Efisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Production Frontier

EFISIENSI TEKNIS USAHATANI CABAI MERAH KERITING
DI KABUPATEN BOGOR: PENDEKATAN STOCHASTIC
PRODUCTION FRONTIER

SUSANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efisiensi Teknis
Usahatani Cabai Merah Keriting di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic
Production Frontier adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Susanti
NIM H351130646

RINGKASAN
SUSANTI. Efisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting di Kabupaten
Bogor: Pendekatan Stochastic Production Frontier. Dibimbing oleh NUNUNG
KUSNADI dan DWI RACHMINA.
Cabai merupakan salah satu komoditas strategis sub sektor hortikultura
dikarenakan perannya yang penting baik dari sisi konsumsi maupun dari sisi
produksi. Konsumsi cabai nasional menunjukkan pola yang terus meningkat dari
tahun ke tahun. Rata-rata konsumsi cabai nasional selama periode tahun 20082012 mencapai 3.12 kg/kapita/tahun dengan laju konsumsi menunjukkan
peningkatan sebesar 0.28 persen selama periode tersebut. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan sayuran lainnya seperti wortel yang mengalami penurunan
konsumsi sebesar 4.45 persen dan kubis/kol yang mengalami penurunan konsumsi
sebesar 5.67 persen pada periode yang sama. Sementara dari sisi produksi, total
produksi cabai hingga akhir tahun 2012 mencapai 1.656 juta ton dengan laju
peningkatan produksi dari tahun 2009-2012 relatif tinggi sebesar 9.82 persen. Jika
dibandingkan dengan sayuran lain, angka ini lebih tinggi dari laju peningkatan

produksi komoditas bawang merah sebesar 3.71 persen, kubis/kol sebesar 2.34
persen, dan wortel sebesar 7.29 persen pada periode yang sama. Akan tetapi, ratarata produktivitas cabai nasional tergolong rendah hanya 6.13 ton/ha selama
periode tahun 2009-2012. Padahal produktivitas potensial komoditas cabai
mencapai 20 ton/ha untuk cabai besar dan 14 ton/ha untuk cabai rawit. Kondisi ini
menunjukkan masih terdapat peluang untuk meningkatkan produktivitas cabai
nasional. Beberapa hasil penelitian menemukan faktor penyebab rendahnya
produktivitas yaitu terjadinya inefisiensi teknis. Oleh karena itu, perlu diuji
apakah rendahnya produktivitas cabai disebabkan karena tingkat efisiensi teknis
yang rendah. Produktivitas yang rendah akan berpengaruh pada keuntungan
usahatani, sehingga perlu dilakukan analisis hubungan tingkat efisiensi teknis
dengan produktivitas dan keuntungan usahatani cabai.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk: (1) menduga fungsi produksi
usahatani cabai, (2) menduga tingkat efisiensi teknis usahatani cabai, (3)
menentukan faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi teknis usahatani cabai, (4)
menetapkan hubungan efisiensi teknis dengan produktivitas dan keuntungan
usahatani cabai. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor sebagai lokasi
penelitian yang dianggap mewakili daerah sentra produksi yang memiliki
produktivitas rendah. Dalam menduga fungsi produksi, data yang digunakan harus
homogen, sehingga jenis cabai yang menjadi fokus penelitian harus sejenis. Cabai
merah keriting dipilih sebagai fokus penelitian karena jenis cabai ini merupakan

cabai yang secara dominan dibudidayakan oleh petani di Kabupaten Bogor.
Pengumpulan data di dilakukan selama bulan Maret-April 2014. Data yang
digunakan dalam penelitian merupakan data cross section yang diperoleh melalui
wawancara langsung kepada 71 petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh
nyata terhadap produksi cabai merah keriting yaitu: benih, obat-obatan padat, dan
tenaga kerja luar keluarga, sedangkan variabel luas lahan, pupuk kandang, dan
pupuk kimia berpengaruh tidak nyata terhadap produksi cabai merah keriting.
Produksi cabai merah keriting sangat responsif terhadap penggunaan benih.

Variabel benih ditemukan berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah
keriting pada taraf α 1 persen dengan nilai dugaan sebesar 0.616. Sementara
variabel obat-obatan padat dan tenaga kerja luar keluarga ditemukan berpengaruh
nyata terhadap produksi cabai merah keriting pada taraf α 15 persen dan 5 persen
dengan nilai dugaan sebesar 0.117 dan 0.122. Usahatani cabai merah keriting di
daerah penelitian belum efisien secara teknis karena rata-rata efisiensi teknis yang
dicapai petani sebesar 0.483. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa faktor
keanggotaan kelompok tani berpengaruh nyata meningkatkan efisiensi teknis.
Sementara faktor umur, pendidikan, pengalaman usahatani, penyuluhan, dan
penggunaan mulsa plastik berpengaruh tidak nyata pada taraf α 15 persen

terhadap efisiensi teknis pada proses produksi cabai merah keriting di daerah
penelitian.
Berdasarkan analisis hubungan efisiensi teknis dengan produktivitas dan
keuntungan usahatani, diketahui bahwa semakin tinggi tingkat efisiensi teknis
yang dicapai, produktivitas yang dihasilkan juga semakin tinggi. Sementara
hubungan efisiensi teknis dengan keuntungan usahatani dan nilai R/C
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat efisiensi teknis, keuntungan dan nilai
R/C yang diperoleh semakin tinggi. Berdasarkan analisis keuntungan dan nilai
R/C, dapat disimpulkan bahwa usahatani cabai merah keriting di Kabupaten
Bogor telah menguntungkan.
Upaya yang dapat ditempuh petani untuk meningkatkan produktivitas
cabai merah keriting adalah dengan meningkatkan efisiensi teknis. Langkahlangkah yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan penggunaan input-input yang
berpengaruh signifikan terhadap produksi seperti benih, obat-obatan padat, tenaga
kerja luar keluarga, serta perbaikan aspek manajerial petani dengan aktif dalam
keanggotaan kelompok tani.
Kata kunci: benih, Cobb-Douglas, kelompok tani, produktivitas

SUMMARY
SUSANTI. Technical Efficiency of Curly Red Chili Farming in Bogor Regency:
An Approach of Stochastic Production Frontier. Supervised by NUNUNG

KUSNADI and DWI RACHMINA.
Chili is one of the strategic commodity in horticultural sub-sector due to
its important role both in terms of consumption and production. National
consumption of chili showed a pattern that continues to increase from year to year.
The average Indonesia consumption of chili during the period 2008-2012 reached
3.12 kg/capita/year with an increasing consumption rate 0.28 percent during the
period. This figure is higher than other vegetables such as carrots that
consumption decreased on 4.45 percent and cabbage that consumption decreased
on 5.67 percent in the same period. On the production side, the total production of
chili until the end of 2012 reached 1.656 million tons with the rate of production
increased from 2009-2012 relatively high at 9.82 percent. Compared to other
vegetables, this figure is higher than the production-increasing rate ofonion which
is 3.71 percent, cabbage 2.34 percent, and carrots 7.29 percent in the same period.
However, the average national productivity of chili is relatively low on 6.13
tons/ha during the period 2009-2012, though the potential productivity of chili
commodities reaches 20 tons/ha for large chili and 14 tons/ha for small chili. This
shows there is an opportunity to improve the national productivity of chili.
Several studies found that the cause of low productivity is technical inefficiency.
Therefore, it is needed to be analyzed whether low productivity is due to chili low
levels of technical efficiency. The low productivity will affect farm profits, so it is

necessary to analyze the correlation between technical efficiency with
productivity and profitability of chili farming.
This study generally aims to: (1) assuming chili farm production function,
(2) assuming chili farm level technical efficiency, (3) determine the factors that
influence the technical efficiency of chili farming, (4) identify the relationship
between technical efficiency of chili farming with its productivity and profits. The
study was conducted in Bogor as the research location considering it as the
representative of production areas with low productivity. In assuming the
production function, the data used must be homogeneous, therefore the chili types
as the research object should be similar. Curly red chili type is selected as the
research focus because it is a type of chili pepper that is predominantly cultured
by farmers in Bogor Regency. The data collection was collected on March-April
2014. The data used in the study is a cross sectional data obtained through direct
interviews to 71 farmers.
The results showed that the variables that significantly affect the production
of curly red chili are seed, solid medicine, and labor outside the family, while the
land area variable, manure, and chemical fertilizers do not affect significantly on
the production of curly red chili. The curly red chili production is very responsive
to the use of seeds. The variables of seed found significantly affect to production
of curly red chili at level α 1 percent with predicted values was 0.616. While solid

medicine variable and labor outside the family found significantly affect to
production of curly red chili at level α 15 percent and 5 percent with predicted
values was 0.117 and 0.122. Curly red chili farming in the study area has not been

technically efficient as the average of technical efficiency that farmers reached are
0483. The results also show that the factor of membership of farmer groups
significantly increased technical efficiency. While the factors of age, education,
farming experience, intensity of extension, and the use of plastic mulch do not
affect significantly on the level of α 15 percent to technical efficiency in curly red
chili production process in the study area.
Based on the the correlation analysis between technical efficiency with
productivity and farm profits, it is known that the increasing in technical
efficiency results the increasing of productivity as well. While the correlation
between technical efficiency with farm profits and the value of R/C, it is showed
that the increasing in technical efficiency results the increasing both of farm
profits and the value of R/C. Based on the analysis of farm profits and value of
R/C, it can be concluded that the curly red chili farming in Bogor has been
profitable.
To increase the productivity of curly red chili farming, the farmers should
increase the farming’s technical efficiency. The actions that should be

implemented are increasing the use of production inputs that significantly affect
chili production such as seeds, solid medicine, and labor outside the family, as
well as improving the managerial aspects of farmers by being actively participated
in membership in farmer groups.
Keywords: Cobb-Douglas, farmer groups, productivity, seeds,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFISIENSI TEKNIS USAHATANI CABAI MERAH KERITING
DI KABUPATEN BOGOR: PENDEKATAN STOCHASTIC
PRODUCTION FRONTIER


SUSANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Amzul Rifin, SP. MA

Penguji Wakil Program Studi

: Dr Ir Suharno, MAdev


Judul Tesis : Efisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting
di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Production Frontier
Nama
: Susanti
NIM
: H351130646

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agribisnis


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 21 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
efisiensi teknis usahatani, dengan judul Efisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah
Keriting di Kabupaten Bogor: Pendekatan Stochastic Production Frontier.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Nunung Kusnadi, MS dan Dr Ir
Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing, Dr Amzul Rifin SP. MA selaku
dosen penguji, Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi
Agribisnis, dan Dr Ir Suharno, MAdev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis
sekaligus selaku dosen penguji wakil Program Studi. Terimakasih juga
disampaikan kepada seluruh Staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan
kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan, Biro
Perencanaan Kerjasama Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sebagai
sumber pendanaan selama menempuh pendidikan pascasarjana, petani cabai
merah keriting di Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Megamendung yang telah
bersedia diwawancarai selama penulis mengambil data penelitian, dan seluruh
teman-teman Program Studi Agribisnis khususnya mahasiswa program sinergi
(fast track) angkatan 1 dan mahasiswa program regular angkatan 3 atas dukungan
yang diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan. Ungkapan terima
kasih terlebih disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam pengembangan pendidikan serta
pengembangan sektor pertanian khususnya subsektor tanaman sayuran.

Bogor, September 2014
Susanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi Teknis Usahatani Cabai
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis
Pendekatan Pengukuran Efisiensi Teknis Usahatani
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Analisis Data
5 KERAGAAN USAHATANI CABAI MERAH KERITING
Karakteristik Petani Responden
Kepemilikan Lahan dan Penggunaannya
Produksi Cabai Merah Keriting
Penggunaan Input Usahatani Cabai Merah Keriting
Struktur Biaya dan Penerimaan Usahatani Cabai Merah Keriting
Analisis Keuntungan Usahatani Cabai Merah Keriting
6 ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS
Analisis Fungsi Produksi Cabai Merah Keriting
Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting
Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis Usahatani Cabai Merah Keriting
Hubungan Efisiensi Teknis dengan Produktivitas dan Keuntungan
7 SIMPULAN DAN SARAN

1
1
4
5
5
6
6
7
10
11
11
22
24
24
24
25
26
35
35
38
40
44
47
49
50
51
56
57
65
69

Simpulan
Saran

69
70

DAFTAR PUSTAKA

71

LAMPIRAN

76

RIWAYAT HIDUP

84

DAFTAR TABEL
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

15

16

17
18
19

20

Luas panen dan produksi cabai di Indonesia menurut provinsi sentra
produksi tahun 2009-2012
Produktivitas cabai merah di Jawa Barat menurut kabupaten tahun
2008-2012
Sebaran petani responden menurut umur, pendidikan, pengalaman,
keanggotaan dalam kelompok tani, dan penerapan mulsa plastik di
Kabupaten Bogor tahun 2013
Bentuk penguasaan lahan pada usahatani cabai merah keriting di
Kabupaten Bogor tahun 2013
Sebaran petani responden menurut luas garapan cabai merah keriting
di Kabupaten Bogor
Struktur biaya usahatani cabai merah keriting per hektar di Kabupaten
Bogor tahun 2013
Deskripsi statistik variabel fungsi produksi usahatani cabai merah
keriting di Kabupaten Bogor tahun 2013
Pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS
Pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode MLE
Sebaran nilai efisiensi teknis petani responden pada usahatani cabai
merah keriting di Kabupaten Bogor tahun 2013
Pendugaan efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier
usahatani cabai merah keriting di Kabupaten Bogor tahun 2013
Sebaran usia petani menurut indeks efisiensi teknis pada usahatani
cabai merah keriting di Kabupaten Bogor tahun 2013
Sebaran pendidikan petani menurut indeks efisiensi teknis pada
usahatani cabai merah keriting di Kabupaten Bogor tahun 2013
Sebaran pengalaman petani dalam berusahatani cabai merah keriting
menurut indeks efisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting di
Kabupaten Bogor tahun 2013
Sebaran keaktifan petani dalam kelompok tani/Gapoktan menurut
indeks efisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting di
Kabupaten Bogor tahun 2013
Sebaran keaktifan petani mengikuti penyuluhan menurut indeks
efisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting di Kabupaten
Bogor tahun 2013
Sebaran penggunaan mulsa plastik menurut indeks efisiensi teknis
pada usahatani cabai merah keriting di Kabupaten Bogor tahun 2013
Rata-rata produktivitas menurut sebaran indeks efisiensi teknis pada
usahatani cabai merah keriting di Kabupaten Bogor tahun 2013
Rata-rata keuntungan usahatani dan nilai R/C menurut sebaran indeks
efisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting di Kabupaten
Bogor tahun 2013
Rata-rata penggunaan input-input produksi menurut sebaran indeks
efisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting di Kabupaten
Bogor tahun 2013

2
2

37
39
39
48
50
52
54
56
58
59
60

61

62

63
65
66

67

68

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Efisiensi pada orientasi input
Efisiensi pada orientasi output
Teori efisiensi berdasarkan fungsi produksi dari perbaikan teknologi
Kerangka pemikiran operasional pada efisiensi teknis usahatani cabai
merah keriting di Kabupaten Bogor tahun 2013

14
15
20
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS
menggunakan program SAS 9.0
Hasil uji normalitas model fungsi produksi cabai merah keriting di
Kabupaten Bogor tahun 2013
Hasil uji heteroskedastisitas pada model fungsi produksi cabai merah
keriting di Kabupaten Bogor tahun 2013
Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata (OLS) dan fungsi produksi
stochastic frontier (MLE) dengan menggunakan program frontier
version 4.1

76
78
79

80

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai merupakan salah satu komoditas sub sektor hortikultura yang
memiliki peran penting dilihat dari sisi konsumsi maupun dari sisi produksi.
Konsumsi cabai nasional menunjukkan pola yang terus meningkat dari tahun ke
tahun. Rata-rata konsumsi cabai nasional selama periode tahun 2008 sampai 2012
mencapai 3.12 kg/kapita/tahun dengan laju konsumsi menunjukkan peningkatan
sebesar 0.28 persen selama periode tersebut. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
sayuran lain seperti wortel yang mengalami penurunan konsumsi sebesar 4.45
persen dan kubis/kol yang mengalami penurunan konsumsi sebesar 5.67 persen
pada periode yang sama1. Sementara dari sisi produksi, total produksi cabai
hingga akhir tahun 2012 mencapai 1.656 juta ton dengan laju peningkatan
produksi dari tahun 2009-2012 relatif tinggi sebesar 9.82 persen. Jika
dibandingkan dengan sayuran lain, angka ini lebih tinggi dari laju peningkatan
produksi komoditas bawang merah sebesar 3.71 persen, kubis/kol sebesar 2.34
persen, dan wortel sebesar 7.29 persen pada periode yang sama (BPS 2013a).
Sumber pertumbuhan produksi cabai pada periode tersebut berasal dari
pertumbuhan luas panen yang meningkat dengan laju rata-rata 2.97 persen per
tahun dan peningkatan produktivitas rata-rata 6.83 persen per tahun (Bappenas
2013). Dari angka ini diketahui bahwa pertumbuhan produksi cabai hampir 70
persen didukung oleh pertumbuhan produktivitas dan 30 persen dari pertumbuhan
luas panen. Meskipun pertumbuhan produktivitas meningkat dengan cukup cepat,
namun produktivitas rata-rata cabai nasional masih tergolong rendah hanya 6.13
ton/ha selama periode tahun 2009 sampai 2012 (BPS 2013a). Padahal
produktivitas potensial komoditas cabai mencapai 20 ton/ha untuk cabai besar dan
14 ton/ha untuk cabai rawit. Kondisi ini menunjukkan masih terdapat peluang
untuk meningkatkan produktivitas cabai nasional.
Berdasarkan data Food Agriculture Organization (FAO) tahun 2011,
Indonesia merupakan negara penghasil cabai terbesar ke empat di dunia setelah
China, Meksiko, dan Turki (FAOSTAT 2011), dengan sentra produksi terbanyak
berada di Pulau Jawa (58,3 persen terhadap produksi cabai nasional). Sentra
produksi cabai utama di Indonesia tersebar di empat provinsi yaitu Sumatera
Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dari wilayah‐wilayah tersebut,
pada tahun 2011 Jawa Barat memasok hampir 23 persen produksi nasional, Jawa
Timur 18 persen, Jawa Tengah 16 persen dan Sumatera Utara 11 persen (BPS
2013a). Laju produktivitas di ketiga sentra produksi yaitu Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur dari tahun 2009 sampai 2011 tergolong rendah bahkan
untuk Jawa Tengah laju produktivitasnya terus menurun. Laju produktivitas yang
meningkat ditunjukkan oleh wilayah Sumatera Utara. Sementara Jawa barat yang
merupakan sentra utama cabai nasional pada tahun tersebut, laju produktivitasnya
tergolong rendah dibawah rata-rata produktivitas nasional. Data ini dikuatkan oleh
data produksi, luas panen, dan laju produktivitas keempat wilayah tersebut seperti
yang terlihat pada Tabel 1.
1

[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Buletin Konsumsi Pangan Volume
4 No. 2, 3, dan 4 Tahun 2013.

2

Tabel 1 Luas panen dan produksi cabai di Indonesia menurut provinsi sentra
produksi tahun 2009 sampai 2011a
2009
Provinsi
Sumatera
Utara
Jawa Barat
Jawa
Tengah
Jawa Timur
Indonesia
a

Luas
panen
(Ha)

2010

Produksi
(Ton)

Luas
panen
(Ha)

2011

Produksi
(Ton)

Luas
panen (Ha)

Produksi
(Ton)

Laju
produktivitas
(%/tahun)

18 350

154 799

21 711

196 347

22 608

233 258

10.64

23 212

315 569

26 087

245 597

24 045

300 620

1.02

40 729

220 929

36 917

194 971

36 572

184 358

-3.57

59 308
233 904

243 562
1 378 727

57 706
237 105

213 674
1 332 356

61 947
239 770

255 483
1 483 079

0.69
2.31

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Sentra produksi utama cabai nasional pada tahun 2011 adalah Provinsi
Jawa Barat. Sebagai daerah sentra utama pemasok cabai dalam negeri, maka
kestabilan pasokan cabai di Jawa Barat memiliki peran penting. Namun, pada
periode tahun 2009 sampai tahun 2012 produksi cabai di Provinsi Jawa Barat
mengalami penurunan dengan laju -0.889 persen/tahun. Produktivitas yang
dicapai juga berfluktuasi (8.24-12.93 ton/ha) dengan sebaran antarwilayah yang
tinggi (1.78-32.07 ton/ha) yang tersebar di 17 kabupaten (BPS Jabar 2013).
Sementara jika dilihat dari laju produktivitas, beberapa kabupaten masih memiliki
laju produktivitas rendah dibawah laju produktivitas Jawa Barat. Hal ini terlihat
dari perbedaan produktivitas yang dicapai antar kabupaten dari tahun 2009 sampai
2012 (Tabel 2). Kesenjangan produktivitas antar daerah menunjukkan bahwa
produksi dan tingkat efisiensi yang dicapai masing-masing daerah berbeda.

Tabel 2 Produktivitas cabai merah di Jawa Barat menurut kabupaten tahun 2008
sampai 2012a
Produktivitas (Ton/Ha)
2008
2009
2010
2011
Bogor
9.94
7.80
6.22
12.83
Sukabumi
8.48
6.63
7.21
7.73
Cianjur
5.05
12.22
12.08
20.12
Bandung
17.40
29.23
25.37
28.04
Garut
15.06
16.97
10.89
10.91
Tasikmalaya
19.42
20.54
16.99
17.02
Ciamis
8.47
21.11
13.25
13.10
Kuningan
11.77
7.06
9.66
6.71
Cirebon
7.38
7.52
9.53
6.57
Majalengka
11.65
6.54
3.34
10.68
Sumedang
6.58
7.06
7.82
8.85
Indramayu
7.71
7.77
2.93
3.97
Subang
10.62
16.21
7.96
29.09
Purwakarta
6.07
10.32
9.66
11.07
Karawang
8.48
9.00
2.30
2.33
Bekasi
5.32
1.78
1.81
2.36
Bandung Barat
17.81
32.07
9.75
16.75
Jawa Barat
10.42
12.93
9.22
12.24
a
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2013)
Kabupaten

2012
6.16
10.18
18.13
24.73
11.01
19.40
13.52
16.46
8.02
7.86
10.12
10.59
20.55
15.78
1.93
5.47
18.28
12.83

Laju
(%/tahun)
3.12
6.46
49.38
7.44
-5.51
0.66
28.52
27.89
4.91
25.14
11.40
35.18
59.46
30.19
-21.04
24.33
22.85
8.24

3

Masalah dibidang produksi akan berpengaruh terhadap hasil produksi yang
tidak maksimal. Untuk mencapai hasil produksi yang maksimal dapat dilakukan
dengan dua langkah yaitu ekstensifikasi atau perluasan lahan dan intensifikasi
atau peningkatan produktivitas melalui peningkatan efisiensi usahatani. Luas
lahan untuk kegiatan budidaya cabai semakin terbatas dan cenderung menurun
seiring meningkatnya konversi lahan. Meskipun secara nasional terjadi
pertumbuhan luas panen cabai, pertumbuhan tersebut umumnya terjadi di luar
Pulau Jawa yang saat ini juga mengembangkan komoditas cabai. Sedangkan di
Pulau Jawa, luas panen semakin terbatas karena konversi lahan yang tinggi. Luas
panen cabai untuk Provinsi Jawa Barat sebesar 26 087 hektar pada tahun 2010,
mengalami penurunan menjadi 24 045 hektar pada tahun 2011. Penurunan luas
panen berlanjut pada tahun 2012 yaitu hanya sebesar 22 927 hektar (BPS 2013b).
Dengan demikian, upaya peningkatan produksi tidak dapat mengandalkan pada
upaya peningkatan luas lahan melainkan perlu difokuskan pada upaya
peningkatan produktivitas.
Produktivitas dapat ditingkatkan melalui peningkatan efisiensi usahatani
maupun inovasi teknologi. Dalam upaya perbaikan teknologi, petani pada
umumnya dihadapkan pada masalah keterbatasan modal, sehingga pengadaan
teknologi relatif lambat. Akibatnya, dalam jangka pendek teknologi yang
digunakan bersifat tetap. Dalam kondisi teknologi yang tetap, maka peningkatan
produktivitas perlu diupayakan melalui peningkatan efisiensi usahatani. Usahatani
yang efisien akan menghasilkan produksi maksimal sehingga akan berpengaruh
pada produktivitas. Kegiatan usahatani yang tidak efisien umumnya diikuti oleh
produktivitas yang rendah. Hal ini dikarenakan kegagalan dalam mewujudkan
produktivitas potensial akibat pengaruh efek inefisiensi dalam usahatani.
Pengaruh efek inefisiensi dapat berasal dari faktor internal yang dapat
dikendalikan dan diperbaiki oleh petani, serta faktor eksternal yang tidak dapat
dikendalikan oleh petani. Beberapa hasil penelitian memerkuat kondisi ini dengan
menemukan bahwa salah satu faktor turunnya produktivitas adalah terjadinya
inefisiensi teknis atau kegiatan produksi tidak efisien secara teknis (Bokusheva
dan Hockmann 2004, Kumbakhar 2002, dan Saptana 2011).
Peneliti Kumbakhar (2002) lebih lanjut menambahkan bahwa produksi
suatu komoditas dipengaruhi oleh efisien tidaknya dalam alokasi penggunaan
input serta ada tidaknya masalah inefisiensi teknis yang berkaitan dengan
kapabilitas manajerial petani. Kapasitas manajerial petani menjadi penting dalam
kegiatan usahatani karena akan berpengaruh pada pengambilan keputusan petani
dalam mengalokasikan input-input produksi. Sementara itu, Saptana (2011)
melalui hasil-hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat pencapaian efisiensi
teknis (TE) usahatani beberapa komoditas pertanian di Indonesia tergolong
moderat hingga tinggi (dengan nilai TE 0.50 sampai 0.85) yang mengindikasikan
usahatani beberapa komoditas pertanian belum efisien hingga efisien. Pengukuran
oleh Saptana (2011) dilanjutkan hingga efisiensi alokatif dan ekonomi dengan
hasil pencapaian efisiensi alokatif sebesar 0.45 sampai 0.70. Hasil ini
menunjukkan usahatani beberapa komoditas pertanian tidak efisien hingga cukup
efisien. Sedangkan tingkat pencapaian efisiensi ekonomi sebesar 0.35-0.60 yang
mencerminkan beberapa komoditas pertanian belum efisien hingga cukup efisien.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penting untuk menganalisis efisiensi

4

teknis dalam kegiatan usahatani cabai, khususnya bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas.

Perumusan Masalah
Keberhasilan dalam kegiatan usahatani suatu komoditas pertanian salah
satunya terukur dari produktivitas yang dicapai. Produktivitas akan tinggi, jika
pada luasan lahan tertentu mampu menghasilkan produksi maksimal. Jika
kegiatan usahatani mampu menghasilkan output pada produksi batas (frontier),
maka akan dicapai produktivitas potensial. Produktivitas yang rendah terjadi
karena kegagalan dalam mewujudkan produktivitas potensial akibat pengaruh dari
berbagai faktor pada proses produksi. Beberapa hasil penelitian menemukan
bahwa rendahnya produktivitas sebagai akibat inefisiensi teknis atau kegiatan
usahatani tidak efisien secara teknis (Kumbakar 2002, Bokusheva dan Hockmann
2004, dan Saptana 2011). Dalam menjalankan kegiatan usahatani, petani tidak
selamanya dapat mencapai tingkat efisiensi teknis tertinggi disebabkan hasil yang
dicapai dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal yang dapat
dikendalikan oleh petani maupun faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan
oleh petani. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap hasil produksi yang tidak
maksimal dan menyebabkan produktivitas potensial tidak tercapai.
Kesenjangan produktivitas cabai yang dicapai antar daerah di Jawa Barat
menunjukkan perbedaan tingkat efisiensi produksi yang dicapai. Proses produksi
tidak efisien secara teknis karena ketidakberhasilan mewujudkan produktivitas
potensial. Hal ini dikarenakan penggunaan sejumlah input produksi tertentu tidak
mampu menghasilkan produksi maksimal. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan
apakah rendahnya produktivitas cabai disebabkan oleh tingkat efisiensi teknis
yang rendah?. Produktivitas yang rendah akan berpengaruh pada keuntungan
usahatani, sehingga perlu dilakukan analisis hubungan antara tingkat efisiensi
teknis yang dicapai dengan produktivitas dan keuntungan usahatani cabai.
Perbedaan produktivitas yang dicapai antar daerah dapat dijadikan tolak
ukur dalam upaya peningkatan produktivitas. Dengan mengacu pada daerah yang
memiliki produktivitas tinggi, maka daerah yang memiliki produktivitas rendah
masih memiliki peluang untuk meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan
produktivitas tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi usahatani
maupun inovasi teknologi. Pada kondisi teknologi tetap, maka peningkatan
produktivitas dapat diupayakan melalui peningkatan efisiensi usahatani. Efisiensi
usahatani meliputi efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan produktivitas dipengaruhi oleh efisiensi teknis, sehingga
upaya peningkatan produktivitas diarahkan pada peningkatan efisiensi teknis.
Dalam membandingkan capaian produktivitas antar daerah perlu
memerhatikan perbedaan sumberdaya, agroklimat, dan agroekosistem (local
specific principal) serta faktor sosial-ekonomi petani di masing-masing sentra
produksi. Di samping itu, perlu juga memerhatikan perbedaan penggunaan input
dan teknologi yang diterapkan pada kegiatan budidaya. Hal ini dikarenakan
perbedaan pada faktor-faktor tersebut akan berdampak pada perbedaan efisiensi
teknis di masing-masing sentra produksi. Pertanyaannya, apakah masih terdapat
peluang untuk meningkatkan produktivitas di daerah yang produktivitasnya

5

rendah dengan meningkatkan efisiensi teknis usahatani?. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, maka perlu diukur capaian tingkat efisiensi teknis yang
dicapai di daerah sentra tersebut.
Keputusan dalam penggunaan input-input produksi dan alokasinya, serta
pemilihan teknologi budidaya yang tepat menjadi penting untuk meningkatkan
efisiensi teknis. Dengan menyesuaikan agroekosistem, maka penggunaan input
pada satu daerah dapat berbeda dengan daerah lain baik jenis maupun jumlahnya.
Oleh karena itu, jenis input atau faktor-faktor produksi yang paling berpengaruh
nyata terhadap kegiatan usahatani perlu diketahui. Pertanyaannya adalah faktorfaktor produksi apa saja yang masih dapat ditingkatkan penggunaannya untuk
meningkatkan produktivitas cabai di daerah sentra yang produktivitasnya rendah?.
Salah satu teknologi baru dalam budidaya cabai adalah penggunaan mulsa
plastik. Sebagian besar petani di sentra produksi cabai di Jawa Barat juga
menerapkan mulsa plastik pada kegiatan budidayanya. Hasil penelitian Anjarwati
et al. (2013) melalui studi kasusnya menemukan bahwa penggunaan mulsa plastik
secara signifikan mampu meningkatkan efisiensi teknis cabai merah di lahan pasir
pantai. Namun, hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Saptana et al. (2011)
yang menyebutkan bahwa penerapan mulsa plastik berpengaruh negatif terhadap
efisiensi teknis cabai merah di Jawa Tengah. Oleh karena itu, perlu dibuktikan
pengaruh penerapan mulsa plastik terhadap efisiensi teknis.
Tingkat efisiensi teknis juga dipengaruhi oleh kapabilitas manajerial petani
yang meliputi faktor-faktor sosial-ekonomi petani (Kumbakhar 2002 dan Saptana
et al. 2011). Saptana et al. (2011) menyebutkan bahwa faktor sosial-ekonomi
yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis cabai merah adalah rasio luas
lahan garapan, pendidikan petani dan pengalaman melakukan usahatani. Dadzie
dan Dasmani (2010) serta Essilfie et al. (2011) juga menemukan bahwa
pendidikan dan pengalaman berhubungan positif dengan efisiensi teknis atau
mendorong peningkatan efisiensi teknis. Sementara Nwaru et al. (2011)
menyebutkan bahwa keanggotaan koperasi dan kunjungan penyuluh pertanian
berpengaruh secara positif terhadap efisiensi teknis. Pertanyaannya adalah faktorfaktor apa saja yang memengaruhi efisiensi teknis pada usahatani cabai?.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
penting untuk melakukan penelitian tentang efisiensi teknis pada usahatani cabai
dengan tujuan: (1) menduga fungsi produksi usahatani cabai, (2) menduga tingkat
efisiensi teknis usahatani cabai, (3) menentukan faktor-faktor yang memengaruhi
efisiensi teknis usahatani cabai, dan (4) menetapkan hubungan efisiensi teknis
dengan produktivitas dan keuntungan usahatani cabai.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada usahatani cabai di sentra produksi yang
memiliki produktivitas rendah. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kabupaten
Bogor. Jenis cabai yang menjadi fokus penelitian adalah cabai merah keriting.

6

Pemilihan jenis cabai tersebut didasarkan pada jenis cabai yang secara luas dan
dominan dibudidayakan di Kabupaten Bogor. Analisis difokuskan pada efisiensi
teknis dan tidak menganalisis hingga efisiensi alokatif dan ekonomi. Oleh karena
itu, data yang digunakan merupakan data pada tahapan budidaya atau produksi,
Analisis tidak dilakukan hingga pasca panen. Sementara pada aspek pemasaran,
informasi yang dikumpulkan hanya terbatas pada harga cabai untuk keperluan
penghitungan keuntungan usahatani. Aspek pemasaran lebih luas tidak dibahas
pada penelitian ini. Dalam pelaksanaannya penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan yaitu: data yang digunakan adalah data primer sehingga variabelvariabel yang dimasukkan pada penelitian ini menyesuaikan ketersediaan data di
tingkat petani, penelitian dibatasi hanya pada data usahatani cabai tahun 2013
yaitu pengamatan dilakukan untuk output dan input tertentu pada satu periode
(cross sectional data), serta pembahasan dibatasi pada hasil analisis produksi dan
efisiensi teknis usahatani cabai.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi Teknis Usahatani Cabai
Efisiensi menjadi kata kunci untuk mencapai keberhasilan dalam kegiatan
usahatani. Penelitian efisiensi telah banyak dilakukan oleh para peneliti dengan
tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan
terhadap efisiensi teknis dan besarnya tingkat efisiensi dari suatu kegiatan
produksi. Begitu pula untuk penelitian tentang efisiensi cabai. Dari beberapa hasil
penelitian, tidak semua memberikan kesimpulan yang sama mengenai besarnya
tingkat efisiensi teknis dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi
teknis cabai. Oleh karena itu, penelitian mengenai hal tersebut masih terus
dilakukan di berbagai wilayah sentra produksi cabai. Seperti hasil penelitian yang
dilakukan oleh Saptana et al. (2011) terhadap komoditas cabai merah besar dan
cabai merah keriting di Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa
tingkat efisiensi teknis (TE) cabai merah besar tergolong tinggi dengan tingkat
efisiensi teknis sebagian besar (lebih dari 50 persen pengamatan) telah mencapai
TE lebih dari 0.80. Sedangkan tingkat efisiensi cabai merah keriting sebesar 0,83
persen.
Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi teknis,
Saptana et al. (2011) menjelaskan dua faktor pembatas utama peningkatan
produktivitas cabai merah besar adalah unsur Kalsium dan ZPT. Diyakini bahwa
peningkatan penggunaan pupuk K2O dan ZPT dapat memacu peningkatan
produktivitas. Sementara itu, pengurangan penggunaan tenaga kerja luar keluarga
(TKLK) dan penambahan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dapat mengurangi
perilaku moral hazard, sehingga berdampak meningkatkan efisiensi teknis.
Adapun faktor sosial-ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis
adalah: (a) rasio pendapatan usahatani cabai merah besar terhadap pendapatan
total rumah tangga (berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis); (b) rasio luas
garapan usahatani cabai merah besar terhadap total lahan garapan (berpengaruh

7

negatif); (c) pendidikan petani (berpengaruh positif); dan (d) pengalaman dalam
berusahatani cabai merah besar (berpengaruh positif).
Sementara itu, faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi cabai
merah keriting secara positif dan nyata adalah luas lahan garapan, ZPT, kapur,
TKLK dan TKDK, serta benih. Pada usahatani cabai merah besar terdapat
indikasi kelebihan penggunaan pupuk N, P2O5, dan kekurangan penggunaan
pupuk K2O5, ZPT, pupuk organik, kapur, dan pestisida. Sementara pada usahatani
cabai merah keriting terdapat indikasi kelebihan penggunaan pupuk P 2O5,
fungisida, dan kekurangan penggunaan terutama benih, pupuk N, pupuk K2O,
ZPT, pupuk kandang, kapur, pestisida, serta TKDK dan TKLK (Saptana et al.
2011). Berbeda dengan Saptana et al. (2011), peneliti lain mendapatkan
kesimpulan berbeda yaitu terdapat tujuh variabel yang signifikan terhadap
produksi cabai merah di lahan pasir pantai, yakni jumlah benih, tenaga kerja,
penggunaan pupuk kotoran ayam, penggunaan pupuk NPK Mutiara, penggunaan
fungisida Ampligo, jenis benih, dan penggunaan mulsa (Anjarwati et al. 2013).

Faktor-faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis
Efisiensi teknis suatu usahatani dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut dapat berupa faktor internal yang dapat dikendalikan oleh petani
maupun faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Pengaruh dari
faktor-faktor tersebut juga dapat berupa pengaruh positif maupun negatif. Faktorfaktor yang berpengaruh positif akan meningkatkan efisiensi teknis usahatani,
sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif akan mengakibatkan semakin
rendahnya tingkat efisiensi teknis. Penelitian efisiensi teknis di bidang pertanian
telah banyak dilakukan dengan tujuan mengukur tingkat efisiensi teknis dan
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi teknis. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi teknis
memberikan kesimpulan yang sama antar peneliti, bertentangan, atau bahkan
belum dapat disimpulkan pengaruhnya (inconclusive). Seperti hasil penelitian
Gichimu et al. (2013) yang menyatakan bahwa pelatihan memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan efisiensi teknis perkebunan markisa di Highlands,
Kenya. Penelitian lain yang juga mendukung bahwa faktor pendidikan dan
pelatihan pertanian memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap efisiensi
teknis diantaranya Hassan dan Ahmad (2005); Amaza et al. (2006); Gul et al.
(2009); Kilic et al. (2009); Dadzie dan Dasmani (2010); dan Makki et al. (2012).
Meskipun sebagian besar peneliti memeroleh kesimpulan yang sama
bahwa faktor pelatihan dan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap efisiensi teknis, namun hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil
penelitian Effendy et al. (2013). Effendy et al. (2013) menemukan bahwa
karakteristik petani seperti pendidikan, pengalaman bertani, dan frekuensi
konseling tidak dapat membantu meningkatkan efisiensi teknis pada produksi
kakao di Kabupaten Sigi, Indonesia. Pendapat ini sejalan dengan hasil temuan
Kalirajan dan Shand (1985) yang menemukan bahwa pendidikan tidak signifikan
dalam menjelaskan perbedaan antara hasil maksimal dengan hasil aktual pada 91
petani padi di Kabupaten Coimbatore Tamil Nado, India. Untuk memudahkan
memelajari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap efisiensi teknis, berikut

8

diberikan penjelasan mengenai pengaruh faktor-faktor sosial-ekonomi terhadap
efisiensi teknis berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah ada.
Pengaruh usia dan pengalaman petani terhadap efisiensi teknis
Beberapa peneliti mengungkapkan hasil temuannya terkait hubungan usia
dengan efisiensi teknis usahatani yang memiliki hubungan positif. Hal ini terkait
dengan semakin bertambahnya usia petani, maka semakin banyak pengalaman
bertani yang diperoleh. Seperti yang dikemukakan oleh peneliti Dadzie dan
Dasmani (2010) bahwa efisiensi teknis tanaman pangan di Kabupaten Juaboso,
Ghana dipengaruhi secara signifikan oleh usia. Penemuan ini didukung oleh hasil
temuan Essilfie (2011) yang mengatakan bahwa usia petani berdampak positif
pada efisiensi usahatani jagung skala kecil di Kota Mfantseman di Central
Region Ghana.
Beberapa peneliti lain mengungkapkan hasil yang bertentangan. Peneliti
Fernandez et al. (2009) dan Khan (2012) menyatakan bahwa variabel usia tidak
memiliki hubungan yang signifikan dengan efisiensi teknis usahatani. Khan
(2012) menyatakan bahwa faktor usia berkontribusi besar dalam ketidakefisienan
produksi tomat, dimana petani dengan usia yang lebih muda lebih efisien
dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Hal ini merupakan penemuan yang
cukup penting mengingat petani muda umumnya lebih berpendidikan
dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Hasil tersebut diperkuat oleh hasilhasil penelitian lain yang menemukan bahwa usia petani berpengaruh negatif
terhadap tingkat efisiensi teknis, seperti Gul et al. (2009), Kilic et al. (2009),
Otitoju et al. (2010), dan Effendy et al. (2013).
Beberapa peneliti menyimpulkan pengaruh yang berbeda antara faktor usia
dan pengalaman. Dalam penelitiannya, Fernandez et al. (2009) menemukan
bahwa usia memiliki koefisien negatif sementara pengalaman positif. Temuan ini
sejalan dengan hasil penelitian Msuya dan Ashimogo (2005) yang menemukan
bahwa pengalaman menjadi prediktor yang lebih baik dalam efisiensi teknis
daripada usia pada petani plasma Mtibwa Sugar Estate di Tanzania. Oleh karena
itu, pemisahan kedua variabel tersebut dapat diterima dalam menduga efisiensi
teknis.
Pengaruh tingkat pendidikan petani terhadap efisiensi teknis
Pendidikan petani merupakan variabel penting dalam efisiensi usahatani.
Peningkatan pendidikan formal maupun non formal dapat meningkatkan kualitas
pengelolaan karena menambah pengetahuan, wawasan, keterampilan, inisiatif,
serta lebih berani mengambil risiko. Banyak peneliti yang mendukung bahwa
peningkatan pendidikan mampu meningkatkan efisiensi usahatani seperti Battese
dan Coelli (1995) pada petani padi di India; Amaza et al. (2006) yang
menganalisis faktor berpengaruh pada efisiensi teknis tanaman pangan di wilayah
Borno, Nigeria; Gul et al. (2009); Dadzie dan Dasmani (2010); Essilfie et al.
(2011); dan Makki et al. (2012). Semua peneliti tersebut menemukan bahwa
peningkatan pendidikan dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani.
Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara
tingkat pendidikan dengan efisiensi teknis. Akan tetapi, peneliti Effendy et al.
(2013) mendapatkan kesimpulan berbeda. Hasil penelitiannya menemukan bahwa

9

karakteristik petani seperti pendidikan, pengalaman bertani, dan frekuensi
konseling tidak dapat membantu meningkatkan efisiensi teknis pada produksi
kakao di Kabupaten Sigi, Indonesia.
Pengaruh kelompok tani dan penyuluhan terhadap efisiensi teknis
Terbatasnya kemampuan petani secara individu dalam mengakses inputinput produksi terutama modal telah mendorong petani untuk membentuk
kelompok yang memiliki tujuan yang sama. Kelompok tani ini pada umumnya
tidak berbadan hukum dan bersifat terbuka. Petani yang menjadi anggota dapat
memanfaatkan fasilitas yang terdapat pada kelompok tani dengan kesepakatan
bersama. Oleh karena itu, petani yang tergabung dalam kelompok tani ini
umumnya adalah petani kecil. Fasilitas yang diberikan oleh kelompok tani
diantaranya pinjaman modal berupa kredit, penyediaan input-input produksi,
penyuluhan pertanian, dan pemasaran hasil pertanian. Bagi petani kecil fasilitas
seperti ini dapat membantu kelangsungan kegiatan usahatani. Lebih jauh, adanya
fasilitas tersebut dapat meningkatkan efisiensi teknis usahatani karena mampu
mengatasi keterbatasan yang dimiliki petani secara individu.
Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Mapemba et al. (2013)
dan Khan (2012) yang menemukan bahwa akses terhadap kredit berpengaruh
positif terhadap efisiensi teknis petani tomat. Hasil penelitian serupa juga
didukung oleh penemuan Bozoglu dan Ceyhan (2007) yang memberikan
kesimpulan sama terhadap pengaruh kredit pada efisiensi teknis. Akan tetapi,
Maganga (2012) mendapatkan hasil yang berbeda dengan menemukan tidak
adanya pengaruh yang signifikan antara akses terhadap kredit dan kunjungan
penyuluh pertanian terhadap efisiensi teknis. Hasil ini didukung oleh peneliti
Nwaru et al. (2011) yang menemukan bahwa keanggotaan koperasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap efisiensi teknis.
Nwaru et al. (2011) lebih jauh menjelaskan bahwa pengaruh positif
terhadap efisiensi teknis justru terdapat pada kunjungan penyuluh pertanian.
Penemuannya ini didukung oleh peneliti Khan (2012). Akan tetapi, peneliti
Bozoglu dan Ceyhan (2007) menentang hasil ini dengan menyatakan bahwa
faktor penyuluhan berpengaruh negatif terhadap efisiensi produksi petani sayuran
di Turki. Sementara Maganga (2012) menemukan tidak adanya pengaruh yang
signifikan antara kunjungan penyuluh pertanian terhadap efisiensi teknis.
Pengaruh perubahan teknologi terhadap efisiensi teknis
Sebelum hadirnya teknologi-teknologi baru dalam bidang pertanian, petani
terbiasa menggunakan cara-cara penanganan tradisional yang kurang efisien pada
kegiatan budidaya. Hadirnya teknologi baru dibidang pertanian membuat
pekerjaan-pekerjaan berkenaan dengan budidaya dan pasca panen menjadi
semakin cepat dan memungkinkan untuk memperluas skala usaha dengan adanya
bantuan teknologi. Secara teoritis, inovasi atau perbaikan teknologi dapat
menggeser kurva produksi ke atas, yang berarti pada penggunaan input-input
produksi yang sama, petani yang menggunakan teknologi yang lebih tepat akan
mendapatkan hasil produksi yang lebih banyak dibandingkan petani lainnya.
Pengaruh perbaikan teknologi terhadap efisiensi teknis diteliti oleh
Theingi dan Thanda (2005). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masalah

10

yang dihadapi oleh petani antara lain adalah harga pupuk yang tinggi, kekurangan
air irigasi, keterbatasan investasi, minimnya pengetahuan tentang proteksi
tanaman, serta sulitnya memperoleh benih yang berproduktivitas tinggi. Petani
dengan skala besar memiliki efisiensi teknis tertinggi yaitu sebesar 0.77 atau di
atas petani skala menengah dan kecil. Implikasinya adalah pemerintah seharusnya
melanjutkan dukungannya dalam investasi publik dan teknologi untuk
meningkatkan efisiensi teknis dan tingkat produktivitas. Peneliti lain yang juga
mendukung pendapat bahwa teknologi berpengaruh positif pada peningkatan
efisiensi teknis diantaranya Ahmad et al. (2002), Si dan Wang (2011), Srisompun
dan Isvilanonda (2012), dan Yami et al. (2013).

Pendekatan Pengukuran Efisiensi Teknis Usahatani
Berbagai metode telah dicoba untuk mengukur efisiensi. Konsep efisiensi
frontier sudah sering dipakai, di mana deviasi dari frontier diasumsikan mewakili
inefisiensi. Model frontier telah banyak dipakai dalam mengukur tingkat efisiensi
produksi usahatani. Beberapa alasan penggunaan model frontier antara lain: (1)
istilah frontier adalah konsisten dengan teori ekonomi perilaku optimisasi, (2)
deviasi dari frontier dengan tujuan efisiensi teknis dan perilaku unit ekonomi
memiliki interpretasi alami sebagai pengukuran efisiensi, dan (3) informasi
tentang efisiensi unit ekonomi memiliki banyak implikasi kebijakan yang dapat
diimplementasikan (Bauer 1990). Fungsi produksi frontier digunakan untuk lebih
menekankan pada kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan dalam proses
produksi (Coelli et al. 1998).
Farrell (1957) memperkenalkan metode sederhana untuk mengukur
efisiensi petani langsung dari data observasi, dalam kasus output tunggal, dengan
melibatkan banyak input. Lebih lanjut Farrell (1957) mengembangkan literatur
untuk melakukan estimasi empiris untuk efisiensi teknis (tehcnical efficiency/TE),
efisiensi alokatif (alocative efficiency/AE), dan efisiensi ekonomi (economic
efficiency/EE). Kemudian penggunaannya banyak dilakukan oleh peneliti lain
diantaranya Taylor et al. (1986) serta Ogundari dan Ojo (2007). Efisiensi teknis
(TE) didefinisikan sebagai kemampuan seorang produsen atau petani untuk
mendapatkan output maksimum dari penggunaan sejumlah input. Efisiensi teknis
(TE) berhubungan dengan kemampuan petani untuk berproduksi pada kurva batas
isoquan (frontier isoquan). Apabila suatu kegiatan usahatani berada pada titik
fungsi produksi frontier artinya usahatani tersebut efisien secara teknis. Jika
fungsi produksi frontier diketahui maka dapat diestimasi inefisiensi teknis melalui
perbandingan posisi aktual relatif terhadap frontier-nya.
Pendekatan yang secara umum digunakan dalam menduga fungsi produksi
adalah pendekatan parametrik. Pendekatan parametrik dapat dibedakan menjadi
pendekatan parametrik deterministik dan frontier stokastik (Bravo-Ureta dan
Pinheiro 1993). Sementara itu, Kumbhakar dan Lovell (2000) menyatakan bahwa
pendekatan parametrik untuk data cross-