Kerentanan Plutella xylostella dari Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terhadap Lima Jenis Insektisida Komersial, Ekstrak Piper aduncum, serta Campuran ekstrak P. aduncum dan Tephrosia vogelii

KERENTANAN Plutella xylostella DARI KECAMATAN
CIPANAS, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT
TERHADAP LIMA JENIS INSEKTISIDA KOMERSIAL,
EKSTRAK Piper aduncum SERTA CAMPURAN
EKSTRAK P. aduncum DAN Tephrosia vogelii

AULIA RAKHMAN

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kerentanan Plutella
xylostella dari Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terhadap Lima
Jenis Insektisida Komersial, Ekstrak Piper aduncum, serta Campuran Ekstrak P.
aduncum dan Tephrosia vogelii” adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Aulia Rakhman
NIM A34100073

ABSTRAK
AULIA RAKHMAN. Kerentanan Plutella xylostella dari Kecamatan Cipanas,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terhadap Lima Jenis Insektisida Komersial,
Ekstrak Piper aduncum, serta Campuran Ekstrak P. aduncum dan Tephrosia
vogelii. Dibimbing oleh DJOKO PRIJONO.
Plutella xylostella merupakan hama penting pada tanaman famili
Brassicaceae. Kerusakan akibat hama tersebut dapat menyebabkan kehilangan
hasil secara signifikan. Penggunaan insektisida secara terus menerus oleh petani
dapat menyebabkan terjadinya resistensi hama P. xylostella. Penelitian ini
bertujuan menentukan kerentanan larva P. xylostella yang berasal dari Kecamatan

Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terhadap lima jenis insektisida komersial,
yaitu deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos dan
spinetoram, ekstrak buah Piper aduncum serta campuran ekstrak buah P.
adumcum dan daun T. vogelii. Pengujian insektisida dilakukan pada larva instar 2
P. xylostella menggunakan metode celup daun dengan pemberian daun pakan
perlakuan selama 48 jam. Pengamatan mortalitas serangga uji dilakukan setiap
hari hingga 96 jam setelah perlakuan (JSP), selanjutnya data dianalisis dengan
metode probit. Deltametrin dan profenofos memiliki toksisitas yang rendah,
sedangkan klorantraniliprol memiliki toksisitas yang sedang terhadap larva P.
xylostella. LC95 profenofos dan klorantraniliprol pada 96 JSP masing-masing
18351.0 dan 131.1 mg b.a./L; nilai tersebut 24.5 dan 3.3 lebih tinggi daripada
konsentrasi anjuran masing-masing. Lebih lanjut, larva P. xylostella masih rentan
terhadap emamektin benzoat, spinetoram, ekstrak P. aduncum, serta campuran
ekstrak P. aduncum dan T. vogelii. LC95 emamektin benzoat dan spinetoram
masing-masing 1.17 dan 0.81 mg b.a./L; nilai tersebut 8.5 dan 14.8 lebih rendah
daripada konsentrasi anjuran masing-masing. Sementara itu, campuran ekstrak P.
aduncum dan T. vogelii (LC95 4759.80 mg ekstrak/L) lebih efektif daripada
deltametrin dan profenofos serta ekstrak tunggal P. aduncum. Selain itu,
perlakuan dengan klorantraniliprol, spinetoram, serta campuran ekstrak P.
aduncum dan T. vogelii pada 3 taraf konsentrasi terendah menurunkan persentase

pembentukan pupa dan kemunculan imago pada larva yang bertahan hidup
sedangkan perlakuan dengan emamektin benzoat, profenofos, dan ekstrak tunggal
P. aduncum tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa larva P. xylostella asal Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur sudah tidak rentan terhadap deltametrin, klorantraniliprol, dan profenofos,
tetapi masih rentan terhadap emamektin benzoat, dan spinetoram. Selain itu,
campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii dapat digunakan sebagai alternatif
insektisida untuk mengendalikan hama P. xylostella.
Kata kunci: ekstrak campuran, hama kubis, insektisida komersial, insektisida
nabati, kerentanan.

ABSTRACT
AULIA RAKHMAN. Susceptibility of Plutella xylostella from Cipanas District,
Cianjur Regency, West Java to Five Commercial Insecticides, Piper aduncum
Extract, and A Mixture of P. aduncum and Tephrosia vogelii Extract. Supervised
by DJOKO PRIJONO
Plutella xylostella is an important pest of vegetable crops in the family
Brassicaceae. Infestation by this pest on cabbage can cause a significant yield
loss. Regular insecticide use by cabbage farmers can result in the development of
resistant P. xylostella population. This research was conducted to evaluate the

susceptibility of P. xylostella larvae from Cipanas District, Cianjur Regency, West
Java to five commercial insecticides, i.e. chloranthraniliprole, deltamethrin,
emamectin benzoate, profenofos, and spinetoram, and Piper aduncum fruit extract
as well as a mixture of P. aduncum fruit and Tephrosia vogelii leaf extract. The
insecticides were tested against second-instar larvae P. xylostella with a leaf-dip
feeding method with a 48-h feeding treatment. The number of dead larvae was
counted daily until 96 hours after treatment (HAP), then the data were analyzed
by probit method. Deltamethrin and profenofos had low toxicity, while
chloranthraniliprole was moderately toxic to P. xylostella larvae. LC95 at 96 HAP
of profenofos and chloranthraniliprole were 18351.0 and 131.1 mg a.i./L,
respectively, which were 24.5 and 3.3-fold higher than their respective
recommended field rates. On the other hand, P. xylostella larvae were still
susceptible to emamectin benzoate, spinetoram, and the mixture of P. aduncum
and T. vogelii extract. LC95 of emamectin benzoate and spinetoram were 1.17 and
0.81 mg a.i./L, respectively, which were 8.5 and 14.8-fold lower than their
respective recommended field rates. Meanwhile, P. aduncum and T. vogelii
extract mixture (LC95 4759.80 mg/L) was more effective than deltamethrin and
profenofos as well as P. aduncum extract alone. Moreover, the treatment with
chloranthraniliprole, spinetoram, and P. aduncum dan T. vogelii extract mixture at
three lowest concentrations decreased the rate of pupation and adult emergence in

the surviving larvae, whereas the treatment with emamectin benzoate, profenofos,
and P. aduncum extract alone did not affect the rate of pupation and adult
emergence significantly. It is concluded that P. xylostella larvae from Cipanas
District, Cianjur were no longer susceptible to chloranthraniliprole, deltamethrin,
and profenofos but still susceptible to emamectin benzoate and spinetoram. In
addition, P. aduncum and T. vogelii extract mixture can be used as alternative
insecticide for the control of P. xylostella.
Keywords: botanical insecticide, cabbage pest, commercial insecticides, extract
mixture, susceptibility.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu makalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


KERENTANAN Plutella xylostella DARI KECAMATAN
CIPANAS, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT
TERHADAP LIMA JENIS INSEKTISIDA KOMERSIAL,
EKSTRAK Piper aduncum SERTA CAMPURAN
EKSTRAK P. aduncum DAN Tephrosia vogelii

AULIA RAKHMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


: Kerentanan Plutella xylostella dari Kecamatan Cipanas,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat terhadap Lima Jenis
Insektisida Komersial, Ekstrak Piper aduncum, serta
Campuran ekstrak P. aduncum dan Tephrosia vogelii
Nama Mahasiswa: Aulia Rakhman
NIM
: A34100073

Judul Skripsi

Disetujui oleh

Ir. Djoko Prijono, MAgrSc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Ketua Departemen Proteksi Tanaman


Tanggal disetujui:

PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kerentanan Plutella xylostella dari Kecamatan Cipanas, Kapubaten Cianjur,
Jawa Barat terhadap Lima Jenis Insektisida Komersial, Ekstrak Piper aduncum,
serta Campuran Ekstrak P. aduncum dan Tephrosia vogelii”. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman dari Februari 2014 sampai Juni 2014 yang dibiayai sebagian
oleh Program Kreativitas Mahasiswa, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis Bapak Eko
Budi Setyanto, S.Sos, MM. dan Ibu Rokhayati serta kakak penulis Iffa Alifah, SPi
atas doa dan semangat yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Ir. Djoko Prijono, MAgrSc., selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan ilmu, arahan, motivasi, dan bimbingan selama ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si selaku
dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan
motivasi selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Proteksi Tanaman.
Terima kasih kepada sahabat dan teman-teman di Laboratorium Fisiologi
dan Toksikologi Serangga (Wirathazia Enbya L. Chenta, SP., Masaidah Cardi,
SP., Trijanti A. Widinni Asnan, SP. MSi., Muhammad Sigit Susanto, SP., Annisa
Nurfajrina, SP., Dr. Eka Candra Lina, SP. MSi., serta Bp. Agus Sudrajat) atas
kerja sama, saran, dukungan, dan semangat yang diberikan.
Terima kasih kepada sahabat seperjuangan Ina Rubiatul Hasanah, SP., Azru
Azhar, Winar Nur Aisyah Fatimah, Aan Rizka Pajarina, SP., Ridho Rasid, SP.,
Delly Fahlevi Meidika, SKomp., Fikriyatul Falashifah, Nadya Arrezia, dan
Temple Dwi Revono atas bantuan dan semangat yang senantiasa diberikan.
Terima kasih kepada seluruh teman-teman Proteksi Tanaman 47, seluruh adik
serta kakak tingkat yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas persahabatan
dan kebersamaannya selama ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Bogor, September 2014
Aulia Rakhman


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Perbanyakan Tanaman Pakan P. xylostella
Perbanyakan Serangga Uji
Penyiapan Insektisida Uji
Ekstraksi Buah Piper aduncum
Uji Toksisitas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Toksisitas Insektisida Uji terhadap Larva P. xylostella
Pengaruh Insektisida Uji terhadap Perkembangan Larva P. xylostella
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
ix
x
1
1
3
3
4
4
4
4
4
5
5
7
7
11
14
14
14
15
19
25

DAFTAR TABEL
1 Toksisitas empat jenis insektisida komersial, ekstrak P. aduncum, serta
campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii tehadap larva P.
xylostella
2 Persentase pupa dan imago P. xylostella yang terbentuk dari larva yang
bertahan hidup pada perlakuan dengan empat jenis insektisida
komersial, ekstrak P. aduncum, serta campuran P. aduncum dan T.
vogelii

12

13

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kimia dilapiol
2 Struktur kimia rotenon
3 Perkembangan tingkat mortalitas larva P. xylostella asal Ciloto pada
perlakuan dengan emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos,
spinetoram, ekstrak P. aduncum, serta campurannya dengan T. vogelii
4 Gejala fitotoksisitas berupa bercak nekrosis pada daun kubis akibat
perlakuan dengan deltametrin 1250 mg b.a./L (konsentrasi formulasi 5%)
(A) dan daun kubis yang tidak menunjukkan gejala fitotoksisitas setelah
disemprot dengan ekstrak P. aduncum 5000 mg ekstrak/L (B)

3
3

7

8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi pengambilan serangga P. xylostella
2 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
deltametrin
3 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
emamektin benzoat
4 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
klorantraniliprol
5 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
profenofos
6 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan
spinetoram
7 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji pendahuluan ekstrak
P. aduncum
8 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan emamektin
benzoat
9 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan
klorantraniliprol
10 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan profenofos
11 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan spinetoram
12 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan ekstrak P.
aduncum
13 Mortalitas larva P. xylostella pada perlakuan uji lanjutan campuran
ekstrak P. aduncum dan T. vogelii (1:1)

20
21
21
21
22
22
22
23
23
23
24
24
24

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kubis (Brassica oleracea var. capitata) merupakan komoditas
sayuran yang penting dan memiliki banyak manfaat untuk kesehatan manusia,
antara lain sebagai sumber vitamin (A, B1, dan C), sumber mineral (kalsium,
kalium, fosfor, natrium, belerang) dan mengandung senyawa antikanker (Adiyoga
et al. 2004). Kebutuhan domestik akan komoditas ini meningkat dari tahun ke
tahun sehingga produksi kubis perlu ditingkatkan. Produksi kubis meningkat dari
1 363 741 ton pada tahun 2011 menjadi 1 450 046 ton pada tahun 2012, dengan
produktivitas naik dari 20.88 ton/ha pada 2011 menjadi 22.56 ton/ha pada 2012
(BPS 2013).
Upaya peningkatan produksi kubis dihadapkan pada berbagai faktor
pembatas, di antaranya serangan hama Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera:
Yponomeutidae). Hama tersebut menyerang tanaman kubis sejak awal
pertumbuhan hingga menjelang panen. Kehilangan hasil akibat serangan hama
tersebut dapat mencapai 100%, terutama pada musim kemarau (Sastrosiswojo dan
Setiawati 1993).
Konsep pengendalian hama terpadu (PHT) pada tanaman kubis telah lama
dikembangkan, tetapi masih banyak petani yang mengandalkan insektisida untuk
mengendalikan hama P. xylostella (Rauf et al. 2005). Penggunaan insektisida
sintetik secara terus menerus dapat menimbulkan dampak negatif, salah satunya
adalah berkembangan populasi hama P. xylostella yang resisten terhadap
insektisida. Sastrosiswojo et al. (1989) melaporkan bahwa P. xylostella strain
Lembang telah resisten terhadap asefat, triazofos, dan deltametrin. Selanjutnya,
Moekasan et al. (2004) melaporkan bahwa P. xylostella dari Lembang,
Pangalengan, Kejajar/Dieng, dan Batu sudah sangat resisten terhadap deltametrin
dan profenofos. Resistensi P. xylostella terhadap insektisida piretroid dan
organofosfat juga telah dilaporkan di berbagai negara lain seperti di Australia,
Tiongkok, India, Nikaragua, Pakistan, Filipina, Afrika Selatan, dan Korea Selatan
(Furlong et al. 2013). Di Tiongkok, Wang dan Wu (2012) melaporkan bahwa P.
xylostella dari Provinsi Guangdong resisten terhadap klorantraniliprol (golongan
diamida antranilat) dengan nisbah resistensi 2.6–2000.
Lima jenis insektisida komersial yang diuji dalam penelitian ini ialah
deltametrin (piretroid), emamektin benzoat (turunan avermektin), klorantraniliprol
(diamida antranilat), profenofos (organofosfat), dan spinetoram (turunan
spinosad). Deltametrin merupakan insektisida racun saraf dengan cara kerja
menunda penutupan saluran ion natrium pada akson saraf (Yu 2008). Emamektin
benzoat merupakan analog semisintetik dari avermektin B1, yaitu senyawa
makrolida yang dihasilkan dari fermentasi bakteri tanah Streptomyces avermitilis,
(Pitterna 2007). Avermektin merupakan racun saraf yang mengakibatkan
pembukaan saluran ion klorida pada membran sel saraf sehingga terjadi
peningkatan aliran ion klorida ke dalam sel saraf, yang selanjutnya dapat
mengakibatkan kelumpuhan dan kematian serangga. (Casida dan Durkin 2013).
Klorantraniliprol (golongan diamida antranilat) bekerja dengan mengganggu
fungsi otot melalui pengaktifan reseptor rianodin serangga yang menyebabkan
pelepasan ion kalsium dari tempat penyimpanan di dalam retikulum sarkoplasma

2
(Cordova et al. 2006). Profenofos (golongan organofosfat) bekerja sebagai racun
saraf dengan cara menghambat fungsi enzim asetilkolinesterase pada celah
sinapsis saraf (Casida dan Durkin 2013). Spinetoram merupakan turunan
semisintetik dari spinosin J dan spinosin L, yang diisolasi dari fermentasi bakteri
tanah Saccharopolyspora spinosa (Crouse et al. 2007). Spinosin merupakan racun
saraf yang bekerja dengan mengaktifkan reseptor asetilkolin sehingga
menyebabkan saluran ion Na+ pada membran pascasinapsis menjadi terbuka dan
menimbulkan rangsangan terus menerus (Salgado dan Sparks 2010).
Pengelolaan resistensi hama terhadap insektisida dapat dilakukan dengan
melakukan rotasi dengan insektisida yang cara kerjanya berbeda dengan
insektisida yang digunakan sebelumnya atau menggunakan campuran insektisida
(Georghiou 1983). Insektisida dari tumbuhan (insektisida nabati) selain dapat
digunakan sebagai alternatif pengendalian secara umum karena relatif aman
terhadap lingkungan, juga dapat dimasukkan dalam sistem rotasi insektisida
dalam pengelolaan resistensi hama terhadap insektisida (Prakash dan Rao 1997).
Dua jenis tumbuhan yang memiliki sifat insektisida yang baik ialah sirih
hutan, Piper aduncum L. (Piperaceae) dan kacang babi, Tephrosia vogelii J.D.
Hooker (Fabaceae). Perlakuan dengan ekstrak P. aduncum pada konsentrasi
0.225% mengakibatkan mortalitas larva Crocidolomia pavonana sebesar 73%
pada 24 jam setelah perlakuan (JSP) (Syahroni dan Prijono 2013). Hasyim (2011)
melaporkan bahwa fraksi aktif ekstrak heksana buah sirih hutan mengandung
dilapiol sebagai komponen utama (68.8%) dan memiliki LC50 terhadap larva instar
2 C. pavonana sebear 364.7 ppm. Chenta (2014) melaporkan bahwa ekstrak buah
sirih hutan memiliki aktivitas insektisida yang kuat terhadap larva P. xylostella
dengan LC50 0.01%. Selain itu, ekstrak tersebut bersifat sinergistik kuat terhadap
larva C. pavonana bila digunakan dalam bentuk campuran dengan ekstrak T.
vogelii (Nailufar 2011). Nurfajrina (2014) juga melaporkan bahwa campuran
ekstrak P. aduncum dan T. vogelii bersifat sinergistik pada nisbah konsentrasi 1:1
terhadap larva C. pavonana. Baru-baru ini, Susanto (2014), melaporkan bahwa
campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii juga bersifat sinergistik kuat pada
nisbah 1:1, 2:1, dan 1:2 terhadap ulat penggerek batang padi kuning, Scirpophaga
incertulas. Namun, sampai sekarang campuran ekstrak tersebut belum pernah
diuji terhadap larva P. xylostella.
Sifat sinergistik campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii diduga
disumbangkan oleh senyawa dilapiol yang terkandung di dalam buah P. aduncum
Dilapiol (Gambar 1) memiliki gugus metilendioksifenil (MDF) yang merupakan
ciri khas dari senyawa yang bersifat sinergis. Senyawa tersebut dapat menghambat
aktivitas enzim polisubstrat monoksigenase (PMSO) yang berfungsi menurunkan
daya racun senyawa metabolit beracun di dalam tubuh. Terhambatnya enzim
PSMO mengakibatkan terjadinya penumpukan senyawa metabolit beracun di
dalam tubuh serangga yang akhirnya dapat menyebabkan kematian (Bernard et al.
1995).
Daun T. vogelii mengandung senyawa aktif rotenoid yang bersifat
insektisida, seperti rotenon, deguelin, dan tefrosin (Delfel et al. 1970). Rotenon
(Gambar 2) bersifat sebagai racun respirasi sel dengan cara menghambat proses
transfer elektron di dalam Kompleks I dari sistem transpor elektron di dalam
mitokondria (Hollingworth 2001). Penghambatan proses respirasi sel tersebut
menurunkan produksi ATP yang mengakibatkan aktivitas sel terhambat yang

3
selanjutnya menyebabkan serangga menjadi lumpuh dan akhirnya mati
(Matsumura 1985).

Gambar 1 Struktur kimia dilapiol pada P. aduncum. Sumber: Bernard et al.
(1995).

Gambar 2 Struktur kimia rotenon. Sumber: Yu (2008).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji kerentanan larva P. xylostella yang berasal
dari Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur terhadap insektisida
komersial berbahan aktif deltametrin, emamektin benzoat, klorantraniliprol,
profenofos, dan spinetoram serta ektrak buah P. aduncum dan campurannya
dengan ekstrak daun T. vogelii. Sebagai data penunjang, larva P. xylostella yang
bertahan hidup pada perlakuan dengan setiap insektisida uji pada 3 taraf
konsentrasi terendah diperlihara lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh
insektisida uji terhadap pembentukan pupa dan kemunculan imago.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menyediakan
informasi mengenai kerentanan larva P. xylostella terhadap lima jenis insektisida
komersial tersebut dan kedua jenis insektisida nabati yang selanjutnya dapat
digunakan sebagai landasan dalam merancang program pengelolaan insektisida di
lapangan.

4

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor (IPB), dari Februari 2014 sampai Juni 2014.
Perbanyakan Tanaman Pakan P. xylostella
Daun kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) digunakan sebagai pakan
larva P. xylostella dan digunakan sebagai medium pengujian. Tanaman kubis
diperbanyak melalui persemaian menggunakan nampan semai yang diisi dengan
tanah, benih, 4 butir pupuk majemuk Dekastar (NPK 13-13-13+TE) per lubang
tanam, dan kompos Super Metan. Bibit berumur 4 minggu dipindahkan ke
polybag 5 L yang diisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan
3:1 (v/v). Pada setiap polybag ditanam satu bibit tanaman kubis. Setelah berumur
4 minggu, tanaman dipupuk NPK dengan dosis ± 1 g per polybag. Daun dari
tanaman yang berumur 1-2 bulan digunakan untuk perbanyakan larva P. xylostella
dan untuk pengujian (Chenta 2014).
Perbanyakan Serangga Uji
Serangga P. xylostella yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur (Lampiran 1) pada tanggal
28 Februari 2014 dan 6 Mei 2014. Serangga tersebut diperbanyak di Laboratorium
Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB. Imago
P. xylostella dipelihara dalam kurungan kasa berbingkai besi (50 cm x 50 cm x 50
cm) dan diberi pakan larutan madu 10% yang diserapkan pada kapas dan
digantungkan dengan benang di dalam kurungan. Di dalam kurungan diletakkan
bibit sawi berumur 4 hari sebagi tempat peletakan telur imago betina P.xylostella.
Kelompok telur pada daun sawi dikumpulkan setiap hari. Setelah telur menetas,
larva dipindahkan ke dalam wadah plasik berjendela kasa (35 cm x 26 cm x 6 cm)
yang dialasi kertas stensil dan diberikan daun kubis bebas pestisida sebagai pakan
larva P. xylostella hingga menjadi pupa. Selanjutnya, pupa yang terbentuk
dipindahkan ke dalam kurungan kasa berbingkai besi hingga menjadi imago.
Imago yang terbentuk dipelihara dan pemancingan telur dilakukan setiap hari
seperti di atas (Cardi 2014). Larva yang digunakan dalam pengujian adalah larva
instar II generasi II.
Penyiapan Insektisida Uji
Insektisida komersial yang digunakan ialah deltametrin (Decis 25 EC, bahan
aktif [b.a.] 25 g/L), emamektin benzoat (Proclaim 19 EC, b. a. 19 g/L),
klorantraniliprol (Prevathon 50 SC, b.a. 50 g/L), profenofos (Curacron 500 EC,
b.a. 500 g/L), dan spinetoram (Endure 120 SC, b.a. 120 g/L), yang diperoleh dari
salah satu kios pertanian di Bogor. Buah P. aduncum sebagai sumber ekstrak
diperoleh dari areal kampus IPB Dramaga, Bogor dan daun T. vogelii berasal dari
Kawasan Agropolitan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.

5
Ekstraksi Buah P. aduncum dan Daun T. vogelii
Bahan tumbuhan yang akan diekstrak dipotong-potong dan
dikeringudarakan selama 1 minggu. Potongan buah P. aduncum dan daun T.
vogelii selanjutnya digiling dengan menggunakan blender kemudian diayak
menggunakan pengayak kasa kawat berjalinan 0.5 mm. Serbuk buah P. aduncum
dan daun T. vogelii masing-masing sebanyak 100 g direndam dalam 800 mL
pelarut etil asetat. Perendaman dilakukan selama sekurang-kurangnya 24 jam dan
diulang sebanyak tiga kali (Nailufar 2011). Hasil rendaman disaring dengan
corong kasa beralaskan kertas saring Whatman No. 41. Hasil saringan diuapkan
dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 °C dengan tekanan 240
mbar. Etil asetat hasil penguapan yang diperoleh digunakan kembali untuk
membilas residu pada perendaman bahan tumbuhan. Ekstrak P. aduncum dan T.
vogelii yang diperoleh berbentuk bahan pekat yang masing-masing berwarna
cokelat tua dan hijau tua. Ekstrak tersebut disimpan di dalam lemari es pada suhu
± 4 °C hingga digunakan untuk pengujian (Syahroni dan Prijono 2013).
Uji Toksisitas
Pengujian toksisitas insektisida dilakukan dalam dua tahapan, yaitu uji
pendahuluan dan uji lanjutan, dengan menggunakan metode celup daun. Pada uji
pendahuluan pertama, insektisida komersial berbahan aktif deltametrin,
emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos, dan spinetoram masing-masing
diuji pada konsentrasi formulasi 0.05%, 0.1%, 0.2% (v/v). Konsentrasi pengujian
diturunkan atau ditingkatkan sesuai hasil uji pendahuluan pertama sampai
diperoleh mortalitas yang dapat digunakan untuk memperkirakan konsentrasi
untuk uji lanjutan (Lampiran 2-7). Larutan pengencer yang digunakan adalah
akuades yang mengandung 0.2 ml/L bahan perekat Agristick (b.a. alkilaril
poliglikol eter 400 g/L).
Ekstrak P. aduncum serta campurannya dengan ekstrak T. vogelii disiapkan
dengan mencampur ekstrak tersebut dengan pelarut metanol dan pengemulsi
Tween 80 (5:1, v/v; konsentrasi akhir 1.2%), kemudian ditambahkan akuades
hingga volume tertentu sesuai konsentrasi pengujian. Suspensi ekstrak uji dikocok
dengan menggunakan pengocok ultrasonik untuk mencampurkan secara merata
ekstrak tersebut di dalam air (Abizar dan Prijono 2010).
Pada setiap perlakuan, daun kubis dipotong 4 cm x 4 cm lalu dicelupkan
satu per satu dalam sediaan insektisida uji. Satu potongan daun kubis diletakkan
dalam cawan petri yang dialasi tisu, kemudian dimasukkan 10 larva instar II P.
xylostella dengan tiga ulangan. Larva dibiarkan makan daun perlakuan atau daun
kontrol selama 2 x 24 jam, kemudian ditambahkan daun tanpa perlakuan sampai
hari ke-4. Jumlah larva yang mati dicatat setiap hari dari 24 sampai 96 jam setelah
perlakuan (JSP).
Pada uji lanjutan, setiap sediaan insektisida komersial, kecuali deltametrin,
diuji pada lima taraf konsentrasi yang ditentukan berdasarkan hasil uji
pendahuluan (Lampiran 8-13). Konsentrasi yang diuji berturut-turut emamektin
benzoat 0.11, 0.19, 0.38, 0.57, dan 1.14 mg b.a./L, klorantraniliprol 37.5, 50, 75,
100, dan 150 mg b.a./L, profenofos 1250, 2000, 3500, 6000, dan 10000 mg b.a./L,
dan spinetoram 0.03, 0.05, 0.09, 0.12, dan 0.3 mg b.a./L. Ekstrak P. aduncum
diuji pada konsentrasi 1000, 2000, 3000, 4000, dan 5000 mg ekstrak/L serta

6
campuran ektrak P. aduncum dan T. vogelii (nisbah konsentrasi 1:1) diuji pada
konsentrasi 250, 400, 700, 1200, dan 2000 mg ektrak/L.
Metode perlakuan dan pengamatan pada uji lanjutan sama seperti pada uji
pendahuluan, tetapi setiap perlakuan pada uji lanjutan diulang lima kali. Data
mortalitas kumulatif pada 48 dan 96 JSP diolah dengan anilisis probit
menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987). LC95 setiap insektisida
komersial yang diuji dibandingkan dengan konsentrasi anjuran yang tertera pada
label produk insektisida untuk memastikan keefektifan insektisida yang diuji
terhadnap P. xylostella.
Sebagai data penunjang, larva P. xylostella yang bertahan hidup pada
perlakuan 3 taraf konsentrasi terendah tetap dipelihara sampai menjadi pupa, dan
pupa yang terbentuk tetap dipelihara sampai menjadi imago. Jumlah pupa yang
terbentuk dan imago yang muncul dicatat kemudian data persentase pembentukan
pupa dan kemunculan imago diolah dengan anilisis ragam menggunakan SAS 9.1
(SAS Institute 2002-2003). Pembandingan nilai tengah antarperlakuan dilakukan
dengan uji selang berganda Duncun pada taraf nyata 5%.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Toksisitas Insektisida Uji terhadap Larva P. xylostella
Perlakuan dengan emamektin benzoat, klorantraniliprol, profenofos,
spinetoram, ekstrak buah P. aduncum, serta campuran ekstrak P. aduncum dan T.
vogelii mengakibatkan terjadinya mortalitas larva P. xylostella yang meningkat
dengan pola yang agak beragam seiring dengan bertambahnya waktu (Gambar 3).
Selain itu, mortalitas larva P. xylostella akibat perlakuan insektisida uji secara
umum meningkat dengan makin besarnya konsentrasi yang diuji. Peningkatan
mortalitas larva tertinggi secara umum terjadi pada 48 JSP (jam setelah perlakuan)
dan melandai pada 96 JSP.

Gambar 3 Perkembangan tingkat mortalitas larva P. xylostella asal Ciloto,
Cianjur pada perlakuan dengan emamektin benzoat (A),
klorantraniliprol (B), profenofos (C), spinetoram (D), ekstrak buah P.
aduncum (E), serta campuran ekstrak P. aduncum (P.a) dan T. vogelii
(T.v) (F). Legenda menunjukkan konsentrasi yang diuji dalam satuan
mg b.a./L untuk insektisida komersial dan mg ekstrak/L untuk ekstrak
P.a dan P.a + T.v.

8
Deltametrin tidak diuji lanjut karena pada perlakuan dengan insektisida
tersebut dengan konsentrasi hingga 1250 mg b.a./L (100 kali konsentrasi anjuran)
mortalitas larva P. xylostella sangat rendah (kurang dari 17%) (Lampiran 2).
Konsentrasi pengujian tidak dapat ditingkatkan karena perlakuan deltametrin pada
konsentrasi tersebut sudah menyebabkan fitotoksisitas, yaitu terdapat bercak
nekrosis pada daun kubis (Gambar 4). Dengan demikian, larva P. xylostella asal
Ciloto, Cianjur tidak rentan terhadap deltametrin.
A

B

Gambar 4 Gejala fitotoksisitas berupa bercak nekrosis pada daun kubis akibat
perlakuan dengan deltametrin 1250 mg b.a./L (konsentrasi formulasi
5%) (A) dan daun kubis yang tidak menunjukkan gejala fitotoksisitas
setelah disemprot dengan ekstrak P. aduncum 5000 mg ekstrak/L (B)
Mortalitas larva P. xylostella akibat perlakuan emamektin benzoat 0.11-1.14
mg b.a./L pada 24 JSP hanya berkisar 0-4% kemudian meningkat cukup tinggi
pada 48 dan 72 JSP, dan antara 72 dan 96 JSP mortalitas larva meningkat hingga
mencapai 100% pada konsentrasi tertinggi (1.14 mg b.a./L), sedangkan pada
konsentrasi terendah (0.11 mg b.a./L) sebesar 22% (Gambar 3A). Emamektin
benzoat merupakan analog sintetik dari avermektin B1, yaitu senyawa makrolida
yang dihasilkan dari fermentasi bakteri tanah Streptomyces avermitilis (Pitterna
2007). Avermektin merupakan racun saraf yang mengakibatkan pembukaan
saluran ion klorida pada membran sel saraf sehingga terjadi peningkatan aliran ion
klorida ke dalam sel saraf, yang selanjutnya dapat mengakibatkan kelumpuhan
dan kematian serangga. (Casida dan Durkin 2013).
Perlakuan dengan klorantraniliprol 37.5-150 mg b.a./L mengakibatkat
mortalitas larva yang relatif tinggi pada 24 JSP berkisar 20-32%. Mortalitas larva
meningkat tajam pada perlakuan konsentrasi 50-150 mg b.a./L pada 48 JSP,
sedangkan antara 72 dan 96 JSP hanya terjadi sedikit peningkatan mortalitas
larva. Pada perlakuan konsentrasi 37.5 mg b.a./L terjadi peningkatan tajam antara
48 dan 72 JSP sebesar 58% dan tidak terjadi lagi peningkatan pada 96 JSP
(Gambar 3B). Klorantraniliprol (golongan diamida antranilat) bekerja dengan
mengganggu fungsi otot melalui pengaktifan reseptor rianodin serangga yang
menyebabkan pelepasan ion kalsium dari tempat penyimpanan di dalam retikulum
sarkoplasma. Akibatnya pengaturan kontraksi otot terganggu yang selanjutnya
menyebabkan kelumpuhan otot dan kematian serangga (Cordova et al. 2006).

9
Perlakuan dengan profenofos 1250-10000 mg b.a./L dan spinetoram 0.030.3 mg b.a./L mengakibatkan mortalitas larva yang meningkat secara bertahap
dari 24 hingga 72 JSP, sedangkan antara 72 dan 96 JSP terjadi peningkatan
mortalitas larva dengan proposi yang lebih rendah (Gambar 3C dan 3D).
Profenofos (golongan organofosfat) bekerja sebagai racun saraf dengan cara
menghambat fungsi enzim asetilkolinesterase pada celah sinapsis saraf (Casida
dan Durkin 2013). Akibatnya terjadi penumpukan asetilkolin pada membran
pascasinapsis sel saraf yang selanjutnya mengakibatkan gejala hipereksitasi,
kejang-kejang, kelumpuhan, dan kematian (Yu 2008). Spinetoram merupakan
turunan semisintetik dari spinosin J dan spinosin L, yang diisolasi dari fermentasi
bakteri tanah Saccharopolyspora spinosa (Crouse et al. 2007). Spinosin
merupakan racun saraf yang bekerja dengan mengaktifkan reseptor asetilkolin
sehingga menyebabkan saluran ion Na+ pada membran pascasinapsis menjadi
terbuka dan menimbulkan rangsangan terus menerus, yang selanjutnya
menyebabkan gejala hipereksitasi, kejang-kejang, kelumpuhan, dan kematian
(Salgado dan Sparks 2010).
Perlakuan dengan ekstrak buah P. aduncum 5000 mg ekstrak/L
mengakibatkan mortalitas larva 30% pada 24 JSP yang meningkat tajam pada 48
JSP dan meningkat dengan proporsi yang lebih rendah pada 72 dan 96 JSP
(Gambar 3E). Senyawa aktif utama dalam ekstrak buah P. aduncum yang bersifat
insektisida adalah dilapiol (Hasyim 2011). Senyawa tersebut dapat menghambat
aktivitas enzim polisubstrat monoksigenase (PMSO) yang berfungsi menurunkan
daya racun senyawa metabolit beracun di dalam tubuh. Terhambatnya enzim
PSMO mengakibatkan terjadinya penumpukan senyawa metabolit beracun di
dalam tubuh serangga yang akhirnya dapat menyebabkan kematian (Bernard et al.
1995).
Perlakuan dengan campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii (nisbah
konsentrasi 1:1) 250-2000 mg ekstrak/L mengakibatkan mortalitas larva yang
rendah pada 24 JSP, kemudian mortalitas larva meningkat cukup tajam dari 24
sampai 72 JSP, sedangkan antara 72 dan 96 JSP hanya terjadi peningkatan
mortalitas larva yang rendah (Gambar 3F). Perlakuan dengan campuran ekstrak P.
aduncum dan T. vogelii menyebabkan mortalitas larva P. xylostella yang lebih
tinggi dan lebih cepat daripada ekstrak P. aduncum saja (Gambar 3F vs 3E). Daun
T. vogelii mengandung senyawa aktif rotenoid yang bersifat insektisida, seperti
rotenon, deguelin, dan tefrosin (Delfel et al. 1970). Rotenon bekerja sebagai racun
respirasi sel, yaitu menghambat transfer elektron dalam Kompleks I pada rantai
transpor elektron di dalam mitokondria (Hollingworth 2001). Dilapiol tampaknya
dapat menghambat penguraian rotenon oleh enzim PMSO sehingga rotenon dapat
tetap bekerja dan campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii dapat
mengakibatkan mortalitas larva P. xylostella yang lebih tinggi dan lebih cepat
daripada ekstrak P. aduncum saja.
Berdasarkan hasil analisis probit data mortalitas serangga uji pada 96 JSP,
LC95 emamektin benzoat adalah 1.17 mg b.a./L, klorantraniliprol 131.1 mg b.a./L,
profenofos 18351.0 mg b.a./L, dan spinetoram 0.81 mg b.a./L (Tabel 1).
Konsentrasi anjuran emamektin benzoat, klorantraniliprol, dan profenofos
berturut-turut 10, 40, dan 750 mg b.a./L, sedangkan konsentrasi anjuran
spinetoram (campuran turunan spinosin J dan L) disamakan dengan konsentrasi
anjuran spinosad (campuran spinosin A dan D) yaitu 12 mg b.a./L karena di

10
Indonesia formulasi spinetoram belum terdaftar untuk mengendalikan P.
xylostella.
LC95 klorantraniliprol dan profenofos pada 96 JSP masing-masing 3.3 dan
24.5 kali lebih tinggi daripada konsentrasi anjuran masing-masing, sedangkan
LC95 emamektin benzoat dan spinetoram pada 96 JSP masing-masing 8.5 dan 14.8
kali lebih rendah daripada konsentrasi anjuran insektisida tersebut. Dengan
demikian, larva P. xylostella asal Ciloto, Cianjur sudah tidak rentan terhadap
klorantraniliprol dan profenofos, tetapi masih rentan terhadap emamektin benzoat
dan spinetoram. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Moekasan et al.
(2004) yang melaporkan bahwa larva P. xylostella dari Lembang, Pangalengan
(Bandung) dan Kejajar Dieng (Wonosobo) sudah resisten terhadap deltametrin
dan profenofos. Selain itu, Cardi (2014) melaporkan bahwa larva P. xylostella asal
Garut sudah tidak rentan terhadap deltametrin, klorantraniliprol, dan profenofos,
serta masih rentan terhadap emamektin benzoat dan spinetoram. Petani di Ciloto,
Cianjur mengemukakan bahwa insektisida berbahan aktif deltametrin dan
profenofos sudah tidak digunakan dalam pengendalian hama P. xylostella karena
kedua insektisida tersebut sudah tidak efektif di lapangan.
Resistensi serangga terhadap insektisida kontak dapat disebabkan oleh
penurunan penetrasi insektisida melalui kutikula serangga akibat terjadinya
penebalan atau kekerasan kutikula (Matsumura 1985). Penurunan kepekaan
bagian sasaran juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi serangga terhadap
insektisida, seperti penurunan kepekaan akson saraf terhadap insektisida piretroid
dan penurunan kepekaan enzim asetilkolinesterase terhadap insektisida
organofosfat (Matsumura 1985; Yu 2008), serta penurunan kepekaan reseptor
rianodin terhadap insektisida klorantraniliprol (Troczka et al. 2012). Pada tingkat
biokimia resistensi terhadap insektisida piretroid dapat disebabkan oleh
peningkatan aktivitas enzim oksidase, sementara resistensi terhadap insektisida
organofosfat dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas enzim esterase dan
glutation-S-transferase yang dapat menguraikan insektisida organofosfat (Yu
2008).
Pada pengujian ekstrak P. aduncum diperoleh LC95 pada 96 JSP sebesar
8213.90 mg ekstrak/L. LC95 ekstrak tersebut lebih rendah daripada LC95
profenofos (18351.00 mg b.a/L). LC95 campuran ekstrak P. aduncum dan T.
vogelii (1:1) sebesar 4759.80 mg ekstrak/L juga lebih rendah daripada LC95
profenofos (Tabel 1). Selain itu, LC95 campuran ekstrak tersebut lebih rendah
daripada LC95 ekstrak tunggal P. aduncum. Hal tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii akan lebih effisien
dibandingkan dengan penggunaan ekstrak tunggal P. aduncum. Nilai LC95
campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii relatif rendah, yaitu 4759.8 mg
ekstrak/L atau kurang dari 0.5%. Dengan demikian, campuran ekstrak P. aduncum
dan T. vogelii berpotensi untuk digunakan sebagai alternatif pengendalian
terhadap hama P. xylostella.
Pengelolaan resistensi insektisida perlu dipertimbangkan dalam aplikasi
insektisida. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pengelolaan resistensi
antara lain (1) mengganti insektisida yang sudah tidak efektif dengan insektisida
yang memiliki cara kerja yang berbeda dengan insektisida sebelumnya; (2)
menggunakan campuran dua jenis atau lebih insektisida dengan cara kerja yang
berbeda; dan (3) menggunakan dua jenis atau lebih insektisida dengan cara kerja

11
yang berbeda secara bergantian (rotasi insektisida) (Georghiou 1983). Campuran
ekstrak P. aduncum dan T. vogelii dapat digunakan sebagai alternatif dalam rotasi
insektisida terhadap hama P. xylostella, karena campuran ekstrak tersebut efektif
terhadap larva P. xylostella dan bahan aktif ekstrak tersebut memiliki cara kerja
yang berbeda dengan insektisida racun saraf yang umum digunakan.
Pengaruh Insektisida Uji terhadap Perkembangan Larva P. xylostella
Pada penelitian ini dilakukan pula pengamatan perkembangan larva P.
xylostella untuk mengetahui pengaruh insektisida uji terhadap persentase
pembentukan pupa dan kemunculan imago P. xylostella pada larva yang bertahan
hidup. Pengamatan dilakukan pada semua perlakuan dan dilakukan hanya pada 3
taraf konsentrasi terendah dan kontrol. Jumlah pupa yang terbentuk dan jumlah
imago yang muncul dicatat dan diolah dengan menggunakan analisis ragam
menggunakan program SAS 9.1 (SAS Institute 2002).
Perlakuan dengan klorantraniliprol, spinetoram, ekstrak P. aduncum, serta
campuran P. aduncum dan T. vogelii pada 3 taraf konsentrasi terendah secara
umum dapat menekan perkembangan larva hingga pembentukan pupa dan imago
P. xylostella (Tabel 2). Hal tersebut kemungkinan disebabkan terdapat residu yang
terdapat di dalam tubuh serangga uji pada saat daun perlakuan diganti dengan
daun tanpa perlakuan masih dapat menimbulkan pengaruh pada tingkat fisiologi
serangga.
Perlakuan dengan emamektin benzoat dan profenofos tidak berpengaruh
nyata terhadap persentase pembentukan pupa dan kemunculan imago P. xylostella
(Tabel 2). Hal ini kemungkinan disebabkan karena residu insektisida yang
tertinggal dalam tubuh serangga tidak cukup menimbulkan penghambatan
perkembangan dari larva menjadi pupa dan dari pupa menjadi imago serta sifat
racun saraf kedua insektisida tersebut tampaknya sudah tidak dapat menghambat
proses fisiologi perkembangan serangga, sehingga imago P. xylostella dapat
muncul.

12

12
Tabel 1 Toksisitas empat jenis insektisida komersial, ekstrak P. aduncum serta campuran ekstrak P. aduncum (P.a.) dan T. vogelii (T.v.)
terhadap larva P. xylostella
Konsentrasi
anjuran
(mg b.a./L)

Waktu
pengamatan
(JSP)a

b ± GBb

Emamektin
benzoat

10

48
96

2.03 ± 0.27
2.39 ± 0.29

0.60 (-)
0.24 (0.10-0.41)

Klorantraniliprol

40

48
96

1.27 ± 0.39
2.79 ± 0.52

31.70 (8.35-46.68)
33.74 (22.67-41.70)

626.82 (264.29-20294.00)
131.05 (102.21-213.73)

Profenofos

750

48
96

1.50 ± 0.29
1.81 ± 0.27

9747.60 (-)
2258.42 (836.83-3636.46)

121600.00 (-)
18351.00 (8348.10-570760.00)

Spinetoram

12

48
96

1.82 ± 0.29
1.83 ± 0.26

Ekstrak P.a.

-

48
96

2.88 ± 0.46
3.06 ± 0.38

4579.26 (-)c
2387.04 (-)c

17019.00 (-)c
8213.90 (-)c

Ekstrak P.a.
+ T.v. 1:1

-

48
96

1.51 ± 0.26
1.32 ± 0.27

1177.72 (848.27-2051.80)c
268.98 (134.78-383.21)c

31623.00 (9693.20-0.63)c
4759.80 (2499.60-20700.00)c

Insekstisida

a

LC50 (SK 95%)
(mg b.a./L)b

0.26 (0.19-0.43)
0.10 (0.08-0.13)

LC95 (SK 95%)
(mg b.a./L)b
3.88 (-)
1.17 (0.59-23.01)

2.12 (1.01-8.71)
0.81 (0.48-2.05)

JSP: jam setelah perlakuan. b a: intersep. b: kemiringan garis regresi probit. GB: galat baku. cSatuan ekstrak P. aduncum dan campuran ekstrak P. aduncum dan T.
vogelii dalam mg ekstrak/L.

13
Tabel 2 Persentase pupa dan imago P. xylostella yang terbentuk dari larva yang
bertahan hidup pada perlakuan dengan empat jenis insektisida komersial,
ekstrak P. aduncum (P. a), serta campuran ekstrak P. a dan Tephrosia
vogelii (T. v) (1:1)
Perlakuan

a

Emamektin
benzoat

Klorantraniliprol

Profenofos

Spinetoram

Ekstrak P. a

Ekstrak P. a +
T. v. 1:1

a

Konsentrasi
(mg b.a./L)

Jumlah larva
yang hidup pada
96 JSP

Pupa
terbentuk
(%)b

Imago
muncul
(%)b

Kontrol
0.11
0.19
0.38
Kontrol
37.5
50
75
Kontrol
1250
2000
3500
Kontrol
0.03
0.05
0.09
Kontrol
1000
2000
3000
Kontrol
250
400
700

50
39
26
23
48
21
14
11
50
34
31
12
50
41
36
29
50
41
32
24
50
27
18
16

100.0a
93.0a
82.8a
89.3a
85.3a
40.3b
35.0b
40.0b
88.0a
85.8a
84.3a
90.0a
100.0a
92.7ab
86.3b
69.3c
94.0b
95.5ab
100.0a
100.0a
88.0a
76.7ab
78.3ab
81.6b

90.0a
83.3a
82.8a
73.0a
81.3a
35.3b
35.0b
40.0b
82.0a
79.7a
80.9a
80.0a
94.0a
73.3b
73.0b
62.0b
94.0a
85.7a
97.1a
92.6a
80.0a
68.8ab
56.6b
36.6c

Satuan insektisida komersial dalam mg b.a./L dan satuan ekstrak P. aduncum dalam mg
ekstrak/L. bAngka dalam lajur yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Persentase pupa yang terbentuk dan
imago yang muncul dihitung berdasarkan jumlah larva yang bertahan hidup.

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Larva P. xylostella asal Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat sudah tidak rentan terhadap klorantraniliprol dan profenofos
dengan LC95 masing-masing 3.3 dan 24.5 kali lebih tinggi daripada konsentrasi
anjuran masing-masing, tetapi masih rentan terhadap emamektin benzoat dan
spinetoram dengan LC95 masing-masing 8.5 dan 14.8 kali lebih rendah daripada
konsentrasi anjuran insektisida tersebut. Perlakuan deltametrin dengan konsentrasi
hingga 1250 mg b.a./L (100 kali konsentrasi anjuran) menyebabkan mortalitas
larva P. xylostella yang rendah (kurang dari 17%), tetapi perlakuan deltametrin
pada konsentrasi tersebut sudah menyebabkan fitotoksisitas pada tanaman kubis.
LC95 campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii relatif rendah (kurang dari
0.5%) serta lebih rendah daripada LC95 profenofos (1.84% b.a.) dan LC95 ekstrak
tunggal P. aduncum (0.82%) sehingga campuran ekstrak tersebut berpotensi untuk
digunakan sebagai alternatif pengendalian terhadap hama P. xylostella, termasuk
dalam pengelolaan resistensi insektisida. Selain itu, perlakuan dengan
klorantraniliprol, spinetoram, serta campuran ekstrak P. aduncum dan T. vogelii
pada 3 taraf konsentrasi terendah menurunkan persentase pembentukan pupa dan
kemunculan imago pada larva yang bertahan hidup sedangkan perlakuan dengan
emamektin benzoat, profenofos, dan ekstrak tunggal P. aduncum tidak
berpengaruh nyata.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap insektisida emamektin benzoat,
spinetoram, ekstrak P. aduncum, dan campurannya dengan ekstrak T. vogelii di
lapangan untuk mengetahui keefektifannya terhadap hama sasaran dan terhadap
organisme bukan sasaran.

15

DAFTAR PUSTAKA
Abizar M, Prijono D. 2010. Aktivitas insektisida ekstrak daun dan biji Tephrosia
vogelii J.D. Hooker (Leguminosae) dan ekstrak buah Piper cubeba L.
(Piperaceae) terhadap larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:
Crambidae). JHPT Trop. 10(1):1-12.
Adiyoga W, Ameriana M, Suherman R, Soetiarso TA, Jaya B, Udiarto BK,
Rosliani R, Mussadad D. 2004. Profil Komoditas Kubis. Bandung (ID):
Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Bernard CB, Krishnamurty HG, Chauret D, Durst T, Philogene BJR, SanchezVindas P, Hasbun C, Poveda L, San Roman L, Arnason JT. 1995.
Insecticidal defenses of Piperaceae from the Neotropics. J Chem Ecol.
21(6):801-814.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Luas panen, produksi dan produktivitas kubis
2011-2012 [Internet] [diunduh 2013 Nov 22]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=55¬ab=63.
Cardi M. 2014. Kerentanan Plutella xylostella dari Garut, Jawa Barat terhadap
lima jenis insektisida komersial dan ekstrak Tephrosia vogelii [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Casida JE, Durkin KA. 2013. Neuroactive insecticides: target, selectivity,
resistance, and secondary effects. Annu Rev Entomol. 58:99-117.
Chenta WEL. 2014. Kerentanan Plutella xylostella dari Kejajar Dieng, Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah terhadap lima jenis insektisida komersial dan
ekstrak buah Piper aduncum [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Cordova D, Benner EA, Sacher MD, Rauh JJ, Sopa JS, Lahm GP, Selby TP,
Stevenson TM, Flexner L, Gutteridge S et al. 2006. Anthranilic diamides: A
new class of insecticides with a novel mode of action, ryanodine receptor
activation. Pestic Biochem Physiol. 84(3):196-214.
Crouse GD, Dripps JE, Orr N, Sparks TC, Waldron C. 2007. DE-175
(spinetoram), a new semi-synthetic spinosyn in development. Di dalam:
Krämer W, Schirmer U, editor. Modern Crop Protection Compounds.
Weinheim (DE): Wiley-VCH. hlm 1013-1031.
Delfel NE, Tallent WH, Carlson DG, Wolff IA. 1970. Distribution of rotenone
and deguelin in Tephrosia vogelii and separation of rotenoid-rich fractions.
J Agric Food Chem. 18(3):385-390.
Furlong MJ, Wright DJ, Dosdall LM. 2013. Diamondback moth ecology and
management: problems, progress and prospects. Annu Rev Entomol. 58:517541. doi:10.1146/annurev-ento-120811-153605.
Georghiou GP. 1983. Management of resistance in arthropods. Di dalam:
Georghiou GP, Saito T, editor. Pest Resistance to Pesticides. New York
(US): Plenum Press. hlm 769-793.
Hasyim DM. 2011. Potensi buah sirih hutan (Piper aduncum) sebagai insektisida
botani terhadap larva Crocidolomia pavonana [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Hollingworth RM. 2001. Inhibitors and uncouplers of mitochondrial oxidative
phosphorylation. Di dalam: Krieger R, Doull J, Ecobichon D, Gammon D,

16
Hdgson et al., editor. Handbook of Pesticide Toxicology. Vol 2: Agents. San
Diego (US): Academic Press. hlm 1169-1227.
LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (US): LeOraSoftware.
Matsumura F. 1985. Toxicology of Insecticides. New York (US): Plenum Press.
Moekasan TK, Sastrosiswojo S, Rukmana T, Susanto H, Purnamasari IS, Kurnia
A. 2004. Status resistensi lima strain Plutella xykostella L. terhadap
formulasi fipronil, deltametrin, profenofos, abamektin, dan Bacillus
thuringiensis. J Hort. 14(2):84-90.
Nailufar N. 2011. Aktivitas insektisida ekstrak daun Tephrosia vogelii
(Leguminosae) dan buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap larva
Crocidolomia pavonana [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Nurfajrina A. 2014. Kesesuaian ekstrak Piper spp. (Piperaceae) untuk
meningkatkan toksisitas ekstrak Tephrosia vogelii terhadap ulat krop kubis
Crocidolomia pavonana [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pitterna T. 2007. Chloride channel activators/new natural products (avermectins
and milbemycins). Di dalam: Krämer W, Schirmer U, editor. Modern Crop
Protection Compounds. Weinheim (DE): Wiley-VCH. hlm 1069-1088.
Prakash A, Rao J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. Boca Raton (US):
CRC Press.
Rauf A, Prijono D, Dadang, Winasa IW, Russell DA. 2005. Survey of pesticide
use by cabbage farmers in West Java, Indonesia [report]. Cooperation
between Department of Plant Pests and Diseases IPB (Indonesia) and Centre
for Environmental Stress and Adaptation Research, LaTrobe University
(Australia).
Salgado VL, Sparks TC. 2010. The spinosyns: chemistry, biochemistry, mode of
action, and resistance. Di dalam: Gilbert L, Gill S, editor. Insect Control:
Biological and Synthetic Agents. San Diego (US): Academic Press. hlm
207-243.
SAS Institute. 2002-2003. SAS 9.1 TS Level IM3. Cary (US): SAS Institute.
Sastrosiswojo S, Koestoni T, Sukarida A. 1989. Status resistensi Plutella
xylostella L. strain Lembang terhadap beberapa jenis insektisida golongan
organofosfat, piretroid sintetik, dan benzil urea. Bul Penel Hort. 18(1):8593.
Sastrosiswojo S, Setiawati W. 1993. Hama-hama tanaman kubis dan cara
pengendaliannya. Di dalam: Permadi AH, Sastrosiswojo S, editor. Kubis.
Bandung (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Balai
Penelitian Hortikultura. hlm 39-50.
Susanto MS. 2014. Sinergisme ekstrak Piper aduncum dan Tephrosia vogelii
terhadap penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syahroni YY, Prijono D

Dokumen yang terkait

Pengembangan Formulasi Insektisida Nabati Berbahan Ekstrak Brucea javanica, Piper aduncum, dan Tephrosia vogelii untuk Pengendalian Hama Kubis Crocidolomia pavonana

7 89 156

Aktivitas Insektisida Ekstrak Daun Tephrosia vogelii (Leguminosae) dan Buah Piper aduncum (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 4 87

Aktivitas insektisida ekstrak biji annona squamosa, minyak atsiri daun cinnamomum multiflorum, ekstrak daun tephrosia vogelii, dan campuran ketiganya terhadap larva Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Yponomeutidae)

1 8 64

Aktivitas Insektisida Campuran Ekstrak Buah Piper aduncum (Piperaceae) dan Sapindus rarak (Sapindaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana

0 7 63

Keefektifan ekstrak tephrosia vogelii, piper aduncum, dan campurannya untuk mengatasi hama plutella xylostella yang resisten terhadap insektisida komersial

0 3 18

Kerentanan Plutella xylostella dari Garut, Jawa Barat, terhadap Lima Jenis Insektisida Komersial dan Ekstrak Tephrosia vogelii

0 7 50

Akivitas insektisida ekstrak piper retrofractum Vahl. dan Tephrosia vogelii Hook. f. terhadap Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella serta Keamanan Ekstrak tersebut terhadap Diadegma semiclausum

1 7 84

Kerentanan Plutella xylostella dari Kejajar Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah lterhadap Lima Jenis Insektisida Komersial dan Ekstrak Buah Piper aduncum

0 16 42

Sinergisme Ekstrak Piper aduncum dan Tephrosia vogelii terhadap Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas

1 5 32

Sifat Aktivitas Campuran Ekstrak Buah Piper Aduncum (Piperaceae) Dan Daun Tephrosia Vogelii (Leguminosae) Terhadap Larva Crocidolomia Pavonana

1 8 41