Sintesis Dan Pencirian Komposit Hidroksiapatit-Gelatin Dengan Presipitasi Basah Secara In-Situ Dan Ex-Situ

SINTESIS DAN PENCIRIAN KOMPOSIT HIDROKSIAPATITGELATIN DENGAN PRESIPITASI BASAH SECARA IN-SITU
DAN EX-SITU

SILVIA MONICA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis dan Pencirian
Komposit Hidroksiapatit-Gelatin dengan Presipitasi Basah secara In-Situ dan ExSitu adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya ini kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015
Silvia Monica
NIM G44110016

ABSTRAK
SILVIA MONICA. Sintesis dan Pencirian Komposit Hidroksiapatit-Gelatin
dengan Presipitasi Basah secara In-Situ dan Ex-Situ. Dibimbing oleh
CHARLENA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Kasus kerusakan tulang seperti patah tulang terus meningkat dari tahun ke
tahun. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan implan tulang sintetik semakin
meningkat. Implan tulang tersebut dapat diperoleh dari bahan berupa keramik
seperti hidroksiapatit (HAp). HAp dapat disintesis dengan metode presipitasi
basah. Metode ini terdiri atas kalsinasi, hidrasi, sintesis HAp, dan perlakuan
termal. Cangkang tutut (Bellamya javanica) yang merupakan bahan utama
dipreparasi sehingga terbentuk CaCO3, dikalsinasi membentuk CaO, kemudian
dibiarkan bereaksi dengan udara membentuk Ca(OH)2, yang digunakan sebagai
bahan baku sintesis HAp. Kadar Ca diperoleh sebesar 71% dari spektrofotometer
serapan atom. HAp sintetik diperoleh melalui pencampuran (NH4)2HPO4 0.3 M
dan Ca(OH)2 0.5 M menggunakan 2 metode, yaitu in-situ dan ex-situ dengan
ragam konsentrasi gelatin, yaitu 10, 20, dan 30%, selanjutnya komposit HApgelatin dianalisis dengan difraksi sinar-X, spektrofotometer inframerah, dan

mikroskop elektron payaran (SEM) untuk menentukan komposit HAp-gelatin
yang terbaik. Komposit terbaik adalah HAp-gelatin 30% yang disintesis dengan
metode in-situ karena kristalinitasnya paling tinggi dan hasil SEM menunjukkan
bentuknya granula yang lebih kecil dan lebih homogen.
Kata kunci: Bellamya javanica, ex-situ, gelatin, hidroksiapatit, in-situ

ABSTRACT
SILVIA MONICA. Synthesis and Characterization of Hydroxyapatite-Gelatin
Composites with In-Situ and Ex-Situ Wet Precipitation. Supervised by
CHARLENA and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Bone damage such as fractures is increasing from year to year. Therefore,
the need of synthetic bone implants is also increasing. The bone implant can be
made of ceramic such as hydroxyapatite (HAp). HAp was synthesized using wet
precipitation method. The procedures consisted of calcination, hydration, HAp
synthesize, and thermal treatment. Shells of garden snail (Bellamya javanica)
were to CaCO3, and further be calcinated to get CaO and allowed react with air to
produce Ca(OH)2, which was used as the raw material to synthesize HAp. Ca
content as determined by atomic absorption spectrophotometer was 71%. The
synthesized HAp was mixed with 0.3 M (NH4)2HPO4 and 0.5 M Ca(OH)2 using 2
different methods: in-situ and ex-situ, with various gelatin concentrations: 10, 20,

and 30%. The HAp-gelatin composites were analyzed by X-ray diffraction,
Fourier transform infrared spectrophotometer, and scanning electron microscope
(SEM) to determine the best HAp-gelatin composite. The best composite was that
made of 30% HAp-gelatin and synthesized under in-situ method, based on its
highest crystalinity dan small homogeneous granules showed by SEM analysis.
Keywords: Bellamya javanica, ex-situ, gelatin, hydroxyapatite, in-situ

SINTESIS DAN PENCIRIAN KOMPOSIT HIDROKSIAPATITGELATIN DENGAN PRESIPITASI BASAH SECARA IN-SITU
DAN EX-SITU

SILVIA MONICA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Sintesis dan Pencirian Komposit Hidroksiapatit-Gelatin dengan
Presipitasi Basah secara In-Situ dan Ex-Situ
Nama
: Silvia Monica
NIM
: G44110016

Disetujui oleh

Dr Charlena, MSi
Pembimbing I

Dr dr Irma H Suparto, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 ini ialah sintesis
komposit hidroksiapatit-gelatin, dengan judul Sintesis dan Pencirian Komposit
Hidroksiapatit-Gelatin dengan Presipitasi Basah secara In-Situ dan Ex-Situ.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Charlena, MSi dan Dr dr Irma
Herawati Suparto, MS selaku pembimbing, serta Drs Sulistioso Giat Sukaryo, MT
yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada Papa, Mama, Nancy, Jimmy, seluruh keluarga besar Kimia 47, 48 dan 49
khususnya Kak Nurianti, Itsna dan Rulyn, serta teman-teman Sinergis atas segala
doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Juli 2015
Silvia Monica

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Metode
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalsinasi dan Konversi Serbuk Cangkang Tutut
Kadar Ca dalam Serbuk Cangkang Tutut
HAp dari Cangkang Tutut
Komposit HAp dengan Gelatin
Kristalinitas Komposit HAp-Gelatin
Analisis Gugus Fungsi Komposit HAp-Gelatin

Analisis Morfologi Komposit HAp-Gelatin
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1
2
2
2
5
5
7
7

8
10
13
15
16
16
16
16
19
30

DAFTAR TABEL
1 Derajat kristalinitas HAp dari cangkang tutut
2 Ukuran kristalit HAp dari cangkang tutut

11
12

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Difraktogram sinar-X serbuk cangkang tutut
Difraktogram sinar-X hasil kalsinasi serbuk cangkang tutut
Difraktogram sinar-X hasil konversi serbuk cangkang tutut
Difraktogram sinar-X HAp dari cangkang tutut
Struktur gelatin
Difraktogram sinar-X HAp dari cangkang tutut + gelatin in-situ
Difraktogram sinar-X HAp dari cangkang tutut + gelatin ex-situ
Spektrum FTIR HAp dari cangkang tutut
Spektrum FTIR HAp dari cangkang tutut + gelatin in-situ

Spektrum FTIR HAp dari cangkang tutut + gelatin ex-situ
Morfologi dari SEM HAp, HAp-gelatin in-situ 30%, dan HAp-gelatin
ex-situ 30%

5
6
7
8
9
9
10
13
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Bagan alir penelitian
Data JCPDS
Data difraktogram sinar-X serbuk cangkang tutut
Data difraktogram sinar-X hasil kalsinasi serbuk cangkang tutut
Data difraktogram sinar-X hasil konversi serbuk cangkang tutut
Nilai pembacaan absorbans deret standar CaCO3
Kurva kalibrasi standar CaCO3
Nilai pembacaan absorbans Ca serbuk tutut
Data difraktogram sinar-X HAp hasil sintesis
Contoh perhitungan derajat kristalinitas HAp serbuk cangkang tutut
Nilai FWHM HAp dari serbuk cangkang tutut
Grafik pelebaran puncak difraksi HAp dari serbuk cangkang tutut
Contoh perhitungan ukuran kristalit HAp dari serbuk cangkang tutut
Perhitungan parameter kisi HAp

19
20
23
23
23
23
24
24
25
26
26
27
27
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kasus kerusakan tulang seperti patah tulang terus meningkat dari tahun ke
tahun. Kasus patah tulang akibat kecelakaan telah meningkat 6 kali lipat selama
20 tahun (BPS 2013). Hal ini menyebabkan kebutuhan akan implan tulang
semakin meningkat. Awalnya, tulang yang akan diimplan berasal dari tulang asli,
baik dari manusia maupun hewan. Namun, teknik ini mempunyai kelemahan dan
berdampak, karena tulang harus diambil dari bagian tubuh lain pasien atau tubuh
pasien lain melalui teknik operasi. Hal ini dapat menyebabkan masalah klinis,
beresiko kematian, dapat menimbulkan reaksi autoimun, dan kemungkinan
terjadinya transfer penyakit. Selain itu, tulang yang ada juga terbatas jumlahnya
(Darwis dan Warastuti 2008). Kebutuhan tulang yang terus-menerus meningkat
melatarbelakangi dibutuhkannya suatu biomaterial sintetik untuk menggantikan
tulang asli tersebut. Biomaterial tersebut dapat berupa logam, keramik, polimer,
atau komposit. Salah satu biomaterial keramik yang umum digunakan adalah
hidroksiapatit (HAp) (Dahlan et al. 2009).
HAp merupakan biomaterial keramik dengan rumus molekul
Ca10(PO4)6(OH)2 yang tergolong dalam kelompok kalsium fosfat, dan memiliki
komposisi mineral mirip dengan jaringan tulang vertebrata. Selain mempercepat
pembentukan tulang baru, HAp juga langsung terikat ke jaringan tulang secara
kimia melalui pembentukan lapisan apatit, dan secara biologis melalui interaksi
antarmuka. HAp dapat digunakan sebagai implan tulang karena sifatnya yang
sangat biokompatibel, bioaktif, tidak merusak jaringan imun, tidak menimbulkan
pembengkakan, dan bersifat osteokonduktif (Mahabole et al. 2012).
Osteokonduktif adalah kemampuan suatu bahan untuk merangsang sel-sel
osteoblas untuk mineralisasi tulang.
Ada 2 cara untuk menyintesis HAp, yaitu dengan metode kering dan metode
basah. Metode kering artinya prekursor Ca dan prekursor P dicampur dalam
keadaan padat, sedangkan pada metode basah, kedua prekursor tersebut dilarutkan
terlebih dahulu, lalu dicampurkan. Metode basah terdiri atas 3 jenis, yaitu
presipitasi, hidrotermal, dan hidrolisis (Pankaew et al. 2010). Pada penelitian ini,
dipilih metode presipitasi basah karena mudah untuk dilakukan, suhu yang
rendah, menghasilkan produk yang murni dengan rendemen yang tinggi, dan
menggunakan peralatan yang relatif murah. Sifat-sifat HAp dapat dipengaruhi
antara lain oleh variasi pH, kecepatan pengadukan, suhu, waktu, dan konsentrasi,
sehingga faktor ini dapat digunakan untuk meningkatkan kuantitas HAp
(Monmaturapoj 2008). Prekursor Ca dapat berasal dari cangkang tutut atau keong
sawah karena memiliki kadar Ca yang tinggi. Kadar Ca dalam cangkang keong
sawah adalah 52% (Winata 2013).
Pemberian komposit gelatin bertujuan memperkecil ukuran pori HAp yang
disebabkan oleh jarak antarmolekul pada HAp memendek, sehingga ikatan yang
terbentuk antara HAp dan gelatin menjadi semakin kuat. Sifatnya yang
biokompatibel dan osteokonduktif menjadikan gelatin memenuhi persyaratan
untuk digunakan sebagai pengganti tulang (Zandi et al. 2009). Pada penelitian ini,
gelatin ditambahkan dengan 2 cara, yaitu in-situ dan ex-situ. Perbedaan keduanya

2
terletak pada proses penambahan gelatin saat presipitasi HAp berlangsung. Pada
metode in-situ, mineral apatit dibentuk dalam matriks gelatin, sedangkan pada
metode ex-situ, gelatin ditambahkan setelah proses presipitasi selesai. Perbedaan
metode terletak pada penambahan porosifier tersebut (Lestari 2009). Hasil dari
kedua metode ini diidentifikasi untuk menentukan komposit HAp-gelatin terbaik.
Penelitian ini bertujuan menentukan metode sintesis dan konsentrasi gelatin
optimum yang akan menghasilkan komposit HAp-gelatin terbaik. Komposit
terbaik pada penelitian sebelumnya adalah komposit HAp-gelatin ex-situ 20%
(Ardabilly 2013).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat kaca,
pengaduk magnet, indikator pH universal, oven, tanur listrik, neraca analitik,
mortar, ayakan 100 mesh, statif, kertas saring, termometer, ultrasonik merk ColeParmer 8893, dan sentrifugasi merk Hermle Z206A. Analisis dalam penelitian ini
menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) merk Shimadzu ASC-7000,
spektrofotometer difraksi sinar-X (XRD) merk Philips, spektrofotometer
inframerah transformasi Fourier (FTIR) merk ABB, dan mikroskop elektron
payaran (SEM) merk Zeiss. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu cangkang tutut (Bellamya javanica) yang diperoleh dari Pasar Anyar Bogor,
CaCO3 dari Wako, HNO3, (NH4)2HPO4 dari Merck, dan gelatin.

Metode

Preparasi Cangkang Tutut menjadi CaCO3
Cangkang tutut dibersihkan dari kotoran menggunakan air kemudian
direbus selama ±1 jam. Setelah itu, cangkang dipisahkan dari dagingnya.
Cangkang tutut dikeringkan di bawah sinar matahari kemudian digiling dengan
mesin penggiling sampai menjadi serbuk, dan diayak untuk mendapatkan serbuk
halus berukuran ±100 mesh. Serbuk tutut yang telah halus (CaCO3) dianalisis
menggunakan XRD.

Kalsinasi CaCO3 menjadi CaO
CaCO3 kemudian dikalsinasi pada suhu 1000 oC selama 3 jam, kemudian
didiamkan selama 1 minggu. Pelepasan CO2 ini menurunkan massa serbuk. Proses
ini berlangsung pada suhu 1000-1200 oC (Elhadad et al. 2007). Serbuk tutut yang
sudah dikalsinasi kemudian dianalisis menggunakan XRD. Reaksi yang terjadi
ialah:
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)

3

Konversi CaO menjadi Ca(OH)2
CaO kemudian dikonversi menjadi Ca(OH)2 melalui dua cara. Cara pertama,
serbuk diratakan pada wadah dan dibiarkan berinteraksi dengan udara terbuka
(dihidrasi) selama seminggu. Cara kedua, air langsung diberikan ke dalam serbuk.
Serbuk yang sudah dikonversi kemudian dianalisis menggunakan XRD. Reaksi
yang terjadi ialah:
2CaO(s) + 2H2O(aq)  2Ca(OH)2(s)

Pengukuran Kadar Ca dari CaO dengan SSA
Preparasi Sampel
Sampel serbuk tutut yang sudah dikalsinasi ditimbang sebanyak 0.1 g
kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 pekat (65%) dalam labu ukur 100 mL.
Campuran didiamkan kira-kira 5 menit hingga sampel larut dan jernih. Sampel
ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dan dikocok. Sebanyak 1 mL
larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL, diencerkan dengan akuades
hingga tanda tera, dan dikocok. Serapan Ca dalam larutan diukur dengan SSA
pada λ = 422.7 nm.
Preparasi Deret Standar
Sebanyak 0.25 g CaCO3 ditimbang ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian
ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dan didiamkan kira-kira 5 menit hingga sampel
larut dan jernih. Sampel ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dan
dikocok untuk mendapatkan larutan standar 1000 ppm. Setelah itu, 10 mL larutan
tersebut diencerkan dengan akuades dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
lalu ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades dan dikocok untuk mendapatkan
larutan standar 100 ppm. Selanjutnya larutan 100 ppm ini diencerkan kembali
untuk membuat deret standar dengan konsentrasi 2, 4, 8, 12, dan 16 ppm masingmasing dalam labu ukur 100 mL. Deret standar diukur serapan Ca-nya dengan
SSA pada λ = 422.7 nm.
Preparasi Blangko
Sebanyak 5 mL HNO3 pekat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL,
kemudian ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades dan dikocok. Satu mL
larutan yang telah dibuat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditepatkan
sampai tanda tera dengan akuades, dan dikocok. Serapan Ca dalam larutan
blangko diukur dengan SSA pada λ = 422.7 nm.
Sintesis HAp-gelatin dengan Metode Presipitasi Basah Secara In-Situ dan
Ex-Situ
Hidroksiapatit disintesis dari Ca(OH)2 yang telah disiapkan dari cangkang
tutut. Ca(OH)2 dibuat menjadi larutan 0.5 M, lalu direaksikan dengan (NH4)2HPO4
0.3 M sebagai berikut:
10 Ca(OH)2 + 6 (NH4)2HPO4  Ca10(PO4)6(OH)2 + 6 H2O + 12 NH4OH
Pada metode in-situ, (NH4)2HPO4 0.3 M diteteskan ke dalam Ca(OH)2 0.5
M pada suhu 40±2 oC dengan laju alir 1.3 mL per menit selama sekitar 1 jam

4
sambil ditambahkan larutan gelatin dengan variasi konsentrasi 10%, 20%, dan
30%. Proses penetesan ini dilakukan sambil terus-menerus diaduk dengan
pengaduk magnet. Reaksi menghasilkan basa NH4OH, sehingga pH harus diatur
10 dengan cara diperiksa pH-nya setiap menit. Campuran hasil sintesis lalu
didekantasi selama 24 jam dan disonikasi selama 6 jam. Setelah itu, larutan
disentrifugasi selama 15 menit. Pelet yang diperoleh disaring dan dibilas dengan
akuades. Endapan yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven dengan
suhu 105 oC selama 3 jam, lalu digerus halus dan dipanaskan di dalam tanur
dengan suhu 1100 oC selama 2 jam. Serbuk HAp-gelatin yang telah terbentuk
diangkat dan dibiarkan mendingin pada suhu kamar sebelum diayak dengan
ayakan 100 mesh, dan dianalisis dengan XRD dan spektrofotometer FTIR.
Pada metode ex-situ, (NH4)2HPO4 0.3 M diteteskan ke dalam Ca(OH)2 0.5
M pada suhu 40±2 oC dengan laju alir 1.3 mL per menit selama sekitar 1 jam.
Proses penetesan ini dilakukan sambil terus-menerus diaduk dengan pengaduk
magnet. Reaksi menghasilkan basa NH4OH, sehingga pH harus diatur 10 dengan
cara diperiksa pH-nya setiap menit. Campuran hasil sintesis didekantasi selama 24
jam dan disonikasi selama 6 jam. Setelah itu, larutan disentrifugasi selama 15
menit. Pelet yang diperoleh disaring dan dibilas dengan akuades. Endapan yang
dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam,
lalu digerus halus dan dipanaskan di dalam tanur dengan suhu 1100 oC selama 2
jam. Serbuk HAp yang telah terbentuk diangkat dan dibiarkan mendingin pada
suhu kamar sebelum diayak dengan ayakan 100 mesh, dan dianalisis dengan XRD
dan spektrofotometer FTIR sebagai HAp tanpa gelatin.
Serbuk HAp yang lain dilarutkan dengan akuades, lalu ditambahkan dengan
larutan gelatin dengan variasi konsentrasi 10%, 20%, dan 30% sambil diaduk
dengan pengaduk magnet. Campuran dikeringkan kembali dalam oven dengan
suhu 105 oC. Setelah itu, dikeruk dan digerus halus, lalu diayak dengan ayakan
100 mesh. Serbuk HAp-gelatin yang diperoleh dari sintesis juga dianalisis dengan
XRD dan Spektrofotometer FTIR. Hasil sintesis dengan kedua metode
diidentifikasi dan ditentukan serbuk HAp-gelatin yang terbaik. Setelah dipilih
berdasarkan analisis XRD dan Spektrofotometer FTIR, serbuk HAp, HAp-gelatin
yang terbaik dan yang terburuk dianalisis dengan SEM.

Analisis Kristalinitas Menggunakan XRD
Sampel yang sudah dikeringkan dan digerus dengan menggunakan mortar
dan alu sampai halus. Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam holder yang diisi
dengan sampel lalu dikaitkan pada difraktometer. Kemudian pada komputer diatur
nama sampel, sudut awal, sudut akhir, dan kecepatan analisis. Sudut awal pada
10º dan sudut akhir pada 80º, kecepatan baca diatur 0.60 detik. Panjang
gelombang yang digunakan adalah 1.5406 Aº dan dengan logam sasaran adalah
tembaga. Setelah itu di proses dijalankan. Setelah selesai, pola difraksi yang
diperoleh diidentifikasi dengan data standar JCPDS (Joint Committee on Powder
Diffraction Standards) pada software PCPDF.
Analisis Gugus Fungsi Menggunakan FTIR
Sebanyak 2 mg sampel dicampur dengan 100 mg KBr dan ditekan sehingga
membentuk pelet. Pelet dianalisis dengan FTIR dengan jangkauan bilangan

5
gelombang 4000-400 cm-1. Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi gugus
fungsi dalam molekul sampel.

Analisis Morfologi Menggunakan SEM
Sampel diletakkan pada plat alumunium kemudian dilapisi dengan pelapis
emas setebal 48 nm. Sampel selanjutnya diamati menggunakan SEM dengan
tegangan 15 dan 20 kV dan perbesaran 500, 1000, dan 2000 kali. Analisis ini
dilakukan untuk mengetahui morfologi dan perbandingan ukuran HAp. Bagan alir
penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalsinasi dan Konversi Serbuk Cangkang Tutut
Analisis serbuk cangkang tutut yang dihaluskan menghasilkan difraktogram
seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1. Jenis fase kristal dari serbuk cangkang
tutut juga dapat ditentukan.

Gambar 1 Difraktogram sinar-X serbuk cangkang tutut
CaCO3 memiliki 3 jenis fase kristal, yaitu kalsit, dengan morfologi rombik
atau kotak miring dan struktur kristal rombohedral; aragonit, dengan morfologi
jarum dan struktur kristal ortorombik; dan vaterit, dengan morfologi seperti bola
berpori dan struktur kristal heksagonal. Di antara ketiga fase ini, kalsit paling
mudah terbentuk karena paling stabil pada suhu ruang, sedangkan vaterit paling
tidak stabil, sehingga paling sulit terbentuk. Fase vaterit dan aragonit merupakan
fase metastabil yang dapat bertransformasi ke fase kalsit. Pembentukan fase ini
dipengaruhi oleh beberapa parameter, seperti pH, suhu, tekanan, dan konsentrasi
reaktan (Han 2006).

6
Difraktogram sinar-X serbuk cangkang tutut (Gambar 1) diidentifikasi
dengan bantuan data XRD CaCO3 berdasarkan JCPDS (Lampiran 2) untuk
melihat fase kristal dari serbuk cangkang tutut. Ketiga fase CaCO3 terbentuk
dengan fase utamanya adalah aragonit. Aragonit lazim ditemukan di alam sebagai
biomineral dalam batu karang, cangkang kerang, cangkang tutut, batu empedu,
dan otolit. Aragonit berisostruktur dengan garam karbonat dari kation divalen
seperti Ba2+, Sr2+, dan Pb2+ (Dickens dan Bowen 2007). Data intensitas masingmasing fase dapat dilihat pada Lampiran 3.
Proses kalsinasi pada suhu 1000-1200oC kemudian dilakukan untuk
mengubah CaCO3 menjadi CaO. Sebagian CO2 akan terlepas sehingga
menurunkan massa sampel. Serbuk hasil kalsinasi diuji kembali dengan XRD dan
menghasilkan difraktogram seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2 Difraktogram sinar-X hasil kalsinasi serbuk cangkang tutut
Puncak CaO dan Ca(OH)2 keduanya teramati, dengan fase utama adalah
CaO. Keberadaan puncak Ca(OH)2 disebabkan serbuk CaO kontak dengan uap air
ketika akan dianalisis. Data intensitas masing-masing fase CaO dan Ca(OH)2
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Proses konversi CaO menjadi Ca(OH)2 selanjutnya dilakukan dengan 2 cara,
yaitu pada cara pertama, serbuk diratakan pada wadah dan dibiarkan berinteraksi
dengan udara terbuka selama seminggu. Akan tetapi, interaksi dengan udara
langsung memungkinkan masuknya pengotor pada serbuk yang berasal dari udara
terbuka. Oleh karena itu, dilakukan cara kedua, yaitu dengan memberikan air
langsung ke dalam serbuk.
Hasil analisis serbuk Ca(OH)2 yang diperoleh dapat dilihat dalam Gambar 3.
Puncak Ca(OH)2 teramati pada kedua difraktogram dengan puncak-puncak yang
saling bertumpang tindih dan tidak jauh berbeda intensitasnya (Lampiran 5). Hal
ini menunjukkan bahwa pembentukan Ca(OH)2 dengan cara kontak udara maupun
pemberian air secara langsung memberikan hasil yang hampir sama. Serbuk hasil
konversi cangkang tutut yang digunakan untuk menyintesis HAp adalah yang
dibiarkan berinteraksi dengan udara terbuka selama seminggu.

7

Gambar 3 Difraktogram sinar-X hasil konversi serbuk cangkang tutut

Kadar Ca dalam Serbuk Cangkang Tutut
Hidroksiapatit dapat disintesis dari cangkang tutut karena kandungan
mineral Ca-nya yang tinggi. Kadar Ca dalam serbuk tutut dianalisis menggunakan
SSA. Blangko dan deret standar CaCO3 disiapkan untuk membuat kurva kalibrasi.
Serbuk cangkang tutut dilarutkan dengan asam nitrat pekat melalui reaksi:
CaCO3(s) + 2HNO3(aq)  Ca2+(aq) + 2NO3-(aq) + H2O(l) + CO2(g)
Dengan asam nitrat, Ca dalam CaCO3 akan menjadi Ca dalam keadaan
bebas. Pemanasan dengan pelat pemanas akan mempercepat proses destruksi ini.
Proses destruksi ditandai dengan terbentuknya buih-buih gas CO2. Setelah itu,
kadar Ca dalam CaCO3 dibaca dengan SSA (Robinson 1980). Nilai pembacaan
absorbans deret standar CaCO3 dapat dilihat pada Lampiran 6 dan menghasilkan
kurva kalibrasi pada Lampiran 7. Konsentrasi Ca di dalam serbuk tutut dapat
dihitung dari persamaan regresi deret standar dan diperoleh 7.12 ppm atau kadar
Ca dalam serbuk tutut adalah 71% (Lampiran 8). Kadar Ca yang diperoleh cukup
tinggi karena Ca diukur setelah proses kalsinasi, sehingga CO2 tidak lagi terdapat
di dalam serbuk.

HAp dari Cangkang Tutut
HAp merupakan biomaterial keramik dengan rumus molekul
Ca10(PO4)6(OH)2 yang tergolong dalam kelompok kalsium fosfat dan memiliki
komposisi mineral yang mirip dengan jaringan tulang vertebrata. HAp dapat
digunakan sebagai implan tulang, karena sifatnya yang sangat biokompatibel,
bioaktif, tidak merusak jaringan imun, tidak menimbulkan pembengkakan, dan
juga osteokonduktif (Mahabole et al. 2012). HAp merupakan komponen alam
yang sifat kekuatan dan stabilitasnya memiliki kemiripan dengan sistem tulang
manusia. HAp dapat disintesis secara presipitasi basah dengan mencampurkan
larutan-larutan yang mengandung ion Ca2+ dan PO43- pada kisaran pH 10–11
dengan nisbah molar Ca/P 1.667.

8
HAp menyusun 65% dari massa tulang total, dan massa yang tersisa
terbentuk dari bahan-bahan organik yang sebagian besar adalah kolagen atau
turunannya dan air. Molekul kolagen atau turunannya terikat bersama membentuk
fibril yang akan membentuk serat. Di antara serat-serat ini terdapat ruang kosong
kecil yang merupakan tempat pembentukan kristal apatit. HAp secara spontan
membentuk apatit bioaktif yang menyerupai tulang pada permukaannya, baik in
vitro dan in vivo. Lapisan apatit yang terbentuk bertindak sebagai antarmuka
antara implan dan jaringan yang dapat memfasilitasi pembentukan ikatan kimia
dan biologis dengan jaringan tulang. Syarat penting bagi biomaterial untuk
berikatan langsung dengan tulang hidup adalah dapat membentuk lapisan apatit
pada permukaannya ketika ditanamkan dalam tubuh. Pada saat lapisan ini
terbentuk, penyerapan protein ke permukaan lapisan tersebut akan memicu
osteoblas, yaitu sel pembentuk tulang baru, untuk membelah dan bereproduksi,
yang menjadi pemicu pembentukan jaringan tulang baru (Elhadad et al. 2007).
Reaksi sintesis HAp berjalan sebagai berikut.
Ca(OH)2 + (NH4)2HPO4  Ca10(PO4)6(OH)2 + 6H2O + 12NH4OH (Zandi et al.
2009)
Ca(OH)2 merupakan prekursor kalsium, sedangkan (NH4)2HPO4 adalah prekursor
fosfat. Saat proses pencampuran dilakukan, suhu dan pH dijaga untuk memastikan
bahwa kalsium fosfat yang terbentuk adalah HAp. Suhu yang digunakan
disesuaikan dengan suhu tubuh, yaitu 37°C, sementara pH optimum terbentuknya
HAp adalah 10 (Dahlan et al. 2009). Proses sonikasi diberikan untuk memperkecil
ukuran HAp dan membuat partikel HAp homogen, sehingga derajat
kristalinitasnya meningkat. Proses dekantasi dan sentrifugasi bertujuan agar HAp
dapat mengendap sehingga mudah untuk dipisahkan (Earl et al. 2006). Hasil
analisis serbuk HAp yang diperoleh dapat dilihat dalam Gambar 4. Puncak utama
HAp teramati pada 2θ 31.80, 33.06, dan 34.08. Puncak karakteristik HAp muncul
pada 2θ sekitar 31.80°-34.00° (Elhadad et al. 2007). Data intensitas ketiga fase
HAp pada HAp tanpa gelatin dapat dilihat pada Lampiran 9a.

Gambar 4 Difraktogram sinar-X HAp dari cangkang tutut

Komposit HAp dengan Gelatin
Gelatin adalah biopolimer alam berupa protein yang diturunkan dari kolagen.
Gelatin bersifat biokompatibel dan osteokonduktif, memenuhi persyaratan untuk
digunakan sebagai pengganti tulang (Zandi et al. 2009). Gelatin umumnya

9
terdapat pada matriks ekstraselular yang mengandung tripeptida Arg–Gly–Asp
(Lien et al. 2009) dengan struktur ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Struktur gelatin (Lien et al. 2009)
Komposit gelatin-HAp telah dikembangkan sebagai material yang baik
untuk memperbaiki jaringan keras karena komposisinya yang mirip dengan
jaringan keras itu sendiri, biokompatibilitas yang baik, dan aktivitas
osteokonduktif yang tinggi. Komposit ini juga digunakan sebagai sistem
pengantar obat untuk pengobatan infeksi tulang. Gelatin pada komposit gelatinHAp berfungsi untuk memperkecil ukuran pori. Komposit mikrosfer gelatin-HAp
umumnya digunakan dalam proses regenerasi tulang, pengisi, atau material
pengganti tulang yang dapat diinjeksikan, yang juga dapat mempersingkat waktu
penyembuhan dan meningkatkan regenerasi jaringan tulang (Teng et al. 2007).
Difraktogram komposit HAp-gelatin hasil sintesis dengan metode in-situ dapat
dilihat pada Gambar 6 dan diidentifikasi dengan bantuan data XRD HAp
berdasarkan JCPDS.

Gambar 6 Difraktogram sinar-X HAp dari cangkang tutut + gelatin in-situ

10
Gambar 6 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi gelatin tidak terlalu
menggeser sudut 2θ. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi gelatin tidak
berpengaruh terhadap sudut HAp (Karthika et al. 2015). Data intensitas fase HApgelatin in-situ dapat dilihat pada Lampiran 9 b,c,d.
Difraktogram komposit HAp-gelatin hasil sintesis dengan metode ex-situ
dapat dilihat pada Gambar 7 dan diidentifikasi dengan bantuan data XRD HAp
berdasarkan JCPDS.

Gambar 7 Difraktogram sinar-X HAp dari cangkang tutut + gelatin ex-situ
Gambar 7 menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi gelatin tidak terlalu
menggeser sudut 2θ. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi gelatin tidak
berpengaruh terhadap sudut HAp (Karthika et al. 2015). Data intensitas fase HApgelatin ex-situ dapat dilihat pada Lampiran 9 e,f,g.

Kristalinitas Komposit HAp-Gelatin
Data yang diperoleh dari difraktogram dianalisis untuk memperoleh nilai
derajat kristalinitasnya. Derajat kristalinitas HAp dan komposit HAp-gelatin
dihitung dengan rumus (Ramakrishnan et al. 2013):

11
Xc = 1 –

�112−�300
�300

. 100%;

dengan Xc merupakan % kristalinitas, I112-I300 merupakan selisih intensitas
antara puncak hasil difraksi (112) pada 2θ 32.19° dan (300) pada 2θ 32.90°
(berdasakan data JCPDS HAp), dan I300 merupakan intensitas puncak pada 300.
Tabel 1 Derajat kristalinitas HAp dari cangkang tutut
Senyawa
HAp
HAp+gelatin in-situ 10%
HAp+gelatin in-situ 20%
HAp+gelatin in-situ 30%
HAp+gelatin ex-situ 10%
HAp+gelatin ex-situ 20%
HAp+gelatin ex-situ 30%

Derajat Kristalinitas (%)
66.02
83.83
84.14
84.62
84.09
28.99
22.06

Berdasarkan Tabel 1, nilai derajat kristalinitas HAp yang diperoleh dari
rumus, meningkat sekitar 18% dengan penambahan gelatin. Keberadaan gelatin
memperpendek jarak antarmolekul pada HAp dan memperkuat ikatannya (Zandi
et al. 2009) sehingga kondisi atom-atom pada molekul HAp menjadi lebih teratur
dan kondisi kristalnya menjadi lebih baik daripada tanpa keberadaan gelatin. Nilai
derajat kristalinitas HAp meningkat dengan penambahan gelatin secara in-situ dan
terus meningkat dengan penambahan konsentrasi gelatin. Kenaikan ini terjadi
karena HAp terbentuk di dalam matriks gelatin, maka terbentuk interaksi yang
kuat antara gugus C=O gelatin dengan Ca2+ dari HAp. Interaksi ini mengakibatkan
jarak antarmolekul HAp memendek. Ketika gelatin yang diberikan semakin
banyak, interaksi yang terbentuk semakin banyak (Yin et al. 2000). Derajat
kristalinitas HAp berasosiasi dengan kekuatan interaksi HAp dengan material
kompositnya (Guo et al. 2011), sehingga semakin banyak dan semakin kuat
interaksinya, derajat kristalinitas meningkat.
Nilai derajat kristalinitas HAp juga meningkat dengan penambahan gelatin
secara ex-situ 10%, akan tetapi nilai tersebut terus menurun ketika konsentrasi
gelatin ditambahkan. Hal ini terjadi karena proses pembentukkan HAp tidak
dilakukan dalam matriks gelatin, akibatnya interaksi yang terbentuk terbatas
hanya sampai konsentrasi tertentu saja sehingga penambahan konsentrasi gelatin
akan menyebabkan gelatin lebih banyak menyebar dan mengakibatkan sifatnya
menjadi lebih amorf (Ardabilly 2013). Gelatin yang menyebar ini juga dapat
teramati pada gambar hasil analisis SEM (Gambar 11). Komposit terbaik adalah
HAp-gelatin 30% yang disintesis dengan metode in-situ karena derajat
kristalinitasnya paling besar. Contoh perhitungan derajat kristalinitas HAp serbuk
cangkang tutut dapat dilihat pada Lampiran 10.
Ukuran kristalit HAp dihitung dari pelebaran setengah puncak tinggi
maksimum difraktogram dengan persamaan Scherrer (Alexander and Klug 1950):

12
Ukuran kristalit = t =

��


; dengan k = tetapan Scherrer = 0.89
λ = panjang gelombang sinar-X= 0.154056 nm
c = intersep grafik pelebaran setengah puncak
tinggi maksimum

Penentuan nilai FWHM dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai c diperoleh
dari intersep grafik pelebaran setengah puncak tinggi maksimum (Lampiran 12).
Tabel 2 Ukuran kristalit HAp dari cangkang tutut
Senyawa
HAp
HAp+gelatin in-situ 10%
HAp+gelatin in-situ 20%
HAp+gelatin in-situ 30%
HAp+gelatin ex-situ 10%
HAp+gelatin ex-situ 20%
HAp+gelatin ex-situ 30%

Rerata
FWHM
0.29
0.27
0.24
0.16
0.19
0.34
0.42

c
0.1210
0.1140
0.1120
0.0860
0.0760
0.2130
0.2170

Ukuran kristalit
(nm)
1.1331
1.2027
1.2242
1.5943
1.8041
0.6437
0.6318

Lebar setengah puncak tinggi maksimum difraktogram yang rendah
mengakibatkan ukuran kristalit menjadi besar dan kristalinitasnya menjadi tinggi,
begitu pula sebaliknya (Ramahdita 2011). Tabel 2 menunjukkan bahwa ukuran
kristalit berbanding terbalik dengan nilai nilai FWHM. Jika nilai FWHM semakin
kecil maka ukuran kristal akan semakin besar. Ukuran kristalit HAp diharapkan
semakin besar ketika ditambahkan gelatin. Ukuran kristal HAp meningkat dengan
penambahan gelatin secara in-situ dan terus meningkat dengan penambahan
konsentrasi gelatin, yang sebanding dengan derajat kristalinitasnya. Ukuran kristal
HAp juga meningkat dengan penambahan gelatin secara ex-situ 10%, akan tetapi
nilai tersebut terus menurun ketika konsentrasi gelatin ditambahkan, yang juga
sebanding dengan derajat kristalinitasnya. Penurunan ini terjadi karena
disintegrasi partikel HAp atau kehilangan keutuhan, yang didasarkan oleh tidak
adanya perbedaan fasa yang terlihat pada hasil XRD (Purwasasmita dan Gultom
2008). Ukuran kristalit HAp berada dalam kisaran 1-100 nm dan dikategorikan
sebagai partikel nano hingga sub-mikron (Purwasasmita dan Gultom 2008).
Contoh perhitungan ukuran kristalit HAp dari serbuk cangkang tutut dapat dilihat
pada Lampiran 13.
Parameter kisi HAp kemudian dihitung dengan rumus:
(Ramakrishnan et al. 2013)
Rumus tersebut digunakan untuk memperoleh nilai a adalah 9.4043 dan nilai c
adalah 6.7859, dengan volume kisi 519.74 Å3 (Lampiran 14). Hasil ini mendekati
nilai parameter kisi HAp dari data JCPDS, yaitu a = 9.4180, c = 6.8840, dan
volume kisi = 521.26 Å3 dengan ketepatan a 99.85%, c 99.11%, dan volume kisi
99.71%. Ketepatan yang tinggi ini mendukung bahwa fase HAp telah terbentuk.

13
Analisis Gugus Fungsi Komposit HAp-Gelatin
Selain pola difraksi, gugus fungsi HAp tanpa gelatin dan komposit HApgelatin yang telah disintesis juga dianalisis dengan FTIR. Pita karakteristik HAp
dapat diamati melalui adanya pita yang membelah pada bilangan gelombang
(dalam cm-1) sekitar 600, sekitar 962, dan sekitar 1049-1030 yang menunjukkan
vibrasi ulur dan tekuk P–O pada gugus fosfat, serta sekitar 3569 yang
menunjukkan vibrasi ulur gugus hidroksil. Pita absorpsi juga diamati pada
bilangan gelombang 1300-1650 yang menunjukkan vibrasi ulur dan tekuk ikatan
C–O pada ion (CO3)2- (Mollazadeh et al. 2007).

Gambar 8 Spektrum FTIR HAp dari cangkang tutut
Spektrum FTIR HAp dari cangkang tutut pada Gambar 8 menunjukkan pita
serapan vibrasi pada bilangan gelombang (dalam cm-1): 3790.02 yang
menunjukkan vibrasi ulur OH-, 1031.88 yang menunjukkan vibrasi ulur asimetri
PO43-, 962.45 yang menunjukkan vibrasi ulur simetri PO43-, 603.70 dan 601.77
yang menunjukkan vibrasi tekuk asimetri PO43-, dan 1425.35 yang menunjukkan
vibrasi CO32-. Serapan vibrasi PO43- dan OH- merupakan serapan karakteristik
HAp (Mollazadeh et al. 2007). Vibrasi CO32- menunjukkan bahwa CaCO3 masih
tersisa di dalam serbuk HAp. CO32- dapat mensubstitusi PO43- dalam kisi HAp
membentuk apatit karbonat tipe A dan B atau AKA dan AKB (Yang et al. 2005).

Gambar 9 Spektrum FTIR HAp dari cangkang tutut + gelatin in-situ

14
Spektrum FTIR HAp dari cangkang tutut + gelatin in-situ pada Gambar 9
menunjukkan pita serapan vibrasi pada bilangan gelombang (dalam cm-1) yang
saling bertumpang-tindih: 3568.21 yang menunjukkan vibrasi ulur OH-, 1031.88
yang menunjukkan vibrasi ulur asimetri PO43-, 962.45 yang menunjukkan vibrasi
ulur simetri PO43-, 603.70 dan 601.77 yang menunjukkan vibrasi tekuk asimetri
PO43-, serta 1419.57 yang menunjukkan vibrasi CO32-. Serapan vibrasi PO43- dan
OH- merupakan serapan karakteristik HAp (Mollazadeh et al. 2007). Perbedaan
konsentrasi gelatin tidak menyebabkan pergeseran bilangan gelombang spektrum.

Gambar 10 Spektrum FTIR HAp dari cangkang tutut + gelatin ex-situ
Spektrum FTIR HAp dari cangkang tutut + gelatin ex-situ pada Gambar 10
menunjukkan pita serapan yang menunjukkan vibrasi ulur OH- dan N-H di
bilangan gelombang (dalam cm-1): 3597.14 pada 10% (garis merah), 3595.21 pada
20% (garis biru), dan 3626.07 pada 30% (garis hijau), vibrasi ulur asimetri PO43di 1030.39 pada 10% (garis merah), 1031.11 pada 20% (Garis biru), dan 1033.16
pada 30% (garis hijau), vibrasi ulur simetri PO43- di 961.08 pada 10% (garis
merah), 955.82 dan 869.38 pada 20% (garis biru), dan 963.85 dan 866.81 pada
30% (garis hijau), dan vibrasi tekuk asimetri PO43- di 636.70 dan 600.66 pada 10%
(garis merah), 598.91 pada 20% (garis biru), dan 628.38 dan 603.43 pada 30%
(garis hijau). Serapan vibrasi PO43- dan OH- merupakan serapan karakteristik HAp
(Mollazadeh et al. 2007). Selain itu diamati pula pita serapan vibrasi CO32- di
1413.11 pada 20% (garis biru) dan 1418.53 pada 30% (garis hijau).
Keberadaan gelatin tidak terlalu menggeser bilangan gelombang pada
spektrum, menunjukkan gelatin tidak berpengaruh terhadap serapan HAp. Akan
tetapi, spektrum FTIR HAp-gelatin ex-situ sedikit berbeda dengan spektrum FTIR
HAp-gelatin in-situ karena terdapat pita serapan vibrasi gelatin yang berupa
polimer asam amino dengan gugus fungsi utama C=O dan N-H. Hal ini terlihat
dari intensitas transmittans vibrasi ulur OH- sedikit lebih kecil atau serapannya
sedikit lebih besar disebabkan karena pita serapan OH- yang tumpang tindih
dengan pita serapan NH gelatin. Pita serapan vibrasi ulur C=O asam yang berasal
dari asam amino gelatin teramati pada 1651.42 pada 10% (garis merah), 1651.02
pada 20% (garis biru), dan 1651.02 pada 30% (garis hijau). Serapan C=O dan N-H
menunjukkan bahwa gelatin tidak hilang pada proses sintesis secara ex-situ.
Gelatin tidak hilang karena setelah ditambahkan ke dalam HAp, larutan tidak lagi

15
dipanaskan sehingga gelatin tidak menguap. Serapan OH- pada HAp kecil dan
tidak melebar karena OH- yang terbentuk berada dalam kristal HAp sehingga
lebih kaku dan lebih sulit bervibrasi (Bilton et al. 2012).

Analisis Morfologi Komposit HAp-Gelatin
Komposit HAp-gelatin dengan derajat kristalinitas terbesar dan terkecil,
yaitu HAp-gelatin 30% yang disintesis dengan metode in-situ dan ex-situ
dianalisis morfologinya dengan SEM, untuk membandingkan morfologi komposit
HAp-gelatin yang terbaik dan yang terburuk.

Gambar 11 Morfologi dari SEM HAp perbesaran 500x (a), 1000x (b), 2000x (c),
HAp-gelatin in-situ 30% perbesaran 500x (d), 1000x (e), 2000x (f),
dan HAp-gelatin ex-situ 30% perbesaran 500x (g), 1000x (h), 2000x
(i)
HAp tanpa gelatin berbentuk granula-granula yang lebih besar dan kurang
homogen (Gambar 11 a,b,c) bila dibandingkan dengan HAp-gelatin in-situ 30%
(Gambar 11 d,e,f). HAp-gelatin in-situ 30% berbentuk granula yang lebih kecil
dan lebih homogen karena keberadaan gelatin memperkuat ikatan HAp (Zandi et
al. 2009) sehingga molekul-molekul HAp menjadi lebih teratur, ukurannya relatif
sama, dan lebih homogen. HAp terbentuk pada matriks gelatin sehingga interaksi

16
HAp dengan gelatin lebih banyak dan meningkatkan keteraturan HAp. Sedangkan
pada HAp-gelatin ex-situ 30% (Gambar 11 g,h,i) terlihat bahwa gelatin tidak
berikatan seluruhnya dengan HAp melainkan tersebar seperti bercak-bercak yang
tidak merata. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini terjadi karena
proses pembentukan HAp tidak dilakukan dalam matriks gelatin, akibatnya
interaksi yang terbentuk terbatas hanya sampai konsentrasi tertentu saja sehingga
konsentrasi gelatin yang tinggi menyebabkan gelatin menyebar dan
mengakibatkan sifatnya menjadi lebih amorf (Ardabilly 2013). Hal inilah yang
menyebabkan HAp-gelatin ex-situ 30% memiliki sifat kristalinitas yang paling
rendah. Saat diukur melalui gambar SEM-nya, HAp-gelatin in-situ 30% memiliki
ukuran yang kecil yaitu sebesar 0.2 µm.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Komposit terbaik adalah HAp-gelatin 30% yang disintesis dengan metode
in-situ karena derajat kristalinitasnya paling besar dan gambar morfologi dari
SEM menunjukkan bentuknya granula yang lebih kecil dan lebih homogen. HApgelatin dengan metode in-situ lebih kristalin daripada dengan metode ex-situ
terlihat dari nilai derajat kristalinitasnya yang lebih besar, akan tetapi sintesis
dengan metode ex-situ tidak menyebabkan gelatin menjadi hilang. Nilai derajat
kristalinitas HAp meningkat dengan penambahan gelatin secara in-situ dan terus
meningkat dengan penambahan konsentrasi gelatin karena HAp terbentuk di
dalam matriks gelatin maka terbentuk interaksi yang kuat antara gugus C=O
gelatin dengan Ca2+ dari HAp yang mengakibatkan jarak antarmolekul HAp
memendek. HAp-gelatin ex-situ 30% memiliki sifat kristalinitas yang paling
rendah karena gelatin menyebar dan mengakibatkan sifatnya menjadi lebih amorf.

Saran
Pada penelitian selanjutnya, variasi konsentrasi gelatin dapat diperbanyak
sehingga konsentrasi gelatin optimum dapat diketahui dengan pasti. Selain
konsentrasi, waktu sonikasi, waktu sintering, pH, kecepatan pengadukan, dan
suhu juga dapat divariasikan untuk melihat pengaruhnya terhadap kristalinitas
HAp-gelatin.

DAFTAR PUSTAKA
Alexander L, Klug HP. 1950. Determination of crystallite size with the x-ray
spectrometer. Journal of Applied Physics. 21: 137-142 doi:10.1063/1.1699612
Ardabilly T. 2013. Sintesis hidroksiapatit berbasis limbah cangkang keong sawah
(Bellamya javanica) dan modifikasi pori menggunakan gelatin. [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

17
Bilton M, Milne SJ, Brown AP. 2012. Comparison of hydrothermal and sol-gel
synthesis of nano-particulate hydroxyapatite by characterisation at the bulk and
particle level. Open Journal of Inorganic Non-metallic Materials. 2(1)
doi:10.4236/ojinm.2012.21001
BPS [Badan Pusat Statistik]. 2013. Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat,
Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun 1992-2012.
[terhubung berkala]. http:/www.bps.go.id/ [4 Juni 2015]
Dahlan K, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang
telur menggunakan dry method. Jurnal Biofisika. 5(2): 71-78
Darwis D, Warastuti Y. 2009. Sintesis dan karakterisasi komposit hidroksiapatit
(HA) sebagai graft tulang sintetik. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi.
4(2): 143-153 ISSN 1907-0322
Dickens B, Bowen JS. 2007. Refinement of the Crystal Structure of the Aragonite
Phase of CaCO3. Journal of Research of the National Bureau of Standards.
75A(1): 27-32
Earl JS, Wood DJ, Milne SJ. 2006. Hydrothermal synthesis of hydroxyapatite.
Journal of Physics: Conference Series. 26: 268-271
Elhadad AA, Barranco V, Jiménez-Morales A, Peon E, Galvan JC. 2007.
Multifunctional sol-gel derived thin film based on nanocrystaline
hydroxyapatite powders. Journal of Physics: Conference Series. 252(1): 1-8
Guo X, Wang W, Wu G, Zhang J, Mao C, Deng Y, Xia H. 2011. Controlled
synthesis of hydroxyapatite crystals templated by novel surfactants and their
enhanced bioactivity. New Journal of Chemistry. 35(3): 663-671
Han YS. 2006. Factors affecting the phase and morphology of CaCO3 prepared by
a bubbling method. Journal of the European Ceramic Society. 26(1): 843-847
Karthika A, Kavitha L, Surendiran M, Kannan S, Gopi D. 2015. Fabrication of
divalent ions substituted hydroxyapatite/gelatin nanocomposite coating on
electron beam treated titanium: mechanical, anticorrosive, antibacterial and
bioactive evaluations. Royal Society of Chemistry. 5(59):1-42 doi:
10.1039/C5RA05624A
Lestari A. 2009. Sintesis dan karakterisasi komposit apatit-kitosan dengan metode
in-situ dan ex-situ. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Lien SM, Ko LY, Huang TJ. 2009. Effect of pore size on ECM secretion and cell
growth in gelatin scaffold for articular cartilage tissue engineering. Acta
Biomaterial. 5:670–679
Mahabole MP, Bahir MM, Kalyankar NV, Khairnar RS. 2012. Effect of
incubation in simulated body fluid on dielectric and photoluminescence
properties of nano-hydroxyapatite ceramic doped with strontium ions. Journal
of
Biomedical
Science
and
Engineering.
5(1):
396-405
doi:10.4236/jbise.2012.57050
Mollazadeh S, Javadpour J, Khavandi A. 2007. In situ synthesis and
characterization of nano-size hydroxyapatite in poly(vinyl alcohol) matrix.
Ceramics International. 33: 1579-1583 doi:10.1016/j.ceramint.2006.06.006
Monmaturapoj N. 2008. Nano-size hydroxyapatite powders preparation by wetchemical precipitation route. Journal of Metals, Materials and Minerals. 18(1):
15-20

18
Pankaew P, Hoonnivathana E, Limsuwan P, Naemchanthara K. 2010.
Temperature effect on calcium phosphate synthesized from chicken egg shells
and ammonium phosphate. Journal of Applied Science. 10(24): 3337-3342
Purwasasmita BS, Gultom RS. 2008. Sintesis dan karakterisasi serbuk
hidroksiapatit skala sub-mikron menggunakan metode presipitasi. Jurnal
Bionatura. 10(2): 155 - 167
Ramahdita G. 2011. Karakterisasi nanopartikel ZnO hasil sintesis dengan metode
presipitasi dan perlakuan prahidrotermal. [Skripsi]. Depok(ID): Universitas
Indonesia
Ramakrishnan R, Wilson P, Sivakumar T, Jemina I. 2013. A comparative study of
hydroxyapatites synthesized using various fuels through aqueous and alcohol
mediated combustion routes. Ceramics International. 39: 3519 -3532
doi:10.1016/j.ceramint.2012.10.176
Robinson P. 1980. Determination of calcium, magnesium, manganese, strontium,
sodium, and iron in the carbonate fraction of limestone and dolomites.
Chemical Geology. 28: 135-146 doi: 10.1016/0009-2541(80)90041-8
Teng S, Chen L, Guo Y, Shi J. 2007. Formation of nano-hydroxyapatite in gelatin
droplets and the resulting porous composite microspheres. Journal of Inorganic
Biochemistry. 101: 686–691 doi:10.1016/j.jinorgbio.2006.11.018
Winata BC. 2012. Karakterisasi HAp dari cangkang keong sawah. [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Yang Z, Jiang Y, Yu LX, Wen B, Li F, Sun S, Hou T. Preparation and
characterization of magnesium doped hydroxyapatite-gelatin nanocomposite.
Journal of Materials Chemistry. 15(18): 1807-1811 doi: 10.1039/b418015c
Yin YJ, Zhao F, Song XF, Yao KD, Lu WW, Leong JC. 2000. Preparation and
characterization of hydroxyapatite/chitosan–gelatin network composite.
Journal of Applied Polymer Science. 77(13): 2929-2938 doi:
10.1002%2F1097-4628%2820000923%2977%3A13-2929%3A%3Aaidapp16-3.0.co%3B2-q
Zandi M, Mirzadeh H,Mayer C, Urch H, Eslaminejad MB, Bagheri F, Mivehchi H.
2009. Biocompatibility evaluation of nano-rod hydroxyapatite/gelatin coated
with nano-HAp as a novel scaffold using mesenchymal stem cells. Journal of
Biomedical Materials Research. Part A: 1244-1255 doi: 10.1002/jbm.a.32452

19

LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Preparasi Cangkang Tutut menjadi
CaCO3

Kalsinasi CaCO3 menjadi CaO

Konversi CaO menjadi Ca(OH)2

Penentuan kadar Ca dalam serbuk
cangkang tutut menggunakan SSA
(Preparasi Sampel, Preparasi Deret
Standar, dan Preparasi Blanko)

Sintesis HAp-gelatin dengan
metode presipitasi basah secara insitu dan ex-situ

Uji kristalinitas dengan XRD,
pencirian dengan FTIR, dan
pencirian morfologi dengan SEM

20
Lampiran 2 Data JCPDS
a. CaCO3 (berurutan aragonit, vaterit, kalsit)

21
Lanjutan Lampiran 2 Data JCPDS

b. CaO

22
Lanjutan Lampiran 2 Data JCPDS
c. Ca(OH)2

d. HAp

23

Lampiran 3 Data difraktogram sinar-X serbuk cangkang tutut
2θ (°)

Intensitas

Fase

20.50
22.30
24.14
26.36
27.64
29.50
31.28

898
909
1400
386
1122
875
554

CaCO3 vaterit
CaCO3 aragonit
CaCO3 vaterit
CaCO3 aragonit
CaCO3 aragonit
CaCO3 kalsit
CaCO3 aragonit

Lampiran 4 Data difraktogram sinar-X hasil kalsinasi serbuk cangkang tutut
2θ (°)

Intensitas

Fase

18.05
28.55
34.00
47.00
50.64

429
278
819
273
332

Ca(OH)2
CaO
CaO
CaO
CaO

Lampiran 5 Data difraktogram sinar-X hasil konversi serbuk cangkang tutut
Intensitas
2θ (°)
18.05
28.70
34.10
47.15
50.79

Kontak Udara
353
183
608
248
270

Pemberian Air
Langsung
529
230
775
305
249

Lampiran 6 Nilai pembacaan absorbans deret standar CaCO3
No

Sampel

1

Blanko
Blanko
Blanko
Rerata
Standar 1
Standar 1
Standar 1
Rerata
Standar 2

2

3

Konsentrasi Konsentrasi
(ppm)
sebenarnya
(ppm)
0.0000
-0.4757
0.0000
-0.4810
0.0000
-0.4757
0.0000
-0.4775
2.0000
1.9569
2.0000
1.9658
2.0000
1.9658
2.0000
1.9622
4.0000
3.9307

Absorbans
0.0049
0.0046
0.0049
0.0048
0.1412
0.1417
0.1417
0.1415
0.2518

Fase
Ca(OH)2
Ca(OH)2
Ca(OH)2
Ca(OH)2
Ca(OH)2

24
Lanjutan Lampiran 6 Nilai pembacaan absorbans deret standar CaCO3
Standar 2 4.0000
3.9432
0.2525
Standar 2 4.0000
3.9432
0.2525
Standar 2 4.0000
3.9557
0.2532
Rerata
4.0000
3.9432
0.2525
4
Standar 3 8.0000
8.0213
0.4810
Standar 3 8.0000
8.0391
0.4820
Standar 3 8.0000
8.0231
0.4811
Rerata
8.0000
8.0284
0.4814
5
Standar 4 12.0000
12.2385
0.7173
Standar 4 12.0000
12.2582
0.7184
Standar 4 12.0000
12.2421
0.7175
Rerata
12.0000
12.2457
0.7177
6
Standar 5 16.0000
15.8258
0.9183
Standar 5 16.0000
15.8276
0.9184
Standar 5 16.0000
15.8097
0.9174
Rerata
16.0000
15.8204
0.9180
Lampiran 7 Kurva kalibrasi standar CaCO3

Lampiran 8 Nilai pembacaan konsentrasi Ca serbuk tutut
No
Sampel
Absorbans Konsentrasi
(ppm)
1
Sampel 1
0.4091
6.7381
Sampel 1
0.4099
6.7524
Sampel 1
0.4117
6.7845
Rerata
0.4102
6.7577
2
Sampel 2
0.4255
7.0308
Sampel 2
0.4255
7.0308
Sampel 2
0.4260
7.0397
Rerata
0.4257
7.0343
3
Sampel 3
0.4538
7.5358
Sampel 3
0.4546
7.5501
Sampel 3
0.4587
7.6233
Rerata
0.4557
7.5698
Rerata konsentrasi
7.1206

25
Lanjutan Lampiran 8 Nilai pembacaan konsentrasi Ca serbuk tutut
Konsentrasi Ca
= 7.1206 x fp
= 7.1206 x 100 = 712.06 ppm
Konsentrasi sampel

= 0.1g / 100 ml
= 100 mg / 0.1 L = 1000 ppm

Kadar Ca sampel

=
=

Konsentrasi Ca
Konsentrasi sampel
712.06
1000

x 100%

x 100% = 71.20% = 71%

Lampiran 9 Data difraktogram sinar-X HAp hasil sintesis
a. HAp tanpa gelatin
2θ (°)

Intensitas

Fase

31.80
105
33.06
67
34.08
36
b. HAp + gelatin in-situ 10%
2θ (°)
Intensitas

HAp
HAp
HAp

31.82
2036
32.24
1114
32.98
1320
c. HAp + gelatin in-situ 20%
2θ (°)
Intensitas

HAp
HAp
HAp

31.84
273
32.26
166
33.04
195
d. HAp + gelatin in-situ 30%
2θ (°)
Intensitas

HAp
HAp
HAp

31.82
196
32.24
122
33.00
152
e. HAp + gelatin ex-situ 10%
2θ (°)
Intensitas

HAp
HAp
HAp

31.86
1689
32.26
898
33.02
1042
f. HAp + gelatin ex-situ 20%
2θ (°)
Intensitas

HAp
HAp
HAp

31.82

HAp

86

Fase

Fase

Fase

Fase

Fase

26
Lanjutan Lampiran 9 Data difraktogram sinar-X HAp hasil sintesis
32.24
66
HAp
33.10
55
HAp
g. HAp + gelatin ex-situ 30%
2θ (°)
Intensitas
Fase
31.84
32.20
32.94

98
87
59

HAp
HAp
HAp

Lampiran 10 Contoh perhitungan derajat kristalinitas HAp serbuk cangkang tutut
Intensitas pada 112 = 19.44
Intensitas pada 300 =14.51
I112-I300 = Intensitas pada 112 - Intensitas pada