Dampak komersialisasi dan privatisasi PT. Amerta Indah Otsuka terhadap sumber air bersih dari sudut pandang syariah islam (kasus desa kutajaya, sukabumi)

i

DAMPAK KOMERSIALISASI DAN PRIVATISASI
PT. AMERTA INDAH OTSUKA TERHADAP SUMBER AIR BERSIH
DARI SUDUT PANDANG SYARIAH ISLAM
(Kasus Desa Kutajaya, Sukabumi)

ABDURRAHMAN FATHONY SYAUKAT

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak
Komersialisasi dan Privatisasi PT. Amerta Indah Otsuka Terhadap Sumber
Air Bersih dari Sudut Pandang Syariah Islam (Kasus Desa Kutajaya, Kota
Sukabumi) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Abdurrahman Fathony Syaukat
NIM H54100013

ii

ABSTRAK
ABDURRAHMAN FATHONY SYAUKAT. Dampak Komersialisasi dan
Privatisasi PT. Amerta Indah Otsuka terhadap Sumber Air Bersih dari Sudut

Pandang Syariah Islam (Kasus Desa Kutajaya, Kota Sukabumi). Dibimbing
oleh MUHAMMAD FIRDAUS.
Air adalah kebutuhan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Berdasarkan penjelasan berdasarkan Al-Quran, air digolongkan
kepada harta yang haknya dimiliki oleh setiap umat karena urgensi
kebutuhannya. Komoditas air memiliki manfaat, tetapi kepemilikannya
kerap menimbulkan sengketa pemilik hak antara masyarakat dan instansi,
seperti PT. Amerta Indah Otsuka sebagai perusahaan air minum dalam
kemasan (AMDK) dari minuman isotonik Pocari Sweat yang menggunakan
air sebagai bahan baku produksi. Air yang digunakan untuk produksi berasal
dari Desa Kutajaya yang sumber air tanahnya juga dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar. Kondisi ini menimbulkan permasalahan hak
kepemilikan air bersih bagi warga karena sumber air bersih diprivatisasi
oleh perusahaan. Warga RT 07 RW 04 yang bersebelahan langsung dengan
perusahaan mengalami kekeringan air dan kekeruhan air pada sebagian
responden. Penelitian ini menganalisis persepsi responden sebelum dan
sesudah adanya PT. Amerta Indah Otsuka di Desa Kutajaya, nilai
Willingness To Pay dan Willingness To Accept beserta faktor-faktor yang
memengaruhi dan titik perpotongannya, dan solusi air bersih menggunakan
analytical hierarchy process (AHP) serta pandangan maqashid syariah

Islam ditinjau dari dua kondisi, yaitu bila maqashid syariah tidak ditegakan
dan bila maqashid syariah ditegakan. Hasil analisis menunjukkan
masyarakat menginginkan kompensasi atas hak air bersih yang hilang
dengan aliran air bersih oleh PT. Amerta Indah Otsuka.
Kata kunci: AHP, Air Bersih, Contingent Valuation Method (CVM),
Maqashid Syariah

ABSTRACT
ABDURRAHMAN FATHONY SYAUKAT. Commercialization and
Privatization Impact by PT. Amerta Indah Otsuka on Water Resources from
Islamic Shariah Perspective (Case Kutajaya Village, Sukabumi). Supervised
by MUHAMMAD FIRDAUS.
Water is one of the basic human daily needs. Islam reviews on its
urgency that water is categorized as a property that every human being has
rights on its ownership. Water as a commodity has many benefits, however
the ownership often leads to disputes between residents and the private
agencies, such as bottled water company. PT. Amerta Indah Otsuka that is
known for its isotonic drink, Pocari Sweat. The company uses water as one
of the raw material of its production. The water used for the production is
obtained from the village of Kutajaya as ground water that is also utilized by


iii

the surrounding residents. This condition raises ownership issues on water
as a source of clean water that is privatized by the company. Resident of RT
07 RW 04 is located directly next to the water company drought water. This
study analyzes the perceptions of the respondents on impacts before and
after PT. Amerta Indah Otsuka started its production in Kutajaya. The
willingness to pay (WTP) and willingness to accept (WTA) is also analyzed.
And not to forget alternative solution by analytical hierarchy process (AHP).
Islamic law is viewed by maqashid sharia. As result of the analysis, it is
known that respondents desire compensation for the right of their clean
water because of the lack of access to clean water from PT. Amerta Indah
Otsuka. Therefore purchasing back clean water from the company (BELI) is
one
of
the
alernative
solution.
Keywords: AHP, Clean Water, Contingent Valuation Method (CVM),

maqashid Sharia

iv

v

DAMPAK KOMERSIALISASI DAN PRIVATISASI
PT. AMERTA INDAH OTSUKA TERHADAP SUMBER AIR BERSIH
DARI SUDUT PANDANG SYARIAH ISLAM
(Kasus Desa Kutajaya, Sukabumi)

ABDURRAHMAN FATHONY SYAUKAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah
Departemen Ilmu Ekonomi


PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

vii

Judul Skripsi

: Dampak Komersialisasi dan Privatisasi PT. Amerta Indah
Otsuka Terhadap Sumber Air Bersih dari Sudut Pandang
Syariah Islam (Kasus Desa Kutajaya, Kota Sukabumi)

Nama

: Abdurrahman Fathony Syaukat


NIM

: H54100013

Disetujui oleh

Prof Dr Muham

Tanggal Lulus:

1 1 AUG 2014

viii

PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul Dampak Komersialisasi dan Privatisasi PT. Amerta
Indah Otsuka Terhadap Sumber Air dari Sudut Pandang Syariah Islam

(Kasus Desa Kutajaya, Kota Sukabumi). Skripsi ini disusun untuk
memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu
Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen dan dapat digunakan sebagai
bahan rujukan lain bagi masyarakat ilmiah yang ingin menyusun penelitian
yang sejenis.
Skripsi ini bertujuan untuk memberikan gambaran bahwa ekonomi
syariah bersifat universal tidak hanya fokus terhadap perbankan, melainkan
juga terhadap lingkungan. Ekonomi syariah dalam prakteknya
memprioritaskan kepentingan sosial dan lingkungan dengan berprinsip
kepada Al-Quran dan hadits. Penelitian ini diharapkan memberikan
masukan bagi pemerintah dan masyarakat setempat dalam
mempertimbangkan langkah untuk menyusun kebijakan kompensasi sumber
air bersih Desa Kutajaya untuk warga yang merasa dirugikan, serta dapat
bermanfaat bagi pihak lain yang berkepentingan.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. Muhammad Firdaus, SP, M.Si selaku pembimbing. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Dekan FEM IPB sekaligus ayah, Yusman
Syaukat, keluarga, dan teman-teman atas doa dan dukungannya. Selain itu,
penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Badri sebagai pembela hak
air di Desa Kutajaya, Yusuf „Fluxcup‟ Ismail, Fadhilla Izzaty Syaukat, dan

Nana Rodiana. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Penulis memohon maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam
penulisan karya ilmiah ini.

Bogor, Juli 2014
Abdurrahman Fathony Syaukat

ix

DAFTAR ISI
ABSTRAK

ii

ABSTRACT

ii

PRAKATA


viii

DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

4

Hukum Islam dalam Pengelolaan Air

4

Analisis Persepsi

5

Property Rights

6

Air Bersih

10

Privatisasi

12

Contingent Valuation Method (CVM)

13

Analytical Hierarchy Process (AHP)

14

Maqashid Syariah

15

Penelitian Terdahulu

18

METODE PENELITIAN

18

Lokasi dan Waktu Penelitian

18

Jenis dan Sumber Data

19

Metode Penentuan Sampel

19

Metode Analisis Data

19

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

19

x

Identifikasi Manfaat dan Kegunaan

20

Pasar Hipotetik

20

Penentuan Besarnya Penawaran Nilai WTP dan WTA

20

Estimasi Nilai Rata-Rata WTP

21

Estimasi Kurva WTP

21

Penjumlahan Data WTP

21

Estimasi Nilai Rata-Rata WTA

22

Estimasi Kurva WTA

22

Penjumlahan Data WTA

22

Rekomendasi Alternatif Air Bersih dengan Metode AHP dan Analisis
Maqashid Syariah
23
KERANGKA PEMIKIRAN

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

25

Gambaran Umum

25

Hukum Islam dalam Mengelola Air

26

Analisis Persepsi

26

Analisis Persepsi Masyarakat Kutajaya Terhadap Sumber Air Bersih

30

Estimasi Willingness To Pay dan Willingness To Accept

35

Rekomendasi Alternatif

40

KESIMPULAN DAN SARAN

45

Kesimpulan

45

Saran

46

DAFTAR PUSTAKA

47

RIWAYAT HIDUP

60

xi

DAFTAR TABEL
1 Tipe Kepemilikan beserta Hak-haknya
2 Besaran WTA Responden
3 Faktor-Faktor Pengaruh Nilai WTP
4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi WTA
5 Alternatif Solusi Air Bersih
6 Faktor Alternatif Solusi Air Bersih

7
35
38
39
41
42

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Kerangka Pemikiran Penelitian Dampak komersialisasi dan
Privatasi Sumber Air dari Sudut Pandang Syariah Islam
Kebersihan Sebelum Ada PT. Amerta Indah Otsuka
Kebersihan Setelah Adanya PT. Amerta Indah Otsuka
Kenyamanan Sebelum Adanya PT. Amerta Indah Otsuka
Kondisi Air Sebelum Ada PT. Amerta Indah Otsuka
Kondisi Air Setelah Ada PT. Amerta Indah Otsuka
Biaya tambahan Akibat Adanya PT. Amerta Indah Otsuka
Mengandalkan Sumur sebagai Sumber Air
Kelayakan Air Sumur untuk Dimanfaatkan
Sumber Lain Memperoleh Air Bersih Selain dari Sumur
Kepuasan dengan Adanya PT. Amerta Indah Otsuka
Dampak yang Dirasakan Atas Keberadaan PT. Amerta Indah
Otsuka
Risiko yang Ditimbulkan Setelah Adanya PT. Amerta Indah
Otsuka
Keberadaan PT. Amerta Indah Otsuka Memberikan Gangguan
Terhadap Aktivitas Sehari-Hari
Bentuk Gangguan yang Dirasakan Responden
Merasa Dirugikan dengan Kehadiran PT. Amerta Indah Otsuka
Tingkat Responden Menginginkan Kompensasi
Kurva perpotongan WTP dan WTA

24
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
37

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Lokasi PT. Amerta Indah Otsuka, Sukabumi dan
Lokasi Desa Kutajaya
Kuesioner Penelitian
Model Regresi WTA
Model Regresi WTP
Dokumentasi Penelitian

49
50
57
58
59

xii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Al-Quran menilai pemilik asal semua harta dengan berbagai macamnya
adalah Allah SWT karena Dialah Pencipta, Pengatur dan Pemilik segala yang ada
di alam semesta ini, termasuk harta sebagaimana firman-Nya dalam Q.S AlMaidah ayat 17:
”Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara
keduanya, Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu”. Al-Maidah [5]: 17.
Manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang dikaruniai akal adalah pihak
yang mendapatkan kuasa dari Allah SWT untuk memiliki dan memanfaatkan
harta tersebut, Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Hadid ayat 7 :
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya...” AlHadid [57]: 7.
Allah SWT menetapkan bahwa harta hendaknya digunakan, baik untuk
kepentingan individu atau kelompok. Masyarakat berwenang atas penggunaan
harta tersebut secara keseluruhan dan pemanfaatannya kepada individu dan
instansi terkait yang mengusahakan perolehannya sesuai kebutuhan masingmasing. Sebuah kepemilikan atas harta kekayaan oleh manusia baru dapat
dipandang sah, apabila telah mendapatkan izin dari Allah SWT untuk
memilikinya, yaitu kepemilikan dan pemanfaatan suatu harta haruslah didasarkan
pada ketentuan-ketentuan syara‟ yang tertuang dalam Al-Qur‟an maupun AsSunnah.
Air dalam Al-Quran dikategorikan sebagai salah satu harta dari Allah SWT
kepada makhluk hidup-Nya yang dapat memberi kelangsungan hidup dan
membersihkan diri manusia di muka bumi. Air dalam bahasa arab, yaitu „ma,
ditemukan sebanyak 63 kali di dalam Al-Quran, lebih banyak dibandingkan
dengan larangan riba yang terdapat sebanyak 5 kali disebutkan dalam Al-Quran
dan menjadikanya sebuah hajat penting dalam aspek kehidupan. Air erat
kaitannya dengan Islam sebab air diatur dalam Islam untuk beribadah, thaharah
atau mensucikan diri dari najis.
Air tersedia melimpah di bumi dengan 2/3 bagian bumi tertutupi oleh
perairan yang menyisakan hanya 1/3 bagian oleh daratan dengan 97.5% (1.34
milyar km3) dari seluruh perairan yang ada di bumi tertutupi oleh air laut dan
sisanya 2.5% (35 juta km3) air tawar (Pankratz 2013). Menurut keberadaannya, air
dapat dibedakan menjadi air permukaan dan air tanah. Air permukaan (surface
water) dapat diperoleh langsung dari sungai, danau atau laut. Air memiliki siklus
air untuk mendaur ulang sumberdaya airnya, dengan kata lain memperbarui
sumberdaya air, namun tidak menambah volume air yang sudah ada.
Hasil akhir dari siklus air berupa air tawar yang dapat digunakan untuk
keperluan sehari-hari manusia. Adanya kekhawatiran masyarakat umum akan
kualitas air yang tersedia di alam untuk dapat dikonsumsi. Peluang ini
dimanfaatkan oleh produsen air minum dalam kemasan (AMDK) untuk

2

membangun pasar air minum dalam kemasan yang menjamin konsumsi air bersih
untuk konsumen. AMDK menawarkan kualitas air yang dapat dikonsumsi setelah
memproduksi air minum siap kemas dan didistribusikan kepada konsumen.
Kebijakan perusahaan AMDK membeli sumber mata air dari tangan warga dan
mengalihkan hak kepemilikanya menjadi milik perusahaan AMDK untuk
keperluan komersialisasi dikategorikan kepada aktivitas privatisasi air.
Perusahaan AMDK melakukan kegiatan privatisasi air dengan membeli sumber
air milik warga dengan jumlah besar agar dapat diproduksi secara massal untuk
kepentingan komersial. Sumber air yang dibeli dari warga dikelola secara terpadu
menggunakan teknologi yang menjamin air dapat dikonsumsi.
Air memiliki kedudukan sebagai property rights yang haknya dimiliki
masyarakat atau warga negara. Kepemilikan ini bersifat kepemilikan bersama
dimana pemiliknya adalah masyarakat secara kolektif. Status kepemilikan secara
kolektif dapat bergeser menjadi milik individu/kelompok apabila kepemilikannya
diserahkan kepada individu atau kelompok. Perusahaan AMDK dalam
pengoperasian aktivitas produksi memindahkan kepemilikan sumberdaya air dari
warga menjadi milik perusahaan AMDK. Islam sendiri mengatur bagaimana
property rights atau kepemilikan sumberdaya alam terbagi kepada kelompokkelompok warga yang memiliki hak dan kuasa atas sumberdaya tersebut. Jenis
kepemilikan atas sumberdaya alam terdiri atas kepemilikan individu (milk
fardhiyah), kepemilikan umum (milk „ammah), dan kepemilikan negara (milk
daullah).
Kemudahan air minum kemasan yang ditawarkan produsen AMDK dengan
mengemas dan mendistribusi air minum kepada konsumen menarik minat
konsumen menengah ke atas yang menginginkan adanya kepraktisan. Hal ini
ditunjukkan dengan konsumsi air minum dalam kemasan di Indonesia pada tahun
2013 yang diperkirakan mencapai lebih dari 21.78 miliar liter, naik 10%
dibandingkan tahun 2012, yaitu 19.8 miliar liter.a Kenaikan tersebut seiring
pertambahan penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk
mengonsumsi air minum yang baik. Konsumen rela mengeluarkan uang untuk
membeli kepraktisan dalam air minum kemasan dibandingkan harus memasak air
terlebih dahulu untuk keperluan konsumsi.
Pembangunan perusahaan AMDK pada dasarnya memberi banyak manfaat
bagi pelanggan, begitupun dengan masyarakat yang bersebelahan langsung
dengan perusahaan. Masyarakat yang sudah menetap di dekat perusahaan
mendapatkan berbagai manfaat dengan dibangunya perusahaan, seperti
pembangunan akses jalan di desa dan berbagai bantuan dari perusahaan melalui
program CSR. Akan terbina hubungan simbiosis yang saling menguntungkan
antara masyarkat dengan perusahaan bila hubungan keduanya terjalin. Namun bila
tidak adanya interaksi perusahaan dengan masyarakat maka kedua belah pihak,
masyarakat maupun perusahaan akan terkena dampak buruk seperti kekeringan air
yang dirasakan pihak masyarkat.
Desa Kutajaya, Sukabumi adalah salah satu desa yang mengalami
kekeringan akibat perebutan hak air setelah sumber air dibeli oleh perusahaan
AMDK, PT. Amerta Indah Otsuka yang berasal dari Jepang. Perusahaan dengan
produk minuman isotonik Pocari Sweat ini menggunakan sumber air dari Desa
a

Aspadin 2012. http://www.wartaekonomi.co.id

3

Kutajaya sebagai bahan baku produksinya. Perusahaan mengebor air dalam tanah,
sehingga terjadi penurunan tinggi muka air tanah dan kualitas air. Hal ini
mengakibatkan sumur-sumur yang digunakan warga tidak hanya mengering,
melainkan juga memiliki kualitas buruk dan warna keruh, sekalipun dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kepemilikan air seperti yang sudah diatur dalam Al-Quran dan hadits
menjelaskan bagaimana air merupakan komoditas yang haknya dimiliki oleh
seluruh umat. Tujuan komersialisasi sumberdaya air yang diutamakan perusahaan
berdampak dengan meminimalkan fungsi penyediaan dan pemanfaatan air sebagai
kebutuhan warga sekitar. Masyarakat Desa Kutajaya selayaknya masyarakat pada
umumnya memiliki kebutuhan dasar yang berhubungan erat dengan air seperti
buang hajat, mencuci, dan mandi, memiliki kesulitan memperoleh air bersih sejak
keberadaan AMDK.
Rumusan Masalah
Kebutuhan air yang intens oleh makhluk hidup menjadikan air sebagai harta
dari Allah SWT yang penggunaannya milik bersama sebagaimana dijelaskan
dalam Al-Quran. Penggunaan air bersama memiliki risiko dalam pembagian
kepemilikan air sebab kebutuhan dan kepentingan setiap individu yang berbedabeda. Oleh karena itu, selain pengguna air, ada pemilik sumber air selaku pemilik
wewenang mengatur kepemilikan air tiap individu dengan jumlah yang dapat
diterima secara bersama. Perbedaan kepentingan penggunaan air oleh perusahaan
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan masyarakat umum Desa Kutajaya
menimbulkan permasalahan dalam manajemen pengelolaan air bersih.
Komersialisasi sumber air adalah bentuk lanjutan permasalahan setelah
kepemilikan sumber air dari milik negara yang diprivatisasi menjadi milik swasta.
Kegiatan privatisasi sumberdaya air yang dilakukan oleh PT. Amerta Indah
Otsuka di Desa Kutajaya sebagai penghasil AMDK mengkhawatirkan warga Desa
Kutajaya karena penurunan kualitas dan kuantitas air yang diperoleh warga.
Pemindahan kepemilikan sumberdaya air kepada PT. Amerta Indah Otsuka tidak
mengubah kebutuhan warga terhadap air.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka masalah yang dapat dirumuskan
adalah :
1. Bagaimana pandangan Islam dalam pengelolaan sumberdaya air?
2. Bagaimana persepsi warga Desa Kutajaya terhadap dampak sebelum dan
sesudah keberadaan PT. Amerta Indah Otsuka?
3. Bagaimana reaksi warga mengatasi permasalahan komersialisasi
sumberdaya air di Desa Kutajaya:
a.
Membeli kembali air mata air? (Willingness To Pay)
b.
Hak warga yang hilang dan ingin digantikan? (Willingness
To Accept)
4. Bagaimana alternatif solusi terhadap penyedia air bersih di Desa Kutajaya
dan bagaimana solusi ideal tersebut berdasarkan maqashid syariah?

4

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan pandangan Islam dalam pengelolaan sumberdaya air.
2. Mendeskripsikan persepsi warga Desa Kutajaya terhadap dampak sebelum
dan sesudah keberadaan PT. Amerta Indah Otsuka.
3. Mengestimasi nilai willingness to pay warga terhadap sumberdaya air dan
nilai willingness to accept warga terhadap kesediaan menerima
kompensasi.
4. Merekomendasi alternatif solusi terhadap penyedia air bersih di Desa
Kutajaya dan menganalisis solusi ideal tersebut berdasarkan maqashid
syariah.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi
pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:
1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara akademis
serta pemahaman yang mendalam mengenai privatisasi sumberdaya air
dari sudut pandang ekonomi syariah.
2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan sebagai salah satu sumber
rujukan pustaka dalam membuat penulisan ilmiah ekonomi syariah
maupun lingkungan.
3. Bagi masyarakat pemilik sumberdaya air, penelitian diharapkan mampu
memberikan penjelasan akan dampak kerugian yang akan dirasakan
sebagai upaya preventif hilangnya hak kepemilikan sumberdaya air.
4. Bagi pemerintah, penelitian diharapkan mampu menjadi salah satu bahan
pertimbangan dalam penetapan kebijakan yang terkait pemanfaatan
sumberdaya air.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada jarak lokasi rumah responden
dengan PT. Amerta Indah Otsuka. Responden yang tidak berjarak langsung
dengan sisi samping perusahaan tidak dipilih dalam peneliian. Hal ini bertujuan
agar hasil yang diperoleh persisi kepada responden yang bersifat homogen.

TINJAUAN PUSTAKA
Hukum Islam dalam Pengelolaan Air
Islam mengatur manusia dalam Islam diposisikan tidak hanya sebagai
hamba Allah, melainkan juga khalifah-Nya di bumi yang bertugas memberi
kemakmuran kepada umat, seperti yang dijelaskan dalam Q.S. Fathir ayat 39.
Tugas manusia adalah menjaga keharmonisan alam bersama manusia yang sama-

5

sama merupakan penciptaan Allah SWT. Wujud ketundukan manusia kepada
Allah adalah tidak mengabaikan alam, tetapi merawatnya. Pola hubungan manusia
dan alam dibangun atas dua prinsip, yaitu pemanfaatan sumberdaya alam untukk
umum termasuk air dan pemeliharaan keseimbangan alam.
Pemanfaatan Air
Semua yang ada di bumi disediakan untuk manusia dijelaskan dalam Q.S.
Al-Baqarah ayat 29, sehingga manusia memiliki hak untuk memanfaatkan
sumberdaya alam, seperti air untuk kesejahteraan semua orang dengan distribusi
yang merata dan melarang sikap mementingkan kepentingan diri sendiri hingga
membahayakan kepentingan orang lain dalam ketidakadilan distribusi manfaat air.
Pemborosan oleh pihak tertentu yang berpotensi merugikan kepentingan umum
tak luput oleh Islam berdasarkan Q.S. Al-A‟raf ayat 31.
Dasar kepemilikan air adalah milik bersama, namun telah diatur bahwa
individu dan kelompok memiliki hak untuk memiliki, menggunakan, dan menjual
sumberdaya air. Tiga jenis kepemilikin, antara lain kepemilikan pribadi,
kepemilikan pribadi yang terbatas, dan kepemilikan publik. Kepemilikan air
secara publik dalam kondisi alamnya tidak dapat diperjualbelikan. Akan tetapi,
infrastruktur dan pengetahuan yang telah diinvestasikan dalam memperoleh
sumber air dapat mengubah kepemilikan air publik menjadi kepemilikan privat
(Wickstrom 2010: 102-103).
Pemeliharaan Air
Islam mendorong manusia untuk memanfaatkan sekaligus memelihara
sumberdaya alam, seperti air (Dien 2003). Pemeliharaan sekaligus melarang
penyalahgunaan dan perusakan sumberdaya alam. Islam membangun pandangan
hidup atas prinsip kebaikan dan keadilan. Kedua prinsip ini vital keberadaannya
dalam pemeliharaan karena kesadaran bahwa pemeliharaan sumberdaya alam
seperti air kepentingannya tidak milik pribadi, tetapi milik bersama. Nabi
Muhammad SAW sekalipun melarang air tenang untuk dicemari dan Nabi secara
preventif mengupayakan umatnya menjaga kemurnian air.
Konsep syariah mengenalkan dua konsep umum terkait pemeliharaan
lingkungan air, yaitu konsep harim dan hima. Konsep harim adalah zona
penyangga seputar sumber air terutama bantaran sungai yang terlarang untuk
pengembangan pemukiman agar melindungi batas air dan mencegah terjadinya
pencemaran air. Konsep hima adalah semacam hutan lindung sebagai pemberi
fungsi lindung.
Analisis Persepsi
Kartono (1987) menjelaskan persepsi memiliki pengertian sebagai proses
seseorang menuju keadaan sadar terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya
melalui intersepsi indera yang dimiliki. Persepsi tentang kesejahteraan hidup
manusia terbangun melalui pengalaman dan berbagai macam proses dalam usaha
manusia menjalin hubungan dengan lingkungan mereka. Terbangunnya persepsi
tersebut mendorong manusia dalam usaha mendekati atau mencapai suatu kondisi
kehidupan sesuai dengan gambaran hidup sejahtera yang ada dalam konsep
manusia. Menurut Sudrajat (2003), persepsi merupakan hasil akhir dari proses

6

psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimulus yang mendorong
tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan
suatu kegiatan.
Property Rights
Hak berarti klaim atas sesuatu yang dapat ditegakkan (enforceable) oleh
pihak lain. Pengertian property sudah mengandung makna hak (rights), sehingga
dalam penggabungan „property‟ dengan „rights‟ memunculkan penegasan arti hak
dalam kata property. Property rights atau hak kepemilikan atas sesuatu dalam
kandungannya memiliki pengertian hak untuk memanfaatkan, mengakses,
mengelola, bahkan mentransfer sebagian atau seluruh hak atas sesuatu tersebut
pada pihak lain.
Property rights dari sudut pandang ekonomi adalah hak untuk mendapatkan
aliran keuntungan secara aman karena pengakuan pihak lain atas keberadaan
aliran transaksi laba tersebut (Bromley 1989). Property rights merupakan klaim
seseorang secara ekslusif atas sesuatu untuk memanfaatkan, mengelola, mengubah
atau mentransfer sebagian atau seluruh hak tersebut. Perpindahan hak bisa dalam
bentuk menjual, menghibahkan, menyewakan, atau meminjamkan. Property
berperan penting dalam perekonomian karena memiliki kaitan dengan kepastian
penguasaan faktor produksi. Faktor-faktor produksi memiliki prioritas utama
karena tidak adanya faktor produksi akan menyebabkan proses produksi yang
terganggu dan berpotensi menyebabkan perekonomian macet.
Hak kepemilikan menghubungkan hak antarmanusia atas keberadaan
sesuatu dan terhadap penggunaannya. Status kepemilikan atas sesuatu
mengandung kepentingan penggunanya, di mana keberadaannya dapat bersifat
langka dan atas kepastian kepemilikan yang langka maka penting untuk dapat
berlangsungnya proses transaksi. Semakin tinggi adanya kepastian tersebut, biaya
transaksinya semakin rendah dan begitu pun sebaliknya. Biaya transaksi meliputi
biaya transfer hak-hak kepemilikan dan perlindungan kepemilikan tersebut dari
klaim pihak lain.
Furubotn dan Richter (2000) melacak teori kepemilikan dan bermuara pada
dua teori :
1. Teori kepemilikan individu adalah teori utama doktrin atas hak-hak alamiah
(natural rights) dari ekonomi klasik yang mengarah pada lahirnya private
property right atau individualistis.
2. Teori kepemilikan sosial, pencetus lahirnya commons property atau state
property yang dianut terutama oleh negara-negara sosialis.
Caporaso dan Levine (1992) menjelaskan dua teori yang berbeda mengenai
property rights, yaitu :
1. Aliran positivism, menganggap hak-hak kepemilikan diperoleh melalui sistem
politik. Sistem politik berperan menrancang dan menciptakan hak kepemilikan
dan menegakannya melalui pengadilan hukum.
2. Aliran alamiah, berprinsip bahwa hak kepemilikan sudah diperoleh sejak lahir.
Hak-hak diperoleh individu disaat kelahiranya dan bersifat tidak bisa
dipisahkan.
Tietenberg (1992) mengidentifikasi karakteristik property right :

7

1. Eksklusivitas: pemanfaatan dan nilai manfaat adalah wewenang pemilik
termasuk keuntungan yang diperoleh dari transfer hak kepemilikan tersebut
2. Transferability: seluruh hak kepemilikan dapat dipindahkan dari satu pemilik
ke pemilik yang lain secara sukarela melalui jual beli, sewa, hibah dll.
3. Enforceability: hak kepemilikan bisa ditegakan, dihormati dan dijamin dari
praktik perampasan.
Hanna (1995) membagi kepemilikan menjadi empat macam sebagaimana
disajikan pada Tabel 1. Pertama, private property, yaitu suatu kepemilikan oleh
swasta di mana hak akses, pemanfaatan, pengelolaan dan lain-lain yang melekat
dengan barang atau komoditas tersebut sepenuhnya menjadi hak swasta. Swasta
dapat bersifat perorangan atau badan hukum. Kedua, kepemilikan oleh negara, di
mana hak akses, pemanfaatan, dan pengelolaan dikendalikan oleh negara. Negara
pula yang berhak mentransfer hak atas barang atau komoditas tersebut kepada
pihak lain. Ketiga, kepemilikan kolektif, di mana hak akses, pemanfaatan, dan
pengelolaan menjadi milik bersama dari sekelompok orang yang sudah terdefinisi
secara jelas. Hak-hak tersebut hanya melekat pada sejumlah orang yang telah
terdefinisikan secara jelas. Keempat, kepemilikan terbuka (open access). Pada
hakikatnya, kepemilikan terbuka bukanlah hak kepemilikan karena tidak ada
pihak yang mengklaim diri sebagai pemilik, contohnya laut atau hutan belantara
yang umumnya merupakan kepemilikan terbuka karena tidak ada yang
mengklaim sebagai pemiliknya.
Tabel 1 Tipe Kepemilikan beserta Hak-haknya
Tipe

Pemilik

Kepemilikan
privat

Individu

Kepemilikan
bersama

Kolektif

Kepemilikan
negara

Negara/warga
negara

Akses terbuka

Tidak ada

Pemilik akses
Hak
Kewajiban
Mencegah
Akses, pemanfaatan,
pemanfaatan yang
kontrol
merugikan sosial
Akses, pemanfaatan, Merawat, mengatur
konrol (pengecualian tingkat
kepada non pemilik) pemanfaatan
Akses, pemanfaatan, Menjaga
kontrol (menentukan tujuan/manfaat
aturan)
sosial
Pemanfaatan
Tidak ada

Bromley (1991) menyebutnya rezim pengelolaan ada empat macam rezim
kepemilikan, yaitu:
1. Rezim kepemilikan individu (private property regime), kepemilikan pribadi
atas sesuatu. Segala aturan yang bersangkutan ditetapkan secara pribadi dan
hanya berlaku untuk pemiliknya.
2. Rezim kepemilikan kelompok (common property regime), kepemilikan
sekelompok orang tertentu di mana hak, kewajiban, dan aturan ditetapkan
untuk anggota kelompok bersangkutan.
3. Rezim kepemilikan oleh negara, hak kepemilikan dan peraturan ditetapkan
oleh negara.

8

4. Rezim akses terbuka, tidak ada aturan yang mengatur mengenai hak dan
kewajiban.
Konsep Kepemilikan dalam Islam
An-Nabhani dikutip oleh Hafidhuddin (2007), mengemukakan berdasarkan
hukum syara‟ bahwa kepemilikan harta seseorang didasarkan kepada sebab-sebab
harta tersebut dapat dimiliki. Maka sebab-sebab kepemilikan tersebut terbatas
pada lima sebab berikut :
1. Bekerja. Bekerja memiliki berbagai macam sebagai berikut :
a. Menghidupkan Tanah Mati
Tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh
siapapun dapat dihidupkan kembali dengan mengolah, menanami atau
mendirikan bangunan diatas tanah tersebut sehingga menghidupkan
tanah mati dimaksudkan memanfaatkan tanah tersebut dengan cara
apapun hingga menjadikan tanah tersebut dapat digunakan kembali.
Hal itu menyebabkan seseorang menjadi memiliki tanah tersebut.
b. Menggali Kandungan Bumi
Menggali apapun yang terdapat dalam kandungan bumi, dapat
dijadikan sebab kepemilikan harta asal bukan merupakan harta yang
diperlukan oleh sebuah komunitas masyarakat atau bukan merupakan
harta milik umum seluruh kaum muslim. Ada juga jenis harta yang
bisa disamakan statusnya dengan jenis harta yang digali dari perut
bumi yaitu harta yang diserap dari udara misalnya oksigen.
c. Berburu
Harta yang didapat dari hasil buruan darat, laut dan udara adalah
menjadi milik orang yang memburunya sebagai mana halnya yang
berlaku dalam perburuan hewan-hewan lainnya.
d. Makelar dan Pemandu
Makelar begitupun pemandu memanfaatkan jasa sebagai perantara
antara penjual dan pembeli untuk memudahkan langkah penjual
maupun pembeli. Menjadi makelar atau pemandu sama halnya sebagai
sebab kepemilikan.
e. Mudharabah
Mudharabah adalah kerjasama antara dua orang dalam suatu
perniagaan atau perdagangan dengan kata lain mudharabah yaitu
meleburnya tenaga disatu pihak dengan harta dari pihak lain, artinya
satu pihak bekerja dan yang lain menyerahkan harta selanjutnya kedua
belah pihak menyepakati mengenai prosentase tertentu dari profit yang
didapatkan. Mudharabah mengharuskan adanya modal yang diterima
oleh pekerja dengan ketentuan pengelola boleh mengajukan
persyaratan sehingga harta tersebut bisa menjadi miliknya.
f. Musaqat
Musaqat adalah seseorang menyerahkan kebunnya kepada orang lain
agar ada yang mengurus dan merawatnya dengan harapan mendapat
imbalan berupa bagian dari hasil panen kebun tersebut karena kebun
tersebut memerlukan banyak perawatan penyiraman biasanya

9

menggunakan air dari sumur bor. Musaqat hanya berlaku untuk pohon
yang berbuah dan bermanfaat.
g. Ijarah
Ijarah adalah usaha seorang majikan memperoleh manfaat dari
seorang pekerja atau pembantu dan usaha pekerja atau pembantu guna
mendapat upah dari majikan. Artinya ijarah adalah transaksi jasa
dengan adanya suatu kompensasi atau imbalan yang bertumpu pada
manfaat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau pembantu.
2. Warisan. Warisan adalah salah satu sarana untuk membagi kekayaan
seorang muslim yang meninggal dunia diwakilkan oleh keluarga kepada
yang berhak menerima warisan. Ada 3 kondisi seseorang bisa
membagikan kekayaan dalam masalah waris:
a. Harta waris bisa dibagikan apabila ahli waris yang ada mampu
menghabiskan semua harta waris yang ditinggalkan sesuai dengan
hukum waris.
b. Jika tidak ada ahli waris yang bisa menghabiskan semua harta waris
sesuai hukum syariah maka sebagiannya harus diserahkan kepada
baitul mal.
c. Jika tidak ada ahli waris sama sekali maka semua harta pusaka yang
ada diserahkan kepada baitul mal.
3. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup. Hidup adalah hak setiap
orang dan seseorang itu harus mendapatkan kehidupan sebagai haknya
sehingga adanya kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup
merupakan sebab-sebab kepemilikan.
4. Harta pemberian negara yang diberkan kepada rakyat. Pemberian harta
negara kepada rakyat diambil dari harta baitul mal, seperti badan amil
zakat baik untuk memenuhi hajat hidup atau untuk memanfaatkan
kepemilikan.
5. Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan
harta atau tenaga apapun. Sebab kepemilikan harta demikian diantaranya
disebabkan :
a. Hubungan antar individu satu sama lain baik, misal hibah dan hadiah.
b. Menerima harta sebagai ganti rugi dari musibah yang menimpa
seseorang atas orang yang terbunuh dan luka.
c. Memperoleh mahar atau harta yang didapat melalui akad nikah sesuai
hukum-hukum pernikahan.
d. Barang temuan atau luqathah. Menemukan barang yang bukan milik
pribadi harus diteliti, apakah barang tersebut mungkin untuk disimpan
dan diumumkan seperti perhiasan dan pakaian, dan bukan punya
orang yang sedang berhaji maka boleh dimiliki.
e. Santunan untuk khalifah dan orang-orang yang sama-sama
melaksanakan tugas pemerintahan.
Islam sebagai agama yang diturunkan Allah SWT juga telah mengatur
keberadaan sumberdaya alam untuk kepemilikan, pemanfaatan, dan
pengelolaannya. Jenis kepemilikan atas sumberdaya alam terdiri atas:
1. Kepemilikan individu (milk fardhiyah), yaitu harta milik pribadi. Kepemilikan
ini hanya dibebankan kepada individu sebagai pemilik dan berkuasa
sepenuhnya secara individu.

10

2. Kepemilikan umum (milk ‟ammah). Benda-benda yang tergolong kategori
kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan sebagai bendabenda yang dimiliki kelompok atau masyarakat luas secara bersama-sama dan
tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang karena kepemilikanya untuk umum.
Setiap individu dapat memanfaatkannya, namun dilarang memilikinya.
3. Kepemilikan negara (milk daullah) yaitu harta milik negara sebagai hak
seluruh rakyat dan pengelolaannya menjadi wewenang kepala negara. Kepala
negara memiliki kekuasaan untuk mengeluarkan kebijakan dan mengelola
kepemilikannya.
Secara konsep kepemilikan dalam Islam tidak memiliki perbedaan konsep
dengan konsep konvensional yang berkembang. Akan tetapi, terdapat perbedaan
pada substansi dan implementasi konsep kepemilikannya (property right). Islam
mengakui kepemilikan individu atau swasta, tetapi tidak boleh memilikinya dan
sebatas pemanfaatan.
Pemanfataannya pun diperbolehkan dengan batas-batas tertentu agar tidak
menimbulkan kerusakan sumberdaya alam yang ada, seperti yang dijelaskan
dalam Q.S. Ar Rum ayat 41.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian
dari perbuatan mereka, agar mereka kembali.” (Q.S. Ar Rum : 41)
Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya dalam Islam direkomendasikan
berkelanjutan dan memberi manfaat bagi kehidupan. Secara terpisah Allah SWT
memperingatkan secara tegas bahwa manusia dilarang melakukan kerusakan di
muka bumi, tercantum dalam Q.S. Al-Araaf ayat 56.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
memperbaikinya dan berdo'alah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan.
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.
(Q.S. Al-Araaf : 56)
Hal ini berbanding terbalik dengan konsep ekonomi liberal yang
memberikan akses menguasai dan mengeksploitasi dengan memperjualbelikan
sumberdaya alam milik negara dengan pihak lain. Islam mengakui kepemilikan
umum atau bersama, seperti barang tambang, tanah, sumber air (sungai, mata air),
lautan dan biotanya (QS An Nahl:14), namun ada batasan dalam pemanfaatannya
dan tidak berlebihan seperti yang dijlaskan pada Q.S Al Furqon ayat 67.
“Orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak
berlebih-lebihan, tidak (pula) kikir tapi adalah (pembelanjaan itu) di tengahtengah antara yang demikian.” (Q.S. Al Furqon: 67)
Air Bersih
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air.Air
bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitsanya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

11

Syarat Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat, yaitu
kuantitas dan kualitas (Depkes RI 2005b).
1. Syarat Kuantitas
Syarat kuantitas menurut Chandra (2006), adanya kebutuhan masyarakat
terhadap air yang bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar
kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Konsumsi air bersih di perkotaan
Indonesia berdasarkan keperluan rumah tangga, diperkirakan sebanyak 138.5
liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci, kakus 12 liter,
minum 2 liter, cuci pakaian 10.7 liter, kebersihan rumah 31.4 liter, taman 11,8
liter, cuci kendaraan 21.8 liter, wudhu 16.2 liter, lain-lain 33.3 liter (Slamet
2007).
2. Syarat Kualitas
Syarat kualitas meliputi pemenuhan persyaratan fisik, kimia, radioaktivitas,
dan mikrobiologis untuk dikategorikan air bersih yang memenuhi syarat
kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Nomor
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air.
a. Parameter Fisik
Air yang memenuhi persyaratan parameter secara fisik adalah air yang
tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh, dan dengan suhu
dibawah suhu udara sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan rasa
dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.
I. Bau
Air yang baik untuk konsumsi tidak memiliki bau tidak sedap.Bau
tidap sedap pada air juga tidak diminati oleh masyarakat. Bau air
dapat memberi petunjuk akan kualitas air; semakin berbau tidak
sedap, semakin berkualitas rendah.
II. Rasa
Air yang bersih untuk dikonsumsi memiliki rasa yang tawar. Air
tawar tanpa rasa menandakan bahwa air tidak tercampur zat lain.
Sebaliknya, air yang tidak tawar dapat menunjukkan adanya berbagai
zat yang dapat membahayakan kesehatan.
III. Warna
Air bersih tidak berwarna dimaksudkan agar estetis sesuai warna
alaminya, yaitu bening tidak berwarna. Warna bening sebagai
parameter tercegahnya keracunan dari berbagai zat kimia maupun
mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya zatzat seperti tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah di air
rawa berwarna kuning muda menyerupai urin dan menghilangkan
minat masyarakat untuk mengkonsumsinya. Selain itu, warna pada air
dapat menandakan air telah tercemar buangan industri.
IV. Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang
bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik, biasanya
berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat

b

www.pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/53_Permenkes%20492.pdf

12

berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat
juga merupakan sumber kekeruhan.
V. Suhu
Suhu air sejuk dan tidak panas dimaksudkan agar tidak ada zat kimia
yang terlarut dan membahayakan kesehatan.Suhu air untuk
dikonsumsi dibawah suhu udara mempertahankan air tetap memiliki
suhu yang sejuk.
VI. Jumlah Zat Padat Terlarut
Jumlah zat padat terlarut (TDS) terdiri atas zat organik, garam
anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan
akan naik pula. Selanjutnya, efek TDS ataupun kesadahan terhadap
kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.
b. Parameter Mikrobiologis
Sumber- sumber air di alam bebas dalam kandunganya terdapat bakteri
dengan jumlah dan jenis yang berbeda sesuai tempat dan kondisi yang
memengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari harus bebas dari bakteri patogen maupun bakteri E. Coli.
c. Parameter Radioaktivitas
Parameter radioaktivitas harus terpenuhi sebagai preventif pengaruh
radioaktif yang mampu menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar.
Perubahan komposisi genetik mengakibatkan kerusakan dan berakibat
fatal bila dikonsumsi. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai
penyakit, seperti kanker dan mutasi.
d. Parameter Kimia
Parameter kimia mendefinisikan air yang baik adalah air yang tidak
tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi
kesehatan antara lain alumunium (Al), air raksa (Hg), arsen (As), barium
(Ba), besi (Fe), flourida (F), tembaga (Cu), derajat keasaman (pH), dan zat
kimia lainnya yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan. Kandungan zat
kimia dalam air bersih untuk keperluan konsumsi hendaknya tidak
melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990.
Privatisasi
Penelitian mengenai privatisasi air di belahan dunia telah banyak
diselesaikan mengingat adanya kepentingan mendasar dari air. Namun dari
berbagai tinjauan yang digunakan dalam penelitian tak banyak penelitian yang
meninjau dari sudut pandang Islam terhadap sumberdaya air sebagai harta. Air
sebagai harta sebagaimana digambarkan dalam Q.S. Al-Maidah ayat 17.
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya
Allah itu ialah Al Masih putra Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah
(gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak
membinasakan Al Masih putra Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orangorang yang berada di bumi semuanya?” Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit
dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Q.S. Al-Maidah:
17

13

Privatisasi yang juga dapat disebut swastanisasi, adalah penjualan aset
negara yang berkaitan dengan kepentingan publik. Bagi umum, privatisasi adalah
penjualan aset oleh pemerintah atau perusahaan dalam negri kepada investor
sektor publik (Leonard 1996). Kebijakan terjadinya privatisasi umum dilakukan
guna efisiensi kinerja anggaran dalam negeri suatu negara. Praktik privatisasi
awalnya dimotori ekonomi liberal-kapitalis di abad ke-20 dan telah melahirkan
lebih dari sekitar 80 negara yang telah mencanangkan privatisasi yang melibatkan
sekitar 6 800 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di seluruh dunia (World Bank
1992). Secara terori, privatisasi merupakan suatu kebijakan yang lahir dari konsep
neoliberalisme yang berangkat dari teori ekonomi klasik Adam Smith, yaitu
membantu terbentuknya pasar bebas, mengembangnya kompetisi kapitalis,
dimana pendukungnya dianggap memberikan harga yang lebih kompetitif kepada
publik. Privatisasi air dapat terjadi karena dua faktor, yaitu faktor kepemilikan
yang ingin menguasai sumberdaya tertentu dan faktor bahwa sumberdaya yang
sudah dimiliki tidak dapat dikelola dengan maksimal sehingga pengelolaanya
dikelola oleh swasta.
Politik pengelolaan sumberdaya dan pelayanan air bersih juga tak luput dari
proses liberalisasi. Kebutuhan yang mutlak akan air, ditambah ketidak merataan
ketersediaan air telah menjadikan air sebagai lahan bisnis, sekaligus ajang rebutan
antar berbagai kekuatan.
Contingent Valuation Method (CVM)
Contingent Valuation Method (CVM) adalah penilaian kesediaan
masyarakat menyumbang untuk mempertahankan atau mengembalikan berbagai
fungsi sumberdaya alam. Valuasi kontingen merupakan metode mengestimasi
nilai yang diberikan oleh individu terhadap suatu barang atau jasa. Penilaian
dengan menggunakan teknik CVM dilakukan untuk fungsi barang atau jasa yang
tidak ada dalam struktur pasar (non-marketed goods and service). Barton (1994)
menyebutkan bahwa CVM digunakan pada kondisi di mana masyarakat tidak
mempunyai preferensi terhadap suatu fungsi barang karena tidak ada dalam
pasar. Menurut Yakin (1997), CVM dapat mengukur nilai penggunaan (use value)
dan nilai non pengguna (non use values) dengan baik.
Penilaian ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non-market
valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok (Yakin 1997), yaitu:
1. Revealed preference approach merupakan teknik penilaian yang
mengandalkan harga implisit di mana Willingness to Pay terungkap
melalui model yang dikembangkan, meliputi Travel Cost, Hedonic
Pricing, dan Random Utility Model.
2. Stated preference approach merupakan teknik penilaian yang didasarkan
pada survei di mana keinginan membayar atau Willingness to
Pay diperoleh dari responden, meliputi Contingent Valuation, Random
Utility Model, dan Contingent Choice.
Menurut Fauzi (2006), metode CVM ini secara teknis dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu teknik eksperimental melalui simulasi dan teknik survei.
Metode CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif sumberdaya alam atau
sering juga dikenal dengan nilai keberadaaan. Tujuan metode ini untuk

14

mengetahui keinginan membayar dari masyarakat terhadap perbaikan lingkungan
dan keinginan menerima kompensasi dari kerusakan lingkungan.
Metode pendekatan terhadap pasar ini oleh beberapa ahli ekonomi telah
dikembangkan dan diaplikasikan untuk menilai manfaat sumber mata air yang
tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter. Metode ini mencoba untuk
menggambarkan permintaan konsumen, sebagai contoh kesediaan membayar
konsumen (willingness to pay) terhadap manfaat sumber mata air yang tidak
memiliki harga pasar dalam satuan moneter, atau kesediaan menerima konsumen
(willingness to accept) terhadap kompensasi yang diberikan kepada konsumen
untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter.
Willingness to Pay (WTP)
Willingness to Pay (WTP) adalah kerelaan atau keinginan untuk membayar
jumlah yang dapat dibayarkan seorang konsumen untuk memperoleh suatu barang
atau jasa (Nababan 2008). WTP menghitung seberapa jauh kemampuan setiap
individu atau masyarakat secara agregat untuk rela membayar atau mengeluarkan
uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan kondisi
yang diinginkan. WTP air bersih di suatu daerah berbeda-beda tergantung dengan
kuantitas dan kualitas air yang ada pada suatu daerah dan pendapatan dari
konsumen. WTP merupakan nilai kegunaan potensial dari sumberdaya alam dan
jasa lingkungan (Hanley dan Spash 1993).
Willingness to Accept (WTA)
Willingness to Accept (WTA) merupakan suatu ukuran dalam konsep
penilaian ekonomi dari barang lingkungan. WTA memberikan informasi tentang
besarnya nilai dana kompensasi yang bersedia diterima oleh masyarakat atas
penurunan kualitas lingkungan di sekitarnya yang setara dengan biaya perbaikan
kualitas lingkungan tersebut. Penilaian barang lingkungan dari sisi WTA
mempertanyakan berapa jumlah minimum uang bersedia diterima oleh seseorang
(rumah tangga) setiap bulan atau setiap tahunnya sebagai kompensasi atas
diterimanya kerusakan lingkungan.
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode terstruktur
secara hierarki. Metode ini memiliki fungsi untuk menyederhanakan suatu
persoalan kompleks dan tidak memiliki hierarki menjadi bagian-bagian tertata
dalam suatu hierarki. Setiap tingkat kepentingan variabel diberi penilaian angka
dari range angka 9 hingga 1 dan 1 hingga 9 untuk memberi penilaian secara
subjektif mengenai tingkat kepentingan suatu variabel biladibandingkan dengan
variabel yang lain.
Saaty (1991) menjelaskan AHP memasukkan aspek kualitatif maupun
kuantitatif pendapat responden. Aspek kualitatif mendefinisikan persoalan yang
hierarki, sedangkan aspek kuantitatif yang ditunjukkan nilai numeric untuk
mengekspresikan penilaian secara singkat. Proses itu sendiri dirancang untuk
mengintegrasikan dua sifat ini. Proses hierarki menggambarkan tingkatan dari
pengambilan keputusan yang baik oleh responden. Segi kuantitatif merupakan

15

dasar untuk mengambil keputusan yang terukur dimana perlu menetapkan
prioritas dan melakukan perimbangan.

Maqashid Syariah
Secara bahasa maqashid syari‟ah terdiri dari dua kata yaitu maqashid dan
syari‟ah. Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, maqashid merupakan bentuk
jama‟ dari maqsud yang berasal dari suku kata Qashada yang berarti
menghendaki atau memaksudkan. Maqashid berarti hal-hal yang dikehendaki dan
dimaksudkan, sedangkan Syari‟ah secara bahasa berarti „Jalan menuju sumber air‟
dan jalan menuju sumber air dapat juga diartikan berjalan menuju sumber
kehidupan.
Alqur‟an menyebutkan penggunaan syariah sebagai peraturan dalam Q.S.
Al-Jatsiyah [45]: 18.
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)
dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” Q.S. Al-Jatsiyah [45]: 18.
Maqashid Syariah secara istilah adalah tujuan-tujuan syariat Islam yang
terkandung dalam setiap aturannya. Maqashid Syari‟ah adalah konsep untuk
mengetahui hikmah (nilai-nilai dan sasaran syara' yang tersurat dan tersirat dalam
Al-Qur‟an dan Hadits). yang ditetapkan oleh Allah ta‟ala terhadap manusia
adapun tujuan akhir hukum tersebut adalah satu, yaitu mashlahah atau kebaikan
dan kesejahteraan umat manusia baik di dunia (dengan Mu‟amalah) maupun di
akhirat (dengan „aqidah dan Ibadah), sedangkan cara untuk tercapai kemaslahatan
tersebut manusia harus memenuhi kebutuhan Dharuriat (Primer), dan
menyempurnakan kebutuhan Hajiyat (sekunder), dan Tahsiniat (tersier).
Secara umum tujuan syariat Islam dalam menetapkan hukum-hukumnya
adalah untuk kemaslahatan manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di dunia
maupun kemashlahatan di akhirat. Tertuang