Berbagai Metode Pemecahan Dormansi Biji Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

17

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Hsuan Keng (1978) dalam Wijaya (1999), kedudukan taksonomi
andaliman adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,
Klass : Angiospermae, Sub klass : Dicotyledoneae, Ordo : Rutales, Family :
Rutaceae, Genus : Zanthoxylum, Spesies : Zanthoxylum acanthopodium DC.
Bentuk dari tanaman andaliman yaitu semak atau pohon kecil bercabang
rendah, tegak, tinggi mencapai 5 m.Batang, cabang, dan ranting berduri
(Siregar, 2003).
Sistem akar tunggang dimana tumbuh menjadi akar pokok yang bercabang
menjadi akar yang lebih kecil dan sedikit berbulu halus diseluruh permukaannya
(Parhusip, 2006).
Daun tersebar, bertangkai, majemuk menyirip,beranak daun gasal, panjang
5-20 cm dan lebar 3-15 cm,terdapat kelenjar minyak. Rakis bersayap, permukaan
bagianatas, bagian bawah rakis, dan anak daun berduri; 3-11 anakdaun, berbentuk
jorong hingga oblong, ujung meruncing, tepibergerigi halus, paling ujung
terbesar, anak daun panjang1-7 cm, lebar 0.5-2.0 cm. Permukaan atas daun hijau
berkilatdan permukaan bawah hijau muda atau pucat, daun mudapermukaan atas
hijau dan bawah hijau kemerahan. Bunga diketiak, majemuk terbatas, anak
payung menggarpu majemuk,kecil-kecil; dasar bunga rata atau bentuk kerucut;

kelopak 5-7 bebas, panjang 1-2 cm, warna kuning pucat; berkelamindua, benang
sari 5-6 duduk pada dasar bunga, kepala sarikemerahan, putik 3-4, bakal buah
apokarp, bakal buahmenumpang.Bakal buah apokarp, bakal buah menumpang.
Buah kotak sejati atau kapsul, bulat, diameter 2-3 mm, muda hijau, tua merah; tiap
buah satu biji, kulit keras, warna hitam berkilat (Siregar, 2003).

Universitas Sumatera Utara

18

Tumbuhan

ini

tumbuh

pada

ketinggian


2900

m

dpl.

Di

Indonesia,tumbuhan ini tumbuh liar pada daerah dengan ketinggian 1.200 - 1.400
m dpl pada temperatur 15 - 18 oC (Wijaya, 1999). Di Sumatera Utara tanaman ini
tumbuh liar pada berbagai tempat, yaitu di daerah Angkola, Mandailing,
Humbang, Silindung, Dairi dan Toba Holbung (Parhusip, 2006).
Di sekitar kawasan Danau Toba Sumatera Utara terdapat tiga jenis varietas
tanaman andaliman yaitu :
1. Sihorbo-tanaman andaliman dengan bentuk buah besar, kurang aromatic dan
produksi rendah.
2. Simanuk-tanaman andaliman dengan bentuk buah kecil, aroma dan rasa lebih
tajam dari sihorbo danproduksi lebih tinggi.
3. Sitanga-tanaman dengan aroma buah sangat tajam hingga mirip bau kepinding
alias tanga, produksi tinggi, namun kurang disenangi masyarakat sampai

sekarang.
( Parhusip, 2006).
Dormansi
Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.Dormansi pada
benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa
tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2012).
Dormansi benih dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas
kulit biji terhadap air dan gas (oksigen), embrio yang belum tumbuh secara
sempurna, hambatan mekanis kulit benih terhadap pertumbuhan embrio, belum

Universitas Sumatera Utara

19

terbentuknya zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat
penghambat dengan zat pengaturtumbuh di dalam embrio (Hartmann,et. al, 2002;
Villiers, 1972).
Menurut Silvertown (1999), dormansi terbagi atas beberapa tipe yaitu tipe

endogenus, berhubungan dengan keadaan embrio, dan tipe eksogenus,
berhubungan dengan endosperm atau jaringan-jaringan lain pada benih atau buah.
Tipe dormansi endogenus terbagi atas tiga bagian, yaitu 1) dormansi endogenus
yang disebabkan oleh hambatan fisiologi embrio, 2) dormansi endogenus yang
disebabkan oleh tidak berkembangnya embrio secara sempurna atau disebut juga
morphological dormancy 3) dormansi endogenus yang disebabkan oleh gabungan
kedua sebab di atas yang disebut juga morphophysiological dormancy. Tiga tipe
dormansi eksogenus adalah 1) physical dormancy, yang disebabkan oleh
impermiabilitas benih atau kulit benih terhadap air, 2) chemical dormancy yang
disebabkan oleh senyawa penghambat perkecambahan, 3) mechanical dormancy
yang disebabkan oleh struktur keras dari benih yang menghalangi pertumbuhan
kecambah.
Dipandang dari segi ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada benih
dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara agar dormansi
dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya lama dormansinya dipersingkat.
Beberapa cara yang telah diketahui adalah perlakuan mekanis, perlakuan kimia,
perlakuan perendaman dengan air, perlakuan pemberian temperatur tertentu dan
perlakuan dengan cahaya (Sutopo, 2012).
Skarifikasi
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal


Universitas Sumatera Utara

20

pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat
terjadinya perkecambahan benih yang seragam.Skarifikasi (pelukaan kulit benih)
adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeabel menjadi
permeabel melalui penusukan; pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan
penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan
alat lainnya (Schmidth, 2002).
Perlakuan mekanis umum dipergunakan untuk memecahkan dormansi
benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas,
resistensi mekanis yang terdapat pada kulit biji. Perlakuan mekanis yang
dilakukan yaitu dengan mengikir atau menggosok kulit biji dengan kertas ampelas
yang bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras, sehingga lebih permeabel
terhadap air atau gas (Sutopo, 2004).
Hasil penelitian perlakuan pengampelasan dapat lebih meningkatkan
perkecambahan benih pasak bumi (E. longifolia) jika dibandingkan dengan
perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan pengampelasan proses perkecambahan

menjadi lebih cepat dan persentase perkecambahan yang diperoleh lebih tinggi,
perlakuan pengampelasan menghasilkan umur berkecambah tercepat yaitu 14,00
hari setelah tanam, dan menghasilkan nilai rataan tertinggi pada parameter
persentase perkecambahan (66,67 %) dan kecepatan perkecambahan (0,57).
Dengan perlakuan pengampelasan, kulit biji menjadi semakin tipis yang akan
mempermudah masuknya air dan gas sehingga terjadi proses imbibisi dan
semakin cepat pula benih dapat menembus kulit biji dalam melakukan proses
perkecambahan ( Harahap, 2007).
Skarifikasi padabiji seperti palem tidak meningkatkan perkecambahan,

Universitas Sumatera Utara

21

tetapi skarifikasi pada bagian pangkal biji dekat dengan embrio menyebabkan air
lebih mudah menembus kulit biji sehingga mempercepat perkecambahan dan
skarifikasi juga dapat dilakukan dengan penipisan kulit endokarp pada seluruh
permukaan biji sampai kelihatan endosperm biji yang menghalangi masuknya air
ke dalam benih.Skarifikasi pada bagian pangkal biji harus dilakukan dengan
hatihati jangan sampai embrio rusak (Meerow, 2004).

Perendaman KNO3
Perlakuan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan
untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit
biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Menurut
Kartasapoetra (2003), penggunaan zat kimia KNO3 sebagai pengganti fungsi
cahaya dan suhu serta untuk mempercepat penerimaan benih akan O2.
Pada Casuarianaequiaetifolia perkecambahan meningkat dari 46% dalam
kontrol menjadi 65%setelah perendaman dalam 1,5% KNO3 selama 36 jam. Pada
percobaan ini, konsentrasi tertinggi dan terendah dan lamanya waktu perendaman
yang

sangatsingkat

memperlihatkan

perkecambahan

yang

sangat


rendah.Konsentrasi danlamanya waktu perendaman mempengaruhi tingkat
kerusakan pada biji.Semakintinggi dan semakin lama waktu perendaman maka
kerusakan biji juga semakintinggi (Schmidth, 2002).
Bila benih aren direndam KNO3 selama 36 jam + suhu 40oC selama 5
menit menghasilkan daya berkecambah 60-80 % (Nuraeni dan Saleh, 2006).
Perendaman Giberelin
Giberelin dikenal sebagai zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk
memecahkan beberapa tipe dormansi benih yaitu: (1) benih yang membutuhkan

Universitas Sumatera Utara

22

cahaya, seperti benih Latuca sativa; (2) benih yang dihambat oleh cahaya, seperti
benih Phacelia tanacetifolia; (3) benih yang membutuhkan stratifikasi, seperti
Corylus avellana L.; (4) benih yang membutuhkan after-ripening (penyimpanan
pada temperatur ruang dalam kondisi kering), seperti benih Avena fatua L. (Chen
dan Chang, 1972).
Penelitian


menggunakan

giberelin

dalam

mematahkan

dormansi

banyakdilakukan menurut Sormin (2010) juga melaporkan bahwa biji mucuna
yangdirendam

dalam

zat

pengatur


tumbuh

GA3

300

ppm

mampu

menghasilkanperkecambahan sebesar 66%. Hasil penelitian Sugiharti dalam
Maryani (1998) melaporkan bahwa pemberian giberellin dengan konsentrasi 50
ppm mampu memberikan daya kecambah benih rotan manau yang terbaik, yaitu
85,55% dan apabila konsentrasi giberellin ditingkatkan menjadi 75 ppm dan 95
ppm menyebabkan daya kecambah semakin menurun (Maryani dan Irfandri,
2008).
Perendaman H2SO4
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) menyebabkan kerusakan pada kulit biji
dan dapat diterapkan baik pada legum dan non legum.Lamanya perlakuan larutan
asam harus memperhatikan dua hal yaitu kulit biji atau pericarp dapat diretakkan

untuk memungkinkan imbibisi dan larutan asam tidak mengenai embrio.
Perendaman selama 1 – 10 menit terlalu cepat untuk dapat mematahkan dormansi,
sedangkan perendaman selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan
(Schimdt, 2000 dalam Winarni , 2009).
Perendaman benih jati dalam H2SO4 pada konsentrasi 70%, 80%, dan 90%
selama 20, 30 dan 40 menit menghasilkan persentase perkecambahan yang lebih

Universitas Sumatera Utara

23

tinggi dari kontrol. Hal ini dikarenakan kombinasi perlakuan ini lebih optimal dan
lebih cepat untuk melunakkan kulit benih dari pada benih yang hanya direndam
dalam air pada lama perendaman yang sama (Suyatmi et al., 2011).
PenyiramanAir Panas
Beberapa jenis benih perlu diberi perlakuan dalam air panas denga tujuan
meningkatkan permeabilitas ( Salisbury dan Ross, 1995).
Perendaman biji dalam air panas bertujuan

untuk memperbaiki

permeabilitas kulit benih sehingga dapat mempermudah masuknya air dan gas.
Sehingga dapat meningkatkan preentasi biji berkecambah. Telah dilaporkan
bahwa pemanasan biji legum pada suhu 1000C selama 5-20 detik dapat
menyebabkan terbukanya pleurogram dan menghasilkan perkecambahan 95-100
% ( Olivere dkk., 1982 dalam Gardner dkk., 1991).
Demikian pula pemanasan pada benih jati pada suhu 800C selama 2 hari
menunjukkan peningkatan perkecambahan menjadi sebesar 56 % (Haryati,2002).

Universitas Sumatera Utara