Studi Potensi Lanskap Sejarah Suku Kerinci di Provinsi Jambi

STUDI POTENSI LANSKAP SEJARAH SUKU KERINCI
DI PROVINSI JAMBI

YONI ELVIANDRI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Potensi Lanskap
Sejarah Suku Kerinci di Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Yoni Elviandri
NIM A44100048

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

ABSTRAK
YONI ELVIANDRI. Studi Potensi Lanskap Sejarah Suku Kerinci di Provinsi
Jambi. Dibimbing oleh NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.
Suku Kerinci merupakan salah satu suku tertua yang memiliki banyak
peninggalan sejarah di Provinsi Jambi. Akan tetapi, peninggalan sejarah tersebut

banyak yang tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
untuk mengidentifikasi cakupan dan karakteristik lanskap sejarah, menganalisis
potensi lanskap sejarah serta faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan
lanskap sejarah dan menyusun rekomendasi pengelolaan lanskap sejarah.
Penelitian ini menggunakan metode survei, penelusuran informasi sejarah,
wawancara, kuesioner serta analisis deskriptif dan spasial. Berdasarkan hasil
identifikasi dari 30 elemen peninggalan sejarah Suku Kerinci yang tersebar di
Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, mencerminkan karakteristik
elemen/lanskap Suku Kerinci pada periode prasejarah dan periode Islam. Hasil
analisis nilai signifikansi lanskap sejarah, terdapat tujuh elemen peninggalan
bernilai tinggi, enam belas bernilai sedang, dan tujuh elemen bernilai rendah.
Hasil analisis di atas digunakan dalam analisis SWOT untuk menentukan strategi
pengelolaan lanskap. Rekomendasi yang diusulkan yaitu perbaikan sistem
pengelolaan, penyusunan kebijakan pelestarian dan pemberdayaan masyarakat,
serta peningkatan kerjasama pemangku kepentingan.
Kata Kunci : Evaluasi Lanskap, Lanskap Sejarah, Kerinci
ABSTRACT
YONI ELVIANDRI. Study on Historical Landscape Potency of Kerinci Clan in
Jambi Province. Supervised by NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN.
Kerinci Clan is one of the oldest clan that has many historical relics in

Jambi Province. However, not all such relics are managed properly. Therefore,
this study was conducted to identify the scope and the characteristic of historical
landscape, analyze the potencial historical landscape and factors that influence
the sustainability of historical landscape and propose the landscape management
recommendations of historical landscape. This study used survey method, historic
information searching, interview, questionnaire, and descriptive and spatial
analysis. As a result, there were thirty relics of Kerinci clan that were spread in
Sungai Penuh City and Kerinci Distric reflect the characteristics of the
element/landscape Kerinci Clan in the ancient period and the Islamic period.
Significance value analysis resulted seven relics with high value, sixteen relics
with medium value, and seven relics with low value. The above analysis results
were used in SWOT analysis to define landscape management strategies. The
proposed recommendations are to improved conservation management, to provide
conservation policy and community empowerment, and to increase stakeholders
collaboration.
Key words: Landscape Evaluation, Landscape Heritage, Kerinci

STUDI POTENSI LANSKAP SEJARAH SUKU KERINCI
DI PROVINSI JAMBI


YONI ELVIANDRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Studi Potensi Lanskap Sejarah Suku Kerinci di Provinsi Jambi
Nama
: Yoni Elviandri
NIM
: A44100048


Disetujui oleh

Dr Ir Nurhayati HS Arifin, MSc.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Studi Potensi Lanskap Sejarah Suku Kerinci di Provinsi Jambi”. Skripsi
ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pertanian
dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dan
berkontribusi dalam proses penelitian serta penyelesaian penulisan skripsi ini,

yaitu kepada:
1. Dr.Ir. Nurhayati H.S. Arifin, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi
atas bimbingan, masukan, dan arahannya selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr.Ir. Nizar Nasrullah, MAgr selaku dosen pembimbing akademik atas
bimbingan, masukan, dan arahannya selama penulis menjalani kuliah.
3. Ir. Qodarian Pramukanto, MSi. Dan Dr. Kaswanto, SP,MSi selaku dosen
penguji atas masukan, kritik, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Iskandar Zakaria, H Alimin DPT, Budhi Prihasvati Jauhari selaku
budayawan Kerinci, Yefrizon, SPd selaku Kepala Bidang Kebudayaan
Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sungai Penuh
atas informasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan selama penelitian
berlangsung.
5. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi, BAPPEDA Kota
Sungai Penuh, Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Sungai Penuh
serta dinas-dinas terkait atas petunjuk dan arahannya bagi penulis dalam
melengkapi data yang dibutuhkan.
6. Sanjiva Refi Hasibuan, SP, J.E Lendra, SPSi dan Yogi Dwi Pratama
Amd atas waktu dan bantuannya selama survei dan mengumpulkan data
penelitian di Kerinci.
7. Kedua orang tua, serta keluarga besar yang sangat dicintai atas do‟a,

dukungan, kepercayaan, bantuan dan semangat yang diberikan kepada
penulis sampai saat ini.
8. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (IMKB) atas waktu
dan bantuannya selama penelitian berlangsung serta untuk persahabatan
dan kekeluargaan yang begitu hangat selama di Bogor. Mari bersamasama membangun kampung halaman tercinta.
9. Sahabat seperjuangan Arsitektur Lanskap IPB angkatan 47, Bidikmisi
Fakultas Pertanian, Saung Peradaban, KAMMI IPB Izzudin Al-Qassam,
Paguyuban Bidikmisi IPB, Koala HIMASKAP dan seluruh sahabat IPB
yang telah memberikan do‟a, dukungan dan motivasi, saran dan
nasehatnya.
Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak
yang memerlukan dan berguna sebagai referensi bagi penelitian lain yang
dilaksanakan pada masa yang akan datang.
Bogor, Juli 2014
Yoni Elviandri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


Manfaat Penelitian

2

Kerangka Pikir Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian

3


Tahapan dan Metode Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Sejarah Perkembangan Suku Kerinci

10

Sejarah Kawasan Alam Kerinci

13

Kondisi Umum Kawasan

14


Analisis Karakteristik Lanskap Sejarah

19

Penilaian Lanskap Sejarah Suku Kerinci dengan Analisis Nilai Signifikansi
Lanskap Sejarah
42
Analisis Persepsi Masyarakat Sekitar Kawasan dan Pengunjung

52

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberlanjutan Tatanan Lanskap
Sejarah
62
Sintesis untuk Rekomendasi Pelestarian dan Pengelolaan
SIMPULAN DAN SARAN

71
75

Simpulan

75

Saran

75

DAFTAR PUSTAKA

76

LAMPIRAN

77

RIWAYAT HIDUP

83

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Jenis, Bentuk dan Sumber Data
Kriteria penilaian kondisi fisik dan lingkungan
Kriteria penilaian keaslian
Kriteria penilaian keunikan
Matriks SWOT
Pendekatan dalam pelestarian lanskap sejarah
Identifikasi situs peninggalan sejarah dan status pengelolaan
Penilaian keaslian elemen lanskap sejarah Suku Kerinci
Penilaian keunikan elemen lanskap sejarah Suku Kerinci
Penilaian kondisi fisik dan lingkungan elemen lanskap sejarah Suku
Kerinci
Nilai signifikansi lanskap sejarah Suku Kerinci
Tingkat kepentingan faktor internal lanskap sejarah Suku Kerinci
Tingkat kepentingan faktor eksternal lanskap sejarah Suku Kerinci
Penilaian faktor internal lanskap sejarah Suku Kerinci
Penilaian faktor eksternal lanskap sejarah Suku Kerinci
Internal Factor Evaluation (IFE)
External Factor Evaluation (EFE)
Hasil matriks SWOT
Penentuan peringkat alternatif strategi
Tindakan pelestarian terhadap elemen peninggalan lanskap sejarah
Suku Kerinci

4
6
6
7
9
10
39
42
45
48
50
66
66
67
67
68
68
70
71
73

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Kerangka pikir penelitian
Lokasi penelitian
Tahapan penelitian
Formulir matriks IE
Talang
Koto
Peta persebaran Suku Kerinci
Wilayah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah
Batas wilayah Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci
Peta hidrologi Kota Sungai Penuh
Aktivitas masyarakat di Sumur Pulai
Akses menuju Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci
Peta topografi Kota Sungai Penuh
Peta persebaran situs megalitik di Alam Kerinci
Situasi fisik dan akses menuju Batu Gong Nenek Betung Kumun Mudik
Kondisi fisik Batu Kursi
Situasi kondisi situs Batu Berelief setelah dipindahkan dan sebelum
dipindahkan
18 Kondisi fisik dan lingkungan Batu Patah Desa Muak
19 Kondisi fisik dan lingkungan Batu Gong Situs Pondok

2
3
4
9
11
11
12
13
15
16
16
17
18
19
20
21
22
23
23

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49

Kondisi fisik dan akses menuju Situs Talang Pulai
Kondisi fisik Situs Pulau Sangkar
Kondisi fisik Situs Tanjung Batu
Menhir Dusun Kcek Malako Tinggai Desa Bernik
Kondisi fisik dan akses menuju Makam Nenek Siak Lengih
Situasi dan kondisi Tanah Sabingkeh
Kondisi fisik dan halaman masjid Agung Pondok Tinggi
Motif dan ukiran yang terdapat di pintu, jendela dan dinding masjid
Situasi Masjid Raya Rawang
Masjid Keramat Pulau Tengah
Motif ukiran pada dinding Masjid Kuno Lempur Mudik
Kondisi fisik masjid dan tempat wudhu masjid Kuno Tanjung Pauh
Hilir
Kondisi fisik Masjid Kuno Lempur Tengah dan lingkungan sekitar
Kawasan Rumah Larik Limo Lurah
Peta persebaran peninggalan sejarah Suku Kerinci
Peta persebaran keaslian elemen lanskap sejarah Suku Kerinci
Peta persebaran keunikan elemen lanskap sejarah Suku Kerinci
Peta persebaran kondisi fisik dan lingkungan elemen lanskap sejarah
Peta nilai signifikansi lanskap sejarah Suku Kerinci
Proses acara Kenduri Sko
Diagram persepsi pengunjung terhadap elemen lanskap sejarah Suku
Kerinci
Diagram persepsi masyarakat tentang objek yang dikenali
Diagram persepsi masyarakat sekitar terhadap pengetahuan sejarah dan
tanggung jawab pelestarian elemen peninggalan Suku Kerinci
Diagram persepsi pengunjung tentang pengetahuan sejarah dan
tanggung jawab pelestarian elemen peninggalan Suku Kerinci
Kondisi fisik Situs Tanjung Batu
Papan informasi
Signage
Masyarakat sekitar yang sedang memancing di area situs Pulau Sangkar
yang terletak bersebelahan dengan sungai
Kondisi akses menuju beberapa elemen di Kabupaten Kerinci
Matriks Internal-Eksternal (IE) lanskap sejarah Suku Kerinci

24
25
25
27
28
29
31
31
32
32
34
34
35
35
37
44
47
49
51
53
54
55
57
58
59
59
60
61
61
69

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner persepsi masyarakat sekitar terhadap peninggalan sejarah
Suku Kerinci di Provinsi Jambi
2 Kuisioner persepsi pengunjung terhadap peninggalan sejarah Suku
Kerinci di Provinsi Jambi
3 Daftar pertanyaan kepada ahli sejarah
4 Daftar pertanyaan kepada pihak pengelola
5 Contoh perhitungan menentukan interval kelas dalam analisis nilai
signifikansi lanskap sejarah

76
78
80
80
81

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suku Kerinci merupakan salah satu suku tertua di Indonesia yang berada
di Provinsi Jambi. Suku Kerinci sebagian besar menghuni wilayah yang saat ini
dikenal sebagai Alam Kerinci yaitu Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci.
Alam Kerinci pertama kali dihuni oleh kelompok manusia yang disebut dengan
nama “Kecik Wok Gedang Wok” yang diduga adalah kelompok manusia pertama
yang menghuni Pulau Sumatera. Dr Brennet Bronson dalam Idris dan Djakfar
(2001) berpendapat bahwa suku bangsa Kerinci lebih tua daripada suku bangsa
Inca (Indian) di Amerika dengan salah satu bukti tentang manusia Kecik Wok
Gedang Wok yang disebut belum mempunyai nama panggilan secara individu,
sedangkan bangsa Indian di Amerika diketahui sudah memiliki nama seperti Big
Buffalo (Kerbau Besar), Little Fire (Api Kecil) dan lainnya (Jauhari dan Putra
2012).
Salah satu bukti sejarah keberadaan Suku Kerinci adalah dengan
ditemukannya banyak sekali peninggalan sejarah yang saat ini tersebar di dua
wilayah administratif Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. Akan tetapi,
tidak semua peninggalan sejarah tersebut dikelola dengan baik, karena banyak
peninggalan yang tidak dikenal serta akses untuk mencapai lokasi yang sulit
dijangkau. Semakin hilangnya pengetahuan sejarah masyarakat dikhawatirkan
akan terjadinya penurunan nilai penting sejarah, sehingga karakter atau identitas
daerah pada masa lalu menjadi sulit teridentifikasi dengan jelas. Padahal,
karakter dan ciri khas inilah yang menjadi identitas tiap daerah sehingga lanskap
sejarah harus dikonservasi (Goodchild 1990).
Saat ini, Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci mengalami
perkembangan yang cukup pesat dalam segi pembangunan infrastrukturnya.
Pembangunan lebih mengarah kepada aspek ekonomi yang selaras dengan
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi sehingga menyebabkan aspek sejarah
dan budaya menjadi kurang diperhatikan dengan baik. Padahal menurut Suryalaga
(2002) sejarah adalah representasi dari peradaban suatu bangsa.
Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu kepedulian dalam bentuk upaya
untuk melestarikan lanskap sejarah yang terdapat di daerah ini. Pelestarian
lanskap sejarah merupakan salah satu upaya pengenalan dan penghargaan
terhadap sejarah Suku Kerinci. Tindakan pelestarian ini dapat menjadi suatu
langkah awal agar lanskap sejarah yang terdapat di Kota Sungai Penuh dan
Kabupaten Kerinci dapat terjaga keasliannya sebagai salah satu bukti sejarah
keberadaan Suku Kerinci serta dapat memberikan kontribusi bagi kesejahteraan
masyarakat Kerinci kedepannya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. mengidentifikasi karakteristik lanskap sejarah Suku Kerinci
2. menganalisis potensi lanskap sejarah serta faktor-faktor yang
mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah Suku Kerinci
3. menyusun rekomendasi strategi dan tindakan pelestarian lanskap sejarah
Suku Kerinci.

2
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. memberikan informasi kepada masyarakat mengenai karakter dan
kondisi lanskap sejarah Suku Kerinci.
2. memberikan gambaran tentang lanskap sejarah Suku Kerinci dan
rekomendasi kepada Pemerintah Daerah, BP3 Jambi dan pihakpihak terkait untuk tindakan pelestarian lanskap sejarah yang lebih baik.
Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik serta
mengevaluasi lanskap sejarah Suku Kerinci dengan cara menganalisis nilai
signifikansi lanskap sejarah, analisis persepsi masyarakat dan pengunjung serta
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah.
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis tersebut akan didapatkan solusi berupa
rekomendasi pengelolaan lanskap sejarah Suku Kerinci. Kerangka pikir
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Lanskap Sejarah Suku Kerinci





Peninggalan sejarah yang tersebar di Kota Sungai Penuh dan Kabupaten
Kerinci
Beberapa peninggalan sejarah tidak dikelola dengan baik
Pengelolaan dan kebijakan Pemerintah Daerah terkait peninggalan sejarah

Analisis karakteristik lanskap
sejarah Suku Kerinci





Penilaian lanskap sejarah dengan analisis
nilai signifikansi lanskap sejarah
Analisis persepsi masyarakat sekitar dan
pengunjung
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
keberlanjutan tatanan lanskap sejarah

Rekomendasi pengelolaan lanskap sejarah Suku Kerinci

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

3

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah administratif Kota Sungai Penuh dan
Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi (Gambar 2). Penelitian ini dilakukan pada
bulan Februari-Juli 2014.

Gambar 2 Lokasi Penelitian
Sumber : -BPS Kabupaten Kerinci, Kerinci Dalam Angka 2013 (Peta Kabupaten Kerinci)
-forumtataruang.blogspot.com (Peta Provinsi Jambi)

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi oleh wilayah administratif Kota
Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, karena di wilayah tersebut terdapat
peninggalan sejarah terbanyak dari Suku Kerinci.
Tahapan dan Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu, inventarisasi,
analisis dan sintesis (Gambar 3).

4
Lanskap Sejarah Suku Kerinci

Kondisi Umum:
a. Letak geografis
b. Hidrologi dan iklim
c. Penduduk
d. Aksesibilitas dan sirkulasi
e. Tanah dan topografi

Aspek Sejarah:
a.Elemen dan
lanskap sejarah
b.Sejarah Suku
Kerinci

Aspek SosialBudaya:
a.Aktivitas budaya
b.Aktivitas ekonomi

Pengelolaan
a.Aspek legal
b.Sistem
pengelolaan
dan pelestarian

Inventarisasi
1.
2.
3.
4.

Evaluasi Lanskap Sejarah Suku Kerinci
Analisis karakteristik lanskap sejarah Suku Kerinci
Penilaian lanskap sejarah dengan analisis nilai signifikansi lanskap sejarah
Analisis persepsi masyarakat sekitar kawasan dan pengunjung
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan tatanan lanskap sejarah
Analisis
Rekomendasi Pengelolaan Lanskap Sejarah Suku Kerinci
Sintesis

Gambar 3 Tahapan penelitian
Inventarisasi
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data yang mencakup data
kondisi umum, data aspek kesejarahan, data aspek sosial budaya dan data aspek
pengelolaan. Pengumpulan data dilakukan dengan empat cara yaitu: survei lapang
yang bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik dan lingkungan elemen lanskap
secara langsung, wawancara dengan ahli sejarah, penyebaran kuisioner terkait
persepsi masyarakat dan persepsi pengunjung (Lampiran 1 dan 2), serta studi
pustaka. Data elemen lanskap sejarah diperoleh berdasarkan data Benda Cagar
Budaya yang sudah terdaftar di BP3 Jambi serta hasil wawancara dengan ahli
sejarah dan masyarakat sekitar yang dianggap bernilai sejarah penting bagi Suku
Kerinci. Jenis dan bentuk sumber data yang dikumpulkan pada tahap inventarisasi
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis, Bentuk, dan Sumber Data
1.

Jenis Data
Kondisi Umum

a)

Letak geografis

b) Hidrologi dan iklim
c)

Penduduk

d) Aksesibilitas dan
sirkulasi
e) Tanah dan
topografi

Bentuk Data

a)

Peta kawasan, batas wilayah

b) Sumber air, suhu udara ratarata, curah hujan
c) Jumlah penduduk,
kepadatan penduduk
d) Peta aksesibilitas menuju
Kerinci dan elemen lanskap
e) Jenis tanah dan topografi

Sumber Data

BPS Kabupaten Kerinci
(Kerinci dalam angka 2013)
Bappeda, Observasi lapang
Bappeda Kota Sungai Penuh,
BPS Kabupaten Kerinci
Observasi lapang, BPS
(Kerinci dalam angka 2013)
BPS Kabupaten Kerinci,
Bappeda Kota Sungai Penuh

5
Tabel 1 Jenis, Bentuk, dan Sumber Data (Lanjutan)
Jenis Data
2.
a)

Aspek Kesejarahan
Elemen dan
lanskap sejarah
b) Sejarah Suku
Kerinci
Aspek Sosial
Budaya
a) Aktivitas budaya
b) Aktivitas ekonomi

Bentuk Data

Sumber Data

a)

Filosofi, karakter elemen
lanskap sejarah
b) Sejarah terbentuknya daerah
dan perkembangan Suku
Kerinci.

BP3 Jambi, Studi pustaka,
Observasi lapang,
Wawancara dengan bapak
Iskandar Zakaria, H
Alimin DPT, Budhi P

a)

Jenis aktivitas budaya yang
masih ada
b) Aktivitas ekonomi sosial
masyarakat
c) Persepsi masyarakat sekitar
d) Persepsi masyarakat luar
kawasan (pengunjung)

Wawancara, Studi pustaka

a)

Studi pustaka, BP3 Jambi

3.

4.
a)

Aspek Pengelolaan
Peraturan (Aspek
Legal/RTRW)

b) Sistem pengelolaan
dan pelestarian.

Undang-undang, perda,
peraturan pemerintah, surat
keputusan
b) Sistem pengelolaan, langkah
pelestariannya, intensitas
waktu.

Observasi lapang,
Wawancara
Wawancara, Kuisioner
Observasi lapang,
Kuisioner

Wawancara dengan
Yefrizon SPd dari
Disparbud Kota Sungai
Penuh, BP3 Jambi, Ahli
sejarah

Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis kondisi tapak serta karakter lanskap yang
terbentuk pada elemen peninggalan-peninggalan sejarah Suku Kerinci. Penilaian
dilakukan secara deskriptif, spasial dan juga menggunakan metode analisis
SWOT. Tahap analisis dibagi menjadi 4 segmen yaitu :
1. Analisis karakteristik lanskap sejarah Suku Kerinci
Pada tahap ini, dilakukan analisis karakteristik lanskap sejarah Suku
Kerinci berdasarkan informasi elemen yang didapatkan dari hasil inventarisasi
dan kemudian di analisis sesuai periode sejarah kawasan.
2. Penilaian lanskap sejarah Suku Kerinci dengan analisis nilai signifikansi
lanskap sejarah
Pada tahap analisis ini dilakukan penilaian keaslian dan keunikan menurut
Harris dan Dines (1988) serta penilaian kondisi fisik dan lingkungan yang telah
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Kriteria penilaian dapat dilihat pada
Tabel 2, 3 dan 4. Penilaian terhadap aspek tersebut dihitung dengan
menggunakan metode skoring yang dikemukakan oleh Selamet (Selamet 1983
dalam Allindani 2007) dengan rumus interval kelas:
Skor Maksimum (SMa) – Skor Minimum (SMi)

Interval Kelas (IK) =
Tinggi
Sedang
Rendah

Jumlah Kategori

= SMi + 2IK + 1 sampai Sma
= SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2 IK)
= SMi sampai SMi + IK

6
Selanjutnya skor penilaian dijumlahkan dan hasil penilaian ketiga aspek tersebut
menghasilkan sifat dari elemen-elemen lanskap sejarah yang menampilkan skorskor dengan skala (Goodchild 1990) :
1. Skor 1 = tingkat keaslian/ keunikan rendah, lanskap sejarah mengalami
banyak perubahan
2. Skor 2 = tingkat keaslian/ keunikan sedang, lanskap sejarah mengalami
sedikit perubahan
3. Skor 3 = tingkat keaslian/keunikan tinggi, lanskap sejarah tidak
mengalami perubahan
Tabel 2 Kriteria penilaian kondisi fisik dan lingkungan
Kriteria
No

1 (Rendah)
Kondisi Fisik

1

2

Kondisi
Lingkungan

Kondisi
lanskap/elemen
dalam keadaan yang
rusak (tidak terawat)
Lingkungan sekitar
tidak mendukung
keberadaan
lanskap/elemen
sehingga dapat
menghilangkan
karakternya

Skor
2 (Sedang)
Kondisi
lanskap/elemen dalam
keadaan baik (terawat
baik)
Lingkungan sekitar
mendukung
keberadaan
lanskap/elemen namun
karakter tidak terlihat
menonjol

3 (Tinggi)
Kondisi
lanskap/elemen dalam
keadaan sangat baik
(terawat sangat baik)
Lingkungan sekitar
dapat mendukung
keberadaan
lanskap/elemen dan
memperkuat karakter.

Tabel 3 Kriteria penilaian keaslian
Kriteria
No

1 (Rendah)
Mengalami perubahan
penggunaan lahan >
50 %

Skor
2 (Sedang)
Mengalami perubahan
penggunaan lahan 25-50 %

3 (Tinggi)
Tidak mengalami
perubahan penggunaan
lahan atau berubah <
25 %

1

Penggunaan
Lahan

2

Elemen /
Objek Lanskap

Elemen lanskap
mengalami perubahan
karakter, struktur dan
elemen. Tidak
mewakili karakter dan
gaya masa lalu.

Elemen lanskap
mengalami perubahan
karakter, struktur dan
elemen, namun masih
mewakili karakter dan
gaya masa lalu.

Elemen lanskap tidak
mengalami perubahan
karakter, sruktur, dan
elemen. Sangat
mewakili karakter dan
gaya masa lalu.

3

Aksesibilitas
dan sirkulasi

Akses dan sirkulasi
menuju elemen
mengalami perubahan
karakteristik

Akses dan sirkulasi
menuju elemen mengalami
perubahan, namun masih
mempertahankan
karakteristiknya

Akses dan sirkulasi
menuju elemen tetap,
relatif tidak mengalami
perubahan dan
karakteristiknya masih
asli

Sumber : diadaptasi dari Harris dan Dines (1988)

Informasi perubahan penggunaan lahan didapatkan dari hasil wawancara
dengan ahli sejarah, data sekunder yang berasal dari foto, buku maupun internet
serta peta penggunaan lahan. Sedangkan informasi mengenai perubahan karakter
elemen lanskap sejarah serta perubahan aksesibilitas dan sirkulasi diperoleh
setelah melakukan survei langsung di setiap elemen lanskap kemudian dilakukan
wawancara dengan ahli sejarah untuk mengetahui kondisi dan karakter elemen

7
pada zaman dahulu. Dari hasil itu, kemudian elemen lanskap dapat dikelompokan
berdasarkan skor baik rendah, sedang maupun tinggi. Hasil dari ketiga penilaian
tersebut akan menghasilkan nilai signifikansi lanskap sejarah setiap elemen
lanskap.
Tabel 4 Kriteria penilaian keunikan
Kriteria
No
1

Asosiasi
Kesejarahan
Integritas

2

Kelangkaan
3

4

Kualitas
Estetik

1 (Rendah)
Lanskap/ elemen tidak
memiliki hubungan
kesejarahan
Karakter, struktur dan
fungsi elemen tidak
menyatu dan tidak
harmonis dengan
lingkungan sekitarnya
Karakter dan struktur
elemen bersifat umum
dan dapat dijumpai di
tempat lain dengan
mudah serta tidak
memiliki nilai sejarah
Karakter dan struktur
elemen tidak memiliki
estetika/gaya arsitektur
yang dapat menunjukkan
kekhasannya pada masa
lalu

Skor
2 (Sedang)
Lanskap/elemen
memiliki hubungan
kesejarahan yang lemah
Karakter, struktur dan
fungsi elemen cukup
menyatu dan harmonis
dengan lingkungan
sekitarnya
Karakter dan struktur
elemen bersifat khas
namun dapat dijumpai di
tempat-tempat tertentu
dan memiliki nilai
sejarah.
Karakter dan struktur
elemen masih memiliki
estetika/gaya arsitektur
yang dapat menunjukkan
kekhasannya pada masa
lalu

3 (Tinggi)
Lanskap/elemen memiliki
hubungan kesejarahan
yang kuat
Karakter, struktur dan
fungsi elemen menyatu
dan harmonis dengan
lingkungan sekitarnya
Karakter dan struktur
elemen bersifat khas dan
jarang dijumpai di tempattempat lain dan memiliki
nilai sejarah.
Karakter dan struktur
elemen memiliki
estetika/gaya arsitektur
yang khas pada hampir
semua bagian , termasuk
detail ornamennya.

Sumber : diadaptasi dari Harris dan Dines (1988)

3. Analisis persepsi masyarakat sekitar kawasan dan pengunjung
Pada tahapan analisis ini, akan dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh nilai sejarah dan budaya terhadap masyarakat sekitar dan
sebaliknya, yaitu pengaruh perkembangan daerah sekitar terhadap keberlanjutan
peninggalan-peninggalan sejarah tersebut. Analisis ini juga untuk mengetahui
persepsi masyarakat dan pengunjung terhadap pengelolaan lanskap sejarah serta
sejarah Suku Kerinci dan peninggalannya.
4. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan tatanan
lanskap sejarah.
Pada tahapan analisis ini, menggunakan metode analisis SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity, Threat). Analisis SWOT ini biasanya digunakan untuk
analisis manajemen perusahaan. Akan tetapi, dalam perkembangannya juga bisa
dilakukan untuk menentukan alternatif strategi untuk mengetahui keberlanjutan
lanskap sejarah. Analisis ini didasarkan pada hasil analisis-analisis sebelumnya.
Unit SWOT dilihat dari keseluruhan lanskap sejarah Suku Kerinci. Menurut
David (2005) langkah kerja dalam melakukan analisis SWOT, yaitu:
a. Identifikasi faktor internal dan faktor eksternal
Pada tahapan ini, dilakukan identifikasi faktor internal dan eksternal dengan
cara mendaftarkan semua faktor untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
hubungan antar faktor.

8
b. Penilaian faktor internal dan eksternal
Pada tahap ini dilakukan penentuan tingkat kepentingan dan penentuan
bobot dengan menggunakan skala 1-4, yaitu:
1. Nilai 1 Jika indikator faktor horizontal kurang penting daripada indikator
vertikal,
2. Nilai 2 jika indikator faktor horizontal sama penting dengan indikator
faktor vertikal,
3. Nilai 3 jika indikator faktor horizontal lebih penting daripada indikator
faktor vertikal,
4. Nilai 4 jika indikator faktor horizontal sangat penting daripada indikator
faktor vertikal.
Langkah selanjutnya adalah menentukan bobot akhir masing-masing
variabel yang dapat ditentukan dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor
1991):

Dengan: αi =bobot variabel ke-1
i = 1, 2 , 3,...n

xi = nilai variabel ke-1,
n = jumlah variabel.

c. Pembuatan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor
Evaluation (EFE)
Menurut Rangkuti (1997), nilai peringkat pada faktor positif (kekuatan dan
peluang) berbanding terbalik dengan faktor negatif (kelemahan dan ancaman).
Pada faktor positif, nilai 4 berarti faktor tersebut memiliki tingkat kepentingan
yang sangat penting, sedangkan faktor negatif dilakukan dengan cara sebaliknya.
Nilai 1 berarti memiliki tingkat kepentingan sangat penting. Kemudian peringkat
dan bobot dari masing-masing faktor harus dikalikan untuk memperoleh skor
pembobotan. Hasil skor yang diperoleh dapat mengetahui posisi tapak studi
terletak pada suatu kuadran yang menyatakan kekuatan dan kelemahannya melalui
matriks internal-eksternal (IE). Matriks IE (Gambar 4) memiliki sembilan kuadran
dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yang telah disesuaikan dengan kebutuhan
penelitian sebagai berikut:
1) Grow and build strategy (Kuadran I,II, dan IV)
Pada bagian ini, diperlukan strategi seperti pengembangan penelitian,
sosialisasi/edukasi, pengembangan pengelolaan maupun pengembangan
lanskap.
2) Hold and maintain strategy (Kuadran III, V dan VII)
Pada strategi ini berfokus pada pemeliharaan dan pengembangan
pengelolaan lanskap yang sudah ada.
3) Harvest and divest strategy (Kuadran VI, VIII dan IX)
Fokus strategi ini adalah melakukan revitalisasi pengelolaan, serta
pembenahan pengelolaan lanskap

9

Gambar 4 Formulir matriks IE
d. Matriks SWOT
Faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya dapat
dimasukkan ke dalam matriks SWOT (Tabel 5). Matriks ini menggambarkan
hubungan antara kekuatan dan kelemahan dengan peluang dan ancaman yang
nantinya akan dihasillkan alternatif strategi manajemen lanskap.
Tabel 5 Matriks SWOT
Eksternal
Internal
Strength (Kekuatan)

Opportunity (Peluang)

Threats (Ancaman)

Menggunakan kekuatan untuk
mengambil kesempatan yang ada (SO)

Menggunakan kekuatan yang
dimiliki untuk mengatasi
ancaman yang dihadapi(ST)

Weakness
(Kelemahan)

Mendapatkan keuntungan dari
kesempatan yang ada untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan (WO)

Meminimumkan kelemahan
dan menghindari ancaman
yang ada (WT)

Sumber : David (2005)

e. Pembuatan tabel peringkat alternatif strategi
Tahap terakhir dari metode analisis SWOT ini adalah penentuan prioritas
yang dilakukan kepada beberapa alternatif strategi yang diperoleh dari matriks
SWOT. Tahap ini dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari faktor-faktor
penyusunnya. Strategi yang memiliki skor tertinggi maka strategi itulah yang akan
dijadikan sebagai prioritas utama.
Hasil analisis ini akan mempengaruhi tindakan pelestarian yang akan
diterapkan pada masing-masing elemen peninggalan sejarah, karena setiap elemen
memiliki kondisi yang berbeda-beda. Terdapat enam perlakuan dalam upaya
untuk melestarikan peninggalan lanskap sejarah yang dikemukakan oleh Harvey
dan Buggey (Harvey dan Buggey 1988 dalam Hendry 2008) yang tersaji pada
Tabel 6.

10
Tabel 6 Pendekatan dalam pelestarian lanskap sejarah (Harvey dan Buggey 1988)
No
1

Pendekatan
Preservasi

2

Konservasi

3

Rehabilitasi

4
5

Restorasi
Rekonstruksi

6

Rekonstitusi

Definisi
Mempertahankan tapak seperti apa adanya dan tidak diperkenankan
adanya tindakan perbaikan dan perusakan pada obyek.
Tindakan pelestarian untuk mencegah kerusakan lebih jauh dengan
campur tangan secara aktif
Memperbaiki lanskap ke arah standar-standar modern tetapi tetap
mempertahankan karakter sejarah
Mengembalikan kondisi tapak seperti semula apa yang ada di tapak
Menciptakan kembali apa yang dahulunya ada di tapak tetapi
sekarang sudah tidak ada lagi
Mengembalikan lanskap pada suatu periode, skala, penggunaan yang
sesuai

Sintesis
Pada tahap ini merupakan penarikan kesimpulan dari analisis yang
telah dilakukan untuk mendapatkan solusi yang tepat diterapkan pada
tapak. Tahap ini juga menyusun formulasi dari strategi yang telah
digunakan dalam analisis SWOT sehingga evaluasi dari lanskap tersebut
akan diketahui. Formulasi tersebut berupa usulan -usulan pelestarian dalam
menangani dan mengembangkan potensi lanskap sejarah Suku Kerinci.
Usulan-usulan tersebut dapat dijadikan rekomendasi dalam pengelolaan
lanskap sejarah di Suku Kerinci di Kota Sungai Penuh dan Kabupaten
Kerinci.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Perkembangan Suku Kerinci
Kelompok manusia pertama yang mendiami daerah Kerinci sudah ada
sejak zaman prasejarah yang dikenal dengan nama Kecik Wong Gedang Wok,
dengan bukti ditemukannya benda-benda purbakala seperti kapak batu, batu kaca
serta batu-batu megalit yang tersebar di berbagai daerah. Peninggalan purbakala
ini mewakili setiap periode zaman, yaitu zaman paleolithikum, mesolithikum,
neolithikum dan zaman logam. Manusia Kecik Wok Gedang Wok pada zaman
paleolithikum diperkirakan sudah ada sejak 750.000 SM sampai 10.000 SM. Pada
zaman neolithikum datanglah suku bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) dari
Semenanjung Malaka pada tahun 4000 SM sampai 2000 SM yang menyebabkan
terjadinya interaksi diantara kedua suku sehingga lahirlah nenek moyang orang
Kerinci yang dikenal sebagai Suku Kerinci (Afanti 2007 dalam Hasibuan 2010).
Seiring dengan perkembangan keturunan, akhirnya nenek moyang Suku
Kerinci menciptakan sebuah pusat-pusat permukiman yang biasanya berada di
daerah-daerah yang subur. Permukiman ini akhirnya menyebar di seluruh pelosok
Alam Kerinci. Menurut Idris dan Djakfar (2001) permukiman tersebut
menciptakan suatu kelompok-kelompok kecil yang disebut dengan talang. Talang
terdiri dari 5 sampai 10 rumah yang terletak di kawasan perladangan yang
biasanya dihuni oleh satu keluarga/tumbi (Gambar 5). Akan tetapi jarak diantara
tumbi inipun masih berjauhan dan komunikasi mereka masih bersifat terbatas.

11

Gambar 5 Talang
Sumber Gambar: Djakfar dan Idris 2001

Perkembangan jumlah anggota keluarga yang semakin banyak akhirnya
mendorong terbentuknya Koto, yaitu kelompok permukiman yang terdiri dari 11
hingga 25 rumah (Gambar 6). Koto merupakan cikal bakal terbentuknya suatu
kampung atau dusun karena semakin bertambahnya tumbi dan rumah-rumah baru.
Dusun-dusun ini dikenal dengan nama dusun purba yang kemudian mengalami
pemekaran menjadi dusun-dusun atau kampung yang saat ini dijumpai di
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Nama-nama dusun didaerah ini pun
banyak yang menggunakan kata Koto dan Talang sebagai nama awal dusun
seperti, Desa Talang Kemuning, Desa Talang Lindung, Desa Koto Pandan, Desa
Koto Tinggi dan sebagainya.

Gambar 6 Koto
Sumber Gambar: Djakfar dan Idris 2001

Memasuki zaman sejarah peninggalan sejarah Suku Kerinci, dimulai
dengan ditemukannya catatan-catatan tertulis yang terdapat pada dinding batu,
kulit kayu, tanduk kerbau dan lain sebagainya dengan bahasa aksara Incung.

12
Catatan tersebut menjelaskan tentang keadaan Suku Kerinci pada waktu itu yang
telah memiliki sistem pemerintahan berdaulat yaitu pemerintahan Sugindo,
pemerintahan Pamuncak, dan pemerintahan Depati Empat Delapan Helai Kain
hingga masuknya agama Islam ke Kerinci. Sebelum masuknya agama Islam ke
Kerinci, diperkirakan terlebih dahulu masyarakat Kerinci sudah memeluk agama
Hindu dan Budha, namun tidak ada kepastian tahun kapan agama ini masuk ke
Alam Kerinci. Selain itu, juga tidak ditemukan adanya bukti fisik dari peninggalan
Hindu dan Budha saat ini. Sementara periode Islam diperkirakan ada setelah
masuknya agama Islam ke Kerinci pada abad ke tujuh atau sembilan Masehi yang
diperkirakan sama dengan masuknya Islam ke Indonesia.
Peninggalan Suku Kerinci pada zaman Islam berupa masjid-masjid Kuno
dan makam nenek moyang yang rata-rata berarsitektur hampir sama yang saat ini
bisa ditemukan tersebar di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Agama ini
cepat tersebar karena tidak bertentangan dengan adat istiadat Suku Kerinci
sehingga dikenal petitih adat yang masih berlaku hingga saat ini “Adat bersendi
syarak, syarak bersendi kitabullah” yang berarti adat bisa saja berubah karena
kesalahan manusia namun syarak tidak boleh berubah dan agamalah yang akan
meluruskannya.
Saat ini di Kota Sungai Penuh, Suku Kerinci sudah berbaur dengan
pendatang yang dominan berasal dari Minangkabau yang datang untuk berdagang
dan akhirnya menetap dan menjadi “orang Kerinci” sehingga terjadinya
percampuran budaya antar suku, kecuali di Kecamatan Hamparan Rawang,
Kumun Debai, Koto Baru dan Kecamatan Tanah Kampung yang secara umum
masih merupakan masyarakat asli Suku Kerinci. Sedangkan di Kabupaten Kerinci,
secara umum masih merupakan masyarakat asli Suku Kerinci, kecuali di
Kecamatan Kayu Aro yang didominasi oleh imigran dari Pulau Jawa 1. Hal ini bisa
terlihat dari bahasa yang digunakan sehari-hari yang bukan merupakan bahasa
Kerinci. Peta persebaran Suku Kerinci saat ini bisa dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Peta Persebaran Suku Kerinci
1

Hasil pengamatan lapang dan wawancara dengan Bapak Iskandar Zakaria 17 Maret 2014

13
Sejarah Kawasan Alam Kerinci
Tempat bermukim Suku Kerinci, dahulunya dapat dikelompokan menjadi
dua kelompok berdasarkan pembagian wilayah, yaitu wilayah Kerinci Tinggi dan
wilayah Kerinci Rendah. Pengelompokan ini sudah dikenal sejak adanya
pemerintahan adat Koying dan pemerintahan Sigindo. Wilayah Kerinci Tinggi
berada di bagian barat pegunungan Bukit Barisan sedangkan wilayah Kerinci
Rendah merupakan daerah-daerah yang letaknya lebih rendah dan berada di
bagian timur pegunungan Bukit Barisan. Wilayah Kerinci Tinggi ditandai dengan
ciri-ciri berada didaerah dataran tinggi serta terdapat banyak gunung api dan aliran
sungai yang mengalir ke teluk „Wen‟ (Pantai Sumatera Bagian Timur). Wilayah
ini saat ini termasuk kedalam daerah administrasi Kota Sungai Penuh dan
Kabupaten Kerinci yang saat ini dikenal juga dengan sebutan Alam Kerinci.
Sedangkan wilayah Kerinci Rendah saat ini termasuk kedalam daerah administrasi
Kabupaten Merangin (Jauhari dan Putra 2012). Peta wilayah Kerinci Tinggi dan
Kerinci Rendah dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Wilayah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah
Sumber Peta: Forumtataruang.blogspot.com

14
Pada tahun 1903 hingga 1906 di zaman pemerintahan Hindia Belanda,
wilayah Kerinci Tinggi dan Kerinci Rendah dipisahkan menjadi dua bagian.
Menurut Djakfar dan Idris (2001) wilayah Kerinci Tinggi dimasukkan ke dalam
wilayah Keresidenan Sumatera Barat sedangkan Kerinci Rendah dimasukkan
kedalam Keresidenan Jambi yang baru dibentuk pada tahun 1906. Afdeeling
Kerinci dibentuk setelah Belanda mengeluarkan Kerinci Tinggi dari Keresidenan
Sumatera Barat serta mengeluarkan daerah Muara Siau dan Jangkat yang
digabungkan dengan onderafdeeling Bangko dalam Keresidenan Jambi. Pada
tahun 1908 Afdeeling Kerinci dimasukkan kembali ke Keresidenan Jambi hingga
akhirnya pada tahun 1922-1957 dimasukkan kembali ke Keresidenan Sumatera
Barat dengan menggabungkannya menjadi Afdeeling Zuid Beneden Landen
(Pesisir Selatan).
Hingga awal kemerdekaan RI daerah Kerinci masih tergabung ke dalam
Provinsi Sumatera Barat dalam Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci. Pada tahun
1958 barulah daerah Kerinci menjadi Kabupaten sendiri dengan bergabung dalam
Provinsi Jambi. Setelah Kabupaten Kerinci diresmikan pada tanggal 10 Nopember
1958 maka Alam Kerinci yang diketahui masyarakat hingga saat ini hanya yang
terdapat di daerah Kabupaten Kerinci saja. Padahal wilayah Kerinci dalam artian
luas sebenarnya juga termasuk beberapa daerah di Kabupaten Bangko dan
Merangin di Provinsi Jambi.
Dalam perkembangannya, pada tanggal 8 November 2008 Kabupaten
Kerinci yang beribukota di Sungai Penuh dimekarkan menjadi dua daerah
administrasi baru yaitu Kabupaten Kerinci dengan ibu kota Bukit Tengah dan
Kota Sungai Penuh. Walaupun secara administrasi terpisah dan telah berdiri
sendiri, akan tetapi secara akar sejarah, sosial dan budaya masyarakat Suku
Kerinci yang mendiaminya masih merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain.
Kondisi Umum Kawasan
Letak Geografis dan Batas Wilayah
Peninggalan sejarah Suku Kerinci secara umum terdapat di wilayah yang
dahulunya termasuk ke wilayah Alam Kerinci Tinggi yang saat ini dikenal sebagai
Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci. Keduanya terletak di dataran tinggi
puncak pegunungan Andalas (Bukit Barisan) yang membentang sepanjang gugus
barat Pulau Sumatera. Secara astronomis terletak diantara 1040‟ LS sampai
dengan 2026‟ LS dan diantara 101008‟ BT sampai dengan 101050‟BT. Kabupaten
Kerinci mempunyai luas ± 3.808,50 Km2 yang berbatasan dengan Kabupaten
Solok Selatan (Provinsi Sumatera Barat) di bagian utara; Kabupaten Merangin di
bagian selatan; Kabupaten Bungo di bagian timur; serta Kabupaten Bengkulu
Utara (Provinsi Bengkulu), Kabupaten Pesisir Selatan (Provinsi Sumatera Barat)
dan Kota Sungai Penuh di bagian barat. Sedangkan Kota Sungai Penuh memiliki
luas keseluruhan 391,50 km2 yang berbatasan dengan Kabupaten Kerinci di
bagian utara, selatan dan timur sedangkan bagian barat berbatasan dengan
Kabupaten Bengkulu dan Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat
(Gambar 9).

15

Gambar 9 Batas Wilayah Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci
Hidrologi dan Iklim
Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci merupakan salah satu daerah
yang banyak dialiri oleh sungai, salah satunya adalah Sungai Batang Bungkal.
Sungai ini membelah Kota Sungai Penuh dari selatan ke utara yang dahulunya
digunakan oleh masyarakat Suku Kerinci untuk kegiatan MCK. Selain itu, di
Kecamatan Hamparang Rawang juga terdapat Sungai Batang Merao yang
bermuara hingga ke Danau Kerinci (Gambar 10). Sungai-sungai ini biasanya juga
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk irigasi sawah. Selain sungai,
masyarakat Kerinci juga memanfaatkan sumur-sumur untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Salah satunya adalah Sumur Pulai (Gambar 11) merupakan tempat
pemandian umum bagi masyarakat yang terletak di Desa Gedang, Kota Sungai
Penuh.
Kondisi iklim wilayah Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci adalah
iklim tropis dengan suhu rata-rata sekitar 21,90 C dan curah hujan rata-rata sekitar

16
142,3 mm3/bulan dengan curah hujan terendah sebesar 23,7 mm 3/bulan terjadi
pada bulan Agustus dan curah hujan tertinggi sebesar 340,9 mm 3/bulan terjadi
pada bulan November. Kelembapan relatif udara pada tahun 2013 rata-rata
sebesar 81,8 mmHg dengan kelembapan udara terendah sebesar 78 mmHg terjadi
pada bulan Januari dan kelembapan udara tertinggi sebesar 84 mmHg terjadi pada
bulan Desember.

Gambar 10 Peta Hidrologi Kota Sungai Penuh

Gambar 11 Aktivitas Masyarakat di Sumur Pulai
Penduduk
Ditinjau dari aspek sosial, pada tahun 2012 jumlah penduduk Kota Sungai
Penuh sebesar 85.270 jiwa, sedangkan pada tahun 2010 jumlah penduduk 82.293
jiwa yang berarti terjadi kenaikan sebanyak 2977 jiwa dalam kurun waktu 2 tahun.
Penduduk laki-laki berjumlah 42.178 jiwa, sedangkan penduduk perempuan
sebanyak 43.092 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 98. Penduduk terbanyak
berada di Kecamatan Pondok Tinggi dengan jumlah penduduk 16.375 jiwa. Kota
Sungai Penuh merupakan kota terpadat kedua tertinggi di Provinsi Jambi setelah
Kota Jambi, dengan kepadatan penduduk rata-rata ± 229 jiwa/km2. Penduduk
Kota Sungai Penuh saat ini didominasi oleh pendatang dari Minangkabau yang

17
rata-rata bekerja sebagai pedagang dan menetap. Hal ini berbeda dengan
Kabupaten Kerinci yang secara umum masih merupakan penduduk asli Kerinci.
Penduduk Kabupaten Kerinci pada tahun 2012 berjumlah 235.797 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2011 sebesar 235.251 jiwa. Hal ini
menunjukkan adanya kenaikan sebesar 546 jiwa dalam kurun waktu 1 tahun.
Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 117.585 jiwa, sedangkan penduduk
perempuan sebanyak 118.212 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 99,47.
Aksesibilitas dan Sirkulasi
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh dapat dicapai dengan tiga jalan
melalui jalur darat dari ibukota kabupaten lain, yaitu dari Kabupaten Merangin
(Provinsi Jambi) dengan jarak 164,18 Km ditempuh dengan waktu 5 jam,
Kabupaten Solok Selatan (Provinsi Sumatera Barat) dengan jarak 260 Km dapat
ditempuh dengan waktu 4 jam, dan dari Kabupaten Pesisir Selatan (Provinsi
Sumatera Barat) dengan jarak 260 Km dapat ditempuh dengan waktu 4 jam
(Gambar 12).

Gambar 12 Akses menuju Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci
Elemen peninggalan sejarah Suku Kerinci secara umum terletak di
Kabupaten Kerinci bagian hilir dan pusat Kota Sungai Penuh. Ditinjau dari segi
aksesibilitas dan sirkulasi, lokasi keberadaan situs peninggalan sejarah Suku
Kerinci sangat beragam. Beberapa situs dapat dijangkau dengan mudah dan
terdapat penunjuk arah yang jelas karena biasanya bisa dicapai melalui jalan-jalan
utama yang ada dipusat kota. Akan tetapi, beberapa lokasi lain cukup sulit di

18
jangkau karena terletak di area ladang yang berada di atas perbukitan, khususnya
yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Kerinci. Peninggalan
sejarah yang terdapat di Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci merupakan
tempat peninggalan elemen lanskap sejarah yang cukup sulit dijangkau, seperti
batu silindrik Lolo Gedang, batu gong Situs Pondok, batu meriam Talang
Kemuning serta di kecamatan sekitarnya seperti batu silindrik Tanjung Batu dan
batu Talang Pulai Situs Jujun di Kecamatan Keliling Danau.
Beberapa peninggalan lain di Kabupaten Kerinci seperti batu Patah Desa
Muak, batu berelief dan lumpang Muak terletak di tepi jalan utama Kabupaten
Kerinci sehingga mudah untuk dijangkau. Persebaran elemen sejarah di Kota
Sungai Penuh juga hampir berdekatan satu sama lain sehingga cukup mudah
untuk ditemukan seperti Tanah Mendapo, Masjid Raya Kota Sungai Penuh,
makam nenek Pemangku Rajo, serta Lumpang Kota Sungai Penuh yang berada
dalam satu kelurahan Sungai Penuh di kawasan rumah Larik Limo Luhah.
Tanah dan Topografi
Berdasarkan data BPS Kabupaten Kerinci tahun 2013, jenis tanah di
daerah ini termasuk kedalam kelompok tanah Andosol dan Latosol. Selain itu juga
terdapat beberapa bagian daerah yang berjenis Podsolik dan Alluvial yang
terdapat di daerah sekitar aliran sungai. Ditinjau dari segi topografi daerah
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh memiliki topografi yang beragam,
mulai dari daerah dataran rendah dan landai, bergelombang hingga
berbukit/gunung (Gambar 13). Banyaknya area perbukitan, lembah dan sungai
menjadikan wilayah ini kaya akan bahan galian dan pertambangan seperti batu
bara di Kecamatan Tanah Kampung, emas di Kecamatan Pesisir Bukit, basalt di
Kelurahan Sungai Penuh serta potensi lainnya.

Gambar 13 Peta Topografi Kota Sungai Penuh

19
Analisis Karakteristik Lanskap Sejarah
Berdasarkan hasil identifikasi, diperoleh hasil bahwa jenis elemen
peninggalan sejarah Suku Kerinci berupa batu silindrik, menhir, dolmen, lumpang,
masjid kuno, makam dan wilayah tanah adat yang tersebar di Kota Sungai Penuh
dan Kabupaten Kerinci. Elemen ini selanjutnya di analisis dan dikelompokan
menjadi Situs Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya dan Kawasan Cagar
Budaya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010
tentang Cagar Budaya.
Situs Cagar Budaya
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan air yang
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar
Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu (Balai
Pelestarian Cagar Budaya Kota Jambi 2013). Berdasarkan hasil identifikasi,
diperoleh 22 situs peninggalan Suku Kerinci yang saat ini berada dalam
pengawasan dan pengelolaan BP3 Jambi, pemerintah daerah serta masyarakat
sekitar. Situs-situs ini berbentuk batu-batu megalit, dolmen, lumpang, menhir dan
makam. Kondisi fisik situs ini sangat beragam. Beberapa situs sudah terawat
dengan baik, namun masih terdapat beberapa situs yang terlantar di area ladang
masyarakat dan tidak terurus. Berikut adalah gambaran umum dan kondisi ke-22
situs tersebut. Peta persebaran distribusi megalitik Alam Kerinci bisa dilihat pada
Gambar 14.

Gambar 14 Peta persebaran situs megalitik di Alam Kerinci
Sumber : Laporan pendaftaran Benda Cagar Budaya Kabupaten Kerinci 1994/1995 oleh Iskandar
Zakaria Kasi Kebudayaan Dikbud Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi

20
1. Batu Gong Nenek Betung Situs Kumun Mudik
Batu Gong Nenek Betung Situs Kumun Mudik berada di Desa Ulu
Air Kecamatan Kumun Debai, Kota Sungai Penuh. Batu ini biasa juga
disebut dengan nama batu selindrik berelief, batu situs kumun, atau batu
gong oleh masyarakat sekitar. Kondisi lingkungan sekitar walaupun
merupakan ladang masyarakat setempat namun sudah terpelihara dengan
baik karena sudah dilindungi dibawah pengawasan BP3 Jambi.
Masyarakat memberi nama situs ini Batu Nenek Betung karena pada
zaman dahulu, lokasi batu ini penuh dengan betung yaitu sejenis pohon
bambu besar. Masyarakat Kumun juga beranggapan bahwa di lokasi ini
nenek moyang mereka dahulu tinggal dalam sebuah permukiman. Kondisi
fisik dan akses menuju lokasi bisa terlihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Situasi fisik dan akses menuju Batu Gong Nenek Betung Situs
Kumun Mudik
2. Batu Sorban
Batu Sorban terletak di Desa Sumur Gedang, Sungai Liuk,
Kecamatan Pesisir Bukit, Kota Sungai Penuh. Akses menuju lokasi situs
ini cukup jauh dari jalan raya utama. Melewati permukiman penduduk dan
terletak di sebuah lapangan paling ujung. Saat ini kondisi nya tidak begitu
terawat dengan baik, hanya diberi pagar semen disekelilingnya dan sangat
rawan tindakan vandalisme karena lokasi yang cukup mudah untuk dicapai.
3. Batu Meriam Situs Lempur Mudik
Situs ini terletak di Desa Lempur Mudik, Kecamatan Gunung Raya,
Kabupaten Kerinci. Lokasinya berdekatan dengan mesjid kuno Lempur
Mudik dan batu kursi. Keberadaan batu ini menjadi salah satu bukti
peradaban sejarah nenek moyang Suku Kerinci, karena disekitar batu juga
merupakan bekas permukiman tua dengan ciri khas rumah berbentuk larik.
Pada bagian pangkal batu ini ditemukan sebuah gambar wajah mirip
manusia yang berbentuk bujur telur serta mengecil ke bagian bawahnya.

21
Sedangkan pada bagian atasnya ditemukan sebuah
berbentuk empat persegi panjang se