Kajian pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

(1)

INTISARI

Pengobatan mandiri merupakan penggunaan obat untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan baik yang dialami oleh diri sendiri maupun keluarga tanpa adanya nasehat dokter. Perilaku pencarian pengobatan mandiri menggunakan obat yang dilakukan oleh penduduk Indonesia meningkat khususnya pada masyarakat pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode non random accidental sampling. Responden penelitian adalah masyarakat setempat berusia ≥18 tahun, bersedia diwawancarai dan

melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara. Data karakteristik responden dianalisis dengan menggunakan statistik dekskriptif dan data kualitatif hasil wawancara diolah dengan metode content analysis.

Responden yang menggunakan obat untuk pengobatan mandiri masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai pengobatan mandiri dan obat untuk pengobatan mandiri. Responden beranggapan bahwa obat memiliki efek samping yang membahayakan tetapi responden menyatakan obat untuk pengobatan mandiri bermanfaat, menyukai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri dan akan menggunakan obat untuk mengatasi gejala atau sakit yang dialami.

Kata Kunci: pengobatan mandiri, pengetahuan, sikap, tindakan, obat, masyarakat Desa Dieng.


(2)

ABSTRACT

Self medication is the use of medicine to treat self-recognized ilness or

symptom without doctor’s advice. Seeking behavior of self-medication using medicines by indonesian population is likely to increase, especially in rural people. The aim of this research is to describe knowledge, attitude and practice of using medicines for self-medication among people in Dieng Kejajar Wonosobo Jawa Tengah.

This study is a descriptive observational with cross sectional design. The sampling technique is non random accidental sampling. Respondents are local people ≥18 years, willing to be interviewed and took self-medication for a past month. The research instrument is interview guide. Data of respondent characteristics were analyzed with descriptive statistical and interview qualitative data was analyzed with content analysis method.

Most of the respondents that use medicines for self-medication still have less knowledge about self-medication and medicines. Respondents thought that medicines have harmful side effects. However, respondents hold that medicines for medication can treat ilness or symptom, like using medicines for self-medication and will use medicine to treat self-recognized ilness or symptom.

Key words: self-medication, knowledge, attitude, practice, medicines, rural people.


(3)

KAJIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN

MASYARAKAT DESA DIENG KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Yeni Mardiati Pasaribu NIM : 128114130

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

KAJIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN PENGGUNAAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN

MASYARAKAT DESA DIENG KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Yeni Mardiati Pasaribu NIM : 128114130

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

iii .


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan.”

(Amsal 13:4)

“Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas”

(Ayub 23:10)

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang selalu menguatkanku,

Kedua orang tuaku yang tercinta, Loiker Simanjuntak dan Kristopel Pasaribu

Kakak dan adikku yang tersayang, Anitha Risnawaty dan Hasiholan Pasaribu

Keluarga besarku yang selalu mendukung dan mendoakanku

Sahabat-sahabatku yang selalu ada buatku


(8)

(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penggunaan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah“. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Aris Widayati, M.SI., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk berdiskusi serta mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.

2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan arahan yang berharga kepada penulis.

3. Dita Maria Virgina, S.Farm., Apt., M.,Sc. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan arahan yang berharga kepada penulis.

4. Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian ini dengan memberikan ethical clearance.


(11)

viii

5. Masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah atas partisipasi dan respon baik terhadap penelitian yang telah dikerjakan.

6. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pengarahan, dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.

7. Bapak Mardi selaku Kepala Desa Dieng dan keluarga yang dengan murah hati mendukung, membimbing, mengarahkan, dan menerima penulis dengan baik selama berada di Desa Dieng.

8. Orang tuaku yang tercinta, Loiker simanjuntak yang selalu mendukung, menguatkan, membimbing, dan mencintaiku dengan penuh kasih sayang. 9. Kakak dan adikku yang tercinta, Anitha Risnawaty Pasaribu dan Hasiholan

pasaribu, yang selalu mendoakan, mendukung dan membantuku.

10.Keluarga besar Simanjuntak, terima kasih atas doa dan motivasinya untukku. 11.Teman-teman seperjuanganku “skripsi payung 4” “Veronika, Lusia Jois

Mariana, dan Natalia Putri Arumsari”.

12.Sahabat-sahabatku tercinta, Febe worabay, Eka Cresentia, Ivana Putri, Fransiska, Bella Tigau, untuk doa, perhatian dan semangat yang kalian berikan.

13.Teman-temanku tercinta, Lotmi Sabaretnam, Lusia Christin Setiawati, Patrisia Yosepha Jelarut, Rosalia Lestari, dan Sr. Ratna Sihombing untuk pelajaran berharga yang kalian bagikan padaku.


(12)

ix

14.Mas Awan Whisnubrata yang selalu siap menjadi kakak bila nasehatnya dibutuhkan dan juga untuk setiap doanya.

15.Teman-teman FKK B 2012 dan semua angkatan 2012 yang telah bersama-sama berbagi suka dan duka di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. 16.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.

Yogyakarta, 26 November 2015


(13)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ...xvii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 5

a. Manfaat teoritis ... 5

b. Manfaat praktis ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Pengobatan mandiri ... 7

B. Penggunaan obat dalam pengobatan mandiri ... 9


(14)

xi

2. Obat bebas terbatas ... 11

3. Obat keras ... 12

C. Perilaku ... 13

1. Pengetahuan (knowledge) ... 14

2. Sikap (attitude) ... 16

3. Tindakan (practice) ... 17

D. Keterangan Empiris ... 19

BAB III. METODE PENELITIAN... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Variabel Penelitian ... 20

C. Definisi Operasional ... 21

D. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian ... 21

E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 24

G. Teknik Pengambilan Sampel ... 25

H. Instrumen Penelitian ... 25

I. Tahapan Penelitian ... 26

1. Studi pustaka ... 26

2. Penentuan lokasi penelitian ... 26

3. Perizinan dan etika penelitian ... 26

4. Pembuatan panduan wawancara ... 27

5. Pengumpulan data ... 28

6. Pengolahan data ... 28

7. Analisis hasil ... 29

8. Keterbatasan penelitian ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Karakteristik Responden ... 31

1. Jenis kelamin ... 32

2. Usia ... 32

3. Jenis pekerjaan ... 33


(15)

xii

5. Tingkat pendidikan terakhir ... 34

6. Pendapatan per bulan ... 35

B. Profil Perilaku Pengobatan Mandiri Menggunakan Obat di Kalangan Masyarakat Desa Dieng ... 35

1. Pengertian responden mengenai pengobatan mandiri ... 36

2. Pengetahuan responden mengenai obat untuk pengobatan mandiri ... 39

a. Pengenalan responden mengenai obat ... 39

b. Pengenalan responden mengenai bentuk obat untuk pengobatan mandiri ... 42

c. Pengenalan responden mengenai lambang obat untuk pengobatan mandiri ... 43

3. Sikap responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri ... 45

a. Pendapat responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri ... 45

b. Penilaian responden berdasarkan suka atau tidak suka terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri ... 47

c. Penilaian responden berdasarkan kemanfaatan obat untuk pengobatan mandiri ... 48

4. Tindakan responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri ... 49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN ... 58


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik sosio-demografi dan ekonomi responden ...29

Tabel II. Definisi pengobatan mandiri menurut responden ...35

Tabel III. Pengetahuan responden mengenai bentuk obat ...40

Tabel IV. Pendapat responden mengenai penggunaan obat ...43

Tabel V. Respon tindakan responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri ...46


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lambang obat bebas ... 11

Gambar 2. Lambang obat bebas terbatas ... 11

Gambar 3. Lambang obat keras ... 13

Gambar 4. Skema hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan ... 19

Gambar 5. Skema pencarian subjek uji ... 22

Gambar 6. Skema kajian penelitian payung ... 24

Gambar 7. Persentase partisipan mendengar istilah pengobatan mandiri ... 34

Gambar 8. Persentase sumber informasi responden mengenai istilah pengobatan mandiri ... 36

Gambar 9. Persentase pengetahuan responden tentang obat ... 37

Gambar 10. Pengetahuan responden mengenai peresepan obat... 39

Gambar 11. Persentase jawaban responden mengenai lambang obat ... 41

Gambar 12. Sikap memihak responden terhadap obat untuk pengobatan mandiri ... 44


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian. ... 56

Lampiran 2. Ethical clearence. ... 58

Lampiran 3. Inform consent. ... 59

Lampiran 4. Panduan wawancara ... 61

Lampiran 5. Peta Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah ... 66


(19)

xvi INTISARI

Pengobatan mandiri merupakan penggunaan obat untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan baik yang dialami oleh diri sendiri maupun keluarga tanpa adanya nasehat dokter. Perilaku pencarian pengobatan mandiri menggunakan obat yang dilakukan oleh penduduk Indonesia meningkat khususnya pada masyarakat pedesaan. Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode non random accidental sampling. Responden penelitian adalah masyarakat setempat berusia ≥18 tahun, bersedia diwawancarai dan melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir. Instrumen penelitian adalah panduan wawancara. Data karakteristik responden dianalisis dengan menggunakan statistik dekskriptif dan data kualitatif hasil wawancara diolah dengan metode content analysis.

Responden yang menggunakan obat untuk pengobatan mandiri masih memiliki pengetahuan yang kurang mengenai pengobatan mandiri dan obat untuk pengobatan mandiri. Responden beranggapan bahwa obat memiliki efek samping yang membahayakan tetapi responden menyatakan obat untuk pengobatan mandiri bermanfaat, menyukai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri dan akan menggunakan obat untuk mengatasi gejala atau sakit yang dialami.

Kata Kunci: pengobatan mandiri, pengetahuan, sikap, tindakan, obat, masyarakat Desa Dieng.


(20)

xvii ABSTRACT

Self medication is the use of medicine to treat self-recognized ilness or symptom without doctor’s advice. Seeking behavior of self-medication using medicines by indonesian population is likely to increase, especially in rural people. The aim of this research is to describe knowledge, attitude and practice of using medicines for self-medication among people in Dieng Kejajar Wonosobo Jawa Tengah.

This study is a descriptive observational with cross sectional design. The sampling technique is non random accidental sampling. Respondents are local people ≥18 years, willing to be interviewed and took self-medication for a past month. The research instrument is interview guide. Data of respondent characteristics were analyzed with descriptive statistical and interview qualitative data was analyzed with content analysis method.

Most of the respondents that use medicines for self-medication still have less knowledge about self-medication and medicines. Respondents thought that medicines have harmful side effects. However, respondents hold that medicines for medication can treat ilness or symptom, like using medicines for self-medication and will use medicine to treat self-recognized ilness or symptom.

Key words: self-medication, knowledge, attitude, practice, medicines, rural people.


(21)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Salah satu upaya penyembuhan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengobati sakit atau ganggguan kesehatan untuk dirinya sendiri atau keluarga dikenal dengan pengobatan mandiri. Pengobatan mandiri merupakan pemilihan dan penggunaan obat untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan. Pengobatan mandiri mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kesehatan (Ruiz, 2010). Penelitian menunjukkan bahwa perilaku pencarian pengobatan yang dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mengeluh sakit proporsi terbesar adalah pengobatan mandiri. Penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan mandiri proporsi terbesar menggunakan obat (91,04% di perkotaan dan 86,93% di pedesaan), sisanya menggunakan obat tradisional atau cara tradisional (Supardi, 2005). Pengobatan mandiri mempunyai kecenderungan untuk meningkat. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pengetahuan masyarakat tentang penyakit ringan dan berbagai gejala serta pengobatannya, motivasi masyarakat untuk mengobati penyakit ringan yang mampu dikenali sendiri, ketersediaan dan kemudahan mendapatkan obat-obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep secara luas dan terjangkau untuk mengatasi penyakit ringan atau gejala yang muncul (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku pencarian penyembuhan atau pengobatan merupakan perilaku seseorang atau masyarakat yang sedang mengalami masalah kesehatan atau sakit, untuk memperoleh pengobatan sehingga masalah atau sakit yang dialami dapat


(22)

teratasi atau sembuh. Apabila seseorang atau anggota keluarga mengalami sakit atau gangguan kesehatan, biasanya salah satu keputusan yang diambil adalah melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat (Notoatmodjo,2010). Karena adanya kesadaran akan tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan bahwa tenaga profesional tidak terlalu dibutuhkan untuk penyakit yang ringan, seseorang cenderung melakukan pengobatan mandiri.

Menurut Badan Pusat Statistik (2015), persentase penduduk Provinsi Jawa Tengah yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat selama sebulan terakhir pada tahun 2013 yaitu sebesar 91, 53 %, sisanya menggunakan obat tradisional dan lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Supardi (2004), pengetahuan masyarakat mengenai pengobatan mandiri umumnya masih rendah. Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan sangat penting dalam menentukan bentuk sikap yang akan membentuk suatu tindakan. Dalam melakukan pengobatan mandiri untuk mengatasi gangguan kesehatan, masyarakat dituntut harus mengetahui dan memahami tentang obat yang akan digunakan sehingga mampu menentukan pilihan obat yang tepat untuk dirinya dan keluarga.

Masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo merupakan masyarakat usia produktif dan sebagian besar sudah berkeluarga. Masalah kesehatan atau penyakit bukan hanya terjadi pada diri sendiri tetapi juga bagi anggota keluarga lain. Perilaku pencarian pengobatan merupakan tanggung jawab orang tua oleh karena itu orang tua harus memiliki pengetahuan yang baik sehingga mampu memilih obat mana yang harus digunakan dan cara untuk mengatasi sakit atau gangguan kesehatan pada anak atau angggota keluarga lain.


(23)

Masyarakat Desa Dieng cenderung melakukan pengobatan mandiri karena pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan praktek dokter hanya tersedia di Kecamatan Kejajar yang relatif cukup jauh dari Desa Dieng sehingga pengobatan mandiri menggunakan obat menjadi pilihan pertama masyarakat Desa Dieng untuk mengatasi sakit atau gangguan kesehatan untuk keluarga yang dapat diakses di toko obat atau warung terdekat.

Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan penelitian kajian perilaku penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang penting utamanya untuk pengembangan pemberdayaan masyarakat Desa Dieng dan juga daerah lainnya, terutama dalam hal peningkatan mutu pengobatan mandiri, baik melalui program yang sudah berjalan maupun penyuluhan.

1. Perumusan masalah

a. Seperti apa karakteristik masyarakat yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah?

b. Seperti apa profil perilaku pengobatan mandiri yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat di Kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah?

2. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian mengenai perilaku pengobatan mandiri yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:


(24)

a. “Hubungan Pengetahuan, Sikap, Perilaku Kepala Keluarga Dengan Pengambilan Keputusan Pengobatan Tradisional di Desa Rambah Tengah Hilir Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu, Riau” (Desni, Wibowo, Rosyidah, 2011).

b. “Perilaku pengobatan sendiri yang rasional pada masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman’’ (Kristina, Prabandari, Sudjaswadi, 2008).

c. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Obat atau Obat Tradisional dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Pedesaan” ( Supardi, Muktiningsih, Handayani, 1997).

d. “Health Seeking Behavior di Kalangan Masyarakat Urban di Kota Yogyakarta” (Widayati, 2012).

e. “Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional dan Cara Tradisional dalam Pengobatan Sendiri di Indonesia” (Supardi, Jamal, Raharni, 2005).

f. “Hubungan Pengetahuan dan Sikap mengenai Obat Tradisional dan Obat Modern dengan Tindakan Pemilihan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung Jawa Tengah” (Pangastuti, 2014).

g. “Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap mengenai Obat Tradisional dan Obat Modern terhadap Tindakan Pemilihan Obat pada Pengobatan Mandiri di Kalangan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma” (Cristiana, 2014).

Perbedaan dengan penelitian sekarang dengan penelitian yang telah disebutkan di atas terletak pada subjek dan objek yang digunakan, tempat


(25)

penelitian, waktu pelaksanaan. Perbedaan yang lainnya terletak pada tujuan penelitian sekarang yaitu untuk memberi gambaran profil perilaku pengobatan mandiri yang meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan menggunakan obat di Kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang kajian perilaku penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Memberikan dekskripsi yang jelas mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

b. Manfaat praktis

1) Dapat menjadi masukan dan data dasar bagi instansi terkait dalam upaya meningkatkan peran serta masyarakat dalam penggunaan obat untuk pengobatan mandiri.

2) Dapat menjadi informasi untuk pengembangan pemberdayaaan khususnya perilaku pengobatan mandiri yang dilakukan masyarakat Desa Dieng dan masyarakat lainnya.


(26)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk memberi gambaran mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

2. Tujuan khusus

a. Untuk memberi gambaran karakteristik masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

b. Untuk memberi gambaran profil perilaku pengobatan mandiri yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan menggunakan obat.


(27)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A.Pengobatan Mandiri

Menurut World Health Organization (1998), Pengobatan mandiri merupakan tindakan seseorang dalam memilih dan menggunakan obat-obatan untuk mengobati gangguan kesehatan atau sakit. Salah satu keuntungan pengobatan mandiri adalah obat untuk mengatasi gangguan tersebut sering kali memang sudah tersedia di rumah. Bagi orang yang tinggal di desa terpencil, belum adanya praktik dokter menjadi alasan masyarakat di desa untuk melakukan pengobatan mandiri karena pengobatan mandiri akan menghemat banyak waktu dan biaya yang diperlukan untuk pergi ke kota mengunjungi seorang dokter (Tan dan Rahardja, 2010).

Menurut Djunarko dan Hendrawati (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pengobatan mandiri, antara lain sebagai berikut:

1. Mahal dan tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan seperti biaya rumah sakit dan berobat ke dokter, membuat masyarakat untuk mencari pengobatan yang lebih murah untuk penyakit yang relatif ringan.

2. Berkembangnya kesadaran masyarakat akan arti penting kesehatan bagi diri sendiri dan keluarga karena mengingkatnya sistem informasi, pendidikan, dan kehidupan sosial ekonomi, sehingga meningkatkan pengetahuan untuk melakukan swamedikasi.


(28)

3. Promosi obat bebas dan obat bebas terbatas yang gencar oleh pihak produsen obat baik melalui media cetak maupun elektronik bahkan sampai beredar ke pelosok-pelosok desa.

4. Semakin tersebarnya distribusi obat melalui puskesmas dan warung obat desa yang berperan dalam peningkatan pengenalan dan penggunaan obat, terutama obat tanpa resep dalam swamedikasi.

5. Kampanye pengobatan mandiri yang rasional di masyarakat mendukung perkembangan farmasi komunitas.

6. Semakin banyak obat yang dahulu termasuk obat keras dan harus diresepkan dokter, dalam perkembangan ilmu kefarmasian yang ditinjau dari khasiat dan keamanan obat diubah menjadi obat tanpa resep seperti obat wajib apotek, obat bebas terbatas, dan obat bebas sehingga memperkaya pilihan masyarakat terhadap obat.

Menurut WHO (1998), hal-hal yang perlu diketahui sebelum melakukan pengobatan mandiri antara lain mengetahui jenis obat yang dibutuhkan, mengetahui kegunaan dari tiap obat sehingga dapat mengevaluasi sendiri perkembangan rasa sakitnya, menggunakan obat secara benar (cara, aturan, lama pemakaian) dan mengetahui batas kapan mereka harus menghentikan pengobatan mandiri yang kemudian segera minta pertolongan kepada petugas kesehatan. Pelaku pengobatan mandiri juga harus mengetahui dan memahami efek sanping obat yang digunakan sehingga dapat memperkirakan apakah suatu keluhan yang timbul merupakan suatu penyakit baru atau efek samping obat serta harus mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan obat tersebut terkait dengan


(29)

kondisi seseorang. Pelaku swamedikasi harus dapat memutuskan pilihan terapi yang tepat, perlu atau tidak diperiksakan ke dokter, perlu obat atau tidak, obat tradisional ataukah obat tanpa resep yang akan digunakan untuk mengatasi gejala dan sebagainya (Tan dan Rahardja, 2010).

B.Penggunaan Obat dalam Pengobatan Mandiri

Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan yang merupakan produk biologi yang digunakan untuk mengatasi sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat merupakan komponen penting yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan (Syamsuni, 2006).

Obat dibuat dari bahan sintetik yang diolah secara modern dan digunakan serta diresepkan dokter dan kalangan medis untuk mengobati penyakit. Obat medis yang bisa diresepkan mempunyai kekuatan ilmiah karena sudah melalui uji klinis yang dilakukan bertahun-tahun. Sebagian besar obat medis yang beredar di Indonesia dan diresepkan berasal dari negara-negara barat dan dipatenkan meski begitu efek samping dari obat-obat yang sudah diuji klinis tetap ada karena daya tahan tubuh dan kondisi kesehatan orang masing-masing tidak sama (Harmanto dan Subroto, 2007).

Penelitian perilaku masyarakat terhadap pengatasan sakit atau gangguan kesehatan menunjukkan persentase penderita sakit yang melakukan pengobatan mandiri cukup besar sehingga kenyataan tersebut dapat dijadikan salah satu dasar


(30)

kebijakan dalam membina kesehatan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat melakukan pengobatan mandiri, menteri kesehatan telah menetapkan obat bebas, obat bebas terbatas dan juga beberapa obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter langsung dari apoteker di apotek. Kelancaran pelaksanaan kebijakan menteri kesehatan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah atau gangguan kesehatan tergantung pada kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang obat dan kesehatan (Sartono,1993).

Penggolongan obat di Indonesia terdiri dari 5 golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras (termasuk di dalamnya obat wajib apotek), psikotropik dan narkotika. Penggolongan obat dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusinya (Depkes RI, 1993). Obat yang biasa digunakan sebagai upaya pengobatan mandiri adalah obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek (Sartono,1993).

1. Obat bebas (over the counter)

Obat bebas ditandai dengan lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Obat dengan simbol demikian dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter dan tersedia di banyak outlet, seperti apotek, toko obat, supermarket, dan bisa dibeli tanpa resep dokter. Contoh: Parasetamol, Aspirin dan vitamin-C.


(31)

Gambar 1. Lambang obat bebas

(DitJen Bina Kefarmasian, 2006) 2. Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras namun dapat dijual atau dibeli dengan jumlah terbatas tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan garis tepi lingkaran berwarna hitam dan terdapat peringatan khusus pada kemasan (Depkes RI, 2008). Contoh: Ibuprofen, Bromhexin, dan Dexbrompheniramine Maleat. Terdapat tanda P yang berarti peringatan pada labelnya. Label P ada beberapa macam yaitu :

1. P.No. 1: awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya. 2. P.No. 2: awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur jangan ditelan 3. P.No. 3: awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar badan. 4. P.No. 4: awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar.

5. P.No. 5: awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. 6. P.No. 6: awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan.

Gambar 2. Lambang obat bebas terbatas


(32)

3. Obat keras

Obat keras mempunyai tanda khusus berupa lingkaran bulat merah dengan geris tepi berwarna hitam dan huruf K di tengah yang menyentuh garis tepi (DitJen Bina Kefarmasian, 2006). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/MenKes/ SK/ VII/ 1990, obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Contoh: Asam Mafenamat, Ranitidin dan Teofilin.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan (1990) pertimbangan kebijakan obat wajib apotek, yaitu:

1. Bahwa untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional; 2. Bahwa peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat

dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhakn untuk pengobatan sendiri sekaligus menjamin penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional;

3. Bahwa oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri;

4. Bahwa untuk itu, perlu ditetapkan keputusan menteri kesehatan tentang obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek.


(33)

Gambar 3. Lambang obat keras

(DitJen Bina kefarmasian, 2006)

C.Perilaku

Perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal (Wawan dan Dewi, 2011). Faktor eksternal atau stimulus adalah merupakan faktor lingkungan, baik lingkungan fisik dan nonfisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang ada faktor eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah faktor sosial dan budaya di mana seseorang itu berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan


(34)

kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Perilaku seseorang adalah sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain ranah atau kawasan, yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (pcychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu: pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo, 1993).

1. Pengetahuan (knowledge)

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan dapat diperoleh seseorang dengan beberapa cara, yaitu lewat pengalaman pribadi, belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan, adanya suatu otoritas atau kekuasaan yang mengharuskan seseorang melakukan sesuatu, juga logika yang mengharuskan seseorang mampu berpikir dan memiliki nalar terhadap sesuatu. Selain itu pengetahuan juga bisa didapatkan melalui pengamatan secara langsung di lapangan terhadap suatu gejala atau fenomena, untuk kemudian dibuat suatu klasifikasi, yang kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan (Fitriani, 2011).


(35)

Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat diinterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, memyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek tersebut.

c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah diperoleh pada situasi atau kondisi nyata dan sebenarnya.

d. Analisis (analysis). Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.


(36)

f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaiaan terhadap suatu materi atau objek. Penilaian tersebut didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang telah ada. 2. Sikap (attitude)

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan ingin memihak atau tidak memihak pada objek tertentu. Sikap Merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu, sehingga dengan kata lain, sikap merupakan suatu reaksi atau respon seseorang terhadap sesuatu yang akan diterima (Azwar, 2005).

Seseorang individu akan membentuk pola sikap tertentu tergantung dari interaksi sosial terhadap berbagai situasi psikologis yang dihadapinya. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta pengaruh faktor emosional individu tersebut (Azwar, 2005).

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Jadi sikap adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2010)

Sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum


(37)

merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup (Fitriani, 2011).

Menurut Notoatmodjo (2010) sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya sebagai berikut:

a. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan.

b. Menanggapi (responding). Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing). Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

d. Bertanggung jawab (responsible). Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.

3. Tindakan (practice)

Tindakan adalah suatu cara untuk mengaplikasikan atau mempraktekan apa yang telah diketahui setelah mengadakan penilaian atau pendapat terhadap rangsangan yang diterima. Dalam praktek kesehatan, tindakan dapat berhubungan dengan penyakit (pencegahan dan penyembuhan), pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, serta praktek kesehatan lingkungan (Fitriani, 2011).


(38)

Menurut Notoatmodjo (1993), terbentuknya tindakan pada dasarnya dimulai dengan domain pengetahuan terlebih dahulu, kemudian terbentuk respon batin (sikap) terhadap objek yang diketahui. Namun, seseorang juga dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari stimulus yang diterimanya.

Menurut Notoatmodjo (2010) tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni:

a. Praktik terpimpin (guided response). Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan

b. Praktik secara mekanisme (mechanism). Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

c. Adopsi (adoption). Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan tindakan yang berkualitas.

Gambar 4. Skema hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan STIMULUS

(rangsangan)

PROSES STIMULUS

REAKSI TERBUKA (tindakan)

REAKSI TERTUTUP (pengetahuan


(39)

Dari skema dapat dijelaskan bahwa perilaku terjadi diawali dengan adanya rangsangan berupa pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut (lingkungan) baik fisik maupun nonfisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut, akan menjadi dasar dan mendorong seseorang untuk bertindak atau juga dapat menjadi pengetahuan dan menimbulkan respon sikap seseorang yang diyakini sehingga akhirnya dapat menjadi respon tindakan (Notoatmodjo,2010).

D.Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah dalam menggunakan obat untuk pengobatan mandiri.


(40)

20 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “Kajian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penggunaan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah” ini termasuk jenis penelitian observasional dekskriptif dengan rancangan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010) dan Swarjana (2012) observasional deskriptif adalah sebuah rancangan penelitian yang bertujuan untuk melihat dan memahami fenomena yang terjadi di dalam suatu masyarakat, tidak membandingkan satu kelompok dengan kelompok lainnya dan umumnya bersifat cross sectional. Rancangan penelitian potong lintang (cross sectional) adalah rancangan penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan pada satu titik waktu (Swarjana, 2012).

B. Variabel Penelitian

1. Pengetahuan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah mengenai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri.

2. Sikap masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah mengenai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri.

3. Tindakan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah mengenai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri


(41)

C. Definisi Operasional

1. Obat adalah golongan obat yang dapat diperoleh atau dibeli tanpa resep dokter, yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas.

2. Pengobatan mandiri adalah tindakan pemilihan atau penggunaan obat dalam satu bulan terakhir oleh seseorang untuk mengatasi sakit atau gangguan kesehatan yang dapat dikenali sendiri untuk diri sendiri atau anggota keluarga. 3. Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui atau dikenali oleh masyarakat Desa

Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah mengenai pengobatan mandiri dan obat meliputi bentuk sediaan, perlu tidaknya resep dokter untuk mendapatkan obat dalam melakukan pengobatan mandiri, akses untuk mendapatkan obat, lambang obat dan arti dari lambang tersebut.

4. Sikap adalah keinginan masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah untuk memihak (sikap positif) atau tidak memihak (sikap negatif) terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri. 5. Tindakan adalah praktek masyarakat Desa Dieng, Kecamatan Kejajar,

Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah terhadap pemilihan obat untuk pengobatan mandiri.

D. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian

Subjek penelitian merupakan penduduk dewasa Desa Dieng, baik laki-laki ataupun perempuan yang bersedia berpartisipasi di dalam penelitian ini dan dipilih secara accidental sampling. Dalam hal ini kriteria inklusi sampel yang direkrut sebagai responden adalah masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah berusia ≥ 18 tahun, bersedia diwawancarai


(42)

dan melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir. Menurut Undang-undang nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, usia 18 tahun merupakan usia dewasa seseorang. Usia dewasa merupakan usia seseorang dapat melakukan perbuatannya sendiri dengan tanggung jawab (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, 2015).

Skema pencarian subjek penelitian dapat dilihat pada gambar 5, yaitu sebagai berikut:

Gambar 5. Skema pencarian subjek uji 52 responden yang bersedia diwawancara

17 responden dikeluarkan (6 responden mendapatkan resep

dari dokter dan 11 responden tidak melakukan pengobatan mandiri selama 1 bulan terakhir)

4 responden melakukan pengobatan mandiri

dengan obat

26 responden melakukan pengobatan mandiri

menggunakan obat tradisional dan obat

5 responden melakukan pengobatan

mandiri dengan obat tradisional

30 responden yang melakukan pengobatan

mandiri dengan obat

31 responden melakukan pengobatan

mandiri dengan obat tradisional


(43)

Responden dalam penelitian payung ini yang melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir sebanyak 52 responden. Sebanyak 17 responden dikeluarkan (6 responden mendapatkan resep dari dokter dan 11 responden menyatakan tidak melakukan pengobatan mandiri selama 1 bulan terakhir selama wawancara berlangsung). Sebanyak 35 responden yang tersisa yang memenuhi kriteria inklusi terdiri dari 4 responden yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat, 26 responden yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat dan obat tradisional dan 5 responden yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat tradisional sehingga responden yang melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat sebesar 30 responden. Menurut Krithikadatta (2014) dan Hardon, Hodgkin, Fresle (2004) dengan jumlah minimal 30 responden sudah dapat memperoleh data yang terdistribusi normal bila akan dilakukan penelitian dengan analisis statistika seperti penelitian komparasi dan korelasi.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini adalah Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2015. Pelayanan kesehatan di Desa Dieng seperti rumah sakit dan praktek dokter hanya tersedia di Desa Garung yang jaraknya relatif cukup jauh dari Desa Dieng membuat masyarakat Desa Dieng melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat sebagai pilihan pertama untuk mengatasi keluhan atau gangguan kesehatan yang mereka atau keluarga mereka alami yang dapat mereka dapatkan dari toko obat dan warung.


(44)

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul utama yaitu “Profil Perilaku Pengobatan Mandiri Menggunakan Tumbuhan Obat di Kalangan Masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. Penelitian ini telah memperoleh izin dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Penelitian ini dilakukan oleh 4 mahasiswa dengan kajian yang berbeda-beda. Kajian yang diangkat oleh peneliti adalah “Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penggunaan Obat untuk Pengobatan Mandiri di Kalangan Masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah”.

Gambar 6. Skema kajian penelitian payung Kajian

Obat

Pengetahuan, Sikap dan

Tindakan

Kajian Penelitian Peneliti

Pola dan Motivasi

Obat Tradisional

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Pola dan Motivasi


(45)

G. Teknik Pengambilan Sampel

Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode non-random sampling. Metode non-random sampling merupakan metode pengambilan sampel yang setiap individu dari populasi tidak memiliki kemungkinan (non-probability) yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Teknik accidental sampling dilakukan dengan cara memilih atau mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat atau keadaan tertentu sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010). Responden yang diambil berdasarkan prinsip “ketidaksengajaan” (accidental). Ketidaksengajaan terjadi karena beberapa faktor seperti kemudahan dan situasi kondisi yang terjadi pada saat itu (Herdiansyah, 2010).

H. Instrumen Penelitian

Wawancara untuk memperoleh data kualitatif dilakukan dengan bantuan alat berupa panduan wawancara, alat perekam dan inform consent. Panduan wawancara divalidasi dengan metode expert judgement, dalam hal ini mengundang ahli dalam bidang obat untuk mereview panduan wawancara sebagai instrumen untuk pengambilan data penelitian ini. Panduan wawancara terdiri dari sejumlah pertanyaan yang dapat menggambarkan karakteristik responden, pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri. Inform consent yang telah ditandatangani oleh responden merupakan bukti bahwa responden setuju mengikuti penelitian dan bersedia diwawancarai.


(46)

I. Tahapan Penelitian 1. Studi pustaka

Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan studi dan penelaahan pustaka mengenai pengobatan mandiri, obat, perilaku seseorang, metode penelitian, dan proses pembuatan panduan wawancara dan metode analisis data. Informasi atau hasil bacaan studi pustaka diperoleh dari jurnal dan buku. 2. Penentuan lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

3. Perizinan dan etika penelitian

Sebelum melakukan penelitian maka izin penelitian diurus ke Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Badan KESBANGLINMAS) Daerah Istimewa Yogyakarta yang kemudian diteruskan kepada kepala Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 5 Mei 2015. Setelah mendapatkan izin, peneliti bertemu dengan Ketua Kecamatan Kejajar yang memberikan masukan dan mengarahkan peneliti untuk melakukan penelitian di Desa Dieng. Kemudian para peneliti bertemu dengan Ketua RT Desa Dieng mengenai maksud kedatangan peneliti. Pengurusan ethical clearance diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Ethical clearence diperoleh pada tanggal 17 Juni 2015 dengan nomor Ref: KE/FK/706/EC/2015. Untuk menjamin terpenuhinya etika penelitian maka hanya calon responden yang bersedia menandatangani inform consent yang diikutkan sebagai responden.


(47)

Sebelum diminta menandatangani inform consent, responden mendapatkan penjelasan singkat tentang penelitian ini.

4. Pembuatan panduan wawancara

Panduan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada kuesioner penelitian Pangastuti (2014). Namun untuk menyesuaikan dengan penelitian ini, ada penambahan beberapa pertanyaan untuk dijadikan panduan wawancara pada penelitian ini. Setelah itu panduan wawancara diuji validitasnya. Uji validitas yang dilakukan adalah terkait rasional isi pertanyaan yang dilakukan oleh dosen yang ahli pada bidang swamedikasi dan obat. Metode validitas yang digunakan adalah profesional judgement yang dilakukan bersama dosen pembimbing.

Panduan wawancara berisi data diri responden, 11 pertanyaan untuk penelitian mengenai obat dan 8 pertanyaan untuk penelitian mengenai obat tradisional untuk pengobatan mandiri. Pada penelitian ini, 10 dari 11 pertanyaan yang dapat menggambarkan perilaku pengobatan mandiri menggunakan obat. Sepuluh pertanyaan terdiri dari 4 pertanyaan untuk menggambarkan pengetahuan responden terhadap pengobatan mandiri, 2 pertanyaan untuk menggambarkan pengetahuan responden mengenai obat untuk pengobatan mandiri, 3 pertanyaan untuk menggambarkan sikap responden dan 1 pertanyaan untuk mengambarkan tindakan responden terhadap obat untuk pengobatan mandiri.


(48)

5. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan berdasarkan panduan wawancara yang berisi beberapa pertanyaan dan tujuan wawancara untuk mendapatkan penjelasan tentang sesuatu fenomena (Herdiansyah, 2010). Pengumpulan data dilakukan dengan bantuan alat perekam, panduan wawancara dan buku catatan. Sebelum pengumpulan data dilakukan, calon responden diminta untuk menandatangani inform consent sebagai persetujuan untuk mengikuti penelitian ini.

Pengumpulan data dilakukan 2 kali. Pengambilan data pertama dilakukan pada tanggal 14-16 Mei 2015 dan pengambilan data kedua dilakukan pada tanggal 13-15 Juni 2015. Pada pengambilan data kedua juga dilakukan verivikasi data pada pengambilan pertama kali karena ada beberapa data hasil wawancara yang perlu diperjelas.

6. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan content analysis. Content analysis adalah cara mencari makna dari data tertulis atau visual dengan cara alokasi isi sistematis ke kategori terinci yang telah ditentukan sebelumnya dan kemudian menghitung dan menginterpretasikan hasilnya (Sarosa, 2012).

Langkah pertama dari analisis data kualitatif ini adalah melakukan transkripsi data hasil wawancara. Transkripsi data dilakukan oleh dua orang anggota tim penelitian yang bekerja secara independen. Peneliti pertama melakukan transkrip data dari data asli dalam rekaman dan catatan tertulis yang


(49)

dibuat oleh asisten peneliti pada saat wawancara berlangsung. Peneliti kedua mengulang proses ini sebagai upaya pemastian keakuratan proses transkrip data. Langkah kedua adalah hasil transkrip wawancara dikuantifikasikan berdasarkan pertanyaan panduan wawancara dan dihitung persentasenya. Langkah ketiga adalah mendeskripsikan atau menggambarkan hasil wawancara tersebut.

J. Analisis Hasil

Data berupa karakteristik responden yang menggunakan obat dianalisis dengan metode statistik dekskriptif. Metode statistik yang digunakan adalah teknik perhitungan persentase yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram. Perhitungan presentase dilakukan dengan menggunakan rumus:

�% = × 100% P : presentase jawaban (dalam %)

A : jumlah jawaban B : jumlah responden total

Data kualitatif hasil wawancara mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan penggunaan obat sebagai pengobatan mandiri dianalisis dengan menggunakan teknik content analysis. Data yang didapat sesuai panduan wawancara dikategorikan dan dihitung persentasenya. Setiap kategori disertai dengan pembahasan dan deskripsi mendalam.


(50)

K. Keterbatasan Penelitian

1. Teknik pengambilan sampel yang digunakan merupakan non-random sampling sehingga hasil yang didapatkan tidak mewakili populasi masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah

2. Penelitian ini berfokus mendekskripsikan karakteristik, pengetahuan, sikap dan tindakan penggunnaan obat untuk pengobatan mandiri pada masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah sehingga informasi yang diperoleh terbatas pada hal tersebut.

3. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara terstruktur sehingga skala variabel penelitian tidak dapat diukur.


(51)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor faktor internal dan eksternal individu. Salah satu dari faktor internal individu adalah karakteristik sosio-demografi ekonomi. Karakteristik sosio-demografi ekonomi responden dalam penelitian ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu: jenis kelamin, usia, pekerjaan, status pernikahan, pendidikan terakhir dan pendapatan per bulan. Responden yang bersedia menjadi subjek penelitian ini sebanyak 30 responden.

Tabel I. Karakteristik sosio-demografi dan ekonomi responden

Karakteristik sosio-demografi dan ekonomi responden Persentase (%)

n=30 Jenis kelamin: Perempuan Laki-laki 70 30 Usia (tahun): Range: 18-24 25-31 32-38 39-45 46-52 53-59 26 17 26 17 7 7 Jenis pekerjaan: Belum Bekerja Petani Wiraswasta/pedagang Guru Karyawan Ibu Rumah Tangga

3 36 33 3 14 11 Status pernikahan: Menikah Belum menikah 80 20

Pendidikan tertinggi yang dicapai:

S1 SMA SMP SD 7 40 33 20

Pendapatan keluarga per bulan:

Tidak memiliki pendapatan Pendapatan < Rp 300.000

Rp 300.000 ≤ pendapatan < Rp 1.000.000

Rp 1.000.000 ≤ pendapatan < Rp 1.500.000

Rp 1.500.000 ≤pendapatan ≤ Rp 2.000.000 Pendapatan > Rp 2.000.000

3 20 27 23 10 17


(52)

1. Jenis kelamin

Berdasarkan Tabel I, persentase terbanyak masyarakat Desa Dieng yang bersedia menjadi responden dan diwawancarai yaitu perempuan sebesar 70% dengan jumlah 21 orang .Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Berardi et al. (2002) yang mengungkapkan bahwa kaum perempuan lebih sering melakukan pengobatan mandiri untuk mengatasi minor illness dengan obat tanpa resep dibanding dengan kaum laki-laki. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Noviana (2011) dan Thoma (2011) yang menyatakan bahwa kaum wanita lebih banyak melakukan pengobatan mandiri baik untuk diri sendiri dan keluarga dibandingkan dengan kaum laki-laki dan kaum perempuan juga mempunyai pengetahuan yang baik dalam melakukan pengobatan mandiri untuk keluarganya. Proses pencarian pengobatan dalam suatu keluarga cenderung untuk dilakukan oleh kaum perempuan mengingat pengalaman dan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga sehingga tingkat pengetahuan dan pemahaman perempuan tentang konsep sehat dan sakit serta pentingnya pengobatan untuk setiap gangguan kesehatan yang diderita anggota keluarga, sangat menentukan pilihan pengobatan yang mana untuk digunakan keluarga.

2. Usia

Dari hasil penelitian didapatkan rentang usia yang beragam dari 18-59 tahun. Menurut Tjiptoherijanto (2001) struktur umur penduduk dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok umur muda, dibawah 15 tahun, kelompok umur produktif, usia 15 – 64 tahun, dan kelompok umur tua, usia 65 tahun ke atas. Menurut Supardi, Jamal dan Raharni (2005) 51% penduduk Indonesia yang


(53)

melakukan pengobatan mandiri adalah kelompok usia sekolah dan usia kerja. Kelompok usia responden merupakan kelompok usia kerja. Semua responden pada penelitian ini berada pada rentang usia produktif sehingga bila responden mengalami sakit atau gangguan kesehatan, maka produktivitasnya terganggu karena tidak mampu bekerja atau beraktivitas.

3. Jenis pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pekerjaan responden adalah sebagai petani dengan persentase sebesar 36% (11 responden). Jenis pekerjaaan mempengaruhi perekonomian seseorang. Berardi et al. (2002) menyatakan bahwa tingkat ekonomi seseorang mempengaruhi pengambilan keputusan terhadap persoalan kesehatan salah satunya dalam memilih pengobatan mandiri. Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari adanya interaksi antar individu. Interaksi menyebabkan terjadinya tukar menukar informasi. Seseorang yang bekerja akan banyak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya sehingga kesempatan untuk bertukar informasi tentang pengobatan mandiri semakin besar. Seseorang yang memiliki pekerjaan dengan pendapatan yang tinggi cenderung memilih pengobatan yang lebih baik dari pada seseorang dengan pendapatan yang rendah. Dari hasil penelitian petani merupakan pekerjaan terbanyak. Hal ini terkait dengan lokasi penelitian yaitu di Desa Dieng yang sebagian besar penduduknya memilih untuk bertani tetapi banyak dari mereka yang bertani juga menjadi wirausaha. Proses yang dijalani responden dalam bekerja mempengaruhi pola pikir responden dan akan mempengaruhi keputusan pengobatan mandiri yang diambil.


(54)

4. Status pernikahan

Status pernikahan responden meliputi menikah dan belum menikah. Berdasarkan hasil yang diperoleh, 24 dari 30 responden atau sebesar 80% responden telah menikah. Menurut hasil penelitian Widayati (2012), status pernikahan berpengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan untuk pengobatan mandiri. Status pernikahan responden menjadi penting karena berkaitan dengan pengalaman dan informasi yang didapatkan mengenai pengobatan mandiri. Responden yang sudah menikah khususnya para ibu biasanya mengikuti pertemuan PKK dan penyuluhan kesehatan sehingga memungkinkan mendapat informasi mengenai pengobatan mandiri lebih bervariasi. Dalam keluarga, seorang ibu memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan keluarga.

5. Tingkat pendidikan terakhir

Berdasarkan hasil penelitian, kebanyakan responden adalah lulusan SMA, sebesar 40% sebanyak 12 orang. Berdasarkan penelitian Nuralia et al. (2005), tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku pengobatan mandiri. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden cukup bervariasi. Dengan adanya perbedaan tingkat pendidikan akan mempengaruhi pola pikir, sudut pandang dan penerimaan tindakan pengobatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda akan mempengaruhi sikap dalam pencarian pengobatan. Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan yang baik.


(55)

6. Pendapatan per bulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh yaitu pendapatan per bulan dengan persentase terbesar yaitu 27% adalah antara Rp 300.000,00 ≤ pendapatan < Rp 1.000.000,00 (8 responden). Menurut Aoyama, Koyama dan Hibino (2012) tingkat pendapatan seseorang berpengaruh terhadap perilaku pengobatan mandiri. Hal ini diperkuat oleh penelitian Kristina (2008) yang menyatakan bahwa pendapatan secara signifikan mempengaruhi perilaku pengobatan mandiri. Masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi akan dengan mudah mengakses sarana kesehatan dibandingkan dengan masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah. Tingginya biaya pelayanan kesehatan seperti biaya dokter menjadi pemicu seseorang mencari pengobatan yang relatif murah. Berdasarkan hasil wawancara selama penelitian, ditemukan bahwa masyarakat yang berpendapatan tinggi lebih percaya berobat ke dokter meskipun untuk penyakit ringan. Sebaliknya masyarakat berpendapatan rendah, memilih warung untuk membeli obat untuk mengobati keluhan mereka.

B. Profil Perilaku Pengobatan Mandiri Menggunakan Obat di Kalangan Masyarakat Desa Dieng

Domain atau ranah utama perilaku manusia yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan tindakan (practice) (Wawan dan Dewi, 2011). Profil perilaku masyarakat Desa Dieng dalam penelitian ini meliputi: (1) pengertian responden mengenai pengobatan mandiri; (2) pengetahuan; (3) sikap dan (4) tindakan pengobatan mandiri menggunakan obat.


(56)

1. Pengertian responden mengenai pengobatan mandiri

Pengobatan mandiri adalah pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu (atau anggota keluarga individu) untuk mengobati kondisi atau gejala yang dirasakan atau didiagnosis sendiri (Ruiz, 2010). Berdasarkan pertanyaan “Apakah Anda pernah mendengar istilah pengobatan mandiri?”, bahwa sebesar 67% (20 responden) menyatakan tidak pernah mendengar istilah pengobatan mandiri.

Gambar 7. Persentase responden mendengar istilah pengobatan mandiri, n=30

Menurut Supardi dan Notosiswoyo (2004), umumnya pengetahuan masyarakat mengenai pengobatan mandiri masih sangat rendah. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pangastuti (2014). Pengetahuan tentang pengobatan mandiri berhubungan dengan pengobatan mandiri yang aman, tepat, dan rasional sehingga bila pengetahuan tentang pengobatan mandiri baik maka obat untuk pengobatan mandiri memungkinkan untuk digunakan secara rasional.

Pernah mendengar

istilah pengobatan

mandiri 33% tidak pernah

mendengar istilah pengobatan

mandiri 67%


(57)

Dalam penelitian ini juga dibahas mengenai definisi pengobatan mandiri menurut responden. Sesuai dengan pengertian pengobatan mandiri, hasil penelitian didapatkan bahwa responden dari 10 responden yang pernah mendengar istilah pengobatan mandiri, hanya 1 responden yang dapat menjelaskan definisi pengobatan mandiri secara baik dan benar yaitu:

Menggunakan obat untuk mengobati sakit yang dapat dikenali sendiri”. Tabel II. Definisi pengobatan mandiri menurut responden

Definisi pengobatan mandiri menurut responden Tidak dapat menerangkan

Alternatif pengobatan Meracik sendiri

Pengobatan yang kurang enak dan jarang diminati

Pengobatan yang kurang baik menggunakan kimia dan tradisional Seperti obat tradisional

Menggunakan obat untuk mengobati sakit yang dapat dikenali sendiri Obat yang dibeli di warung atau toko obat

Belajar mengidentifikasi sakit dan obat sendiri Pengobatan mandiri itu kurang bagus

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden tidak mengetahui pengertian pengobatan mandiri sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan mengenai pengobatan mandiri masih rendah. Hal ini akan berpengaruh pada perilaku pengobatan mandiri karena pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pengobatan mandiri. Hal ini didukung oleh penelitian Dharmasari (2003) yang mengatakan bahwa pengetahuan berpengaruh pada pengobatan mandiri.


(58)

Sebanyak 10 responden yang pernah mendengar tentang pengertian pengobatan mandiri, juga diteliti dari mana sumber informasi mengenai pengobatan mandiri.

Gambar 8. Persentase sumber informasi responden mengenai istilah pengobatan mandiri, n=10

Dari 10 responden yang menyatakan pernah mendengar pengobatan mandiri, sebagian besar responden mendapatkan informasi mengenai pengobatan mandiri dari teman. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pangastuti (2014) yang menyatakan bahwa sumber informasi tentang pengobatan mandiri terbesar didapatkan dari media cetak atau elektronik. Responden merupakan masyarakat desa dieng yang mana akses sumber informasi elektronik dan cetak masih sangat terbatas. Selama melakukan penelitian, responden cenderung untuk berkumpul bersama atau berinteraksi dengan lainnya sehingga dari adanya interaksi satu dengan yang lainnya dapat terjadi pertukaran informasi mengenai pengobatan mandiri. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan

Teman 40%

Tetangga 20% Orang Lain

10%

Media cetak dan elektronik


(59)

Wawan dan Dewi (2011) faktor sosial dan budaya mempengaruhi perkembangan dan pengetahuan individu.

2. Pengetahuan responden mengenai obat untuk pengobatan mandiri

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

a. Pengenalan responden mengenai obat

Obat merupakan obat yang dapat digunakan dalam pengobatan mandiri. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka pencegahan, penetapan diagnosis, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan. Obat yang dapat digunakan untuk pengobatan mandiri adalah obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek yang diserahkan langsung oleh apoteker. Obat dalam penelitian ini merupakan obat bebas dan obat bebas terbatas.

Berdasarkan Gambar 8 didapatkan bahwa sebesar 60% (18 responden) menyatakan bahwa tidak pernah mendengar tentang obat. Sebanyak 40% (12 responden) yang menyatakan pernah mendengar obat, 11 responden mengatakan bahwa obat untuk pengobatan mandiri dapat dibeli di warung dan 1 responden lainnya mengatakan dapat dibeli di pedagang keliling.


(60)

Gambar 9. Persentase pengetahuan responden tentang obat untuk pengobatan mandiri, n=30

Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan responden mengenai obat bebas dan bebas terbatas masih sangat rendah tetapi ada kemungkinan responden yang tidak pernah mendengar tentang obat mengetahuinya tetapi tidak memahami bahwa obat yang sering mereka gunakan untuk pengobatan mandiri merupakan obat sehingga perlu adanya peran serta tenaga kesehatan dan pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap obat.

Berdasarkan hasil penelitian 11 responden yang pernah mendengar tentang obat mengatakan bahwa obat dapat dibeli di warung. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Supardi (2000) yang mengatakan bahwa salah satu sumber obat obat dalam upaya pengobatan mandiri di masyarakat adalah warung. Warung merupakan suatu usaha swadaya masyarakat yang menjual secara eceran aneka ragam bahan kebutuhan pokok sehari-hari. Obat merupakan kebutuhan masyarakat yang tersedia di warung dalam jumlah yang terbatas tetapi obat tidak dapat disamakan dengan barang yang dijual di warung karena terkait dengan perundang-undangan kesehatan (Supardi, 2000). Di Desa

Pernah mendengar mengenai obat

40% Tidak pernah

Mendengar 60%


(61)

Dieng, membuka warung merupakan kegiatan ibu rumah tangga, disamping kesibukan sehari-hari mengurus rumah tangga dan juga kegiatan membuka warung merupakan keuntungan yang dimanfaatkan para warga terkait Desa Dieng yang merupakan tempat wisata. Pendidikan dan status pemilik warung umumnya tidak berbeda dengan masyarakat lingkungannya. Penelitian Supardi (2000) menyatakan bahwa persentase terbesar pemilik warung mendapat informasi dari toko obat, brosur dan kemasan obat sehingga bila responden membeli obat obat di warung maka sumber informasi mengenai obat yang mereka dapatkan berasal dari pemilik warung yang mana mendapatkan informasi dari kemasan obat, brosur dan toko obat. Berdasarkan hal tersebut, informasi yang responden dapatkan mengenai obat obat untuk pengobatan mandiri masih sangat minim dan dapat terjadi pengobatan yang tidak rasional.

Berdasarkan penelitian Kristina (2008) menyatakan bahwa upaya pencarian pengobatan yang dilakukan penduduk Indonesia yang mengeluh sakit sebagian besar adalah pengobatan mandiri, sisanya mencari pengobatan ke puskesmas, paramedis, dokter praktik, rumah sakit, dan balai pengobatan. Pemahaman masyarakat terhadap obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter yang mana untuk menolong dirinya sendiri merupakan salah satu indikator pemahaman tercapainya Indonesia Sehat (Rakhmawatie dan Anggarini, 2010).


(62)

Gambar 10. Pengetahuan responden mengenai perlu tidaknya resep dokter untuk pengobatan mandiri, n=12

Sebanyak 67% (8 responden) menyatakan bahwa obat untuk pengobatan mandiri dapat dibeli tanpa resep dokter. Dengan adanya pengetahuan responden bahwa obat dapat dibeli tanpa resep dokter maka tidak dapat dipungkiri akses untuk melakukan pengobatan mandiri semakin mudah tetapi dapat juga terjadi pengobatan mandiri yang boros atau tidak rasional. Hal ini juga menunjukkan bahwa secara langsung sudah mengetahui konsep pengobatan mandiri tetapi mungkin mereka tidak menyadari bahwa obat yang mereka beli dan gunakan merupakan tindakan pengobatan mandiri.

b. Pengenalan responden mengenai bentuk obat untuk pengobatan mandiri.

Menurut Depkes (2008) ada beberapa bentuk sediaan obat, yaitu kapsul, tablet, pulvis, puyer, sirup dan larutan obat luar. Berdasarkan hasil penelitian, responden paling mengenal bentuk tablet kemudian cairan, kapsul dan sebuk.

Obat untuk pengobatan mandiri dapat

dibeli tanpa resep dokter

67% Obat untuk

pengobatan mandiri harus dibeli dengan resep dokter


(63)

Tabel III. Pengetahuan responden mengenai bentuk obat Bentuk Obat Persentase jawaban (%)

n=12

Tablet 75

Cairan 58

Serbuk 33

Kapsul 58

*jawaban responden dapat lebih dari 1 bentuk sediaan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan seseorang tentang kesehatan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri. Berdasarkan hasil di atas, responden paling banyak mengenal bentuk tablet dan cairan. Responden lebih mengetahui bentuk-bentuk sediaan di atas dari pengalaman mereka pada saat melakukan pengobatan mandiri.

c. Pengenalan responden mengenai lambang obat untuk pengobatan mandiri

Lambang pada kemasan obat terkait dengan peredaran di masyarakat dan fungsinya sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pengetahuan untuk memilih obat dalam pengobatan mandiri (DitJen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006). Apabila masyarakat tidak mengetahui dengan pasti dan maksud dari lambang yang tertera pada kemasan obat tersebut maka obat yang dipilih untuk pengobatan mandiri belum tentu tepat.


(64)

Gambar 11. Persentase jawaban responden mengenai lambang kemasan obat, n=30

Berdasarkan hasil penelitian, dari 12 responden yang mengatakan pernah mendengar mengenai obat, hanya sebesar 25% (3 responden) pernah melihat lambang pada kemasan obat tetapi 2 dari 3 responden yang dapat menyebutkan lambang obat tidak mengetahui artinya. Tiga responden tersebut mengatakan bahwa:

Hijau, biru, merah” (U) “Hijau, merah” (L)

Hijau bulat artinya herbal” (I)

Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa pengetahuan responden mengenai lambang obat masih kurang. Responden yang pernah melihat lambang obat tidak memahami arti dari lambang tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurulita (2003) dan Supardi (2006) menyatakan bahwa masyarakat cenderung melakukan pengobatan mandiri tanpa didasari pengetahuan yang memadai mengenai obat yang dikonsumsi. Informasi tentang obat yang

Pernah melihat 25% Tidak pernah

melihat lambang pada kemasan

obat 75%


(65)

mereka dapatkan sebagian besar dari pengalaman orang lain dan hanya 5,63% informasi dari petugas kesehatan. Sedikitnya informasi yang diperoleh oleh responden dalam melakukan pengobatan mandiri dapat mempengaruhi pengetahuan responden sehingga dapat menyebabkan kesalahan pengobatan.

3. Sikap responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri Sikap merupakan respon evaluatif yang dilakukan individu terhadap objek. Melalui sikap, seseorang memahami proses kesadaran yang menentukan tindakan nyata yang dilakukannya (Wawan dan Dewi, 2011). Dalam penelitian ini sikap digali melalui pendapat dan penilaian responden terhadap objek yaitu obat untuk pengobatan mandiri.

a. Pendapat responden terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri

Berdasarkan Tabel V terdapat berbagai pendapat responden mengenai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri. Sebagian besar responden memiliki pendapat negatif terhadap obat. Kebanyakan responden menyatakan bahwa sebenarnya mereka takut menggunakan obat karena efek samping obat tersebut. Alasan responden memiliki sikap negatif terhadap obat karena ketakutan mereka terhadap efek samping obat sehingga mereka beranggapan bahwa menggunakan obat membahayakan.


(66)

Tabel IV. Pendapat responden mengenai penggunaan obat untuk pengobatan mandiri

Pendapat responden mengenai penggunaan obat Persentase (%) n=12 Banyak Efek sampingnya jadi bahaya bila sering

digunakan

34 Memakai obat bila obat tradisional tidak dapat

menyembuhkan

8 Bisa menyembuhkan tapi tergantung kecocokan

individu

25

Dapat dipercaya 8

Bagus 17

Tidak bagus 8

Hal ini sejalan dengan penelitian Pangastuti (2014) yang menyatakan bahwa kebanyakan responden beranggapan bahwa obat untuk pengobatan mandiri membahayakan. Hal ini sesuai dengan kekurangan dari pengobatan mandiri itu sendiri yang mana bila tidak digunakan sesuai aturan dapat membahayakan, pemborosan biaya dan waktu apabila salah memilih obat, kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan seperti timbulnya reaksi efek samping, sensitivitas atau resistensi, penggunaan obat yang salah informasi yang kurang lengkap dari iklan obat, tidak efektif akibat salah diagnosis dan pemilihan obat dan sulit bertindak objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi dan Raharni, 2006). Obat untuk pengobatan mandiri seharusnya digunakan secara rasional, yang berarti tepat indikasi, tepat dosis, tepat obat, tepat pasien dan waspada efek samping.


(67)

b. Penilaian responden berdasarkan suka atau tidak suka terhadap penggunaan obat untuk pengobatan mandiri

Penilaian atau perasaan suka atau tidak suka terhadap obat dalam melakukan pengobatan mandiri juga diteliti dalam penelitian ini. Penilaian responden terhadap obat digambarkan pada Gambar 11.

Gambar 12. Sikap memihak responden terhadap obat untuk pengobatan mandiri, n=12

Dari hasil di atas, sebesar 50% (6 responden) menyukai atau memihak untuk menggunakan obat untuk pengobatan mandiri sedangkan 6 responden lainnya tidak menyukai menggunakan obat untuk pengobatan mandiri. Menurut Depkes (2007) bahwa penduduk yang melakuan pengobatan mandiri menggunakan obat terbesar di pedesaan sebesar 87,72%, sisanya menggunakan obat tradisional dan cara lainnya. Sebagian masyarakat Desa Dieng menyatakan tidak menyukai menggunakan obat. Hal ini dapat dikarenakan masyarakat Desa

Menyukai menggunakan

obat untuk pengobatan

mandiri 50% Tidak menyukai

menggunakan obat untuk pengobatan

mnadiri 50%


(1)

d.Antara Rp 1.500.000,00-Rp 2.000.000,00 c.Lebih dari Rp 2.000.000,00

1. Apakah Anda pernah mendengar istilah pengobatan mandiri atau swamedikasi?

2. Jika Anda pernah mendengar istilah tesebut, dari mana Anda mendapatkan informasinya? 3. Menurut Anda apakah yang dimaksud dengan pengobatab sendiri?

4. Apakah semua obat dapat dibeli untuk pengobatan sendiri tanpa periksa ke Puskesmas/RS/dokter praktek?

=======

5. Apakah Anda pernah mendengar tentang obat bebas atau bebas terbatas? Jika pernah: a. Dimanakah obat tersebut bisa dibeli?

b. Apakah ketika membeli obat tersebut harus dengan resep dari dikter?

c. Apa sajakah bentuk-bentuk obat tersebut? (tablet, kapsul, serbuk, cairan, dll) 6. Apakah Anda pernah melihat lambang pada kemasan obat tersebut?

a. Jika pernah, seperti apa lambang tersebut dan arti dari lambang tersebut, gambarkan lambanganya?

=====

7. Apakah Anda pernah menggunakan obat atau memperoleh obat dari orang lain untuk digunakan mengatasi sakit (tanpa perksa ke Puskesmas/RS/dokter praktek) dalam satu bulan terakhir ini?

APABILA PERNAH:

a. Berapa kali dalam satu bulan terakhir ini?

b. Apakah Anda menggunakan atau memperoleh/diberi orang lain?

i. Jika Anda memperoleh obat tersebut dengan cara membelinya, dimanakah obat tersebut Anda beli? Berapa jarak antara tempat tinggal Anda dengan tempat untuk membeli obat tersebut? Berapa harganya?


(2)

66

ii. JIka Anda memperoleh obat tersebut dari orang lain, siapakah yang meemberikanya? c. Untuk siapakah obat tersebut? (apakah untuk diri sendiri atau orang lain/keluarga, dll…

mohon sebutkan) d. Apa nama obatntya?

e. Berapa lama Anda (orang lain yang menggunakan) mengkonsumsi obat tersebut?

f. Berapa kali dalam sehari Anda (orang lain yang menggunakan) mengkonsumsi obat tersebut? Cara pakai obat tersebut?

g. Dalam bentuk apa obat tersebut (tablet, sirup, serbuk, dll)? h. Keluhan/sakit apa yang berusaha diobati dengan obat tersebut? i. Apakah obat tersebut pernah digunakan sebelumnya?

j. Apakah ada efek samping yang dirasakan? k. Mengapa Anda memilih obat tersebut?

l. Darimana Anda mengetahui informasi mengenai obat yang Anda beli (atau yang diberi oleh orang lain) tersebut?

m. Mengapa Anda (atau orang yang menggunakan oabt tersebut) tidak memeriksakan diri ke Puskesmas/RS/dokter, tetapi memilih meminum obat tersebut?

n. Apakah Anda (orang yang mengguakan obat tersebut) sembuh setelah diobati dengan obat tersebut?

=======

8. Apakah Anda mengenal obat tradisional?

a. Mohon bisakah dijelaskan, apakah yang dimaksud dengan obat tradisional menurut Anda?

b. Apa sajakah bentuk-bentuk obat tradisional yang Anda kenal (tablet, pil, kapsul, serbuk, cairan, dll)

c. Apakah Anda mengenal jenis-jenis obat tradisional, yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka? Jika mengenal, mohon dijelaskan.


(3)

i. Apakah Anda mengenal lambang JAMU pada kemasan/bungkus jamu? Jika iya, mohon digambarkan. PERTANYAAN SERUPA JUGA UNTUK HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA.

9. Sebutkan satu contoh obat tradisional, manfaatnya dan cara penggunaannya. 10. Menurut Anda, apakah obat tradisional dapat menimbulkan efek samping?

11. Apakah Anda (atau keluarga Anda) pernah menggunakan obat tradisional untuk mengobati penyakit selama satu bulan terakhir? JIKA PERNAH:

a. Seberapa sering Anda menggunakan obat tradisional (dalam satu bulan terakhir)? b. Apakah nama obat tradisional yang Anda gunakan?

c. Untuk siapa obat tradisional tersebut? d. Dalam bentuk apa obat tradisional tersebut? e. Untuk mengobati penyakit apa?

f. Darimana Anda memperolehnya?Kalau membeli, membeli obat tradisional dimana? Jarak antara tempat tinggal dan temapt membeli obat tradisional?Berapa harganya? g. Bagaimana Anda menggunakannya? (ATURAN PAKAI DAN CARA PAKAI) h. Berapa lama Anda menggunakannya?

i. Apakah Anda sembuh setelah menggunakan obat tradisional tersebut? j. Adakah efek samping yang Anda rasakan?

k. Apakah obat tradisional tersebut pernah digunakan sebelumnya?

l. Dari manakah Anda mengetahui mengenai obat tradisional yang Anda gunakan tersebut? m. Apakah alasan Anda menggunakan obat tradisional tersebut?

n. Mengapa Anda memilih menggunakan obat tradisional tersebut untuk mengatasi penyakit yang dialami (dibandingkan memeriksakan diri ke Puskesmas atau Rumah Sakit atau dokter praktek?

======


(4)

68

13. Bagaimana pendapat Anda mengenai penggunaan obat modern jika Anda sakit? 14. Apakah Anda menyukai menggunakan obat tradisional?

15. Apakah Anda menyukai menggunakan obat modern?

16. Apakah menurut Anda menggunakan obat tradisional bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit yang Anda alami?

17. apakah menurut Anda menggunakan obat modern bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit yang anda alami?

======

18. Apakah Anda akan menggunakan obat tradisional untuk mengatasi gejala/sakit yang anda alami?

19. Apakah Anda akan menggunakan obat modern untuk mengatasi gejala/sakit yang anda alami?


(5)

Lampiran 5. Peta Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah


(6)

70

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Yeni Mardiati Pasaribu. Penulis lahir di Kota Nabire pada tanggal 11 Oktober 1994 sebagai anak kedua dari 3 bersaudara, anak dari pasangan Kristopel Pasaribu dan Loiker Simanjuntak. Penulis telah menyelesaikan pendidikan di TK Nuri Manis Nabire (1998-2000), SD St. Petrus Nabire (2000-2006), SMP St. Antonius Nabire (2006-2009) dan SMA Adhi Luhur Kolese Le Cocq d’Armandville (2009-2012). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada tahun 2012 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh peendidikan perkuliahan, penulis juga pernah mengikuti berbagai kegiatan seperti menjadi anggota aktif Herbal Garden Team Farmasi (2014-2015), anggota PKM-M “Pengenalan Simbol-Simbol kemasan Plastik Dan pengolahan Sampah Plastik” yang didanai DIKTI (2015), Koordinator Seksi Acara Pelayanan Kesehatan Gratis dalam rangka Dies Natalis ke 59 Sanata Dharma (2014) dan dalam rangka Dies Natalis ke 19 Fakultas Farmasi universitas santa Dharma (2014), Koordinator Seksi Dana dan Usaha dalam kegiatan Kampanye Informasi Obat (2014) dan Makrab Herbal Garden Team Farmasi (2013).


Dokumen yang terkait

KAJIAN POLA PERTANIAN DAN UPAYA KONSERVASI DI DATARAN TINGGI DIENG KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO

2 13 57

Faktor faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Dieng Wetan Kecamatan Kejajar Wonosobo

4 22 100

Pembelajaran Sosial (Social Lesson Learning) dalam Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan Di Kawasan Pegunungan Dieng (Kasus di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah)

1 32 103

Pola dan motivasi penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

3 15 97

Pola dan motivasi penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonoso Jawa Tengah.

0 13 111

Kajian pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

8 19 105

MAKNA SIMBOLIK RUWATAN CUKUR RAMBUT GEMBEL DI DESA DIENG KEJAJAR WONOSOBO

0 0 14

Hubungan antara karakteristik sosio-demografi terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah - USD Repository

0 0 165

Hubungan pengetahuan dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah - USD Repository

0 5 142

Hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern terhadap tindakan pemilihan obat pada pengobatan mandiri di kalangan mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta - USD Repository

0 3 139