Kerentanan Plutella xylostella dari Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah lterhadap Lima Jenis Insektisida Komersial dan Ekstrak Buah Piper aduncum

KERENTANAN Plutella xylostella DARI KEJAJAR DIENG,
KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH TERHADAP
LIMA JENIS INSEKTISIDA KOMERSIAL DAN
EKSTRAK BUAH Piper aduncum

WIRATHAZIA ENBYA LAVITRI CHENTA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kerentanan Plutella
xylostella dari Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah terhadap Lima
Jenis Insektisida Komersial dan Ekstrak Buah Piper aduncum” adalah benar karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Wirathazia Enbya Lavitri Chenta
NIM A34100010

ABSTRAK

WIRATHAZIA ENBYA LAVITRI CHENTA. Kerentanan Plutella xylostella dari
Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah terhadap Lima Jenis
Insektisida Komersial dan Ekstrak Buah Piper aduncum. Dibimbing oleh DJOKO
PRIJONO.
Plutella xylostella merupakan hama penting pada tanaman famili
Brassicaceae yang dapat menurunkan hasil panen secara nyata. Petani umumnya
mengendalikan hama tersebut dengan menggunakan insektisida sintetik secara
intensif. Namun, cara pengendalian tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak
negatif termasuk resistensi hama sasaran. Penelitian ini bertujuan menentukan

kerentanan larva P. xylostella yang berasal dari Desa Kejajar, Kecamatan Kejajar
Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah terhadap lima jenis insektisida
komersial, yaitu deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos
dan spinetoram, serta ekstrak buah Piper aduncum sebagai insektisida nabati
untuk alternatif pengendalian. Insektisida komersial dan ekstrak P. aduncum
diujikan pada larva instar 2 menggunakan metode celup daun dengan pemberian
daun pakan perlakuan selama 48 jam. Pengamatan mortalitas serangga uji
dilakukan pada 24, 48, 72, dan 96 jam setelah perlakuan (JSP). Berdasarkan LC95
pada 96 JSP, deltametrin dan profenofos memiliki tingkat toksisitas yang rendah
terhadap larva P. xylostella dengan LC95 masing-masing 2030 dan 8462 mg b.a./L.
LC95 tersebut 203 dan 11.3 kali lebih tinggi daripada konsentrasi anjuran masingmasing insektisida. Larva P. xylostella masih rentan terhadap 3 jenis insektisida
komersial yang lain dan ekstrak buah P. aduncum. LC95 emamektin benzoat,
klorantraniliprol, dan spinetoram masing-masing 2.59, 23.07, dan 0.90 mg b.a./L.
LC95 tersebut berturut-turut 3.86, 1.73, dan 13.33 kali lebih rendah daripada
konsentrasi anjuran masing-masing. LC95 ekstrak P. aduncum (2288.39 mg
ekstrak/L) lebih rendah daripada LC95 profenofos tetapi lebih tinggi daripada LC95
empat jenis insektisida komersial yang lain, sementara LC50 ekstrak P. aduncum
lebih rendah daripada LC95 deltametrin dan profenofos. Dengan demikian, P.
xylostella asal Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah tidak rentan
terhadap deltametrin dan profenofos namun masih rentan terhadap emamektin

benzoat, klorantraniliprol, dan spinetoram. Sementara itu, ekstrak buah P.
aduncum dapat digunakan sebagai insektisida alternatif untuk mengendalikan P.
xylostella. Pada perlakuan dengan 3 taraf konsentrasi terendah, perlakuan
insektisida uji dapat mematikan larva P. xylostella tetapi tidak menghambat
pembentukan pupa dan imago secara nyata pada larva yang bertahan hidup.
Kata kunci: hama kubis, insektisida komersial, insektisida nabati, kerentanan,
pembentukan pupa dan imago.

ABSTRACT
WIRATHAZIA ENBYA LAVITRI CHENTA. Susceptibility of Plutella
xylostella from Kejajar Dieng District, Wonosobo Regency, Central Java to Five
Commercial Insecticides and Piper aduncum Fruit Extract. Supervised by DJOKO
PRIJONO.
Plutella xylostella is an important pest of Brassicaceae vegetable crops that
can reduce crop production significantly. In general, farmers use syntethic
insecticides intensively to control the pest. However, this control tactic has some
negative impacts including resistance in target pests. This study was conducted to
determine the susceptibility of P. xylostella from Kejajar Dieng District,
Wonosobo Regency, Central Java to five commercial insecticides, i.e.
chloranthraniliprole, deltamethrin, emamectin benzoate, profenofos, and

spinetoram, as well as Piper aduncum fruit extract as a botanical insecticide for
alternative control means. The commercial insecticides and P. aduncum extract
were tested against second-instar larvae P. xylostella with a leaf-dip feeding
method in which the feeding treatment was given for 48 hours. Larval mortality
was counted at 24, 48, 72, and 96 hours after treatment (HAT) and larval mortality
data was analyzed with a probit method. Based on LC95 at 96 HAT, deltamethrin
and profenofos had low toxicity on P. xylostella larvae. LC95 of these insecticides
were 2030 and 8462 mg a.i./L, respectively, which were 203 and 11.3-fold higher
than their respective recommended field rates. Meanwhile, P. xylostella larvae
were still susceptible to the other three commercial insecticides and P. aduncum
extract. LC95 of chlorantraniliprole, emamectin benzoate, and spinetoram were
23.07, 2.59, and 0.90 mg a.i./L, respectively, which were 1.73, 3.86, and 13.33fold lower than their respective recommended field rates. On the other hand LC95
of P. aduncum extract (2288.39 mg/L) was lower than that of profenofos but was
higher than that of the other four commercial insecticides. Meanwhile, LC50 of P.
aduncum extract was much lower than that of deltamethrin and profenofos. Thus,
P. xylostella from Kejajar Dieng District were not susceptible to deltamethrin and
profenofos but still susceptible to the other three commercial insecticides. In
addition, P. aduncum extract can be used as an alternative insecticide for the
control of P. xylostella. In the treatment with three lowest concentrations, all test
insecticides could kill P. xylostella larvae but did not inhibit pupation and adult

emergence significantly in the surviving larvae.
Keywords: botanical insecticide, cabbage pest, commercial insecticides, pupation
and adult emergence, susceptibility.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KERENTANAN Plutella xylostella DARI KEJAJAR DIENG,
KABUPATEN WONOSOBO, JAWA TENGAH TERHADAP
LIMA JENIS INSEKTISIDA KOMERSIAL DAN
EKSTRAK BUAH Piper aduncum

WIRATHAZIA ENBYA LAVITRI CHENTA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa
NIM

: Kerentanan Plutella xylostella dari Kejajar Dieng,
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah lterhadap Lima

Jenis Insektisida Komersial dan Ekstrak Buah Piper
aduncum
: Wirathazia Enbya Lavitri Chenta
: A34100010

Disetujui oleh

Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang

berjudul “Kerentanan Plutella xylostella dari Kejajar Dieng, Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah lterhadap Lima Jenis Insektisida Komersial dan Ekstrak
Buah Piper aduncum”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman dari Desember 2013 sampai April 2014 yang
dibiayai sebagian oleh Program Kreativitas Mahasiswa, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis Ayah Djaka
Sudibja dan Ibu Eny Purwati serta adik penulis Wiradizta Enbya Putra Bagaskara
atas doa yang senantiasa dipanjatkan dan semangat yang selalu diberikan. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi, dan
bimbingan selama ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Abdul
Munif, MSc. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran serta
semangat. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Gede Suastika,
MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan
bimbingan dan motivasi selama penulis menyelesaikan studi di Departemen
Proteksi Tanaman.
Terima kasih kepada sahabat dan rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan

Toksikologi Serangga, khususnya Masaidah Cardi, SP., Aulia Rakhman, Trijanti
A. Widinni Asnan, SP., Gracia Mediana, SP., Annisa Nurfajrina, SP., Muhammad
Sigit Susanto, SP., Eka Candra Lina, MSi., serta Bp. Agus Sudrajat atas kerja
sama, saran, dan semangat yang senantiasa diberikan.
Terima kasih kepada sahabat seperjuangan Winar Nur Aisyah Fatimah,
Sheilla Amanda, Gita Sri Lestari, Dian Novitasari, Widi Astuti, Endah Wahyuni,
Hagia Sophia Khairani, SP., dan Rizky Marcheria Ardiyanti atas bantuan,
dukungan, saran, dan semangat yang diberikan. Terima kasih kepada seluruh
teman-teman Proteksi Tanaman 47, seluruh adik serta kakak tingkat yang tidak
dapat disebutkan satu per satu atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Bogor, Juli 2014
Wirathazia Enbya Lavitri Chenta

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Perbanyakan Tanaman Pakan P. xylostella
Perbanyakan Serangga Uji
Penyiapan Insektisida Uji
Ekstraksi Buah Piper aduncum
Uji Toksisitas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Toksisitas Insektisida Uji terhadap Larva P. xylostella
Pengaruh Insektisida Uji terhadap Perkembangan Larva P. xylostella
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


ix
ix
x
1
3
3
3
4
4
4
4
4
5
5
7
7
13
15
15
15
16
19
26

DAFTAR TABEL
1 Toksisitas lima jenis insektisida komersial dan ekstrak buah P. aduncum
tehadap larva P. xylostella
2 Persentase pupa dan imago P. xylostella yang terbentuk dari larva yang
bertahan hidup pada perlakuan dengan lima jenis insektisida komersial
dan ekstrak buah P. aduncum

11

13

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kimia dilapiol
2 Perkembangan tingkat mortalitas larva P. xylostella asal Kejajar Dieng
pada perlakuan dengan deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos, spinetoram, dan ekstrak buah P. aduncum
3 A: daun kubis yang menunjukkan gejala fitotoksisitas berupa bercak
nekrosis akibat perlakuan dengan deltametrin 1500 mg b.a./L; (B) daun
kubis yang tidak menunjukkan gejala fistotoksisitas setelah diberi
perlakuan dengan ekstrak P. aduncum 5000 mg ekstrak/L
4 Daun kubis yang tidak diberi perlakuan insektisida (kontrol)

2

8

10
10

2

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi pengambilan serangga P. xylostella
2 Kondisi lahan kubis tempat pengambilan serangga P. xylostella
3 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
deltametrin
4 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
emamektin benzoat
5 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
klorantraniliprol
6 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
profenofos
7 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
spinetoram
8 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan P.
aduncum
9 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan deltametrin
10 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan emamektin
benzoat
11 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan
klorantraniliprol
12 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan profenofos
13 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan spinetoram
14 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan ekstrak buah
P. aduncum

20
21
21
21
22
22
22
23
23
23
24
24
24
25

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu hama penting pada tanaman kubis dan tanaman kubis-kubisan
lainnya (famili Brassicaceae) ialah Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera:
Yponomeutidae). Hama tersebut menyerang tanaman inang sejak awal
pertumbuhan hingga menjelang panen. Serangan P. xylostella yang berat pada
tanaman kubis, terutama pada musim kemarau, dapat menggagalkan panen
(Sastrosiswojo 1987).
Dalam upaya mengatasi masalah hama tanaman kubis, petani umumnya
menekankan pada pengendalian menggunakan insektisida sintetik. Insektisida
umumnya digunakan secara intensif, baik secara tunggal maupun dalam bentuk
campuran beberapa jenis insektisida, dengan konsentrasi penyemprotan melebihi
rekomendasi dan interval penyemprotan yang pendek, yaitu 1-2 kali/minggu
(Sastrosiswojo 1991). Penggunaan insektisida yang intensif tersebut dapat
menimbulkan berbagai dampak negatif termasuk terjadinya resistensi hama P.
xylostella terhadap insektisida yang sering digunakan (Sastrosiswojo 1987).
Beberapa insektisida komersial yang sering digunakan petani kubis untuk
mengendalikan hama P. xylostella ialah deltametrin (piretroid), emamektin
benzoat (turunan avermektin), klorantraniliprol (diamida antranilat), dan
profenofos (organofosfat). Beberapa petani bahkan sudah menggunakan
insektisida berbahan aktif spinetoram (turunan spinosad) yang di Indonesia
sebenarnya belum terdaftar untuk mengendalikan hama P. xylostella.
Deltametrin merupakan insektisida racun saraf dari golongan piretroid
dengan cara kerja menunda penutupan saluran ion natrium pada akson saraf (Yu
2008). Emamektin benzoat merupakan turunan semisintetik dari avarmektin B1a
dan B1b (makrolida) yang berasal dari aktinomiset tanah Streptomyces avermitilis
(Pitterna 2007). Insektisida tersebut bekerja sebagai racun saraf yang
mengaktifkan pembukaan saluran ion klorida pada sel saraf sehingga
mengakibatkan kelumpuhan dan kematian serangga (Casida dan Durkin 2013).
Klorantraniliprol merupakan insektisida agonis reseptor rianodin dari golongan
diamida antranilat dengan cara kerja mengganggu saraf otot melalui pengaktifan
reseptor rianodin (Cordova et al. 2006). Profenofos merupakan insektisida dari
golongan organofosfat yang menghambat kerja enzim asetilkolinesterase (Casida
dan Durkin 2013). Spinetoram merupakan campuran analog semisintetik dari
spinosin J dan spinosin L (dari aktinomiset Saccharopolyspora spinosa) (Crouse
et al. 2007). Spinosin bekerja sebagai agonis reseptor asetilkolin yang
menimbulkan impuls saraf secara terus-menerus sehingga akan terjadi gejala
hipereksitasi, kejang-kejang, kelumpuhan, dan kematian (Salgado dan Sparks
2010).
Resistensi hama P. xylostella terhadap insektisida piretroid dan organofosfat
sudah sering diteliti. Resistensi hama tersebut terhadap insektisida piretroid dan
organofofat telah dilaporkan di beberapa negara seperti Australia, Tiongkok,
India, Nikaragua, Pakistan, Filipina, Afrika Selatan, dan Korea Selatan (Furlong
et al. 2013). Di Indonesia, P. xylostella strain Lembang dilaporkan resisten
terhadap asefat, triazofos, dan deltametrin (Sastrosiswojo et al. 1989). Moekasan
et al. (2004) melaporkan bahwa P. xylostella strain Kejajar/Dieng sangat resisten

2
terhadap deltametrin dan profenofos, demikian pula dengan P. xylostella dari
Lembang dan Pangalengan (Kabupaten Bandung) yang dilaporkan resisten
terhadap deltametrin dan profenofos. P. xylostella dari daerah Lembang,
Pangalengan, Garut, dan Buleleng juga dilaporkan oleh Udiarto dan Setiawati
(2007) resisten terhadap deltametrin dan profenofos serta P. xylostella asal
Lembang, Pangalengan, dan Garut dilaporkan resisten terhadap abamektin.
Insektisida emamektin benzoat, klorantraniliprol, dan spinetoram
merupakan insektisida yang relatif baru. Wang dan Wu (2012) melaporkan bahwa
P. xylostella dari Provinsi Guangdong, Tiongkok resisten terhadap
klorantraniliprol dengan LC50 berkisar dari 2.6 sampai 2000 kali lipat lebih tinggi
daripada LC50 strain rentan. Di Filipina dan Thailand, P. xylostella dilaporkan
resisten terhadap klorantraniliprol dengan LC50 sebesar 200 kali lipat
dibandingkan dengan strain rentan (Troczka et al. 2012). Berbeda dengan
insektisida klorantraniliprol, kasus resistensi P. xylostella terhadap emamektin
benzoat dan spinetoram belum banyak dilaporkan.
Untuk mengatasi resistensi P. xylostella terhadap insektisida kimia berbahan
aktif tunggal, penggunaan insektisida nabati dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif pengendalian. Insektisida nabati memiliki beberapa kelebihan termasuk
aman terhadap lingkungan (Prakash dan Rao 1997; Dadang dan Prijono 2008).
Salah satu bahan tumbuhan yang berpotensi digunakan sebagai sumber insektisida
nabati ialah buah sirih hutan, Piper aduncum L. (Piperaceae) (Bernard et al. 1995;
Hasyim 2011).
Dilapiol (Gambar 1) merupakan komponen utama ekstrak etanol daun sirih
hutan, yang pada perlakuan konsentrasi 0.1 ppm menyebabkan kematian larva
nyamuk Aedes atropalpus sebesar 92% (Bernard et al. 1995). Hasyim (2011)
melaporkan bahwa komponen utama dalam fraksi aktif dari ekstrak n-heksana
buah sirih hutan adalah dilapiol dengan area puncak pada kromatogram
berdasarkan analisis dengan kromatografi gas sebesar 68.8%. Nailufar (2011)
serta Syahroni dan Prijono (2013) melaporkan bahwa ekstrak etil asetat buah sirih
hutan memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva Crocidolomia
pavonana dengan LC95 masing-masing sebesar 0.32% dan 0.30%. Aktivitas
insektisida ekstrak buah sirih hutan terhadap larva P. xylostella belum pernah
dilaporkan.
Dilapiol memiliki gugus metilendioksifenil (MDF) yang merupakan ciri
khas dari senyawa yang bersifat sinergis. Senyawa yang memiliki gugus MDF
dapat menghambat aktivitas enzim polysubstrate monooxygenase (PSMO) yang
merupakan senyawa pertahanan biokimia yang dapat menurunkan tingkat racun
senyawa tertentu di dalam sel. Terhambatnya enzim PSMO mengakibatkan
terjadinya penumpukan senyawa yang bersifat racun di dalam tubuh serangga
yang akhirnya dapat menyebabkan kematian (Bernard et al. 1995; Scott et al.
2008).

3

Gambar 1 Struktur kimia dilapiol. Sumber: Bernard et al. (1995).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan kerentanan larva P. xylostella asal
Kecamatan Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah terhadap
insektisida komersial berbahan aktif deltametrin, emamektin benzoat,
klorantraniliprol, profenofos, dan spinetoram, serta ekstrak buah sirih hutan.
Sebagai data penunjang juga diamati persentase pembentukan pupa dan imago
dari larva P. xylostella yang bertahan hidup pada perlakuan dengan insektisida uji
pada 3 taraf konsentrasi terendah.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menyediakan
informasi mengenai kerentanan larva P. xylostella terhadap lima jenis insektisida
komersial tersebut dan ekstrak buah sirih hutan yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai landasan dalam merancang program pengelolaan insektisida di lapangan.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor (IPB) dari Desember 2013 sampai April 2014.
Perbanyakan Tanaman Pakan P. xylostella
Daun kubis (Brassica olerace L. var. capitata) cv. KK Cross digunakan
sebagai pakan larva P. xylostella dan sebagai medium perlakuan pada uji
toksisitas. Tanaman kubis diperbanyak sesuai dengan keperluan pakan serangga
uji. Benih kubis disemai pada nampan dengan lubang tanam sebanyak 50 lubang
menggunakan media semai campuran tanah, kompos Super Metan, dan 4 butir
pupuk majemuk Dekastar (NPK 13-13-13+TE) per lubang tanam. Bibit yang
berumur 4 minggu atau memiliki 4 helai daun dipindahkan ke polybag kapasitas 5
L yang diisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (v/v).
Pada setiap polybag ditanam satu bibit tanaman kubis. Setelah berumur 4 minggu,
tanaman dipupuk NPK dengan dosis ± 1 g per polybag. Tanaman kubis yang telah
berumur 2 bulan digunakan sebagai pakan larva P. xylostella dan sebagai medium
perlakuan (Abizar dan Prijono 2010). Sebagai tempat peneluran oleh imago P.
xylostella digunakan bibit tanaman sawi yang berumur 3 hari. Benih sawi disemai
dalam pot kapasitas 1 L dengan medium tanah. Satu pot diisi 0.8 g benih sawi.
Bibit sawi berumur 3 hari digunakan sebagai tempat peletakan telur oleh imago P.
xylostella.
Perbanyakan Serangga Uji
Serangga P. xylostella yang digunakan dalam penelitian diambil dari Desa
Kejajar, Kecamatan Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah
pada tanggal 25 Desember 2013 dan 10 Maret 2014. Lokasi pengambilan contoh
terletak pada koordinat 7°15’2.10” LS dan 109°57’15.90” BT (Lampiran 1).
Serangga tersebut diperbanyak di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Imago P. xylostella dipelihara
dalam kurungan kasa berbingkai besi (50 cm x 50 cm x 50 cm) dan diberi pakan
larutan madu 10% yang diserapkan pada segumpal kapas yang digantungkan di
dalam kurungan. Bibit sawi yang berumur 3 hari diletakkan di dalam kurungan
sebagai tempat peletakan telur oleh imago P. xylostella. Kelompok telur pada
daun sawi dikumpulkan setiap hari. Setelah telur menetas, larva dipindahkan ke
dalam wadah plastik (35 cm x 26 cm x 6 cm) berjendela kasa yang dialasi kertas
stensil dan diletakkan daun kubis bebas pestisida sebagai pakannya.(Cardi 2014).
Larva P. xylostella instar II dari generasi II digunakan untuk pengujian.
Penyiapan Insektisida Uji
Insektisida yang digunakan yaitu deltametrin (Decis 25 EC, b.a. 25 g/L),
emamektin benzoat (Proclaim 5 SG, b.a. 5%), klorantraniliprol (Prevathon 50 SC,
b.a. 50 g/L), profenofos (Curacron 500 EC, b.a. 500 g/L), dan spinetoram (Endure
120 SC, b.a. 120 g/L), yang diperoleh dari salah satu toko pertanian di Bogor.

5
Sebagai sumber ekstrak digunakan buah P. aduncum yang diperoleh dari
lingkungan kampus IPB, Darmaga Bogor.
Ekstraksi Buah Piper aduncum
Buah P. aduncum dikeringanginkan selama 1 minggu kemudian dipotong
kecil-kecil dan digiling menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Serbuk
buah P. aduncum diayak menggunakan pengayak kawat kasa berjalinan 0.5 mm.
Serbuk buah P. aduncum sebanyak 200 g direndam dalam 1600 ml etil asetat
selama 24 jam dan diulang sebanyak 3 kali (Nailufar 2011). Hasil rendaman
disaring dengan corong kaca beralaskan kertas saring Whatman No. 41. Hasil
saringan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 ºC
dengan tekanan 240 mbar. Etil asetat hasil penguapan yang diperoleh digunakan
kembali untuk membilas residu pada perendaman bahan tumbuhan. Ekstrak P.
aduncum yang diperoleh berbentuk bahan pekat yang berwarna cokelat. Ekstrak
tersebut disimpan di dalam lemari es pada suhu ± 4 °C hingga digunakan untuk
pengujian (Syahroni dan Prijono 2013).
Uji Toksisitas
Pengujian toksisitas insektisida uji terhadap larva P. xylostella dilakukan
dalam dua tahapan, yaitu uji pendahuluan dan uji lanjutan. Pengujian dilakukan
dengan metode celup daun yang merupakan aplikasi insektisida pada daun pakan
(Dadang dan Prijono 2008). Pada uji pendahuluan, insektisida komersial berbahan
aktif deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos, dan
spinetoram masing-masing diuji pada konsentrasi formulasi 0.2%, 0.1% dan
0.05% (v/v). Larutan pengencer yang digunakan adalah akuades yang
mengandung 0.2 ml/L bahan perekat Agristick (b.a. alkilaril poliglikol eter 400
g/L).
Pada uji ekstrak P. aduncum, sediaan ekstrak P. aduncum disiapkan dengan
mencampurkan ekstrak tersebut dengan pelarut metanol dan pengemulsi Tween
80 (konsentrasi akhir masing-masing 1% dan 0.2%) lalu ditambah akuades hingga
volume tertentu sesuai dengan konsentrasi pengujian. Campuran selanjutnya
dikocok dengan pengocok ultrasonik agar ekstrak tersuspensikan secara merata di
dalam air.
Pada setiap perlakuan, daun kubis dipotong 4 cm x 4 cm lalu dicelupkan
satu per satu dalam sediaan insektisida komersial dan sediaan ekstrak P. aduncum
yang telah disiapkan. Satu potongan daun kubis diletakkan dalam cawan petri
yang dialasi tisu, kemudian ke dalam setiap cawan dimasukkan 10 larva P.
xylostella. Larva dibiarkan makan daun perlakuan atau daun kontrol selama 2 x 24
jam, kemudian ditambahkan daun tanpa perlakuan sampai hari ke-4. Jumlah larva
yang mati dicatat setiap hari dari 24 jam sampai 96 jam setelah perlakuan (JSP).
Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Pada uji lanjutan, setiap sediaan insektisida diuji pada 5 taraf konsentrasi
yang ditentukan berdasarkan hasil uji pendahuluan. Konsentrasi yang diuji ialah
deltametrin 375, 525, 750, 1050, dan 1500 mg b.a./L; emamektin benzoat 0.38,
0.57, 0.95, 1.52, dan 2.28 mg b.a./L; klorantraniliprol 0.75, 1.5, 2.5, 4.0, dan 7.5
mg b.a./L, profenofos 12.5, 40, 125, 400, dan 1250 mg b.a./L, spinetoram 0.09,
0.12, 0.24, 0.36, dan 5.4 mg b.a./L; serta ekstrak P. aduncum 25, 70, 200, 500,
dan 1500 mg ekstrak/L.

6
Metode perlakuan dan pengamatan pada uji lanjutan sama seperti pada uji
pendahuluan, tetapi setiap perlakuan pada uji lanjutan diulang 5 kali. Data
mortalitas kumulatif pada 48 dan 96 JSP diolah dengan analisis probit
menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987). LC95 setiap insektisida
komersial yang diuji dibandingkan dengan konsentrasi anjuran yang tertera pada
label produk insektisida untuk memastikan keefektifan insektisida yang diuji
terhadap larva P. xylostella.
Sebagai data penunjang, larva P. xylostella yang bertahan hidup pada
perlakuan 3 taraf konsentrasi terendah tetap dipelihara sampai menjadi pupa, dan
pupa yang terbentuk tetap dipelihara sampai menjadi imago. Jumlah pupa yang
terbentuk dan imago yang muncul dicatat kemudian data persentase pembentukan
pupa dan kemunculan imago diolah dengan analisis ragam menggunakan SAS 9.1
(SAS Institute 2002-2003). Pembandingan nilai tengah antarperlakuan dilakukan
dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Toksisitas Insektisida Uji terhadap Larva P. xylostella
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mortalitas larva P. xylostella akibat
perlakuan dengan insektisida komersial berbahan aktif deltametrin, emamektin
benzoat, klorantraniliprol, profenofos, dan spinetoram secara umum mengalami
peningkatan seiring pertambahan waktu dan peningkatan konsentrasi insektisida
(Gambar 2). Peningkatan mortalitas larva tertinggi secara umum terjadi pada 48
JSP (jam setelah perlakuan) dan melandai pada 96 JSP.
Mortalitas larva P. xylostella akibat perlakuan dengan deltametrin 375–1500
mg b.a./L masih rendah pada 24 JSP yaitu kurang dari 7%. Peningkatan terjadi
pada 48, 72, dan 96 JSP seiring dengan semakin besarnya konsentrasi.
Peningkatan secara nyata terjadi pada 48 dan 72 JSP, sedangkan pada 96 JSP
tidak terlalu nyata. Pada 96 JSP mortalitas larva uji berkisar dari 26% (perlakuan
konsentrasi 375 mg b.a./L) sampai 100% (perlakuan konsentrasi 1500 mg b.a./L)
(Gambar 2A). Kematian larva P. xylostella pada perlakuan dengan deltametrin
disebabkan oleh cara kerja insektisida tersebut sebagai racun saraf yang menunda
penutupan saluran ion natrium pada akson saraf sehingga mengganggu transmisi
impuls saraf dan mengakibatkan gejala hipereksitasi, kejang-kejang, kelumpuhan,
dan kematian serangga (Yu 2008).
Perlakuan dengan emamektin benzoat pada konsentrasi tertinggi (2.28 mg
b.a./L) sudah mengakibatkan mortalitas larva P. xylostella lebih dari 50% pada 24
JSP. Peningkatan mortalitas larva P. xylostella terus terjadi pada 48, 72, dan 96
JSP kecuali pada konsentrasi 0.38 dan 0.95 mg b.a./L yang tidak terjadi lagi
peningkatan mortalitas larva setelah 72 JSP (Gambar 2B). Pada 96 JSP, mortalitas
larva pada konsentrasi terendah (0.38 mg b.a./L) sebesar 16%, sedangkan pada
konsentrasi tertinggi (2.28 mg b.a./L) sebesar 98%. Aktivitas insektisida
emamektin benzoat yang kuat terhadap larva P. xylostella menunjukkan bahwa
bagian sasaran dalam tubuh larva P. xylostella masih peka terhadap insektisida
tersebut. Emamektin benzoat merupakan turunan semisintetik dari avarmektin B1a
dan B1b yang diisolasi dari fermentasi aktinomiset tanah Streptomyces avermitilis
(Pitterna 2007). Insektisida tersebut bekerja sebagai racun saraf yang membuka
saluran ion klorida pada membran pascasinapsis sel saraf sehingga terjadi
peningkatan pemasukan ion klorida ke dalam sel saraf yang selanjutnya
mengakibatkan kelumpuhan dan kematian serangga (Casida dan Durkin 2013).
Perlakuan dengan klorantraniliprol 0.75-7.5 mg b.a./L menyebabkan
mortalitas larva P. xylostella yang meningkat secara bertahap dari 24 sampai 96
JSP. Peningkatan mortalitas tertinggi terjadi pada 48 JSP yaitu sebesar 6-20%,
sedangkan pada 72 dan 96 JSP peningkatan mortalitas kurang dari 10% (Gambar
2C). Pada 96 JSP, mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan konsentrasi
terendah (0.75 mg b.a./L) sebesar 10% dan pada konsentrasi tertinggi (7.5 mg
b.a./L) sebesar 74%. Kematian serangga uji pada perlakuan klorantraniliprol
disebabkan oleh cara kerja insektisida tersebut yang mengganggu fungsi otot
dengan mengaktifkan reseptor rianodin yang mengakibatkan pelepasan ion
kalsium secara berlebihan dari tempat penyimpanan ion tersebut di dalam

8
retikulum sarkoplasma. Akibatnya persediaan ion kalsium di dalam sel otot
berkurang sehingga terjadi gangguan pada pengaturan kontraksi otot yang
selanjutnya mengakibatkan kelumpuhan otot dan kematian serangga (Cordova et
al. 2006).
Pola peningkatan mortalitas larva P. xylostella akibat perlakuan profenofos
12.5-1250 mg b.a./L serupa dengan perlakuan klorantraniliprol 0.75-7.5 mg
b.a./L, yaitu mortalitas meningkat secara bertahap dari 24 sampai 96 JSP. Pada
perlakuan konsentrasi 12.5 dan 40 mg b.a./L sudah tidak terjadi lagi peningkatan
mortalitas setelah 72 JSP. Pada 96 JSP, mortalitas larva uji berkisar dari 10%
(konsentrasi 12.5 mg b.a./L) sampai 76% (konsentrasi 1250 mg b.a./L (Gambar
2D). Profenofos bekerja sebagai racun saraf, yang mematikan serangga dengan

F

Gambar 2 Perkembangan tingkat mortalitas larva P. xylostella asal Kejajar Dieng
pada perlakuan dengan deltametrin (A), emamektin benzoat (B),
klorantraniliprol (C), profenofos (D), spinetoram (E), dan ekstrak buah
P. aduncum (F). Legenda menunjukkan konsentrasi yang diuji dalam
satuan mg b.a./L untuk insektisida komersial dan mg ekstrak/L untuk
ekstrak P. aduncum.

9
menghambat kerja enzim asetilkolinesterase dalam sinapsis sistem saraf pusat
serangga. Penghambatan tersebut mengakibatkan asetilkolin tetap berikatan
dengan reseptornya dan mengakibatkan saluran ion Na+ pada membran
pascasinapsis tetap terbuka sehingga terjadi perangsangan berlebihan, kejangkejang, kelumpuhan, dan kematian serangga (Yu 2008; Casida dan Durkin 2013).
Tingkat mortalitas serangga uji akibat perlakuan spinetoram secara umum
meningkat dari 24 sampai 96 JSP. Peningkatan mortalitas tertinggi terjadi pada 48
JSP yaitu sebesar 10-42%. Pada rentang waktu 48-96 JSP, mortalitas larva P.
xylostella masih meningkat namun dengan peningkatan mortalitas yang lebih
rendah yaitu kurang dari 13% (Gambar 2E). Perlakuan dengan konsentrasi
terendah (0.09 mg b.a./L) menyebabkan mortalitas larva sebesar 20% pada 96
JSP, sedangkan pada konsentrasi tertinggi (0.54 mg b.a./L) mortalitas larva
sebesar 92%. Kematian larva P. xylostella disebabkan oleh spinetoram yang
bekerja sebagai racun saraf yaitu dengan mengaktifkan reseptor asetilkolin
sehingga saluran ion Na+ pada membran pascasinapsis menjadi terbuka dan
menimbulkan rangsangan yang terus menerus. Hal tersebut menyebabkan gejala
hipereksitasi, kejang-kejang, lumpuh, dan akhirnya serangga mati
(Shimokawatoko 2012). Spinetoram merupakan campuran analog semisintetik
dari spinosin J dan spinosin L yang diisolasi dari fermentasi aktinomiset
Saccharopolyspora spinosa) (Crouse et al. 2007).
Seperti perkembangan mortalitas larva pada perlakuan dengan lima jenis
insektisida komersial yang telah dijelaskan sebelumnya, mortalitas larva akibat
perlakuan dengan ekstrak P. aduncum 25-1500 mg ekstrak/L meningkat seiring
bertambahnya waktu dan semakin besarnya konsentrasi ekstrak. Pada 24 JSP
mortalitas larva masih rendah. Peningkatan mortalitas larva secara tajam terjadi
pada 48 dan 72 JSP kemudian melandai pada 96 JSP. Pada 48 JSP, peningkatan
mortalitas larva sebesar 6-40%, kemudian meningkat pada 72 JSP sebesar 6-16%.
Mortalitas larva pada 96 JSP berkisar dari 24% pada perlakuan konsentrasi
terendah (25 mg ekstrak/L) sampai 92% pada perlakuan konsentrasi tertinggi
(1500 mg ekstrak/L) (Gambar 2F). Senyawa aktif utama yang bersifat insektisida
dari ekstrak buah sirih hutan ialah dilapiol (Hasyim 2011). Senyawa tersebut
bukan merupakan racun saraf, tetapi lebih bersifat sebagai racun metabolik
(Bernard et al. 1995). Dilapiol dapat menghambat proses oksidasi di dalam sel
yang dikatalisis oleh enzim polysubstrate monooxygenase (PSMO). Proses
oksidasi tersebut umumnya terjadi pada senyawa yang bersifat racun di dalam sel
yang mengakibatkan penurunan daya racun senyawa tersebut. Terhambatnya
aktivitas enzim PMSO dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan senyawa
beracun di dalam sel yang selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sel dan
lambat laun mengakibatkan kematian serangga (Bernard et al. 1995; Scott et al.
2008).
Berdasarkan hasil analisis probit data mortalitas larva, LC50 deltametrin
pada 48 JSP, yaitu 1443.54 mg b.a./L, menurun menjadi 872.51 mg b.a./L pada 96
JSP, demikian pula dengan LC95 insektisida tersebut yang menurun dari 4666.60
mg b.a./L pada 48 JSP menjadi 2030.01 mg b.a./L pada 96 JSP (Tabel 1).
Penurunan nilai LC50 dan LC95 yang tajam tersebut disebabkan oleh peningkatan
mortalitas larva yang tajam dari 48 ke 96 JSP (Gambar 2A). Makin tinggi

10
mortalitas larva menunjukkan bahwa insektisida makin toksik sehingga nilai LC50
dan LC95 insektisida tersebut makin kecil.
Nilai LC95 deltametrin pada 96 JSP (2030.01 mg b.a./L) 203 kali lebih tinggi
daripada konsentrasi anjuran yang tertera pada label produk insektisida tersebut,
yaitu 10 mg b.a./L. Dengan asumsi kadar bahan aktif deltametrin sesuai dengan
yang tertera label produk insektisida tersebut (insektisida tidak palsu) dan
insektisida tersebut semula efektif terhadap strain rentan P. xylostella, dapat
dikemukakan bahwa hama P. xylostella asal Kejajar Dieng sudah resisten
terhadap deltametrin sehingga insektisida tersebut tidak efektif lagi digunakan
untuk mengendalikan hama P. xylostella. Perlakuan dengan deltametrin pada
konsentrasi 1500 mg b.a./L menyebabkan peracunan pada tanaman kubis
(fitotoksik) berupa bercak nekrosis (Gambar 3A), sedangkan ekstrak buah P.
aduncum 5000 mg ekstrak/L tidak fitotoksik pada tanaman kubis (Gambar 3B).

B
A
Gambar 3 A: Daun kubis yang menunjukkan gejala fitotoksisitas berupa bercak
nekrosis akibat perlakuan dengan deltametrin 1500 mg b.a./L;
(B): daun kubis yang tidak menunjukkan gejala fistotoksisitas setelah
diberi perlakuan dengan ekstrak P. aduncum 5000 mg ekstrak/L.

Gambar 4 Daun kubis yang tidak diberi perlakuan insektisida (kontrol)

11

Tabel 1 Toksisitas lima jenis insektisida komersial dan ekstrak buah P. aduncum terhadap larva P. xylostella
Insektisida
Deltametrin

Konsentrasi
anjuran
(mg b.a./l)
10

Emamektin
benzoat
Klorantraniliprol

10

Profenofos

750

Spinetoram

12

Ekstrak buah P.
aduncum
a

40

-

Waktu
pengamatan
(JSP)a
48
96
48
96
48
96
48
96
48
96
48
96

b ± GBb
3.23 ± 0.49
4.48 ± 0.82
3.04 ± 0.37
3.24 ± 0.38
1.69 ± 0.29
2.08 ± 0.31
1.19 ± 0.24
1.16 ± 0.17
2.09 ± 0.33
2.58 ± 0.34
1.01 ± 0.14
1.21 ± 0.16

LC50 (SK 95%)
(mg b.a./L)b
1443.54 (-)
872.51 (-)
1.01 (0.74-1.39)
0.81 (0.59-1.06)
4.97 (3.84-7.33)
3.74 (3.04-4.78)
799.92 (507.24-1634.69)
321.38 (214.23-510.56)
0.28 (0.23-0.36)
0.21 (0.14-0.29)
240.03 (163.25-362.58)c
100.31 (68.16-139.68)c

LC95 (SK 95%)
(mg b.a./L)b
4666.60 (-)
2030.01 (-)
3.51 (2.19-12.06)
2.59 (1.74-6.80)
46.39 (22.50-193.51)
23.07 (13.98-56.59)
19179.00 (5989.14-262781.64)
8462.30 (3469.90-41145.28)
1.74 (1.06-4.36)
0.90 (0.53-3.77)
10214.00 (4078.28-49579.65)c
2288.39 (1226.04-6185.35)c

JSP: jam setelah perlakuan. ba: intersep. b: kemiringan garis regresi. GB: galat baku, SK: selang kepercayaan. cSatuan ekstrak P. aduncum yaitu mg/l.

11

12
Seperti pada perlakuan deltametrin, LC50 dan LC95 empat jenis insektisida
komersial lainnya, yaitu emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos, dan
spinetoram, serta ekstrak buah P. xylostella pada 96 JSP lebih kecil dibandingkan
dengan LC50 dan LC95 pada 48 JSP (Tabel 1). Penurunan LC50 dan LC95 tersebut
proporsional dengan peningkatan mortalitas larva dari 48 JSP ke 96 JSP (Gambar
1). LC95 profenofos pada 96 JSP 11.28 kali lebih tinggi daripada konsentrasi
anjurannya, sedangkan LC95 emamektin benzoat dan klorantraniliprol (2.59 dan
23.07 mg b.a./L) masing-masing 3.86 dan 1.73 kali lebih rendah daripada
konsentrasi anjuran yang tertera pada label produk insektisida masing-masing.
Seperti halnya deltametrin, dengan asumsi kadar bahan aktif profenofos sesuai
dengan yang tertera pada label produk insektisida tersebut (insektisida tidak palsu)
dan insektisida tersebut semula efektif terhadap strain rentan P. xylostella, dapat
dikemukakan bahwa hama P. xylostella asal Kejajar Dieng sudah resisten
terhadap profenofos sehingga insektisida tersebut tidak efektif lagi digunakan
untuk mengendalikan hama P. xylostella. Sementara itu, emamektin benzoat dan
klorantraniliprol masih efektif terhadap larva P.xylostella asal Kejajar Dieng.
Spinetoram belum terdaftar di Indonesia untuk mengendalikan hama P.
xylostella pada tanaman kubis. Insektisida dengan bahan aktif yang sejenis dengan
senyawa induk spinetoram, yaitu spinosad, terdaftar di Indonesia untuk
mengendalikan hama P. xylostella dengan konsentrasi anjuran 12 mg b.a./L. LC95
spinetoram 13.33 kali lebih rendah daripada daripada konsentrasi anjuran
spinosad. Dengan demikian insektisida berbahan aktif spinetoram dapat
digunakan untuk mengendalikan hama P. xylostella karena spinetoram telah
dilaporkan lebih toksik daripada spinosad terhadap beberapa jenis hama, termasuk
P. xylostella (Shimokawatoko et al. 2002).
Nilai LC50 dan LC95 pada 96 JSP untuk ekstrak buah P. aduncum masingmasing 100.31 dan 2288.39 mg ekstrak/L (Tabel 1). LC95 ekstrak tersebut 3.69
lebih rendah daripada LC95 profenofos sehingga ekstrak buah P. aduncum
berpotensi untuk digunakan sebagai alternatif pengendalian hama P. xylostella
yang resisten terhadap profenofos. Sementara itu, LC95 ekstrak buah P. aduncum
1.13 kali lebih tinggi daripada LC95 deltametrin, namun LC50-nya 8.69 kali lebih
rendah daripada LC50 deltametrin. Di lapangan, ekstrak buah P. aduncum dapat
digunakan pada konsentrasi yang tidak terlalu tinggi, misal pada konsentrasi
sekitar LC50 (100.31 mg ekstrak/L), dengan harapan ekstrak tersebut tidak
beracun terhadap musuh alami hama sehingga sisa populasi larva P. xylostella
yang tidak mati akibat perlakuan ekstrak P. aduncum dapat dikendalikan oleh
musuh alami utama P. xylostella, yaitu parasitoid Diadegma semiclausum.
Tingkat parasitisasi larva P. xylostella oleh D. semiclausum relatif tinggi, bahkan
di beberapa daerah mencapai lebih dari 80% (Sastrosiswojo 1987). Dengan
demikian, ekstrak buah P. aduncum dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
untuk mengendalikan hama P. xylostella.
Hasil di atas menunjukkan bahwa larva P. xylostella asal Kejajar Dieng,
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah sudah tidak rentan terhadap insektisida
deltametrin dan profenofos, tetapi masih rentan terhadap emamektin benzoat,
klorantraniliprol, dan spinetoram, dengan asumsi insektisida yang digunakan tidak
palsu dan insektisida tersebut efektif terhadap strain rentan P. xylostella. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Moekasan et al. (2004) yang
melaporkan bahwa larva P. xylostella dari Kejajar Dieng sudah sangat resisten

13
terhadap deltametrin dan profenofos. Untuk memastikan hasil penelitian tersebut
perlu dilakukan pengujian dengan menggunakan strain rentan P. xylostella dan
analisis kadar bahan aktif terhadap formulasi insektisida yang digunakan. Baik
pada peneliti ini maupun peneliti ini maupun penelitian Moekasan et al. (2004)
tidak disertakan srain P. xylostella yang telah dipastikan rentan terhadap
deltametrin dan profenofos. Saat ini di Indonesia tidak ada lembaga yang
memiliki strain rentan P. xylostella
Salah satu cara untuk mengatasi resistensi hama terhadap insektisida ialah
melakukan pergiliran (rotasi) penggunaan insektisida dengan menggunakan
insektisida yang memiliki cara kerja yang berbeda untuk menurunkan tekanan
seleksi oleh insektisida tertentu (Denholm et al. 1998). Ketiadaan perlakuan
insektisida dengan cara kerja tertentu memberi peluang bagi individu rentan untuk
bertahan hidup dan menghasilkan keturunan sehingga pada generasi berikutnya
proporsi individu rentan bertambah dan tingkat resistensi menurun. Dua
insektisida yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu deltametrin dan profenofos,
sebaiknya dihindari penggunaannya karena LC95 masing-masing jauh lebih tinggi
daripada konsentrasi anjuran masing-masing. Penggunaan insektisida pada
konsentrasi tinggi dapat berdampak lebih buruk terhadap musuh alami hama
tersebut. Sementara itu, bila diperlukan insektisida berbahan aktif emamektin
benzoat, klorantraniliprol, dan spinetoram yang memiliki cara kerja yang berbeda
dapat digunakan dalam sistem rotasi dan memerhatikan sistem PHT kubis.
Ekstrak buah P. aduncum juga dapat dimasukkan dalam sistem rotasi insektisida
tersebut.
Pengaruh Insektisida Uji terhadap Perkembangan Larva P. xylostella
Selain pengamatan mortalitas, dilakukan pula pengamatan persentase
jumlah pupa dan imago P. xylostella yang terbentuk, yang dimaksudkan untuk
mengetahui pengaruh insektisida yang digunakan terhadap penghambatan
perkembangan larva P. xylostella. Pengamatan dilakukan pada semua perlakuan
hanya pada 3 taraf konsentrasi terendah dan kontrol.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua perlakuan insektisida uji pada 3
taraf konsentrasi terendah tidak berpengaruh nyata terhadap pembentukan pupa
dan kemunculan imago dari larva P. xylostella yang bertahan hidup pada 96 JSP,
kecuali perlakuan deltametrin pada konsentrasi 750 mg b.a./L yang menghambat
kemunculan imago dan perlakuan klorantraniliprol pada konsentrasi 2.50 mg
b.a./L yang menghambat pembentukan pupa. Perbedaan tersebut kemungkinan
disebabkan oleh masih terdapatnya residu insektisida di dalam tubuh serangga uji
pada saat daun perlakuan sudah diganti dengan daun tanpa perlakuan. Tidak
terdapatnya pengaruh yang nyata terhadap perkembangan larva P. xylostella
menjadi pupa dan imago menunjukkan bahwa pengaruh insektisida hanya terjadi
pada larva yang diberi makan daun perlakuan dan setelah larva diberi daun pakan
perlakuan, residu insektisida uji yang tertinggal di dalam tubuh larva P. xylostella
tidak cukup untuk menimbulkan penghambatan perkembangan larva P. xylostella
menjadi pupa dan imago.

14
Tabel 2 Persentase pupa dan imago P. xylostella yang terbentuk dari larva yang
bertahan hidup pada perlakuan dengan lima jenis insektisida komersial
dan ekstrak buah P. aduncum
Perlakuana

Konsentrasi
(mg b.a./L)

Jumlah larva
yang hidup pada
96 JSP

Pupa
terbentuk
(%)b

Imago
muncul
(%)b

Deltametrin

Kontrol
375
525
750
Kontrol
0.38
0.57
0.95
Kontrol
0.75
1.50
2.50
Kontrol
12.5
40
125
Kontrol
0.09
0.12
0.24
Kontrol
25
70
200

45
37
35
33
49
42
31
23
48
45
37
32
46
45
39
30
48
40
32
25
50
38
28
21

100.0a
100.0a
100.0a
100.0a
100.0a
100.0a
100.0a
96.0a
100.0a
100.0a
100.0a
94.6b
100.0a
100.0a
100.0a
100.0a
100.0a
100.0a
97.5a
96.7a
100.0a
100.0a
93.3a
76.2a

100.0a
100.0a
100.0a
90.9b
100.0a
100.0a
100.0a
97.1a
100.0a
100.0a
95.6a
93.8a
100.0a
98.0a
95.2a
93.8a
100.0a
100.0a
95.8a
95.3a
100.0a
98.0a
93.3a
92.7a

Emamektin
benzoat

Klorantraniliprol

Profenofos

Spinetoram

Ekstrak P.
aduncum

a

Satuan insektisida komersial dalam mg b.a./L dan satuan ekstrak P. aduncum dalam mg
ekstrak/L. bAngka dalam lajur yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Larva P. xylostella asal Kecamatan Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo,
Jawa Tengah tidak rentan terhadap deltametrin dan profenofos dengan LC95
masing-masing 203 dan 11.3 kali lebih tinggi daripada konsentrasi anjurannya
tetapi masih rentan terhadap emamektin benzoat, klorantraniliprol, dan spinetoram
dengan LC95 masing-masing 3.86, 1.73, dan 13.33 kali lebih rendah daripada
konsentrasi anjuran masing-masing insektisida tersebut. Ekstrak buah P. aduncum
dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengendalikan hama P. xylostella
karena dapat mengakibatkan kematian larva P. xylostella sebesar 50% pada
konsentrasi yang sangat rendah (sekitar 0.01%). Pada perlakuan dengan 3 taraf
konsentrasi terendah, perlakuan insektisida uji dapat mematikan larva P.
xylostella tetapi tidak menghambat pembentukan pupa dan imago secara nyata
pada larva yang bertahan hidup.
Saran
Perlu dilakukan pengujian menggunakan strain P. xylostella yang diketahui
betul-betul rentan terhadap insektisida yang diuji. Sel;ain itu, perlu dilakukan
penelitian lanjutan terhadap insektisida klorantraniliprol, spinetoram, emamektin
benzoat, dan ekstrak P. aduncum di lapangan untuk mengetahui keefektifannya
terhadap hama P. xylostella dan keamanannya terhadap organisme bukan sasaran
khususnya musuh alami D. semiclausum. Insektisida yang masih efektif
hendaknya digunakan secara hati-hati, misal dalam sistem rotasi (pergiliran)
insektisida untuk menunda terjadinya resistensi hama sasaran terhadap insektisida
tersebut.

16

DAFTAR PUSTAKA

Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji Tephrosia
vogelii J.D. Hooker (Leguminosae) dan ekstrak buah Piper cubeba L.
(Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:
Crambidae). JHPT Trop. 10(1):1-12.
Bernard CB, Krishnamurty HG, Chauret D, Durst T, Philogene BJR, Vindas PS,
Hasbun C, Poveda L, Roman LS, Arnason JT. 1995. Insecticidal defenses of
Piperaceae from the Neotropics. J Chem Ecol. 21(6):801-814.
Cardi M. 2014. Kerentanan Plutella xylostella dari Garut, Jawa Barat, terhadap
lima jenis insektisida komersial dan ekstrak Tephrosia vogelii [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Casida JE, Durkin KA. 2013. Neuroactive insecticides: target, selectivity,
resistance, and secondary effects. Annu Rev Entomol. 58:99-117.
doi:10.1146/annurev-ento-120811-153645.
Cordova D, Benner EA, Sacher MD, Rauh JJ, Sopa JS, Lahm GP, Selby TP,
Stevenson TM, Flexner L, Gutteridge S et al. 2006. Anthranilic diamides: A
new class of insecticides with a novel mode of action, ryanodine receptor
activation. Pestic Biochem Physiol. 84(3):196-214.
Crouse GD, Dripps JE, Orr N, Sparks TC, Waldron C. 2007. DE-175
(spinetoram), a new semi-synthetic spinosyn in development. Di dalam:
Krämer W, Schirmer U, editor. Modern Crop Protection Compounds.
Weinheim (DE): Wiley-VCH. hlm 1013-1031.
Dadang, Prijono D. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Bogor (ID): Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian
Bogor.
Denholm I, Horowitz RA, Cahill M, Ishaaya I. 1998. Management of resistance to
novel insecticides. Di dalam: Ishaaya I, Degheele D, editor. Insecticides with
Novel Modes of Action. New York (US): Springer-Verlag. hlm 339-341.
Furlong MJ, Wright DJ, Dosdall LM. 2013. Diamondback moth ecology and
management: problems, progress and prospects. Annu Rev Entomol. 58:517541.
Hasyim DM. 2011. Potensi buah sirih hutan (Piper aduncum) sebagai insektisida
botani terhadap larva Crocidolomia pavonana [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (US): LeOraSoftware.
Moekasan TK, Sastrosiswojo S, Rukmana T, Susanto H, Purnamasari IS, Kurnia
A. 2004. Status resistensi lima strain Plutella xylostella L. terhadap
formulasi fipronil, deltametrin, profenofos, abamektin, dan Bacillus
thuringiensis. J Hort. 14(2):84-90.
Nailufar N. 2011. Aktivitas insektisida ekstrak daun Tephrosia vogelii
(Leguminosae) dan buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap larva
Crocidolomia pavonana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pitterna T. 2007. Chloride channel activators/new natural products (avermectins
and milbemycins). Di dalam: Krämer W, Schirmer U, editor. Modern Crop
Protection Compounds. Weinheim (DE): Wiley-VCH. hlm 1069-1088.

17
Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton (US):
CRC Press.
Salgado VL, Sparks TC. 2010. The spinosyns: chemistry, biochemistry, mode of
action, and resistance. Di dalam: Gilbert L, Gill S, editor. Insect Control:
Biological and Synthetic Agents. San Diego (US): Academic Press. hlm
207-243.
SAS Institute. 2002-2003. SAS 9.1 TS Level 1M3. Cary (US): SAS Institute.
Sastrosiswojo S. 1987. Perpaduan pengendalian secara hayati dan kimiawi hama
ulat daun kubis (Plutella xylostella L; Lepidoptera: Yponomeutidae) pada
tanaman kubis [disertasi]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.
Sastrosiswojo S. 1991. Field evaluation of Bacillus thuringiensis and several
types of chemical insecticides alone and in binary mixtures against cabbage
leaf-eating caterpillars. Bul Penel Hort. 20(4):23-38.
Sastrosiswojo S, Koestoni T, Sukwilda A. 1989. Status resistensi Plutella
xylostella L. strain Lembang terhadap beberapa jenis insektisida golongan
organofosfat, piretroid sintetik,

Dokumen yang terkait

Penapisan Ekstrak Daging Buah Picung (Pangium edule Reinw) Sebagai Insektisida Botani Terhadap Plutella xylostella.

0 7 1

Aktivitas Insektisida Ekstrak Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan Buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 4 87

Aktivitas Insektisida Campuran Ekstrak Buah Piper aduncum (Piperaceae) dan Sapindus rarak (Sapindaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 7 63

Keefektifan ekstrak tephrosia vogelii, piper aduncum, dan campurannya untuk mengatasi hama plutella xylostella yang resisten terhadap insektisida komersial

0 3 18

Kerentanan Plutella xylostella dari Garut, Jawa Barat, terhadap Lima Jenis Insektisida Komersial dan Ekstrak Tephrosia vogelii

0 7 50

Akivitas insektisida ekstrak piper retrofractum Vahl. dan Tephrosia vogelii Hook. f. terhadap Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella serta Keamanan Ekstrak tersebut terhadap Diadegma semiclausum

1 7 84

Kerentanan Plutella xylostella dari Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terhadap Lima Jenis Insektisida Komersial, Ekstrak Piper aduncum, serta Campuran ekstrak P. aduncum dan Tephrosia vogelii

0 4 37

Pola dan motivasi penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

3 15 97

Kajian pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

0 0 90

24.JENIS DAN KELIMPAHAN PARASITOID PLUTELLA XYLOSTELLA

0 0 10