Metode pengeringan Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) untuk memperoleh mutu sensori aroma dan sensasi trigeminal yang optimum

METODE PENGERINGAN ANDALIMAN (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) UNTUK MEMPEROLEH MUTU
SENSORI AROMA DAN SENSASI
TRIGEMINAL YANG OPTIMUM

F. IRENA R. NAPITUPULU

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Metode Pengeringan
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) untuk Memperoleh Mutu Sensori
Aroma dan Sensasi Trigeminal yang Optimum adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
F. Irena R. Napitupulu
NIM F24100021

ABSTRAK
F. IRENA R. NAPITUPULU. Metode Pengeringan Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) untuk Memperoleh Mutu Sensori Aroma dan Sensasi
Trigeminal yang Optimum. Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA.
Andaliman merupakan salah satu rempah tradisional dari Sumatera Utara
yang memiliki aroma dan sensasi trigeminal yang khas. Kadar air yang tinggi
pada andaliman menyebabkan rempah ini menjadi sulit untuk disimpan dalam
waktu lama. Enam metode pengeringan digunakan dalam penelitian ini, yaitu
pengeringan dengan sinar matahari, angin, oven, far infra red dryer tipe oven,
fluidized bed dryer, dan freeze dryer. Metode pengeringan dengan oven,
berdasarkan mutu kimia, fisik, sensori, serta pertimbangan ekonomi, dari keenam
metode pengeringan tersebut dipilih untuk dioptimumkan. Optimasi dilakukan
dengan menggunakan RSM (response surface methodology) dengan faktor suhu

dan waktu pengeringan berdasarkan respon kadar air, aktivitas air, mutu sensori
aroma dan sensasi trigeminal. Hasil pengolahan data dengan bantuan perangkat
lunak Design Expert 7 menghasilkan kondisi yang terpilih untuk andaliman kering
dengan aroma dan sensasi trigeminal optimum adalah pengeringan dengan suhu
54 °C dan waktu selama 480 menit dengan tingkat desirability 0.674. Respon
aktivitas air, kadar air, dan sensasi trigeminal dipengaruhi oleh suhu dan waktu
pengeringan. Respon aroma kurang dipengaruhi suhu dan waktu pengeringan
tetapi masih dapat digunakan dalam membantu model optimasi pengeringan
andaliman. Andaliman kering dapat diterapkan pada sambal, terutama untuk
parameter aroma maupun sensasi trigeminal, andaliman kering menunjukkan
penilaian yang lebih baik daripada andaliman segar, kecuali untuk metode kering
angin.
Kata kunci: andaliman, metode pengeringan, suhu, optimasi, RSM

ABSTRACT
F. IRENA R. NAPITUPULU. Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
Drying Method to Acquire Optimum Sensory Quality Aroma and Trigeminal
Sensation. Supervised by C. HANNY WIJAYA.
Andaliman is one of the traditional spices from North Sumatra which has
distinctive aroma and trigeminal sensation on the tongue. High moisture content

on andaliman causes this spice difficult to be stored for a long time. Six drying
methods used in this study, namely sun, air ,oven,oven type far infra red dryer,
fluidized bed dryer, and freeze dryer. Oven drying method, based on the quality of
the chemical, physical, sensory, and economic considerations, of the six drying
methods is selected to be optimized. Selection also considers the cost and time
required. Optimization will be done using the RSM (response surface
methodology) with two factors, i.e. temperature and drying time and based on the
responses of water content, water activity, intensity of aroma and trigeminal
sensation. The results of data processing with the aid of Design Expert 7 software
produces a chosen condition for dried andaliman with optimum aroma and
trigeminal sensation, that is drying with temperature of 54 °C for 480 minutes
with 0.674 level of desirability. Water activity, moisture content, and trigeminal
sensation responses are influenced by temperature and drying time. Aroma
response is less influenced by drying temperature and time but still can be used to
help the andaliman drying optimization model . Dry andaliman can be applied to
the sauce, especially for aroma and trigeminal sensation, dry andaliman showed
better score than fresh andaliman, except for the air drying method.
Keywords: andaliman, drying method, temperature, optimization, RSM

METODE PENGERINGAN ANDALIMAN (Zanthoxylum

acanthopodium DC.) UNTUK MEMPEROLEH MUTU
SENSORI AROMA DAN SENSASI
TRIGEMINAL YANG OPTIMUM

F. IRENA R. NAPITUPULU

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Yesus Kristus atas anugerah, penyertaan, dan
pemeliharaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya

ilmiah ini yang berjudul “Metode Pengeringan Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) untuk Memperoleh Mutu Sensori Aroma dan Sensasi
Trigeminal yang Optimum” sempurna pada waktuNya.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada :
1.
Kedua orangtua dan adik yang saya kasihi atas dukungannya dalam
penyelesaian karya ilmiah ini. Terkhusus untuk Ibu yang tidak pernah
berhenti mendorong saya berjuang dalam kasih dan mengingat saya dalam
doanya.
2.
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr selaku dosen pembimbing, yang telah
menyediakan waktu dan memberikan bantuan secara moral maupun materi
dalam penyelesaian karya ilmiah ini, serta menularkan semangat perjuangan
untuk menghasilkan karya bagi negeri.
3.
Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Prof. Dr. Rizal Syarief, DESS selaku
dosen penguji, yang telah memberikan waktu, koreksi, dan masukan untuk
karya ilmiah ini.
4.
Pak Gatot, Alm. Bu Rubiah, Bu Antin, Pak Yahya, Pak Sobirin, Mbak Irin,

para teknisi di laboratorium ITP IPB; Pak Junaedi, teknisi Seafast; Pak Ibnu,
teknisi laboratorium Instalasi Pertanian Karawang; dan Pak Triyono, teknisi
laboratorium Balai Pascapanen atas bantuannya selama penelitian.
5.
Stella, Irma, Silvie, Michael, Tania, Florentina dan semua teman-teman ITP
khususnya angkatan 47 atas kebersamaan, dukungan dan kenangan selama
masa studi dan pengerjaan penelitian ini.
6.
Para sahabat : Sayang, Monica dan Stephany, untuk persahabatan kita dalam
suka dan duka, serta setiap dukungan yang sangat dirasakan. Keluarga
ONG: Attia, Ina, Fira, Prince, Riasyah, Naya, dan Novi untuk setiap tawa
dan semangat yang boleh dikirimkan.
7.
Jenderal Arbin yang (selalu) gagah di atas kuda putihnya, Kido, untuk setiap
dukungan, nasihat agung dan „gangguan‟ yang diberikan.
8.
Keluarga besar KPA, khususnya KPA angkatan 47, terima kasih atas
dukungan, pertumbuhan, kebersamaan, dan kenangan berharga selama masa
studi dan pelayanan. Teman-teman KOPRAL 47 untuk kebersamaan dan
semangat yang boleh dibagi.

9.
Om, Tante, dan segenap penghuni kosan Family House untuk kekeluargaan
yang boleh terjalin dan dukungan selama penyelesaian karya ilmiah ini.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014
F. Irena R. Napitupulu

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii


PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODOLOGI

3

Waktu dan Tempat

3


Bahan

3

Alat

3

Metode

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Penelitian Tahap Pertama

11


Rendemen dan Lama Pengeringan
Kadar air
Aktivitas air
Warna
Densitas kamba
Higroskopis
Analisis Sensori
Pemilihan Metode Pengeringan
Penelitian Tahap Kedua

11
13
14
15
18
18
19
22
23


Penentuan Batas Atas dan Batas Bawah Faktor Optimasi
Analisis Respon Optimasi
Kadar Air
Aktivitas Air
Aroma
Sensasi Trigeminal
Optimasi Proses Pengeringan
Verifikasi Hasil
SIMPULAN DAN SARAN

23
25
25
26
28
29
29
30
32

Simpulan

32

Saran

33

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

61

DAFTAR TABEL
1 Rendemen dan waktu pengeringan
2 Kadar air andaliman kering masing-masing metode pengeringan
3 Aktivitas air andaliman kering masing-masing metode pengeringan
4 Warna andaliman kering masing-masing metode pengeringan
5 Densitas kamba andaliman kering masing-masing metode pengeringan
6 Higroskopis andaliman kering masing-masing metode pengeringan
7 Skoring pemilihan metode pengeringan andaliman
8 Hasil optimasi pengeringan dengan dua faktor dan 4 respon
menggunakan Design Expert 7.00.0
9 Hasil analisis ANOVA terhadap keempat respon
10 Kriteria yang digunakan untuk menetapkan andaliman kering yang
optimal
11 Solusi metode pengeringan yang dihasilkan oleh perangkat lunak
Design Expert
12 Verifikasi Hasil Optimasi

12
14
15
16
18
19
22
24
25
31
31
32

DAFTAR GAMBAR
1 Andaliman segar varietas simanuk yang belum dipisahkan dari batang
2 Diagram alir penelitian tahap I
3 Diagram alir penelitian tahap II
4 Andaliman yang dikeringkan dengan berbagai metode
5 Pericarp dan biji andaliman kering
6 Skor penilaian aroma andaliman kering dengan menggunakan uji
perbandingan jamak
7 Skor penilaian sensasi getir andaliman kering dengan menggunakan uji
perbandingan jamak
8 Grafik hubungan antara suhu dan waktu terhadap kadar air
9 Grafik hubungan antara suhu dan waktu terhadap aktivitas air
10 Grafik hubungan antara suhu dan waktu terhadap aroma
11 Grafik hubungan antara suhu dan waktu terhadap sensasi trigeminal

3
5
7
17
20
20
21
26
27
29
30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Metode pengeringan yang diterapkan pada andaliman
Kuesioner penyaringan panelis uji organoleptik
Lembar penilaian uji perbandingan jamak andaliman kering
Lembar penilaian uji sensori andaliman kering tahap verifikasi
Rancangan penyajian sampel untuk uji sensori dengan metode BIB
Uji statistik rendemen andaliman kering
Uji statistik kadar air azetropik
Uji statistik aktivitas air
Uji statistik analisis warna dengan chromameter

37
40
41
43
42
45
466
47
48

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Uji statistik densitas kamba
Uji statistik higroskopis
Uji statistik terhadap intensitas aroma biji andaliman kering
Uji statistik terhadap intensitas getir biji andaliman kering
Uji statistik terhadap intensitas aroma andaliman (biji dan pericarp)
kering
Uji statistik terhadap intensitas getir andaliman campur (pericarp dan
biji) kering
Uji statistik terhadap intensitas aroma pericarp andaliman kering
Uji statistik terhadap intensitas getir pericarp andaliman kering
Uji statistik terhadap intensitas aroma sambal andaliman
Uji statistik terhadap intensitas getir sambal andaliman
Grafik hubungan antara suhu dan waktu terhadap desirability

51
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60

PENDAHULUAN
Andaliman adalah salah satu bumbu masak tradisional yang sangat digemari
oleh etnis Batak, Sumatera Utara. Bumbu ini biasanya digunakan untuk masakan
khas Batak seperti arsik, tombur, naniura (ikan yang aman dimakan tanpa
dimasak), sambal andaliman, dan na pinadar (ikan atau daging panggang). Hal
yang paling menonjol dari bumbu ini adalah aromanya yang spesifik dan sensasi
bergetar (tingling) di lidah. Aroma yang khas dari andaliman ini disebabkan
keberadaan senyawa volatil citronellal dan limonene (Wijaya et. al. 2002).
Sedangkan sensasi bergetar ini disebabkan oleh senyawa 2E,6Z,8E,10E-N(2’methylpropyl)-dodecatetraenamide yang termasuk ke dalam golongan senyawa
amida tersubstitusi (Wijaya 2000).
Andaliman adalah tumbuhan endemik yang berada di sekitar kawasan danau
Toba, Sumatera Utara. Belum ada literatur yang menunjukkan tumbuhan ini ada
di daerah lain di Indonesia. Di China, terdapat rempah yang mirip dengan
andaliman dikenal dengan nama Huajiao merah (Zanthoxylum bungeanum) dan
hijau (Zanthoxylum schinifolium) (Yang 2008). Di Jepang terdapat juga tanaman
sejenis yang dikenal dengan Sansho (Zanthoxylum piperetum) (Wijaya et al.
2002).
Membaurnya masyarakat etnis Batak dengan etnis lain di lingkungan
perantauannya membuat makanan tradisional dengan bahan tambahan bumbu
andaliman seperti arsik, disukai juga oleh etnis lainnya. Di Sumatera Utara rumah
makan yang menyediakan masakan tradisional Batak yang menggunakan bumbu
andaliman dimasuki oleh etnis non Batak bahkan etnis keturunan Tionghoa.
Kerinduan akan masakan tradisional daerah bagi masyarakat Batak yang
tinggal di perantauan sering menginginkan andaliman tetap ada dalam masakan
sehari-hari. Hal ini ditunjukkan oleh andaliman dijual di beberapa lokasi di pulau
Jawa, seperti di pasar Senen (Jakarta) dan pasar Anyar (Bogor), dan mungkin juga
di tempat-tempat lainnya. Bahkan orang Batak yang berpergian untuk waktu lama
ke luar negeri mengupayakan membawa andaliman sebagai oleh-oleh untuk dapat
dinikmati di sana.
Andaliman segar jika disimpan dalam waktu lama akan mengalami
penurunan kualitas flavornya. Penurunan ini akan lebih cepat terjadi jika
andaliman disimpan pada suhu kamar dibandingkan jika disimpan pada suhu
dingin. Biasanya dalam temperatur kamar andaliman akan mengalami
pembusukan dalam waktu sepuluh hari. Pembusukan andaliman diawali
tumbuhnya miselium jamur pada hari keempat atau kelima setelah panen,
walaupun pada tahap ini andaliman rasanya masih seperti andaliman segar. Pada
hari kesepuluh hingga keempat belas warna andaliman berubah menjadi hitam,
tidak layak untuk dikonsumsi lagi, aromanya hilang dan rasa bergetarnya juga
hilang. Mutunya turun sangat nyata.
Perlu dicari alternatif untuk mengatasi kondisi ini sehingga andaliman
memiliki umur simpan yang lebih panjang. Salah satu cara yang umum dikenal
untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan adalah dengan pengeringan.
Namun, karena rempah-rempah, termasuk di antaranya andaliman, mengandung
senyawa volatil yang mudah rusak oleh perlakuan panas, perlu diperhatikan

2
pemilihan metode pengeringan yang digunakan untuk meminimalkan kehilangan
senyawa flavor yang menjadi citarasa khas pada rempah tersebut.
Penelitian pengeringan telah dilakukan pada bumbu tradisional Indonesia
seperti pada kapulaga (Fahimah 1991), bawang merah (Nugraha et al. 2011) cabai
merah (Hartuti dan Sinaga 1997), lada (Hartulistiyoso dan Sudarmaji 2005;
Usmiati dan Nurdjannah 2007), dan jenis rempah lainnya. Dengan melakukan
pengeringan, kadar air andaliman berkurang sehingga tidak tersedia cukup air
untuk aktivitas biologis, mikrobiologis, maupun kimiawi pada rempah. Dalam
kondisi kering seperti ini, bumbu-bumbu tersebut dapat disimpan hingga
berbulan-bulan. Selain itu, rempah lebih ringan dalam pengangkutan karena kadar
airnya telah berkurang sehingga memudahkan dalam transportasi dan
penanganannya.
Akan tetapi, penelitian pengeringan pada andaliman belum pernah
dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencoba beberapa
metode pengeringan terhadap andaliman dengan berbagai metode pengeringan,
seperti pengeringan dengan oven, fluidized bed dryer, dan far infra red dryer,
freeze dryer, sinar matahari, dan angin sehingga akan diperoleh metode
pengeringan optimum yang dapat diterapkan pada buah andaliman.
Salah satu titik kristis dalam proses pengeringan, terutama pengeringan
rempah-rempah adalah suhu yang digunakan. Andaliman mengandung berbagai
senyawa volatil yang mudah menguap oleh suhu tinggi sehingga dapat
mengurangi bahkan dapat menghilangkan aroma khas dari andaliman. Oleh
karena itu dalam pengeringannya perlu diperhatikan juga suhu pengeringan yang
digunakan agar diperoleh hasil pengeringan andaliman dengan mutu sensori yang
tidak berbeda secara signifikan dengan andaliman segar.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode pengeringan yang
memberikan produk kering andaliman dengan mutu sensori berupa aroma dan
sensasi trigeminal yang optimum.
Manfaat Penelitian
Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi
mengenai metode pengeringan yang memberikan mutu sensori berupa aroma dan
sensasi trigeminal yang optimum pada andaliman kering. Mutu sensori andaliman
kering yang diperoleh diharapkan tidak berbeda nyata dengan yang segar sehingga
memberikan nilai ekonomi yang baik.

3

METODOLOGI

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari Maret hingga Agustus 2014 di laboratorium
ITP IPB, Seafast IPB, Technopark IPB, laboratorium Balai Besar Pascapanen
Bogor, dan laboratorium Instalasi Pertanian Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen, Karawang .
Bahan
Bahan utama yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah
buah andaliman segar (Zanthoxylum acanthopodium DC.) varietas Simanuk yang
diperoleh dari Simalungun, Sumatera Utara. Bahan andaliman yang akan
digunakan adalah andaliman yang masih muda dan berwarna hijau. Andaliman
yang digunakan adalah andaliman yang diperoleh kurang lebih dua hari setelah
panen dan dibawa ke lokasi penelitian dalam kemasan primer berupa kertas dan
kemasaan sekunder berupa kotak karton. Untuk menjaga kesegarannya,sampel
disimpan di dalam lemari pendingin setelah sampai di Bogor. Sampel terlebih
dulu disortasi dari kotoran, daun, dan andaliman merah yang masih terikut dalam
bahan tersebut, serta dipisahkan dari batangnya. Sampel juga dicuci dan ditiriskan
sebelum dikeringkan. Bahan kimia yang digunakan adalah toluene dan larutan
natrium klorida (NaCl) jenuh.

Gambar 1 . Andaliman segar varietas simanuk yang belum dipisahkan dari batang
Alat
Alat yang digunakan antara lain oven, fluidized bed dryer, freeze dryer dan
far infra red dryer tipe oven. Alat-alat yang dibutuhkan untuk analisis andaliman
kering adalah labu didih 125 mL, labu Bidwell-Sterling 5 mL, kondenser Westtype, sudip, neraca analitik, gelas ukur 75 mL, gelas ukur 10 mL, refrigerator, awmeter, chromameter, desikator, dan wadah sampel uji organoleptik.

4

Metode
Penelitian Tahap I
Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan metode pengeringan
yang dapat menghasilkan andaliman kering dengan kualitas flavor terbaik.
Metode pengeringan yang diterapkan adalah pengeringan dengan sinar matahari,
kering angin, far infra red tipe oven, fluidized bed dryer, freeze dryer, dan oven
(Lampiran 1).
Pengeringan dengan Far Infra Red Dryer Tipe Oven
Pengeringan dengan menggunakan far infra red (FIR) dryer dilakukan pada
suhu 60 °C mengacu pada penelitian pengeringan yang telah dilakukan oleh
Rachmat et al. (2005) terhadap bawang putih. Andaliman sebanyak 800 gram
yang disebar secara merata di atas tray dikeringkan selama 7 jam.
Pengeringan dengan Oven Blower
Pengeringan oven dilakukan dengan suhu 60 °C (Hartuti dan Sinaga 1997).
Andaliman sebanyak 800 gram disebar merata di atas sebuah tray dan dikeringkan
selama 5 jam.
Pengeringan dengan Fluidized Bed Dryer
Pengeringan dengan fluidized bed dryer dilakukan pada suhu 40 °C (Astuti 2003).
Andaliman sebanyak 500 gram yang sudah dicuci dan ditiriskan dimasukkan ke
dalam wadah dan ditutup dengan kain penutup, lalu dikeringkan selama 6 jam 50
menit.
Pengeringan dengan Freeze Dryer
Pengeringan dengan menggunakan freeze dryer dilakukan dengan
menggunakan prinsip sublimasi pada suhu dingin, di mana bahan terlebih dulu
dibekukan lalu kemudian air berdifusi dari bagian basah ke lingkungan (Hariyadi
2013). Pengeringan andaliman dengan menggunakan alat dilakukan selama 69
jam untuk sampel sebanyak 500 gram. Sampel terlebih dulu didinginkan di dalam
freezer sebelum dikeringkan dengan freeze dryer. Penelitian pengeringan cabai
dengan menggunakan freeze dryer yang dilakukan oleh Toontom et al. (2012)
pada kondisi suhu -50 °C dan tekanan 5 Pa hingga diperoleh kadar air sekitar 10 –
13%. Pengeringan andaliman dilakukan pada kondisi suhu -52 °C dan tekanan 1.8
Pa.
Pengeringan dengan Sinar Matahari
Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan dengan cara memaparkan
andaliman sebanyak 800 gram yang telah disebar secara merata di suatu tray di
dalam green house Technopark. Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 7
hari seperti yang disebutkan oleh Widiatmoko (1995) serta Hartuti dan Sinaga
(1997). Lama pengeringan ini tergantung pada cuaca saat pengeringan dilakukan
dan karakteristik bahan, pada penerapannya dibutuhkan waktu selama 28 jam 15
menit, dalam satu hari dihitung kurang lebih 10 jam pengeringan.

5
Pengeringan dengan Angin
Pengeringan dengan metode kering angin dilakukan dalam ruangan yang
tidak terpapar matahari secara langsung. Andaliman sebanyak 500 gram disebar di
atas sebuah tampah dan dibiarkan dalam ruangan selama 141 jam 55 menit (6
hari).
Bahan andaliman yang telah kering dari masing-masing perlakuan metode
pengeringan tersebut kemudian digiling dengan blender dan disimpan di dalam
plastik berklip sebagai kemasan primer dan alumunium foil sebagai kemasan
sekunder untuk menjaga sampel tidak berubah. Kemudian dilakukan analisis
terhadap parameter rendemen, kadar air, aktivitas air, warna, densitas kamba,
higrosopis, serta mutu sensori andaliman kering. Hasil analisis diolah dengan
analisis ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan dengan menggunakan software
SPSS 20. Selanjutnya dipilih hasil pengeringan andaliman yang optimum dengan
mempertimbangan hasil analisis tersebut serta efisiensi pengeringan dari segi
waktu pengeringan dan biaya yang dibutuhkan. Diagram alir penelitian tahap
pertama dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir penelitian tahap I

6
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan satu faktor, yaitu metode pengeringan dan enam taraf yaitu
pengeringan dengan matahari, kering angin, far infra red dryer tipe oven,
fluidized bed dryer, freeze dryer dan oven. Model matematika rancangan
percobaan yang dilakukan adalah:
Yij = µ + Aij + Ԑij
di mana:
Yij
: hasil pengamatan dari faktor metode pengeringan menggunakan jenis
pengeringan i dengan ulangan ke-j
µ
: rata-rata data
Ai
: pengaruh metode pengeringan terhadap hasil pengeringan andaliman
pada jenis pengeringan i
Ԑij
: galat
Penelitian Tahap II
Metode pengeringan andaliman yang terpilih pada penelitian tahap I
adalah pengeringan dengan menggunakan oven. Oleh karena itu pada penelitian
tahap II ini dilakukan optimasi pada metode terpilih dengan faktor suhu dan waktu.
Taraf yang diterapkan berupa suhu dan waktu pengeringan yang menyesuaikan
dengan kondisi yang digunakan pada penelitian awal, yaitu di atas dan di bawah
suhu dan waktu yang diterapkan pada penelitian tahap I. Sebelum dilakukan
optimasi, ditentukan batas atas dan batas bawah kedua faktor agar diketahui
apakah respon yang diperoleh berbeda nyata oleh faktor proses.
Optimasi ini dilakukan dengan menggunakan metode respon permukaan
(response surface methodology, RSM) dengan bantuan software Design Expert 7.
Faktor yang dioptimasi adalah suhu dan waktu pengeringan. Parameter yang
diukur adalah kadar air, aktivitas air, mutu sensori berupa intensitas aroma dan
sensasi trigeminal melalui uji organoleptik. Pelaksanaan uji organoleptik yang
diterapkan pada tahap optimasi ini adalah uji perbandingan jamak, namun terdapat
perbedaan dengan uji organoleptik yang diterapkan pada penelitian tahap I. Pada
tahap ini, uji organoleptik juga didukung oleh metode Balanced Incomplete Block
(BIB) (Cochran dan Cox 1957). Penggunaan metode ini dilakukan untuk
menghindari bias saat dilakukan penilaian mutu sensori akibat kejenuhan panelis
karena jumlah sampel yang terlalu banyak. Dalam metode ini, para panelis
mengevaluasi hanya sebagian dari keseluruhan sampel (setiap panelis akan
mengevaluasi sebanyak k dari total sampel t, k < t) (Meillgard et al. 1999).
Penetapan model untuk respon diukur dengan menggunakan D-optimal
Design. Setelah dilakukan analisis dan diperoleh hasil pengeringan optimum,
maka dilakukan verifikasi untuk memeriksa respon yang diberikan oleh hasil
analisis dengan metode respon permukaan dengan melakukan perbandingan
terhadap andaliman segar. Diagram alir penelitian tahap kedua dapat dilihat pada
Gambar 3.

7

Gambar 3. Diagram alir penelitian tahap II

8
Analisis
Rendemen Andaliman Kering
Rendemen hasil pengeringan dapat dihitung dengan membandingkan bobot
hasil pengeringan dengan bobot awal andaliman. Rumus yang digunakan yaitu :

Kadar Air (AOAC 986.21 2006)
Analisis kadar air andaliman dilakukan dengan metode destilasi dengan
prinsip pemisahan azeotropik air dengan pelarut organik. Alat yang digunakan
berupa labu didih berukuran 125 mL dan labu Bidwell - Sterling berkapasitas 5
mL sebagai penampung air yang dihubungkan kepada kondenser West-type.
Pereaksi yang digunakan adalah toluena.
Prosedur penentuan kadar air yaitu pertama sebanyak 10 gram (atau
secukupnya sehingga dapat menghasilkan 2-5 mL H2O) sampel andaliman
ditempatkan di dalam labu destilasi. Kemudian ditambahkan pelarut toluena
minimal 40 mL. Pipa penerima juga diisikan pelarut dengan cara dituangkan
melalui bagian atas kondensor. Untuk mencegah terjadinya kondensasi, bagian
atas tersebut ditutup dengan kapas. Selanjutnya dilakukan pemanasan dan destilasi
secara lambat dengan laju 2 tetes per detik hingga sebagian besar air tersuling,
kemudian tingkatkan lajunya menjadi 4 tetes per detik. Destilasi dilanjutkan
hingga dilakukan dua kali pembacaan berturut-turut selama 15 menit terpisah dan
diperoleh hasil yang tidak berbeda. Air yang tertahan di kondensor dapat
dikeluarkan dengan menggunakan sikat atau antena kawat. Lalu kondensor dibilas
dengan hati-hati menggunakan 5 mL toluena dan destilasi dilanjutkan selama 3 –
5 menit. Kemudian didinginkan pada suhu ruang (25 ° C), dibiarkan berdiri di
udara atau direndam dalam air. Batasan antara pelarut dan air yang terdestilasi
akan terlihat dengan jelas sehingga volume air dapat dibaca dengan estimasi
terdekat 0.01 mL dan persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus:
di mana :
w = bobot bahan (gram)
v = volume air yang terbaca (ml)
Aktivitas Air (Kanpairo et al. 2012)
Analisis nilai aktivitas air (aw) dilakukan untuk melihat nilai aw dari sampel
andaliman dari setiap perlakuan dalam rentang waktu tertentu dan mengamati
perubahannya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan alat aw-meter yang
bekerja dengan prinsip perbedaan tekanan potensial. Cara penggunaannya adalah
dengan memasukkan sampel 1-3 gram ke dalam probe contoh Aw-meter, menekan
tombol start kemudian menunggu hingga nilai aw sampel terukur dan terbaca.
Sebelum mengukur aw sampel, Aw-meter terlebih dulu dikalibrasi dengan
memasukkan garam NaCl jenuh pada chamber tempat pengukuran hingga nilai aw
terbaca 0.750 – 0.752.

9
Warna (Tootom et al. 2012)
Pengukuran warna andaliman hasil pengeringan dilakukan dengan
menggunakan chromameter, yaitu alat yang mengukur warna yang dipantulkan
oleh suatu permukaan. Sebelum dilakukan pengukuran, chromameter dikalibrasi
terlebih dulu. Chromameter dinyalakan dan dikalibrasi dengan memasukkan nilai
Y, x, dan y yang terdapat pada penutup plat kalibrasi. Selanjutnya measuring head
diletakkan pada alat kalibrasi yang berwarna putih. Setelah tombol ditekan, maka
alat akan melakukan pengukuran sebanyak tiga kali.
Pengukuran sampel dilakukan dengan cara yang hampir sama. Measuring
head diletakkan pada sampel andaliman kering yang ingin diukur, lalu tombol
pada measuring head tersebut ditekan untuk memulai pengukuran. Pengukuran
dilakukan pada tiga titik permukaan sampel. Hasil pengukuran yang diperoleh
dicatat dalam nilai L*, a*, b*. Nilai L menunjukkan parameter kecerahan (0 =
hitam, 100 = putih). Nilai a menunjukkan warna kromatik campuran merah-hijau,
di mana (a+) = 0 – 80 untuk warna merah dan (a-) = 0 – (-80) untuk warna hijau.
Sedangkan nilai b menunjukkan warna campuran biru-kuning, di mana nilai (b+)
= 0 – 70 untuk warna kuning dan (b-) = 0 – (-70) untuk warna biru.
Densitas Kamba (Kanpairo et al. 2012)
Densitas kamba diukur dengan menempatkan sejumlah andaliman kering
yang diketahui bobotnya ke dalam gelas ukur 10 mL. Diusahakan pengisiian
sampai benar-benar padat. Kemudian dilihat volume andaliman pada gelas ukur
tersebut. Densitas kamba dapat dinyatakan dalam gram/mL, dengan rumus:

Higroskopis (Tee et al. 2012)
Higroskopis dapat ditentukan dengan menempatkan satu gram sampel
andaliman kering pada desikator dengan larutan NaCl jenuh yang memberikan
kelembapan relatif 75.3 %. Setelah satu minggu, sampel ditimbang kembali.
Higroskopis dapat dinyatakan sebagai jumlah air yang diserap per 100 gram
sampel (g/100 g) yang dihitung dengan rumus:

Analisis Sensori
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui perbedaan intensitas atribut
aroma dan sensasi trigeminal andaliman kering yang dihasilkan dari berbagai
metode dan suhu pengeringan terhadap andaliman segar. Analisis sensori akan
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut ini.
1.
Penyaringan panelis
Penyaringan panelis dimaksudkan untuk memilih panelis ahli. Pemilihan
panelis dilakukan dengan teknik purposive sampling agar diperoleh panelis dari
etnis tertentu yang telah terbiasa mengkonsumsi andaliman selama bertahun-tahun
dan diharapkan memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap karakteristik flavor

10
andaliman yang diuji. Panelis ahli di sini adalah orang-orang yang berprofesi
sebagai koki di rumah makan Batak yang menggunakan andaliman sehari-hari
sebagai salah satu bumbunya sehingga sudah mengenal dan memiliki sensitivitas
yang baik terhadap karakteristik aroma dan sensasi trigeminal andaliman (Worch
et al. 2010, Ruan dan Zeng 2004). Untuk memilih panelis yang akan digunakan
sebagai instrumen pengukuran pada uji organoleptik, maka diberikan pertanyaan
saringan dalam bentuk kuesioner (Lampiran 2) terkait dengan usia, pengalaman
bekerja sebagai koki, kondisi fisiologis, dan kebiasaan makan calon panelis.
Dengan demikian diharapkan panelis memiliki sensitifitas yang lebih tinggi
terhadap aroma maupun sensasi trigeminal andaliman.
2.
Pengenalan metode penilaian
Tujuan pengenalan metode penilaian kepada panelis adalah untuk
mengenalkan cara melakukan penilaian dengan menggunakan skala garis pada uji
rating dan menjelaskan jenis atribut sensori apa saja yang perlu diuji, yaitu atribut
aroma dan sensasi trigeminal pada andaliman. Tahapan ini dilakukan dengan
mengadakan pertemuan informal dengan para calon panelis sebelum dilakukan uji
organoleptik. Pengenalan ini diharapkan dapat membuat panelis dapat
memberikan penilaian yang tepat dan konsisten.
3.
Uji perbandingan jamak (Multiple comparison test)
Uji perbandingan jamak bertujuan untuk mengetahui perbedaan di antara
sampel andaliman kering yang dihasilkan dari keenam metode pengeringan
dengan andaliman segar (kontrol) dan memperkirakan seberapa besar perbedaan
yang ada (Setyaningsih et al. 2010). Pada prinsipnya, para panelis diminta untuk
menilai jika terdapat perbedaan atribut sensori yang ditentukan dan seberapa besar
perbedaan tersebut jika dibandingkan dengan andaliman segar sebagai kontrol.
Hasil penilaian tersebut dianalisis lanjut dengan ANOVA (analysis of variance)
(Meilgaard et al. 1999) dengan bantuan program SPSS 20. Jika diperoleh bahwa
terdapat perbedaan nyata pada contoh, maka dilakukan uji lanjut dengan Uji
Duncan atau Duncan’s Multiple Range Test.
Uji perbandingan jamak diterapkan dengan menggunakan metode penilaian
rating intensitas untuk dua atribut sensori secara organoleptik oleh 15 panelis ahli.
Skala pengukuran yang digunakan dalam pengujian adalah skala garis 15 cm
(Lampiran 3 dan Lampiran 4). Andaliman segar (kontrol) memiliki nilai 7.5.
Sampel yang diujikan kepada panelis untuk menguji sensasi trigeminal
berupa andaliman segar dan kering baik secara langsung maupun yang telah
diolah menjadi sambal sebagaimana andaliman biasanya disantap sehari-hari.
Andaliman kering yang disajikan secara langsung dalam bentuk campuran,
pericarp, dan biji saja yang tidak diolah menjadi sambal. Tujuannya untuk
menghindari terjadinya kemungkinan perbedaan jumlah yang diambil saat
mencicipi sambal andaliman dengan menggunakan carrier. Pengujian aroma juga
dilakukan dengan menggunakan andaliman segar maupun kering berupa
andaliman segar dan kering baik secara langsung maupun yang telah diolah
menjadi sambal untuk dibaui secara langsung oleh panelis.
Penyajian dilakukan secara simultan sebanyak enam sampel dari masingmasing perlakuan dan kontrol secara acak. Disediakan dua set sampel masingmasing untuk atribut aroma dan sensasi trigeminal yang disajikan secara terpisah
sehingga panelis melakukan penilaian sebanyak dua kali. Dalam pengujian sensasi
trigeminal pada sambal digunakan carrier berupa tahu goreng untuk mencicipi

11
sampel dan susu sebagai penetral lidah. Kemudian panelis diminta untuk menilai
tingkat perbedaan pada masing-masing atribut yang ada pada setiap sampel yang
disajikan pada skala garis yang disediakan.
Sedikit berbeda dengan analisis sensori penelitian tahap I, pada penelitian
tahap II, analisis sensori sampel dilakukan dengan bantuan metode BIB (Cochran
dan Cox 1957). Tujuan penggunaan metode ini adalah mengurangi jumlah sampel
yang perlu dievaluasi oleh setiap panelis dari keseluruhan jumlah sampel untuk
menghidari kelelahan dan terjadi penilaian yang bias. Rancangan yang digunakan
dalam penyajian sampel untuk uji sensori sampel tahap optimasi dapat dilihat
pada Lampiran 5.
Pemilihan Metode Pengeringan
Metode pengeringan yang selanjutnya dioptimasi pada penelitian tahap
kedua dipilih berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap parameterparameter yang telah dianalisa dan diolah secara statistik dengan menggunakan
software SPSS 20. Masing-masing perlakuan diberi nilai berdasarkan hasil uji
lanjut Duncan. Penilaian dilakukan dengan menerapkan pemeringkatan berbasis
skoring. Perlakuan yang tidak memiliki nilai yang berbeda nyata diberi skor
peringkat yang sama. Semakin kecil nilai yang diberikan menunjukkan bahwa
semakin baik metode pengeringan tersebut. Selanjutnya nilai dari masing-masing
parameter akan dijumlahkan dan dipilih total nilai yang paling kecil. Selain itu,
dipertimbangkan juga nilai ekonomis dan ketersediaan alat yang akan digunakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Tahap Pertama
Rendemen dan Lama Pengeringan
Sampel andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) segar yang digunakan
pada penelitian ini diperoleh dari dusun Gotting Raya, kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara, dengan ketinggian 1437 mdpl. Andaliman yang digunakan
kurang lebih dua hari setelah panen yang dibawa ke lokasi penelitian dalam
kemasan primer berupa kertas dan kemasaan sekunder berupa kotak karton.
Andaliman yang digunakan dalam penelitian ini dipilih yang masih muda yaitu
yang berwarna hijau. Bahan dipisahkan dari tangkai, daun, dan kotoran yang
terikut, dicuci, serta ditiriskan.
Pada penelitian tahap pertama ini diterapkan enam metode pengeringan,
yaitu pengeringan dengan bantuan sinar matahari, angin, oven, fluidized bed dryer
(FBD), freeze dryer, dan far infra red (FIR) dryer dengan tiga ulangan untuk
setiap metode. Rendemen yang diperoleh dan waktu pengeringan yang dibutuhkan
oleh setiap metode dapat dilihat pada Tabel 1.

12
Tabel 1. Rendemen dan waktu pengeringan
No
1.

Metode Pengeringan
FIR dryer

Rendemen (%)
25.64 ± 0.66a

Waktu Pengeringan
7 jam

2.
3.
4.
5.

Oven
Freeze dryer
FBD
Angin

25.63 ± 2.78a
26.71 ± 0.16ab
31.41 ± 0.15c
28.47 ± 0.15 b

6.

Matahari

26.92 ± 0.47ab

5 jam
69 jam
6 jam 50 menit
141 jam 55 menit
(6 hari)
28 jam 15 menit

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan pada rendemen
antarsampel

Hasil pengamatan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa rendemen yang
dihasilkan dari pengeringan andaliman berkisar antara 25,63 % hingga 31,41 %.
Rendemen yang paling tinggi dihasilkan oleh pengeringan dengan FBD.
Sementara itu, pengeringan dengan menggunakan oven dan FIR dryer adalah
yang paling rendah dan tidak berbeda satu sama lainnya. Waktu pengeringan yang
paling lama dibutuhkan oleh pengeringan dengan bantuan angin, yaitu selama
sekitar 6 hari. Hal ini disebabkan oleh tidak terdapat bantuan udara panas untuk
mengeluarkan air dari dalam bahan serta kelembapan udara pada ruangan yang
fluktuatif oleh cuaca. Pengeringan dengan menggunakan alat freeze dryer juga
membutuhkan waktu yang relatif lama, yaitu selama 69 jam. Hal ini disebabkan
mekanisme pengeringan yang terjadi pada bahan yang dikeringkan dengan freeze
dryer harus melalui tahap pembekuan dan sublimasi terlebih dahulu (Hariyadi
2013).
Sementara itu, waktu pengeringan yang paling singkat diperoleh dengan
menggunakan oven, yaitu selama 5 jam. Pengeringan dengan oven ini relatif lebih
singkat karena alat dilengkapi dengan blower, yang meniupkan udara panas
terhadap sampel, serta kapasitas alat yang lebih besar sehingga semakin besar luas
permukaan bahan yang dikeringkan terpapar oleh udara panas.
Pengeringan matahari secara langsung (penjemuran) adalah metode
pengeringan yang relatif murah dan sinar matahari mampu menembus ke dalam
jaringan bahan. Namun, pengeringan dengan matahari membutuhkan area kosong
yang luas, waktu pengeringan yang lama, serta tergantung pada keberadaan
matahari. Saat siang hari pengeringan mungkin bukan suatu masalah, namun saat
malam hari pengeringan terpaksa dihentikan karena tidak terdapat sinar matahari,
sehingga pengeringan tidak kontinu. Begitu juga saat musim kemarau,
pengeringan tidak menjadi masalah, tetapi pada saat musim hujan, akan sulit
sekali melakukan proses pengeringan. Selain itu, pengeringan dengan matahari
sangat mudah menyebabkan bahan mengalami kontaminasi, serta menyulitkan
dalam pengontrolan suhu dan kelembapannya. Namun secara umum pengeringan
dengan matahari menghasilkan produk kering dengan kualitas rendah (Rukmana
dan Yuniarsih 2005).
Pengeringan dengan oven dapat menghasilkan produk yang lebih higienis
dibandingkan dengan pengeringan matahari. Suhu yang digunakan juga dapat
diatur sesuai dengan yang diinginkan. Meskipun menghasilkan produk yang aman
dan pengeringan yang lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan matahari,

13
tetapi biasanya kualitas organoleptiknya sangat berkurang. Suhu oven menjadi
salah satu faktor kristis dalam pengeringan (Swanson 2009).
Pengeringan secara fluidisasi atau dengan menggunakan alat fluidized bed
dryer (FBD) sering digunakan untuk mengeringkan butiran padat seperti bijibijian. Bahan padatan yang ingin dikeringkan akan mengalami kontak dengan
udara pengering yang bergerak dengan laju tertentu sehingga padatan terfluidisasi
yaitu padatan bergerak sebagai suatu sistem seperti fluida. Yang menjadi
kelebihan metode pengeringan ini adalah laju transfer panas dan massa antara fase
padat dan gas relatif tinggi dibandingkan dengan metode lain. Pengeringan dengan
FBD sangat dipengaruhi oleh karakteristik bahan. Bahan dengan struktur berpori
akan mengalami pengeringan dengan laju konstan dan menurun, sedangkan bahan
yang tidak berpori akan mengalami pengeringan dengan laju konstan (Sembodo
dan Fadilah 2009).
Metode pengeringan dengan radiasi far infra red (FIR) terjadi melalui
mekanisme pemutusan molekul-molekul air (H2O) secara vibrasi atau getaran
tanpa melalui media perantara (udara) seperti halnya pada proses konveksi dan
konduksi. Pengeringan dengan metode ini telah dilakukan tehadap komoditas
bawang putih, bayam, seledri, cabe merah dan jamur merang dengan variasi suhu
pengeringan di antara 50 °C hingga 60 ° C. Diperoleh produk hasil pengeringan
mengalami penurunan senyawa volatil, namun tingkat kehilangan yang terjadi
relatif minimal (Rachmat et al. 2005).
Pengeringan dengan menggunakan freeze dryer juga sering digunakan
dalam berbagai usaha pengawetan berbagai produk yang memiliki komponen
flavor yang mudah rusak oleh suhu yang tinggi. Mekanisme pengeringan dengan
freeze dryer adalah terjadinya sublimasi pada suhu dingin. Produk yang akan
dikeringkan terlebih dulu dibekukan, kemudian dikeringkan, yaitu dengan
mengeluarkan hampir sebagian besar air dari bahan melalui mekanisme sublimasi.
Dengan proses pengeringan yang demikian, maka proses pembentukan kerak
(case hardening) dapat dihindari. Terbentuknya kerak pada proses pengeringan
biasa terjadi akibat adanya perubahan kimia seperti gelatinisasi pati, karamelisasi
gula, maupun denaturasi protein. Pembentukan kerak ini dapat menghambat difusi
air dari bagian bahan yang basah ke udara lingkungan sehingga menyebabkan
pengeringan yang tidak merata (Hariyadi 2013).
Kondisi pengeringan yang demikian membuat freeze dryer lebih mampu
mempertahankan kualitas bahan yang dikeringkan, termasuk kualitas flavornya.
Namun, biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pengeringan dengan alat ini
cukup tinggi disebabkan kebutuhan energinya yang sangat tinggi (Tambunan
1999), oleh karena itu akan lebih tepat diaplikasikan pada bahan-bahan yang
memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi (Hariyadi 2013).
Kadar Air
Hasil analisis ragam pada Lampiran 9 menunjukkan terdapat perbedaan
yang nyata pada sampel andaliman yang dikeringkan dengan metode yang
berbeda. Kadar air andaliman kering yang diperoleh berkisar antara 3.67 % hingga
14.83 %. Sementara itu, kadar air pada rempah-rempah kering biasanya berada
pada kisaran 6.27 % - 12.44 % (Nely 2007). Pada berbagai spesifikasi rempah
kering, seperti pada kencur (SNI 01-7085-2005), kadar air maksimal adalah
sebesar 10 %.

14
Dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa pengeringan dengan menggunakan
metode FBD dan angin menghasilkan kadar air sampel yang tidak memenuhi
standar kadar air yang diinginkan. Pengeringan andaliman dengan menggunakan
metode kering angin menghasilkan kadar air yang cukup tinggi disebabkan oleh
kondisi ruangan tempat pengeringan memang memiliki kelembapan relatif yang
cukup tinggi dan bersifat fluktuatif yaitu 71 % - 90 %. Selain itu, hal ini juga
dapat terjadi karena tidak terdapat energi atau panas yang membantu
mengeluarkan air dari sampel yang dikeringkan. Pada penelitian ini, dapat dilihat
bahwa andaliman yang dikeringkan dengan menggunakan FBD memiliki kadar air
yang paling tinggi dan tidak memenuhi persyaratan standar kadar air rempah pada
umumnya. Padahal FBD memiliki kelebihan untuk dapat mengeringkan bahan
secara efektif yaitu laju transfer panas dan massa antara fase padat dan gas relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain yang disebabkan oleh prinsip
pengeringan FBD. Alat ini memiliki udara pengering yang bergerak dengan laju
tertentu sehingga bahan terfluidisasi atau bergerak sebagai suatu sistem seperti
fluida (Sembodo dan Fadilah 2009). Namun, pada praktek pengeringan dengan
FBD, andaliman tidak dapat dikeringkan secara merata disebabkan oleh kapasitas
alat yang kecil dan model penutup alat yang kurang mendukung dalam proses
pengeringan. Pada saat pengeringan terjadi, andaliman yang setengah kering
sebagian besar tersangkut di bagian penutup sehingga tidak terpapar oleh udara
pengering yang bergerak vertikal.
Kadar air andaliman terendah terdapat pada andaliman yang dikeringkan
dengan freeze dryer dan oven. Kedua metode pengeringan tersebut memberikan
hasil kadar air andaliman kering yang meskipun berbeda nyata, namun memenuhi
syarat kadar air yang diinginkan.
Kadar air pada andaliman yang dikeringkan dengan metode pengeringan
matahari dan FIR lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan kadar air
andaliman yang dikeringkan dengan metode freeze drying. Meskipun demikian,
kadar air masing-masing perlakuan tersebut dapat diterima karena masih
memenuhi standar yang diinginkan.
Tabel 2. Kadar air andaliman kering masing-masing metode pengeringan
Kadar air (%)
Perlakuan
3.67 ± 0.29a
Freeze dryer
7.97 ± 0.15c
Matahari
7.63 ± 0.55c
FIR dryer
4.67 ± 0.58b
Oven
12.97 ± 0.06d
Angin
14.83 ± 0.29e
FBD
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan pada kadar air
antarsampel

Aktivitas Air
Aktivitas air adalah parameter lain yang dapat digunakan untuk menjelaskan
bagaimana air berpengaruh pada keawetan suatu bahan pangan. Aktivitas air
berkaitan dengan jumlah air yang dapat terjadi laju reaksi kimia, aktivitas enzim,

15
dan pertumbuhan mikroba. Aktivitas air pada rempah kering, seperti lada hitam,
bawang merah bubuk, kayu manis, garam bawang putih, dan lada merah,
umumnya berkisar antara 0.351 – 0.587 (Decagon Device Inc. 2010). Menurut
American Spices Trade Association (ASTA 2014), untuk mencegah pertumbuhan
mikroba pada rempah kering, aktivitas air yang disyaratkan adalah di bawah 0.75.
Mikroba yang dapat ditemukan pada rempah kering seperti Xeromyces bisporus
membutuhkan aktivitas air minimal 0.61 untuk dapat tumbuh, sedangkan
C.perfringes dan Botrytis cinerea membutuhkan aktivitas air minimal 0.97.
Sementara itu, Salmonella, bakteri yang paling sering menjadi penyebab dalam
kasus pengembalian produk dan kasus kesehatan rempah kering, membutuhkan
aktivitas air minimal 0.93 – 0.94 untuk dapat tumbuh.
Berdasarkan pengukuran aktivitas air dengan menggunakan aw-meter yang
dapat dilihat pada Tabel 3, aktivitas air terendah terdapat pada andaliman yang
dikeringkan dengan freeze dryer dan yang kedua terendah adalah pengeringan
dengan oven. Aktivitas air pada kedua metode ini tidak berbeda nyata. Andaliman
yang dikeringkan dengan menggunakan metode pengeringan matahari dan FIR
dryer memiliki aktivitas air yang lebih besar dan berbeda secara signifikan
terhadap aktivitas air andaliman yang dikeringkan dengan freeze dryer dan oven.
Tabel 3. Aktivitas air andaliman kering masing-masing metode pengeringan
Aktivitas air
Perlakuan
0.450 ± 0.008a
Freeze dryer
0.561 ± 0.013b
Matahari
0.568 ± 0.022b
FIR dryer
0.460 ± 0.026a
Oven
0.751 ± 0.014d
Angin
0.681 ± 0.038c
FBD
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan pada aktivitas air
antarsampel

Dari keenam metode pengeringan yang diteliti, metode pengeringan angin
dan FBD tidak memenuhi syarat, karena aktivitas air yang dimiliki lebih besar
dari 0,587. Sedangkan metode lainnya masih memenuhi syarat untuk dijadikan
rempah kering jika dilihat dari aktivitas airnya.
Warna
Warna adalah parameter lain yang dapat digunakan untuk menjelaskan
perubahan yang terjadi pada andaliman akibat pengeringan. Terdapat tiga jenis
respon warna yang diukur dengan menggunakan chromameter, yaitu parameter L
(kecerahan), parameter a (kromasitas hijau), dan parameter b (kromasitas kuning).
Hasil pengukuran warna andaliman kering dapat dilihat pada Tabel 4.

16
Tabel 4. Warna andaliman kering masing-masing metode pengeringan
Perlakuan
Matahari Pericarp
Matahari Campur
Oven Pericarp
Oven Campur
Freeze dryer Pericarp
Freeze dryer Campur
FBD Pericarp
FBD Campur
Angin Pericarp
Angin Campur
FIR dryer Pericarp
FIR dryer Campur

L
39.41 ± 0.65d
36.76 ± 0.79bcd
34.59 ±0.56b
36.13 ± 0.73bc
43.89 ± 0.91e
43.69 ± 0.43e
35.11 ± 1.84b
34.87 ± 2.39b
34.28 ± 2.49ab
32.06 ± 1.98a
39.05 ± 0.75d
39.12 ± 0.68d

a
0.05 ± 0.64de
0.60 ± 0.36ef
-0.96 ± 1.46cde
-0.69 ± 0.83cde
-3.33 ± 1.36b
-6.12 ± 0.61a
1.62 ± 1.11fg
2.44 ± 0.61g
4.50 ± 0.39h
3.99 ± 0.74h
-1.55 ± 0.81cd
-0.87 ± 0.81cde

b
20.97 ± 0.45ef
17.26 ± 0.46cd
19.47 ± 0.76de
18.00 ± 0.87cd
25.67 ± 1.17g
24.01 ± 0.55g
17.90 ± 2.00cd
15.03 ± 1.59ab
16.45 ± 1.71bc
13.29 ± 1.75a
21.90 ± 0.97f
19.00 ± 0.90de

Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan pada warna
antarsampel
L
a
b

= kecerahan,

nilai + berarti warna cerah
nilai - berarti warna suram
= nilai + merah ; nilai - hijau
= nilai + kuning ; nilai - biru

1.

Parameter L (Kecerahan)
Semakin tinggi nilai L maka semakin tinggi kecerahan warna andaliman
yang dikeringkan. Data pada Tabel 4 menunjukkan nilai kecerahan tertinggi
terdapat pada andaliman yang dikeringkan dengan freeze dryer. Ini artinya
perubahan warna andaliman kering yang menggunakan metode freeze dryer
terbaik dalam penelitian ini. Jika diurutkan tingkat kecerahan warna andaliman
kering dari yang terbaik hingga ke terburuk ialah metode pengeringan dengan
freeze dryer, diikuti dengan FIR dryer , matahari, oven, FBD dan angin.
Warna andaliman yang dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer
memiliki warna yang paling cerah disebabkan tidak digunakannya suhu tinggi
pada proses pengeringannya. Mekanisme terjadinya pengeringan dengan freeze
dryer adalah terjadinya sublimasi pada suhu dingin.
2.

Parameter a (Kromasitas Hijau)
Warna buah andaliman segar adalah hijau. Diharapkan semakin hijau
andaliman yang dikeringkan akan sejalan dengan meningkatnya persepsi
kesukaan konsumen terhadap produk tersebut. Dari data hasil pengukuran warna
dengan menggunakan chromameter, andaliman yang dikeringkan dengan
menggunakan alat freeze dryer, oven, dan FIR dryer memiliki nilai negatif,
artinya andaliman yang dikeringkan dengan ketiga alat ini memiliki warna hijau.
Andaliman yang dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer memiliki
kromasitas hijau yang paling tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan

17
andaliman yang dikeringkan dengan metode lainnya. Yang kedua dan ketiga
tertinggi nilai kromasitas hijaunya secara berurutan adalah andaliman yang
dikeringkan dengan FIR dryer dan oven. Sementara itu, pengeringan andaliman
dengan metode lainnya menghasilkan nilai parameter a yang positif yang artinya
andaliman yang dikeringkan memiliki kromasitas merah walaupun dengan angka
yang rendah.
Warna andaliman yang dikeringkan dengan metode pengeringan angin,
matahari memiliki warna yang lebih cenderung ke arah merah dapat disebabkan
oleh terjadi proses pencoklatan karena terlalu lama kontak dengan udara terbuka.
Degradasi warna dapat terjadi karena oksidasi dan dekomposisi pigmen (Toontom
et al. 2012). Pengeringan dengan menggunakan FBD menghasilkan andaliman
dengan warna yang lebih cenderung merah disebabkan kontak langsung antara
sampel dengan udara panas dari alat pengering tersebut sehingga panas yang
terpapar pada andaliman yang dikeringkan menyebabkan warna kecoklatan.
Warna hijau pada andaliman disebabkan oleh keberadaan pigmen klorofil.
Klorofil cenderung cepat rusak pada paparan suhu yang tinggi (Handayani et al.
2013). Jika dibandingkan dengan penelitian pengeringan bayam yang dilakukan
oleh Sopian et al. (2005) dengan menggunakan freeze dryer, oven vakum, dan
FIR dryer, pengeringan dengan menggunakan freeze dryer menghasilkan bayam
dengan warna hijau paling tinggi.
3.

Parameter b (Kromasitas Kuning)
Data hasil pengukuran warna pada Tabel 4 menunjukkan andaliman kering
memiliki nilai yang positif untuk semua metode pengeringan. Nilai kuning
tertin