Seleksi Bakteri Probiotik dari Saluran Pencernaan untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei
PERTUMBUHAN UDANG VANAME
Litopenaeus vannamei
TITA NOPITAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Seleksi Bakteri Probiotik dari Saluran Pencernaan untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei adalah karya saya dengan arahan dosen
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalan teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 0 0
Tita Nopitawati NIM : C151070171
(3)
TITA NOPITAWATI. Probiotics Selections from White Shrimp Gut to Increased Growth Performance of White Shrimp Litopenaeus vannamei.
Under direction of WIDANARNI and DEDI JUSADI.
The effect of probiotics isolated from white shrimp gut Litopenaeus vannamei
M ,Z ,K9 and S supplemented into the diet on enzym activities, growth performance of white shrimp and digestibility was investigated. A triplicate experiment were conducted using ,0 g white shrimp. Each shrimp was fed on the diet supplemented with either probiotics produce amylase M , produce lypase Z , produce protease Z , produce amylase,lypase and protease S or control no supplementation of probiotics . Regardless of the strain, the application of probiotics significantly increased the bacteria population in the shrimp gut, thereby digestibility, protein and lipid retention, food efficiency and growth of shrimp significantly improved. On the other hand, shrimp fed on the diet supplemented with K9 probiotics had the best growth performance. Therefore, K9 is the best probiotics isolated from the white shrimp gut to use as a supplementarydiet for white shrimp.
Keywords : probiotics, growth performance, digestibility, white shrimp.
(4)
RINGKASAN
TITA NOPITAWATI. Seleksi Bakteri Probiotik dari Saluran Pencernaan untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Udang VanameLitopenaeus vannamei. Dibimbing oleh WIDANARNI dan DEDI JUSADI.
Kualitas pakan sangat menentukan laju pertumbuhan udang. Pakan yang dikonsumsi oleh udang tidak semuanya dapat dicerna namun ada yang dikeluarkan dalam bentuk limbah berupa feses dan sisa metabolisme lain seperti urin dan amoniak. Besarnya pakan yang dikeluarkan menjadi feses tergantung dari kesesuaian komponen pakan dengan kemampuan enzimatik di saluran pencernaan udang atau daya cerna. Pakan yang berkualitas selain dihasilkan dari sumber bahan pakan juga dapat dihasilkan dengan penambahan enzim dalam pakan. Peningkatan enzim pencernaan eksogen dengan memanfaatkan bakteri saluran pencernaan pada ikan telah banyak dilaporkan. Adanya informasi tentang peranan bakteri dalam saluran pencernaan yang memiliki kemampuan enzimatis atau mampu menyumbangkan enzim kecernaan endogen sehingga membantu proses penyerapan makanan,maka dibuat suatu rancangan penelitian untuk menyeleksi bakteri dari saluran pencernaan udang sebagai probiotik untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan udang vaname.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap secara in vitro dan in vivo. Penelitian in vitro meliputi isolasi bakteri kandidat probiotik, seleksi bakterikandidat probiotik yang terdiri dari uji aktivitas proteolitik, lipolitik dan amilolitik, uji ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu, uji pertumbuhan bakteri, ujiaktivitas antagonistik terhadap bakteri patogen, uji penempelan, uji patogenitas bakteri kandidat probiotik. Uji in vivo meliputi:Uji pakan percobaan pada udang vaname yaitu: uji pertumbuhan dengan beberapa parameter yang dianalisis seperti laju pertumbuhan udang, konversi pakan, retensi protein, populasi bakteri, tingkat kelangsungan hidup dan konsumsi pakan. Uji daya cerna pakan dan uji aktivitas enzim saluran pencernaan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan dan ulangan.Pakan yang diujikan terdiri dari A pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil amilase isolat M ,B pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil lipase isolat Z ,C pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil protease isolat K9 , D pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil amilase, lipase dan protease S , E pakan komersial yang tidak ditambahkan probiotik.
Dari uji in vitro didapatkan beberapa isolat yang mampu menghidrolisis substrat. Adanya kemampuan menghidrolisis protein, lemakdan karbohidratini menunjukkan bahwa makromolekul yang menjadi sumber karbon mampu dimanfaatkan oleh bakteriprobiotik tersebut. Bakteri kandidat probiotik ini juga memiliki ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu sehingga
(5)
populasi bakteri yang menempel per mm2. Bakteri probiotik ini juga telah teruji tidak bersifat patogen. Bakteri pobiotik yang terpilih yaitu K9, Z3, M2 dan S3 memenuhi persyaratan untuk dijadikan sebagai probiotik.
Pemberian pakan yang ditambahkan bakteri probiotik yang memiliki aktivitas enzim memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kinerja pertumbuhan udang vaname dibandingkan dengan pertumbuhan udang yang diberikan pakan kontrol atau tanpa penambahan probiotik. Hasil terbaik pertumbuhan udang vaname ditunjukkan oleh perlakuan K9 yaitu pemberian pakan yang ditambah isolat yang memiliki aktivitas enzim protease. Kecernaan yang tinggi menyebabkan protein dan energi nutrien pakan yang dapat diserap udang akan lebih tinggi sehingga energi akan lebih banyak tersimpan untuk pertumbuhan.Perlakuan K9 juga menunjukkan hasil konversi pakan yang paling baik dibandingkan lainnya.Penambahan probiotik pada pakan komersial terhadap udang uji juga memberikan pengaruh yang nyata pada populasi bakteri di saluran pencernaan udang uji dibandingkan kontrol. Hal ini memacu peningkatan aktivitas enzim endogenous yang diproduksi oleh bakteri dalam saluran pencernaan. Enzim protease yang disekresikan oleh isolat K9 mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan udang vaname.
Kelangsungan hidup udang uji memberikan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini mungkin diakibatkan oleh kuantitas serta kualitas pakan yang diberikan cukup untuk mempertahankan kebutuhan pokok udang serta lingkungan yang terjaga dengan baik selama pemeliharaan.
Kata kunci : probiotik, kinerja pertumbuhan, kecernaan, udang vaname
(6)
©(akCiptaMilik IPB, tahun 0 0
(akCiptadilindungiUndang‐Undang
Dilarangmengutipsebagianatauseluruhkaryatulisinitanpamencantumkanatau menyebutkansumbernya.Pengutipanhanyauntukkepentinganpendidikan, penelitian, penulisankaryailmiah, penyusunanlaporan, penulisankritik, atautinjauansuatumasalah;
danpengutipantersebuttidakmerugikankepentingan yang wajar IPB.
DilarangmengumumkandanmemperbanyaksebagianatauseluruhKaryatulisdal ambentukapa pun tanpaizin IPB
(7)
PERTUMBUHAN UDANG VANAME
Litopenaeus vannamei
TITA NOPITAWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
(8)
(9)
Litopenaeus vannamei
Nama : Tita Nopitawati
NIM : C151070171
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Widanarni
Dr. Dedi Jusadi
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Akuakuktur
Prof. Dr. Enang Harris Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
(10)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2008 ini adalah probiotik dengan judul Seleksi Bakteri Probiotik dari Saluran Pencernaan untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Widanarni dan Dr. Dedi Jusadi selaku dosen pembimbing, Dr. Nur Bambang Priyo Utomo selaku dosen penguji yang telah banyak membantu serta memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak I Made Suitha A.Pi, Ibu Nurdiana S.Pi, ibu Khotim A.Md beserta seluruh staf Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian di BLUPPB Karawang. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua (Otong Suryaman Alm & Tinah Rostini), suami Nanang Sujana S.Pi dan putra tersayang Gavin Farandhya atas doa, cinta dan kasih sayang, pengertian serta dorongan yang selalu diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Akuakultur 2007 untuk kebersamaanya selama ini dan Bapak Ranta atas bantuannya selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2010
(11)
Penulis dilahirkan di Ciamis, 24 November 1978 dari Ayah Otong Suryaman (Alm) dan Ibu Tinah Rostini. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 1997 dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada tahun 1997. Penulis memilih jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 2001.
Setelah menyelesaikan pendidikan di IPB penulis bekerja di perusahaan swasta selama 5 tahun. Penulis menikah pada tahun 2004 dengan Nanang Sujana S.Pi dan telah dikaruniai seorang putra bernama Gavin Farandhya berumur 5 tahun. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana dan memilih mayor Ilmu Akuakultur. Pada tanggal 5 Februari 2010 penulis lulus dengan penelitian berjudul Seleksi Bakteri Probiotik dari Saluran Pencernaan untuk Meningkatkan Kinerja Pertumbuhan Udang Vaname Litopenaeus vannamei
(12)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... 1
Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Umum Udang Vaname ... 4
Kebutuhan Nutrisi Udang ... 4
Aplikasi Bakteri sebagai Probiotik dalam Akuakultur... 5
Enzim Pencernaan ... 7
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ... 10
Prosedur penelitian ... 10
Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik ... 10
Seleksi Bakteri Kandidat Probiotik ... 11
1. Uji Aktivitas Proteolitik, Lipolitik dan Amilolitik ... 11
2. Uji Ketahanan terhadap Asam Lambung dan Garam Empedu ... 11
3. Uji Pertumbuhan Bakteri... 11
4. Uji Aktivitas Antagonistik terhadap Bakteri Patogen ... 12
5. Uji Penempelan ... 12
6. Uji Patogenisitas Bakteri Kandidat Probiotik ... 13
Uji Pakan Percobaan pada Udang Vaname ... 13
1. Uji Pertumbuhan ... 14
2. Uji Daya Cerna Pakan ... 17
3. Uji Aktivitas Enzim Saluran Pencernaan ... 17
Analisis Data ... 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ... 19
Isolasi Bakteri kandidat Probiotik dari Saluran Pencernaan Udang ... 19
Seleksi Bakteri Kandidat Probiotik ... 19
1. Aktivitas Proteolitik, Lipolitik dan Amilolitik ... 19
(13)
3. Fase Pertumbuhan Bakteri ... 21
4. Aktivitas Antagonistik terhadap Bakteri Patogen ... 23
5. Penempelan Bakteri Kandidat Probiotik ... 24
6. Aktivitas Patogenitas ... 24
Pakan Percobaan pada Udang Vaname ... 25
1. Pertumbuhan Udang ... 25
2. Aktivitas Enzim Saluran Pencernaan ... 26
Pembahasan ... 27
KESIMPULAN ... 31
SARAN ... 31
DAFTAR PUSTAKA ... 32
(14)
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi proksimat pakan komersial yang digunakan ... 13
2 Pertumbuhan relatif (PR), kelangsungan hidup (SR), konversi pakan (KP),
retensi protein (RP), kecernaan total (KT) dan kecernaan protein (KP)
udang vaname ... 25
3 Aktivitas enzim protease, lipase, amilase dan populasi bakteri ... 26
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tempat pemeliharaan udang dan tandon air ... 14
2 Hasil aktivitas proteolitik, lipolitik dan amilolitik ... 19
3 Diameter hidrolisis enzim oleh isolat proteolitik, lipolitik dan amilolitik ... 20
4 Selisih log (CFU/ml) antara jumlah isolat pada pH 2,5 dengan pH normal
setiap periode pengamatan ... 20
5 Selisih log (CFU/ml) antara jumlah isolat pada pH 7,5 dengan pH normal
setiap periode pengamatan ... 21
6 Kurva nilai kerapatan optik (
Optical density
) ... 22
7 Aktivitas antagonistik bakteri kandidat probiotik
terhadap
V.harveyi...
23
8 Diameter zona hambat bakteri kandidat probiotik
terhadap
V.harveyi...
23
9 Hasil uji penempelan bakteri kandidat probiotik pada lempeng baja
...
24
(16)
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Prosedur uji hidrolisis protein, lemak dan karbohidrat ... 39
2 Prosedur analisa proksimat ... 41
3 Prosedur analisa Cr
2O
3pakan dan feses... 45
4 Prosedur analisis aktivitas enzim ... 47
5 Luas zona hasil hidrolisis protein, lemak dan karbohidrat ... 49
6 Uji ketahanan asam lambung ... 50
7 Data
optical density
bakteri selama 24 jam ... 51
8 Uji konfrontasi dan antagositik bakteri ... 52
9 Data penempelan bakteri pada substrat ... 52
10 Data bobot tubuh udang vaname selama pemeliharaan ... 53
11 Laju pertumbuhan relatif udang vaname selama
pemeliharaan (60 hari) ... 54
12 Kecernaan protein udang vaname ... 55
13 Retensi protein udang vaname ... 56
14 Perhitungan retensi protein udang vaname ... 57
15 Konversi pakan ... 58
16 Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (%) udang vaname selama pemeliharaan
(60 hari) ... 59
17 Data kualitas air selama pemeliharaan udang vaname ... 60
18 Aktivitas enzim amilase, lipase dan protease udang vaname ... 62
19 Jumlah Populasi bakteri pada udang vaname ... 62
20 Jumlah pakan yang dikonsumsi udang vaname selama
pemeliharaan (60 hari). ... 63
(17)
Latar Belakang
Kualitas pakan sangat menentukan laju pertumbuhan udang. Pakan yang dikonsumsi oleh udang tidak semuanya dapat dicerna namun ada yang dikeluarkan dalam bentuk limbah berupa feses dan sisa metabolisme lain seperti urin dan amoniak. Besarnya pakan yang dikeluarkan menjadi feses tergantung dari kesesuaian komponen pakan dengan kemampuan enzimatik di saluran pencernaan udang atau daya cerna. Pakan yang berkualitas selain dihasilkan dari sumber bahan pakan dapat juga dihasilkan dengan penambahan enzim dalam pakan. Pada umumnya pakan dicerna secara optimal dengan bantuan enzim dari saluran pencernaan udang sehingga energi yang dihasilkan dapat digunakan untuk memacu pertumbuhan udang.
Di dalam saluran pencernaan udang terdapat bakteri yang menghasilkan enzim pencernaan yang dapat merombak nutrien makro yang masuk melalui pakan untuk kebutuhan udang tersebut. Kehadiran enzim dalam saluran pencernaan sangat mempengaruhi daya cerna udang. Penggunaan probiotik berhasil meningkatkan keseimbangan bakteri pada saluran pencernaan yang mengakibatkan peningkatan penyerapan makanan (Parker 1974; Fuller 1989). Murni (2004) menyatakan bahwa penambahan bakteri probiotik Bacillus sp. ke dalam pakan menyebabkan adanya peningkatan aktivitas enzim protease dan amilase sehingga kecernaan protein dan karbohidrat meningkat. Dengan demikian maka protein dan energi nutrien pakan yang dapat diserap saluran pencernaan akan lebih banyak dan mengakibatkan pertumbuhan meningkat. Hal ini berarti protein dan energi yang dapat disimpan oleh tubuh juga akan lebih tinggi yang berakibat pada tingginya retensi nutrien dan laju pertumbuhan.
Probiotik dapat menguntungkan bagi inangnya karena adanya kemampuan enzimatis (Fuller & Turvy 1971; Parker 1974), memiliki kemampuan mensintesis biotin, Vitamin B12 (Sugita et al. 1991) dan enzim hidrolitik seperti amilase (Sugita et al. 1998) dan protease (Hoshino et al. 1997). Enzim-enzim khusus yang dimiliki oleh bakteri ini sangat membantu dalam pemecahan molekul
(18)
2
kompleks menjadi molekul sederhana sehingga akan mempermudah pencernaan lanjutan dan penyerapan oleh saluran pencernaan udang. Dengan penyerapan pakan yang tinggi maka diharapkan energi nutrien terserap lebih dan digunakan untuk pertumbuhan.
Peningkatan enzim pencernaan eksogen dengan memanfaatkan bakteri saluran pencernaan pada ikan telah banyak dilaporkan (Clarke et al. 1993; Das dan Tripathi 1991; Opuszynski dan Shireman 1994; Hoshino et al. 1997; Xue et al. 1999; Robertson et al. 2000; Spanggaard et al. 2000; Jankauskiene 2002). Bairagi et al. (2002) melaporkan bakteri aerobik yang terdapat pada saluran pencernaan sembilan ikan tawar yang diteliti mampu menghasilkan enzim yang memfasilitasi penggunaan pakan dan kecernaan. Hasil penelitian Aslamyah (2006) menunjukkan bahwa bakteri pada saluran pencernaan ikan bandeng berperan dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan dengan menyumbangkan enzim protease, lipase dan amilase endogen masing - masing sebesar 41,33; 36,12 dan 22,51%. Hasil penelitian Wang (2007) menyatakan bahwa penambahan probiotik (campuran Rhodobacter sphaeroides dan Bacillus sp.) dalam pakan menghasilkan peningkatan bobot tubuh udangvaname.
Adanya informasi tentang peranan bakteri dalam saluran pencernaan yang memiliki kemampuan enzimatis atau mampu menyumbangkan enzim kecernaan eksogen sehingga membantu proses penyerapan makanan maka dibuat suatu rancangan penelitian untuk menyeleksi bakteri dari saluran pencernaan udang sebagai probiotik untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan udang vaname. Pemilihan probiotik yang diisolasi dari saluran pencernaan udang diharapkan akan lebih mudah dalam beradaptasi dengan lingkungan saluran pencernaan sehingga mampu hidup dan berkembang membantu proses pencernaan.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri yang mempunyai aktivitas enzim protease, lipase dan amilase dari saluran pencernaan untuk meningkatkan kecernaan pakan dan kinerja pertumbuhan udang vaname. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dalam pengembangan bakteri sebagai
(19)
probiotik terutama yang berkaitan dengan nutrisi, dan penambahan bakteri dalam pakan mampu untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan udang vaname.
(20)
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Umum Udang Vaname
Nama lain dari udang vanameadalah Pacific White Shrimp, West Coast White Shrimp. Taksonomi udang vaname adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Subordo : Dendrobrachiata Famili : Penaeidae Genus : Penaeus Subgenus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Ciri-ciri udang vaname yaitu bertubuh putih bening, warna tubuh bercorak kebiru-biruan dari kromatofor yang berwarna biru dan berpusat di antara batas uropod dan telson (Robertson et al.1993). Kisaran parameter kualitas air yang optimal untuk pertumbuhan vaname antara lain pada suhu 26°C - 30°C, oksigen terlarut > 5mg/L dan alkalinitas 150-200 mg/L serta salinitas 5-35%o (Lester &
Pante 1992). Aktivitas makan udang dipengaruhi oleh intensitas cahaya (Sumere & Kontara 1987) sesuai dengan sifat alami udang yaitu nokturnal (aktif pada malam hari).
Kebutuhan Nutrisi Udang
Protein tidak hanya dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan namun juga digunakan sebagai sumber energi. Karena kebutuhan ini maka peningkatan protein dalam pakan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang dapat meningkatkan pertumbuhan. Kandungan asam amino yang diberikan pada udang harus benar-benar seimbang karena pada saat molting krustase kehilangan sekitar
(21)
50-80% protein tubuh, sebagian dapat diganti bersamaan dengan nutrien lain. Kebutuhan protein udang berukuran 0-0,5 gram adalah 40% (Akiyama et al. 1992). Kebutuhan protein pada spesies omnivora seperti vaname lebih rendah dibandingkan spesies karnivora seperti Penaeus japonicus (Guillaume 1997).
Kecernaan protein berkisar antara 75-93%, namun pada Litopenaeus vannamei ditemukan aktivitas enzim pencernaan untuk beradaptasi dengan komposisi pakan (Guillaume 1997). Asam amino esensial yang dibutuhkan krustase adalah: arginina, histidina, isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, threonina, triptofan dan valina. Sedangkan kebutuhan fosfolipid sebesar 2% dalam pakan terutama fosfatidikolin, kolesterol atau fitosterol serta highly unsaturated fatty acids (HUFA), polyunsaturated fatty acids (PUFA). Penelitian terbaru melaporkan manfaat fosfatidikolin dalam meningkatkan ketahanan terhadap stress (Cotteau et al. 1996). Komponen fosfolipid dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang. Empat asam lemak yang berperan penting pada krustase yaitu linoleic (18:2 n-6), linolenic (18:3 n-3), eicosapentanoid (EPA) (20:5 n-3) dan docosahexanoic (DHA) (22:6 n-3). Kebutuhan lemak bervariasi tergantung dari habitat, suhu, jaringan, siklus hidup dan fase molting (Shiau 1998). Kecernaan karbohidrat berkisar 80-90% namun bisa berbeda karena sumber atau derajat gelatinisasinya setelah diproses (Cousin et al.1996).
Aplikasi Bakteri sebagai Probiotik pada Akuakultur
Penelitian penggunaan probiotik dalam hewan akuatik meningkat seiring dengan permintaan akuakultur yang ramah lingkungan (Gateouspe 1999). Definisi probiotik menurut Verschuere et al. (2000) yaitu mikrob hidup yang memiliki pengaruh yang menguntungkan terhadap inang dengan cara meningkatkan penggunaan pakan dan nilai nutriennya, meningkatkan respon imun inang terhadap penyakit atau meningkatkan kualitas lingkungan. Menurut Fuller (1992), probiotik merupakan makanan tambahan dalam bentuk mikrob hidup yang diberikan sebagai suplemen dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan. Seiring perkembangan teknologi probiotik didefinisikan sebagai sediaan sel bakteri atau komponen dari sel
(22)
6
bakteri lain yang mempunyai pengaruh menguntungkan bagi kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al. 1999).
Menurut Irianto (2003), pada dasarnya ada 3 model kerja probiotik yaitu: menekan populasi bakteri melalui kompetisi dengan memproduksi senyawa-senyawa antimikrob atau melalui kompetisi nutrisi dan tempat pelekatan di dinding intestinum, merubah metabolisme bakteri dengan meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim, dan menstimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibodi atau aktivitas makrofag. Sementara Verschuere et al. (2000) menjabarkan beberapa kemungkinan model kerja probiotik yaitu: produksi senyawa penghambat, kompetisi senyawa kimia atau ketersediaan energi, kompetisi tempat penempelan, peningkatan respon imun, perbaikan kualitas air, interaksi dengan fitoplankton, sumber makro dan mikronutrien, dan memproduksi enzim untuk membantu pencernaan makanan.
Pada ikan Salmon Atlantik dan Rainbow trout yang diberi pakan dengan penambahan bakteri probiotik Carnobacterium sp. dengan konsentrasi 5 x 1010 sel/kg pakan, isolat dapat hidup dengan baik di saluran pencernaan ikan tersebut. Setelah 14 hari dilakukan uji tantang dengan bakteri Aeromonas salmonicida, Yersinia ruckeri, Vibrio ordalii dan Vibrioa anguillarum hasilnya menunjukkan efektivitas pengurangan penyakit yang disebabkan bakteri patogen tersebut kecuali Vibrio anguillarum (Robertson et al. 2000). Beberapa imunostimulan seperti glukan, lipopolisakarida dan peptidoglikan telah dilaporkan mampu menstimulasi fungsi selular pada udang (Gullian et al. 2004). Selain itu pengaruh probiotik sebagai pakan tambahan yang mampu meningkatkan imun terhadap bakteri patogen Vibrio sp. dan WSSV juga telah dilakukan (Itami et al. 1998; Gullian et al. 2004). Penambahan bakteri probiotik pada ikan air tawar juga telah dilakukan pada ikan gurame dengan penambahan bakteri Bacillus sp. namun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap pertumbuhan walaupun berbeda nyata dengan kontrol. Dosis yang dipakai adalah 1,0 x 109; 1,5 x 109; 2,0 x 109; 2,5 x 109; 3,0 x 109 CFU/100g pakan dan kontrol. Hasil penelitian Murni (2004) menunjukkan bahwa penambahan probiotik Bacillus sp. dalam pakan buatan dapat meningkatkan kecernaan, efisiensi pakan dan pertumbuhan ikan gurame dengan dosis optimal 10 ml/kg pakan dan kepadatan bakteri 4,2 x 104 CFU/ml. Manfaat
(23)
penambahan yaitu meningkatkan nilai pakan, kontribusi enzim dalam saluran pencernaan, menghambat bakteri patogen, anti mutan gen dan anti karsinogen, menunjang pertumbuhan dan meningkatkan respon imun (Mohanty et al. 1993; 1996; Sharma and Bhukhar 2000; Veschuere et al. 2000; Spanggard et al. 2001; Ziaei Nejad et al. 2006; Wang et al. 2005; Wang and Xu 2006; Wang 2007). Bakteri remedian (Bacillus sp.) telah dimanfaatkan pada pemeliharaan larva udang windu dan memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan karena bakteri dan enzim yang dihasilkannya akan ikut termakan dan membantu proses pencernaan dalam saluran pencernaan udang (Handayani et al. 2000).
Peningkatan kualitas air juga dapat dilakukan dengan penambahan probiotik. Baru-baru ini juga dilaporkan bahwa penggunaan probiotik komersial dalam tambak vaname dapat menurunkan konsentrasi nitrogen dan fosfor (Wang et al. 2005).
Enzim pencernaan
Enzim adalah protein yang disintesis didalam sel dan dikeluarkan dari sel penghasilnya melalui proses eksositosis. Enzim pencernaan yang diekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus. Aktivitas enzim sangat erat kaitannya dengan perkembangan sistem pencernaan (Walford & Lam 1993).
Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan aktivitas proteolitik optimal pada pH rendah. Cairan pankreas banyak mengandung tripsin yaitu suatu protease yang aktivitasnya optimal sedikit di bawah alkalis, di samping itu cairan ini juga mengandung amilase, maltase dan lipase.
Aktivitas enzim pencernaan meningkat dengan meningkatnya umur larva karena organ penghasil enzim juga semakin sempurna. Haryati (2002) menjelaskan bahwa aktivitas enzim pepsin, tripsin, lipase, dan amilase meningkat sejalan dengan dengan peningkatan umur dan ukuran tubuh pada ikan bandeng. Peningkatan terbesar yaitu pada saat larva berumur 10 hari, sedangkan aktivitas enzim tripsin terjadi pada umur 15 hari. Sampai umur 30 hari aktivitas enzim pepsin belum tercapai, karena itu pakan buatan baru dapat diberikan pada umur 15 hari.
(24)
8
Aktivitas enzim lipase telah diteliti oleh Borlongan (1990). Organ pencernaan utama yang mensekresikan lipase adalah usus, pankreas dan pilorik kaeka. Ikan yang mendapatkan pakan berupa diatom dan uniseluler dengan kandungan lemak kasar 1,98% mempunyai aktivitas lipase yang lebih tinggi pada organ utama yang mensekresi enzim tersebut dibandingkan dengan yang diberi pakan alga hijau berfilamen dengan kandungan lemak kasar 0,98%. Ikan bandeng secara efektif dapat beradaptasi terhadap tingkat lemak dalam pakan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim berkorelasi dengan komposisi pakan yang dikonsumsi.
Aktivitas enzim udang vaname telah diteliti oleh Wang (2008) dimana pada stadia larva aktivitas protease vaname tidak berbeda antara yang diberikan pakan dengan probiotik atau tanpa penambahan probiotik, namun pada stadia postlarva 1-2 dan 7-8 aktivitas proteasenya paling tinggi dan berbeda dengan udang yang diberikan pakan tanpa penambahan probiotik. Penambahan probiotik juga memberikan pengaruh terhadap aktivitas amilase dibandingkan udang yang diberikan makanan tanpa probiotik begitupun dengan aktivitas lipase udang vaname.
Enzim amilase, protease dan lipase mempengaruhi pencernaan makanan di usus anterior. Protease yang disebut juga endopeptidase merupakan kelompok enzim pencernaan udang yang bertanggung jawab lebih dari 60% dari kecernaan total protein dalam udang (Galgani et al. 1984, 1985; Tsai et al 1986). Protease merupakan enzim yang paling banyak berperan dalam hidrolisis protein. Sedangkan dalam hidrolisis karbohidrat adalah amilase seperti yang ditunjukkan ikan mas (Zonneveld et al. 1991). Keberadaan enzim dalam pakan akan meningkatkan daya cerna bahan makanan. Penelitian yang dilakukan Lemos et al. 2000 tentang derajat hidrolisis pakan udang penaeid dengan sumber protein yang terdiri dari: tepung ikan menhaden, tepung kedelai, tepung limbah tuna, tepung ikan putih dan tepung langostilla dengan ekstrak enzim pencernaan udang pada konsentrasi 1 ml/10 g pakan menghasilkan derajat hidrolisis protein berkisar dari 23,20 sampai 33,99%. Aktivitas tripsin dan kemotripsin Litopenaeus vannamei lebih tinggi pada udang yang diberikan protein kualitas rendah (tepung menhaden B) dibandingkan dengan pakan lainnya.
(25)
Penelitian Aslamyah (2006) menunjukkan bahwa bakteri Carnobacterium sp. mampu menghidrolisis karbohidrat pakan sebesar 20,00 sampai 57,87 mg pada jumlah inokulum 1010 CFU/ml dan 20,00 sampai 58,13 mg pada jumlah inokulum 1012 CFU/ml dan bakteri tersebut berperan dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan dengan menyumbangkan enzim protease, lipase dan amilase endogen masing - masing sebesar 41,33; 36,12 dan 22,51%
(26)
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan tahap isolasi dan seleksi bakteri kandidat probiotik yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai bulan November 2008 sampai Februari 2009. Tahap selanjutnya yaitu pemeliharaan udang vaname dilakukan di Balai Layanan Usaha Produksi Budidaya (BLUPPB) Karawang Jawa Barat dari bulan Juli sampai September 2009. Setelah pemeliharaan selanjutnya dilakukan analisa enzim di Laboratorium Bakteriologi, Pusat Antar Universitas (PAU), IPB dan analisa kecernaan serta analisa proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Prosedur Penelitian Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik
Sumber inokulum didapat dari isi saluran pencernaan udang vaname fase dewasa dengan ukuran rata-rata 10-15 g yang dilakukan dengan cara mengeluarkan saluran pencernaan udang. Saluran pencernaan ditimbang dan diukur panjangnya kemudian digerus dan diencerkan. Setiap 1g saluran pencernaan diencerkan dengan 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0,85%) steril. Sampel hasil pengenceran kemudian ditumbuhkan pada media seawater complete (SWC) yang dibuat dari 1,25 g bakto pepton, 0,25 g yeast ekstrak, 750 ml air laut, 250 ml akuades dan 3 ml gliserol. Sebagai sumber energi untuk bakteri proteolitik, lipolitik dan amilolitik masing-masing digunakan susu (kasein), minyak zaitun dan tepung kanji (pati).
Kultur cair bakteri dilakukan dalam suasana aerob pada suhu 29°C selama 20-24 jam. Kultur selanjutnya diencerkan sampai 10-7 dan kemudian ditumbuhkan kembali pada media SWC yang telah ditambahkan sumber energi. Kultur dibuat duplo dan kemudian diinkubasi pada suhu 29°C selama 20-24 jam.
(27)
Seleksi Bakteri Kandidat Probiotik
Seleksi probiotik dilakukan dengan mengamati bakteri yang mampu menghidrolisis kasein, pati dan lemak (Lampiran 1). Tahap seleksi bakteri untuk mendapatkan kandidat probiotik terdiri dari :
1. Uji Aktivitas Proteolitik, Lipolitik dan Amilolitik
Pengujian ini bertujuan untuk mengukur besarnya kemampuan aktivitas proteolitik, lipolitik dan amilolitik dari masing masing isolat yang diuji melalui uji hidrolisis protein, lemak dan karbohidrat (Lampiran 1). Aktivitas protease ditandai dengan zona bening di sekeliling isolat yang ditumbuhkan pada media agar sedangkan isolat yang tidak mampu menghidrolisis protein tidak terbentuk zona di sekitar isolat. Hasil aktivitas lipase ditandai dengan adanya warna hijau terang pada isolat yang ditumbuhkan dan aktivitas amilase ditandai dengan warna sekeliling isolat menjadi kuning cerah sedangkan isolat yang tidak mampu menghidrolisis karbohidrat warna sekeliling isolat gelap.
2. Uji Ketahanan terhadap Asam Lambung dan Garam Empedu
Kemampuan bakteri untuk bertahan dalam lambung yang berpH rendah dan saluran pencernaan yang ber-pH basa diuji dengan ketahanan asam lambung dan garam empedu. Metode ini mengacu pada Ngatirah et al. (2000) yaitu dengan menginokulasikan 1 ml isolat bakteri ke dalam satu seri tabung yang berisi 9 ml larutan media steril dengan pH 2,5 (diatur dengan penambahan HCL) dan pH 7,5 (diatur dengan penambahan NaOH) dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 29°C. Selanjutnya sel bakteri yang tumbuh dihitung dengan metode hitungan cawan setiap 2 jam selama 8 jam. Ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu ditentukan oleh selisih jumlah koloni antara kontrol dan perlakuan. Semakin kecil selisihnya maka semakin tahan terhadap asam lambung dan garam empedu. 3. Uji Pertumbuhan Bakteri
Pencapaian fase ekponensial bakteri dapat ditentukan dengan fase pertumbuhan bakteri. Persiapan kultur dilakukan dengan cara menginokulasikan 0,1 ml isolat bakteri ke dalam 10 ml media kultur cair dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 29°C. Sediaan ini disebut kultur segar yang kemudian diambil 1% dan diinokulasikan ke dalam media kultur steril 90 ml dan diinkubasi kembali
(28)
12
pada suhu 29°C. Pertumbuhan bakteri diamati setiap 2 jam dengan mengukur nilai kerapatan atau optical density (OD) dengan menggunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm (Hadioetomo 1990).
4. Uji Aktivitas Antagonistik terhadap Bakteri Patogen
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri kandidat probiotik dalam menghambat bakteri patogen. Bakteri patogen yang digunakan adalah Vibrioharveyi. Pertama dilakukan kultur cair bakteri patogen dan setiap kandidat probiotik. Selanjutnya dari kultur cair diambil 0,1 ml dan ditambahkan 0,9 ml larutan fisiologis steril. Untuk bakteri patogen diambil 0,1ml dan kemudian disebar di cawan. Kertas saring steril dicelupkan pada suspensi kandidat probiotik dan diletakkan di atas media padat SWC yang telah disebar dengan V.harveyi. Biakan bakteri ini diinkubasi pada suhu 29°C selama 24 jam dan diamati zona bening sebagai hasil bahwa kandidat probiotik dapat menghambat V. harveyi.
5. Uji Penempelan
Uji ini mengacu pada metode berdasarkan Dewanti & Wong (1993) yang menggunakan lempeng baja. Terlebih dahulu lempeng baja disterilkan dengan cara direndam dalam larutan deterjen yang dipanaskan sampai mencapai suhu 40 - 45°C selama 24 jam, kemudian lempeng baja dibilas dengan air panas 40 - 50°C sampai bersih lalu dikeringanginkan, selanjutnya diautoklaf pada suhu 121°C selama 20 menit.
Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan lempeng baja di dalam erlenmeyer 1 L dengan posisi berdiri. Erlenmeyer sebelumnya telah diisi dengan 250 ml SWC steril dan telah diinokulasi 1 ml kultur segar bakteri. Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil dan ditempatkan dalam shaker selama 24 jam pada suhu 29°C. Setelah 24 jam lempeng baja dibilas dengan larutan buffer fosfat (BF). Kemudian permukaan lempeng diseka secara merata dengan menggunakan swab. Swab dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml BF dan divortex selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan pengenceran serial dan dihitung populasi bakteri dengan metode hitungan cawan.
Jumlah bakteri yang tumbuh pada media dalam erlenmeyer juga dihitung dengan cara mengambil 1 ml cairan dari media tumbuh dan diencerkan dengan 9
(29)
mL buffer Fosfat. Selanjutnya dilakukan penghitungan populasi bakteri yang tumbuh dengan metode hitung cawan. Bakteri yang mampu membentuk biofilm dengan baik akan mampu menempel pada substrat yaitu usus.
6. Uji Patogenisitas Bakteri Kandidat Probiotik
Uji patogenisitas dilakukan untuk melihat apakah bakteri yang diberikan bersifat patogen atau tidak terhadap udang. Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan bakteri kandidat probiotik secara intramuskular dengan konsentrasi 106 CFU/ml sebanyak 0,1 ml/ekor. Udang dipelihara selama 7 hari dan diamati kelangsungan hidupnya setiap hari. Pada akhir pemeliharaan tingkat kelangsungan hidup udang dihitung dan dibandingkan dengan kontrol yakni udang yang disuntik dengan larutan fisiologis. Kandidat probiotik yang akan digunakan adalah bakteri yang tidak bersifat patogen yang tidak menyebabkan udang sakit dan mati pada saat uji patogenitas ini.
Uji Pakan Percobaan pada Udang Vaname
Pakan yang digunakan yaitu pakan komersial (Tabel 1) dan ditambahkan kandidat probiotik. Sebelum dicampurkan ke dalam pakan dilakukan kultur cair bakteri kandidat probiotik yang ditempatkan dalam shaker dengan suhu 29°C dengan kecepatan 180 rpm dan dilakukan pemanenan sesuai waktu pencapaian fase eksponensial. Hasil kultur bakteri yang didapat dipindahkan ke dalam tabung ulir dan disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Hasil endapan bakteri probiotik inilah yang dicampurkan ke dalam pakan. Probiotik sebanyak 10g/kg (Wang et al. 2007) ditambahkan ke dalam pakan dengan cara disemprotkan secara merata menggunakan spuit dengan menambahkan 2% kuning telur.
Tabel 1. Komposisi proksimat pakan komersil yang digunakan Komposisi
Proksimat
Kandungan (%)
Protein 32% Lemak 5% Serat 4% Abu 15% Air 11%
(30)
14
Komposisi : Fish meal, shrimp meal, squid meal, soybean meal, wheat flour, soy lecithin, squid oil, fish oil, immune stimulant, vitamin, mineral, anti mold and anti oksidant
Sumber : Luxindo 39 3A
Pakan yang diberikan pada percobaan ini terdiri dari :
A: Pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil amilase (isolat M2)
B: Pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil lipase (isolat Z3)
C: Pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil protease (isolat K9)
D: Pakan komersial yang ditambah isolat terbaik penghasil amilase, lipase dan protease (S3)
E: Pakan komersial yang tidak ditambahkan probiotik
Selanjutnya pakan ini diberikan pada udang selama percobaan pemeliharaan untuk selanjutnya dilakukan :
1. Uji Pertumbuhan
Pemeliharaan udang dilakukan pada wadah plastik ukuran 90L sebanyak 15 buah (Gambar 1). Bagian samping ditutup plastik warna hitam dengan tujuan untuk menurunkan intensitas cahaya sesuai dengan sifat udang yang aktif pada malam hari (nokturnal). Sebelum digunakan, semua peralatan diberi desinfektan dengan kaporit. Wadah plastik diisi air yang berasal dari tambak udang dengan ketinggian 70%. Air dari tambak disaring terlebih dahulu dan diberi desinfektan dengan kaporit 30 ppm kemudian dinetralkan dengan Na-thiosulfat 10 ppm dan diaerasi tinggi. Air disterilkan selama 3 hari dan pada hari keempat udang dimasukkan ke dalam wadah plastik.
(31)
Udang dengan bobot rata-rata 8,35 ± 0.16 g dan panjang 10,14 ± 0,21cm ditebar dengan kepadatan 30 ekor per wadah. Pemeliharaan udang dilakukan selama 60 hari dan diberi pakan satiation sebanyak lima kali sehari, yaitu pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00 dan 21.00. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5 % dari bobot tubuh udang dan selanjutnya disesuaikan dengan pertambahan bobot tubuh udang vaname. Penggantian air dilakukan 3 hari sekali sebanyak 10% dan penyiponan dilakukan setiap pagi hari untuk membersihkan sisa pakan dan feses. Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan ditimbang dan dicatat untuk menghitung efisiensi pakan. Untuk mengetahui laju pertumbuhan udang dilakukan sampling setiap 10 hari sekali. Pengukuran kualitas air dilakukan pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan meliputi salinitas, pH, suhu, dissolve oksigen (DO) dan amoniak. Untuk uji pertumbuhan ini dianalisis beberapa parameter yaitu :
1. Laju pertumbuhan relatif udang
Laju pertumbuhan relatif dihitung menggunakan rumus menurut Takeuchi (1988) yaitu:
PR = Wt-Wo x 100% Wo
Dimana :
Wo = Bobot ikan awal (g) Wt = Bobot ikan akhir (g) PR = Pertumbuhan relatif 2. Konversi Pakan (KP)
Konversi pakan dihitung berdasarkan rumus menurut Takeuchi (1988) yaitu : KP = F x 100%
(Wt +Wd ) - Wo
Dimana :
KP = Konversi pakan (%)
Wo = Bobot rata rata ikan uji pada awal penelitian (g)
Wt = Bobot rata rata ikan uji pada waktu t (g)
Wd = Bobot udang yang mati selama penelitian (g)
(32)
16
3. Retensi Protein
Retensi protein dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat kadar protein (Lampiran 2) terhadap pakan, serta tubuh udang awal dan akhir penelitian. Rumus yang dipakai berdasarkan Takeuchi (1988) :
RP = Pt-Po x 100 Pe
Dimana :
RP = Retensi protein (%)
Po = bobot protein dalam tubuh ikan pada waktu 0 (g) Pt = bobot protein dalam tubuh ikan pada waktu t (g) Pe = bobot protein yang dikonsumsi ikan (g)
4. Populasi bakteri
Populasi bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan udang dan feses udang vaname dihitung pada awal dan akhir percobaan dengan metode hitungan cawan. Hal ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan populasi setelah diberikan pakan uji. Sampel saluran percernaan udang dan feses digerus secara terpisah dan setiap 1 g saluran pencernaan diencerkan dengan 9 ml larutan fisiologis steril. Kemudian hasil pengenceran ditumbuhkan pada media agar padat.
5. Tingkat kelangsungan hidup
Tingkat kelangsungan hidup diamati setiap periode pengamatan 10 hari sampai akhir penelitian dan penghitungannya menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1997) :
S = Nt x 100 No Dimana :
S = Derajat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah udang uji pada akhir penelitian ( ekor ) No = Jumlah udang uji pada awal penelitian ( ekor ) 6. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan dihitung dengan cara menimbang jumlah pakan awal sebelum diberikan ke udang dan setelah pemberian pakan, pakan kembali
(33)
ditimbang untuk mengetahui jumlah pakan yang dikonsumsi udang setiap hari selama masa pemeliharaan.
2. Uji Daya Cerna Pakan
Pengujian daya cerna pakan dilakukan secara terpisah dari uji pertumbuhan. Pakan yang akan digunakan dihaluskan menjadi serbuk dan ditambahkan 0,6 % Cr2O3 sebagai indikator kecernaan dan CMC sebesar 20 g/kg pakan sebagai
perekat (Watanabe 1988). Selanjutnya pakan serbuk dibuat pelet lagi dan dikeringkan. Pakan diberikan pada udang selama seminggu dan pada hari ketujuh dilakukan pengumpulan feses udang dengan cara menyipon akuarium dengan selang kecil dan ditampung dalam ember. Selanjutnya disaring dan feses yang terkumpul ditempatkan pada botol film untuk selanjutnya dianalisa (Lampiran 3). Feses yang terkumpul dikeringkan dalam oven bersuhu 110°C selama 4-6 jam. Selanjutnya dilakukan analisa kandungan Cr2O3 terhadap feses yang sudah
dikeringkan (Lampiran 4).
Nilai kecernaan dihitung berdasarkan Takeuchi (1988) : Kecernaan protein (%) = 1-(a’/a )/(b’/b) x 100
Kecernaan Total (%) = 1-(a’/a) x 100 Keterangan :
a = % Cr2O3 dalam pakan
a’ = % Cr2O3 dalam feses
b’ = % protein dalam feses b = % protein dalam pakan
3. Uji Aktivitas Enzim Saluran Pencernaan
Uji aktivitas enzim dilakukan pada saluran pencernaan udang di akhir penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari penambahan probiotik pada pakan yang diberikan dibandingkan kontrol. Udang diambil sebanyak 6 ekor dari setiap akuarium kemudian dibedah untuk diambil saluran pencernaannya. Preparasi ekstrak enzim saluran pencernaan udang ini dilakukan pada suhu 4°C. Saluran pencernaan udang kemudian dicuci dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas penghisap. Selanjutnya usus ditimbang dan dihomogenkan dengan menambahkan larutan buffer 10 ml. Setelah homogen lalu disentrifuse selama 20 menit pada 1200 rpm untuk mendapatkan supernatan
(34)
18
yang akan digunakan pada pengujian selanjutnya yaitu aktivitas enzim (Lampiran 3).
Analisis Data
Data hasil isolasi dan seleksi bakteri kandidat probiotik serta aktivitas enzim saluran pencernaan udang dianalisa secara deskriptif sedangkan data hasil uji pertumbuhan dan kecernaan dianalisa secara statistika. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan menggunakan analisa ragam dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Steel dan Torrie 1993).
(35)
Hasil
Isolasi Bakteri Kandidat Probiotik dari Saluran Pencernaan Udang
Hasil isolasi bakteri kandidat probiotik dari saluran pencernaan udang didapat total sebanyak 30 isolat bakteri untuk diseleksi lebih lanjut. Isolat bakteri ini diambil berdasarkan koloni yang berbeda. Morfologi koloni isolat bakteri yang didapat adalah bulat sedang, tidak beraturan, warna krem; bulat besar menipis ke pinggir, tepian bergerigi, warna krem; bulat melebar, tepi berserabut, warna bening; bulat, menipis ke tepi, warna bening.
Seleksi Bakteri Kandidat Probiotik
1. Aktivitas Proteolitik, Lipolitik dan Amilolitik
Hasil uji aktivitas proteolitik, lipolitik dan amilolitik terhadap bakteri kandidat probiotik disajikan pada Gambar 2. Hasil uji aktivitas proteolitik ditandai dengan adanya zona bening di sekeliling koloni isolat, aktivitas lipolitik ditunjukkan dengan adanya warna hijau di sekeliling koloni isolat dan aktivitas amilolitik ditandai zona kuning bening di daerah isolat yang ditumbuhkan.
aktivitas proteolitik aktivitas lipolitik aktivitas amilolitik Gambar 2 Hasil aktivitas proteolitik, lipolitik dan amilolitik.
Hasil pengukuran luas diameter hasil aktivitas disajikan pada Gambar 3 dan Lampiran 5. Dari hasil pengukuran diameter hidrolisis protease didapatkan tiga isolat dengan diameter tertinggi sebesar 20 mm yaitu K9, K19 dan Z1. Isolat yang mampu menghidrolisis lipase paling tinggi yaitu isolat Z5 dengan diameter 12 mm disusul Z3 diameter 9 mm dan isolat yang mampu menghidrolisis amilase paling tinggi yaitu M1 dan M2 dengan diameter 15 mm. Isolat-isolat tersebut selanjutnya diuji lanjut berdasarkan tahapan seleksi bakteri probiotik. Adanya kemampuan menghidrolisis protease, lipase dan amilase ini menunjukkan bahwa
(36)
0 isolat-isolat tersebut mampu memanfaatkan sumber energi yaitu kasein, lemak dan pati yang ditambahkan pada media menjadi sumber karbon.
Gambar 3 Diameter hidrolisis enzim oleh isolat proteolitik, lipolitik dan amilolitik.
2. Ketahanan terhadap Asam Lambung dan Garam Empedu
Toleransi terhadap asam merupakan salah satu syarat penting suatu isolat untuk dijadikan kandidat probiotik. Hasil dari pengujian ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu disajikan pada Gambar 4, Gambar 5 dan Lampiran 6
Gambar 4 Selisih log (CFU/ml) antara jumlah isolat pada pH 2,5 dengan pH normal setiap periode pengamatan.
(37)
Gambar 5 Selisih log (CFU/ml) antara jumlah isolat pada pH 7,5 dengan pH normal.
Hasil pengujian terhadap asam lambung menunjukkan bahwa isolat S3 dan K9 memiliki selisih terkecil yang berarti lebih tahan terhadap pH asam lambung dibandingkan isolat lainnya. Isolat harus tahan terhadap pH asam lambung untuk mampu bertahan hidup dalam saluran pencernaan. Apabila sel bakteri terpapar pada kondisi yang sangat asam maka membran sel dapat mengalami kerusakan dan berakibat pada hilangnya komponen-komponen intraseluler seperti Mg, K dan lemak dari sel tersebut. Pada akhirnya kerusakan ini dapat mengakibatkan kematian sel (Bender & Marquis 1987). Hasil pengujian terhadap garam empedu menunjukkan bahwa isolat K9 merupakan isolat yang paling mampu beradaptasi karena selisih log populasinya paling kecil diantara semua isolat.
3. Fase Pertumbuhan Bakteri
(asil pengamatan nilai kerapatan optik Optical Density ditunjukkan pada Gambar dan Lampiran . Dari kurva pertumbuhan terlihat bahwa setiap isolat memiliki pertumbuhan yang bervariasi. (asil pengamatan nilai kerapatan optik didapatkan rata‐rata akhir eksponensial dengan jumlah sel tertinggi terjadi pada jam ke dan . Waktu tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar pemanenan sel bakteri.
(38)
(39)
4. Aktivitas Antagonistik terhadap Bakteri Patogen
Hasil uji aktivitas antagonistik ditunjukkan pada Gambar 7. Isolat bakteri kandidat probiotik rata-rata memiliki daya hambat terhadap bakteri patogen yaitu V.harveyi dimana aktivitas ini ditandai dengan adanya zona hambat di sekeliling isolat yang ditanam.
Gambar 7 Aktivitas antagonistik bakteri kandidat probiotik terhadap V. harveyi. Hasil pengukuran zona hambat isolat kandidat probiotik disajikan pada Gambar 8 dan Lampiran 8. Kandidat probiotik diharapkan mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Hal ini dapat terjadi karena kandidat yang mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen mampu menghasilkan antibakteri. Pemilihan probiotik salah satu kriterianya berdasarkan kemampuannya memiliki aktivitas antagonistik dimana pada penelitian ini ditujukan untuk bakteri patogen udang yatu Vibrio harveyi.
(40)
Dari hasil uji aktivitas antagonistik didapatkan hasil bahwa bakteri kandidat probiotik rata-rata mampu menekan pertumbuhan V.harveyi. Zona hambat terbaik dihasilkan oleh isolat S2 dengan diameter 13 mm namun ada satu isolat yang tidak mampu menghambat bakteri patogen yaitu isolat bakteri Z10.
5. Penempelan Bakteri Kandidat Probiotik
Faktor penempelan atau adherence factor merupakan faktor yang dimiliki oleh bakteri untuk menempel dan membentuk biofilm pada permukaan padat (Characklis 1990). Hal yang mempengaruhi sifat penempelan bakteri pada permukaan padat adalah sifat hidrofobisitas antar sel bakteri, jarak antar sel dan adanya reseptor pada sel inang (Zita & Hermannson 1997). Uji penempelan terhadap kandidat probiotik memberikan hasil yang berbeda pada setiap kandidat probiotik seperti ditunjukkan pada Gambar 9 dan Lampiran 9. Untuk kandidat probiotik terpilih (Z3, K9, S3 dan M2) menunjukkan adanya kemampuan menempel pada substrat. Isolat K9 memiliki jumlah koloni 14.000 koloni /mm2 yang artinya isolat ini mampu menempel dengan baik.
Gambar 9 Hasil uji penempelan bakteri kandidat probiotik pada lempeng baja. 6. Aktivitas Patogenisitas
Hasil yang didapat dari uji patogenisitas membuktikan bahwa kandidat probiotik yang terpilih (M2, Z3, K9 dan S3) tidak bersifat patogen. Hal ini
(41)
dibuktikan dari hasil kelangsungan hidup udang 100 % . Udang yang disuntik dengan isolat bakteri kandidat probiotik mampu bertahan hidup selama masa uji dan kondisi tubuhnya tidak ada perbedaan dengan udang kontrol atau yang disuntik dengan larutan fisiologis. Dengan hasil ini maka kandidat probiotik dapat diaplikasikan sebagai probiotik pada penambahan pakan yang akan diberikan pada udang.
Pakan Percobaan Udang vaname 1. Pertumbuhan Udang
Hasil uji pertumbuhan disajikan pada Tabel 2 yang meliputi beberapa parameter yang dianalisis. Pemberian pakan yang ditambahkan kandidat probiotik yang memiliki aktivitas enzim memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan udang vaname dibandingkan dengan pertumbuhan udang yang diberikan pakan kontrol atau tanpa penambahan probiotik.
Tabel 2 Pertumbuhan relatif (PR), kelangsungan hidup (SR), konversi pakan (KP), retensi protein (RP), kecernaan total (KT) dan kecernaan protein (KP’) udang vaname
Parameter Perlakuan (jenis bakteri)
M2 Z3 K9 S3 Kontrol
PR (%) 71,2±8,9bc 63,3±2,9b 91,1±0,01d 79,5±0,04c 48,9±0,04a
SR(%) 9 , ± 0, a 9 , ± 0, a 9 ,0 ± 0, a 00,0 ± 0,00a , ± ,0 a
KP(%) , ±0, a , ±0, a , ±0,09b , ±0,0 b , 9±0,0 a
RP(%) , ± , bc , ± , b ,9 ± , d 9, ± ,0 c , ± ,9 a
KT (%) 72,97± , 0 a b , ± , cd , ± , bc , ±0, d , ± ,9 a
KP’(%) 76,34±2,03bc , ± , cd 9,9 ± , d 9, ± ,0 d , ± , a
Keterangan : (p<0,05) Huruf yang berbeda pada garis yang sama menunjukkan perbedaan antar perlakuan.
Hasil terbaik pertumbuhan udang vaname ditunjukkan oleh perlakuan K9 yaitu pemberian pakan yang ditambah isolat yang memiliki aktivitas enzim protease dan selanjutnya perlakuan S3 yaitu pemberian pakan yang ditambah isolat yang memiliki aktivitas protease, lipase dan amilase. Hasil pertumbuhan
(42)
udang vaname pada kedua perlakuan ini lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya (Lampiran 10 dan Lampiran 11). Hal ini diduga karena dengan kecernaan protein yang tinggi yaitu 79,93%± , Lampiran sehingga mampu meningkatkan retensi protein sebesar ,9 %± , Lampiran dan Lampiran . Perlakuan K9 juga menunjukkan hasil konversi pakan yang baik yaitu , ±0,09 (Lampiran 15) yang berarti bahwa pakan yang dibutuhkan untuk menjadikan kg daging sebesar 1,83 kg dan ini lebih efektif dalam penggunaan protein baik sebagai sumber energi atau sebagai zat pembangun tubuh sehingga protein yang tidak tercerna dan keluar dalam bentuk sisa metabolisme dapat dikurangi. Kelangsungan hidup selama pemeliharaan udang vaname menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan dengan kontrol (Lampiran 16). Selama pemeliharaan salinitas air ‰ sesuai dengan kondisi di tambak udang, DO berkisar di ,0‐ , dan amoniak berkisar di 0,0 ‐0,0 dan p( berkisar pada , ‐ ,9 Lampiran .
3. Aktivitas Enzim Saluran Pencernaan
Hasil uji aktivitas enzim saluran pencernaan udang disajikan pada Tabel 3 dan Lampiran 18. Dari hasil analisis aktivitas enzim pada saluran pencernaan udang didapatkan aktivitas enzim protease, lipase dan amilase saluran udang yang sejalan dengan kemampuan bakteri dalam menghidrolisis protein, lemak dan karbohidrat pada uji in vitro. Sehingga bakteri yang mampu menghidrolisis protein, lemak dan karbohidrat ini pada saat ditambahkan ke dalam pakan mampu menyumbangkan enzim eksogenous pada udang vaname.
Tabel 3 Aktivitas enzim protease, lipase, amilase dan populasi bakteri (PB)
Parameter
Perlakuan (jenis bakteri)
M2 Z3 K9 S3 Kontrol
Protease (UA/menit) 0,0892 0,0975 0,1157 0,1742 0,0182
Lipase (µ mol AL/menit) 1,565 157,165 33,985 131,255 22,255
Amilase (UA/ menit) 0,0022 0,0028 0,0063 0,0348 0,0134
PB (Log cfu/g) , ±0,019 b ,
(43)
Keterangan : (p<0,05) Huruf yang berbeda pada garis yang sama menunjukkan perbedaan antar perlakuan.
Penambahan probiotik pada pakan komersial terhadap udang uji juga memberikan pengaruh yang nyata pada populasi bakteri di saluran pencernaan udang uji (Tabel 3 dan Lampiran 19). Hal ini memacu peningkatan aktivitas enzim endogenous yang diproduksi oleh bakteri dalam saluran pencernaan. Ini dibuktikan dengan populasi bakteri yang lebih tinggi pada saluran pencernaan udang uji pada perlakuan M2, Z3, K9 dan S3 dibandingkan kontrol. Peningkatan populasi bakteri sejalan dengan aktivitas enzim protease, lipase dan amilase pada saluran pencernaan udang vaname.
Pembahasan
Seleksi probiotik dari saluran pencernaan udang vaname menghasilkan kandidat probiotik yang mampu mensekresikan enzim yaitu enzim protease (K9), enzim lipase (Z3) dan enzim amilase (M2) ataupun ketiga enzim baik protease, lipase dan amilase (S3). Isolat K9 sebagai bakteri proteolitik yaitu bakteri yang mampu mensekresikan enzim protease yang akan merombak protein menjadi asam amino. Isolat Z3 sebagai bakteri lipolitik yaitu bakteri yang mampu mensekresikan enzim lipase yang akan mencerna trigliserida dan menghasilkan asam lemak rantai panjang dan gliserol. Sedangkan isolat M2 sebagai bakteri amilolitik yaitu bakteri yang mampu mensekresikan enzim amilase yang akan mendegradasi pati menjadi maltosa dan glukosa yang kemudian diangkut ke dalam sitoplasma sel dan digunakan sebagai sumber karbon dan energi.
Syarat lain suatu bakteri dapat dijadikan kandidat probiotik adalah mampu bertahan pada paparan pH asam dan basa dengan selisih log populasi yang kecil antara pH normal dengan pH asam dan pH normal dengan pH basa. Hal ini sangat penting karena bakteri probiotik harus mampu untuk bertahan pada pH asam lambung dan setelah itu probiotik akan akan berhadapan dengan garam empedu yang ber-pH basa. Bakteri yang mampu bertahan pada pH rendah atau asam dinyatakan bersifat asam atau resisten terhadap asam lambung dan yang berhasil bertahan pada pH basa dinyatakan resisten terhadap garam empedu (Chou & Weimer 1999). Keempat bakteri kandidat probiotik yang terpilih rata-rata
(44)
memiliki ketahanan terhadap pH asam dan basa dan tetap hidup sampai akhir pengamatan 8 jam. Hal ini diduga karena isolat diseleksi dari saluran pencernaan yang sudah beradaptasi dengan kondisi asam lambung dan garam empedu pada saluran pencernaan.
Peran lainnya yang harus dimiliki suatu bakteri untuk dapat dijadikan kandidat bakteri probiotik yaitu mampu menghasilkan senyawa antibakteri yaitu peptida yang disintesis dalam ribosom sehingga menghambat perkembangan bakteri patogen khususnya V.harveyi yang banyak terdapat pada saluran pencernaan udang vaname dan mampu menjaga keseimbangan bakteri dalam saluran pencernaan.
Supaya mampu hidup dan berkembang dengan baik pada saluran pencernaan maka kandidat probiotik harus mempunyai kemampuan menempel sehingga mampu mengkolonisasi substrat dengan baik. Apabila tidak mampu mengkolonisasi maka bakteri probiotik akan terlepas oleh konstraksi usus (Havenaar et al. 1992). Kandidat probiotik yang terpilih memiliki jumlah koloni yang relatif tinggi menempel pada substrat.
Penambahan probiotik pada pakan komersial terhadap udang uji juga memberikan pengaruh yang nyata pada populasi bakteri di saluran pencernaan udang uji. Ini dibuktikan dengan populasi bakteri yang lebih tinggi pada saluran pencernaan udang uji pada perlakuan M2, Z3, K9 dan S3 dibandingkan kontrol. Hal ini memacu peningkatan aktivitas enzim endogenous yang diproduksi oleh bakteri dalam saluran pencernaan (Ziaei-Nejad et al. 2006). Peningkatan populasi bakteri sejalan dengan aktivitas enzim protease, lipase dan amilase pada saluran pencernaan udang vaname. Dari hasil aktivitas enzim terlihat bahwa enzim protease yang membantu penyederhanaan protein menjadi asam amino memiliki preferensi yang lebih besar digunakan sebagai energi oleh udang dibandingkan dengan enzim lipase atau enzim amilase sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan.
Penambahan probiotik ke dalam pakan komersial juga memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan udang vaname. Perlakuan K9 yaitu
(45)
udang yang diberikan pakan komersial yang ditambah probiotik penghasil enzim protease menghasilkan pertumbuhan tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya dan hal ini didukung dengan retensi protein yang tinggi serta kecernaan protein yang tinggi. Kecernaan yang tinggi menyebabkan protein dan energi nutrien pakan yang dapat diserap udang lebih tinggi sehingga energi akan lebih banyak tersimpan untuk pertumbuhan. Kecernaan pakan meningkat dengan adanya penambahan probiotik dalam pakan dibandingkan dengan pakan tanpa penambahan probiotik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Handayani et al. (2000) bahwa bakteri pengurai yang ikut termakan akan membantu proses pencernaan dalam saluran pencernaan udang karena bakteri ini mampu memproduksi enzim protease, amilase serta lipase dan meningkatkan keseimbangan bakteri dalam saluran pencernaan. Enzim‐enzim khusus yang dimiliki oleh bakteri ini sangat membantu dalam pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga akan mempermudah pencernaan lanjutan dan penyerapan oleh saluran pencernaan udang.
Pertumbuhan yang baik pada perlakuan K9 juga didukung dengan hasil uji in vitro bahwa isolat K9 paling besar mensekresikan enzim protease dengan diameter hidrolisa mencapai 0 mm, populasi bakteri yang menempel pada saluran pencernaan lebih banyak dibandingkan isolat lainnya dan tahan terhadap kondisi asam dan basa saluran pencernaan. Sehingga isolat K9 berkembang dengan baik pada saluran pencernaan udang dan mampu menyumbangkan enzim protease yang mendukung pertumbuhan udang vaname. Enzim protease yang disebut juga endopeptidase merupakan kelompok enzim yang paling penting pada udang karena peranannya lebih dari 0% pada pencernaan udang Galgani et al. 9 ; Tsai et al. 9 . Udang vaname memiliki preferensi yang lebih tinggi untuk memanfaatkan protein sebagai sumber energi dibandingkan karbohidrat dan lemak. Sebagaimana diketahui bahwa udang vaname membutuhkan protein yang tinggi dibandingkan ikan tawar dan protein berperan sebagai zat pembangun tubuh Watanabe 9 . Perlakuan K9 memiliki nilai retensi protein yang paling tinggi dengan konversi pakan yang
(46)
0 baik yang artinya dengan jumlah konsumsi pakan yang sama Lampiran 0 udang perlakuan K9 lebih mampu memanfaatkan protein pakan sehingga protein yang keluar dalam bentuk amoniak akan berkurang dan hal ini berdampak baik bagi lingkungan. Selain itu dengan nilai konversi pakan yang jauh lebih rendah dibandingkan kontrol maka hal ini sangat menguntungkan bagi usaha budidaya udang.
Dari hasil penelitian ini kelangsungan hidup udang uji memberikan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini diakibatkan oleh kuantitas serta kualitas pakan yang diberikan cukup untuk mempertahankan kebutuhan pokok udang serta lingkungan yang terjaga dengan baik selama pemeliharaan.
(47)
Dari saluran pencernaan udang vaname diperoleh 4 isolat potensial bakteri kandidat probiotik penghasil enzim protease (K9), lipase (Z3), amilase (M2) dan menghasilkan enzim protease, lipase dan amilase (S3). Penambahan probiotik K9 pada pakan mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan udang sehingga probiotik K9 berpotensi untuk dijadikan probiotik komersial.
SARAN
Dari hasil penelitian ini maka disarankan penggunaan probiotik K9 dalam pakan udang sehingga meningkatkan kinerja pertumbuhan udang vaname.
(48)
DAFTAR PUSTAKA
Akiyama DM, Dominy WG, Lawrence AL. 1992. Penaeid shrimp nutrition. in : Marine shrimp culture: Principles and Practise (ads A. W. fast and L. J. Lester). pp.535-566. Elsevier science, New York.
Arellano CF. Olmos SJ. 2002. Thermostable 1-4 and 1-6 glucosidase enzymes from Bacillus sp isolated from a marine environment. World J microbial, Biotechnology 18, 791-795.
Aslamyah S. 2006. Penggunaan mikroflora saluran pencernaan sebagai probiotik untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan
bandeng. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bairagi A, Ghosh KS, Sen SK, Ray AK. 2002. Enzyme producing bacterial flora isolated from fish digestive tracts. Aquaculture International 10 : 109-121.
Bender GR, Marquis RE. 1987. Membrane ATP ases and acid tolerance of Actinomyces viscosus and Lactobacillus casei. Appl Environ Microbiol 53:2124-2128.
Bergmeyer HU, Grassi M. 1983. Methods of Enzymatic Analysis. Volume ke-2. Weinheim: Verlag Chemie.
Borlongan TG. 1990. Studies on the lipases of milkfish Chanos-chanos. Aquaculture 89:315-325.
Brock JA, Main KL. 1994. A Guide to the common problems and diseases of cultured Penaeus vannamei. 242 pp. World Aquaculture Society, Baton Rouge. Los Angeles, USA.
Characklis WG. 1990. Biofilm processes. Jon Willey and Sons. Inc
Clark DJ, Lawrence AL, Swakon DHD. 1993. Apparent chitin digestibility in penaeid shrimp. Aquaculture, 109(1)51-57.
Cho CY, Slingr Y, Baylay HS. 1982. Bioenergenetic of salmon fishes energetic intake, expenditure and productivity. Comp Biochemistry physiology 73B(1): 25-41.
Chou LZ, Weimer B. 1999. Isolation and characterization of acid and bile tolerant isolates from strain of L. Acidophilus. Dairy science 82:23-31
(49)
Cousin M, Cuzon GM, Guillaume J. 1996. Digestibility of starch in Penaeus vannamei: in vivo and in vitro study on eight sample of various origin. Aquaculture, 147:(3-4)261-73.
Cotteau P, Camara MR, Sorgeloos P. 1996. The effect of different level and source of dietary phospatydilcholine on the growth, survival, stress resistance, and fatty acid composition of postlarval Penaeus vannamei. Aquaculture, 147 (3-4) 261-73.
Clarke RTJ, Bauchop T. 1977. Microbial Ecology of Gut. London. New York. San Fransisco : Academic Press.
Das KM. Tripathy SD. 1991. Studies on the digestive enzymes of grass carp, Ctenopharingodon idella Val. Aquaculture 92: 11-21.
Dewanti R, Wong ACL. 1995. Influence of culture conditions on biofilm formation by E.coli 157:H7. Food microbiology 67:456-456
Ding X et al. 2004. Effects of probiotics on growth and activities of digestive enzymes of Penaeusvannamei. J.Fish Sci. China 11, 580-584 Fuller R. 1989. Probiotics in man and animal. Microbiology 66 :365-378.
Fuller R. Turvy A. 1971. Bacteria associated with the intestinal wall of the fowl (Gallus domesticus). Journal of Applied Bacteriology 34:617-622. Fuller R. 1992. Probiotics. The Scientific Basic. London, New York, Tokyo,
Melbourne, Madras: Chapman and Hall.
Gatesoupe, FJ. 1999. The use of probiotics in aquaculture. Aquaculture 180,147-165.
Galgani ML, Benyamin Y, Ceccaldi HJ. 1984. Identification of digestive proteinase of Penaeus kerathurus (Forskal) : a comparison and moult cycle. Comp. Biochem. Physiol.118A,1267-1271.
Galgani ML, Benyamin Y, Van WA, 1985. Purification, properties and immunnoassays of trypsin from the shrimp Penaeus japonicus. Comp. Biochem. Physiol.81B,447-452.
Gullian M, Thompson F, Rodriguez J. 2004. Selection of probiotic bacteria and study of their immunostimulatory effects in Penaeus vannamei. Aquaculture 233,1-14.
Guillaume J. 1997. In Crustacean Nutrition (L.R.D’Abramo D. E. Cocklin and D.M Akiyama eds.p.26. World Aquaculture Society, Baton Rouge, LA.
(50)
34
Hadioetomo RS. 1990. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan I. Bogor. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Handayani R, Kokarkin C, Astuti SM. 2000. Pemanfaatan enzim bakteri remedian pada pemeliharaan larva udang windu. (Laporan Penelitian). Jepara : Balai Budidaya Air Payau.
Haryati. 2002. Respon larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) terhadap pakan buatan dalam sistem pembenihan (disertasi). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Havenaar R, Brink BT, Huis JHJ. 1992. Selection of strain probiotics use. Chapman and Hall, London.
Hoshino T et al. 1997. Isolated of Pseudomonas sp. of fish intestine excretion an active protease at low temperature. Lett. Applied Microbiology 25:70-72.
Itami T et al. 1998. Enhancement of disease resistance of kuruma shrimp, Penaeus japonicus, after oral administration of peptidoglican derived from Bifidobacterium thermophilum. Aquaculture 164: 277-288.
Irianto A, Austin B. 2003. Probiotic in aquaculture (Rev). Journal of Fish Disease 25, 633-642.
Jankauskiene R. 2002. Bacterial Flora of Fishes from Aquaculture: The genus Lactobacillus. Institute of Ecology Akademijos 2, Vilnius 2600. Lithuania, e-mail:ekoi@ekoi.lt. http//www.hbu.Cas.C2-ResLim 2002-PRINT-151-154 pdf.
Lemos D, Ezquerra JM, Garcia Carreno FL. 2000. Protein digestion in penaeid shrimp: digestive proteinase, proteinase inhibitors and feed digestibility . Aquaculture 186,89-105
Lester LJ, and Pante JR. 1992. Penaeidae Temperature and Salinity Responses. In : Marine Srimp Culture : Principle and Practise (eds Fast AW and Lester LJ.) pp.515-34. Elsevier, Amsterdam, Nedherlands.
Mohanty SN, Swain SK, Tripathy SD. 1993. Growth and survival of rohu spawn fed on a liver basal diet. J. Inland Fish.Soc.India 25 (2),41-45. Mohanty SN, Swain SK, Tripathy SD. 1996. Rearing of Ctala (Catla catla Ham)
spawn on formulated diets. J. Aquac.Trop.11, 253-258
Murni. 2004. Pengaruh penambahan bakteri probiotik Bacillus sp. dalam pakan buatan terhadap aktivitas enzim pencernaan, efisiensi pakan dan
(51)
pertumbuhan ikan gurame. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Nakayama A, Yano Y, Yoshida K. 1994. New method for isolating barophiles from intestinal content of deep-sea fishes retrieved from abyssal zone. Applied and Enviromental Microbiology. 60 (11):4210-4212. Opuszynski K, Shireman JV. 1994. Herbivorous Fishes, Culture and Use for
Weed Management. Florida. London, Tokyo: Cooperation with USFWS National Fisheries Research Centre Gainesville, CRC Press Boca Raton Ann Arbor.
Robertson L, Lawrence AL, Castile F. 1993. Interaction of salinity and feed protein level on growth of Penaeus vannamei. Journal of Applied aquaculture, 2 (1)43-54.
Robertson PAW et al. 2000. Use of carnobacterium sp. as a probiotic for atlantic salmon (Salmo salar L.) and rainbow trout (Oncorhynchus mykiss, Walbaum). Aquaculture .185:235-243.
Sugita H, Miyajima C, Deguchi Y. 1991. The vitamin B12-producing ability of the intestinal microflora of freshwater fish. Aquaculture.165: 269-280.
Sugita H, Hirose Y, matsuo N, Deguchi Y. 1998. Production of the antibacterial substance by bacillus species strain NM12, an intestinal bacterium of Japanese coastal fish. Aquaculture 165: 269-280
Parker RB. 1974. Probiotics, the other half of the antibiotic story. Animal Nutrition and Health 29:4-8.
Salminen S, Ouwehand A, Benno Y, Lee YK. 1999. Probiotics: how should they be defined. Trend Food Science Technology. 10,107-110.
Sharma OP, Bhukhar SKS. 2000. Effect of aquazyn-TM-1000, a probiotic on the water quality and growth, nutrien utilization and carcass composition in mrigal fry. J. Aquaculture. 4. 29-35.
Shiau SY. 1998. Nutrient requirement of penaied shrimp. Aquaculture 164(1-4)77-93.
Spanggaard S, Huber I, Nielsen J, Nielsen T, Appel KF, Gram L. 2000. The mikroflora of rainbow trout intestinal: a comparison of traditional and molecular identification. Aquaculture 182:1-15.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. 748 hal.
(52)
36
Sumere, S. Umiyati, Endhay K, Kontara. 1987. Teknik Pembuatan Pakan Udang. INFIS manual Seri No. 50: 1 – 18 pp.
Takeuchi T. 1988. Laboratory Work, Chemical Evaluation of Dietary Nutrients. Di dalam : Watanabe T, Editor. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo: department of Aquatic Biosciences, University of Fisheries. Hlm 179-288.
Tsai IH, Chuang KL, Chuang JL. 1986. Chymotrypsins in digestive tracts of crustacean decapods (shrimps). Comp. Biochem. Pysiol. 85, 235-240.
Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Vertraete W. 2000. Probiotics bacteria as biological control agents in aquaculture. Microbiol. Mol. Biol. Rev.64,655-671.
Walford JT, Lam TJ. 1993. Development of digestive tract and proteolytic enzyme activity in seabass Lates calcalifer larvae and juveniles. Aquaculture 109:187-205
Wang YB. 2007. Effect of probiotics on growth performance and digestive enzyme activity of the shrimp Penaeus vannamei. Aquaculture 269: 259-264.
Wang YB, Xu ZR, 2006. Efects of probiotics for common carp (Cyprinus carpio) based on growth performance and digestive enzyme activities. Anim. Feed Scie. Technol. 127, 283-293.
Wang YB, Xu ZR, Xia MS. 2005. The effectiveness of commercial probiotics in northern white shrimp (Penaeus vannamei L.) Pond. Fish . Sci. 71,1034-1039.
Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Marineculture. JICA texkbook the general aquaculture course. Tokyo. Department of Aquatic Biosciences .Tokyo University of Fisheries
Xue XM et al.1999. Characterization of cellulase activity in the digestive system of the redclaw crayfish (Cherax quadricarinatus). Aquaculture .180:373-386.
Zhou XX, Yan BW, Wei FL. 2008. Effect of probiotic on larvae shrimp (Penaeus vannamei) based on water quality, survival rate and digestive enzyme activities. Aquaculture. 287;349-353.
Zonneveld N, Huisman AE, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Jakarta. PT. Gramedia
(53)
Ziaei SN et al. 2006. The effect of Bacillus spp. bacteria used as probiotics on digestive enzyme activity, survival and growth in the indian white shrimp Fenneropenaeus indicus. Aquaculture 252, 516-524.
Zita A, Hermanson M. 1997. Effect of bacterial cells surface structure and hydrophocity on attachment to activated sludge flocs. Journal Appl and Environ. Microbiol 63: 1168-1170
(54)
(55)
39 Lampiran 1 Prosedur uji hidrolisis Protein, lemak dan karbohidrat.
Hidrolisis Kasein
1. Media SWC steril yang telah dicampur susu skim 2% dituang pada cawan petri 2. Inokulasikan bakteri yang akan diuji dengan metode gores pada permukaan
agar yang telah memadat, disebarluaskan seluas 0,5 cm
3. Cawan petri tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 29°C selama 24-48 jam
4. Hasil hidrolisis kasein diamati, yaitu daerah jernih pada agar, sebaliknya apabila daerah koloni tetap keruh berarti tidak terjadi hidrolisis
5. Ukur diameter wilayah yang dihidrolisis,
Hidrolisis Lemak
1. Media SWC steril yang telah dicampur dengan minyak zaitun 2% dituang pada cawan steril
2. Inokulasikan bakteri yang akan diuji dengan metode gores pada permukaan agar yang telah memadat
3. Inkubasikan pada inkubator pada suhu 29°C selama 24-48 jam
4. Amati hasil hidrolisis lemak tersebut, dengan menuangkan CuSO4 jenuh pada
permukaan agar cawan, Bakteri yang mampu menghidrolisis lemak, di sekitar pertumbuhan koloninya terdapat warna hijau mengkilat, sedang di daerah lain tidak,
5. Ukur diameter wilayah yang dihidrolisis
Hidrolisis Pati
1. Media SWC steril yang telah dicampur dengan kanji 2% dituang pada cawan steril
2. Inokulasikan bakteri yang akan diuji dengan metode gores pada permukaan agar yang telah memadat
3. Inkubasikan pada inkubator pada suhu 29 °C selama 24 - 48 jam
4. Amati hasil hidrolisis pati tersebut, dengan menuangkan reagen Kl pada permukaan agar cawan, Bakteri yang mampu menghidrolisis pati, di sekitar
(56)
40 pertumbuhan koloninya terdapat daerah jernih atau terang, sedang di daerah lain terdapat warna gelap,
(57)
41 Lampiran 2 Prosedur analisa proksimat (Takeuchi 1988).
Prosedur analisa kadar air
- Cawan dipanaskan pada suhu 110° C selama 1 jam, kemudian didinginkan alam desikator selama 30 menit dan ditimbang (A)
- Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian ditimbang (B)
- Cawan dan sample dipanaskan tanpa penutup pada suhu 110° C selama 2 jam kemudian didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang dan ditimbang (C)
(B – C)
Kadar Air (%) = ________ x 100 (B - A)
Prosedur analisis kadar abu
- Cawan dipanaskan pada suhu 600 °C selama 1 jam dalam muffle furnase, kemudian dibiarkan suhu muffle furnase turun dampai 110°C, selanjutnya cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang (A)
- Sampel ditimbang sebanyak 1 sampai 2 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin kemudian ditimbang (B)
- Cawan porselin dan sample dipanaskan dalam muffle furnase pada suhu 600° C selama 1 jam kemudian dibiarkan semalam
- Cawan porselin dan sample dikeluarkan, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (C)
(B – C)
Kadar Abu (%) = ________ x 100 (B - A)
(1)
Lampiran 15 Konversi pakan udang vaname.
Perlakuan
Konversi pakan (%)
A1 2,264
A2 2,044
A3 2,186
Rata-rata±SD 2,164±0,112
B1 2,336
B2 2,266
B3 2,034
Rata-rata±SD 2,212±0,158
C1 1,93
C2 1,75
C3 1,79
Rata-rata±SD 1,83±0,094
D1 1,89
D2 1,95
D3 1,94
Rata-rata±SD 1,93±0,036
E1 2,37
E2 2,21
E3 2,28
Rata-rata±SD 2,29±0,08
SK
JK
db
KT
Fhit
sig
Between
groups
0,461 4 0,115
10,565
0,001
Within
groups
0,109 10 0,011
Total 0,570
4
Perlakuan
N
1
2
C 3
1,83
aD 3
1,93
aA 3
2,16
bB 3
2,21
bE 3
2,29
bSig
0,267
0,184
(2)
Lampiran 16 Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (%) udang vaname selama
pemeliharaan (60 hari).
Perlakuan
Jumlah Populasi
awal (ekor)
Jumlah populasi
akhir (ekor)
Tingkat
Kelangsungan
hidup (%)
A
B
C
D
E
30,00 ± 0,00
30,00 ± 0,00
30,00 ± 0,00
30,00 ± 0,00
30,00 ± 0,00
28,67 ± 0,57
28,67 ± 0,57
29,67 ± 0,57
30,00 ± 0,00
24,33 ± 4,04
95,56 ± 0,57
96,67 ± 0,57
98,02 ± 0,57
100,00 ± 0,00
81,11 ± 4,04
SK
JK
db
KT
Fhit
sig
Between
groups
4,462 4 1,116 0,500 0,737
Within
groups
22,331 10 2,231
Total 26,773
4
Perlakuan
N
SR
A 3
95,56
B 3
95,56
C 3
95,56
D 3
96,67
E 3
96,67
Sig 3
0,418
(3)
Lampiran 17 Data kualitas air selama pemeliharaan udang vaname.
Waktu
PERLAKUAN A
ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3
Salinitas Suhu DO pH Alkalinitas NO2 NH3 Salinitas Suhu DO pH Alkalinitas NO2 NH3 Salinitas Suhu DO pH Alkalinitas NO2 NH3
Awal 15 25,6 6,46 7,92 110 0,002 0,000685 15 26 6 7,78 122 0,032 0,0006 15 26,6 6,73 7,97 122 0,032 0,022 Tengah 15 26,2 6,76 8,03 112 0,002 0,00097 15 26,2 6,97 8,07 130 0,047 0,0011 15 26 6,79 8,06 120 0,041 0,028 Akhir 15 26,3 5,19 7,75 164 0,013 0,02 15 26,3 6,5 7,84 176 0,014 0,023 15 26,3 6,5 7,99 162 0,015 0,042
Waktu
PERLAKUAN
B
ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3
Salinitas Suhu DO pH Alkalinitas NO2 NH3 Salinitas Suhu DO pH Alkalinitas NO2 NH3 Salinitas Suhu DO pH Alkalinitas NO2 NH3
Awal 15 25,7 6,2 7,86 120 0,02 0,015 15 26,3 5,31 7,73 122 0,015 0,453 15 26,2 5,9 7,82 110 0,04 0,0126 Tengah 15 26,2 6,6 7,92 124 0,023 0,0246 15 25,6 5,8 7,88 128 0,0018 0,408 15 25,9 6,7 8,06 118 0,04 0,0157
Akhir 15 26,3 5,09 7,8 178 0,017 0,029 15 26,3 4,04 7,7 186 0,015 0,0269 15 26,3 5,83 7,85 168 0,017 0,0234
Waktu
PERLAKUAN C
ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3
Salinitas Suhu DO pH Alkalinitas NO2 NH3 Salinitas Suhu DO pH Alkalinitas NO2 NH3 Salinitas Suhu DO pH Alkalinitas NO2 NH3
Awal 15 25,9 6,24 7,73 120 0,031 0,00057 15 26 5,85 7,82 122 0,032 0,0154 15 25,9 6,18 7,77 110 0,034 0,000434 Tengah 15 25,9 6,6 8,04 122 0,038 0,0014 15 25,6 5,8 8,05 126 0,037 0,00096 15 26,2 6,7 7,89 122 0,039 0,000537
(4)
Waktu
PERLAKUAN D
ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3
Sal Suhu DO pH Alkal NO2 NH3 Sal Suhu DO pH Alkal NO2 NH3 Sal Suhu DO pH Alkal NO2 NH3
Awal 15 25,5 6,02 7,73 120 0,032 0,352 15 26 5,87 7,76 123 0,031 0,0125 15 25,9 5,76 7,8 124 0,023 0,0122 Tengah 15 25,9 6 8,04 124 0,034 0,0269 15 26,2 6,64 8,05 136 0,036 0,026 15 25,9 5,76 7,86 148 0,029 0,0165 Akhir 15 26,3 4,48 7,5 182 0,017 0,0269 15 26,3 4,43 7,72 220 0,013 0,0275 15 26,3 4,68 7,56 202 0,018 0,0023
Waktu
PERLAKUAN E
ULANGAN 1 ULANGAN 2 ULANGAN 3
Sal Suhu DO pH Alkal NO2 NH3 Sal Suhu DO pH Alkal NO2 NH3 Sal Suhu DO pH Alkal NO2 NH3
Awal 15 25,4 5,86 7,9 123 0,0182 0,432 15 25,4 6,2 7,8 123 0,044 0,432 15 25,5 5,7 7,75 132 0,121 0,0158 Tengah 15 25,9 6,02 7,97 138 0,0068 0,483 15 25,7 6,5 8,07 140 0,07423 0,464 15 26 6,48 7,83 94 0,122 0,032 Akhir 15 26,3 4,11 7,4 184 0,016 0,0172 15 26,3 5,23 7,64 184 0,016 0,0195 15 26,3 5,93 7,45 184 0,016 0,0305
(5)
Lampiran 18 Aktivitas enzim amilase, lipase dan protease udang vaname.
Perlakuan
Aktivitas protease
Aktivitas amilase
Aktivitas lipase
(UA/menit)
(UA/menit)
(µmolAL/menit)
A 0,0892 0,0022 1,570
B 0,0975
0,0028
157,17
C 0,1157 0,0063 33,990
D 0,1742 0,0348 131,26
E 0,0182
0,0134
22,260
Lampiran 19 Jumlah Populasi bakteri pada udang vaname.
Perlakuan
Saluran pencernaan
Feses
awal
akhir
awal
akhir
A1
4,8 x 10
86,5
x
10
93,2 x 10
74,2
x
10
7A2
6,4 x 10
83,5
x
10
93,5 x 10
75,2
x
10
7A3
4,3 x 10
83,6
x
10
93,7 x 10
73,9
x
10
7Rata-rata
5,0x108±1,097 5,96x109±1,704 4,43x107±0,25 5,1x107±0,681B1
5,2 x 10
84,7
x
10
94,2 x 10
74,9
x
10
7B2
4,7 x 10
86,7
x
10
94,3 x 10
74,8
x
10
7B3
5,2 x 10
86,5
x
10
94,8 x 10
75,6
x
10
7Rata-rata
5,0x 108±0,2 5,96 x 109±1,1 4,43 x 107±0,3 5,1 x 107±0,4C1
6,7 x 10
83,5 x 10
103,2 x 10
76,2 x 10
7C2
3,9 x 10
86,5 x 10
103,5 x 10
75,2 x 10
7C3
4,8 x 10
85,4 x 10
103,6 x 10
75,7
x
10
7Rata-rata
5,13 x 108±1,3 5,13 x 1010±1,5 3,4 x 107±0,1 5,7 x 107±0,5D1
5,4 x 10
87,5 x 10
103,7 x 10
76,2
x
10
7D2
3,6 x 10
86,4 x 10
103,1 x 10
75,8
x
10
7D3
4,8 x 10
87,3 x 10
103,4 x 10
74,2
x
10
7Rata-rata
4,6 x 108±0,9 7,1 x 1010±0,5 3,6 x 107±0,3 5,4 x 107±0,8E1
4,4 x 10
85,6
x
10
93,2 x 10
73,7
x
10
7E2
5,4 x10
84,6
x
10
93,3 x 10
75,2
x
10
7E3
3,7 x 10
85,6
x
10
93,5 x 10
74,2 x 10
7Rata-rata
4,5 x 108±0,8 5,23 x 109±0,5 3,33x 107±0,1 4,4 x 107±0,7SK
JK
db
KT
Fhit
sig
Between
groups
8,092 4 2,023
18,51 0,008
Within
groups
1,093 10 0,109
(6)