Penambahan glutamat sebagai pelindung tekanan osmosis dalam kondisi pembiakan etanol tinggi pada rekombinan Escherichia coli

i

PENAMBAHAN GLUTAMAT SEBAGAI PELINDUNG
TEKANAN OSMOSIS DALAM KONDISI PEMBIAKAN
ETANOL TINGGI PADA REKOMBINAN Escherichia coli

ARI PERMANA PUTRA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Glutamat

sebagai Pelindung Tekanan Osmosis dalam Kondisi Pembiakan Etanol Tinggi
pada Rekombinan Escherichia coli adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Ari Permana Putra
NIM F34100142

iv

v

ABSTRAK
ARI PERMANA PUTRA. Penambahan Glutamat sebagai Pelindung Tekanan

Osmosis dalam Kondisi Pembiakan Etanol Tinggi pada Rekombinan Escherichia
coli. Dibimbing oleh PRAYOGA SURYADARMA.
Peningkatan pertumbuhan sel rekombinan Escherichia coli pada kondisi
etanol tinggi diinvestigasi dengan penambahan glutamat sebagai pelindung
tekanan osmosis. Pengaruh glutamat tersebut juga didukung melalui analisis bobot
sel kering, konsumsi glukosa, dan akumulasi asetat. Sel E. coli ditumbuhkan
dalam kondisi aerob dengan penambahan etanol dan glutamat pada jam ke-6. Pada
pembiakan dengan kondisi etanol tinggi (etanol 20 g/l) tanpa penambahan
glutamat, bobot sel kering dan konsumsi glukosa berturut-turut mencapai
0.91±0.14 g/l dan 13.23±0.89 g/l. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan kondisi pembiakan dengan penambahan glutamat 2 g/l (bobot sel kering
1.8±0.03 g/l dan konsumsi glukosa 17.75±0.43 g/l), dengan akumulasi asetat juga
ditekan sebesar 3.29 g/l. Berdasarkan aliran karbon pada pusat metabolisme
karbon, akumulasi asetat dihambat melalui penambahan glutamat karena aliran
karbon beralih menuju siklus tricarboxylic acid (TCA) sebagai ganti menuju
asetat. Akumulasi asetat juga menunjukkan sebagai hasil dari metabolisme
berlebih (overflow metabolism) karena tingginya konsumsi glukosa dan level
oksigenasi.
Kata kunci: asetat, pusat metabolisme karbon, Escherichia coli, glutamat,
metabolisme berlebih


vi

ABSTRACT
ARI PERMANA PUTRA. Glutamate Additions as Osmoprotectant under High
Ethanol Culture Conditions in Escherichia coli Recombinant. Supervised by
PRAYOGA SURYADARMA.
Enhancement of Escherichia coli recombinant cell growth in high ethanol
culture conditions was investigated by additional glutamate as osmoprotectant. It
was also supported by analysis of dry cell weight (DCW), glucose uptake, and
acetate accumulation. Escherichia coli cells were grown under aerobic conditions
with ethanol and glutamate addition in the culture time of t = 6 h. In high ethanol
culture conditions (20 g/l ethanol) without glutamate acid additions, DCW and
glucose uptake reached in 0.91±0.14 g/l and 13.23±0.89 g/l, respectively. These
values were lower than culture conditions with 2 g/l glutamate acid additions
(1.8±0.03 g/l DCW and 17.75±0.43 g/l glucose uptake), which also suppressed the
accumulation of acetate in 3.29 g/l. Based on carbon flow in central carbon
metabolism, the accumulation of acetate was suppressed by glutamate additions in
the culture because the carbon flow diversion to tricarboxylic acid (TCA) cycle
instead of entering the acetate. The accumulation of acetate also showed as a

result of an overflow metabolism by high rate of glucose uptake and oxygenation
level.
Key words: acetate, central carbon metabolism, Escherichia coli, glutamate,
overflow metabolism

vii

PENAMBAHAN GLUTAMAT SEBAGAI PELINDUNG
TEKANAN OSMOSIS DALAM KONDISI PEMBIAKAN
ETANOL TINGGI PADA REKOMBINAN Escherichia coli

ARI PERMANA PUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix

Judul Skripsi : Penambahan Glutamat sebagai Pelindung Tekanan Osmosis dalam
Kondisi Pembiakan Etanol Tinggi pada Rekombinan Escherichia
coli
Nama
: Ari Permana Putra
NIM
: F34100142

Disetujui oleh

Dr Prayoga Suryadarma, S.TP, MT

NIP. 19741110 199903 1 001

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
NIP. 19621009 198903 2 001

Tanggal Lulus:

x

xi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian ini adalah Penambahan Glutamat sebagai Pelindung Tekanan
Osmosis dalam Kondisi Pembiakan Etanol Tinggi pada Rekombinan Escherichia
coli.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Prayoga Suryadarma, S.TP,

MT selaku dosen pembimbing dan seluruh civitas Departemen Teknologi Industri
Pertanian atas segala ilmu yang diberikan. Penghargaan juga penulis sampaikan
kepada pimpinan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB)
Pusat Antar Universitas IPB yang telah mengizinkan penulis belajar rekayasa
genetika di Laboratorium Rekayasa Bioproses. Tidak lupa ungkapan terima kasih
juga disampaikan penulis kepada ayah, ibu, keluarga, serta seluruh sahabat atas
segala doa dan dukungannya, supervisor dan rekan-rekan “strategis” program
beasiswa PPSDMS Nurul Fikri angkatan 6 regional Bogor atas bantuan dana,
pembinaan karakter, dan persahabatannya, dan rekan-rekan TIN 47 yang selalu
mendukung dan memberi semangat kepada penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan memberikan
kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Desember 2014

Ari Permana Putra

xii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Hipotesis

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

METODE

4


Bahan

4

Alat

4

Tahapan Penelitian

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penambahan Etanol Terhadap Pertumbuhan Sel
SIMPULAN DAN SARAN

7
7
13


Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

20

xiii

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan penelitian produksi etanol

1

DAFTAR GAMBAR
1 Strategi penambahan glutamat untuk memperbaiki dinding sel akibat
tekanan osmosis oleh etanol tinggi
2 Tahapan penelitian
3 Penyisipan plasmid pTadhB-pdc dan pHfdh ke dalam galur E. coli
BW25113Δpta
4 Pengaruh penambahan etanol terhadap bobot sel kering E. coli
BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc. Pembiakan dilakukan selama 24
jam dengan penambahan etanol dilakukan pada jam ke-6
5 Pengaruh penambahan glutamat terhadap bobot sel kering E. coli
BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc. Pembiakan dilakukan selama 24
jam dengan penambahan etanol 20 g/l dan glutamat dilakukan pada jam
ke-6
6 Konsumsi glukosa oleh biakan E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhBpdc. Pembiakan dilakukan selama 24 jam dengan penambahan etanol
20 g/l dan glutamat dilakukan pada jam ke-6
7 Produksi asetat sel E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc dalam
media pembiakan selama 24 jam
8 Pusat metabolisme karbon pada E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhBpdc. Tanpa penambahan glutamat (A). Dengan penambahan glutamat
(B)

3
5
6

8

9

10
11

12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Prosedur transformasi metode kejut panas (Panja et al. 2006)
Prosedur pembuatan persediaan biakan (Lustig et al. 1996)
Prosedur prapembiakan (Ojima et al. 2012)
Prosedur pembiakan (Ojima et al. 2012)
Prosedur analisis bobot sel kering (Ojima et al. 2012)
Prosedur analisis glukosa (F-Kit 716251) (Suryadarma et al. 2012)
Prosedur analisis asetat (Stimson 2011)
Hasil analisis asetat dengan HPLC

17
17
17
18
18
18
19
19

xiv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh berbagai negara adalah krisis
energi. Krisis energi terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan bahan bakar
yang tidak diimbangi dengan ketersediaan yang mencukupi. Oleh sebab itu,
diperlukan adanya bahan bakar alternatif untuk mengatasi masalah ini.
Menurut Hahn et al. (2006), solusi untuk menghadapi krisis energi dan
dampak negatif gas rumah kaca dari bahan bakar fosil adalah etanol. Pada tahun
1900, Amerika pertama kalinya memproduksi etanol dari pati jagung dengan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae (Bothast dan Schlicher 2005). Namun,
penggunaan pati jagung sebagai bahan baku etanol akan berdampak buruk
terhadap ketersediaan kebutuhan pangan. Di sisi lain, bahan lignoselulosa dari
limbah pertanian dan perhutanan yang jumlahnya tersedia melimpah di alam,
memiliki kandungan gula pentosa yang sangat berpotensi untuk dikonversi
menjadi etanol (Deanda et al. 1996; Wyman 2003). Selain itu, penggunaan limbah
lignoselulosa juga tidak akan berdampak buruk terhadap kebutuhan pangan. Oleh
sebab itu, diperlukan mikroorganisme yang mampu menghasilkan etanol dari
limbah lignoselulosa. Tabel 1 menunjukkan perkembangan penelitian produksi
etanol dari berbagai macam mikroorganisme.
Tabel 1 Perkembangan penelitian produksi etanol
Mikroorganisme
Zymomonas mobilis
(Skotnicki et al. 1981)
Saccharomyces cerevisiae
(Ghareib et al. 1988)
Escherichia coli
(Alterthum dan Ingram 1989)
Escherichia coli
(Alterthum dan Ingram 1989)
Escherichia coli
(Alterthum dan Ingram 1989)

Kondisi Proses
- Media: kaldu luria
- Sumber karbon: glukosa
- Kondisi: anaerob
- Media: kaldu luria
- Sumber karbon: glukosa
- Kondisi: anaerob
- Media: kaldu luria
- Sumber karbon: glukosa
- Kondisi: anaerob
- Media: kaldu luria
- Sumber karbon: xilosa
- Kondisi: anaerob
- Media: kaldu luria
- Sumber karbon: laktosa
- Kondisi: anaerob

Etanol (g/l)
25.7

100

58

42

52

Kemajuan rekayasa genetika telah membuktikan bahwa Escherichia coli
mampu memproduksi etanol melalui transformasi gen pembentuk etanol dari
Zymomonas mobilis (Ingram et al. 1987). Kemampuan dalam memproduksi
etanol pada E. coli juga didukung dengan kemampuannya dalam mengkonsumsi
berbagai macam gula sederhana. Escherichia coli mampu mengkonsumsi
berbagai macam gula sederhana termasuk gula pentosa yang ada pada bahan
lignoselulosa (Alterthum dan Ingram 1989). Akan tetapi, kemampuan tersebut

2

tidak dimiliki oleh Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae. Secara
alami, kedua mikroorganisme tersebut hanya mampu mengkonsumsi glukosa
(Hahn et al. 2006). Dengan demikian, melimpahnya limbah lignoselulosa
menjadikan E. coli sangat berpotensi sebagai mikroorganisme penghasil etanol.
Tabel 1 telah menunjukkan kemampuan E. coli dalam memproduksi etanol
dengan menggunakan berbagai macam gula sederhana. Namun, produksi etanol
tersebut berlangsung pada kondisi anaerob. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan
sel menjadi lambat sehingga metabolisme E. coli terganggu. Selain itu, kondisi
anaerob juga mengakibatkan terbentuknya produk samping seperti laktat oleh
enzim laktat dehidrogenase (LDH) (Suryadarma et al. 2012). Dengan demikian,
etanol yang terbentuk akan menjadi rendah.
Sementara pada kondisi aerob, aktifitas enzim LDH menjadi inaktif karena
enzim tersebut sensitif terhadap oksigen. Hal ini mengakibatkan produksi laktat
sebagai produk samping terhambat (Clark 1989). Kondisi aerob juga mampu
mengubah aliran karbon menuju siklus TCA karena adanya penggunaan NADH
untuk respirasi. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan sel meningkat
(Suryadarma et al. 2012). Dengan demikian, terhambatnya produksi laktat dan
meningkatnya pertumbuhan sel pada kondisi aerob, mampu meningkatkan
produksi etanol.

Perumusan Masalah
Pengaturan kondisi pembiakan E. coli telah diupayakan untuk meningkatkan
produksi etanol dan mengurangi produk samping. Pengaturan kondisi aerob
mampu meningkatkan aktifitas siklus TCA sehingga pertumbuhan sel meningkat.
Dengan meningkatnya pertumbuhan sel, maka produksi etanol juga akan
meningkat. Akan tetapi, produksi etanol yang tinggi bisa menjadi penghambat
bagi E. coli. Konsentrasi etanol yang tinggi akan mengakibatkan tekanan osmosis
pada dinding sel sehingga akan menurunkan ketahanan dinding sel (Strom 1998).
Adanya kerusakan dinding sel mengakibatkan pertumbuhan sel menjadi
rendah. Terhambatnya pertumbuhan sel mengindikasikan adanya pemanfaatan
lain dari glukosa yang dikonsumsi, seperti pembentukkan produk samping, asetat.
Terbentuknya asetat juga mengindikasikan sedikitnya aliran karbon menuju siklus
TCA sehingga mengakibatkan pertumbuhan sel rendah.
Oleh sebab itu, diperlukan strategi yang mampu mengatasi kerusakan
dinding sel akibat tekanan osmosis. Adanya pelindung tekanan osmosis
diharapkan mampu meningkatkan ketahanan dinding sel. Salah satu pelindung
tekanan osmosis adalah glutamat yang merupakan asam amino penting penyusun
dinding sel (Kim et al. 2007).

Hipotesis
Produksi etanol yang tinggi akan menghambat pertumbuhan sel E. coli.
Untuk mengatasi masalah ini, maka dilakukan penambahan glutamat yang
berperan sebagai pelindung tekanan osmosis. Glutamat merupakan salah satu
komponen penting penyusun peptidoglikan pada dinding sel E. coli yang berperan

3

untuk memperkuat ketahanan dinding sel terhadap tekanan osmosis (Lundqvist et
al. 2007). Dengan adanya penambahan glutamat maka akan meningkatkan
komponen D-glutamat pada peptidoglikan sehingga mampu meningkatkan
ketahanan dinding sel terhadap etanol tinggi.
Gambar 1 menunjukkan strategi yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Penambahan etanol pada konsentrasi tinggi akan merusak dinding sel sehingga
ketahanan dinding sel menurun. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan sel
menjadi rendah. Sementara itu, dengan adanya penambahan glutamat yang
berperan sebagai penguat dinding sel, diperkirakan mampu memperbaiki
kerusakan dinding sel sehingga meningkatkan ketahanan dinding sel. Dengan
meningkatnya ketahanan dinding sel akibat penambahan glutamat, diharapkan
pertumbuhan sel akan tetap tinggi.
Etanol

Etanol

Glutamat

Gambar 1 Strategi penambahan glutamat untuk memperbaiki dinding sel akibat
tekanan osmosis oleh etanol tinggi

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan etanol
sebagai penyebab tekanan osmosis dan peranan glutamat sebagai pelindung
tekanan osmosis untuk meningkatkan pertumbuhan sel.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai strategi
mengatasi penurunan pertumbuhan sel akibat produksi etanol yang tinggi pada E.
coli dalam kondisi aerob.

4

METODE
Bahan
Galur (strain) induk E. coli yang digunakan dalam penelitian ini adalah
BW25113Δpta. Plasmid yang akan disisipkan ke dalam galur tersebut yaitu
pTadhB-pdc dan pHfdh. Bahan yang digunakan dalam transformasi yaitu
ampisilin, kloramfenikol, kanamisin, CaCl2 0.1 M, dimethyl sulfoxide (DMSO),
dan 2xYT.
Media yang digunakan untuk prapembiakan mengandung 5 g ekstrak
khamir, 10 g pepton, dan 10 g NaCl yang dilarutkan dalam 1 l aquades. Bahan
yang digunakan untuk pembuatan persediaan biakan adalah gliserol 50%. Media
yang digunakan untuk pembiakan mengandung bahan-bahan antara lain 40 g
glukosa, 5 g ekstrak khamir, 10 g pepton, 10 g NaCl, dan 4 g sodium format yang
dilarutkan dalam 1 l aquades. Selain itu juga ditambahkan isopropyl
thiogalactoside (IPTG) 0.5 mM, ampisilin 50 mg/l, kloramfenikol 34 mg/l,
kanamisin 15 mg/l, CaCO3 20 g/l, etanol 20 g/l, dan sodium glutamat 2 g/l.

Alat
Alat yang digunakan untuk transformasi yaitu clean bench, tabung reaksi,
pipet mikro, spektrofotometer, kultur bergoyang 3000 rpm 4 °C, eppendorf 1.5
ml, cool box, lemari pendingin, penangas air, kultur bergoyang 250 rpm 37 °C,
timbangan analitik, otoklaf 121 °C, cawan petri, erlenmeyer, bunsen, dan
GeneJETTM miniprep kit. Alat yang digunakan untuk pembuatan persediaan
biakan yaitu eppendorf dan pipet mikro.
Alat yang digunakan untuk prapembiakan yakni lain clean bench,
erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, pH meter, timbangan analitik, otoklaf 121 °C,
kultur bergoyang 120 rpm 37 °C, dan pipet mikro. Alat yang digunakan untuk
pembiakan adalah clean bench, spektrofotometer Hach DR 2500, baffled conical
flask 250 ml, stopper, pipet mikro, dan kultur bergoyang 250 rpm 37 °C. Alat
yang digunakan untuk analisis yaitu eppendorf, syringe filter 0.2 µm, sentrifugator
10 000 rpm 4 °C, tabung ulir, spektrofotometer Hach DR 2500, pipet volumetrik
10 ml, pipet mikro, pH meter, spektrofotometer UV, vortex, HPLC, dan kolom
ZORBAX SB-Aq 883975-914.

Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian terdiri dari empat tahap sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 2.

5

Mulai

Penyiapan biakan

Prapembiakan

Pembiakan

Analisis

Selesai
Gambar 2 Tahapan penelitian
Penyiapan Biakan
Pada penelitian ini, penyiapan biakan meliputi dua tahap yaitu transformasi
dan pembuatan persediaan biakan. Transformasi dilakukan untuk memasukkan
molekul DNA ke dalam sel bakteri. Metode transformasi yang dilakukan pada
penelitian ini adalah kejut panas. Prinsip metode ini adalah dengan memberikan
kejut panas sehingga pori membran sel akan terbuka.
Metode transformasi ini diawali dengan pembuatan sel kompeten yaitu sel
yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA dari luar. Penggunaan CaCl2
dalam pembuatan sel kompeten bisa mempengaruhi porositas membran sel
sehingga membran menjadi tidak selektif lagi ketika ada lonjakan suhu. Pada
penelitian ini, plasmid yang akan disisipkan ke dalam sel E. coli adalah plasmid
pHfdh dan pTadhB-pdc (Gambar 3). Plasmid pTadhB-pdc tahan terhadap
antibiotik ampisilin sedangkan plasmid pHfdh tahan terhadap antibiotik
kloramfenikol. Plasmid pHfdh mengandung gen fdh yang bisa menghasilkan
NADH. Sedangkan plasmid pTadhB-pdc mengandung gen adh dan pdc yang bisa
menghasilkan etanol. Kedua plasmid tersebut didapatkan dari universitas Osaka,
Jepang. Prosedur transformasi dengan metode kejut panas dapat dilihat pada
Lampiran 1.
Pembuatan persediaan biakan bertujuan untuk menyimpan galur E. coli
hasil transformasi. Dengan demikian, untuk melakukan prapembiakan tidak perlu
mengulang pembuatan galur dari proses transformasi lagi. Prosedur pembuatan
persediaan biakan dapat dilihat pada Lampiran 2.

6

pTadhB-pdc

pHfdh

BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc

Gambar 3 Penyisipan plasmid pTadhB-pdc dan pHfdh ke dalam galur E. coli
BW25113Δpta
Prapembiakan
Prapembiakan dilakukan untuk menyegarkan kembali sel E. coli sehingga
pertumbuhannya bisa optimal ketika pembiakan. Pertumbuhan sel diukur dengan
mengukur nilai kerapatan optik (OD) pada panjang gelombang 660 nm. Prosedur
prapembiakan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pembiakan
Pembiakan dilakukan secara aerobik dengan laju agitasi 250 rpm selama 24
jam pada volume media 50 ml. Sel E. coli yang telah diprapembiakan hingga nilai
OD660 1–1.5 kemudian diinokulasi ke dalam media pembiakan yang mengandung
ampisilin, kloramfenikol, kanamisin, IPTG, sodium format, dan CaCO3.
Penambahan sodium format bertujuan untuk meningkatkan NADH. Sementara
itu, penambahan CaCO3 bertujuan untuk mencegah penurunan pH selama
pembiakan.
Pada saat jam ke-6 dilakukan penambahan etanol 20 g/l dan glutamat.
Penambahan glutamat dilakukan dengan konsentrasi 2, 4, dan 6 g/l. Lampiran 4
menunjukkan prosedur pembiakan.
Analisis
Analisis pada penelitian ini meliputi bobot sel kering, glukosa, dan asetat.
Pengambilan sampel untuk analisis dilakukan pada jam ke-24. Sampel untuk
masing-masing analisis disimpan dalam eppendorf. Sampel untuk analisis glukosa
dan asetat terlebih dahulu disentrifus untuk memisahkan supernatan dari pelet
kemudian difilter dengan syringe filter 0.2 µm.
Analisis bobot sel kering dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan sel.
Pertumbuhan sel dihitung dengan mengukur nilai OD660. Nilai tersebut kemudian
dikonversi dengan cara mengalikannya dengan 0.36 yang merepresentasikan
sebagai bobot sel kering (Ojima et al. 2012). Sebelum mengukur nilai OD660,
sampel terlebih dahulu dicampur dengan HCl 1 M untuk melarutkan CaCO3
(Suryadarma et al. 2012). Prosedur analisis bobot sel kering dapat dilihat pada
Lampiran 5.

7

Analisis glukosa bertujuan untuk mengetahui jumlah glukosa yang
dikonsumsi. Analisis ini dilakukan secara enzimatik menggunakan F-Kit 716251.
Lampiran 6 menyajikan prosedur analisis glukosa.
Analisis asetat bertujuan untuk mengetahui jumlah asetat yang terbentuk.
Asetat dianalisis menggunakan HPLC dengan kolom ZORBAX SB-Aq 883975914. Suhu, fase bergerak, laju alir, dan panjang gelombang yang digunakan,
berturut-turut yakni 35 ºC, NaH2PO4 20 mM dan ACN, 1 ml/menit, dan 210 nm.
Prosedur analisis asetat bisa dilihat pada Lampiran 7.
Data yang diperoleh pada penelitian ini direpresentasikan sebagai nilai ratarata±simpangan baku dengan pengulangan sebanyak tiga kali kecuali pada analisis
asetat. Pengolahan data berupa uji beda dilakukan dengan menggunakan uji-T
pada microsoft office excel 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Penambahan Etanol Terhadap Pertumbuhan Sel
Kemajuan rekayasa genetika telah membuktikan bahwa Escherichia coli
mampu memproduksi etanol (Ingram et al. 1987). Akan tetapi, meningkatnya
produksi etanol bisa menjadi penghambat bagi pertumbuhan E. coli (Ingram
1986). Penelitian ini diawali dengan menguji pengaruh penambahan etanol pada
konsentrasi berbeda terhadap E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc.
Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui besarnya konsentrasi etanol yang
mampu menghambat pertumbuhan sel (Gambar 4).
Pengaruh penambahan etanol terhadap penurunan pertumbuhan sel
dibuktikan dengan menurunnya bobot sel kering. Peningkatan konsentrasi etanol
dari 0 sampai 15 g/l tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
pertumbuhan sel. Akan tetapi, penambahan etanol 20 g/l mampu menghasilkan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap penurunan pertumbuhan sel. Penurunan
pertumbuhan tersebut terjadi dari 1.27±0.06 sampai 0.9 ±0.14 g/l.

8

* : Beda nyata pada α < 0.05

*

Bobot sel kering [g/l]

1,4

1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2

0
0

10

15

20

25

Konsentrasi etanol [g/l]
Gambar 4 Pengaruh penambahan etanol terhadap bobot sel kering E. coli
BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc. Pembiakan dilakukan selama 24
jam dengan penambahan etanol dilakukan pada jam ke-6
Penurunan pertumbuhan sel akibat penambahan etanol 20 g/l
mengindikasikan bahwa pertumbuhan sel Escherichia coli terhambat dengan
kehadiran etanol yang tinggi (20 g/l). Hal ini juga telah dibuktikan dalam
penelitian sebelumnya, penambahan etanol 10 g/l mampu memberikan pengaruh
terhadap penurunan pertumbuhan sel E. coli K 12 dalam kondisi anaerob (Huffer
et al. 2011). Etanol merupakan molekul amfipatik karena molekulnya memiliki
gugus polar (hidrofilik) dan gugus nonpolar (hidrofobik). Gugus hidrofilik etanol
akan berikatan dengan air sehingga etanol larut dalam media. Kemudian etanol
akan dibawa masuk ke dalam sel oleh protein pembawa. Gugus hidrofobik etanol
akan berikatan protein pembawa untuk berpenetrasi menembus lapisan fosfolipid
membran sel. Dengan demikian, etanol mampu masuk ke dalam sel. Masuknya
etanol ke dalam sel mengakibatkan tidak terjadinya ikatan silang pada struktur
peptidoglikan sehingga akan mengurangi kekuatan peptidoglikan (Ingram dan
Vreeland 1980). Dengan demikian telah mengkonfirmasi bahwa konsentrasi
etanol tinggi mampu mengganggu ketahanan dinding sel sehingga menghambat
pertumbuhan sel E. coli pada kondisi aerobik.
Untuk mengatasi penghambatan pertumbuhan sel oleh etanol, maka
dilakukan penelitian penambahan glutamat. D-glutamat merupakan salah satu
asam amino penting penyusun peptidoglikan pada dinding sel yang dihasilkan dari
konversi L-glutamat dengan bantuan enzim glutamate racemase (MurI) (Kim et
al. 2007). D-glutamat yang terbentuk akan berikatan dengan UDP-Nacetylmuramyl-L-alanin melalui ikatan peptida. Selanjutnya, terjadi
penggabungan dengan mes-diaminopimelic acid, D-alanil, dan D-alanin hingga
membentuk monomer peptidoglikan UDP-NAM-pentapeptida (Ho et al. 1994).
Adanya peranan glutamat dalam memperkuat dinding sel telah dibuktikan dengan
terjadinya penurunan pertumbuhan sel pada penelitian sebelumnya. Sel E. coli
WM335 pada kondisi anaerob mengalami penurunan pertumbuhan ketika
dipindahkan dari media yang mengandung glutamat ke media tanpa glutamat.

9

Bobot sel kering [g/l]

Penurunan pertumbuhan ini terjadi karena peptidoglikan mengalami lisis akibat
kekurangan glutamat (Doublet et al. 1992).
Pengaruh glutamat sebagai penguat peptidoglikan telah terbukti pada
kondisi anaerob. Untuk mengetahui pengaruh penambahan glutamat terhadap
tekanan osmosis akibat etanol 20 g/l pada kondisi aerob, maka dilakukan
penelitian pengaruh penambahan glutamat terhadap pertumbuhan sel (Gambar 5).
Peningkatan konsentrasi glutamat mampu meningkatkan pertumbuhan sel.
Konsentrasi glutamat 2 g/l memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
peningkatkan bobot sel kering yaitu hampir dua kali lipat dari perlakuan tanpa
penambahan glutamat. Selanjutnya, peningkatan konsentrasi glutamat hingga 6 g/l
tidak menunjukkan perbedaan bobot sel kering yang berbeda nyata terhadap
konsentrasi sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan tersebut mengindikasikan
adanya peranan glutamat dalam memberi suplemen terhadap peptidoglikan
sehingga dinding sel tahan terhadap etanol 20 g/l.
* : Beda nyata pada α < 0.05

2,5

*

2

*

*

1,5
1
0,5
0
0

2

4

6

Konsentrasi glutamat [g/l]
Gambar 5 Pengaruh penambahan glutamat terhadap bobot sel kering E. coli
BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc. Pembiakan dilakukan selama
24 jam dengan penambahan etanol 20 g/l dan glutamat dilakukan
pada jam ke-6
Untuk mengklarifikasi adanya pengaruh penambahan glutamat terhadap
peningkatan pertumbuhan sel, maka dilakukan analisis glukosa sebagai sumber
karbon yang dikonsumsi E. coli (Gambar 6). Semakin meningkatnya konsentrasi
glutamat, semakin banyak glukosa yang dikonsumsi. Penambahan glutamat 2 g/l
mengakibatkan konsumsi glukosa meningkat drastis sebesar 4.5 g/l dari perlakuan
tanpa penambahan glutamat.

Konsumsi glukosa [g/l]

10

* : Beda nyata pada α < 0.05

25

*

20

*

*

15
10
5
0
0

2
4
Konsentrasi glutamat [g/l]

6

Gambar 6 Konsumsi glukosa oleh biakan E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhBpdc. Pembiakan dilakukan selama 24 jam dengan penambahan etanol
20 g/l dan glutamat dilakukan pada jam ke-6
Berdasarkan hasil pengaruh penambahan glutamat terhadap konsumsi
glukosa (Gambar 6), dapat dinyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan sel akibat
penambahan glutamat juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi glukosa.
Namun, peningkatan konsumsi glukosa tidak hanya digunakan untuk
meningkatkan pertumbuhan sel, melainkan juga untuk memproduksi produk
samping, seperti asetat. Terbentuknya asetat mengindikasikan adanya penurunan
pertumbuhan sel (Luli dan Strohl 1990). Dengan demikian, penting untuk
mengetahui produksi asetat dalam metabolisme E. coli.
Asetat adalah produk samping yang dihasilkan dari jalur metabolisme E.
coli. Asetat terbentuk karena adanya perubahan aliran karbon. Aliran karbon yang
seharusnya menuju siklus TCA dari asetil CoA berubah menuju asetat melalui
jalur PTA-ACK (phosphotransacetylase-acetate kinase). Pengalihan aliran ini
terjadi karena tingginya NADH pada asetil CoA. Tingginya NADH bisa menjadi
penghambat bagi enzim sitrat sintase untuk aktifitas siklus TCA sehingga
mengakibatkan perubahan aliran karbon menuju asetat (Vemuri et al. 2006).
Perubahan aliran karbon akibat pembentukkan asetat dapat mengakibatkan
menurunnya pertumbuhan sel dan produk protein rekombinan lainnya
(Underwood et al. 2002). Selain itu, pembentukkan asetat juga bisa melalui jalur
POX (pyruvate oksidase) yang mengkonversi piruvat secara langsung menjadi
asetat (Ojima et al. 2012).
Terbentuknya asetat mengindikasikan terjadinya metabolisme berlebih pada
metabolisme E. coli. Terjadinya fenomena tersebut disebabkan oleh kondisi
aerobik dan kandungan glukosa yang tinggi (Vemuri et al. 2006). Pada penelitian
sebelumnya, penggunaan galur E. coli MC1060 dengan media pembiakan
sebanyak 27 ml dalam flask 300 ml yang mengandung glukosa 5 g/l pada laju
agitasi 300 rpm mampu menghasilkan asetat sebanyak 0.92 g/l (Luli dan Strohl
1990). Terbentuknya asetat tersebut membuktikan tingginya konsumsi glukosa
dan laju oksigenasi. Pada kondisi aerob atau level oksigenasi tinggi, sel
menggunakan NADH untuk aktifitas respirasi. Aktifitas tersebut mengoksidasi

11

NADH menjadi NAD+ yang kemudian akan digunakan untuk meningkatkan
glikolisis dan aktivitas siklus TCA. Meningkatnya konsumsi glukosa akan
menghasilkan NADH yang tinggi pula. Sementara itu, peningkatan aktifitas siklus
TCA juga akan menghasilkan NADH. Dengan demikian, akan terjadi akumulasi
NADH. Tingginya ketersediaan NADH akan menjadi hambatan alosterik bagi
enzim sitrat sintase untuk aktifitas siklus TCA. Hal ini mengakibatkan sedikitnya
aliran karbon menuju siklus TCA sehingga terjadi pembentukkan asetat (Eiteman
dan Altman 2006; Vemuri et al. 2006). Dengan demikian, kondisi aerobik dan
kandungan glukosa yang tinggi telah berpengaruh terhadap pembentukkan asetat.
Untuk mengklarifikasi pengaruh peningkatan konsumsi glukosa terhadap
pertumbuhan sel, maka dilakukan analisis asetat. Gambar 7 menunjukkan
perbedaan produksi asetat oleh sel E. coli pada perlakuan dengan dan tanpa
penambahan glutamat. Kurva asetat hasil analisis dengan HPLC bisa dilihat pada
Lampiran 8. Asetat yang terbentuk pada perlakuan dengan penambahan glutamat
2 g/l menurun hampir dua kali lipat dari perlakuan tanpa penambahan glutamat.
Rendahnya produksi asetat pada perlakuan dengan penambahan glutamat
mengkonfirmasi bahwa peningkatan konsumsi glukosa untuk meningkatkan
pertumbuhan sel.

Asetat [g/l]

8
6
4
2
0

0

2

Konsentrasi glutamat [g/l]
Gambar 7 Produksi asetat sel E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc dalam
media pembiakan selama 24 jam
Terbentuknya asetat dan adanya pengaruh glutamat berkaitan dengan
aktifitas siklus TCA. Siklus TCA merupakan bagian dari jalur metabolisme E. coli
yang berperan untuk mensintesis glutamat dan produk turunan lainnya dari sitrat
(Underwood et al. 2002; Underwood et al. 2002). Sintesis glutamat dari TCA
akan digunakan untuk menjaga ketahanan dinding sel. Selain itu, pertumbuhan sel
dan sintesis ATP juga dipengaruhi oleh aktifitas TCA (El-Mansi dan Holms
1989). Terjadinya perubahan aliran karbon menuju asetat dapat mengakibatkan
sedikitnya karbon menuju TCA. Hal ini akan menghambat aktifitas siklus TCA
sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel. Sebaliknya, dengan
adanya penambahan glutamat diharapkan dapat mengubah aliran karbon pada
pusat metabolisme karbon menuju siklus TCA sehingga pertumbuhan sel
meningkat.
Gambar 8 menunjukkan pusat metabolisme karbon pada E. coli dalam
kondisi glukosa dan oksigen tinggi. Adanya perbaikan dinding sel oleh

12

penambahan glutamat mengakibatkan terjadinya perubahan pada pusat
metabolisme karbon E. coli. Perbaikan dinding sel tersebut mengakibatkan
pertumbuhan sel meningkat. Hal ini mengindikasikan pemanfaatan sumber kabon
dari glukosa untuk pertumbuhan sel. Peningkatan pertumbuhan sel akibat
penambahan glutamat mengindikasikan banyaknya aliran karbon menuju siklus
TCA sehingga asetat yang terbentuk rendah. Sebaliknya, tanpa penambahan
glutamat mengakibatkan rendahnya pertumbuhan sel. Hal ini mengindikasikan
sedikitnya pemanfaatan karbon untuk pertumbuhan sel. Dengan demikian, aliran
karbon menuju asetat lebih banyak daripada menuju siklus TCA sehingga asetat
yang terbentuk tinggi dan pertumbuhan sel rendah.
Oksigen tinggi
Glukosa tinggi

Oksigen tinggi
Glukosa tinggi

Piruvat

Piruvat
TCA
Cycle

TCA
Cycle

Asetat

Asetat

A

B
Aliran karbon meningkat
Aliran karbon menurun
berkurangKarbon

Gambar 8 Pusat
metabolisme
karbon
pada
E.
coli
BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc. Tanpa penambahan glutamat (A).
Dengan penambahan glutamat (B)
Berdasarkan perbedaan hasil antara adanya pengaruh penambahan dan tanpa
penambahan glutamat, mengindikasikan adanya perubahan pusat metabolisme
karbon pada E. coli BW25113Δpta/pHfdh/pTadhB-pdc. Penurunan pertumbuhan
akibat penambahan etanol 20 g/l telah mengkonfirmasi adanya kerusakan dinding
sel akibat tekanan osmosis. Penambahan glutamat telah terbukti mampu
mengatasi tekanan osmosis karena glutamat berperan sebagai penambah suplemen
untuk menguatkan dinding sel. Hal tersebut telah dikonfirmasi dengan
peningkatan pertumbuhan sel yang drastis pada penambahan glutamat 2 g/l
(Gambar 5). Terjadinya peningkatan pertumbuhan sel akibat penambahan
glutamat juga disebabkan oleh banyaknya glukosa yang dikonsumsi (Gambar 6).
Adanya pengaruh konsumsi glukosa sebagai sumber karbon untuk meningkatkan
pertumbuhan sel mengindikasikan banyaknya aliran karbon menuju siklus TCA.
Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya pertumbuhan sel dan rendahnya asetat
yang terbentuk. Sebaliknya, rendahnya pertumbuhan sel akibat rendahnya
konsumsi glukosa, mengindikasikan aliran karbon lebih banyak menuju asetat
daripada menuju siklus TCA. Hal tersebut telah dikonfirmasi dengan tingginya
asetat yang terbentuk dan rendahnya pertumbuhan sel (Gambar 5 dan Gambar 7).

13

Selain dipengaruhi oleh konsumsi glukosa yang tinggi, terbentuknya asetat juga
disebabkan oleh oksigen yang tinggi (kondisi aerobik). Glukosa dan oksigen yang
tinggi secara bersamaan berpengaruh terhadap meningkatnya ketersediaan
NADH. Tingginya NADH akan menjadi penghambat bagi enzim sitrat sintase
sehingga mengakibatkan perubahan aliran karbon menuju asetat. Dengan
demikian, adanya penambahan glutamat telah mampu menekan pembentukkan
asetat dan meningkatkan pertumbuhan sel.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Terjadinya krisis energi mampu diatasi dengan adanya bahan bakar
alternatif seperti etanol. Produksi etanol menggunakan E. coli mampu mencegah
penggunaan pati dan gula tebu sebagai bahan baku etanol. Namun, produksi
etanol tinggi mampu mengakibatkan tekanan osmosis sehingga mampu
menghambat pertumbuhan sel E. coli. Adanya penambahan glutamat sebagai
pelidung tekanan osmosis mampu meningkatkan ketahanan dinding sel sehingga
pertumbuhan sel meningkat. Penambahan glutamat mengakibatkan perubahan
pada pusat metabolisme karbon E. coli sehingga meningkatkan konsumsi glukosa
dan aliran karbon menuju siklus TCA. Meningkatnya aliran karbon menuju siklus
TCA mengakibatkan tingginya pertumbuhan sel dan rendahnya asetat yang
terbentuk. Sebaliknya, tanpa penambahan glutamat mengakibatkan rendahnya
konsumsi glukosa dan sedikitnya aliran karbon menuju siklus TCA sehingga
asetat yang terbentuk tinggi dan pertumbuhan sel rendah.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh
penambahan glutamat terhadap produk-produk pada siklus TCA dan metabolisme
lainnya pada E. coli. Selain itu, juga perlu diteliti pengaruh glutamat terhadap gen
gltA yang berperan dalam siklus TCA.

DAFTAR PUSTAKA

Alterthum F dan LO Ingram. 1989. Efficient ethanol production from glucose,
lactose, and xylose by recombinant Escherichia coli. Appl Environ
Microbiol. 55: 1943–1948.
Bothast RJ dan MMA Schlicher. 2005. Biotechnological processes for conversion
of corn into ethanol. Appl Microbiol Biotechnol. 67: 19–25.
Clark DP. 1989. The fermentation pathways of Escherichia coli. FEMS Microbiol
Rev. 63: 223–234.

14

Deanda K, M Zhang, C Eddy, dan S Picataggio. 1996. Development of an
arabinose-fermenting Zymomonas mobilis strain by metabolic pathway
engineering. Appl Environ Microbiol. 62: 4465–4470.
Doublet P, JV Heijenroot, dan DM Lecreulx. 1992. Identification of the
Escherichia coli murI gene, which is required for the biosynthesis of Dglutamic acid, a specific component of bacterial peptidoglycan. J Bacteriol.
174: 5772–5779.
Eiteman MA dan E Altman. 2006. Overcoming acetate in Escherichia coli
recombinant protein fermentations. Trends Biotechnol. 24: 530–536.
El-Mansi EMT dan WH Holms. 1989. Control of carbon flux to acetate excretion
during growth of Escherichia coli in batch and continuous cultures. J Gen
Microbiol. 135: 2875–2883.
Ghareib M, KA Youssef, dan AA Khalil. 1988. Ethanol tolerance of
Saccharomyces cerevisiae and its relationship to lipid content and
composition. Folia Microbiol. 33: 447–452.
Hahn-Hagerdal B, M Galbe, MF Gorwa-Grauslund, G Liden, dan G Zacchi. 2006.
Bio-ethanol - the fuel of tomorrow from the residues of today. Trends
Biotechnol. 24: 549–556.
Ho HT, PJ Falk, KM Ervin, BS Krishnan, LF Discotto, TJ Dougherty, dan MJ
Pucci. 1994. UDP-N-acetylmutamyl-L-alanine function as an activator in
the regulation of the Escherichia coli glutamate racemase activity. Biochem.
34: 2464–2470.
Huffer S, ME Clark, JC Ning, HW Blanch, dan DS Clark. 2011. Role of alcohols
in growth, lipid composition, and membrane fluidity of yeast, bacteria, and
archaea. Appl Environ Microbiol. 77: 6400–6408.
Ingram LO dan NS Vreeland. 1980. Differential effects of ethanol and hexanol on
the Escherichia coli cell envelope. J Bacteriol. 144: 481–488.
Ingram LO. 1986. Microbial tolerance to alcohols: role of the cell membrane.
Trends Biotechnol. 4: 40–44.
Ingram LO, T Conway, DP Clark, GW Sewell, dan JF Preston. 1987. Genetic
engineering of ethanol production in Escherichia coli. Appl Environ
Microbiol. 53: 2420–2425.
Kim KH, YJ Bong, JK Park, KJ Shin, KY Hwang, dan EE Kim. 2007. Structural
basis for glutamate racemase inhibition. J Mol Biol. 372: 434–443.
Luli GW dan WR Strohl. 1990. Comparison of growth, acetate production, and
acetate inhibition of Escherichia coli strains in batch and fed-batch
fermentations. Appl Environ Microbiol. 56: 1004–1011.
Lundqvist T, SL Fisher, G Kern, RHA Folmer, Y Xue, DT Newton, TA Keating,
RA Alm, dan BLM de Jonge. 2007. Exploitation of structural and regulatory
diversity in glutamate racemace. Nature. 447: 817–822.
Lustig KD, K Kroll, E Sun, R Ramos, H Elmendorf, dan MW Kirschner. 1996. A
Xenopus nodal-related gene that acts in synergy with noggin to induce
complete secondary axis and notochord formation. Development. 122:
3257–3282.
Ojima Y, P Suryadarma, K Tsuchida, dan M Taya. 2012. Accumulation of
pyruvate by changing the redox status in Escherichia coli. Biotechnol Lett.
34: 889–893.

15

Panja S, S Saha, dan T Basu. 2006. Role of membrane potential on artificial
transformation of E. coli with plasmid DNA. J Biotechnol. 127: 14–20.
Skotnicki ML, KJ Lee, DE Tribe, dan PL Rogers. 1981. Comparison of ethanol
production by different Zymomonas mobilis. Appl Environ Microbiol. 41:
889–893.
Strom AR. 1998. Osmoregulation in the model organism Escherichia coli: genes
governing the synthesis of glycine betaine and trhalose and their use in
metabolic engineering of stress tolerance. J Biosci. 23: 437–445.
Stimson H. 2011. The essential chromatography and spectroscopy catalog 2011
2012 edition. Canada: Agilent Technologies Inc.
Suryadarma P, Y Ojima, K Tsuchida, dan M Taya. 2012. Design of Escherichia
coli cell culture for regulating alanine production under aerobic conditions.
2012. J Chem Eng Jpn. 45: 604–608.
Underwood SA, ML Buszko, KT Shanmugam, dan LO Ingram. 2002. Flux
through citrate synthase limits the growth of ethanologenic Escherichia coli
KO11 during xylose fermentation. Appl Environ Microbiol. 68: 1071–1081.
Underwood SA, S Zhou, TB Causey, LP Yomano, KT Shanmugam, dan LO
Ingram. 2002. Genetic change to optimize carbon partitioning between
ethanol and biosynthesis in ethanologenic Escherichia coli. Appl Environ
Microbiol. 68: 6263–6272.
Vemuri GN, E Altman, DP Sangurdekar, AB Khodursky, dan MA Eiteman. 2006.
Overflow metabolism in Escherichia coli during steady-state growth:
Transcriptional regulation and effect of the redox ratio. Appl Environ
Microbiol. 72: 3653–3661.
Wyman CE. 2003. Potential synergies and challenges in refining cellulosic
biomass to fuels, chemicals, and power. Biotechnol Prog. 19: 254–262.

1

1

LAMPIRAN

1

17

Lampiran 1 Prosedur transformasi metode kejut panas (Panja et al. 2006)
Pembuatan sel kompeten
Galur E. coli BW25113Δpta dibiakan terlebih dahulu dalam 2 ml media LB
yang mengandung 15 ppm kanamisin kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C
dengan kecepatan 200–250 rpm selama semalam. Sebanyak 0.5 ml biakan sel E.
coli dibiakan hingga OD600 mencapai 0.4–0.5. Kemudian 1.5 ml biakan sel E. coli
diinkubasi dalam dalam es selama 10 menit. Selanjutnya disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm pada suhu 4 °C selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan
kemudian dibuang sedangkan pelet diresuspensi dengan 495 µl CaCl2.
Selanjutnya diinkubasi dalam es selama 10 menit kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm pada suhu 4 °C selama 10 menit. Pelet yang telah dipisahkan
dari supernatan kemudian diresuspensi dengan 125 µl CaCl2 lalu ditambahkan
DMSO dan diinkubasi dalam es selama 10 menit. Sel kompeten yang dihasilkan
kemudian digunakan untuk transformasi. Setiap transformasi membutuhkan 100
µ l sel kompeten.
Transformasi metode kejut panas
Sebanyak 10 µl plasmid pHfdh ditambahkan ke dalam 100 µl sel kompeten.
Kemudian diinkubasi dalam es selama 30 menit lalu dipanaskan pada suhu 42 °C
selama 45 detik. Kemudian diinkubasi dalam es selama 5 menit. Setelah
diinkubasi, sel kompeten tersebut ditambahkan dengan 100 µl media 2xYT lalu
diinkubasi pada suhu 37 °C dengan kecepatan 250 rpm selama 1 jam.
Sel E. coli yang telah disisipi plasmid pHfdh kemudian disebar ke dalam
media LB agar/padat yang mengandung 34 ppm kloramfenikol dan diinkubasi
pada suhu 37 °C selama semalam. Selanjutnya akan dilakukan analisis plasmid
dengan menggunakan GeneJETTM miniprep kit. Untuk menyisipkan plasmid
pTadhB-pdc, prosedurnya sama dengan menyisipkan pHfdh tetapi menggunakan
media seleksi (LB) yang mengandung 50 ppm ampisilin.

Lampiran 2 Prosedur pembuatan persediaan biakan (Lustig et al. 1996)
Sebanyak 200 µl gliserol 50% dan 200 µl sel E. coli hasil prapembiakan
dimasukkan ke dalam eppendorf. Kemudian diresuspensi agar homogen.
Selanjutnya simpan dalam lemari pendingin.

Lampiran 3 Prosedur prapembiakan (Ojima et al. 2012)
Sebanyak 50 ml LB dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan ampisilin, kloramfenikol, kanamisin, dan galur E. coli
BW25113Δpta/pHfdh/ pTadhB-pdc masing-masing 50 µl. Selanjutnya, diinkubasi
di dalam kultur bergoyang dengan kecepatan 120 rpm pada suhu 37 °C selama 12
jam.
Setelah diinkubasi, nilai OD660 diukur hingga 1–1.5. Sebanyak 5 ml galur
dimasukkan ke dalam kuvet kemudian diukur nilai OD660 dengan
spektrofotometer. Jika nilai OD660 di atas 1.5 maka dilakukan pengenceran dengan

18

media LB cair. Namun, jika nilai OD660 di bawah 1 maka proses inkubasi
dilanjukan kembali hinggan nilainya 1–1.5.

Lampiran 4 Prosedur pembiakan (Ojima et al. 2012)
Sebanyak 2.5 ml galur E. coli yang telah mencapai nilai OD660 1–1.5
dimasukkan ke dalam baffled conical flask yang mengandung 40 ml media LB, l0
ml glukosa 40 g/l, 50 µl IPTG 0.5 mM, 50 µl ampisilin 50 mg/l, 50 µ l
kloramfenicol 34 mg/l, 50 µ l kanamisin 15 mg/l, 1 ml format 4 g/l, dan 1 g CaCO3
20 g/l. Nilai pH media diatur hingga 7 dengan penambahan NaOH 1 M.
Selanjutnya, diinkubasi di dalam kultur bergoyang dengan kecepatan 250 rpm
pada suhu 37 °C selama 24 jam.
Pada saat jam ke-6, dilakukan penambahan 1.266 ml etanol 20 g/l, dan
glutamat dengan berbagai konsentrasi yaitu 2, 4, dan 6 g/l. Kemudian proses
inkubasi dilanjutkan hingga jam ke-24. Setiap perlakuan dilakukan perulangan
sebanyak 3 kali.
Format, etanol, dan glutamat yang digunakan harus disterilisasi terlebih
dahulu dengan menggunakan syringe filter 0.2 µm. Sedangkan untuk CaCO3
disterilisasi dengan dioven pada suhu 180 °C selama 2 jam.

Lampiran 5 Prosedur analisis bobot sel kering (Ojima et al. 2012)
Sebanyak 4.5 ml HCl 1 M dimasukkan ke dalam kuvet kemudian dicampur
dengan 0.5 ml sampel dan diresuspensi. Kemudian diukur nilai OD pada
absorbansi (λ) 660 nm dengan spektrofotometer Hach DR 2500.
Bobot sel kering (g/l) = 0.36 x OD660

Lampiran 6 Prosedur analisis glukosa (F-Kit 716251) (Suryadarma et al. 2012)
Sebelum dianalisis, sampel disentrifugasi terlebih dahulu dengan kecepatan
10 000 rpm pada suhu 4 °C selama 2 menit. Setelah disentrifugasi, sampel
disaring dengan syringe filter 0,2 µm. Kemudian sampel diencerkan berseri yaitu
1:10, 1:50, 1:100, 1:200, dan 1:400.
Pertama ukur nilai absorbansi (A) blangko. Sebanyak 0.5 ml larutan 1
dicampur dengan 1.05 ml aqua bidestilata kemudian diresuspensi. Selanjutmya
tunggu sekitar 3 menit lalu diukur nilai A1 blangko. Kemudian tambahkan 0.01 ml
suspensi 2 dan resuspensi hingga homogen. Kemudian tunggu sekitar 10–15
menit lalu ukur nilai A2 blangko.
Kedua ukur nilai absorbansi (A) sampel. Sebanyak 0.5 ml larutan 1
dicampur dengan 0.1 ml larutan sampel dan 0.95 ml aqua bidestilata kemudian
diresuspensi. Selanjutmya tunggu sekitar 3 menit lalu diukur nilai A1 sampel.
Kemudian tambahkan 0.01 ml suspensi 2 dan resuspensi hingga homogen.
Kemudian tunggu sekitar 10-15 menit lalu ukur nilai A2 sampel.

19

ΔA (g/l) = (A2 - A1)sampel - (A2 - A1)blangko
V x MW
x ΔA (g/l)
ε x d x v x 1000

c

=

V
v
MW
d
ε

= volume akhir (ml)
= volume sampel (ml)
= Bobot molekul (g/mol)
= light path (cm)
= extinction coefficient NADPH pada:
340 nm = 6.3 (l x mmol-1 x cm-1)
Hg 365 nm = 3.5 (l x mmol-1 x cm-1)
Hg 334 nm = 6.18 (l x mmol-1 x cm-1)

Lampiran 7 Prosedur analisis asetat (Stimson 2011)
Pengukuran asetat dilakukan dengan menggunakan HPLC dengan kolom
ZORBAX SB-Aq 883975-914. Fase bergerak yang digunakan adalah 99%
NaH2PO4 20 mM, pH2, 1% ACN. Suhu, laju alir, dan panjang gelombang yang
digunakan, berturut-turut yakni 35 ºC, 1 ml/menit, dan 210 nm. Volume sampel
yang diinject sebanyak 20 µl.

Lampiran 8 Hasil analisis asetat dengan HPLC

B

A
Asetat

Asetat

Keterangan : (A) Sampel dengan perlakuan penambahan glutamat. (B) Sampel
dengan perlakuan tanpa penambahan glutamat

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 21 Agustus
1991 dari ayah Yusman dan ibu Marnis. Penulis merupakan
anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus
dari SMA Negeri 2 Jember dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) dan diterima di Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi. Pada tahun
2010–2011 penulis menjabat sebagai ketua Kominfo CIA (Club Ilmiah Asrama).
Kemudian di tingkat dua (2011–2012) menjadi anggota FORCES (Forum
Scientific of Students) IPB dan anggota departemen syiar LDF (Lembaga Dakwah
Fakultas) Forum Bina Islami (FBI) Fateta. Selanjutnya pada tahun 2012–2013,
penulis mendapatkan amanah sebagai ketua LDF (Lembaga Dakwah Fakultas)
Forum Bina Islami (FBI) Fateta.
Semasa mengikuti perkuliahan, penulis pernah memperoleh berbagai
prestasi, di antaranya PKM Penelitian 2012 berhasil didanai DIKTI (Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi), juara 3 LKTI Nasional BEM FMIPA ITS 2012, dan
juara 3 LKTA JMMI ITS 2012.
Penulis juga pernah mengikuti praktik lapang di PTPN XII Unit Perkebunan
Teh Kertowono, Lumajang dengan judul Proses Pengolahan Teh Hitam CTC di
Unit PT Perkebunan Nusantara XII Kebun Kertowono, Lumajang. Selama
menyelesaikan studinya, penulis juga pernah mendapatkan beasiswa yaitu PPA
dan PPSDMS (Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis) Nurul Fikri.