penyelidik sendiri menurut pasal 5 KUHAP dijelaskan karena kewajiban mempunyai wewenang untuk :

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang adanya suatu tindak pidana.

2) Mencari keterangan dan barang bukti.

3) Menyuruh berhenti seseorang yang di curigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal.

4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Seluruh rangkaian prosedur tersebut diatur di dalam KUHAP, maka jelas tidak boleh ada salah satu prosedurpun yang dalam pasal 5 huruf b angka 1,


(61)

43

pasal 7 huruf d, pasal 16 ayat (1), pasal 16 ayat (2), pasal 17 yang boleh tidak dilakukan oleh penyelidik dan penyidik. Semua prosedur itu harus dilakukan agar penyidik dapat menggunakan wewenangnya mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan.

b). Rekayasa Dalam pembuatan BAP Pelapor/Saksi dan Pembuatan BAP Pelapor/Saksi;

Penulis mempelajari dan meneliti BAP yang dibuat oleh penyidik untuk memeriksa pelapor/saksi ternyata tidak ada satu katapun yang berbeda baik pertanyaan, jawaban yang diberikan, tanda baca titik, tanda baca koma, atau dengan kata lain penyidik telah menyalin seluruh keterangan yang ada. Ini jelas bertentangan dengan pasal 75 KUHAP :

1) Berita acara dibuat setiap tindakan tentang :

a. Pemeriksaan tersangka; b. Penagkapan;

c. Penahanan; d. Penggeledahan; e. Pemasukan Rumah; f. Penyitaan Benda; g. Pemeriksaan Surat; h. Pemeriksaan Saksi;

i. Pemeriksaan di tempat kejadian;

j. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;

k. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.


(62)

44

2) Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada ayat (1) dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan.

3) Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada ayat (2) ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalath tindakan tersebut pada ayat (1).

Penyidik memerintahkan untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) setiap melakukan tindakan pemeriksaan saksi. Lebih jauh lagi penyidik jelas melanggar sumpah jabatannya seperti yang tertuang pada pasal 75 ayat (2).

Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersebut seluruhnya di salin oleh penyidik, jelas sangat merugikan isi dari BAP yang memuat keterangan saksi walaupun BAP tersebut dibuat dengan sumpah jabatan dan ditandatangani oleh saksi.

Teringat dalam pikiran, bahwa pelaporan terjadinya tindak pidana pencurian bahwa dilaporkan pada tanggal 18 Desember 2011 pukul 23.57 WIB, sementara di dalam kedua Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersebut dibuat jam 21.50 WIB.


(63)

45

Tindakan yang dilakukan oleh penyidik sudah terang benderang menodai sumpah jabatan yang digunakan untuk membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), bahkan penyidik telah melumpuhkan harkat dan martabat Tri Brata Kepolisian Republik Indonesia terkadang makna yang luhur. Praktek-praktek manipulasi seperti ini jelas sangat bertentangan dengan slogan Kepolisian Republik Indonesia Kami belum sempurna, tapi kami selalu berupaya .

b. Kejaksaan Negeri Bandung Telah Lalai Karena Memperpanjang Masa Penahanan Abdul Rojak.

Kesalahan prosedur yang dilakukan oleh penyelidik dan penyidik bagian tertangkap tangan dan atau di tangkap dengan penangkapan telah terungkap yang sesungguhnya terjadi berdasarkan keterangan saksi.

Kemudian dalam fakta-fakta dan analisa pada bagian yang sama juga telah terungkap adanya rekayasa yang dilakukan oleh penyidik untuk membuat Surat Perintah Penangkapan.

Barang bukti pencurian kabel LAN sudah ada di tangan penyidik, seluruh BAP sudah sudah selesai dibuat pada tanggal 19 Desember 2011, dan setelahnya tidak ada lagi BAP atau pemeriksaan lain maka yang menjadi adalah


(64)

46

bahwa Kejaksaan Negeri Bandung memperpanjang masa penahanan tersangka. Sudah jelas bahwa penyidikan yang dilakukan penyidik sudah selesai terhitung pada tanggal 19 Desember 2011.

Resume hasil pemeriksaan dari penyidik Polsek Cibeunying Kaler telah di jelaskan hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu, bahkan seharusny Jaksa muda sudah dapat mengetahui dari hasil membaca dan meneliti resume hasil pemeriksaan dari penyidik Polsek Cibeunying Kaler. Bahwa sesungguhnya Penyidikan terhadap tersangka Abdul Rojak telah selesai pada tanggal 11 Desember 2011, jadi sudah jelas pada saat surat permohonan perpanjangan penahanan yang di mohonkan oleh penyidik diajukan kepada institusi Kejaksaan bahwa penyidikannya sudah selesai.

Tersangka Abdul Rojak mulai di tahan pada tangggal 19 Desember 2011 (Saat itu, sekali lagi bahwa penyidikan sudah selesai dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu) dan berlaku masa penahanan 20 hari sebagaimana disebutkan pasal 24 bahwa :

1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari.

2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperIukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh


(65)

47

penuntut umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.

3) Ketentuan sebagamana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dan tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

4) Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dan tahanan demi hukum

Berarti dalam masa penahanan berlaku sampai dengan tanggal 7 Januari 2012, memperhatikan hal tersebut sangat tidak beralasan Jaksa muda mengeluarkan Surat Perpanjangan Penahanan pada tanggal 28 Desember 2011 (Padahal penyidik Polsek Cibeunying Kaler masih punya waktu kurang lebih 11 hari, walaupun permohonan perpanjangan penahanan tidak dikabulkan).

Kejaksaan Negeri Bandung akibat kelalaiannya dengan tidak membaca dan meneliti terlebih dahulu resume hasil pemeriksaan dari penyidik Polres Cibeunyin Kaler, telah merugikan Tersangka Abdul Rojak yang menurut pasal 50 ayat (1) KUHAP memiliki hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan oleh penuntut umum, diajukan perkaranya ke persidangan oleh penuntut umum dan diadili di Pengadilan, juga kelalaian Jaksa Muda jelas melanggar asas KUHAP yaitu : Cepat, Sederhana, Biaya Ringan.


(66)

48

c. Jaksa Penuntut Umum Berkewajiban mempelajari dan Meneliti Hasil Pemeriksaan Penyidik;

Setelah menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik pembantu, Jaksa penuntut umum dibebankan kewajiban oleh KUHAP untuk mempelajari dan meneliti hasil penyidikan dari penyidik. Bagian penjelasan undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hykum Acara Pidana (KUHAP) pasal 138 ayat (1), yang dimaksud :

Meneliti adalah tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan apakah orang atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah selesai ataukah telah memenuhi syarat pembuktian, Jaksa Penuntut Umum untuk mempelajari dan meneliti ini sangat penting karena tujuannya untuk mempersiapkan penuntutan .

Jaksa penuntut umum berwenang menentukan suatu peristiwa adalah tindak pidana atau bukan sebagaimana dimaksud pasal 140 ayat (2) huruf a Kewenangan menentukan suatu peristiwa adalah tindak pidana atau bukan adalah kewenangan dari penyelidik sebagaiman diatur dalam 14 huruf i KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini .

Penjelasan undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 14 huruf i dijelaskan sebagai berikut : Yang dimaksud dengan tindakan lain ialah antara lain meneliti identitas tersangka,


(67)

49

barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi penyidik, penuntut umum, dan pengadilan .

Wewenang dan kewajiban yang diberikan dan dibebankan oleh KUHAP kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedemikian besar dan berat inilah yang membuat jaksa penuntutut umum lupa diri, melalaikan segala kewajibannya untuk melakukan cross check kepada hasil-hasil penyidikan yang hak-hak tersangka, yaitu :

1) Melakukan kesalahan prosedur di dalam melakukan proses penangkapan tersangka Abdul Rojak, yang mana sudah jelas dan diakui dalam BAP saksi Wawan Zaenal , bahwa dirinya menangkap tangan tersangka Abdul Rojak pada saat melakukan pencuriaan kabel LAN, namun dibuat Surat Penangkapan tertanggal 18 Desember 2011. 2) Melakukan rekayasa untuk mengeluarkan Surat

Perintah Penangkapan No Pol : Sp. KAP/23/XII/2011/Reskrim tertanggal 18 Desember 2011, sebelim jam 32.30 WIB, padahal laporan nomor : STPL/444/XII/B/2011/Sektor atas nama Supriadi yang dibuat oleh Pelapor/saksi Supriadi baru dibuat pada pukul 23.57 WIB.


(68)

50

3) Melakukan rekayasa BAP dengan saksi yang diperiksa, di waktu yang bersamaan dan keterangan yang diberikan sama persis.

4) Melanggar hak tersangka untuk didampingi Penasehat hukum dalam proses penyidikan dan diberitahuan bahwa penasehat hukum secara cuma-cuma sebagaimana yang diatur di dalam pasal 56 ayat (1) jo pasal 114 jo pasal 56 ayat (2) KUHAP.

5) Melanggar hak tersangka untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan dirinya sebagaimana diatur dalam pasal 65 KUHAP dan pasal 116 ayat (3) KUHAP.

6) Melanggar hak tersangka untuk segera perkaranya segera di proses secara hukumn segera disidik, segera perkaranya dilimpahkan ke pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum dan segera diperiksa du Pengadilan sebagaimana berlaku asas dalam KUHAP, yaitu Cepat,sederhana, dan ringan biaya. Jaksa Penuntut umum seharusnya setelah menggunakan kewenangannya untuk mempelajari, meneliti hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu yang penuh rekayasa dan memerkosa hak-hak tersangka, HAM, dan hak Konstitusional kemudian menggunakan wewenang yang ada padanya untuk


(69)

51

menghentikan penuntutan, sebaliknya malah menggunakan kewenanganyang ada padanya yang diberikan oleh KUHAP, tujuannya untuk menegakan hukum malah jaksa penuntut umum gunakan untuk mengakomodir rekayasa kasus yang dilakukan oleh penyidik dengan membawa rekayasa tersebut ke dalam persidangan yang terhormat ini.


(70)

52

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1 Lembaga bantuan hukum Bantuan Hukum (LBH) adalah untuk memberikan bantuan hukum kepada orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang di gusur, dipinggirkan, di PHK, dan keseharian pelanggaran atas hak-hak asasi mereka.

2 Proses penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan ketertiban, kemanan dan ketentraman dalam masyarakat. Baik itu merupakan usaha pencegahan maupun penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum.

3 Penasehat Hukum adalah profesi yang mulia dan terhormat (Offium nobile), menjalankan tugas pekerjaan menegakkan huku di engadilan Jaksa dan hakim dimana dalam tugas pekerjaannya dibawah lindungan hukum dan undang-undang.


(71)

53

B. SARAN

1 Harapan kami agar di negara kita, terutama badan-badan hukum dan lembaga-lembaga hukum beserta para penegak hukum dimohon adil seadil-adilnya dalam memproses atau menangkap seseorang (siapapun).

2 Diharapkan kepada penyidik, penyelidik, penuntut umum, ataupun hakim wajib menunjuk penasehat hukum bagi tersangka/terdakwa dalam segala tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan sesuai dengan pasal 54-56 Kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP). Hal ini ditujukan untuk menghindari kesalahan prosedursal yang mungkin saja terjadi.


(1)

48

c. Jaksa Penuntut Umum Berkewajiban mempelajari dan Meneliti Hasil Pemeriksaan Penyidik;

Setelah menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik pembantu, Jaksa penuntut umum dibebankan kewajiban oleh KUHAP untuk mempelajari dan meneliti hasil penyidikan dari penyidik. Bagian penjelasan undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hykum Acara Pidana (KUHAP) pasal 138 ayat (1), yang dimaksud :

Meneliti adalah tindakan penuntut umum dalam mempersiapkan penuntutan apakah orang atau benda yang tersebut dalam hasil penyidikan telah selesai ataukah telah memenuhi syarat pembuktian, Jaksa Penuntut Umum untuk mempelajari dan meneliti ini sangat penting karena tujuannya untuk mempersiapkan penuntutan .

Jaksa penuntut umum berwenang menentukan suatu peristiwa adalah tindak pidana atau bukan sebagaimana dimaksud pasal 140 ayat (2) huruf a Kewenangan menentukan suatu peristiwa adalah tindak pidana atau bukan adalah kewenangan dari penyelidik sebagaiman diatur dalam 14 huruf i KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini .

Penjelasan undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 14 huruf i dijelaskan sebagai berikut : Yang dimaksud dengan tindakan lain ialah antara lain meneliti identitas tersangka,


(2)

49

barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi penyidik, penuntut umum, dan pengadilan .

Wewenang dan kewajiban yang diberikan dan dibebankan oleh KUHAP kepada Jaksa Penuntut Umum yang sedemikian besar dan berat inilah yang membuat jaksa penuntutut umum lupa diri, melalaikan segala kewajibannya untuk melakukan cross check kepada hasil-hasil penyidikan yang hak-hak tersangka, yaitu :

1) Melakukan kesalahan prosedur di dalam melakukan proses penangkapan tersangka Abdul Rojak, yang mana sudah jelas dan diakui dalam BAP saksi Wawan Zaenal , bahwa dirinya menangkap tangan tersangka Abdul Rojak pada saat melakukan pencuriaan kabel LAN, namun dibuat Surat Penangkapan tertanggal 18 Desember 2011. 2) Melakukan rekayasa untuk mengeluarkan Surat

Perintah Penangkapan No Pol : Sp. KAP/23/XII/2011/Reskrim tertanggal 18 Desember 2011, sebelim jam 32.30 WIB, padahal laporan nomor : STPL/444/XII/B/2011/Sektor atas nama Supriadi yang dibuat oleh Pelapor/saksi Supriadi baru dibuat pada pukul 23.57 WIB.


(3)

50

3) Melakukan rekayasa BAP dengan saksi yang diperiksa, di waktu yang bersamaan dan keterangan yang diberikan sama persis.

4) Melanggar hak tersangka untuk didampingi Penasehat hukum dalam proses penyidikan dan diberitahuan bahwa penasehat hukum secara cuma-cuma sebagaimana yang diatur di dalam pasal 56 ayat (1) jo pasal 114 jo pasal 56 ayat (2) KUHAP.

5) Melanggar hak tersangka untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan dirinya sebagaimana diatur dalam pasal 65 KUHAP dan pasal 116 ayat (3) KUHAP.

6) Melanggar hak tersangka untuk segera perkaranya segera di proses secara hukumn segera disidik, segera perkaranya dilimpahkan ke pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum dan segera diperiksa du Pengadilan sebagaimana berlaku asas dalam KUHAP, yaitu Cepat,sederhana, dan ringan biaya. Jaksa Penuntut umum seharusnya setelah menggunakan kewenangannya untuk mempelajari, meneliti hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu yang penuh rekayasa dan memerkosa hak-hak tersangka, HAM, dan hak Konstitusional kemudian menggunakan wewenang yang ada padanya untuk


(4)

51

menghentikan penuntutan, sebaliknya malah menggunakan kewenanganyang ada padanya yang diberikan oleh KUHAP, tujuannya untuk menegakan hukum malah jaksa penuntut umum gunakan untuk mengakomodir rekayasa kasus yang dilakukan oleh penyidik dengan membawa rekayasa tersebut ke dalam persidangan yang terhormat ini.


(5)

52

BAB V PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1 Lembaga bantuan hukum Bantuan Hukum (LBH) adalah untuk memberikan bantuan hukum kepada orang-orang yang tidak mampu memperjuangkan hak-haknya, terutama rakyat miskin yang di gusur, dipinggirkan, di PHK, dan keseharian pelanggaran atas hak-hak asasi mereka.

2 Proses penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan ketertiban, kemanan dan ketentraman dalam masyarakat. Baik itu merupakan usaha pencegahan maupun penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum.

3 Penasehat Hukum adalah profesi yang mulia dan terhormat (Offium nobile), menjalankan tugas pekerjaan menegakkan huku di engadilan Jaksa dan hakim dimana dalam tugas pekerjaannya dibawah lindungan hukum dan undang-undang.


(6)

53

B. SARAN

1 Harapan kami agar di negara kita, terutama badan-badan hukum dan lembaga-lembaga hukum beserta para penegak hukum dimohon adil seadil-adilnya dalam memproses atau menangkap seseorang (siapapun).

2 Diharapkan kepada penyidik, penyelidik, penuntut umum, ataupun hakim wajib menunjuk penasehat hukum bagi tersangka/terdakwa dalam segala tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan sesuai dengan pasal 54-56 Kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP). Hal ini ditujukan untuk menghindari kesalahan prosedursal yang mungkin saja terjadi.