Analisis Keragaman Genetika Tanaman Kunyit dan Temulawak secara Random Amplified Polymorphic DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD-PCR) Menggunakan Primer OPA-OPD 6-10

ANALISIS KERAGAMAN GENETIKA TANAMAN KUNYIT
DAN TEMULAWAK SECARA Random Amplified Polymorphic
DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD-PCR)
MENGGUNAKAN PRIMER OPA-OPD 6-10

DEFFY PRAHADITYA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
ANALISIS KERAGAMAN GENETIKA TANAMAN KUNYIT DAN
TEMULAWAK SECARA Random Amplified Polymorphic DNA-Polymerase
Chain Reaction (RAPD-PCR) MENGGUNAKAN PRIMER OPA-OPD 6-10.
Dibimbing oleh EDI DJAUHARI P dan POPI ASRI KURNIATIN.
Selama ini penelitian mengenai kunyit (Curcuma domestica Val.) dan
temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) asal Indonesia hanya berkisar pada
kandungan metabolit sekunder tetapi penelitian mengenai informasi keragaman

genetika tanaman kunyit dan temulawak belum pernah dilakukan sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola sidik jari tanaman kunyit dan
temulawak asli Indonesia dengan menggunakan primer seri OPA-OPD 6-10
sehingga didapatkan pohon filogenetik dari tanaman kunyit dan temulawak.
Analisis Tahapan penelitian ini dimulai dari isolasi DNA, amplifikasi DNA,
hingga analisis dan konstruksi pohon filogenetik menggunakan metode UPGMA
(Unweighted Pair Group Method Arithmatic Mean) dengan software NTSYS.
Hasil isolasi DNA yang menunjukkan pita yang bagus dan memiliki ukuran
diantara 11000-12000 bp dengan hasil kemurnian berkisar antara 1.091-2.625.
Amplifikasi DNA dengan 20 primer acak OPA-OPD 6-10 menghasilkan 259 pita
(100% polimorfik). Analisis kemiripan genetik menunjukkan nilai koefisien
kemiripan genetik sebesar 0.3033-0.6721 untuk tanaman kunyit dan 0.19390.9082 untuk tanaman temulawak. Nilai tersebut menunjukkan tanaman kunyit
dan temulawak asal Indonesia memiliki tingkat keragaman genetik yang tinggi.
Kata kunci: kunyit, temulawak, polimorfisme, RAPD.

ABSTRACT
DEFFY PRAHADITYA. Analysis of Genetic Diversity in Turmeric and Wild
Ginger Plants Using Random Amplified Polymorphic DNA - Polymerase Chain
Reaction (RAPD-PCR) with OPA-OPD 6-10 Primers. Under direction of EDI
DJAUHARI P and POPI ASRI KURNIATIN.

There are many studies on turmeric (Curcuma domestica Val.) and wild
ginger (Curcuma xanthorrizha Roxb.) from Indonesia is only about the content of
secondary metabolites, but research on the genetic diversity information of
turmeric and wild ginger plants has never been done before. This study was aimed
to analyze the fingerprint pattern of Indonesian native turmeric and wild ginger
plants by using OPA-OPD 6-10 primer series to obtain a phylogenetic tree of
these plants. The steps of this research were DNA isolation, amplification of
DNA, then analysis and construction of phylogenetic trees using the UPGMA
(unweighted pair group method arithmetic mean) with NTSYS software. The
resulted DNA showed good bands and had a size between 11000-12000 bp with
the range of purity between 1091-2625. DNA amplification with 20 random OPAOPD 6-10 primers produced 259 bands (100% polymorphic). Analysis of genetic
similarity indicated a genetic similarity coefficient 0.3033-0.6721 for turmeric
plant and 0.1939-0.9082 for wild ginger plant. This value indicated that the
turmeric and wild ginger plants from Indonesia has a high level of genetic
diversity.
Key words: turmeric, wild ginger, polimorphism, RAPD

ANALISIS KERAGAMAN GENETIKA TANAMAN KUNYIT
DAN TEMULAWAK SECARA Random Amplified Polymorphic
DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD-PCR)

MENGGUNAKAN PRIMER OPA-OPD 6-10

DEFFY PRAHADITYA
G84080025

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM


: Analisis Keragaman Genetika Tanaman Kunyit dan
Temulawak secara Random Amplified Polymorphic DNAPolymerase Chain Reaction (RAPD-PCR) Menggunakan
Primer OPA-OPD 6-10
: Deffy Prahaditya
: G84080025

Disetujui
Komisi Pembimbing

Drs. Edy Djauhari P, M.Si.
Ketua

Popi Asri Kurniatin S.Si, Apt, M.Si
Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua Departemen Biokimia


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas segala karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW dan para pengikutnya sampai akhir zaman sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul Analisis Keragaman
Genetika Tanaman Kunyit dan Temulawak secara Random Amplified
Polymorphic DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD-PCR) Menggunakan
Primer OPA-OPD 6-10. Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Februari
hingga Juli 2012, bertempat di Laboratorium Penelitian Biokimia IPB dan
Laboratorium Genetika Molekuler Fakultas Peternakan IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penelitian ini, terutama kepada Drs. Edy Djauhari P. K, M.Si.
selaku ketua pembimbing dan Popi Asri Kurniatin S.Si, Apt, M.Si selaku anggota
pembimbing dalam memberikan saran, kritik, dan bimbingannya serta orang tua
dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, dan semangat
bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tak lupa pula ucapan
terimakasih kepada mas Opik, mas Eka, mba Eli, bu Meri, bu Martini, pak Nana,

pak Yadi dan segenap staf di Laboratorium Penelitian Biokimia, Institut Pertanian
Bogor serta mas Erik dan mas Ferdy dan segenap staf Laboratorium Genetika
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor atas peran, bantuan, dan
kerjasamanya dalam menyelesaikan penelitian ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan selama penelitian
Nur, Anissa Utami, Riani, Rian, Yoan, Lusi, dan Aros. Selain itu penulis juga
berterimakasih kepada Puan Maharany atas dukungan moril serta semangat dan
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu dalam memberikan
bantuan, kritik, dan saran bagi penulis. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini mampu memberikan
informasi dan manfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2013

Deffy Prahaditya

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 16 Februari 1990 dari ayah Juma
Sanjaya dan ibu Anah Nurjannah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara.

Pendidikan penulis dimulai dari SDI Yakmi dan melanjutkan pendidikan ke
SMPN 3 Tangerang. Penulis lulus tahun 2008 dari SMAN 101 Jakarta Barat dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi ketua kelas pada
tingkat Tahap Persiapan Bersama 2008-2009. Selain itu, penulis pernah mengikuti
Go Field IPB dengan tema Pemulihan Lahan Pertanian Pasca Erupsi Merapi di
kabupaten Magelang tahun 2011. Penulis pernah melakukan Praktik Lapangan
(PL) di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Kompleks PUSPIPTEK, Tangerang selama periode Juli 2011 hingga
Agustus 2011 dengan judul Optimasi Isolasi DNA Daun Tanaman Aglaia Dari
berbagai Metode Isolasi DNA
Organisasi yang diikuti penulis selama perkuliahan yakni Himpunan Profesi
Mahasiswa Biokimia (CREBs) tahun 2009-2010 bidang informasi dan
komunikasi dan tim drama musikal Ceboch’s tahun 2009-2011. Penulis juga
pernah mengikuti berbagai kepanitiaan seperti Kesehatan dan Keselamatan Kerja
tahun 2009 dan 2011, Lomba Karya Ilmiah Populer tahun 2011, koordinator
logistik dan transportasi Masa Pengenalan Departemen tahun 2010, Seminar
Kesehatan Biokimia tahun 2011, dan ketua pelaksana Malam Keakraban Biokimia

45 tahun 2012.
Penulis dalam bidang karya ilmiah pernah mendapat hibah dana bersaing
dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) untuk kategori Bidang Gagasan Tertulis pada tahun 2010
dengan judul Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Alternatif Penjernih Air yang
Alami dan Murah pada Daerah Rawan Banjir. Tahun berikutnya penulis juga
mendapatkan hibah dana bersaing dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
(DIKTI) dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) untuk kategori Bidang
Penelitian dengan judul Aktivitas Antiimflamasi Ekstrak Gel Aloe vera pada
Tikus Sprague dawley.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ .

ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

ix


DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................

x

PENDAHULUAN ............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Kunyit (Curcuma domestica Val.) ............................................................
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.) ..........................................
Isolasi DNA...............................................................................................
Keragaman Genetika .................................................................................
Random Amplified Polymorphism DNA-Polymerase Chain Reaction
(RAPD-PCR)...............................................................................................
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan .........................................................................................
Metode.......................................................................................................


1
2
3
4
4
5
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi DNA Kunyit dan Temulawak dengan Metode Orozco-Castillo
(1994) ....................... ................................................................................ 7
Hasil Analisis Kualitatif DNA Kunyit dan Temulawak ........................... 8
Hasil Analisis Kuantitatif DNA Kunyit dan Temulawak .........................
9
Amplifikasi DNA Kunyit dan Temulawak dengan Primer Acak
OPA-OPD 6-10 ......................................................................................... 10
Analisis Hubungan Kekerabatan Genetik Kunyit dan Temulawak........... 12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................... 12
Saran ......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 13
LAMPIRAN .................................................................................................... 15

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Sampel dan asal sampel yang digunakan ......................................................

7

2

Hasil analisis kuantitatif DNA tanaman kunyit dan temulawak ................... 10

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Tanaman kunyit (Curcuma domestica Val.) .................................................

2

2

Rimpang tanaman kunyit ..............................................................................

2

3

Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza ROXB.) ................................

3

4

Skema proses PCR-RAPD ............................................................................

5

5

Elektroforegram hasil kualitatif DNA kunyit dan temulawak ......................

9

6

Elektroforegram sampel temulawak sragen .................................................. 11

7

Elektroforegram sampel kunyit ciemas ......................................................... 11

8

Dendogram 4 sampel tanaman kunyit ........................................................... 12

9

Dendogram 5 sampel tanaman temulawak ................................................... 12

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Strategi penelitian ......................................................................................... 16

2

Daftar urutan basa primer yang digunakan dalam penelitian........................ 17

3

Hasil analisis kuantitatif DNA dengan spektrofotometer ............................. 18

4

Jumlah pita DNA tampak tiap sampel hasil amplifikasi PCR-RAPD
menggunakan primer OPA-OPD 6-10 .......................................................... 19
5 Dendogram dan koefisien kemiripan genetik 4 sampel tanaman kunyit
berdasarkan proporsi fragmen yang dimiliki.................................................. 20
6 Dendogram dan koefisien kemiripan genetik 4 sampel temulawak
berdasarkan proporsi fragmen yang dimiliki ................................................ 21
7 Elektroforegram hasil RAPD tanaman kunyit dan temulawak dengan
primer OPA-OPD 6-10 ................................................................................. 22

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi dan transportasi
yang pesat di zaman modern ini menyebabkan
pola hidup sebagian besar masyarakat
Indonesia berubah menjadi pola hidup instan
dan tidak sehat mengikuti perkembangan yang
terjadi.
Masyarakat
cenderung
untuk
mengonsumsi makanan instan atau cepat saji
yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan
lupa untuk berolahraga. Pertumbuhan
transportasi yang pesat di kota-kota besar
Indonesia juga menyebabkan udara menjadi
kotor sehingga dapat menyebabkan timbulnya
penyakit dan radikal bebas dalam tubuh
manusia. Kebiasaan buruk sebagian besar
masyarakat Indonesia yang gemar merokok
juga menyebabkan banyak terjadi kasus
kanker
paru-paru.
Konsumsi
rokok
menyebabkan 200.000 kematian setiap
tahunnya di Indonesia yang disebabkan
penyakit kanker paru-paru (Sarah et al. 2008).
Negara Indonesia dengan keanekaragaman
hayati yang tinggi memiliki berbagai jenis
tanaman rimpang yang dapat dimanfaatkan
untuk kesehatan. Beberapa diantaranya yaitu
tanaman kunyit (Curcuma domestica Val.)
dan temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)
yang memiliki kemampuan untuk menangkal
radikal bebas serta berfungsi sebagai
antioksidan. Zat yang berperan sebagai
antioksidan yang menangkal radikal bebas
adalah kurkuminoid yang terdapat pada kunyit
dan
temulawak.
Kurkuminoid
adalah
komponen yang memberikan warna kuning
yang bersifat sebagai antioksidan dan
berkhasiat
antara
lain
sebagai
hipokolesteromik, kolagogum, koleretik,
bakteriostatik,
spasmolitik.
Berbagai
penelitian telah membuktikan khasiat
kurkuminoid dalam pengobatan terutama
sebagai antihepatoksik dan antikolesterol,
serta obat tumor dan kanker (Nagabhushan &
Bhide 1992; Chan & Fong dalam Craig
1999).
Tanaman
kunyit
dan
temulawak
merupakan tanaman obat yang banyak
digunakan pada industri jamu tradisional
Indonesia. Selain dimanfaatkan sebagai
tanaman obat, kunyit juga memiliki banyak
manfaat lain diantaranya sebagai bahan baku
kosmetik, makanan, dan minuman. Rimpang
kunyit juga dimanfaatkan untuk mencegah
dan mengatasi kanker karena mengandung zat
kurkuminoid
yang
terdiri
dari
demektoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin,
dan kurkumin. Tanaman temulawak juga
dapat
dipergunakan
sebagai
obat

hepatoproteksi, antiinflamasi, antikanker,
antidiabetes, antimikroba, antihiperlipidemia,
antikolera, antibakteri dan antioksidan
(Hwang 2006; Darusman et al. 2007;
Rukayadi et al. 2006; Masuda et al. 1992;
Yasni S et al. 1994).
Selama ini penelitian mengenai kunyit dan
temulawak asal Indonesia hanya berkisar pada
kandungan metabolit sekunder. Penelitian
mengenai informasi keragaman genetika
tanaman kunyit dan temulawak asal Indonesia
belum pernah
dilakukan
sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pola sidik jari tanaman kunyit dan temulawak
asli Indonesia dengan menggunakan primer
seri OPA-OPD 6-10 sehingga didapatkan
pohon filogenetik dari tanaman kunyit dan
temulawak. Hipotesis dari penelitian ini
adalah didapatkannya informasi mengenai
pola sidik jari dan didapatkan pohon
filogenetik tanaman kunyit dan temulawak.
Manfaat penelitian ini yaitu informasi pola
sidik jari tanaman kunyit dan pohon
filogenetik dari tanaman kunyit dan
temulawak asli Indonesia dapat digunakan
untuk pembuatan bibit unggul.
Teknik Random Amplified Polymorphic
DNA (RAPD-PCR) digunakan karena relatif
sederhana,
mudah
dalam
preparasi,
memberikan hasil
lebih
cepat,
dan
menghasilkan karakter yang relatif tidak
terbatas sehingga sangat membantu untuk
keperluan analisis variabilitas genetik
tanaman yang tidak diketahui latar belakang
genomnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Kunyit
Kunyit (Curcuma domestica Val.)
tergolong dalam ordo Zingiberales, famili
Zingiberacea dan genus Curcuma. Tanaman
kunyit adalah tanaman berumur panjang yang
berasal dari wilayah Asia tenggara. Kunyit
memiliki daun besar berbentuk lonjong
dengan ujung yang meruncing dan berwarna
hijau serta memiliki tinggi 40-100 cm
(Gambar 1). Perkembangbiakan tanaman
kunyit menggunakan bagian akarnya atau
biasa disebut rimpang. (Sudarsono et al.
1996).
Rimpang kunyit memiliki ciri-ciri berupa
kulit luar rimpang kunyit berwarna jingga
kecoklatan dengan warna daging buah merah
jingga kekuning-kuningan seperti ditunjukkan
pada Gambar 2. Rimpang kunyit mengandung
senyawa sekunder seperti minyak atsiri,

2

filandrena,
sebinena,
cineol,
borneol,
zingiberena, kurkumin turmeron, kamfena,
kamfor, sesquiterpena, asam kaprilat, asam
metoksinamik, dan tolimetol karbinol.
Rimpang kunyit juga mengandung tepung dan
zat warna yang mengandung alkaloid
kurkumin sehingga memiliki manfaat untuk
bahan obat tradisional, bahan baku industri
jamu dan kosmetik, dan bahan bumbu masak.
Selain itu rimpang tanaman kunyit juga
bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti
oksidan, anti mikroba, anti diabetes, pencegah
kanker, dan anti tumor (Syukur 2010).
Pemanfaatan rimpang kunyit untuk
mencegah dan mengatasi kanker sudah
banyak dilakukan. Berbagai penelitian juga
telah membuktikan khasiat rimpang kunyit
dalam
pengobatan
terutama
sebagai
antihepatoksik dan antikolesterol, serta obat
tumor dan kanker (Nagabhushan & Bhide
1992; Chan & Fong dalam Craig 1999).
Rimpang kunyit mengandung komponen aktif
yaitu kurkuminoid yang meliputi kurkumin,
demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin,
dan 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien3-on menurut Syukur (2010) yang bersifat
sebagai antioksidan dan berkhasiat antara lain
sebagai
hipokolesteromik,
kolagogum,
koleretik, bakteriostatik, spasmolitik. Selain
itu rimpang kunyit juga mengandung
ribosome inacting protein (RIP) yang
berfungsi menonaktifkan perkembangan sel
kanker, merontokkan sel kanker tanpa
merusak jaringan sekitarnya,dan memblokir
pertumbuhan sel kanker (Syukur 2010).

Gambar 1 Tanaman kunyit (Curcuma
domestica Val.)

Gambar 2 Rimpang tanaman kunyit

Temulawak
Temulawak
(Curcuma
xanthorrhiza
Roxb.) tergolong dalam kingdom Plantae,
divisi
Spermatophyta,
subdivisi
Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo
Zingiberales, famili Zingiberacea dan genus
Curcuma
(Rukmana
1995). Tanaman
temulawak termasuk salah satu jenis temutemuan yang paling banyak digunakan sebagai
bahan baku obat tradisional. Selain sebagai
bahan baku obat tradisional, temulawak juga
bisa dimanfaatkan sebagai sumber bahan
pangan, pewarna, bahan baku industri seperti
industri kosmetika, maupun dibuat makanan
ataupun minuman segar (Dalimartha 2007).
Temulawak digunakan untuk mengobati
hepatitis, radang hati, radang empedu, radang
ginjal, batu empedu, kurang nafsu makan,
diare, wasir, dan kolesterol tinggi. Ramuan
atau jamu temulawak yang dikonsumsi secara
teratur bisa menjaga kesehatan organ hati atau
bertindak sebagai hepatoprotektor. Hal ini
dikarenakan dalam tanaman temulawak,
khususnya bagian rimpang mengandung
berbagai komponen kimia seperti zat warna
kuning (kurkumin), desmetoksi kurkumin,
glukosa, kalium oksalat, protein, serat, pati,
dan minyak atsiri (Wijayakusuma 2007).
Kandungan kurkumin dan xanthorrhizol di
dalam rimpang temulawak menyebabkan
temulawak memiliki berbagai macam khasiat
(Taryono et al. 1987).
Xanthorrizhol
merupakan salah satu komponen dari minyak
atsiri yang terdapat pada rimpang temulawak.
Selain xanthorrhizol, minyak atsiri pada
rimpang kunyit terdiri dari berbagai
komponen seperti d-kamfer, siklo isoren,
mirsen, p-tuloil metilkarbonil, falanndren,
borneol, tumerol, sineol, isufuranogermakren,
zingiberen, zingiberol, turmeron, artmeron,
sabinen,
germakron,
dan
atlantone
(Wijayakusuma 2007). Minyak atsiri pada
temulawak juga berkhasiat fungistatik pada
beberapa jenis jamur dan bakteriostatik pada
mikroba Staphylococcus sp. dan Salmonella
sp. (Dalimartha 2007).
Temulawak merupakan tumbuhan terna
tahunan (perennial) yang tumbuh berumpun,
berbatang basah yang merupakan batang semu
terdiri atas gabungan beberapa pangkal daun
yang terpadu. Temulawak dapat tumbuh
hingga mencapai ketinggian 2 m dengan daun
berbentuk memanjang sampai lanset dengan
panjang daun 50-55 cm, lebar sekitar 15 cm
dan daun berwarna hijau tua dengan garis
merah hingga coklat keunguan dan
perbungaan lateral keluar dari rimpangnya
dalam rangkaian bentuk ulir dengan tangkai

3

yang ramping (Gambar 3). Tanaman
temulawak mempunyai ukuran rimpang yang
besar dan bercabang-cabang dengan rimpang
induk berbentuk bulat dan disampingnya
terbentuk 3-4 rimpang cabang yang
memanjang. Rimpang temulawak berwarna
coklat kemerahan atau kuning tua dengan
warna daging rimpang kuning jingga atau
jingga kecoklatan (Wijayakusuma 2007).

Gambar 3 Tanaman temulawak (Curcuma
xanthorrizha Roxb.)
Isolasi DNA
DNA genom merupakan seluruh materi
genetik yang dimiliki oleh suatu organisme
termasuk di dalamnya DNA yang berinteraksi
dengan protein dan RNA (Weaver & Hedrick
1997). Isolasi DNA adalah pemisahan
molekul DNA dari molekul lain seperti
dinding sel, membran sel, dan membran inti
sehingga strukturnya dapat terlihat dengan
jelas. Tujuannya adalah mengidentifikasi dan
mengkarakterisasi DNA yang dibutuhkan
untuk proses analisis biomolekuler lainnya.
Tahap-tahap dalam isolasi DNA tanaman
yaitu pengambilan sampel (jaringan), lisis
dinding sel dan membran sel, purifikasi serta
presipitasi (Kephart 1999).
Menurut
Sudjadi
(2008),
teknik
pemecahan sel dapat dilakukan secara fisik
maupun kimia. Pemecahan sel secara fisik
dapat dilakukan secara mekanik, yaitu dengan
cara penggerusan. Sel juga dapat dipecah
dengan cara kimia, yaitu penambahan lisozim
(pada sel bakteri), ethylenediaminetetraasetic
acid (EDTA) untuk sel tanaman, dan sodium
dodesyl sulphate (SDS) untuk sel hewan.
Berbagai teknik analisis dalam pemuliaan
tanaman dan biologi molekuler berdasarkan
pada hibridisasi molekuler dan polymerase
chain reaction (PCR) membutuhkan DNA
dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang
baik. Kandungan senyawa sekunder dalam sel
tanaman berbeda-beda maka setiap tanaman
membutuhkan prosedur isolasi yang optimum
agar diperoleh DNA genom yang dapat
digunakan untuk proses analisis biomolekuler

lainnya. Isolasi DNA tanaman kunyit dan
temulawak ini menggunakan modifikasi
metode Castillo (1994) untuk memperoleh
konsentrasi DNA dalam jumlah yang cukup.
Menurut Cruz et al. (1997), proses isolasi
DNA tanaman pada umumnya sulit dilakukan,
karena tanaman mengandung senyawa
polisakarida dalam jumlah yang cukup besar.
Selain itu, tanaman juga memiliki senyawa
polifenol
dan
menghasilkan
berbagai
metabolit sekunder yang mengganggu proses
isolasi dan manipulasi DNA. Metabolit
sekunder yang dihasilkan tanaman antara lain
flavonoid (Shahzadi et al. 2010; Khanuja et
al. 1999), alkaloid, etanol, terpen, dan kuinon
(Khanuja et al. 1999). Protein merupakan
salah satu makromolekul yang juga menjadi
kontaminan dalam pemurnian DNA. Protein
dapat dihilangkan dari larutan DNA melalui
pengendapan
dengan
larutan
yang
mengandung fenol (Ausubel et al. 1990) atau
campuran fenol : kloroform : isoamilalkohol,
selain itu protein juga dapat dihilangkan
dengan menggunakan enzim proteinase K
(Sudjadi 2008). Kloroform berperan untuk
menstabilkan fase antara fenol dan
supernatan, sedangkan isoamil alkohol
berperan sebagai antifoam (Ausubel et al.
1990).
DNA hasil isolasi perlu dimurnikan
terlebih dahulu. Pemurnian DNA bertujuan
untuk memperoleh DNA yang terbebas dari
kontaminasi senyawa dan makromolekul lain.
Enzim-enzim restriksi dan enzim-enzim lain
yang berperan dalam proses modifikasi DNA
akan terganggu akibat adanya kontaminan
(Ausubel et al. 1990). Tahapan yang
dilakukan untuk memperoleh DNA murni
yaitu membebaskan DNA dari dinding dan
membran sel, disosiasi kompleks DNAprotein dengan cara denaturasi atau
proteolisis, serta pemisahan DNA dari
berbagai makromolekul lain (Rodriguez &
Tait 1983).
Pemurnian DNA dilakukan dengan
menambahkan etanol ke dalam larutan yang
mengandung DNA. Penambahan etanol dapat
menyebabkan terjadinya pengendapan DNA
(Sudjadi 2008; Ausubel et al. 1990). DNA
juga dapat diendapkan dengan larutan
isopropanol, namun larutan ini lebih sulit
menguap dibandingkan dengan etanol
sehingga memerlukan waktu yang lebih lama
dalam proses evaporasi. Presipitasi diinduksi
oleh adanya natrium klorida atau natrium
asetat (Ausubel et al. 1990). Pemurnian DNA
juga dapat menggunakan RNAse untuk
menghilangkan kontaminan RNA.

4

Keragaman Genetika
Keragaman genetika (Genetic diversity)
merupakan variasi genetika di dalam setiap
spesies yang mencakup aspek biokimia,
struktur, dan sifat organisme yang diturunkan
secara fisik dari induknya dan dibentuk dari
DNA. Keragaman genetika dapat terjadi
karena
adanya
perubahan
nukleotida
penyusun DNA. Perubahan ini mungkin dapat
mempengaruhi fenotipe suatu organisme yang
dapat dipantau dengan mata telanjang atau
mempengaruhi reaksi individu terhadap
lingkungan tertentu. Secara umum keragaman
genetika dari suatu populasi dapat terjadi
karena adanya mutasi, rekombinasi atau
migrasi gen dari satu tempat ke tempat lain.
Informasi mengenai keragaman genetika
sangat diperlukan untuk mendukung berbagai
macam kegiatan seperti konservasi dan
pemuliaan tanaman untuk menghasilkan bibit
unggul (Poerba & Yuzammi 2008). Besarnya
keragaman genetika mencerminkan sumber
genetik yang diperlukan untuk adaptasi
ekologi dalam jangka waktu pendek dan
evolusi dalam jangka panjang sehingga
memudahkan dalam kegiatan konservasi.
Dalam proses pemuliaan tanaman, efisiensi
strategi pemuliaan tanaman biasanya diukur
berdasarkan kepada kemajuan genetika untuk
setiap unit waktu informasi keragaman
genetika suatu populasi tanaman akan
memungkinkan
dilakukannya
perbaikan
karakter-karakter tanaman yang diinginkan
(Edy 2008).
Analisis keragaman genetika suatu
populasi tanaman menurut Asiedu et al.
(1989) dan Melchinger (1990) dapat
dilakukan secara morfologis (bentuk, ukuran),
sitologis
(karyotipe
kromosom),
dan
molekuler contohnya studi isozim, random
amplified polymorphic DNA (RAPD),
restriction fragment length polymorphism
(RFLP) serta
amplified fragment length
polymorphism (AFLP), dan simple sequence
repeat (SSR). Metode molekuler seperti
teknik RAPD paling banyak digunakan dalam
analisis keragaman genetika karena memliki
beberapa keunggulan, antara lain tidak
membutuhkan latar belakang pengetahuan
tentang genom yang akan dianalisis, bisa
menggunakan primer-primer untuk organisme
prokariotik maupun eukariotik, mampu
menghasilkan karakter sampai mendekati
jumlah yang tak terhingga, menggunakan
bahan-bahan yang relatif murah kecuali enzim
Taq polimerase, cocok untuk membuat
diagnosis silsilah (filogeni) suatu spesies dan

amplifikasinya tidak bergantung
radioaktif (Surahman et al. 2007).

pada

Random Amplified Polymorphism DNAPolymerase Chain Reaction (RAPD-PCR)
Analisis keragaman genetik tanaman dapat
diketahui
dengan
identifikasi
secara
molekuler. Salah satu teknik molekuler yang
dapat digunakan adalah metode RAPD
(Dwiamini et al. 2003). Metode RAPD
dikembangkan berdasarkan PCR yang mampu
mengamplifikasi sekuen DNA secara acak.
Teknik ini melibatkan penempelan primer
yang dirancang
secara khusus sepuluh
oligonukleotida pada cetakan DNA yang
komplementer, selanjutnya akan dibentuk
menjadi utas DNA baru. Jumlah produk
amplifikasi PCR berhubungan langsung
dengan jumlah dan orientasi sekuen yang
komplementer terhadap primer di dalam
genom tanaman (Azrai 2005).
Marka RAPD diperoleh berdasarkan
kemungkinan adanya suatu sekuen DNA
homolog dengan suatu sekuen primer
oligonukleotida. Primer oligonukleotida acak
akan menempel di dua tempat yang
komplementer terhadap sekuens cetakan DNA
genomik dalam orientasi yang berlawanan.
Apabila kedua tempat penempelan primer
berada dalam jarak yang berdekatan (< 4000
pasang basa), maka primer tunggal
oligonukleotida akan mengawali terjadinya
amplifikasi DNA secara eksponensial pada
suatu reaksi PCR. Pada umumnya dengan
menggunakan primer oligunukleotida 10-mer,
setiap primer secara terus menerus
mempromosikan pembentukan beberapa
produk amplifikasi yang berbeda dan fragmen
tersebut dianggap berasal dari lokus-lokus
genetik yang berbeda. Setiap primer akan
mengamplifikasi beberapa lokus yang diskrit
di dalam genom (Surahman et al. 2007).
Keberhasilan amplifikasi ditentukan oleh
kemampuan primer mengamplifikasi DNA
cetakan dengan bantuan enzim DNA
polimerase, dNTP (dATP, dTTP, dCTP, dan
dGTP), suhu yang sesuai untuk mengurai
DNA cetakan menjadi utas tunggal, pelekatan
primer pada situs DNA cetakan, dan
polimerisasi DNA. Keberhasilan suatu primer
dalam mengamplifikasi DNA cetakan
ditentukan oleh ada tidaknya homologi sekuen
nukleotida primer dengan sekuen nukleotida
DNA cetakan. Selain itu juga dipengaruhi
oleh kualitas dan kuantitas DNA, konsentrasi
MgCl2, enzim Taq DNA polimerase, dan suhu
pelekatan primer (Surahman et al. 2007).

5

Teknik
RAPD
memiliki
beberapa
keunggulan yaitu relatif sederhana dan hanya
membutuhkan kuantitas DNA yang yang lebih
sedikit (0.5-50 ng DNA) dalam setiap rantai
PCR (Pandey et al. 1998). Selain itu teknik
RAPD mampu menampilkan hasil dalam
waktu relatif singkat. Hasil dapat segera
divisualisasi setelah proses amplifikasi DNA.
Karakter yang muncul relatif tidak terbatas
tergantung pada primer yang digunakan
sehingga sangat membantu untuk keperluan
analisis keanekaragaman organisme yang
tidak diketahui latar belakang genomnya.
Kelemahan
teknik
RAPD
yaitu
reproducibility atau hasil pengulangan yang
rendah namun dapat diatasi dengan
konsistensi kondisi PCR (Prana & Hartati
2003).
Proses RAPD-PCR pada dasarnya sama
saja dengan proses PCR biasa yang terdiri atas
dua tahap siklus. Tahap pertama berlangsung
selama satu kali siklus meliputi proses
denaturasi awal, denaturasi, penempelan
primer, dan perpanjangan rantai. Tahap kedua
berlangsung selama 44 siklus yang meliputi
proses denaturasi, penempelan primer,
perpanjangan rantai, dan perpanjangan rantai
terakhir. Tahap yang membedakan proses
RAPD-PCR yaitu penempelan primer karena
primer yang digunakan pada RAPD-PCR
hanya terdiri dari 8-10 oligonukleotida. Marka
atau primer yang digunakan yaitu OPA–OPD
seri 6-10. Marka tersebut dipilih karena
merupakan rangkaian seri awal dari marka
RAPD-PCR. Marka OPA-OPD seri 6-10
memiliki 10 oligonukleotida yang berbeda
satu sama lain.

Gambar 4 Skema proses RAPD-PCR

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam isolasi
DNA adalah mortar, tabung sentrifuse,
sentrifus Beckman Coulter AllegraTM 64R
Centrifuge, penangas air, pipet mikro, pipet
Mohr, bulp, sudip, tabung mikro, neraca
analitik Scaltec, dan dan spektrofotometer
UV-VIS Beckman Coulter DU 530.
Amplifikasi DNA dilakukan dengan alat
berupa PCR Biogenesys. Alat-alat untuk
elektroforesis
terdiri
atas
perangkat
elektroforesis, parafilm, cetakan gel, sisir,
power supply, dan alat untuk dokumentasi
hasil
pengamatan
elektroforesis
UV
(AlphaImager EP). Selain itu digunakan juga
autoklaf, gelas piala, labu erlenmeyer, gelas
ukur, program AlphaInnotech dan program
statistik khusus NTSYS versi 2.02 dengan
menggunakan metode UPGMA (Unweighted
Pair Group Method Arithmatic Mean).
Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi
DNA adalah daun tanaman kunyit (Sukabumi,
BPTO, Turina 1, Turina 2, Ngawi, Ciemas,
Wonogiri)
dan temulawak (Sukabumi,
Sragen, Cursina 3, Wonogiri, BPTO) , PVP,
β-merkaptoetanol, bufer ekstraksi, kloroform :
isoamilalkohol (24:1), isopropanol, ddH2O,
Molecular Water, Na-asetat 3 M pH 5.2,
etanol absolut, dan etanol 70%. Bufer
ekstraksi merupakan campuran akuades steril,
Tris-HCl 1 M pH 8.0, ethyline diamine
tetraacetic acid (EDTA) 0.5 M pH 8.0, NaCl
5 M, dan cetyltrimethylammonium bromide
(CTAB) 10%. Bahan untuk elektroforesis
yaitu loading buffer (bromfenol blue 2.5% :
sukrosa 40%), agarosa, Ethidium bromide
(EtBr) 1% (w/v), bufer TBE (Tris Base
EDTA) 0.5X, dan marker 100bp plus DNA
ladder (Fermentas). Bahan untuk amplifikasi
meliputi complete buffer, dNTPs, Taq DNA
Polimerase (Fermentas) , primer OPA, OPB,
OPC, dan OPD (6-10).
Metode
Isolasi DNA dengan Metode Castillo (1994)
Sampel daun kunyit dan temulawak
ditimbang sampai beratnya dipastikan
mencapai 0.2 gram. Daun yang telah
ditimbang ditaruh dalam mortar dan
ditambahkan PVP sebanyak 0.3 gram,
kemudian digerus sampai menjadi pasta. Pasta
tersebut lalu dipindahkan ke dalam tabung
effendorf 2 ml kemudian ditambahkan 1 mL
buffer ekstraksi (10% CTAB, 0.5 M EDTA
pH 8, 1 M Tris-HCl pH 8.0, 5 M NaCl,
akuades steril, dan 1% β-merkaptoetanol).

6

Kocok sampel hingga homogen selanjutnya
diinkubasi pada suhu 65°C selama 60 menit.
Pemurnian DNA dilakukan dengan
menambahkan 0.7 mL buffer ekstraksi (CI
24:1) kemudian disentrifus dengan kecepatan
10000 rpm selama 10 menit, diambil
supernatannya dengan hati-hati menggunakan
mikropipet lalu dipindahkan ke tabung
effendorf baru. Supernatan yang didapat
ditambahkan 1 mL buffer ekstraksi (CI 24:1)
dikocok bolak-balik secara perlahan kemudian
disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm
selama 10 menit. Selanjutnya ambil
supernatan dengan hati-hati menggunakan
mikropipet lalu dipindahkan ke tabung
effendorf baru kemudian ditambahkan 1/10 V
3 M Na-Asetat pH 5.2 dan 2x V etanol absolut
dingin.
Bolak-balik
sampel
perlahan
kemudian inkubasi overnight pada suhu 20°C. Sampel yang sudah diinkubasi
disentrifus pada kecepatan 12000 rpm selama
15 menit. Buang supernatan kemudian pelet
yang didapatkan dari proses sentrifugasi
dikeringkan. Pelet kemudian ditambahkan
Molecular Water (MW) 25 µL kemudian di
ketuk-ketuk hingga larut.
Sampel DNA yang di dapat kemudian
dimurnikan dengan ditambahkan RNAse.
Volume RNAse yang ditambahkan adalah
1/100 dari volume DNA atau sebanyak 0.25
µL. Campuran larutan DNA dan RNAse
dimasukkan dalam inkubator pada suhu 37º C
selama 1 jam. Setelah proses inkubasi selesai
kemudian sentrifus dengan kecepatan 12000
rpm selama 10 menit. Buang supernatan
kemudian pelet yang didapatkan dari proses
sentrifugasi dikeringkan kemudian ditambah
larutan etanol 70% dingin. Sentrifus dengan
kecepatan 12000rpm selama 10 menit. Buang
supernatan kemudian pelet yang didapatkan
dari proses sentrifugasi dikeringkan lalu
ditambahkan Molecular Water (MW) 25 µL
kemudian di ketuk-ketuk hingga larut.
Setelah DNA larut, seluruh tabung DNA
dimasukkan ke dalam freezer -20°C sebagai
stock DNA.
Uji Kualitatif DNA
Tujuan pengujian ini yakni untuk
mengetahui DNA tanaman kunyit dan
temulawak yang berhasil diisolasi sehingga
dapat diketahui kualitas DNA yang diperoleh.
Mulanya dibuat gel agarosa 1% untuk
elektroforesis dengan dilarutkannya agarosa
0.25 g dalam 25 mL larutan TBE 0.5X.
Kemudian dipanaskan hingga larut dan
didinginkan pada suhu kamar hingga hangat.
Selanjutnya ditambahkan 5 µL EtBr dan

dituang ke dalam cetakan gel elektroforesis
yang telah dipasangi sisir (cetakan sumur)
hingga gel memadat. Gel yang sudah padat
dipindahkan ke dalam bak elektroforesis yang
berisi TBE 0.5X. Sampel yang akan
dielektroforesis dicampur dengan loading
buffer dengan perbandingan 1:5 pada
parafilm. Setelah tercampur maka diinjeksi ke
dalam sumur gel agarosa. Marker yang
digunakan adalah 1 kb plus DNA ladder
sebanyak 1 µL. Setelah semua sampel selesai
diinjeksi
maka
alat
elektroforesis
dihubungkan pada power supply yang dialiri
tegangan listrik 100 volt selama ± 45 menit.
Hasil elektroforesis diamati dengan bantuan
lampu UV dalam trasnsilluminator dan
dianalisis dengan program PhotoCaptMw.
Uji Kuantitatif DNA
Pengujian dilakukan dengan metode
spektrofotometri. Suspensi DNA hasil isolasi
sebanyak 3.5 µL diencerkan menjadi 350 µL
dengan ditambahkannya Molecular Water.
Hal ini untuk menghindari kesalahan yang
timbul akibat sampel yang terlalu pekat.
Selanjutnya dibaca absorban pada panjang
gelombang ( ) 260 nm, 280 nm, dan 230 nm.
Pengukuran pada panjang gelombang 280 nm
dilakukan
untuk
mengetahui
adanya
kontaminasi protein sedangkan pada panjang
gelombang 230 nm untuk mengetahui
kontaminasi polisakarida dan fenol. Tingkat
kemurnian DNA ditentukan dengan nilai
perbandingan A260/A280. Nilai perbandingan
A260/A280 yang baik sekitar 1.6-1.8. Serapan
maksimum radiasi UV oleh DNA berada pada
panjang gelombang 260 nm. Konsentrasi
DNA yang baik belum sepenuhnya menjamin
kualitas DNA juga baik.
RAPD-PCR DNA (Williams et al. 1990)
Pembuatan mix PCR dilakukan pada
tabung mikro dengan komposisi antara lain 2
µL sampel DNA (50 ng), 2 µL buffer
complette 10X, 2 µL dNTPs 10 mM, 0.8 µL
primer acak RAPD 10 µM, 0.125 µL Taq
DNA polimerase, 13.075 µL MW (Molecular
Water) sehingga volume total menjadi 20 µL.
Campuran tersebut kemudian dihomogenisasi
dengan diketuk-ketuk selama beberapa saat
kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR.
Program suhu yang digunakan pada PCR
terdiri atas dua tahap siklus. Tahap pertama
berlangsung selama satu kali siklus dengan
suhu 92°C selama 2 menit untuk denaturasi
awal, 92°C selama 3 menit 30 detik untuk
penyempurnaan proses denaturasi DNA, 35°C
selama 1 menit untuk penempelan primer, dan

7

72°C selama 1 menit untuk tahapan
perpanjangan rantai. Untuk siklus berikutnya
program suhu yang digunakan 92°C selama 1
menit untuk denaturasi DNA, 35°C selama 1
menit untuk penempelan primer, 72°C selama
2 menit untuk tahapan perpanjangan rantai
hingga sebanyak 44 kali siklus, serta 72°C
selama 7 menit terakhir untuk memastikan
DNA yang diamplifikasi terdenaturasi
seluruhnya. Hasil PCR kemudian dilihat dan
dipisahkan
dengan
menggunakan
elektroforesis gel agarosa.
Elektroforesis Hasil Amplifikasi
Elektroforesis hasil amplifikasi dilakukan
menggunakan gel agarosa 1.7%. Sebelum
dilakukan elektroforesis, hasil amplifikasi
dicampurkan dengan loading buffer terlebih
dahulu dengan perbandingan 1:5. Marker
yang digunakan adalah 100 bp plus DNA
ladder sebanyak 1 µL. Elektroforesis dialiri
tegangan listrik 100 volt selama ± 60 menit.
Hasil elektroforesis diamati dengan bantuan
lampu UV dalam trasnsilluminator.
Analisis Hasil Elektroforesis
Fragmen hasil amplikasi yang dilakukan
merupakan lokus DNA yang bersifat
dominan. Evaluasi dari pita-pita yang
dihasilkan dilihat dari fragmen DNA yang
mempunyai berat molekul tertentu. Ada atau
tidaknya marka RAPD diskor menggunakan
program AlphaInotech. Kriteria penskoran
berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus
yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak
muncul diberi skor 0. Data biner yang
diperoleh
selanjutnya
diolah
menjadi
dendrogram atau disebut dengan pohon
filogenetik dengan menggunakan program
NTSYS 2.0.2 (Rohlf 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi DNA Kunyit dan Temulawak
Isolasi DNA telah dilakukan pada 7
sampel kunyit dan 5 sampel temulawak.
Isolasi DNA kunyit dan temulawak
menggunakan metode Orozco Castillo (1994)
yang telah dimodifikasi. Nama sampel dan
asal sampel yang digunakan bisa dilihat pada
Tabel 1. Metode isolasi Orozco Castillo
dipilih karena merupakan metode yang umum
digunakan untuk isolasi DNA dari berbagai
tanaman seperti kelapa sawit (Mathius et al.
2001), kakao (Triastanto et al. 2006), pisang
(Sukartini 2008), dan lain-lain. Menurut

Rogers & Bendich (1994) metode ini mudah
digunakan dan kemungkinan adanya enzim
pengdegradasi DNA lebih kecil dibanding
dengan metode yang lain. Metode ini pada
dasarnya sama dengan metode isolasi DNA
dengan CTAB (Cetyltrimethylammonium
bromide) yang dikembangkan oleh Murray
dan Thompson (1980). Perbedaannya terdapat
pada penggunaan PVP (Polyvinylpolypyrrolidone) dan β-Merkaptoetanol yang
berfungsi untuh mencegah oksidasi yang
dapat merusak DNA.
Tabel 1. Sampel dan
digunakan
Sampel
Kunyit ciemas
Kunyit wonogiri
Kunyit BPTO
Kunyit sukabumi
Kunyit Turina 1
Kunyit Turina 2
Kunyit ngawi
Temulawak BPTO
Temulawak sragen
Temulawak sukabumi
Temulawak wonogiri
Temulawak Cursina 3

asal sampel yang
Asal sampel
Sukabumi
Wonogiri
Karanganyar
Sukabumi
Bogor
Bogor
Ngawi
Karanganyar
Sragen
Sukabumi
Wonogiri
Bogor

DNA dapat diisolasi dari berbagai jenis
bagian dari tanaman, antara lain daun, batang,
bunga, buah maupun akar. Hal itu dapat
dilakukan karena setiap bagian dari tanaman
yang sama akan memiliki DNA dengan
susunan dan ukuran yang sama. Bagian yang
dipilih dari tanaman kunyit dan temulawak
untuk diisolasi adalah bagian daunnya. Daun
dipilih karena bagian tersebut merupakan
bagian yang mudah untuk diambil serta
memiliki jaringan mesofil yang paling mudah
diisolasi, sel-selnya tersusun secara renggang
sehingga enzim-enzim lisis mudah mencapai
dinding sel jika dibandingkan dengan bagian
lain (Muslim 2009). Daun yang dipilih adalah
daun muda karena banyak mengandung DNA.
Daun muda sedang aktif dalam melakukan
proses pembelahan dan pertumbuhan sel
sehingga banyak mengandung DNA.
Metode
isolasi
diawali
dengan
penggerusan daun yang bertujuan untuk
memecahkan dinding sel secara mekanik.
Pada saat penggerusan ditambahkan PVP
(Polyvinylpoly-pyrrolidone) yang mencegah
terbentuknya warna coklat polifenol pada
DNA. Pencegahan ini dilakukan dengan
menghambat aktifitas enzim polifenol
oksidase yang dapat mengdegradasi rantai
DNA dan menyebabkan teroksidasinya
senyawa fenol (Bintang 2010).

8

Bufer ekstraksi Castillo juga ditambahkan
ke dalam mortar setelah daun kunyit atau
temulawak yang telah ditambahkan PVP
menjadi halus. Bufer ekstraksi Castilo terdiri
atas berbagai macam campuran bahan yang
memiliki fungsi yang berbeda-beda. Salah
satunya adalah CTAB yang merupakan
deterjen kationik yang berfungsi membantu
proses pemecahan dinding sel. Larutan
deterjen berfungsi untuk menurunkan
tegangan permukaan cairan dan melarutkan
lipid sehingga membran sel mengalami
degradasi dan organel-organel didalamnya
dapat keluar dari sel. Kemampuan CTAB
dalam melisis membran sel akan aktif pada
kondisi panas, oleh karena itu setelah
ditambahkan bufer ekstraksi Castillo sampel
di inkubasi pada suhu 65°C. Selain berfungsi
untuk melisis membran sel CTAB yang
bermuatan positif pada bufer ekstrasi juga
berfungsi untuk memisahkan polisakarida dari
DNA dengan cara mengikat DNA yang
bermuatan negatif.
Bufer ekstraksi Castillo juga mengandung
senyawa kimia etilendiamin tetraasetat
(EDTA) yang berfungsi menghancurkan sel
secara kimiawi. EDTA menghancurkan sel
dengan cara mengikat ion magnesium sebagai
prekursor enzim sehingga enzim menjadi
tidak aktif. Larutan NaCl dan tris-HCl juga
terdapat di bufer ektraksi Castillo. Larutan
NaCl berfungsi sebagai larutan isotonik yang
menjaga tekanan osmotik sel agar DNA tidak
rusak dan larutan tris-HCl berfungsi untuk
memberikan kondisi pH yang optimum.
DNA yang tercampur dengan polisakarida,
protein, dan pengotor lainnya perlu
dibersihkan. Pembersihan DNA dilakukan
dengan ekstraksi menggunakan larutan
kloroform
isoamilalkohol
(CI)
dan
sentrifugasi. Larutan
kloroform dapat
menghilangkan
kontaminasi
akibat
polisakarida
sedangkan
isoamilalkohol
berfungsi untuk mengurangi pembusaan
ketika ekstraksi DNA berlangsung (Sambrook
& Russel 2001).
Sentrifugasi akan
memisahkan molekul-molekul berdasarkan
bobotnya. Larutan CI sebagai pelarut organik
dapat menghancurkan dan mengendapkan
protein. Ekstraksi yang dilakukan berulangulang bertujuan agar DNA benar-benar
terbebas dari pengotor. Ekstraksi dengan cara
bertahap juga merupakan cara ekstraksi yang
terbaik karena akan menghasilkan jumlah
ekstrak yang lebih banyak dibandingkan
ekstraksi langsung.
Larutan yang telah disentrifugasi akan
menghasilkan tiga fase campuran yang

terpisah. Larutan CI berada di bagian bawah
tabung sentrifus karena memiliki densitas
yang tinggi. Bagian tengah larutan terdapat
protein yang dilarutkan oleh larutan CI. Pada
bagian atas terdapat larutan DNA. Larutan
DNA dipipet dengan hati-hati agar tdak
tercampur dengan fase lainnya lalu
dimasukkan ke dalam tabung sentrifus baru
dan di ekstraksi kembali dengan larutan CI.
Pemurnian DNA dilakukan dengan etanol
absolut yang dapat mengendapkan DNA
sedangkan kontaminan yang lain tetap larut
(Sambrook & Russel 2001). Proses pemurnian
DNA juga ditambahkan Na-asetat yang
berfungsi untuk membantu memekatkan dan
mengendapkan DNA. Pencucian endapan
DNA dengan etanol 70% bertujuan untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang masih
menempel pada DNA. DNA akan lebih stabil
dalam bentuk larutan maka dari itu DNA
dilarutkan dalam MW (Molecular Water).
Pemurnian DNA dari kontaminan RNA
dilakukan menggunakan enzim RNAse yang
berfungsi mendegradasi RNA sehingga
dihasilkan DNA murni yang terbebas dari
RNA dan siap untuk di analisis secara
kualitatif dan kualitatif serta digunakan untuk
proses PCR.
Hasil Analisis Kualitatif DNA Kunyit dan
Temulawak
Hasil isolasi DNA tanaman kunyit dan
temulawak dapat dilihat hasilnya dengan
menggunakan dua parameter, yaitu analisis
kualitatif
dan
analisis
kuantitatif.
Elektroforegram DNA hasil analisis kualitatif
tanaman kunyit dan temulawak menggunakan
elektroforesis dapat dilihat pada Gambar 5.
Elektroforegram DNA tanaman kunyit
dan temulawak menunjukkan ke-13 sampel
memiliki bobot molekul di rentang 1200011000 base pair (bp). Temulawak wonogiri
dan temulawak Cursina 3 memiliki bobot
molekul yang sama sebesar 11806 bp. Kunyit
ngawi, BPTO, dan sukabumi memiliki bobot
molekul sebesar 11372 bp sedangkan kunyit
ciemas memiliki bobot molekul berbeda yaitu
11742 bp. Temulawak BPTO dan sragen
memiliki bobot molekul serupa sebesar 11431
bp begitu juga kunyit Turina 2 yang memiliki
bobot molekul serupa dengan temulawak
sukabumi sebesar 11553 bp. Bobot molekul
tertinggi dimiliki oleh kunyit wonogiri sebesar
11870 bp dan terendah kunyit Turina 1
sebesar 11314 bp. Ukuran DNA yang lebih
tinggi dicirikan dengan posisinya yang dekat
dengan sumur gel karena migrasinya lambat
(Sunandar dan Imron 2010).

9

Gambar 5 Elektroforegram hasil kualitatif DNA kunyit dan temulawak
DNA yang diisolasi dari tumbuhan
seringkali terkontaminasi oleh polisakarida
dan metabolit sekunder. Pita-pita DNA pada
gambar juga menunjukkan pita DNA tidak
dapat terlihat dengan jelas atau smear.
Kemungkinan masih terdapat kontaminan
seperti polisakarida, protein, atau metabolit
sekunder belum hilang pada hasil isolasi DNA
tanaman kunyit dan temulawak. Menurut
Khanuja et al. (1999) tumbuhan memiliki
mengandung
komponen
bioaktif
atau
metabolit sekunder dalam jumlah besar yang
dapat mempengaruhi kualitas hasil isolasi
DNA suatu tumbuhan.
Hasil Analisis Kuantitatif DNA Kunyit dan
Temulawak
Analisis
kuantitatif
dilakukan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS
dengan mengukur absorban pada panjang
gelombang ( ) 230 nm, 260 nm dan 280 nm.
Nilai absorbansi didapatkan dari hasil serapan
sinar UV oleh nukleosida, nukleotida, dan
polinukleotida karena adanya ikatan rangkap
terkonjugasi pada basa heterosiklik purin dan
pirimidin (Murray et al. 2003).
Hasil analisis kuantitatif didapatkan
dengan membandingkan absorbansi pada
panjang gelombang 260 nm terhadap panjang
gelombang 230 dan 280 nm. Perbandingan
absorbansi panjang gelombang 260/280 nm
atau rasio F1 menunjukkan tingkat kemurnian
terhadap kontaminan protein. Perbandingan
absorbansi 260/230 nm atau rasio F2
menunjukkan tingkat kemurnian terhadap
polisakarida. Nilai rasio kemurnian yang baik
berkisar pada 1.8-2.0 (Sambrook 1989).
Nilai rasio F1 dari 7 sampel kunyit berada
pada rentang nilai 1.091-2.390 dengan kunyit

T1 yang memiliki nilai rasio F1 terbaik yaitu
1.938. Nilai rasio F2 dari dari ke-7 sampel
kunyit berada pada rentang nilai 0.686-2.178.
Sementara pada ke-6 sampel temulawak nilai
rasio F1 berada pada rentang nilai 1.111-2.625
dengan temulawak BPTO memiliki nilai rasio
F1 terbaik yaitu 1.943. Nilai rasio F2 dari 6
sampel temulawak berada pada rentang nilai
0.578-1.156 yang dapat dilihat pada lampiran
3. Adanya sampel DNA yang memiliki
konsentrasi belum murni dapat disebabkan
kerusakan DNA akibat endonuklease,
tingginya kandungan polisakarida sehingga
meningkatkan viskositas hasil isolasi,
komponen inhibitor seperti polifenol dan
metabolit sekunder lain yang secara langsung
atau tidak langsung menghambat reaksi enzim
(Weishing et al. 1995).
Selain tingkat kemurnian, konsentrasi juga
menjadi parameter penting dari segi
kuantitatif. Secara kuantitatif konsentrasi
DNA dapat dilihat dengan mengukur rasio
absorbansinya pada panjang gelombang 260
nm dengan spektrofotometer UV-VIS.
Konsentrasi
DNA
dihitung
dengan
pengukuran bahwa pada panjang gelombang
260 nm, nilai 1 unit absorban sebanding
dengan 50 g/ml DNA (Brown 2003; Walker
& Wilson 2000). Sehingga konsentrasi DNA
bisa didapat melalui pengalian nilai absorban
pada panjang gelombang 260 nm dengan
faktor pengenceran dan 50 g/ml (Sambrook
et al. 1989). Hasil isolasi dari ke 13 sampel
DNA tanaman kunyit dan temulawak
memperlihatkan konsentrasi
yang sangat
bervariasi pada ke-12 sampel dengan kunyit
turina 1 memiliki konsentrasi tertinggi sebesar
620 ng/µl dan kunyit ciemas memiliki
konsentrasi terendah 135 ng/µl (Tabel 2).

10

Tabel 2. Hasil analisis kuantitatif DNA tanaman kunyit dan temulawak dengan spektrofotometer
Sampel

A[230]

A[260]

A[280]

A[260/280]
(F1)

A[260/230]
(F2)

Konsentrasi
[ng/ul]

Kunyit ciemas
Kunyit BPTO
Kunyit ngawi
Kunyit wonogiri
Kunyit Turina 1
Kunyit Turina 2
Kunyit sukabumi
Temulawak Cursina 3
Temulawak BPTO
Temulawak sukabumi
Temulawak sragen
Temulawak wonogiri

0.037
0.065
0.045
0.097
0.061
0.071
0.070
0.083
0.138
0.076
0.066
0.032

0.027
0.048
0.098
0.067
0.124
0.060
0.048
0.048
0.068
0.050
0.039
0.037

0.017
0.044
0.041
0.053
0.064
0.048
0.038
0.039
0.035
0.045
0.029
0.014

1.588
1.091
2.390
1.264
1.938
1.250
1.263
1.231
1.943
1.111
1.345
2.625

0.730
0.738
2.178
0.691
2.033
0.845
0.686
0.578
0.493
0.658
0.591
1.156

135
240
490
335
620
300
240
240
340
250
195
185

Amplifikasi DNA kunyit dan Temulawak
dengan Primer Acak OPA-OPD 6-10
Setelah diketahui konsentrasi DNA dari
ke-12 sampel kunyit dan temulawak
selanjutnya dilakukan proses ampi