Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Kerinci di sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci – Provinsi Jambi

(1)

KAJIAN ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU KERINCI

DI SEKITAR HUTAN ADAT BUKIT TINGGAI

DESA SUNGAI DERAS

KABUPATEN KERINCI

PROVINSI JAMBI

RENI LESTARI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

RENI LESTARI. E34062643. Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Kerinci di Sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci

– Provinsi Jambi. Dibimbing oleh SISWOYO dan EDHI SANDRA.

Hutan adat dengan masyarakatnya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat ini biasanya memiliki pengetahuan mengenai peranan kearifan lokal. Peranan kearifan lokal tersebut antara lain dalam penggunaan bahan-bahan alam terutama tumbuhan maupun kearifan pengelolaan hutan. Melihat hal tersebut serta proses pendokumentasian yang masih sangat kurang dan adanya perubahan tentang pengelolaan kawasan hutan di beberapa daerah seperti di Hutan Adat Bukit Tinggai, maka perlu dilakukan penelitian untuk menindaklanjuti hal tersebut. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mengetahui pemanfaatan jenis tumbuhan oleh masyarakat Suku Kerinci di Desa Sungai Deras Kecamatan Air Hangat Timur Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi; (2) inventarisasi jenis tumbuhan di Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras, Kecamatan Air Hangat Timur, Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi.

Penelitian dilakukan dengan tiga tahap yaitu (1) studi pustaka berupa pencarian dokumen untuk data sekunder; (2) kajian lapang etnobotani berupa wawancara, survei lapang dan inventarisasi lapang, analisis vegetasi dan pembuatan herbarium; (3) pengolahan dan analisis data yeng meliputi klasifikasi kelompok kegunaan, persentase habitus dan bagian yang digunakan, indeks nilai penting (INP), keanekaragaman spesies Shannon–Wienner, dan persentase potensi tumbuhan berguna.

Jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan berdasarkan wawancara dan analisis vegetasi adalah 194 jenis. Hasil wawancara etnobotani ditemukan sebanyak 132 jenis dari 55 famili yang juga telah diketahui manfaatnya dan dikelompokkan kedalam 13 kelompok kegunaan. Jumlah jenis hasil analisis vegetasi sebanyak 107 jenis dari 52 famili. Jumlah jenis tumbuhan berguna berdasarkan habitusnya paling banyak adalah tingkat pohon dengan jumlah 55 jenis.

Pada tingkat semai satepau memiliki dominansi terbesar yaitu 20,45 %, pada tingkat pancang adalah jenis kayu pecah pinggang (Castanopsis malaccensis Gamble.) dengan nilai 16,70 %, pada tingkat pertumbuhan tiang yaitu semantao (Ficus padana) sebesar 33,61 %, dan kayu pecah pinggang (Castanopsis malaccensis Gamble.) pada habitus pohon yaitu 23,27 %.

Kegunaan tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan adalah untuk pengobatan sebanyak 54 spesies dari 39 famili. Spesies-spesies tumbuhan berguna potensial yang ada di Hutan Adat Bukit Tinggai antara lain kopi (Coffea sp.), kayu manis (Cinnamomum subavenium Miq.) dan cengkeh (Eugenia aromatica) Kata kunci: etnobotani, Hutan Adat Bukit Tinggai, suku Kerinci.


(3)

SUMMARY

RENI LESTARI. E34062643. Etnobhotany of Kerinci Ethinic Around Bukit Tinggai Indigenous Forest Sungai Deras Village, Kerinci Regency of Jambi Province). Under supervision of SISWOYO and EDHI SANDRA.

Indigeneous forest with the sociaty inside is one thing which can not separated each other. The sociaty usually have indigeneous knowledge to managing the forest resources such as plants and other resources, but the problem such as documentation of it was less. Furthermore, there was changed in managing the forest at some areas such as in Bukit Tinggai Indigeneous Forest. The aims of the research are (1) to identify the used of plants species in Kerinci ethnic at Sungai Deras Village, Air Hangat District, Kerinci Regency of Jambi Province, (2) inventory the plants species in Bukit Tinggai Indigeneous Forest.

Data were collected trough the literature study, interview, field survey and inventory, vegetation analyses, and herbarium collection. Data on plants species were consist of classification of used, habitus pecentage and parts of plans used, important value index, Shannon – Wienner species diversity index and percentage of useful plants potential.

The total of plants species based on the interview and vegetation analysis were 194 species. Based on the etnobotany interview were found amount of 132 species, consist of 55 families which it has known the used and classified into 13 groups of used. Based on the vegetation analysis were found 107 species from 52 families. The most of useful plants based on the habitus is tree level amount of 55 species.

At the seedling level satepau has the greatest dominance of 20,45%, at the sapling level is kayu pecah pinggang (Castanopsis malaccensis Gamble.) with a value of 16,70%, the rate of growth pole semantao (Ficus padana) of 33,61%, and kayu pecah pinggang (Castanopsis malaccensis Gamble.) on the tree habitus is 23,27%.

The most uses of plants is for medicine amount of 54 species from 39 families. The potentially useful plants species which exist in Bukit Tinggai Indigeneous Forest are kopi (Coffea sp.), kayu manis (Cinnamomum subavenium Miq.) and cengkeh (Eugenia aromatica).


(4)

KAJIAN ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU KERINCI

DI SEKITAR HUTAN ADAT BUKIT TINGGAI

DESA SUNGAI DERAS

KABUPATEN KERINCI

PROVINSI JAMBI

RENI LESTARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Kerinci di sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Reni Lestari NRP E34062643


(6)

Judul : Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Kerinci di sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci – Provinsi Jambi

Nama : Reni Lestari NRP : E34062643

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Siswoyo, M.Si Ir. Edhi Sandra, M.Si

NIP. 19650208 199203 1 003 NIP. 19661019 199303 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 7 Oktober 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak M. Sanusi dan Ibu Erni Suherni. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SDN Cipondoh 04 Tangerang (2000), SLTPN 4 Tangerang (2003) dan SMAN 2 Tangerang (2006). Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis mulai aktif belajar di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB pada tahun 2007.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Biro Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) pada tahun 2008 dan anggota Biro Kekeluargaan pada tahun 2009. Penulis juga tergabung dalam Kelompok Pemerhati Kupu – kupu (KPK) “Sarpedon” HIMAKOVA dan Fotografi Konservasi (FOKA) HIMAKOVA. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain: Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA)-HIMAKOVA di Cagar Alam Gunung Simpang Jawa Barat, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)-HIMAKOVA di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Kamojang dan Cagar Alam Leuweung Sancang pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dan Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA)-HIMAKOVA di Cagar Alam Rawa Danau Banten pada tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran pada tahun 2010.

Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Kerinci di sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi” di bawah bimbingan Ir. Siswoyo, M.Si dan Ir. Edhi Sandra, M`Si.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk moril maupun materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Orang tua tercinta Bapak Muhammad Sanusi, Ibu Erni Suherni, adikku tercinta Rahmat Adiputera dan seluruh keluarga besarku atas doa, kasih sayang dan segala dukungan baik moril maupun materi yang diberikan kepada penulis hingga skripsi ini selesai.

2. Ir. Siswoyo M.Si dan Ir. Edhi Sandra, M.Si. sebagai dosen pembimbing atas segala arahan, bimbingan, nasihat, solusi serta saran dan masukannya selama penelitian hingga penulisan skripsi.

3. Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc sebagai dosen penguji atas segala arahan, bimbingan, nasihat, solusi serta saran dan masukannya.

4. Resti Meilani, S.Hut, M.Si selaku ketua sidang atas segala arahan, bimbingan, nasihat, solusi serta saran dan masukannya.

5. Dosen beserta staf KPAP atas bimbingan dan pelayanan selama penulis menuntut ilmu di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB.

6. Dinas Kehutanan dan Perkebunan (DISHUTBUN) Kabupaten Kerinci beserta seluruh staf yang telah membantu penulis selama pengambilan data di lapangan.

7. Neneng Susanti, S.Hut, M.Si dan keluarga, Bapak Sasli Rais dan keluarga, Devi Anggun Lestari S.Pd, M.Si dan keluarga, Bapak M, Thalib dan keluarga atas semua bantuan dan pendampingannya selama di Kerinci.

8. Febriyanto Kolanus dan Harry Tri Atmojo Aksomo teman sependeritaan selama di lapangan, terimakasih banyak.


(9)

9. Teman-teman dekatku, Septa Febrina Heksaputri, Catur Wulandari D.S, Noor Aenni, Fiona Hanberia I, Ari Listryowati, Andina Nugrahani, Indri Nilasari, Aditya Yudis Puspitasari, Syafitri Hidayati, Amrizal Yusri, Arga Pandiwijaya, Afroh Manshur, Mika Asri dan Kemas Robby W.

10. Teman-teman FORPUSI dan AUTIS yang telah memberikan keseimbangan. 11. Keluargaku Cendrawasih 43, terimakasih atas bantuan, kebersamaan dan

kekeluargaan yang telah terjalin selama ini.

12. Teman-teman Laboratorium Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan atas pertukaran ilmu dan diskusi seputar penelitan ini.

13. Seluruh keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

14. Keluarga besar Kelompok Pemerhati Kupu-kupu “SARPEDON” HIMAKOVA Fotografi Konservasi ”FOKA” HIMAKOVA atas pengalaman dan dukungan yang telah diberikan.

15. Keluarga besar HIMAKOVA periode kepengurusan 2008-2009 dan 2009-2010 atas pertukaran ilmu, pengalaman serta dukungannya.

16. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih banyak.

Bogor, Agustus 2011


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Etnobotani Masyarakat Suku Kerinci di sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi” merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobotani ... 3

2.1.1 Definisi etnobotani ... 3

2.1.2 Ruang lingkup etnobotani ... 3

2.2 Kearifan Tradisional Masyarakat ... 3

2.3 Hutan Adat ... 4

2.4 Pemanfaatan Tumbuhan ... 4

2.4.1 Tumbuhan obat ... 5

2.4.2 Tumbuhan penghasil pangan ... 5

2.4.3 Tumbuhan penghasil zat warna ... 6

2.4.4 Tumbuhan aromatik ... 6

2.4.5 Tanaman hias ... 7

2.4.6 Tumbuhan penghasil pakan ternak ... 7

2.4.7 Tumbuhan penghasil pestisida nabati ... 7

2.4.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat ... 7

2.4.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ... 7

2.4.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajninan ... 8


(12)

ii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 10

3.3 Data yang Dikumpulkan ... 10

3.4 Metode Penelitian ... 10

3.4.1 Tahapan penelitian ... 10

3.4.2 Pengumpulan data ... 12

3.4.3 Analisis data ... 14

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas ... 18

4.2 Topografi dan Iklim ... 18

4.3 Kondisi Flora dan Fauna ... 18

4.3.1 Flora ... 18

4.3.2 Fauna ... 19

4.4 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ... 19

4.4.1 Bahasa ... 19

4.4.2 Jumlah penduduk ... 20

4.4.3 Sarana dan prasarana ... 21

4.4.4 Sejarah kawasan ... 21

4.4.5 Sistem adat dan ritual ... 22

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 28

5.1.1 Pendidikan ... 28

5.1.2 Pekerjaan ... 29

5.1.3 Kelas umur ... 30

5.1.4 Jenis kelamin ... 30

5.2 Keanekaragaman Spesies Tumbuhan yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Suku Kerinci ... 30 5.2.1 Keanekaragaman jenis tumbuhan berguna berdasarkan famili 31 5.2.2 Keanekaragaman jenis tumbuhan berguna berdasarkan habitus 32


(13)

5.2.3 Keanekaragaman jenis tumbuhan berguna berdasarkan bagian

yang dimanfaatkan ... 32

5.2.4 Kelompok penggunaan tumbuhan berguna ... 33

5.3 Potensi Tumbuhan Berguan di Hutan Adat Bukit Tinggai ... 48

5.3.1 Tumbuhan berguna potensial di Hutan Adat Bukit Tinggai .. 48

5.3.2 Keanekaragaman jenis tumbuhan brdasarkan Shannon–Wienner Index (H) ... 49

5.3.3 Kerapatan jenis tumbuhan ... 50

5.3.4 Dominansi jenis tumbuhan ... 51

5.4 Interaksi Masyarakat Desa Sungai Deras dengan Hutan Adat Bukit Tinggai dalam Pemanfaatan Tumbuhan Berguna ... 53

5.4.1 Pemanfaatan tumbuhan di sekitar Desa Sungai Deras ... 53

5.4.2 Praktek Konservasi Masyarakat Suku Kerinci ... 53

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(14)

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Tahapan kegiatan dan aspek kajian etnobotani masyarakat suku

Kerinci di sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai ... 11 2 Jumlah jenis tumbuhan berdasarkan habitusnya yang dimanfaatkan oleh

masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 32 3 Jumlah jenis tumbuhan berguna berdasarkan bagian tumbuhan yang

dimanfaatkan oleh masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras 33 4 Jumlah jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku

Kerinci di Desa Sungai Deras berdasarkan kegunaannya ... 34 5 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan berburu oleh

masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 35 6 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai penghasil minuman

oleh masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 36 7 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak oleh masyarakat

Suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 37 8 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai penghasil aromatik oleh

masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 37 9 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai hiasan oleh masyarakat

suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 38 10 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai kayu bakar oleh masyarakat

suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 39 11 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai penghasil warna oleh

masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 41 12 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai penghasil anyaman, kerajinan

dan tenun oleh masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 42 13 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan untuk acara adat oleh masyarakat

suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 43 14 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai penghasil pangan oleh


(15)

15 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan bangunan oleh

masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 46 16 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai penghasil obat oleh

masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 47 17 Nilai keanekaragaman speseies (H‟) berdasarkan habitus ... 50 18 Indeks Nilai Penting Tumbuhan di Hutan Adat Bukit Tinggai ... 52


(16)

vi

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Lokasi penelitian Hutan Adat Bukit Tinggai ... 9

2 Desain petak contoh dan analisis vegetasi ... 13

3 Makam nenek moyang suku Kerinci di Desa Sungai Deras ... 26

4 Persentase jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 28

5 Persentase jumlah responden berdasarkan pekerjaan ... 29

6 Persentase jumlah responden berdasarkan kelas umur ... 30

7 Jumlah spesies tumbuhan berguna berdasarkan famili ... 31

8 Biji cengkeh (Eugenia aromatica) yang sedang dijemur ... 38

9 (a) Paku jarum yang digunakan sebagai pagar pembatas rumah, (b) Bunga pagoda yang digunakan sebagai pagar di depan rumah .. 39

10 Seorang bapak sedang memotong kayu bakar di depan rumahnya. .. 40

11 (a) Daun pudi imbe (Timonius cf. borneensis valet.), (b) Terak imbo (Artocarpus elasticus Reinw. ex. Blume. Mull. Arg.). ... 41

12 Bakul hasil anyaman ... 43

13 (a) Tumbuhan sirih antau (Pipper cf. chaba) (b) Daun apit–apit (Celosia cristata) ... 44

14 Lumbung padi. ... 45

15 Rumah panggung milik masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras. 46 16 (a) Keduduk imbo (Melastoma malabatricum) (b) Gumbai (Pipper umbellatum Jaeq.) ... 48

17 Interaksi masyarakat suku Kerinci dalam pemanfaatan tumbuhan berguna di areal sekitarnya ... 53

18 Hutan Adat Bukit Tinggai ... 54

19 Kebun kulit manis milik masyarakat ... 55


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Daftar jenis tumbuhan di sekitar Desa Sungai Deras ... 62

2 Daftar cara penggunaan tumbuhan di Desa Sungai Deras ... 67

3 Daftar jenis tumbuhan berguna di sekitar Desa Sungai Deras ... 70

4 Indeks nilai peniting tumbuhan di Hutan Adat Bukit Tinggai ... 76


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No 41 tahun 1999). Salah satu bentuk hutan di Indonesia adalah hutan adat, dengan masyarakatnya baik yang berdiam diri di dalam hutan maupun di sekitar hutan. Masyarakat ini tentunya memanfaatkan sumberdaya alam yang ada dengan aturan-aturan lokal atau kearifan tradisional mereka, yang menjadikan mereka tidak dapat dipisahkan. Bentuk pemanfaatan sumberdaya alam berupa penggunaannya sebagai bahan sandang dan bahan papan dengan pengelolaannya agar tetap tersedia di alam dan tetap menjaga kondisi lingkungan agar tidak rusak, sehingga kearifan lokal mengandung norma dan nilai-nilai sosial yang mengatur keseimbangan antara daya dukung lingkungan alam dengan gaya hidup dan kebutuhan manusia.

Pemanfaatan sumberdaya alam oleh mayarakat lokal sekitar secara arif di Indonesia ini belum banyak dikaji dan didokumnetasikan. Masyarakat lokal kebanyakan menurunkan pengetahuannya hanya secara oral. Hal ini mendatangkan kekhawatiran akan punahnya pengetahuan mengenai pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Padahal saat ini banyak masyarakat kembali menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam seperti yang digunakan oleh masyarakat lokal, seperti pengobatan alternatif menggunakan tumbuhan, penggunaan sayuran organik dan pengunaan kerajinan yang terbuat dari bahan alami. Hal ini dikarenakan telah banyaknya efek samping yang ditimbulkan akibat dari penggunaan obat-obatan kimia baik dalam pengobatan maupun bahan-bahan disinfektan pada sayuran, dan tekhnologi modern turunannya. Selain itu saat ini banyak terjadi perubahan status hutan di Indonesia, hal ini mengakibatkan adanya ketimpangan dalam pengelolaan kawasan hutan di Indonesia.

Melihat banyaknya peranan kearifan lokal dalam penggunaan bahan-bahan alam terutama tumbuhan maupun kearifan pengelolaan hutan dengan proses


(19)

pendokumentasian yang masih sangat kurang dan adanya perubahan tentang pengelolaan kawasan hutan di beberapa daerah seperti di Hutan Adat Bukit Tinggai, maka perlu dilakukan penelitian untuk menindaklanjuti hal tersebut.

1.2Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1 Mengetahui pemanfaatan jenis tumbuhan oleh masyarakat Suku Kerinci di Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.

2 Inventarisasi jenis tumbuhan di Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan berguna, secara lestari yang berbasis kepada kearifan lokal masyarakat, khususnya di Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani

2.1.1 Definisi etnobotani

Etnobotani berasal dari dua kata Yunani yaitu ethos yang berarti bangsadan botany yang berarti tumbuh-tumbuhan. Lebih lengkapnya etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatan secara tradisional (Soekarman dan Riswan, 1992).

Etnobotani dapat didefinisikan pula sebagai suatu studi yang mempelajari konsep-konsep pengetahuan masyarakat mengenai tumbuhan yang merupakan hasil perkembangan kebudayaan suatu masyarakat. Dinamika perubahan akan mewarnai perubahan kebudayaan sebagai sistem ide. Konsep-konsep mengenai tumbuhan dan pemanfaatan, pelestarian, dan konservasi secara tradisi lambat laun akan mengalami penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Dalam hal ini diantaranya adalah pengetahuan tradisional mengenai berbagai jenis tumbuhan, sifat-sifat yang menyertai dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, serta perlakuan terhadap tumbuhan baik secara ritual maupun non ritual (Darnaedi 1998).

2.1.2 Ruang lingkup etnobotani

Menurut Waluyo (1992), ruang lingkup etnobotani dibatasi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumberdaya nabati di lingkungannya. Dalam hal ini adalah upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam lingkungannya, yang digunakan tidak saja untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan spiritual dan nilai budaya lainnya.

2.2 Kearifan Tradisional Masyarakat

Kearifan tradisional menurut Keraf (2002) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau


(21)

etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.

Sistem kearifan tradisional didasarkan atas beberapa karakter penggunaan sumberdaya yaitu (1) sepenuhnya pedesaan; (2) sepenuhnya didasarkan atas produksi lingkungan fisik setempat; (3) integrasi nilai ekonomi, sosial, budaya serta institusi dengan hubungan keluarga sebagai kunci sistem distribusi dan keluarga sebagai dasar pembagian kerja; (4) sistem distribusi yang mendorong adanya kerjasama; (5) sistem pemilikan sumberdaya yang beragam, tetapi selalu terdapat sistem pemilikan bersama; dan (6) sepenuhnya tergantung pada pengetahuan dan pengalaman lokal (Matowanyika, 1991 dalam Biasane, 2004).

2.3 Hutan Adat

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan dengan alam dan lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Pengertian hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat (UU No. 41 tahun 1999), sehingga dalam keberadaannya, hutan adat merupakan suatu kawasan berhutan yang berada di atas tanah negara yang telah diberi hak.

Pengertian masyarakat adat berdasarkan hasil Kongres Masyarakat Adat Nasional I yang dikemukakan oleh Moniaga (2004) adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun) di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri.

2.4 Pemanfaatan Tumbuhan

Keanekaragaman flora Indonesia tercermin pada kekayaan jenis hutan-hutan tropik basah, baik yang terdapat di dataran rendah maupun dataran tinggi, yang menutupi kurang lebih 63% luas daratan Indonesia. Pada hutan-hutan seperti inilah sebagian besar spesies tumbuhan dapat dijumpai baik yang merambat, berbentuk perdu, pohon dengan segala ukuran, maupun yang berbentuk renik seperti ganggang, lumut dan jamur (Sastrapradja et al., 1977).


(22)

5

Menurut Zuhud et al., (1994), hutan tropika Indonesia diakui sebagai komunitas yang paling kaya akan keanekaragaman spesies tumbuhan di dunia. Disamping itu terdapat pengakuan bahwa hutan tropika khususnya hutan hujan tropika merupakan salah satu bagian dunia yang masih menyisakan kehidupan liar, yang masih membangkitkan keajaiban dan kekaguman manusia. Hutan hujan tropika memiliki kekayaan hayati yang tinggi dibandingkan hutan tropika lainnya. Keanekaragaman spesies tumbuhan yang ada secara alamiah dikelompokkan dalam berbagai macam kategori jenisnya. Jenis pemanfaatan tumbuhan berdasarkan komoditas untuk berbagai keperluan, meliputi pemanfaatan secara primer (primary use) dan sekunder (secondary use), seperti kacang-kacangan, buah-buahan, pewarna, pakan, kayu dan tanaman hias (Kartikawati, 2004).

2.4.1 Tumbuhan obat

Bagi masyarakat Indonesia khususnya yang bertempat tinggal di daerah pedesaan di sekitar hutan maka pemanfaatan tumbuhan obat untuk kepentingan kesehatannya bukan merupakan hal yang baru namun sudah berlangsung cukup lama (Wiriadinata et al. dalam Soekarman dan Riswan 1992).

Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; (2) Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara alamiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis;dan (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga memilki senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara alamiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud dan Haryanto 1994).

2.4.2 Tumbuhan penghasil pangan

Sastrapradja et al. (1977), menggolongkan tumbuhan pangan berdasarkan kandungannya, menjadi (1) Tumbuhan yang mengandung karbohidrat; (2) Tumbuhan yang mengandung protein; (3) Tumbuhan yang mengandung vitamin dan (4) Tumbuhan yang mengandung lemak.


(23)

Menurut Poerwadarmanto (1983), tumbuhan penghasil pangan merupakan segala sesuatu yang tumbuh atau segala sesuatu yang hidup dan berbatang, berakar, berdaun dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia atau oleh hewan (pakan). Contohnya : tumbuhan buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan dan tumbuhan yang mengandung sumber karbohidrat (Metroxylon sago, Manihot utilisima dan lain sebagainya) yang keselurahannya dapat menjadi bahan makanan atau pakan bagi manusia.

2.4.3 Tumbuhan penghasil zat warna

Bahan pewarna nabati merupakan bahan pewarna yang berasal dari bahan dasar tumbuhan. Bahan ini diekstrak dengan jalan fermentasi, direbus atau secara kimiawi, dari sejumlah kecil zat kimia tertentu yang terkandung di dalam jaringan tumbuhan (Lemmens et al., 1999).

Tumbuhan yang biasa digunakan sebagai zat warna antara lain seperti kunyit (Curcuma domestica) yang digunakan sebagai pewarna makanan sehingga berwarna oranye dan daun suji (Pleomele angustifolia) untuk warna hijau. Selain untuk pewarna makanan, tumbuhan juga dapat digunakan untuk mewarnai rotan atau bahan lain (Kartikawati, 2004).

2.4.4 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik disebut juga dengan tumbuhan peghasil minyak atsiri, karena hasil ekstrak atau penyulingan terhadap daun, akar, kulit, getah dan bunga dari tumbuhan berupa minyak atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri memiliki ciri bau dan aroma yang khas. Karena fungsi dari minyak atsiri yang paling luas dan paling umum diminati adalah sebagai pengharum, baik itu parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi, pemberi rasa pada makanan maupun produk rumah tangga lainnya. Setiap jenis tumbuhan yang memiliki sel glandula saja yang bisa menghasilkan minyak atsiri dan sifatnya mudah menguap (Kartikawati, 2004).

Menurut Hobir (2004) dalam Ichtiarso (2008), tanaman atsiri dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu (1) tanaman atsiri utama, yaitu tanaman yang hanya menghasilkan minyak atsiri; (2) tanaman atsiri alternatif, yaitu tanaman yang menghasilkan produk lain disamping minyak atsiri itu sendiri; (3) limbah atau hasil sampingan, yaitu hasil sampingan dari minyak atsiri.


(24)

7

2.4.5 Tanaman hias

Tumbuhan hias adalah tanaman apapun yang mempunyai nilai hias baik bunga dan tajuk, cabang, batang, buah maupun hias pada aromanya. Tanaman hias merupakan salah satu komoditi holtikultura non pangan yang digolongkan sebagai holtikultura. Dalam kehidupan sehari-hari, komoditas ini dibudidayakan untuk dinikmati keindahannya (Ramadhani, 1994).

2.4.6 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Pakan ternak secara umum tertuju pada hewan atau binatang yang berkaki empat yang dibudidayakan. Pada umumnya pakan yang diberikan pada binatang ternak berupa rumput-rumputan dan daun-daunan serta lainnya, dengan catatan mengandung selulosa sebagai bahan enzimatik yang dibutuhkan dalam pencernaannya (Sastrapradja, Afriastrini dan Sutarno, 1983).

Tumbuhan pakan ternak merupakan tumbuhan yang memilki konsentrasi nutrisi rendah dan mudah dicerna yang merupakan sumber pakan bagi satwa herbivora. Tumbuhan ini dapat diolah dan dibudidayakan meskipun adapula yang tumbuh liar seperti alang-alang (Kartikawati, 2004).

2.4.7 Tumbuhan penghasil pestisida nabati

Pestidsida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan. Pestisida nabati ini juga berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Arafah, 2005).

2.4.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat

Beberapa tumbuhan memiliki sifat spiritual, magis dan ritual. Penggunaan tumbuhan untuk adat dapat berupa penggunaan dalam berbagai upacara adat maupun kegiatan adat lainnya. Jenis tumbuhan yang biasa digunakan dalam kegiatan adat adalah kemenyan (Styrax sp.).

2.4.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Salah satu manfaat tumbuhan ada yang digunakan sebagai bahan bakar atau penghasil energi panas. Kepentingan internasional sebagai pemanas rumah dan


(25)

bahan bakar untuk memasak harus diakui. Secara menyeluruh penggunaan kayu untuk bahan bakar merupakan penggunaan tunggal terbesar dari kayu dan masih tetap demikian hingga sekarang. Diperkirakan bahwa sekitar 45% kayu yang dikonsumsi di dunia digunakan untuk pemanas rumah dan memasak (Haygreen dan Bowyer, 1989 dalam Ichtiarso, 2008).

2.4.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan

Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan dalah tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat tali, anyaman maupun kerajinan. Beberapa jenis tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat untuk membuat anyaman adalah jenis rotan dan bambu. Sedangkan jenis tumbuhan yang biasa digunakan untuk membuat kerajinan adalah jenis pandan-pandanan (Pandanus sp.) misalnya untuk membuat tikar.

Rotan yang merupakan bahan baku utama kerajinan anyaman di Indonesia, banyak dijumpai di daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, karena di daerah tersebut merupakan pusat tempat tumbuh bagi rotan. Tumbuhan kedua yang cukup berpotensi sebagai bahan anyaman adalah bambu. Hasil kerajinan bambu umumnya berasal dari Bali, Jawa dam Sulawesi, sedangkan Sumatera dan Kalimantan lebih sedikit. Pada tumbuhan pandan hasil kerajinannya tidak begitu banyak karena biasanya dibuat di dataran rendah dimana banyak tumbuhan pandan yang tumbuh (Widjaya et al., 1989).

2.4.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

Tumbuhan penghasil bahan bangunan oleh masyarakat adat digunakan untuk membuat atau membangun rumah, tempat berkumpul dan beristirahat, dan sarana ibadat. Katikawati (2004) menyebutkan bahwa bahan bangunan utama pada masyarakat suku Dayak Meratus adalah pohon-pohon dihutan, ada pula rotan dan bambu. Jenis-jenis yang umum digunakan adalah sengon (Paraserienthes falcataria), jati (Tectona grandis), ulin (Euisderoxylon zwageri), dan sebagainya.


(26)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras Kecamatan Air Hangat Timur, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi selama dua bulan yaitu pada bulan Juni hingga Agustus 2010.


(27)

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan adalah kertas koran, kantong plastik, gunting, sasak, tally sheet, kuisioner, label gantung, tali tambang, meteran dan alat tulis-menulis, sedangakan alat pelengkap lainnya tape recorder, komputer beserta perlengkapannya, peta, kamera dan buku identifikasi tumbuhan, sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen atau laporan dari instansi tertentu, alkohol 70% dan tumbuhan untuk pembuatan herbarium.

3.3 Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data jenis tumbuhan berguna yang dimanfaatkan, habitusnya, kegunaannya, bagian tumbuhan yang digunakan, cara pengolahan, cara pemakaiannya hingga cara pembudidayaannya oleh masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras, jenis tumbuhan dan jumlahnya di Hutan Adat Bukit Tinggai, dan kondisi umum lokasi penelitian.

3.4. Metode Penelitian 3.4.1 Tahapan penelitian

Metode yang digunakan dalam mengkaji etnobotani/tumbuhan berguna (tumbuhan obat, hias, aromatik, penghasil pangan, pakan ternak, penghasil pestisida alami, minuman, bahan pewarna dan tannin, bahan bangunan, keperluan ritual adat dan keagaman, anyaman dan kerajinan, kayu bakar dan penghasil bahan bangunan) oleh masyarakat suku Kerinci sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai, Desa Sungai Deras, Kecamatan Air Hangat Timur, Kabupeten Kerinci dibagi kedalam tiga tahap yaitu :

 Tahap 1 : Studi Pustaka/literatur, laporan penelitian, internet, dan data-data di desa dan kecamatan

 Tahap 2 : Kajian lapangan etnobotani masyarakat sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai dalam kehidupan sehari-hari

 Tahap 3 : Pengolahan dan analisis data sesuai tahap 1 dan 2

Seluruh tahapan tersebut meliputi aspek kondisi umum lokasi, kajian lapangan etnobotani, kelompok kegunaan tumbuhan, serta pengelolaan dan analisis data. Untuk melengkapi data pengetahuan masyarakat tentang entobotani,


(28)

11

maka dilakukan penelitian untuk menelaah sikap dan aksi/praktek konservasi masyarakat terhadap keberadaan tumbuhan di kawasan perkampungan dan hutan. Ada tiga komponen sikap yang akan menghasilkan pola perilaku koservasi baik ke arah positif maupun negatif, yaitu affective (perasaan emosional), cognitive (kepercayaan, pengetahuan, dan pengalaman) dan over action (perilaku dan tindakan). Untuk tahapan analisisnya maka dilakukan telaah dengan menggunakan tiga kelompok stimulus yaitu, stimulus alamiah (pengetahuan alami terhadap tumbuhan oleh masyarakat), stimulus manfaat (berkaitan dengan manfaat atau kepentingan masyarkat terhadap tumbuhan), dan stimulus religius/spiritual (keralaan sikap dan akhlak masyarakat untuk melakukan konservasi). Selengkapnya disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Tahapan kegiatan dan aspek kajian etnobotani masyarakat suku kerinci di sekitar kawasan Hutan Adat Bukit Tinggai

No Tahapan Kegiatan Aspek Kajian Sumber Data Metode 1 Kajian Kondisi

Umum masyarakat di sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai

1. Sejarah 2. Letak dan Luas 3. Demografi dan kependudukan 4. Topografi, geologi, dan tanah

5.Iklim dan Hidrologi 6. Flora dan Fauna 7.Kondisi sosial

masyarakat

Masyarakat sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi Studi literatur dan Wawancara

2 Kajian Etnobotani masyarakat disekitar Hutan Adat Bukit Tinggai

1.Etnobotani Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Kerinci di Desa Sungai Deras : a. nama lokal b. nama latin c. nama famil d. habitus e. kegunaan f. bagian yang

digunakan g. pengelolaan

Survei lapangan Masyarakat di sekitar Hutan Adat Bukit Tinggai, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi 1.Survei dan kajian lapangan 2.Dokumentasi Pengambilan sampel, tumbuhan dan gambar untuk identifikasi lebih lanjut (herbarium) 3.Wawancara kuisioner

3 Pengolahan dan analisis data 1.Pengolahan data 2.Analisis data Data etnobotani hasil survei lapangan Pengolahan data secara manual dan komputer


(29)

3.4.2 Pengumpulan data 1 Kajian Literatur

Kajian literatur ini dilakukan pada saat sebelum berangkat ke lokasi dan setelah pulang dari lokasi penelitian. Kegiatan ini betujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum (mencakup fisik, biotik dan kependudukan), data inventarisasi vegetasi yang telah dilakukan guna untuk verifikasi (cek silang) berdasarkan data-data yang telah diperoleh. Pengumpulan data dilakukan dengan merekapitulasi data-data terbaru dari seluruh literatur yang ada dari berbagai pihak. Data-data tersebut juga dijadikan acuan/panduan guna melengkapi data-data di lapangan.

2 Wawancara

Dalam tahapan wawancara yang ditanyakan adalah jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan, kegunaannya, cara pengolahan, cara pemakaian, hingga cara budidayanya. Di samping wawancara bisa juga dilakukan verifikasi langsung hasil wawancara berupa sampel-sampel tumbuhan untuk didokumentasikan.

Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan teknik snowball yakni dengan menggunakan respoden kunci sebagai pengawal, responden kunci tersebut meliputi dukun, tokoh masyarakat,/tetua adat, ibu rumah tangga, dan atau masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan berguna dari ekosistem liarnya tersebut yang selanjutnya akan terus bertamabah sampai 65 responden.

3 Analisis Vegetasi

Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah metode kombinasi jalur dan garis berpetak. Pada metode ini, jalur dibuat memanjang memotong garis kontur. Panjang jalur adalah 100 m dan lebar 20 m yang dibuat sebanyak lima plot pada masing-masing jalur. Jumlah jalur yang dibuat sebanyak 15 jalur yang diletakkan secara sistematis dengan jarak antar jalur 100 m. Pada transek tersebut dibuat petak-petak contoh berukuran 20 m x 20 m, 10 m x 10 m, 5 m x 5 m dan 2 m x 2 m seperti yang tersaji pada Gambar 2.


(30)

13

Gambar 2 Desain petak contoh dalam analisis vegetasi. Keterangan : (A) = 20 m x 20 m

(B) = 10 m x 10 m (C) = 5 m x 5 m (D) = 2 m x 2 m

Untuk setiap petak ukur dilakukan pengukuran terhadap semua tingkat pertumbuahn, yaitu :

a. Petak 20 m x 20 m, dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat pohon, liana, dan epifit.

b. Petak 10 m x 10 m, dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat tiang. c. Petak 5 m x 5m, dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat

pancang.

d. Petak 2 m x 2 m, dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah.

Parameter yang diukur pada setiap petak ukur, meliputi :

a. Jenis, jumlah dan diameter tingkat pohon (pohon-pohon yang memiliki diameter setinggi dada atau dbh = 130 cm dari permukaan tanah dengan diameter ≥ 20 cm).

b. Jenis, jumlah dan diameter tingkat tiang (pohon-pohon yang memiliki diameter 10 cm sampai < 20 cm).

c. Jenis dan jumlah tingkat pancang (anakan pohon dengan tinggi ≥ 1,5 m dengan diameter < 10 cm).

d. Jenis dan jumlah tingkat semai (anakan pohon mulai dari tingkat kecambah sampai yang memiliki tinggi < 1,5 m) dan tumbuhan bawah, yaitu tumbuhan selain permudaan pohon, misalnya rumput, herba, dan semak belukar.

A

D C


(31)

e. Jenis dan jumlah tumbuhan di sekitar rumah warga

Berbeda dengan analisis vegetasi jenis tumbuhan di hutan alam, analisis vegetasi untuk jenis tumbuhan yang ada di kebun dan disekitar rumah warga (pekarangan) menggunakan metode sensus.

4 Pembuatan Herbarium

Pengambilan sampel/contoh herbarium ditujukan untuk pengkoleksian spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, serta bunga dan buahnya jika ada) serta untuk penentuan nama ilmiahnya. Contoh herbarium dibuat dengan cara kering. Adapun tahapan dalam pembuatan herbarium ini adalah :

1. Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, serta bunga dan buah jika ada dengan menggunakan gunting daun, dipotong dengan panjang ± 40 cm.

2. Contoh herbarium yang telah diambil tersebut dimasukkan ke dalam kertas Koran dengan memberikan etiket yang berukuran (3x5) cm. Etiket berisi keterangan tentang nomor jenis, nama lokal, lokasi pengumpulan, dan nama pengumpul/kolektor.

3. Penyusunan herbarium pada sasak yang terbuat dari bambu dan disemprot dengan alkohol 70%, dan kemudian dijemur pada panas matahari.

4. Herbarium yang sudah kering, disimpan untuk diidentifikasi selanjutnya di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB atau Herbarium Bogoriense, LIPI Bogor.

Pembuatan herbarium ini tidak dilakukan pada semua jenis yang ditemukan tetapi hanya dikhususkan untuk jenis yang belum diketahui jenis dan familinya pada saat melakukan pengamatan serta identifikasi di lapangan.

3.4.3 Analisis data

Pengolahan data primer maupun sekunder dilakukan dengan cara manual maupun komputerisasi guna menyajikan data tentang: nama jenis, famili, habitus, bagian tumbuhan berguna yang digunakan, manfaat/kegunaan, data atau informasi lainnya tentang tumbuhan berguna, hasil identifikasi jenis tumbuhan berguna disusun berdasarkan famili dan jenis. Setiap jenis dianalisis mengenai potensi, bentuk hidup dan manfaatnya serta bagian yang digunakan.


(32)

15

1 Pengklasifikasian Kelompok Kegunaan

Tumbuhan memiliki berbagai macam manfaat dan kegunaan. Agar mempermudah dalam penyajian, maka dilakukan pengelompokkan berdasarkan kelompok kegunaan dengan menyaring dari tiap-tiap kegunaan masing-masing spesies tumbuhan (Waluyo 1987, Waluyo et al. 1992) diacu dalam (Waluyo 1992) sebagai berikut :

1. Tumbuhan obat

2. Tumbuhan penghasil pangan 3. Tumbuhan hias

4. Tumbuhan aromatik

5. Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tannin 6. Tumbuhan penghasil pakan ternak

7. Tumbuhan penghasil pestisida nabati 8. Tumbuhan untuk upacara adat 9. Tumbuhan penghasil kayu bakar 10. Tumbuhan penghasil bahan bangunan

11. Tumbuhan penghasil bahan tali, anyaman dan kerajinan 2 Persentase Bagian dan Habitus yang Digunakan

Dari tumbuhan berguna (bahan obat) yang ditemukan, dibuat persentase untuk setiap bagian dari tumbuhan yang berkhasiat sebagai bahan obat dan persentase keanekaragaman tingkat habitusnya. Penentuan persentase tersebut dibuat seperti berikut:

Persentase bagian tertentu yang digunakan = ∑ bagian tertentu yang digunakan x 100% ∑ seluruh bagian yang digunakan Persentase habitus tertentu yang digunakan = ∑ habitus tertentu yang digunakan x 100%

∑ seluruh habitus yang digunakan

3 Indeks Nilai Penting

Nilai penting ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Nilai penting merupakan jumlah dari kerapatan relatif (KR), dominasi relatif (DR) dan frekuensi relatif (FR).

- Kerapatan (K) (ind/ha) Jumlah individu K =


(33)

- Frekuensi (F)

Jumlah petak ditemukan suatu jenis F =

Jumlah seluruh petak contoh - Dominasi (D)

Luas bidang dasar suatu jenis D =

Luas petak contoh - Kerapatan Relatif (KR)

Kerapatan suatu jenis

KR = x 100% Kerapatan seluruh jenis

- Frekuensi Relatif (FR ) Frekuensi suatu jenis

FR = x 100% Frekuensi seluruh jenis

- Dominansi Relatif (DR) Dominansi suatu jenis

DR = x 100% Dominansi seluruh jenis

- Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat pohon dan tiang adalah KR + FR + DR (%)

- Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat pancang, semai, tumbuhan bawah, liana, dan epifit adalah KR + FR (%)

- Keanekaragaman Jenis Berdasarkan Shannon-Weinner Index (Brower&Zar, 1997):

H‟ = - ∑ [(Pi) ln (Pi)]

Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman jenis Pi = ni/N

ni = INP setiap jenis N = Total INP seluruh jenis Dengan kriteria :

H‟ < 1 = Menunjukan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah 1 < H‟ < 3 = Menunjukan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang H‟ > 3 = Menunjukan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi


(34)

17

4 Telaah Aksi Konservasi Masyarakat

Telaah aksi konservasi pada masyarakat mengacu kepada praktek-praktek konservasi yang secara turun-temurun telah diwariskan dan dijalankan yang bertolak dari tiga kelompok stimulus amar (alamiah, manfaat dan religius) yang mendorong sikap dan perilaku konservasi tertentu. Adapun ketiga stimulus tersebut antara lain:

Stimulus alamiah, yang berkaitan dengan kelangkaan, karakteristik populasi dan regenerasi dari spesies tertentu yang dimanfaatkan oleh masyarakat.

Stimulus manfaat, yang berkaitan dengan manfaat ekonomi, obat ataupun manfaat lain dari spesies tertentu.

Stimulus religius, yang berkaitan dengan nilai-nilai kerelaan berkorban, spritual, etika dan norma-norma.


(35)

BAB IV

KONDISI UMUM

4.1 Letak dan Luas

Hutan Adat Bukit Tinggai merupakan hutan hak milik adat masyarakat desa Sungai Deras. Hutan adat tersebut tidak termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, sehingga pengelolaannya berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci. Hutan adat ini terdapat di Desa Sungai Deras Kecamatan Air Hangat Timur, Kabupaten Kerinci yang terletak 6 km dari ibukota kabupaten yaitu Sungai Penuh (BPS Kerinci, 2008).

Luas Hutan Adat Bukit Tinggai sebesar 41,27 ha, sedangkan Desa Sungai Deras memliki luas 4,66 km2. Hutan Adat Bukit Tinggai berbatasan dengan :

- Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Pungut

- Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Sungai Abu/Pungut Hilir - Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Sungai Deras

- Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Sungai Tutung

4.2 Topografi dan Iklim

Desa Sungai Deras berada pada ketinggian tempat 800 m dpl sedangkan puncak dari Hutan Adat Bukit Tinggai berada pada ketinggian tempat 1.200 m dpl dengan kondisi tanah yang datar sampai bergelombang dengan kemiringan rata-rata antara 150-400. Curah hujan rata-rata 132 mm/tahun dengan bulan basah terjadi pada bulan Oktober-April dengan rata-rata hari hujan 12 hari/tahun dan kelembaban 81 Mm Hg (BPS Kerinci, 2008).

4.3 Kondisi Flora dan Fauna 4.3.1 Flora

Kawasan Hutan Adat Bukit Tinggai masih merupakan kawasan yang terjaga kealamiannya. Tipe hutan di hutan adat ini merupakan hutan sekunder. Jenis tumbuhannya sangat beranekaragaman mulai dari herba sampai tumbuhan berkayu, namun jenis yang mendominasi adalah tumbuhan berkayu. Jenis-jenis tumbuhan di hutan adat ini antara lain spiding (Globa pendula Roxb.), paku ular


(36)

19

(Pteris trpartita Sw.), mensiha (Alangium rotudifolium (Hass.) Bloemb.), kayu kendidai (Schefflera farinosa (Bl.) Merr.), balam timah (Ilex cissoidea Loes.) dan medang tanduk (Ryparosa caesia Kurz ex King.). Jenis-jenis tumbuhan ini diketahui beberapa termasuk ke dalam tumbuhan yang terdapat di hutan sekunder tua.

4.3.1 Fauna

Dengan kondisi yang masih terjaga dengan baik, maka akan banyak juga satwaliar yang terdapat di hutan adat ini. Jenis satwaliar yang masih terdapat di hutan adat ini antara lain lutung simpai (Presbitys melalophos), monyet beruk (Macaca nemestrina) dan beruang madu (Helarctos malayanus).

4.4 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat 4.4.1 Bahasa

Dalam tradisi atau adat istiadat Kerinci, mereka mengenal “kata empat kali

empat yaitu adat bakato atau berkeramo” yaitu cara berbahasa dengan memeperhatikan tata krama dan kedudukan orang yang diajak berbicara, suasana kekeluargaan akan tampak harmonis. Bahasa Kerinci adalah bagian dari bahasa Melayu, namun terdapat perbedaan dialek dengan bahasa Melayu yang ada di Sumatera. Menurut Arfensa (2003) dalam Efrison (2009), ada sekitar 177 dialek bahasa Kerinci yang di setiap desa (dusun asli, masyarakat persekutuan adat) memiliki dialek masing-masing. Dusun atau nagehi ini merupakan kelompok-kelompok yang terbagi berdasarkan genealogis teritorialnya.

Efrison, 2009 menjelaskan salah satu contoh pemakaian dialek bahasa Kerinci yang dipakai sekarang yaitu tekanan suara yang terletak pada suku kata pertama dan terakhir. Perbedaan bahasa Kerinci dalam fenolik dapat dilihat sebagai berikut :

Pemakaian vokal

1 Huruf /i/ pada akhir kata, dibunyikan menjadi /ai/. Misalnya kerinci disebutkan kincai atau kerincai; kami menjadi kamai dan seterusnya. Kecuali sebutan pangkal nama orang tetap dibaca Si.

2 Huruf /a/ pada suku kata akhir menjadi /o/, apablia suku kata yang pertama huruf vokal /a/, /i/, dan /e/. Misalnya kata kaya menjadi kayo; kepala mejadi


(37)

kepalo; siapa mejadi siapo; kita mejadi kito; dera menjadi dero dan seterusnya. Tetapi berubah menjadi /ao/ apabila suku pertamanya memakai vokal /u/, misalnya pula menjadi piulao; dusta menjadi duatao; tua menjadai tuao dan seterusnya.

3 Huruf /u/ atau /o/ baik pada suku kata akhit atau terapit, dibunyikan menjadi /au/, misalnya kata dudul menjadi dudau; batu menjadi batau; selalu menjadi selalau; hukum menjadi hukaom dan seterusnya.

Pemakaian konsonan

1 Huruf /r/ umumnya dibunyikan ha apabila akhir kata berbunyi /r/, misalnya kata mari manjadi mahai; sirih menjadi sihaih; kecuali apabila suku kata yang kedua dari akhir merupakan huruf vokal seperti /u/, misalnya pencuri menjadi pencurai; duri menjadi durai; kenduri menjadi durai dan seterusnya.

2 Huruf /t/ pada suku akhir, biasanya dibunyikan /k/, atau sebaliknya, misalnya kata logat menjadi logek; diagak menjadi diaget; jahat menjadi jahek; kecuali suku kata kedua sebelum terakhir merupakan huruf vokal /u/, /o/, /i/, /e/ maka /t/ atau /k/ tetap dipakai seperti biasa, misalnya kata duduk menjadi dudouk; tidak menjadi tidaek; turut manjadi toruat dan seterusnya. 3 Huruf /m/ atau /n/ pada suku akhir dipertukarkan, ada juga yang

dihilangkan, misalnya kata makan menjadi maka; pandan menjadi panda; ikan menjadi ikang; hukum menjadi hukum dan seterusnya.

4 Huruf /ng/ dibunykan /n/, misalnya kata uang menjadi wan; tetapi pedang menjadi pedon; kering menjadi kereng dan seterusnya.

5 Huruf /s/ biasa situkar dengan huruf /h/, misalnya kata habis menjadi habih; dan huruf /h/ pada akhir kata biasanya dihilangkan, misalnya kata penuh menjadi peno; kumuh menjadi kumo.

6 Huruf /b/ pada akhir kata dibunyikan /t/, misalnya pada kata jawab menjadi jawot; sebab menjadi sebaot; tetapi dalam kata kerja huruf /b/, ditukar dengan /m/ misalnya kata membasuh menjadi mamasuh (Efrison, 2009). 4.4.2 Jumlah penduduk

Bedasarkan jenis kelamin, penduduk laki-laki berjumlah 603 orang sedangkan penduduk perempuan berjumlah 600 orang. Total jumlah penduduk di


(38)

21

Desa Sungai Deras sebanyak 1.203 orang dengan total rumah tangga sebanyak 324 rumah tangga dan rata-rata kepadatan penduduk empat orang/rumah tangga atau 258 orang/km2 (BPS Kerinci, 2008).

4.4.3 Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana pendukung kegiatan masyarakat Desa Sungai Deras antara lain sarana ibadah yang terdiri dari satu buah mesjid dan dua buah musolla, sarana pendidikan berupa Sekolah Dasar (SD) satu buah dan satu buah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sarana perekonomian berupa warung sebanyak 16 buah dan sarana kesehatan hanya berupa pos KB sebanyak satu buah (BPS Kerinci, 2008).

4.4.4 Sejarah kawasan

Masyarakat Desa Sungai Deras merupakan bagian dari masyarakat Suku Kerinci keturunan dari Depati Hiang Iman Shaleh Berjenggot Merah yang merupakan adik Depati Atur Bumi dari Hiang yang beristrikan seorang perempuan bernama Puti Indah Pinang Masak (Nek Sakti Indah Pinang Masak). Perempuan tersebut berasal dari Koto Teluk (Tanah Rawang). Setelah menikah kedua suami istri tersebut memutuskan untuk mencari tempat tinggal.

Kemudian Sang suami mengajak sang istri untuk ikut ke suatu daerah yang pernah dikunjunginya semasa masih bujangan. Puti Indah Pinang Masak pun setuju untuk ikut kemanapun suaminya pergi. Akhirnya berangkatlah mereka dari Tanah Rawang, tepatnya dari Kanyaho menuju ke daerah tujuan melewati Danau Keprah. Di Danau tersebut terdapat pohon jelatang yang sudah tumbang, sehingga oleh kedua suami istri itu dijadikan titian untuk menuju ke daratan. Titian tersebut oleh keduanya kemudian disebut sebagai titian teras.

Sesampainya di daerah tujuan, mereka bertemu dengan sebuah sungai yang alirannya deras. Maka dinamakanlah daerah itu oleh kedua suami istri tersebut Sungai Deras. Setelah sampai ke tempat yang dituju, maka kedua suami istri tersebut memutuskan untuk menetap disana, sehingga beranak pinak lah mereka disana dan sampai saat ini terbentuklah Desa Sungai Deras. Meskipun telah menetap di Desa Sungai Deras, namun segala urusan kemasyarakatan dan adat istiadat tetap dikembalikan ke Desa Rawang sebagai pusat pemerintahan adat. Sehingga adat yang berlaku di Sungai Deras sama dengan adat yang berlaku di


(39)

Desa Rawang. Segala urusan yang ada di Desa`Sungai Deras akan menjadi urusan di Rawang, begitu juga sebaliknya.

4.4.5 Sistem adat dan ritual

Masyarakat Suku Kerinci pada setiap desa memiliki kebudayaan yang berbeda pada beberapa skala kegiatan kecil, sedangkan secara garis besar kebudayaan mereka sama, begitu pula yang terjadi pada masyarakat Desa Sungai Deras, seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa masyarakat Sungai Deras memilki nenek moyang yang berasal dari Desa Rawang, maka sistem adat desa ini sama dengan yang dimiliki oleh Desa Rawang. Masyarakat Suku Kerinci membagi sistem adatnya dengan cara sebagai berikut sebagai pemegang jabatan tertinggi adalah depati, namun tidak setiap desa di Kerinci dipimpin oleh Depati. Hal ini dikarenakan depati membagi tugasnya dalam memimpin setiap desa kepada bawahan atau anak buah yang disebut sebagai mangku dan bensu untuk memimpin para keturunannya. Kepemimpinan setiap desa ditentukan oleh asal keturunan atau ninik mamak dari desa tersebut, karena ninik mamak masyarakat Desa Sungai Deras merupakan keturunan mangku, maka ketua adat yang memimpin masyarakat Desa Sungai Deras adalah mangku dengan gelar Mangku Sukaramai Kodrat. Mangku sebagai bawahan depati terbagi menjadi tiga kelompok yaitu Mangku Sukaramai Napura, Mangku Sukaramai Hitam dan Mangku Sukaramai Kodrat. Mangku secara umum memiliki tugas sebagai menteri sedangkan bensu memiliki tugas seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sehingga apapun yang dikatakan atau menjadi keputusan bensu tidak dapat diganggu gugat.

Ritual adat yang terdapat dan masih dijalankan oleh masyarakat Suku Kerinci di Desa Sungai Deras antara lain Kenduri Sko dan Tuhaun Kayei.

1 Kenduri Sko

Kardinos (2010), menyebutkan bahwa Pusako dalam bahasa indonesia sama dengan „pusaka‟ yaitu, apa–apa yang diterima dari nenek moyang,berupa harta benda dan lain-lain. Sedangkan sko berkaitan dengan pihak ibu baik berupa gelar kaum/suku/kelebu maupun berupa harta pusaka tinggi. Menurut adat Kerinci pusaka terbagi menjadi empat bagian, yaitu:


(40)

23

2. Pusaka yang datangnya dari ibu dinamai ”sko”.Sko asal dari ibu terdiri dari dua macam

a. Sko tanah boleh di-ico (diolah, digarap, dimanfaatkan).

b. Sko gelar boleh dipakai: yang mana sko gelar itu dihibahkan oleh ibu kepada mamak (saudara laki-laki ibu), sebagai penerima mandat.

3. Pusaka yang datangnya dari guru dinamai ”ilmu”.

4. Pusaka yang datangnya dari orang banyak dinamai ”gawe kerapat” atau ”gotong royong”.

Kenduri sko adalah suatu acara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat kerinci dalam melestarikan budaya yang sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Kenduri pusaka dan kenduri sko adalah suatu rangkaian acara adat yang saling berhubungan satu sama lain. Sebab disaat kenduri pusaka dilaksanakan maka kenduri sko pun harus dilaksanakan. Kenduri pusaka dan kenduri sko dilaksanakan setiap panen raya padi maupun saat paceklik. Kenduri sko secara adat Kerinci adalah suatu acara pengukuhan gelar suku atau kepala adat. Sedangkan kenduri pusaka dimana semua pusaka yang ada dari nenek moyang mereka dikeluarkan dari tempat penyimpanannya untuk disucikan atau dibersihkan oleh para suku atau kepala adat yang telah dikukuhkan disaat kenduri sko dan disaksikan oleh seluruh masyarakat kerinci. Mengenai warisan ”sko” atau gelar pusaka kelebu (suku) yang turun temurun, disandang oleh mamak kelebu. Gelar sko mamak kelebu merupakan titel jabatan selaku raja adat, tetua adat atau kepala suku. Gelar tetua adat tersebut akan di pakai seumur hidup, tidak di gilir di ganti antara saudara-saudara senenek. Sedang Kerinci bagian hilir gelar adat di gilir di ganti pada setiap upacara kenduri sko (Kardinos, 2010).

Upacara adat kenduri sko sebagai suatu acara tentunya terdapat perlengkapan–perlengkapan pendukung acara tersebut. Perlengkapan– perlengkapan yang diperlukan dalam upacara kenduri sko antara lain:

1. Tenda atau taruk berukuran besar di atas tanah mendapo (tempat berlangsungnya upacara adat kenduri sko).

2. Umbul-umbul atau bendera berwarna-warni disekitar tempat upacara.

3. Bendera merah putih berbentuk segitiga siku-siku berukuran besar, dalam bahasa Kerinci bendera ini disebut dengan karamtang. Karamtang ini


(41)

dipasang ditempat terbuka pada ketinggian mencapai 30 meter. Pada bagian puncaknya digantunngkan tanduk kerbau. Bendera ini merupakan sebuah isyarat tentang adanya kenduri sko dan sekaligus menjadi undangan bagi masyarakat banyak untuk datang menghadiri upara yang sakral itu.

4. Pakaian adat, keris, dan tongkat yang dipakai oleh para pemangku adat. 5. Pakaian adat para dayang, dalam bahasa kerinci disebut dengan lita dan

kulok.

6. Pedang hulubalang untuk keperluan pencak silat

7. Sesajian berupa beras kuning, kemenyan, dan adonan sirih nan sekapur– rokok nan sebatang.

8. Gong, gendang dan rebana untuk keperluan kesenian daerah yang akan ditampilkan dalam rangkaian prosesi upacara (Kardinos, 2010).

Pakaian yang dipakai oleh para depati dan ninik mamak mempunyai arti dan makna tertentu menurut adat Kerinci. Cara memakainya juga berbeda antara depati dan ninik mamak ,yang terletak pada ikatan kepala dan selempang sarungnya. Jika depati memakai seluk dan ninik mamak memakai lita, begitu pula kain sarungnya jika depati sarungnya lurus dan ninik mamak sarungnya miring. Umumnya pakaian depati dan ninik mamak berwarna hitam dengan hiasan sulaman benang warna kuning pada dada yang bermakna :

1. Hitam melambangkan rakyat banyak yang berarti kekuatan, jadi depati dan ninikmamak memiliki kekuatan karena rakyatnya.

2. Kuning melambangkan kekuasaan yang berarti berundang berlembago, jadi depati dan ninik mamak melaksanakan kekuasaan berdasarkan undang– undang dan lembaga.

3. Busana pemangku adat ini juga digunakan oleh para pemangku adat untuk menghadiri perhelatan pernikahan .

Antoni (2008), menjelaskan rangkaian acara yang biasanya dimulai pada pukul 08.00 pagi pada hari yang telah ditetapkan, semua masyarakat berdatangan ke TanahMendapo. Adapun rangkaian acaranya adalah sebagai berikut:

1. Pencak silat

Pencak silat adalah seni bela diri dengan menggunakan dua mata pedang.Pencak silat ini dimainkan oleh sepasang anak laki-laki yang


(42)

masing-25

masing memegang satu pedang. Mereka mempertontonkan keahlian bermain senjata tajam.

2. Tari persembahan

Tari persembahan adalah tari untuk menyerahkan sekapur sirih kepada para petinggi-petinggi daerah yang hadir, depati nan bertujuh, permanti nan sepuluh, mangku nan baduo serta ngabi teh santio bawo, juga menyerahkan sekapur sirih kepada calon depati, ngabi, permanti dan mangku yang akan dinobatkan menjadi pemangku adat yang baru.

3. Tarian asyeak

Tarian asyeak yaitu tarian upacara yang pada klimaksnya dapat membuat penari kesurupan (trance) sehingga tubuh para penari tersebut tidak mempan oleh senjata tajam atau api, meniti mata keris atau pedang tanpa luka. Biasanya tarian jenis ini terasa dominan mempengaruhi unsur-unsur magis, sehingga tidak bisa dipertunjukkan disembarang waktu.

4. Tari massal

Tarian ini ditata sedemikian rupa khusus dipagelarkan untuk acara-acara perhelatan besar seperti festival danau Kerinci dan juga kenduri sko. Tarian ini ditata dengan konfigurasi menggambarkan keadaan geografis Kerinci yang berbentuk kawah (landai). Gerakan yang ditarikan merupakan gerak-gerak tari tradisional Kerinci seperti tari rangguk dan tari iyo-yo.

5. Tari rangguk

Tari rangguk ini merupakan tarian spesifik Kerinci yang populer. Tarian ini ditarikan oleh beberapa gadis remaja sambil memukul rebana kecil. Tarian ini diiringi dengan nyanyian sambil mengangguk-anggukkan kepala seakan memberikan hormat. Tari rangguk dilakukan pada acara-acara tertentu seperti menerima kedatangan depati (tokoh adat Kerinci), tamu dan para pembesar dari luar daerah.

6. Penurunan pusaka

Menurunkan pusaka dari rumah gadang (dalam bahasa kerinci rumah gadang disebut umoh deh) dibawa ke tanah mendapo tempat upacara dilaksanakan. Oleh para sesepuh adat, pusaka itu lalu dibuka satu persatu, dibersihkan dan


(43)

dipertontonkan kepada masyarakat sambil menceritakan asal usul atau sejarah pusaka tersebut.

7. Penobatan para pemangku adat

Semua calon depati dan ngabi memakai pakaian adat berwarna hitam dan berbenang emas. Dipinggang sebelah kanan diselipkan sebilah keris. Untuk calon permanti dan mangku juga memakai pakaian adat dan sebuah tongkat yang terbuat dari kayu pacat. Calon depati dan permanti baru dipanggil naik ke pentas secara bergantian lima orang. Sampai di atas pentas disebutkan namanya satu persatu seraya menjatuhkan gelar sko yang akan dijabatnya. 8. Pemberian sesajen

Setelah semua prosesi tersebut selesai beberapa sesajen yang dibuat di taruh ke makam nenek moyang mereka yang terletak di Hutan Adat Bukit Tinggai. Terdapat dua makam nenek moyang mereka di dalam hutan adat.

Gambar 3 Makam nenek moyang suku Kerinci di Desa Sungai Deras. Tradisi masyarakat Kerinci dalam mengadakan kenduri sko, yang lain terdapat pidato adat yang disebut deto talitai. Deto talitai ialah rangkaian pidato adat yang disampaikan dalam bahasa berirama, dilakukan sewaktu upacara kenduri sko dan pengukuhan gelar kebesaran tertua adat atau kepala suku depati ataupun ninik mamak. Pidato adat ini berbentuk prosa berirama dan didalamnya terdapat pepatah petitih. Setelah penyampaian pidato deto talitai oleh orang yang ditugaskan biasanya seseorang yang berjabatan pemangku, ninik mamak, depati atau setingkat depati. Diikuti dengan maklumat sumpah karang setio yang berisi peringatan keras pada orang yang menyandang gelar sko yang dikukuhkan pada hari ia dinobatkan menjadi ketua adat (depati).sumpah karang setio tersebut


(44)

27

secara umum terdapat pada masing-masing lurah atau wilayah persekutuan adat Kerinci.

2 Tuhaun Kayei

Turun mandi pada masyarakat Kerinci dikenal dengan istilah “tuhaun kayei” artinya turun ke air. Upacara turun mandi dilaksanakan setelah bayi berumur kurang lebih satu minggu. Ketika upacara itu bayi dibawa oleh dukun yang juga membawa keris atau bunga sebagai tanda jenis kelamin sang bayi. Apabila bayi yang dibawa laki-laki maka sang dukun akan membawa keris dan apabila sang dukun membawa bunga maka bayi yang dibawa berjenis kelamin perempuan. Benda yang dibawa sang dukun tidak selalu keris dan bunga, terkadang kain hitam atau putih. Kain hitam untuk bayi laki-laki dan kain putih untuk bayi perempuan. Sedangkan sang ibu mengikuti di belakang dengan membawa kain hitam kira-kira 15 cm yang telah dijalin dan pada salah satu ujung kain itu dibakar sehingga menimbulkan api dan asap. Ibu sang bayi juga membawa ramuan yang terdiri dari daun pedangi putih, daun pedangi hitam, daun setawah, sidingin dan limau. Ramuan tersebut diletakkan di dalam wadah yang berwarna putih.

Bayi tersebut dibawa ke sungai terdekat untuk dimandikan menggunakan air sungai dan ramuan yang dibawa oleh ibu sang bayi, ujung kain yang telah dijalin diijak pada bagian yang tidak dibakar, dengan maksud supaya segala penyakit telah dipijak oleh dukun tadi dan semoga bayi tersebut sehat selalu.


(1)

Lampiran 4 (Lanjutan)

Semai

No

Nama Lokal

Nama Latin

Famili

∑i

K

∑f

F

K (%)

F (%)

INP

8 Ketapang

Terminalia catapa

Combretaceae

8

333,33

4

0,07

6,25

5,88

12,13

9 Kopi

Coffea sp

9

375,00

5

0,08

7,03

7,35

14,38

10 Medang jering

Picrasma javanica Blume

Simaroubaceae

2

83,33

3

0,05

1,56

4,41

5,97

11 Medang kawa

Nauclea excelsa Blume

Rubiaceae

4

166,67

3

0,05

3,13

4,41

7,54

12 Medang kulit manis

Cinnamomum subavenium

Miq.

Lauraceae

4

166,67

3

0,05

3,13

4,41

7,54

13 Medang sabung

8

333,33

3

0,05

6,25

4,41

10,66

14 Medang sepelah

Litsea mappacea

Boerl.

Lauraceae

6

250,00

4

0,07

4,69

5,88

10,57

15 Medang sesudu

Lasianthus sp.

Rubiaceae

5

208,33

2

0,03

3,91

2,94

6,85

16 Medang singo

13

541,67

5

0,08

10,16

7,35

17,51

17 Rambutan

Nephelium muntabile

Sapindaceae

11

458,33

6

0,10

8,59

8,82

17,42

18 Satepau

13

541,67

7

0,12

10,16

10,29

20,45

Jumlah

5333,33

1,13

100,00

100,00

200,00

Tiang

No

Nama Lokal

Nama Latin

Family

∑i

K

∑f

F

K (%)

F (%)

INP

1 Alpukat

Persea americana

Lauraceae

8

53,33

2,81

6

0,10

4,08

6,89

2 Balam kering

Ficus ribes

Reinw. ex Blume

Moraceae

22

146,67

7,72

6

0,10

4,08

11,80

3 Balam sesudu putaih

Knema latericia

Elmer

Myristicaceae

5

33,33

1,75

5

0,08

3,40

5,16

4 Daun semanih

Rubus glomeratus

Blume

Rosaceae

7

46,67

2,46

4

0,07

2,72

5,18

5 Jengkol

Ptelocebium lobatum

Mimosaceae

5

33,33

1,75

4

0,07

2,72

4,48

6 Kanyaho

Ficus sundaica

Blume

Moraceae

6

40,00

2,11

5

0,08

3,40

5,51

7 Kayu buluh

Gironniera subaequalis

Planch.

Ulmaceae

4

26,67

1,40

2

0,03

1,36

2,76

8 Kayu gadis

Cinamommum parthenoxylon

Lauraceae

8

53,33

2,81

4

0,07

2,72

5,53

9 Kayu meluk

Homalanthus giganteus Zoll. &

Morr.


(2)

Lampiran 4 (Lanjutan)

Tiang

No

Nama Lokal

Nama Latin

Family

∑i

K

∑f

F

K (%)

F (%)

INP

10 Kayu pandan

10

66,67

3,51

4

0,07

2,72

6,23

11 Kayu rengas

Semecarpus glauca

Engl.

Anacardiaceae

6

40,00

2,11

2

0,03

1,36

3,47

12 Kayu terak

Artocarpus glauca

Blume/

rigida

Blume

Moraceae

8

53,33

2,81

4

0,07

2,72

5,53

13 Kayu tulang

Glochidion philippiense

Benth./

zeylanicum

A. Juss.

Euphorbiaceae

4

26,67

1,40

3

0,05

2,04

3,44

14 Ketapang

Terminalia catapa

Combretaceae

9

60,00

3,16

6

0,10

4,08

7,24

15 Kindi gajah

Leucosyke capitellata

Wedd.

Urticaceae

11

73,33

3,86

5

0,08

3,40

7,26

16 Kopi

Coffea sp

Rubiaceae

17

113,33

5,96

8

0,13

5,44

11,41

17 Kulit manis

Cinnamomum subavenium

Miq.

Lauraceae

19

126,67

6,67

8

0,13

5,44

12,11

18 Mandarai

Neonauclea subditus

(Miq.) Merr.

Rubiaceae

5

33,33

1,75

3

0,05

2,04

3,80

19 Mangga

Mangifera indica

Guttiferae

1

6,67

0,35

2

0,03

1,36

1,71

20 Mayang air

Bridelia stipularis

Blume

Euphorbiaceae

8

53,33

2,81

4

0,07

2,72

5,53

21 Medang beringin

Payena lerii

KURZ

Sapotaceae

17

113,33

5,96

6

0,10

4,08

10,05

22 Medang kuning

Litsea angulata

Blume

Lauraceae

7

46,67

2,46

4

0,07

2,72

5,18

23 Medang puding

Taysmannidendron pteropodum

BAKH

Verbenaceae

5

33,33

1,75

4

0,07

2,72

4,48

24 Medang singo

3

20,00

1

2

0,03

1,36

2,41

25 Medang tanduk

Ryparosa caesia

Kurz ex King

Flacourtiaceae

10

66,67

3,51

2

0,03

1,36

4,87

26 Mesiha

Alangium rotundifolium

(Hassk.)

Bloemb.

Alangiaceae

21

140,00

7,37

10

0,17

6,80

14,17

27 Mpini abay

Castanopsis malaccensis

Gamble

Fagaceae

11

73,33

3,86

7

0,12

4,76

8,62

28 Mpini putih

Lithocarpus conocarpa Rehder

Fagaceae

15

100,00

5,26

7

0,12

4,76

10,03

29 Mpini umau

Horsfieldia glabra Warb.

Myristicaceae

5

33,33

1,75

3

0,05

2,04

3,80

30 Nangka

Artocarpus heterophyllus Lam

Moraceae

4

26,67

1,40

5

0,08

3,40

4,80


(3)

Lampiran 4 (Lanjutan)

Tiang

No

Nama Lokal

Nama Latin

Family

∑i

K

∑f

F

K (%)

F (%)

INP

31

Pecah pinggang

Castanopsis malaccensis

Gamble

Fagaceae

8

53,33

2,81

4

0,07

2,72

5,53

32

Petai

Parkia speciosa

Mimosaceae

3

20,00

1,05

2

0,03

1,36

2,41

33

Semantao

Ficus padana

Moraceae

11

73,33

3,86

3

0,05

2,04

5,90

Jumlah

78

1900,00

100,00

41

2,45

100,00

200,00

Pohon

No Nama Lokal Nama Latin Family ∑i K ∑f F K (%) F (%) D DR INP

1 Kayu pecah pinggang Castanopsis malaccensis

Gamble

Fagaceae 9 15,00 4,39 6 0,10 4,44 44814,24 2,61 11,44 2 Mpini putih Lithocarpus conocarpa

Rehder

Fagaceae 9 15,00 4,39 4 0,07 2,96 72683,77 4,23 11,59

3 Medang lulo 2 3,33 0,98 2 0,03 1,48 351,02 0,02 2,48

4 Terak Artocarpus glauca

Blume/rigida Blume

Moraceae 11 18,33 5,37 8 0,13 5,93 49982,88 2,91 14,20 6 Kindi gajah Gracinia macrophylla Gutiferae 15 25,00 7,32 10 0,17 7,41 105390,61 6,14 20,86 7 Medang kandidai Schefflera cf. polyborya

Koord.

Araliaceae 4 6,67 1,95 3 0,05 2,22 35365,35 2,06 6,23 8 Peko Ficus hispida Linn.f. Moraceae 5 8,33 2,44 3 0,05 2,22 64005,59 3,73 8,39 9 Medang saka Ficus spp. Moraceae 6 10,00 2,93 3 0,05 2,22 87502,02 5,10 10,24 10 Manye ayai Bridelia stipularis Blume Euphorbiaceae 6 10,00 2,93 5 0,08 3,70 31408,95 1,83 8,46 11 Mpini abay Castanopsis malaccensis

Gamble

Fagaceae 5 8,33 2,44 5 0,08 3,70 1363,92 0,08 6,22 12 Medang tanduk Ryparosa caesia Kurz ex

King

Flacourtiaceae 4 6,67 1,95 3 0,05 2,22 25286,72 1,47 5,65 13 Mesiha Alangium rotundifolium

(Hassk.) Bloemb.


(4)

Lampiran 4 (Lanjutan)

Pohon

No Nama Lokal Nama Latin Family ∑i K ∑f F K (%) F (%) D DR INP

14 Mandarai Castanopsis cf. malaccensis

Gamble

Fagaceae 8 13,33 3,90 6 0,10 4,44 35764,79 2,08 10,43 15 Medang kesi Schima wallichii Choisy Theaceae 7 11,67 3,41 4 0,07 2,96 102063,19 5,94 12,32 16 Balam kering Ficus ribes Reinw. ex Blume Moraceae 6 10,00 2,93 5 0,08 3,70 30032,01 1,75 8,38

17 Medang singo 5 8,33 2,44 4 0,07 2,96 34956,58 2,04 7,44

18 Balam sesudu putaih Knema latericia Elmer Myristicaceae 3 5,00 1,46 2 0,03 1,48 19672,45 1,15 4,09 19 Medang kawa Nauclea excelsa Blume Rubiaceae 2 3,33 0,98 2 0,03 1,48 375,42 0,02 2,48 20 Balam puntai Litsea nidularis Gamble Lauraceae 2 3,33 0,98 1 0,02 0,74 33975,08 1,98 3,69 21 Kanyaho Ficus sundaica Blume Moraceae 6 10,00 2,93 5 0,08 3,70 23583,64 1,37 8,00

22 Smilayk 2 3,33 0,98 2 0,03 1,48 724,26 0,04 2,50

23 Medang pega Santiria tomentosa BL Burceraceae 4 6,67 1,95 2 0,03 1,48 34093,68 1,99 5,42 24 Kayu buluh Gironniera subaequalis

Planch.

Ulmaceae 2 3,33 0,98 2 0,03 1,48 480,26 0,03 2,49 25 Semantao Ficus padana Moraceae 23 38,33 11,22 13 0,22 9,63 219250,62 12,77 33,62 26 Medang 10 hari Meliosma sumatrana Walp. Sapindaceae 3 5,00 1,46 3 0,05 2,22 940,35 0,05 3,74

27 Kayu pandan sumi 1 1,67 0,49 1 0,02 0,74 8696,39 0,51 1,73

28 Musuk 8 13,33 3,90 4 0,07 2,96 123957,04 7,22 14,08

29 Kayu kelat Syzygium pycnanthum

Merrill & Perry

Myrtaceae 2 3,33 0,98 2 0,03 1,48 650,21 0,04 2,49 30 Medang puding Taysmannidendron

pteropodum BAKH

Verbenaceae 1 1,67 0,49 1 0,02 0,74 12445,47 0,72 1,95 31 Cengkeh Eugenia aromatica Myrtaceae 7 11,67 3,41 4 0,07 2,96 53519,94 3,12 9,49 32 Kulit manis Cinnamomum subavenium

Miq.

Lauraceae 8 13,33 3,90 5 0,08 3,70 54357,22 3,17 10,77

33 Kopi Coffea sp 9 15,00 4,39 4 0,07 2,96 72984,38 4,25 11,60

34 Uba payau Glochidion arborescens

Blume

Euphorbiaceae 3 5,00 1,46 3 0,05 2,22 732,16 0,04 3,73

Jumlah 341,67 100,00 2,25 100,00 1717306,17 100,00 300,00


(5)

84

Lampiran 5 Daftar responden Etnobotani di Desa Sungai Deras

No Nama Umur

(th) Pendidikan Pekerjaan

Jenis

Kelamin Alamat 1 Hendri Gusman 14 SMP Pelajar L Dusun Titian Teras 2 Rafli Kurniawan 15 SMP Pelajar L Dusun Titian Teras 3 Silvia Susanti 15 SMP Pelajar P Dusun Mersam 4 Anggia sari 15 SMP Pelajar P Dusun Beringin Jaya 5 Ramdi Agusman 16 SMA Pelajar L Dusun Beringin Jaya 6 Maya Rahmanora 16 SMA Pelajar P Dusun Beringin Jaya 7 Doris Yanto 16 SMP Pelajar L Dusun Titian Teras

8 Nomi 16 SMA Pelajar P Dusun Mersam

9 Triska 16 SMA Pelajar P Dusun Beringin Jaya

10 Agusrianto 17 SMA Pelajar L Dusun Beringin Jaya

11 Fitria 17 SMA Pelajar P Dusun Mersam

12 Betti Salmiyanti 17 SMA Pelajar P Dusun Mersam

13 Lindawati 18 SMA Pelajar P Dusun Titian Teras

14 Ahmad Anshori 18 SMA Pelajar L Dusun Mersam

15 Dewi Susanti 19 SMA Mahasiswa P Dusun Titian Teras

16 Bedriyanto 19 SMA Mahasiswa L Dusun Mersam

17 Darman 20 SMA Tani L Dusun Titian Teras

18 Defit 22 SMA Mahasiswa L Dusun Titian Teras

19 Gustina 24 SMP Ibu rumah tangga P Dusun Beringin Jaya 20 Alfianti 24 SMP Ibu rumah tangga P Dusun Mersam 21 Lindawati 25 SMP Ibu rumah tangga P Dusun Mersam 22 Novi 25 SMP Ibu rumah tangga P Dusun Titian Teras 23 Misrawati 26 SMA Ibu rumah tangga P Dusun Mersam

24 Budi Jatmiko 26 SMA Tani L Dusun Mersam

25 Silfayanti 27 SMA Ibu rumah tangga P Dusun Mersam 26 Raslina 27 SMP Ibu rumah tangga P Dusun Beringin Jaya 27 Susi Susanti 29 SMA Ibu rumah tangga P Dusun Beringin Jaya

28 Karniyanto 29 SMA Tani L Dusun Beringin Jaya

29 Maryanti 31 SMA Ibu rumah tangga P Dusun Titian Teras

30 Salminto 33 SMA Tani L Dusun Beringin Jaya

31 Miridawati 33 SMA Ibu rumah tangga P Dusun Mersam 32 Siti Maryana 35 SMP Ibu rumah tangga P Dusun Titian Teras

33 Andri 35 SMA Tani L Dusun Mersam

34 Dalmizar 35 SD Ibu rumah tangga P Dusun Mersam

35 Arfan 36 SMP Tani L Dusun Titian Teras

36 Muslihati 36 SD Ibu rumah tangga P Dusun Beringin Jaya

37 Yanto 36 SMA Tani L Dusun Mersam

38 Subhan 38 SMP Tani L Dusun Titian Teras

39 Lifiarman 38 SMA Tani L Dusun Mersam

40 Chacha 39 SD Ibu rumah tangga P Dusun Mersam

41 Sukardiman 39 SD Tani L Dusun Beringin Jaya

42 Arfani 40 SMA Tani L Dusun Titian Teras

43 Salmiyah 42 SD Ibu rumah tangga P Dusun Beringin Jaya 44 Nurbaina 46 SMP Ibu rumah tangga P Dusun Titian Teras 45 Nurhasanah 47 SMP Ibu rumah tangga P Dusun Beringin Jaya 46 Kesmarni 48 SD Ibu rumah tangga P Dusun Titian Teras

47 Hasanudin 49 SMP Tani L Dusun Titian Teras

48 Musnawaroh 50 SD Ibu rumah tangga P Dusun Beringin Jaya

49 Nuridang 52 SMP Tani L Dusun Titian Teras

50 Suwasti 56 SD Tani L Dusun Titian Teras

51 Dasna 56 SD Ibu rumah tangga P Dusun Mersam


(6)

85

Lampiran 5 (Lanjutan)

No Nama Umur

(th) Pendidikan Pekerjaan

Jenis

Kelamin Alamat

53 Suhatman 57 SMP Tani L Dusun Beringin Jaya

54 Nur Muhammad 60 SD Tani L Dusun Titian Teras

55 Salmiyah 60 SD Ibu rumah tangga P Dusun Mersam

56 Muhammad Nur 61 SD Tani L Dusun Mersam

57 A. Thalib 63 SD Tani/Dukun L Dusun Mersam

58 Rosda 64 SD Tani/dukun P Dusun Beringin Jaya

59 Sabaruddin 64 SD Tani L Dusun Mersam

60 Rosdiana 65 Ibu rumah tangga P Dusun Titian Teras 61 Siti Raja'ah 67 Ibu rumah tangga P Dusun Mersam

62 H. Adnan 69 SMA Tani L Dusun Titian Teras

63 Mat Salim 72 Tani L Dusun Titian Teras

64 Abdul Somad 74 Tani L Dusun Titian Teras