Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Konsumsi Pangan dengan Status Gizi dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Stunting dan Normal.

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KELUARGA DAN KONSUMSI
PANGAN DENGAN STATUS GIZI DAN PRESTASI BELAJAR
ANAK SEKOLAH DASAR STUNTING DAN NORMAL

YENNY NURFAJRIANI ARIFIN

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara
Karakteristik Keluarga dan Konsumsi Pangan dengan Status Gizi dan Prestasi Belajar
Anak Sekolah Dasar Stunting dan Normal adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Yenny Nurfajriani Arifin
NIM I14100077

ABSTRAK
YENNY NURFAJRIANI ARIFIN. Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan
Konsumsi Pangan dengan Status Gizi dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar
Stunting dan Normal. Dibawah bimbingan LILIK KUSTIYAH
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara karakteristik
keluarga dan konsumsi pangan terhadap status gizi dan prestasi belajar siswa
kelas 4,5,dan 6 SDN Cibanteng 01 dan Cihideung Ilir 3, Kabupaten Bogor. Desain
penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, dengan subjek penelitian
berjumlah 76 orang yang terdiri dari 38 contoh berstatus gizi normal dan 38
contoh berstatus gizi stunting. Hasil menunjukkan status gizi (TB/U), pendidikan
orang tua, pendapatan keluarga, tingkat kecukupan zat gizi (energi, vitamin A, dan
vitamin C), morbiditas (frekuensi dan lama sakit), dan prestasi belajar pada

contoh dengan status gizi stunting signifikan lebih rendah dibandingkan dengan
contoh normal (p < 0.05). Terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan
ayah dengan tingkat kecukupan zat gizi (energi, protein, kalsium, besi, dan
vitamin C); pendapatan keluarga dengan tingkat kecukupan vitamin A dan
vitamin C; tingkat kecukupan zat gizi (energi, vitamin A, dan vitamin C) dan
morbiditas dengan status gizi (TB/U), serta status gizi (TB/U) dengan prestasi
belajar (p < 0.05). Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan ayah,
pendapatan keluarga dan tingkat kecukupan zat gizi contoh maka semakin baik
pula status gizi dan prestasi belajar contoh.
Kata kunci: karakteristik keluarga, konsumsi pangan, prestasi belajar, status gizi,
dan stunting.
ABSTRACT
The aims of this study was to determine the association between family
characteristics and food consumption with nutritional status and academic
achievement of student class 4,5, and 6 at Cibanteng 01 and Cihideung Ilir 03
elementary school, Bogor district. The design was a cross sectional study with 76
subjects, consisting of 38 normal subjects and 38 stunting subjects. The result
showed that subject’s nutritional status (H/A), parents education; family income;
nutritional adequacy level (energy, vitamin A, and vitamin C); morbidity
(frequency and period of illness), and academic achievement in stunting subjects

were significantly lower than normal subjects (p < 0.05). There was a significant
correlation between father’s education with nutritional adequacy level (energy,
protein, calcium, iron, and vitamin C); family income with vitamin A and vitamin
C adequacy level; nutritional adequacy level (energy, vitamin A, and vitamin C)
and morbidity with nutritional status (H/A), and nutritional status (H/A) with
academic achievement (p < 0.05). Therefore, subjects with higher level of father’s
education, family income, and nutrition adequacy level, tend to have better
nutrition and academic achievement.
Keywords: family characteristics, food consumption, academic achievement,
nutritional status, and stunting

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KELUARGA DAN KONSUMSI
PANGAN DENGAN STATUS GIZI DAN PRESTASI BELAJAR
ANAK SEKOLAH DASAR STUNTING DAN NORMAL

YENNY NURFAJRIANI ARIFIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam skripsi ini adalah stunting, dengan judul Hubungan antara Karakteristik
Keluarga dan Konsumsi Pangan dengan Status Gizi dan Prestasi Belajar Anak
Sekolah Dasar Stunting dan Normal. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing
akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini.
2. Prof Dr Faisal Anwar, MS dosen penguji sidang skripsi yang telah
memberikan masukan untuk perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Keluarga tercinta: bapak (Ir Zaenal Arifin), ibu (Tudjimah Badjuri) dan kakak
tersayang (Dessy Hanamari‟a, Dian Primayadi, Agie Shalahuddin, Mirawati)
serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan moril dan kasih sayangnya.
4. Teman-teman satu perjuangan penelitian: Andika Mohammad dan Annisa
Sophia atas kerjasamanya dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
5. Teman-teman satu bimbingan: M. Mifthah Faridh C, Yoesniasani Dwi
Meisya, Yusi Ariska, Engkun Rohimah, Lidyawati Gunawan, Saida Batty,
dan Yoga Hendriyanto atas semangat dan bantuannya.
6. Teman-teman dekat: Maryam Nabila, Kirana Fajar Rahmah, M. Rivqi
Zaelani, Ramadhani, Hayu Ning Dewi, Miftachur Rizqi, Almira Nuraelah,
Rekyan Hanung Puspadewi, Annisa Amalia, Nur Eliya Farida, Novi
Anggraini, dan Afifah Salimah atas segala perhatian, dukungan, semangat
dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.
7. Teman-teman seperjuangan ID yang luar biasa: Riana, Kirana, Erlina, Defika.
8. Teman–teman (Gizi Masyarakat 47) dan adik-adik (Gizi Masyarakat 48) yang

tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangatnya.
9. Adik-adik siswa, ibu siswa, dan guru SDN Cihideung Ilir 03 dan SDN
Cibanteng 01 yang telah bersedia membantu dan menjadi subjek dalam
penelitian ini.
Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

Yenny Nurfajriani Arifin

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR


iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan


3

Tujuan Umum

3

Tujuan Khusus

3

Hipotesis

3

Manfaat

4

KERANGKA PEMIKIRAN


4

METODE

6

Desain, Waktu, dan Lokasi

6

Teknik Pengambilan Contoh

6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

8

Pengolahan dan Analisis Data


9

HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Karakteristik Contoh

15

Status Gizi

16

Karakteristik Keluarga

17

Konsumsi Pangan


20

Kuantitas konsumsi pangan

20

Pola konsumsi pangan

23

Morbiditas

26

Prestasi Belajar

28

Hubungan antar Variabel

29

Hubungan antara karakteristik contoh dengan konsumsi pangan

29

Hubungan antara karakteristik keluarga dengan konsumsi pangan

30

Hubungan antara konsumsi pangan dengan status gizi

30

Hubungan antara morbiditas dengan status gizi

31

Hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar

31

SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

33

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

38

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Jenis dan cara pengumpulan data
Kategori status gizi contoh
Kategori data karakteristik keluarga
Angka kecukupan energi dan zat gizi serta berat dan tinggi badan ideal
anak usia sekolah
5 Kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi
6 Kategori tingkat morbiditas
7 Kategori data prestasi belajar
8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik dan status gizi
9 Sebaran contoh berdasarkan status gizi (IMT/U)
10 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan status gizi
11 Rata-rata asupan energi dan zat gizi berdasarkan status gizi
12 Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi berdasarkan status gizi
13 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan gizi
14 Rata-rata frekuensi konsumsi untuk masing-masing kelompok pangan
berdasarkan status gizi
15 Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit dan status gizi
16 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit dan status gizi
17 Sebaran contoh berdasarkan kategori frekuensi sakit untuk setiap jenis
penyakit dan status gizi
18 Sebaran contoh berdasarkan kategori lama sakit setiap jenis penyakit dan
status gizi
19 Sebaran contoh berdasarkan kategori frekuensi dan lama sakit serta
status gizi
20 Sebaran contoh berdasarkan kategori prestasi belajar dan status gizi

9
10
11
12
13
13
13
15
17
18
20
20
21
23
26
26
27
27
28
28

iii

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran hubungan antara karakteristik keluarga dan
konsumsi pangan dengan status gizi dan prestasi belajar anak.
2 Kerangka pengambilan contoh
3 Wawancara terstruktur dan pengisian kuesioner (SDN Cibanteng 01)
4 Wawancara terstruktur dan pengisian kuesioner (SDN Cihideung Ilir 03)
5 Pengukuran tinggi badan
6 Pengukuran berat badan

6
8
44
44
44
44

DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji beda variabel data antar status gizi (stunting dan normal)
2 Uji hubungan (Spearman) antara uang saku contoh dengan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi
3 Uji hubungan (Spearman) antara usia orang tua dengan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi
4 Uji hubungan (Spearman) antara pendidikan orang tua dengan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi
5 Uji hubungan (Spearman) antara pendapatan keluarga dengan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi
6 Uji hubungan (Spearman) antara besar keluarga dengan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi
7 Uji hubungan (Spearman) antara pekerjaan orang tua dengan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi
8 Uji hubungan (Spearman) antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi
dengan status gizi (TB/U)
9 Uji hubungan (Spearman) antara morbiditas dengan status gizi (TB/U)
10 Uji hubungan (Spearman) antara status gizi (TB/U) dengan prestasi
belajar
11 Dokumentasi

38
39
39
40
40
41
42
42
43
43
44

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gangguan gizi terdiri dari gizi kurang dan gizi lebih. Gizi kurang meliputi
kependekan (stunting) dan kekurusan (wasting), sedangkan gizi lebih meliputi
kegemukan (obesitas). Gangguan gizi kurang yang paling menonjol yaitu
kependekan (stunting). Berdasarkan Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010
sebesar 35.6% anak usia 6-12 tahun mengalami stunting dengan rincian 15.1%
tergolong sangat pendek dan 20.5% tergolong pendek (Balitbangkes 2010). Selain
itu, berdasarkan Riskesdas terbaru yaitu tahun 2013 menunjukkan sebesar 30.7%
anak usia 6-12 tahun mengalami stunting dengan rincian, presentase anak pendek
usia 6 tahun sebesar 27.7% pada laki-laki dan 25.5% pada perempuan dan terus
meningkat sampai usia 12 tahun sebesar 37.7% pada laki-laki dan 34.9% pada
perempuan (Balitbangkes 2013). Walaupun prevalensi stunting anak usia sekolah
di Indonesia semakin menurun namun angka tersebut terbilang tinggi mengingat
standar WHO untuk anak stunting (sangat pendek dan pendek) yaitu sebesar 20%.
Selain itu, prevalensi anak stunting usia sekolah (6-12 tahun) di Provinsi Jawa
Barat mencapai 34.2% yang terdiri dari 13.9% sangat pendek dan 20.3% pendek
(Balitbangkes 2010).
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan oleh
malnutrisi kronis, yang dinyatakan dengan nilai z-skor tinggi badan menurut umur
(TB/U) kurang dari -2 Standar Deviasi (SD) (WHO 2010). Stunting pada anak
sekolah merupakan manifestasi dari stunting pada masa balita yang mengalami
kegagalan dalam tumbuh kejar (catch up growth). Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya stunting, salah satunya adalah aspek konsumsi pangan
dan morbiditas sebagai faktor penyebab langsung. Menurut Onyango et al.
(2002), stunting mengindikasikan kurang gizi kronis yang salah satunya dapat
disebabkan oleh ibu pekerja dapat memberikan asupan gizi yang rendah (kualitas
dan kuantitas). Selain itu, menurut Aditianti (2010) faktor lain yang
mempengaruhi stunting pada anak di Indonesia salah satunya penyakit infeksi.
Konsumsi pangan dan penyakit infeksi memiliki hubungan timbal balik.
Konsumsi pangan anak yang kurang baik dari segi kuantitas maupun kualitas akan
menurunkan daya tahan tubuh sehingga meningkatkan risiko penyakit infeksi.
Penyakit infeksi dapat menyebabkan penurunan nafsu makan, gangguan
penyerapan dan perubahan metabolisme zat gizi sehingga asupan energi dan zat
gizi menurun. Menurut de Onis & Blossner (2003) prevalensi stunting yang cukup
tinggi banyak ditemui di lingkungan dengan prevalensi penyakit infeksi yang
tinggi.
Konsumsi pangan anak, salah satunya dapat dipengaruhi oleh karakteristik
keluarga yang terdiri dari usia orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan
keluarga, besar keluarga, dan pekerjaan orang tua. Menurut pernyataan Suhardjo
(1989) bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga maka semakin besar
peluang keluarga tersebut untuk memilih pangan yang baik. Menurut Sanjur
(1982) beberapa penelitian menunjukan bahwa pendapatan perkapita dan
pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga.

2

Pada anak yang mengalami stunting konsekuensi yang diterima yaitu
berkaitan dengan rendahnya kemampuan kognitif anak. Hal tersebut dikarenakan
pemenuhan kebutuhan zat gizi yang tidak adekuat dalam jangka waktu yang lama
berdampak pada tidak optimalnya perkembangan jaringan dan otak. Hal ini
menyebabkan terjadi keterlambatan pematangan fungsi otak. Terganggunya
fungsi otak dalam jangka waktu yang lama berhubungan dengan rendahnya
kemampuan kognitif anak (Marotz et al. 2005). Hal tersebut sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan di Brazil dan Maroko menunjukkan bahwa anak
usia sekolah dasar (6-15 tahun) yang berstatus gizi stunting memiliki kemampuan
kognitif, nilai matematika dan skor IQ yang lebih rendah dibandingkan dengan
anak yang non-stunting (Brito et al. 2004). Kejadian stunting juga berhubungan
dengan keterlambatan usia masuk sekolah, pengulangan kelas, prestasi belajar,
dan drop out dari sekolah (Daniels et al. 2004).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat prestasi belajar anak yaitu dengan
mengetahui nilai murni yang didapatkan dari hasil ujian sekolah. Menurut
Hidayati et al. (2010) beberapa mata pelajaran seperti: Bahasa Indonesia,
Matematika, dan IPA merupakan mata pelajaran yang sudah cukup
menggambarkan kemampuan siswa secara umum. Oleh karena itu, berdasarkan
penjelasan di atas penulis tertarik untuk meneliti keterkaitan antara karakteristik
keluarga dan konsumsi pangan dengan status gizi dan prestasi belajar anak usia
sekolah (10-13 tahun) yang mengalami stunting dan membandingkannya dengan
anak sekolah (usia 10-13 tahun) yang normal.

Perumusan Masalah
Berdasarkan data dari Riskesdas, prevalensi stunting pada anak usia
sekolah yaitu sebesar 35.6% pada tahun 2010 dan 30.7% pada tahun 2013.
Walaupun mengalami penurunan, prevalensi stunting tersebut masih tergolong
tinggi mengingat standar WHO untuk anak stunting yaitu sebesar 20%. Terdapat
beberapa dampak negatif dari anak yang berstatus gizi stunting, diantaranya
adalah gangguan perkembangan kognitif, terhambatnya perkembangan mental dan
motorik (Hautvast et al. 2001), peningkatan resiko infeksi, kematian, dan
penurunan kapasitas kerja (Berkman et al. 2002), serta gangguan terhadap respon
imun dan gangguan perkembangan psikomotor (Albalak et al. 2000). Berdasarkan
uraian di atas dampak-dampak dari terjadinya stunting perlu untuk diantisipasi
agar prevalensi anak usia sekolah yang mengalami stunting mengalami penurunan
pada tahun berikutnya. Oleh karena itu,terdapat beberapa pertanyaan penelitian
yang ingin dikaji dan dianalisis melalui penelitian ini. diantaranya:
1. Bagaimana perbandingan karakteristik anak (jenis kelamin, usia, dan uang
saku) dan karakteristik keluarga (usia orang tua, pendidikan orang tua,
pendapatan keluarga, besar keluarga, dan pekerjaan orang tua) pada anak
yang berstatus gizi stunting dan normal
2. Bagaimana perbandingan konsumsi pangan dan morbiditas anak yang
berstatus gizi stunting dan normal
3. Bagaimana perbandingan prestasi belajar anak yang berstatus gizi stunting
dan normal

3

4. Apakah terdapat keterkaitan antara karakteristik anak (uang saku) dan
karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan
besar keluarga) dengan konsumsi pangan anak stunting dan normal
5. Apakah terdapat keterkaitan antara konsumsi pangan dan morbiditas
dengan status gizi anak stunting dan normal
6. Apakah terdapat keterkaitan antara status gizi dengan prestasi belajar anak

Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik
keluarga dan konsumsi pangan dengan status gizi dan prestasi belajar anak
sekolah dasar stunting dan normal.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi dan membandingkan karakteristik anak (jenis kelamin,
usia, dan uang saku) dan karakteristik keluarga (usia orang tua, pendidikan
orang tua, pendapatan keluarga, besar keluarga, dan pekerjaan orang tua),
anak stunting dan normal
2. Mengidentifikasi dan membandingkan konsumsi pangan anak stunting dan
normal
3. Mengidentifikasi dan membandingkan morbiditas anak stunting dan
normal
4. Mengidentifikasi dan membandingkan prestasi belajar anak stunting dan
normal
5. Menganalisis hubungan antara karakteristik anak (uang saku) dan
karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan
besar keluarga) dengan konsumsi pangan anak
6. Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan dan morbiditas anak
dengan status gizi serta hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar
anak.

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan karakteristik anak (usia dan uang saku), karakteristik
keluarga (usia orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, besar
keluarga, dan pekerjaan orang tua), konsumsi pangan, morbiditas, dan prestasi
belajar pada anak yang berstatus gizi stunting dan normal.
2. Terdapat hubungan antara karakteristik anak (uang saku) dan karakteristik
keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga)
dengan konsumsi pangan anak.
3. Terdapat hubungan antara konsumsi pangan dan morbiditas anak dengan status
gizi serta hubungan antara status gizi anak dengan prestasi belajar anak.

4

Manfaat
Manfaat penelitian yang diharapkan dapat tercapai saat akhir penelitian,
diantaranya adalah dapat memberikan informasi tentang prevalensi kejadian
stunting pada anak usia sekolah, khususnya di daerah yang dijadikan objek
penelitian. Selain itu, dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting dan prestasi belajar anak. Manfaat yang
lainnya adalah dapat memberikan informasi mengenai akibat dari kejadian
stunting pada anak. Dengan demikian diharapkan dapat dilakukan tindakan
antisipatif untuk mencegah dan mengelola kejadian stunting pada anak usia
sekolah di Indonesia.

KERANGKA PEMIKIRAN
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak, salah
satunya adalah status gizi. Diduga jika anak mengalami status gizi yang tidak
normal (stunting), maka kemampuan kognitif dan prestasi belajar anak akan
rendah. Hal tersebut dikarenakan pemenuhan zat gizi yang tidak adekuat dalam
jangka waktu yang lama berdampak pada tidak optimalnya pertumbuhan dan
perkembangan jaringan otak. Terganggunya fungsi otak dalam jangka waktu yang
lama berhubungan dengan rendahnya kemampuan kognitif anak (Marotz et al.
2005).
Terdapat faktor lain yang berhubungan secara tidak langsung dengan
prestasi belajar anak sekolah selain status gizi. Faktor-faktor tersebut ialah
kualitas sekolah, karakteristik keluarga dan karakteristik anak (Abudayya et al.
2011). Selain itu, terdapat beberapa penelitian mengenai pengaruh asupan
terhadap prestasi belajar yang telah dilakukan di beberapa negara. Anak Sekolah
Dasar di negara Taiwan, dengan kebiasaan makan makanan yang berkualitas
rendah seperti makanan manis dan makanan yang digoreng, dan jarang
mengkonsumsi sayur, buah, ikan dan telur, berhubungan dengan rendahnya
prestasi di sekolah (Fu et al. 2007). Status gizi anak usia sekolah, salah satu
indikatornya stunting dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang
langsung berpengaruh adalah konsumsi pangan dan morbiditas. Hubungan timbal
balik dan saling mempengaruhi terjadi antara konsumsi pangan dan morbiditas.
Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi status gizi. Kurangnya kuantitas konsumsi pangan dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan kurangnya asupan energi dan zat gizi yang
dan menjadikan tingkat kecukupan energi dan zat gizi rendah. Bila hal tersebut
terjadi secara berkelanjutan dapat menyebabkan kekurangan energi dan zat gizi
kronis yang dapat menimbulkan masalah gizi, antara lain stunting. Selain
kuantitas, konsumsi pangan dapat diketahui dari pola konsumsi pangan yang
dapat diketahui dengan metode food frequency questionnaire. Konsumsi pangan
yang kurang baik dari segi kuantitas dan pola konsumsi pangan akan menurunkan
daya tahan tubuh sehingga meningkatkan morbiditas atau kejadian sakit pada
anak.

5

Selain faktor konsumsi pangan, faktor morbiditas juga dapat
mempengaruhi status gizi anak usia sekolah. Morbiditas yang umumnya berasal
dari penyakit infeksi menyebabkan penurunan nafsu makan, gangguan
penyerapan dan perubahan metabolisme zat gizi sehingga asupan energi dan zat
gizi menurun yang dapat menyebabkan masalah gizi pada anak. Masalah gizi
dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kejadian stunting. Ukuran
morbiditas anak dapat diketahui berdasarkan frekuensi dan lama sakit penyakit
yang diderita anak.
Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan fisik anak. Faktor genetik yang salah satunya adalah tinggi badan
ibu akan berpengaruh terhadap status gizi (TB/U) anak dan mempengaruhi potensi
biologis anak ketika proses pertumbuhan fisik berlangsung. Sehingga terdapat
dugaan jika ibu memiliki tinggi badan yang pendek maka kemungkinan tinggi
badan anak juga akan termasuk kategori pendek (stunting).
Karakteristik keluarga dan karakteristik anak merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kuantitas dan pola konsumsi pangan anak.
Karakteristik anak meliputi usia, jenis kelamin, dan uang saku. Terdapat dugaan
semakin besar jumlah uang saku maka semakin besar peluang anak untuk
membeli jajanan sehingga asupan dan tingkat kecukupan energi serta zat gizi anak
semakin baik. Berdasarkan jenis kelamin, diduga anak laki-laki lebih banyak
dalam mengonsumsi pangan daripada anak perempuan. Selain itu, semakin
bertambahnya usia anak semakin banyak pula konsumsi pangan anak karena
semakin tingginya kebutuhan energi dan zat gizi yang harus dipenuhi.
Karakteristik anak secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap status gizi,
khususnya stunting. Terdapat dugaan semakin bertambahnya usia anak maka
semakin meningkatnya kejadian stunting.
Karakteristik keluarga meliputi usia orang tua, pendidikan orang tua,
pendapatan perkapita keluarga, besar keluarga, dan pekerjaan orang tua. Pekerjaan
orang tua akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga. Keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi
dapat membeli pangan yang lebih beragam dan jumlah yang lebih banyak. Namun
hal tersebut juga ditentukan oleh tingkat pendidikan orang tua. Terdapat dugaan
rendahnya pendidikan, khususnya ibu memiliki peran penting kejadian kurang
gizi pada anak. Pemilihan kombinasi makanan yang kurang tepat, sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan gizi anak. Selain itu, besar keluarga juga berdampak
pada kecukupan gizi anak. Keluarga dengan keadaan ekonomi kurang, akan lebih
mudah memenuhi kebutuhan pangannya jika yang harus diberi makan jumlahnya
sedikit. Selain itu, karakteristik keluarga, khususnya pada aspek besar keluarga
dan pendapatan juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi status gizi anak.
Berdasarkan penjabaran sebelumnya, diduga karakteristik contoh dan
karakteristik keluarga dapat mempengaruhi kuantitas dan pola konsumsi pangan
anak. Sedangkan konsumsi pangan dan morbiditas dapat mempengaruhi status
gizi tinggi badan menurut umur (TB/U). Selain itu, status gizi (TB/U) juga dapat
mempengaruhi prestasi belajar anak. Bagan kerangka pemikiran disajikan pada
Gambar 1.

6

1.
2.
3.
4.
5.

Karakteristik keluarga
Usia orang tua
Pendidikan orang tua
Pendapatan keluarga
Besar keluarga
Pekerjaan orang tua

Karakteristik contoh
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Uang saku

Konsumsi pangan
1. Kuantitas: tingkat
kecukupan energi dan
zat gizi
2. Pola konsumsi pangan

Morbiditas

Genetik

Status Gizi
(TB/U)

Prestasi belajar siswa
Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan antar variabel yang dianalisis
: Hubungan antar variabel yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara karakteristik keluarga dan
konsumsi pangan dengan status gizi dan prestasi belajar anak.

METODE
Desain, Waktu, dan Lokasi
Desain yang akan digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional.
Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2014 bertempat di SDN Cihideung
Ilir 03 dan SDN Cibanteng 01, Kabupaten Bogor

Teknik Pengambilan Contoh
Populasi contoh dalam penelitian ini adalah siswa kelas 4,5, dan 6 SDN
Cihideung Ilir 03 dan SDN Cibanteng 01. Pemilihan SD dilakukan secara
purposive dan berdasarkan pernyataan Musthaq et al. (2011) bahwa dikarenakan
Kabupaten Bogor merupakan daerah pedesaan; menunjukkan bahwa prevalensi
stunting pada daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan serta

7

telah mendapatkan izin dari pihak sekolah. Penentuan contoh didasarkan pada
kriteria inklusi berupa: (a) contoh berusia 10-13 tahun; (b) contoh memiliki ibu
yang tinggal satu rumah; (c) ibu dan contoh bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian. Jumlah minimal contoh penelitian yang sudah diketahui populasinya,
ditentukan berdasarkan rumus Lemeshow et al. (1997).
n=

Z2(1-α/2)P(1-P)N
d (N-1)+Z2(1-α/2)P(1-P)
2

keterangan:
n
=Jumlah contoh minimal
Z(1-α/2) =Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat kemaknaan α
(untuk α = 0.05 adalah 1.96)
N
=Total populasi contoh
P
=Prevalensi stunting anak usia sekolah di Jawa Barat (0.342) [Riskesdas 2010]
d
=Tingkat kepercayaan (0.1)

Sehingga:
�=

0.12

1.962 (0.342) (0.658) (295)
(295−1) + 1.962 (0,342)(0.658)

� ≈ 76 ����

Berdasarkan perhitungan, maka contoh minimal yang dibutuhkan adalah
76 contoh dengan perbandingan anak yang berstatus gizi stunting dan normal 1:1
yaitu 38 contoh berstatus gizi stunting dan 38 contoh berstatus gizi normal. Data
jumlah populasi contoh berasal dari database sekolah yaitu sebesar 295 orang dari
dua sekolah, masing-masing sebesar 134 contoh dari SDN Cihideung Ilir 03 dan
161 contoh dari SDN Cibanteng 01. Sebanyak 295 contoh diukur tinggi badan dan
berat badan, namun hanya 63 contoh dari SDN Cibanteng 01 dan 90 contoh dari
SDN Cihideung Ilir 03 yang bersedia diwawancarai dan mengisi kuesioner.
Kemudian contoh dibedakan menjadi menjadi kategori yang berstatus gizi
stunting dan normal serta dihitung jumlah contoh dari masing-masing kategori.
Setelah dibedakan dan diketahui jumlah dari contoh yang berstatus gizi stunting
dan normal dari masing-masing sekolah kemudian data digabungkan dari kedua
sekolah pada tiap kategori kemudian dilakukan pengambilan sampel acak
sederhana (simple randomized sampling) dan yang memenuhi kriteria inklusi pada
tiap kategori untuk ditentukan sebagai contoh penelitian. Kerangka pengambilan
contoh dapat dilihat pada Gambar 2.

8

Total populasi kelas 4,5,6
N=295

SDN Cibanteng 01
n=161

SDN Cihideung Ilir 03
n=134
Bersedia
diwawancarai dan
mengisi kuesioner

Normal
n=41

Stunting
n=22

Normal
n=68

Stunting
n=22

Data yang digunakan
(berdasarkan kriteria
inklusi dan Simple
Randomized Sampling)

Normal
n=38

Stunting
n=38

Gambar 2 Kerangka pengambilan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
karakteristik contoh, karakteristik keluarga, status gizi dan konsumsi pangan
contoh merupakan data primer yang dikumpulkan menggunakan kuesioner dan
wawancara terstruktur, selain itu data status gizi dikumpulkan dengan melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan secara langsung. Sedangkan data hasil
prestasi belajar merupakan data sekunder yang diperoleh dari arsip sekolah
melalui wali kelas yang diizinkan untuk menjadi data penelitian. Jenis dan cara
pengumpulan data secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1.

9

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
No
1.

Variabel
Karakteristik anak

Jenis data
a. Jenis kelamin
b. Usia (tahun)
c. Uang saku (Rp/hari)

Cara pengumpulan data
Pengisian kuesioner oleh
contoh

2.

Karakteristik keluarga

a. Usia orang tua (tahun)
b. Pendidikan orang tua
c. Pendapatan keluarga
(Rp/kapita/bulan)
d. Besar keluarga (orang)
e. Pekerjaan orang tua

Pengisian kuesioneroleh
ibu contoh

3.

Status gizi contoh

a. Tinggi badan (m)

Pengukuran dengan
menggunakan stature
meter
Pengukuran dengan
menggunakan timbangan
berat badan digital

b. Berat badan (kg)

4.

Morbiditas

a. Jenis Penyakit
b. Frekuensi dan lama sakit
(1 bulan terakhir)

Pengisian kuesioner oleh
ibu contoh

5.

Konsumsi pangan contoh

a. Jumlah dan jenis bahan
pangan yang dikonsumsi

a. Wawancara dengan
contoh menggunakan
food recall 1x24 jam ,
dan food record 1x24
jam
b. Pengisian Semi
Quantitative FFQ
(Food Frequency
Questionaire)

b. Frekuensi konsumsi bahan
pangan

6.

Prestasi belajar contoh

Nilai murni Ujian Akhir
Sekolah (UAS) mata pelajaran
Matematika, IPA, dan Bahasa
Indonesia

Data sekolah setempat
(arsip sekolah)

Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis. Proses pengolahan
data terdiri atas beberapa tahapan meliputi pengkodean (coding), pemasukan data
(entry), pengeditan (editing), dan analisis data. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan analisis data
menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) for windows versi
16.0.
Karakteristik contoh. Data karakteristik contoh meliputi status gizi, jenis
kelamin, usia (tahun), dan uang saku (Rp/hari). Status gizi (TB/U) diolah
menggunakan software WHO Anthro plus dengan memasukkan data tinggi badan
(m), jenis kelamin, dan tanggal lahir. Tinggi badan contoh diukur dengan
menggunakan stature meter (ketelitian 0,1 cm) yang ditempelkan di dinding
dengan tinggi maksimal dari alat stature meter adalah 2 meter. Saat pengukuran
tinggi badan, posisi tubuh contoh harus berdiri tanpa menggunakan alas kaki,
tumit ditempelkan ke dinding, tubuh tegak, pandangan lurus ke depan tidak

10

menunduk ataupun menengadah, kepala dan badan menempel ke dinding. Pada
contoh yang berjenis kelamin perempuan ikat rambut harus dilepas agar kepala
benar-benar menempel pada dinding. Setelah status gizi contoh (TB/U) dihitung
menggunakan software WHO Anthro plus kemudian dilakukan pengelompokkan
status gizi (TB/U) berdasarkan WHO (2007) yang terdapat pada Tabel 2.
Status gizi (IMT/U) diolah menggunakan software WHO Anthro plus
dengan memasukan data berat badan (kg) dan tinggi badan (m), jenis kelamin, dan
tanggal lahir. Berat badan diukur menggunakan timbangan berat badan digital
yang ditempatkan di permukaan/lantai datar dan didalam satu ubin. Saat
pengukuran tinggi badan, contoh tidak memakai benda-benda yang memberatkan
(jam tangan, handphone, cincin, kalung, dsb) kemudian posisi tubuh contoh harus
berdiri tanpa menggunakan alas kaki, tubuh tegak, pandangan lurus ke depan.
Setelah itu, status gizi contoh (IMT/U) dihitung menggunakan software WHO
Anthro plus kemudian dilakukan pengelompokkan status gizi (IMT/U)
berdasarkan WHO (2007) yang terdapat pada Tabel 2. Hasil pengelompokkan
tersebut kemudian akan digunakan sebagai pertimbangan perhitungan Tingkat
Kecukupan energi dan zat gizi (TKG) contoh.
Tabel 2 Kategori status gizi contoh
Indikator
Tinggi badan menurut
umur (TB/U)

Status Gizi
a. Pendek (stunting)
b. Normal
c. Tinggi

Keterangan
a. z-score < -2 SD
b. -2 SD ≤ z-score < +2 SD
c. z-score ≥ +2 SD

Indeks massa tubuh
berdasarkan umur
(IMT/U)

a. Kurus
b. Normal
c. Gemuk

a. z-score < -2 SD
b. -2 SD ≤ z-score < +2 SD
c. z-score ≥ +2 SD

Data uang saku per hari diperoleh dari pengisian kuesioner oleh contoh.
Data uang saku tersebut kemudian dirata-ratakan untuk diketahui gambaran uang
saku yang diterima contoh. Setelah dirata-ratakan kemudian dikategorikan
menjadi dua, yaitu jika kurang dari nominal rata-rata (< Rp4 605) maka
dikategorikan kecil, sedangkan jika lebih dari nominal rata-rata (≥ Rp4 605) maka
dikategorikan besar.
Karakteristik keluarga. Data karakteristik keluarga meliputi usia orang
tua, pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, besar keluarga, dan pekerjaan
orang tua. Data tersebut diperoleh dari pengisian kuesioner oleh orang tua. Data
pendidikan dan pekerjaan orang tua diisi dengan cara memilih dari jawaban
pilihan yang tersedia. Data pendapatan keluarga terdiri dari pendapatan ayah, ibu,
dan anggota keluarga lain. Sedangkan data besar keluarga terdiri dari keluarga inti
(ayah, ibu, dan anak) dan saudara yang tinggal di rumah maupun di luar rumah
yang menjadi tanggungan keluarga inti (misalnya: nenek, paman, bibi, dsb). Data
karakteristik keluarga dikelompokkan seperti pada Tabel 3.
Konsumsi pangan. Data konsumsi pangan ditentukan dengan cara
menggunakan metode pola konsumsi pangan dan kuantitatif. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara terstruktur dan berkelompok,
yaitu contoh dibagi dalam beberapa kelompok (satu kelompok terdiri dari 5
orang) yang dibimbing langsung oleh satu enumurator untuk pengisian kuesioner
konsumsi pangan dengan cara wawancara langsung face to face kepada contoh.
Sehingga diharapkan dapat mengurangi kesalahan yang dilakukan selama

11

pengisian kuesioner. Pola konsumsi pangan dapat diketahui melalui frekuensi
pangan yang dikonsumsi oleh contoh dengan menggunakan metode
Semiquantitative Food Frequency Questionnaire. Data yang dikumpulkan direkap
berdasarkan jenis makanan yang sering dikonsumsi selama satu bulan terakhir,
kemudian data tersebut ditabulasi hingga diperoleh rata-rata frekuensi konsumsi
per kelompok bahan pangan.
Tabel 3 Kategori data karakteristik keluarga
1.

No.

Karakteristik keluarga
Usia orang tua (WNPG 2004)

Kategori
a. Dewasa muda (20-29 tahun)
b. Dewasa madya (30-49 tahun)
c. Dewasa lanjut (≥ 50 tahun)

2.

Pendidikan orang tua

a. < SMA
b. SMA
c. > SMA

3.

Pendapatan keluarga (BPS 2012)

a. Miskin (≤ Rp231.438 /kapita/bulan)
b. Tidak miskin (> Rp231.438 /kapita/bulan)

4.

Besar keluarga (BKKBN 1997)

a. Kecil (≤ 4 orang)
b. Sedang (5-7 orang)
c. Besar (≥ 8 orang)

5.

Pekerjaan orang tua

a. Tidak bekerja
b. Buruh tani
c. Jasa (ojeg/supir)
d. PNS/TNI
e. Pegawai swasta
f. Pedagang/wiraswasta
g. Lainnya (pelaut, instruktur senam, penjahit,
peternak, guru ngaji, satpam)

Metode kuantitatif adalah metode untuk mengetahui jumlah dan jenis
bahan pangan yang dikonsumsi oleh contoh. Metode tersebut menggunakan
kuesioner food recall 1x24 jam dan food record 1x24 jam. Pada hari pertama
pengambilan data, dilakukan recall atau metode mengingat bahan pangan beserta
porsi yang dikonsumsi pada hari sebelumnya (24 jam) dengan cara wawancara
terstruktur kepada contoh. Setelah itu, contoh diberikan kuesioner food record
1x24 jam atau metode pencatatan makanan yang bertujuan agar contoh dapat
mengisi sendiri bahan pangan yang sudah dikonsumsi contoh pada hari
berikutnya. Contoh sebelumnya sudah diberikan pengarahan agar tidak terjadi
kesalahan dalam pencatatan.
Pada hari pengembalian kuesioner, contoh diwawancara kembali untuk
pengecekan ulang (verifikasi). Setelah metode food record sudah dilakukan maka
dilanjutkan dengan metode food purchasing yaitu peneliti membeli langsung
snack atau jajanan yang sering dibeli dan dikonsumsi contoh untuk diketahui label
gizi produk tersebut. Hal tersebut bertujuan agar perhitungan asupan konsumsi
energi dan zat gizi contoh dapat dilakukan dengan tepat dan benar. Data yang
dikumpulkan selama dua hari kemudian dirata-ratakan dan dikonversi sehingga
diketahui asupan energi dan zat gizi dengan menggunakan Daftar Konversi Bahan
Makanan (DKBM) 2010. Konversi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

12

KGij

= [(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)]

Keterangan:
KGij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j
Bj
= Berat makanan-j yang dikonsumsi (gram)
Gij
= Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram BDD bahan makanan-j
BDDj = Bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan
(Hardinsyah &Briawan 1994)

Setelah asupan energi dan zat gizi serta angka kecukupan zat gizi contoh
diketahui, selanjutnya dihitung Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) terutama energi,
protein, vitamin (vitamin A dan vitamin C), dan mineral (kalsium dan zat besi)
bagi setiap individu. Salah satu syarat untuk menghitung TKG yaitu berdasarkan
status gizi anak (IMT/U). Pengkategorian status gizi anak (IMT/U) dapat dilihat
pada Tabel 2. Rumus yang digunakan untuk anak (contoh) yang berstatus gizi
gemuk dan kurus adalah sebagai berikut.
TKGi = [Ki/AKG] x 100%
Sedangkan untuk anak yang berstatus gizi normal untuk menghitung TKG
perlu dilakukan koreksi terhadap berat badan (BB). Berikut merupakan rumus
yang digunakan.
AKGi = BB aktualx AKG
BB ideal
TKGi = [Ki/AKGi] x 100%
Keterangan:
TKGi = Tingkat kecukupan energi atau zat gizi-i
Ki
= Konsumsi energi atau zat gizi-i
AKGi = Angka kecukupan energi atau zat gizi-i (setelah dihitung dengan pertimbangan
berat badan)
AKG = Angka kecukupan energi atau zat gizi (sesuai dengan tabel AKG)
(Hardinsyah Briawan 1994)

Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan pada contoh
berdasarkan AKG 2013 disajikan pada Tabel 4. Sedangkan kategori tingkat
kecukupan energi, protein, vitamin (vitamin A dan vitamin C), dan mineral
(kalsium dan zat besi) dikelompokkan seperti pada Tabel 5.
Tabel 4 Angka kecukupan energi dan zat gizi serta berat dan tinggi badan ideal
anak usia sekolah
BB

TB

E
(kkal)

P
(g)

L
(g)

KH
(g)

Kalsium
(mg)

Besi
(mg)

Vit A
(RE)

Vit C
(mg)

Laki
10-12 tahun
13-15 tahun

34
46

142
158

2100
2475

56
72

70
83

289
340

1200
1200

13
19

600
600

50
75

Perempuan
10-12 tahun
13-15 tahun

36
46

145
155

2000
2125

60
69

67
71

275
292

1200
1200

20
26

600
600

50
65

Kelompok umur

13

Tabel 5 Kategori tingkat kecukupan energi dan zat gizi
No
1

2

Tingkat kecukupan energi
dan zat gizi
Tingkat kecukupan energi
dan protein
(Depkes 2003)
Tingkat kecukupan vitamin
dan mineral
(Gibson 2005)

Kategori

Keterangan

a. Defisit
b. Normal
c. Kelebihan

a. < 90% AKG
b. 90-119% AKG
c. ≥120% AKG

a. Kurang
b. Cukup

a. nilai median

2.

Lama sakit
(Untoro et al. 2005)

a. Rendah
b. Tinggi

a. Lama sakit ≤ nilai median
b. Lama sakit > nilai median

Prestasi belajar. Data prestasi belajar adalah data sekunder yang
diperoleh dari database sekolah, merupakan nilai Ujian Akhir Semester (UAS)
yang dilaksanakan dari tanggal 2-7 Juni 2014. Nilai tersebut merupakan nilai
murni (bukan nilai rapor) yang sudah direkap oleh guru wali kelas masingmasing. Nilai yang diambil adalah dari mata pelajaran Matematika, Bahasa
Indonesia, dan IPA. Menurut Hidayati et al. (2010) mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika, dan IPA merupakan mata pelajaran yang dapat mewakili
kemampuan siswa secara umum. Mata pelajaran Matematika dapat
merepresentasikan kemampuan penalaran untuk memecahkan masalah, IPA dapat
merepresentasikan kemampuan berpikir, bekerja, serta bersikap ilmiah, sedangkan
Bahasa Indonesia dapat merepresentasikan kemampuan berbahasa (Depdiknas
2006). Selain itu, ketiga mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang
akan diujikan pada Ujian Akhir Nasional (UAN). Nilai-nilai dari mata pelajaran
tersebut kemudian akan dirata-ratakan dan dikelompokkan ke dalam beberapa
kategori. Kategori data prestasi belajar disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Kategori data prestasi belajar
Variabel
Prestasi belajar siswa
(Depdiknas 2008)

Kategori
a. Kurang
b. Cukup
c. Lebih dari cukup
d. Baik

Rata-rata nilai
a. < 60
b. 60-69
c. 70-79
d. ≥ 80

14

Analisis data menggunakan program SPSS 16.0 for Windows dan
melakukan analisis univariat dan bivariat.
1. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel baik
variabel dependen dan independen dengan gambaran distribusi frekuensinya
dalam bentuk jumlah dan presentase, yaitu dengan melakukan uji normalitas
untuk data yang termasuk ke dalam data rasio, yaitu: usia contoh, uang saku,
usia orang tua, pendapatan keluarga, besar keluarga, asupan energi dan zat gizi,
tingkat kecukupan energi dan zat gizi, frekuensi sakit, lama sakit, status gizi
(TB/U dan IMT/U), dan prestasi belajar. Kemudian dilakukan analisis
deskriptif yang meliputi: data rasio dan data kategorik (jenis kelamin,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua). Analisis deskriptif dapat
dilakukan melalui beberapa cara, yaitu sebagai berikut:
a. Data tersebar normal: dilakukan analisis deskriptif, yaitu dengan
menggunakan rata-rata (x±sd).
b. Data tidak tersebar normal: dilakukan analisis deskriptif, yaitu dengan
menggunakan median kemudian dicari nilai minimal dan maksimal dari
data tersebut (min-max).
Selain analisis deskriptif dilakukan analisis uji beda yang diperlukan
untuk mengetahui perbedaan antara karakteristik anak (usia dan uang saku),
karakteristik keluarga (usia orang tua, pendidikan orang tua, pendapatan
keluarga, besar keluarga, dan pekerjaan orang tua), konsumsi pangan,
morbiditas (frekuensi dan lama sakit), dan prestasi belajar anak yang berstatus
gizi stunting dan normal.
a. Uji beda t-test dilakukan jika data dua variabel yang dibedakan tersebar
normal, yaitu data status gizi (IMT/U), usia ibu, asupan vitamin A, dan
prestasi belajar
b. Uji beda Mann-whitney dilakukan jika terdapat data yang tidak tersebar
normal, yaitu data usia contoh, uang saku, status gizi (TB/U), usia ayah,
pendapatan keluarga, besar keluarga, asupan energi, asupan protein,
asupan zat besi, asupan vitamin C, tingkat kecukupan energi dan seluruh
zat gizi, frekuensi sakit, serta lama sakit.
2. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel,
yaitu variabel dependen dengan salah satu variabel independen yaitu dengan
melakukan uji hubungan. Uji tersebut menggunakan uji korelasi Spearman,
yang digunakan untuk uji data yang tidak tersebar normal atau data tersebut
termasuk ke dalam data kategorik, yaitu:
a. Data karakteristik uang saku contoh (tidak normal) dihubungkan dengan
tingkat kecukupan energi dan zat gizi (tidak normal).
b. Data karakteristik keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga,
dan besar keluarga) dihubungkan dengan tingkat kecukupan energi dan
zat gizi (tidak normal).
c. Data tingkat kecukupan energi dan zat gizi (tidak normal) dihubungkan
dengan nilai z-skor TB/U (tidak normal).
d. Data rata-rata frekuensi dan lama sakit (tidak normal) dihubungkan
dengan nilai z-skor TB/U (tidak normal).
e. Data nilai z-skor TB/U (tidak normal) dihubungkan dengan prestasi
belajar (normal).

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah anak usia 10-13 tahun yang berada
pada SDN Cibanteng 01 dan SDN Cihideung Ilir 03, Kabupaten Bogor. Sebaran
contoh berdasarkan karakteristik (jenis kelamin, usia, dan uang saku) dan status
gizi disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik dan status gizi
Karakteristik

Stunting
n

Normal
%

n

Total
%

n

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan

14
24

Usia (tahun)
10-11
12-13

11(10,13)a
26
68
12
32

11(10,13)a
29
96
9
4

11(10,13)
55
21

Uang saku
Besar
Kecil

4 000 (1 000,10 000)a
15
39
23
61

5 000 (2 000,10 000)a
20
53
18
47

4 000 (1 000,10 000)
35
41

1)

37
63

15
23

39
61

29
47

%

p

38
62
0.6141)
72
28
0.1621)
46
54

uji Mann-Whitney, pada baris yang sama, huruf yang sama menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan (p > 0.05) antara contoh stunting dan normal

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pada kedua kelompok contoh, proporsi
perempuan (62%) hampir 2 kali lipat daripada laki-laki (38%). Hasil
menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan nilai z-skor TB/U pada contoh lakilaki yang stunting lebih rendah (-2.5±0.4 SD) daripada contoh perempuan (2.4±0.3 SD), namun berdasarkan uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada status gizi (TB/U) antar jenis kelamin pada
contoh stunting (p > 0.05). Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian
Yasmin (2014) bahwa contoh laki-laki stunting signifikan lebih tinggi
dibandingkan contoh perempuan (p < 0.05)
Kisaran usia contoh adalah 10-13 tahun, masing-masing dengan rata-rata
baik pada contoh stunting dan normal adalah 11 tahun. Proporsi usia 12-13 tahun
pada contoh stunting (32%) jauh lebih banyak dibandingkan pada contoh normal
(4%). Hasil juga menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan prevalensi stunting
yang tinggi sejalan dengan peningkatan usia walaupun tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antar usia kedua kelompok contoh (p > 0.05). Hal tersebut tidak
sesuai dengan hasil penelitian Yasmin (2014) yang melakukan penelitian pada
anak usia sekolah 6-12 tahun bahwa rata-rata usia contoh stunting signifikan lebih
tinggi dibandingkan dengan contoh normal (p < 0.05). Usia pada contoh stunting
yang lebih dewasa daripada contoh normal dapat mengindikasikan terdapat
contoh stunting mengalami keterlambatan usia masuk sekolah dan pengulangan
kelas. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Daniels et al. (2004) bahwa anak
stunting berhubungan dengan keterlambatan usia masuk sekolah, pengulangan
kelas, prestasi belajar, dan drop out.

16

Pada penelitian ini yang dimaksud dengan uang saku adalah jumlah uang
yang diberikan oleh orang tua dan keluarga kepada anak per hari yang digunakan
untuk membeli makanan dan non makanan. Uang saku siswa dikategorikan
menjadi dua berdasarkan rata-rata dari keseluruhan uang saku siswa, kategori
uang saku yang besar yaitu ≥ Rp4 605 dan kategori uang saku kecil yaitu <
Rp4605.
Kisaran uang saku contoh yaitu sebesar Rp1 000-10 000. Rata-rata uang
saku pada contoh stunting sebesar Rp4 000 lebih kecil dibandingkan contoh
normal yaitu sebesar Rp5 000. Proporsi uang saku pada contoh stunting yang
tergolong dalam kategori kecil (61%) hampir 1.5 kali lipat lebih besar
dibandingkan dengan contoh normal (47%). Begitu pun sebaliknya, hampir
separuh contoh stunting memiliki uang saku yang termasuk dalam kategori besar
(39%) lebih sedikit dibandingkan dengan contoh normal (53%). Hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada uang saku
antar kedua kelompok contoh (p > 0.05). Namun, terdapat kecendrungan bahwa
pada contoh stunting memiliki uang saku yang lebih kecil dibandingkan dengan
contoh normal. Hal tersebut diperkuat oleh kenyataan sebagian besar rata-rata
pendapatan keluarga pada contoh stunting termasuk ke dalam kategori miskin
(61%) (Tabel 10).

Status Gizi
Status gizi adalah kondisi kesehatan seseorang atau kelompok yang
dikarenakan oleh konsumsi, absorpsi, dan penggunaan zat gizi (Riyadi 1995).
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu
antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Pengukuran antropometri yang tepat
pada anak usia kurang dari 19 tahun, untuk mengukur pertumbuhan linier dan
mengetahui status gizi pada masa lampau umumnya dilakukan dengan
pengukuran tinggi badan menurut umur (TB/U) sedangkan untuk mengetahui
status gizi anak di masa sekarang dilakukan pengukuran indeks massa tubuh
menurut umur (IMT/U) (Gibson 2005).
Rata-rata tinggi badan contoh stunting (127.18±1.84 cm) adalah signifikan
lebih rendah (p < 0.05) 13 cm dari rata-rata tinggi badan contoh normal
(140.7±7.99 cm). Selain itu, rata-rata nilai z-skor TB/U contoh stunting (2.48±0.38 SD) signifikan lebih rendah (p < 0.05) dari contoh normal (-0.69±0.96
SD). Pada indeks IMT/U, rata-rata nilai z-skor IMT/U contoh stunting signifikan
lebih rendah (-1.00±1.02 SD) (p < 0.05) daripada contoh normal (0.22±1.45)
walaupun nilai keduanya masih tergolong normal. Sebaran contoh berdasarkan
status gizi (IMT/U) disajikan pada Tabel 9.
Pada Tabel 9 terlihat bahwa status gizi (IMT/U) baik pada contoh stunting
maupun contoh normal sebagian besar tergolong dalam kategori normal (79%).
Namun, proporsi status gizi (IMT/U) pada contoh stunting yang tergolong
kategori kurus (21%) 7 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan contoh normal
(3%), dan tidak ada satu pun contoh stunting yang tergolong dalam kategori
gemuk (0%). Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Popkin et al. (1996)
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stunting dengan kasus
overweight pada anak usia 3-9 tahun. Selain itu, hasil tersebut juga berbeda

17

dengan hasil penelitian Yasmin (2014) bahw

Dokumen yang terkait

Studi Transisi Keluarga, Konsumsi Pangan dan Gizi dan Status Gizi Anak Balita

0 10 10

Konsumsi Pangan Hewani Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar

0 23 198

Pertumbuhan dan perkembangan anak balita dengan status gizi stunting dan normal

0 12 76

Analisis Hubungan Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan serta Konsumsi Pangan dengan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar

0 4 4

Analisis Hubungan Sarapan Pagi, Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Negeri Papandayan Bogor

0 10 64

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA GRENGGENG KECAMATAN Hubungan Antara Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar Kebumen.

0 3 12

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA GRENGGENG KECAM ATAN Hubungan Antara Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Di Desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar Kebumen.

0 5 16

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PANGAN-NON PANGAN KELUARGA DENGAN STATUS GIZI ANAK Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Dan Pengeluaran Pangan-Non Pangan Keluarga Dengan Status Gizi Anak Prasekolahdi Kelurahan Semanggi Dan Sangkrah, Keca

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PANGAN-NON PANGAN KELUARGA DENGAN STATUS GIZI ANAK Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Dan Pengeluaran Pangan-Non Pangan Keluarga Dengan Status Gizi Anak Prasekolahdi Kelurahan Semanggi Dan Sangkrah, Keca

0 1 12

Hubungan Antara Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Pada Anak Sekolah Dasar bab 1

0 0 5