Pc13-35s-Intron-Sma: Vektor Biner Fleksibel Untuk Ekspresi Gen Target Secara Konstitutif Pada Transformasi Tanaman Melalui Agrobacterium

pC13-35S-Intron-Sma: VEKTOR BINER FLEKSIBEL UNTUK
EKSPRESI GEN TARGET SECARA KONSTITUTIF PADA
TRANSFORMASI TANAMAN MELALUI AGROBACTERIUM

NATALIA LUSIANNGSIH SUMANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

RINGKASAN
NATALIA LUSIANINGSIH SUMANTO. pC13-35S-Intron-Sma: Vektor Biner
Fleksibel untuk Ekspresi Gen Target Secara Konstitutif pada Transformasi
Tanaman Melalui Agrobacterium. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto,
M.Sc dan Dr. Sigit Purwantomo.
Teknik penyisipan gen target ke dalam tanaman menggunakan vektor alami
Agrobacterium telah menjadi hal rutin dalam perakitan tanaman transgenik. Bakteri
ini memiliki kemampuan dalam menyalin, memindahkan, dan menyisipkan daerah
T-DNA ke dalam kromosom tanaman yang berada pada vektor biner.
Vektor biner pC13-35S-Intron-Sma memungkinkan gen target yang

disisipkan pada situs SmaI (CCCGGG) diatur ekspresinya oleh promoter kuat 35S
dan terminator Nos untuk membentuk cassette ekspresi dengan cepat. Gen target
akan mendapat tambahan intron (cat1) di ujung 5’- dan 6 kali histidin di ujung
karboksil. Keberadaan intron untuk memastikan ekspresi gen target tidak berasal
dari Agrobacterium. Komponen 6 kali histidin dapat berfungsi sebagai penanda
untuk purifikasi dan deteksi pada tingkat protein.
Untuk mengetahui keberhasilan dari konstruksi pC13-35S-Intron-Sma
disisipkan gen enhanced green fluorescent protein (eGFP) pada situs SmaI
membentuk pC13-35S-Intron-eGFP dan ditransformasi ke padi varietas
Nipponbare menggunakan Agrobacterium EHA105. Infeksi dilakukan pada kalus
yang berumur lima hari dan ditanam pada media kultivasi. Pengamatan kalus
transforman yang berusia satu bulan setelah infeksi menunjukkan adanya sinyal
ekspresi eGFP dengan terbentuknya pendaran berwarna hijau di bawah sinar biru.
Hasil ini menunjukkan bahwa vektor biner pC13-35S-Intron-Sma dapat digunakan
untuk transformasi tanaman dengan Agrobacterium.
Kata kunci: vektor biner, eGFP, intron, Agrobacterium, transformasi tanaman

SUMMARY
NATALIA LUSIANINGSIH SUMANTO. pC13-35S-Intron-Sma: a flexible
binary vector for Agrobacterium-mediated constitutive expression of target gene in

plant. Supervised by Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc and Dr. Sigit
Purwantomo.
Insertion technique of foreign gene into plants using natural vector
Agrobacterium has become a routine practice to generate transgenic plants.
Agrobacerium has an ability to -copy, -move and -insert a DNA fragment from its
T-DNA region located in a binary vector into plant chromosome.
The binary vector pC13-35S-Intron-Sma allows a target gene to be inserted
in SmaI site (CCCGGG). The gene will be directed by a strong promoter 35S of
CaMV to create an expression cassette and get an intron (cat1) at 5’- end and a hexa
histidine at its carboxyl end. The presence of intron will assure the expression of
gene is derived from the plant but not Agrobacterium. Hexa histidine could serve
as Tag for protein purification and detection.
The enhanced green fluorescent protein (eGFP) was inserted at SmaI site of
pC13-35S-Intron-Sma to create pC13-35S-Intron-eGFP. This construct was used to
test the expression of the gene with additional intron driven by the 35S promoter.
The 5 days of early developed calli of Nipponbare rice were infected with
Agrobacterium EHA105 harboring pC13-35S-Intron-eGFP followed by 3 days cocultivation. Some calli in selection medium containing 50 mg L-1 hygromycin
showed eGFP expression at one month after infection. This result indicated that the
binary vector pC13-35S-Intron-Sma might be use for Agrobacterium-mediated
plant transformation.

Keywords: binary vector, eGFP, intron, Agrobacterium, plant transformation

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

2 TINJAUAN PUSTAKA
Transfer gen melalui perantaraan Agrobacterium tumefaciens
Sistem ekspresi vektor biner
Promoter 35S-Intron-Sma
Green fluoresence protein (eGFP)
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Amplifikasi fragmen DNA
Kloning frgamen DNA ke pGEM-T Easy
Konstruksi plasmid pC-13-35S-Intron-Sma
Transformasi Agrobacterium tumefaciens
Transformasi kalus padi Nipponbare
Isolasi DNA genom tanaman
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Konstruksi vektor biner pC13-35S-Intron-Sma
Konstruksi pC13-35S-Intron-eGFP
Transformasi kalus Padi Nipponbare
Pembahasan


1
2
2
2
2
3
3
4
4
5
5
5
6
6
6
7
8
8
9

9
10
10
11
12
14

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

17
17
17

DAFTAR PUSTAKA

18

RIWAYAT HIDUP


21

DAFTAR TABEL
1 Daftar primer yang digunakan dalam konstruksi vektor pC-35S-IntronSma

6

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur dasar T-DNA plasmid pCambia 1301
2 Struktur T-DNA plasmid biner fleksibel
3 Mekanisme transfer daerah T-DNA dari plasmid Ti Agrobacterium
tumefaciens ke dalam kromosom tanaman
4 Sistem ekspresi vektor biner
5 Konstruksi umum daerah T-DNA pada plasmid biner
6 Peta konstruksi plasmid pC13-35S-Intron-Sma
7 Hasil amplifikasi fragmen promoter 35S-Intron-Sma
8 Hasil verifikasi koloni yang membawa plasmid pC13-35S-Intron-Sma
9 Hasil verifikasi koloni transforman yang membawa pGEM-eGFP
10 Hasil verifikasi koloni yang membawa plasmid pC13-35S-Intron-eGFP

11 Hasil verifikasi koloni Agrobacterium yang membawa pC13-35S-IntroneGFP
12 Hasil pengamatan ekspresi gen eGFP
13 Hasil pengamataneEkspresi gen eGFP di kalus transforman
14 Hasil verifikasi penyisipan T-DNA pC13-35S-Intron-eGFP pada empat
galur kalus transgenik

1
2
3
4
4
10
10
11
11
12
12
13
13
14


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknik pemindahan dan penyisipan gen target ke dalam tanaman
menggunakan vektor alami Agrobacterium telah menjadi hal rutin dalam merakit
tanaman transgenik. Teknik ini merupakan teknik yang relatif ekonomis
dibandingkan dengan teknik lain seperti penembakan biolistik. Vektor biner
dibutuhkan untuk membawa cassette gen target ke inti dan menyisipkannya di
kromosom tanaman.
Salah satu vektor biner yang dapat diakses bebas adalah plasmid biner dari
Cambia yaitu pCambia 1301 (Gambar 1). Gen GUS (β-Glucuronidase) dapat
langsung digantikan oleh gen target untuk diekspresikan secara konstitutif di bawah
kendali promoter 35S, akan tetapi penggantian gen GUS mengakibatkan komponen
penting dari plasmid ini yaitu intron dan 6 kali histidin menjadi hilang.

Gambar 1 Struktur dasar T-DNA plasmid pCambia 1301
Keberadaan intron dapat digunakan untuk memastikan ekspresi gen tidak
berasal dari Agrobacterium melainkan dari tanaman. Beberapa intron yang telah
digunakan antara lain adalah intron hsp70 dari jagung (Pang et al. 1996), intron dari
gen katalase cat1 dari Ricinus communis (Ohta et al. 1990), dan intron gen ST-LS1

dari kentang (Vancanneyt et al. 1990). Intron gen katalase cat1 dipilih karena
ukurannya yang relatif kecil (190 pb) dan dapat digabungkan dengan gen penanda
GUS pada ujung 5’- (Ohta et al. 1990) atau diletakkan di tengah gen hphII (Wang
et al. 1997). Sehingga, kemungkinan besar intron ini dapat juga ditambahkan pada
ujung 5’- gen yang lain.
Keberadaan 6 kali histidin sebagai penanda penting untuk keperluan
purifikasi protein yang diekspresikan gen target. Di samping itu, keberadaan 6 kali
histidin sebagai penanda dapat digunakan untuk verifikasi ekspresi gen target pada
level protein. Pada protein dengan antibodi yang belum tersedia deteksi akan dapat
dilakukan dengan menggunakan antibodi untuk 6 kali histidin.
Gen enhanced green fluorescent protein (eGFP) digunakan untuk
memverifikasi proses intron splicing. Berbeda dengan gen GUS dan LUC
(Luciferase), GFP memiliki keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat sehingga
deteksinya cukup menggunakan sinar biru dan tidak bersifat toksik terhadap sel
hidup serta stabil. Gen ini telah ditransformasi pada beberapa tanaman seperti padi
(Vain et al. 1997), tebu (Elliot et al. 1999), gandum (Jordan 2000) dan barley
(Holme et al. 2006).

2
Perumusan Masalah

Dalam penyisipan cassette gen target ke dalam kromoson tanaman salah
satu hal yang paling esensial adalah konstruksi plasmid yang membawa cassette
gen target tersebut. Namun, konstruksi plasmid membutuhkan waktu yang tidak
sebentar. Sehingga untuk mempermudah dan mempersingkat waktu dalam
konstruksi plasmid dibutuhkan plasmid fleksibel yang komponen-komponen pada
cassette tersebut dapat diubah-ubah secara mudah. Oleh karena itu, perlu
dikonstruksi plasmid biner fleksibel yang memiliki situs restriksi yang terbatas pada
daerah promoter, situs kloning tunggal untuk menyisipkan gen target serta
dilengkapi intron pada ujung 5’ dan 6 kali histidin pada ujung karboksil
(Gambar 2). Adanya plasmid biner fleksibel ini diharapkan dapat mempersingkat
waktu dalam mengkonstruksi plasmid dan tidak perlu mengkonstruksi plasmid baru
apabila ingin mengganti daerah promoter atau gen target.

Gambar 2 Struktur T-DNA plasmid biner fleksibel
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi plasmid biner fleksibel yang
dapat mengekspresikan gen target secara konstitutif yang dilengkapi dengan 6 kali
histidin sebagai penanda dan intron untuk memastikan bahwa ekspresi gen target
tidak berasal dari bakteri.
Manfaat Penelitian
Vektor biner fleksibel pC13-35S-Intron-Sma yang dikonstruksi dalam
penelitian ini merupakan vektor dasar yang dapat digunakan untuk
mengekspresikan gen target yang bersifat fungsional pada tanaman secara
konstitutif di bawah kendali promoter 35S atau promoter konstitutif lainnya seperti
OsAct2 dan OsGOS2 dengan menganti promoter 35S pada situs restriksi tertentu.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi amplifikasi fragmen promoter
35S-Intron-Sma, subkloning fragmen 35S-Intron-Sma ke pGEM-T Easy (Promega),
konstruksi pC13-35S-Intron-Sma menggunakan pCambia 1301 sebagai dasar dan
verifikasi aktivitas promoter 35S dengan transformasi kalus padi Nipponbare.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Transfer gen melalui perantaraan Agrobacterium tumefaciens
Teknik transformasi gen ke dalam tanaman didasari oleh penemuan bakteri
tanah Agrobacterium tumefaciens yang merupakan patogen penyebab penyakit
crown gall di dalam jaringan luka pada berbagai tanaman dikotil. Bagian DNA
A. tumefaciens yang ditransfer ke dalam kromosom tanaman berupa T-DNA yang
berada dalam plasmid Ti yang berukuran besar (150-250 kb) (Rossi et al. 1998). Di
dalam nukleus T-DNA diintegrasikan ke dalam kromosom tanaman dengan cara
illegitimate recombination yaitu suatu mekanisme bergabungnya dua molekul
DNA yang tidak mempunyai homologi secara luas (Offringa et al. 1990). Pada
dasarnya A. tumefaciens memberikan respon kemotaksis terhadap senyawa fenol
yang dilepaskan oleh jaringan tanaman yang terluka dan bergerak menurut gradien
konsentrasi menuju sel yang terluka. Respon kemotaksis merupakan ekspresi
konstitutif dari gen-gen kromosomal A. tumefaciens yaitu chvA, chvB, pscA dan att
(Ziemienowicz 2000).
Kontak A. tumefaciens dengan senyawa acetosyringone yang dilepaskan
oleh tanaman yang terluka menginduksi transkripsi daerah vir pada plasmid Ti.
Acetosiryngone kemudian berinteraksi dengan virA dan menghasilkan sinyal
intraseluler oleh aktivasi virG. Gen virG yang teraktivasi kemudian mengaktifkan
gen virulen lainnya (virB, virC, virD dan virE). Induksi gen vir diikuti dengan
pengenalan sekuen pembatas 25 pb sebagai imperfect direct repeat/border
sequences yang mengapit T-DNA. Pembatas T-DNA kemudian dipotong oleh dua
protein yang dihasilkan oleh operon virD yaitu virD1 dan virD2 (Filichkin dan
Gelvin 1993), sehingga diperoleh daerah T-DNA yang akan ditransfer ke dalam
kromosom tanaman (Gambar 3).

Gambar 3 Mekanisme transfer daerah T-DNA dari plasmid Ti Agrobacterium
tumefaciens ke dalam kromosom tanaman (Filchkin dan Gelvin 1993)

4
Sistem ekspresi vektor biner
Transfer daerah T-DNA A. tumefaciens ke dalam kromosom tanaman
dilakukan dengan menggunakan vektor biner yang diperkenalkan oleh Hoekema
(1983). Gen-gen vir dan daerah T-DNA berada dalam plasmid yang berbeda
(Gambar 4). Selama kedua plasmid tersebut berada dalam Agrobacterium
tumefaciens yang sama, protein yang dihasilkan oleh gen vir dapat membantu
proses transfer daerah T-DNA ke dalam kromosom tanaman. Plasmid yang
mengandung daerah T-DNA disebut dengan vektor biner sedangkan plasmid yang
mengandung gen-gen vir disebut dengan vir helper. Pada proses transfer gen, vektor
biner lebih efisien karena memiliki ukuran yang lebih kecil, memiliki gen penanda
seleksi tanaman, situs pengenalan enzim retriksi, ori E. coli dan A. tumefaciens serta
gen resisten antibiotik (Lee et al 2007).

Gambar 4 Sistem ekspresi vektor biner. (A) Gen target berada terletak di daerah
T-DNA pada vektor biner; (B) Gen vir berada pada vir helper
(Lee et al. 2007)
Secara umum daerah T-DNA pada plasmid biner dikonstruksi sehingga
mengandung promoter yang mengendalikan ekspresi gen target di tanaman,
terminator sebagai daerah pengenalan RNA polimerase dalam menghentikan proses
transkripsi dan gen penanda seleksi tanaman (Gambar 5).

Gambar 5 Konstruksi umum daerah T-DNA pada plasmid biner
Promoter 35S-Intron-Sma
Promoter 35S merupakan promoter konstitutif yang bertanggung jawab
dalam mengendalikan transkripsi genom virus CaMV (Cauliflower Mozaic Virus)
yang menginfeksi kembang kol. Promoter 35S telah umum digunakan untuk
mengekspresikan gen target secara konstitutif pada tanaman karena tidak
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan jenis jaringan tanaman. Penggunaan
promoter 35S telah diaplikasikan dalam mengendalikan ekspresi gen sGFP secara

5
konstitutif pada Arabidopsis sp. (Niwa et al. 1999). Pada penelitian ini sekuen
promoter 35S didesain mengandung intron (intron cat1), situs kloning gen target
(SmaI) dan 6 kali histidin sebagai penanda.
Ciri khas struktur genom eukariotik adalah gen struktural yang tersusun dari
intron dan ekson. Ekson merupakan urutan DNA yang akan ditranskripsi menjadi
mRNA kemudian ditranslasi membentuk polipeptida sedangkan intron (intragenic
regions) merupakan urutan DNA yang tidak ikut ditranslasi dan akan dibuang pada
tahap pasca transkripsi (Bergman 2001). Walaupun intron merupakan bagian yang
tidak ditranslasi namun intron berperan dalam pengaturan sintesis protein. Intron
yang tidak terpotong pada mRNA mengakibatkan penyimpangan dalam ekspresi
gen. Setiap intron pada gen eukariotik memiliki situs pengenalan yakni kedua basa
pertama dari intron mengandung GU dan dua basa terakhir dari intron adalah AG
serta kotak TACTAAC. Keseluruhan urutan basa tersebut sangat penting sebagai
pengenalan enzim spliceosome untuk memotong intron dan menyambung ekson
secara tepat (Deutsch dan Long 1999). Penambahan intron dapat mencegah ekspresi
gen target di Agrobacterium.
Green Fluoresence Protein (GFP)
Protein GFP yang berasal dari Aequorea victoria merupakan salah satu jenis
gen reporter yang umum digunakan sebagai penanda dalam transformasi tanaman
(Cinelli et al. 2000). GFP adalah protein yang merupakan polimer dari 238 asam
amino dengan berat molekul sekitar 27 kD. GFP mengandung gugus yang disebut
chomophore yang berperan penting dalam menghasilkan pendaran hijau.
Chromophore ini adalah kelompok tiga residu asam amino di posisi 65 (Serin), 66
(Tirosin) dan 67 (Glisin). Ketika dipaparkan pada cahaya biru (395 nm) maka pada
gugus ini akan terjadi oksidasi sehingga energi yang diserap menyebabkan
elektron-elektron di dalam gugus ini tereksitasi dan menghasilkan pendaran
berwarna hijau (Heim et al. 1995). Dalam upaya meningkatkan ekspresi dari GFP
maka dilakukan mutasi pada asam amino penyusun protein tersebut. Mutasi residu
asam amino nomor 64 dari Fenilalanin menjadi Leusin dan residu asam amino
nomor 65 dari Serin menjadi Tirosin membentuk enhanced GFP (eGFP). Gen
eGFP memiliki pendaran lebih terang daripada GFP wildtype (Cormarck et al.
1996). Hal ini menyebabkan eGFP banyak digunakan sebagai gen penanda dalam
transformasi.

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai September 2014 sampai Juni 2015 di
Laboratorium Biotechnology Research and Development (R&D) PT Wilmar Benih
Indonesia Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.

5
konstitutif pada Arabidopsis sp. (Niwa et al. 1999). Pada penelitian ini sekuen
promoter 35S didesain mengandung intron (intron cat1), situs kloning gen target
(SmaI) dan 6 kali histidin sebagai penanda.
Ciri khas struktur genom eukariotik adalah gen struktural yang tersusun dari
intron dan ekson. Ekson merupakan urutan DNA yang akan ditranskripsi menjadi
mRNA kemudian ditranslasi membentuk polipeptida sedangkan intron (intragenic
regions) merupakan urutan DNA yang tidak ikut ditranslasi dan akan dibuang pada
tahap pasca transkripsi (Bergman 2001). Walaupun intron merupakan bagian yang
tidak ditranslasi namun intron berperan dalam pengaturan sintesis protein. Intron
yang tidak terpotong pada mRNA mengakibatkan penyimpangan dalam ekspresi
gen. Setiap intron pada gen eukariotik memiliki situs pengenalan yakni kedua basa
pertama dari intron mengandung GU dan dua basa terakhir dari intron adalah AG
serta kotak TACTAAC. Keseluruhan urutan basa tersebut sangat penting sebagai
pengenalan enzim spliceosome untuk memotong intron dan menyambung ekson
secara tepat (Deutsch dan Long 1999). Penambahan intron dapat mencegah ekspresi
gen target di Agrobacterium.
Green Fluoresence Protein (GFP)
Protein GFP yang berasal dari Aequorea victoria merupakan salah satu jenis
gen reporter yang umum digunakan sebagai penanda dalam transformasi tanaman
(Cinelli et al. 2000). GFP adalah protein yang merupakan polimer dari 238 asam
amino dengan berat molekul sekitar 27 kD. GFP mengandung gugus yang disebut
chomophore yang berperan penting dalam menghasilkan pendaran hijau.
Chromophore ini adalah kelompok tiga residu asam amino di posisi 65 (Serin), 66
(Tirosin) dan 67 (Glisin). Ketika dipaparkan pada cahaya biru (395 nm) maka pada
gugus ini akan terjadi oksidasi sehingga energi yang diserap menyebabkan
elektron-elektron di dalam gugus ini tereksitasi dan menghasilkan pendaran
berwarna hijau (Heim et al. 1995). Dalam upaya meningkatkan ekspresi dari GFP
maka dilakukan mutasi pada asam amino penyusun protein tersebut. Mutasi residu
asam amino nomor 64 dari Fenilalanin menjadi Leusin dan residu asam amino
nomor 65 dari Serin menjadi Tirosin membentuk enhanced GFP (eGFP). Gen
eGFP memiliki pendaran lebih terang daripada GFP wildtype (Cormarck et al.
1996). Hal ini menyebabkan eGFP banyak digunakan sebagai gen penanda dalam
transformasi.

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai September 2014 sampai Juni 2015 di
Laboratorium Biotechnology Research and Development (R&D) PT Wilmar Benih
Indonesia Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.

6

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media pertumbuhan
bakteri Luria Agar (tripton 1 g, ekstrak khamir 0.5 g, NaCl 1g dan agar bakteriologi
1.5 g) media Luria Bertani (tripton 1 g, yeast ekstrak 0.5 g dan NaCl 1g), agarosa
1% (Choice care), bufer TAE [Tris-Acetate-EDTA] (242 g Tris, 57.1 ml asam
asetat glasial, 100 ml EDTA 0.5 M) ethidium bromide, antibiotik ampisilin (100 mg
ml-1), kanamisin (25 mg ml-1), sefotaksim (100 mg ml-1), higromisin (15 mg ml-1),
rifampisin (15 mg ml-1), kloramfenikol (25 mg ml-1), QIAPrep Purification Plasmid
kit (Qiagen), QIAquick PCR purification gel kit (Qiagen), ddH2O, marker molekuler
1000 pb DNA ladder (Vivantis), VC 100 pb (Vivantis), 6x loading dye (Promega),
Escherichia coli TOP10 (Invitrogen), PCR Go Taq Green Master Mix (Promega),
enzim T4 ligase (New England Biolabs), bufer T4 DNA ligase 10x (New England
Biolabs), enzim restriksi (New England Biolabs), vektor kloning pGEM-T Easy
(Promega), vektor ekspresi pCambia 1301, primer, polybag, tanah berpasir, kalus
padi varietas Nipponbare, media N6D, acetosyringone (20 mg L-1),
2,4-D (2 mg L-1), etanol 70%, natrium hipoklorit dan air steril.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin thermocycler,
spektrofotometer, Geldoc UV Transilluminator (Biorad), NanoDrop 2000
(Invitrogen), sentrifus, microwave, inkubator bergoyang, autoklaf, vorteks,
waterbath, laminar air flow, oven, Genetic Analyzer ABI 3130, Tissue lyser
(Qiagen), cawan Petri, Erlenmeyer, tabung 1.5 ml, mikropipet dan tip.
Prosedur Penelitian
Amplifikasi fragmen DNA
Amplifikasi fragmen DNA menggunakan metode PCR dengan denaturasi
awal dilakukan selama 5 menit pada suhu 98oC, dilanjutkan dengan siklus PCR
yang terdiri dari denaturasi (30 detik 98oC), annealing (55oC selama 30 detik dan
pemanjangan primer (72oC dengan perhitungan 1 kb/menit) sebanyak 40 siklus).
Daftar primer yang digunakan untuk amplifikasi fragmen terlampir pada tabel 1.
Visualisasi produk PCR dilakukan dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% (b/v)
dilanjutkan dengan pengamatan di bawah sinar UV.
Tabel 1 Daftar primer yang digunakan dalam konstruksi vektor pC-35S-Intron-Sma
No

Primer

Situs
restriksi

1

35S-SE-EcoRI-F

EcoRI

2

Intron-extraAA-SmaI-R

BstEII

3

eGFP-SmaI-EcoRV_F

SmaI

4

eGFP- SmaI-EcoRV _R

SmaI

5

Ujung Intron_F

6

6xHis-TGA-BstEII-R

Nama

Diamplifikasi
dari

Nama plasmid

Ukuran
(pb)

35S-Intron-Sma

pC1301

pGem-35S-Intron-Sma

1020

eGFP-SmaI

pST2

pGem-eGFP

741

eGFP

Verifikasi Agrobacterium transforman
yang mengandung T-DNA
pC13-35-Intron-eGFP

787

7

Kloning fragmen DNA ke pGEM-T Easy
Purifikasi fragmen
Fragmen DNA hasil PCR terlebih dahulu dikloning pada vektor pGEM-T
Easy (Promega). Fragmen hasil amplifikasi dipurifikasi menggunakan QIAquick
PCR purification gel kit (Qiagen). Gel agarosa yang mengandung fragmen DNA
yang diingiinkan dipotong dan dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml dan ditimbang.
Ditambahkan bufer QG sebanyak 3 kali berat gel kemudian diinkubasi 60oC, 10
menit. Sebanyak 500 µl campuran dimasukkan ke dalam spin column,
disentrifugasi 13000 rpm, 1 menit. Berturut-turut dimasukkan 750 µl bufer PE dan
500 µl bufer PB kemudian masing-masing disentrifugasi 13000 rpm, 1 menit.
Sebanyak 30 µl bufer EB ditambahkan dan disentrifugasi 13000 rpm, 1 menit.
Ligasi fragmen DNA ke pGEM-T Easy
Penyambungan fragmen menggunakan enzim ligase yang dilakukan
mengikuti Sambrook et al. (2001). Komposisi ligasi terdiri dari bufer T4 ligase,
vektor pGEM-T Easy, fragmen DNA, enzim T4 ligase dan ddH2O dengan volume
total 10 µl. Campuran diinkubasi pada suhu ruang semalaman.
Pembuatan Eschericia coli TOP10 kompeten
Pembuatan E. coli TOP10 kompeten menggunakan perlakuan CaCl2 dan
MgCl2 sesuai metode Tang et al. (1994) dengan beberapa modifikasi. Koloni
tunggal E. coli TOP10 dikultur di dalam 3 ml LB dan diinkubasi dalam inkubator
bergoyang 200 rpm, 37oC semalaman. Sebanyak 200 µl kultur dimasukkan ke
dalam 10 ml LB yang baru kemudian diinkubasi 200 rpm, 37oC sampai OD600=0.4.
Sebanyak 1.5 ml kultur dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml, disentrifugasi 5000
rpm, 4oC 1 menit dan dibuang supernatan. Pelet diresuspensi dengan 1 ml CaCl2
(20 mM CaCl2 dan 80 mM MgCl2) dan diinkubasi 20 menit dalam es. Campuran
disentrifugasi 5000 rpm, 4oC 1 menit dan dibuang supernatan. Pelet diresuspensi
kembali dengan 250 µl CaCl2 0.1 M kemudian diinkubasi 10 menit dalam es.
Sebanyak 100 µl gliserol 50% ditambahkan ke dalam campuran.
Transformasi Eschericia coli TOP10
Transformasi E. coli TOP10 kompeten menggunakan metode kejut panas
sesuai dengan Sambrook et al. (2001). Sebanyak 10 µl plasmid dimasukkan ke
dalam 100 µl sel kompeten dan diinkubasi 15 menit di dalam es. Campuran
diberikan perlakukan kejut panas 42oC 90 menit kemudian diinkubasi 15 menit di
dalam es. Media Luria Bertani (LB) 1 ml ditambahkan ke dalam campuran
kemudian diinkubasi dalam inkubator bergoyang 200 rpm, 37oC 1 jam. Campuran
disentrifugasi 13000 rpm selama 1 menit dan supernatan dibuang. Sebanyak 25 µl
campuran disebar pada media agar LB yang telah mengandung antibiotik dan
diinkubasi 37oC semalaman.
Sekuensing dan analisis hasil kloning
Fragmen DNA sisipan disekuensing menggunakan ABI 3130 Genetic
Analyzer. Siklus sequencing dilakukan menggunakan primer yang sesuai dan hasil
sequencing dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak Chromas Lite.

8

Isolasi plasmid yang mengandung fragmen sisipan
Isolasi plasmid dilakukan menggunakan QIAPrep Purification Plasmid kit.
Koloni tunggal bakteri transforman ditumbuhkan dalam 10 ml LB dan diinkubasi
dalam inkubator bergoyang 200 rpm, 37oC semalaman. Sebanyak 1.5 ml kultur
dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml dan disentrifugasi 6000 rpm, 1 menit.
Supernatan dibuang lalu pelet diresuspensi berturut-turut dengan 250 µl bufer P1,
250 µl bufer P2 dan 300 µl bufer N3. Sebanyak 750 µl campuran dimasukkan ke
dalam spin column dan disentrifugasi 6000 rpm 1 menit. Berturut-turut dimasukkan
500 bufer PB dan 750 bufer PE kemudian masing-masing disentrifugasi 13000 rpm
1 menit. Sebanyak 30 µl bufer EB ditambahkan dan disentrifugasi 13000 rpm 1
menit.
Konstruksi plasmid pC13-35S-Intron-Sma
Konstruksi plasmid yang melibatkan pemotongan utas DNA dengan enzim
restriksi dan penyambungan utas DNA dengan enzim ligase dilakukan mengikuti
Sambrook et al. (2001). Fragmen promoter 35S-Intron-Sma diisolasi dengan
pemotongan fragmen menggunakan enzim restriksi yang sesuai. Komposisi
restriksi terdiri dari bufer enzim restriksi, plasmid rekombinan, enzim restriksi dan
H2O dengan volme total 20 µl. Campuran diinkubasi sesuai dengan suhu inkubasi
enzim yang digunakan selama 1 jam. Hasil pemotongan divisualisaasi pada gel
agarosa 1% dan dilakukan purifikasi menggunakan QIAquick PCR purification gel
kit (Qiagen).
Plasmid biner pCambia 1301 dipotong dengan EcoRI dan BstEII untuk
menghilangkan fragmen promoter 35S, GUS dan multiple cloning site (MCS).
Backbone diligasi dengan promoter 35S-Intron-Sma untuk mendapatkan plasmid
pC13-35S-Intron-Sma. Gen eGFP disisipkan pada situs SmaI yang terdapat pada
plasmid pC13-35S-Intron-Sma sebagai gen reporter untuk mengetahui aktivitas
promoter 35S.
Transformasi Agrobacterium tumefaciens
Sel kompeten A. tumefaciens EHA105 (Hood et al. 1993) dibuat dengan
perlakuan CaCl2 dan transformasi vektor biner dilakukan menggunakan metode
freeze-thaw (Weigel dan Glazebrook 2002). Koloni tunggal A. tumefaciens
EHA105 digores pada LB padat yang mengandung antibiotik rifampisin
25 mg ml-1 diinkubasi 28oC selama 3 hari. Koloni yang tumbuh discrab lalu
dimasukkan ke dalam 10 ml LB yang mengandung antibiotik dan diinkubasi dalam
inkubator bergoyang 200 rpm, 28oC semalaman. Kultur dimasukkan ke dalam
10 ml LB yang mengandung antibiotik sampai OD600=0.6. Sebanyak 1.5 ml kultur
dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml lalu disentrifugasi 4000 rpm, 4 oC 10 menit.
Supernatan dibuang dan pelet diresuspensi dengan 1 ml CaCl2 20 mM kemudian
disentrifugasi 4000 rpm, 4oC 1 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensi
kembali dengan 200 µl CaCl2 20 mM.
Transformasi A. tumefaciens dilakukan dengan memasukkan plasmid ke
dalam sel kompeten. Campuran diinkubasi berturut-turut dalam es 15 menit,
nitrogen cair 5 menit, inkubator 37oC 2 menit dan es 5 menit. Sebanyak 1 ml LB

9
ditambahkan ke dalam campuran dan diinkubasi di inkubator bergoyang 200 rpm,
28oC 4 jam. Campuran disentrifugasi 13000 rpm 1 menit dan sebanyak 25 µl
disebar pada LB padat yang mengandung antibiotik.
Transformasi kalus padi Nipponbare
Transformasi kalus padi dilakukan menggunakan metode Toki et al. (2006).
Kulit biji padi dibuka kemudian biji padi disterilkan menggunakan air sabun sambil
digoyang 200 rpm selama 15 menit. Biji padi dibilas dengan air steril sampai busa
hilang. Sterilisaasi dilanjutkan dengan memasukkan biji padi berturut-turut ke
dalam EtOH 70% selama 1 menit dan natrium hipoklorit 4% sambil digoyang 200
rpm selama 30 menit. Biji padi dibilas menggunakan air steril sebanyak 5 kali
masing-masing selama 15 menit sambil digoyang 200 rpm. Selanjutnya biji padi
dikeringkan dengan kertas saring steril dan ditanam dalam media N6D, 32oC, 5 hari
pada kondisi terang.
Tahapan infeksi Agrobacterium dilakukan dengan memasukkan kalus yang
berusia 5 hari ke dalam kultur Agrobacterium (OD600=0.1) yang mengandung
acetosyringone lalu didiamkan 1.5 menit. Kalus dikeringkan dengan kertas saring
steril dan ditanam dalam media N6D yang mengandung acetosyringone, 20oC, 3
hari pada kondisi gelap. Kalus dibilas dengan air steril sebanyak dua kali 2 menit
digoyang. Selanjutnya kalus dibilas kembali dengan air steril yang mengandung
antibiotik sebanyak 5 kali masing-masing selama 15 menit. Kalus dikeringkan
dengan kertas saring steril dan ditanam dalam media N6D yang mengandung
antibiotik 250 mg L-1 sefotaksim dan 200 mg L-1 ampisilin, 32oC, pada kondisi
terang dan disubkultur setiap 2 minggu. Seleksi kalus putative transgenik
menggunakan media yang mengandung 50 mg L-1 higromisin, 250 mg L-1
sefotaksim dan 200 mg L-1 ampisilin dan dilakukan subkultur setiap 2 minggu.
Isolasi DNA genom tanaman
Isolasi DNA genom tanaman dilakukan DNeasy Plant Mini Kit. Kalus
transgenik dipecah dengan menggunakan Tissue lyser lalu ditambahkan 400 µl
buffer AP1 dan 4 µl larutan RNAse dan disentrifugasi 13000 rpm. Campuran
diinkubasi pada suhu 65oC, 10 menit dan ditambahkan 130 µl buffer AP2 dan AP3,
diresuspensi kemudian diinkubasi dalam es selama 5 menit. Campuran
disentrifugasi 13000 rpm, 5 menit dan supernatan dipindahkan ke QIAshredder
Mini spin column selanjutnya disentrifugasi 13000 rpm, 5 menit. Supernatan
dipindahkan ke dalam DNeasy Mini spin column kemudian secara berturut-turut
ditambahkan bufer AW1 sebanyak 1,5 kali volume supernatan, 500 µl Mini spin
column buffer AW2 dan 30 µl lalu disentrifugasi 13000 rpm, 2 menit. Verifikasi
kalus transgenik dilakukan dengan mengamplifikasi daerah eGFP dari T-DNA
pC13-35S-Intron-eGFP menggunakan primer eGFP.

10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Konstruksi vektor biner pC13-35S-Intron-Sma
Langkah awal yang dilakukan untuk mengkonstruksi plasmid pC13-35S-IntronSma adalah melakukan amplifikasi fragmen promoter 35S-Intron-Sma. Pada bagian Nterminal gen target terdapat penambahan sepuluh asam amino dan diharapkan dengan
penambahan tersebut intron pada pC13-35S-Intron-Sma akan mengalami proses splicing
seperti pada pC1301. Modifikasi ini juga diharapkan tidak mengganggu fungsi gen target
yang disisipkan. Fragmen promoter 35S-Intron-Sma mengandung intron yang memiliki
masing-masing lima asam amino gen GUS dari pC1301 pada ujung 5’ dan 3’, situs
kloning gen target (SmaI), 6 kali kodon histidin dan stop kodon TGA. Pada fragmen ini
ditambahkan situs restriksi EcoRI pada ujung 5’ dan BstEII pada ujung 3’
promoter 35S (Gambar 6)

Gambar 6 Peta konstruksi plasmid pC13-35S-Intron-Sma
Fragmen promoter 35S-Intron-Sma yang diamplifikasi dengan PCR
menghasilkan pita berukuran 1020 pb pada gel agarosa (Gambar 7). Fragmen ini
dipurifikasi, diligasi ke pGEM-T Easy dan diintroduksikan pada sel kompeten
E.
coli TOP10. Koloni yang membawa pGEM-35S-Intron-Sma diseleksi pada media yang
mengandung ampisilin 100 mg L-1. Verifikasi koloni yang membawa plasmid
rekombinan diverifikasi dengan PCR menggunakan primer khusus 35S-Intron-Sma_F
dan 35S-Intron-Sma_R dan verifikasi keberadaan fragmen promoter 35S-Intron-Sma
juga dilakukan dengan restriksi plasmid rekombinan menggunakan EcoRI dan BstEII.
Hasil verifikasi PCR koloni dan restriksi plasmid rekombinan menghasilkan pita
berukuran 1020 pb.

Gambar 7 Hasil amplifikasi fragmen promoter 35S-Intron-Sma
(M= penanda 100 pb)

11
Fragmen 35S-Intron-Sma dari pGemT-35S-Intron-Sma disubkloning ke
pC1301 yang telah dipotong dengan enzim restriksi EcoRI dan BstEII untuk
menghilangkan daerah MCS, promoter 35S dan gen GUS. Plasmid pC1301 yang
telah dimodifikasi disebut dengan pC13-35S-Intron-Sma. Plasmid pC13-35SIntron-Sma diintrodukasi pada sel kompeten E. coli TOP10. Koloni yang membawa
pC13-35S-Intron-Sma ditapiskan pada media yang mengandung kanamisin 50 mg
L-1 dan diverifikasi dengan PCR menggunakan primer khusus dan menghasilkan
pita berukuran 1020 pb (Gambar 8).

Gambar 8 Hasil verifikasi koloni yang membawa plasmid pC13-35S-IntronSma. Koloni No. 4 positif membawa plasmid pC13-35S-Intron-Sma
(M= penanda 1000 pb DNA ladder; K(-)= kontrol negatif)
Konstruksi pC13-35S-Intron-eGFP
Gen eGFP diamplifikasi dengan PCR dari plasmid pST2 dan dikloning ke
pGEM-T Easy. Plasmid pGEM-eGFP diintroduksi pada sel kompeten E. coli
TOP10. Koloni yang membawa plasmid ini ditapiskan pada media yang
mengandung ampisilin 100 mg L-1 dan diverifikasi dengan PCR menggunakan
primer eGFP_F dan eGFP_R. Hasil verifikasi PCR menghasilkan pita berukuran
741 pb (Gambar 9).

Gambar 9 Hasil verifikasi koloni transforman yang membawa pGEM-eGFP
(M= penanda 100 pb)
Fragmen eGFP disubkloning ke pC13-35S-Intron-Sma pada situs SmaI
membentuk pC13-35S-Intron-eGFP. Koloni yang membawa plasmid ini ditapiskan
pada media yang mengandung kanamisin 50 mg L-1. Verifikasi dengan PCR

12
dilakukan dengan 35S-Intron-Sma_F dan eGFP_R untuk melihat orientasi dari
eGFP. Hasil verifikasi PCR menghasilkan pita berukuran 1761 pb (Gambar 10).

Gambar 10 Hasil verifikasi koloni yang membawa plasmid pC13-35S-Intron-eGFP
(M= penanda 1000 pb DNA ladder; K(-)= kontrol negatif)
Transformasi kalus padi Nipponbare
Plasmid pC13-35S-Intron-eGFP diintroduksi pada Agrobacterium
kompeten dan diseleksi pada media yang mengandung antibiotik rifampisin 25 mg
L-1, klorampenikol 35 mg L-1 dan kanamisin 200 mg L-1. Koloni Agrobacterium
yang membawa pC13-35S-Intron-eGFP diverifikasi dengan PCR menggunakan
primer ujung intron_F dan 6xHis-TGA-BstEII-R dan menghasilkan pita berukuran
787 pb (Gambar 11).

Gambar 11 Hasil verifikasi koloni Agrobacterium yang membawa pC13-35SIntron-eGFP. Koloni No.1 positif membawa pC13-35S-Intron-eGFP
(M= penanda 1000 pb DNA ladder; K(-)= kontrol negatif)
Sebelum dilakukan transformasi pada tanaman model, koloni
Agrobacterium yang membawa plasmid pC13-35S-Intron-eGFP diamati di bawah
sinar biru dengan panjang gelombang 395 nm. Pengamatan ini dilakukan untuk
mengetahui ekspresi eGFP di Agrobacterium. Hasil pengamatan koloni

13
Agrobacterium yang mengandung pC-35S-Intron-eGFP tidak menunjukkan
ekspresi gen eGFP (Gambar 12).

A

B

Gambar 12 Hasil pengamatan ekspresi gen eGFP di bawah sinar putih (A) dan
sinar biru (B)
Transformasi dilakukan pada kalus padi Nipponbare. Transformasi
dilakukan melalui ko-kultivasi kalus selama 3 hari. Kalus hasil ko-kultivasi
diseleksi pada media seleksi menggandung antibiotik higromisin 50 mg L-1. Hasil
transformasi menunjukkan bahwa terdapat empat galur kalus yang membawa
sisipan T-DNA plasmid pC-35S-Intron-eGFP. Hal ini diketahui dari pengamatan
ekspresi gen eGFP pada kalus di bawah sinar biru. Ekspresi eGFP diamati pada
kalus padi yang berumur empat minggu setelah infeksi (Gambar 13).

Gambar 13 Hasil pengamatan ekspresi gen eGFP di bawah sinar putih (A) dan
sinar biru (B)
Verifikasi keberadaan T-DNA pC13-35S-Intron-eGFP pada empat galur
kalus transgenik dilakukan dengan mengamplifikasi genom kalus transgenik
menggunakan primer eGFP_F dan eGFP_R menghasilkan pita berukuran 741 pb
(Gambar 14).

14

Gambar 14 Hasil verifikasi keberadaan T-DNA pC13-35S-Intron-Sma pada empat
galur kalus transgenik (M= penanda 100 pb)
Pembahasan
Penyisipan gen ke dalam kromoson tanaman melalui perantaraan
Agrobacterium merupakan suatu metode transformasi yang telah berlangsung lama
di alam. Hal ini disebabkan karena A. tumefaciens merupakan bakteri tanah yang
secara alami mampu melakukan transfer DNA ke dalam kromoson tanaman.
Bakteri ini mampu menyisipkan daerah T-DNA yang merupakan bagian dari
Ti-plasmid. Di dalam T-DNA terdapat gen onkogenik penyandi fitohormon dan gen
penyandi opin. Secara alami gen-gen yang berada di dalam T-DNA tersebut tidak
dapat diekspresikan oleh Agrobacterium karena enzim RNA polimerase
Agrobacterium tidak mengenali daerah promoter gen-gen tersebut. Oleh karena itu,
Agrobacterium menyisipkan daerah T-DNA tersebut ke dalam kromoson tanaman
sehingga gen-gen tersebut diekspresikan oleh tanaman karena RNA polimerase
tanaman dapat mengenali daerah promoter gen-gen tersebut.
Salah satu komponen yang penting dalam transformasi tanaman adalah
vektor yang membawa daerah T-DNA yang akan disisipkan ke kromosom tanaman.
Transformasi tanaman dengan A. tumefaciens memiliki beberapa jenis sistem
vektor yaitu vektor biner dan cointegrate vector. Vektor biner merupakan sistem
yang paling banyak digunakan karena plasmid yang mengandung T-DNA menjadi
lebih kecil dan mudah dimanipulasi (Rachmawati 2006). Daerah T-DNA pada
plasmid biner dapat dimanipulasi sesuai dengan tujuan penelitian. Salah satu contoh
vektor biner adalah pCambia 1301. Plasmid pCambia 1301 memiliki daerah TDNA yang terdiri dari kaset gen penanda seleksi untuk tanaman transgenik dan
kaset gen reporter GUS (Jefferson 1987). Kedua gen tersebut dikendalikan secara
konstitutif oleh promoter 35S. Beberapa kekurangan pC1301 sebagai vektor biner
adalah penyisipan kaset gen target yang dilakukan pada daerah MCS karena pada
plasmid tersebut tidak disediakan situs khusus untuk penyisipan gen target.
Penyisipan gen target pada daerah gen GUS merupakan hal yang tidak efisien
karena akan menghilangkan komponen penting yaitu intron yang berada di tengah
gen GUS dan 6 kali histidin sebagai penanda. Pengembangan vektor biner yang
sederhana dan fleksibel untuk transformasi melalui Agrobacterium perlu dilakukan
agar kosntruksi kaset ekspresi dapat lebih efisien. Modifikasi pengembangan kaset
ekspresi pada T-DNA sebaiknya menyediakan situs pengenalan enzim restriksi
yang mengapit promoter, intron, situs kloning gen target dan penanda (Tag)
sehingga komponen tersebut dapat diganti sesuai dengan kebutuhan penelitian.

15
Oleh karena itu untuk mempermudah proses konstruksi daerah T-DNA tersebut
dilakukan modifikasi pada plasmid pCambia 1301.
Plasmid hasil modifikasi pCambia 1301 disebut dengan pC13-35S-IntronSma. Plasmid ini didesain agar memiliki struktur yang lebih sederhana dan fleksibel
sehingga akan mempermudah proses konstruksi kaset ekspresi. Daerah T-DNA
pC13-35S-Intron-Sma tersusun dari kaset ekspresi gen target yang terdiri dari
promoter 35S yang memiliki situs restriksi yang terbatas. Situs pengenalan enzim
restriksi EcoRI dan BstXI terdapat pada daerah upstream promoter 35S serta NcoI
dan BglII pada daerah downstream promoter 35S. Selain itu, terdapat intron
pertama dari gen katalase (cat1), situs restriksi tunggal sebagai tempat penyisipan
gen target (SmaI) dan 6 kali kodon histidin sebagai penanda. Promoter 35S
merupakan promoter kuat yang dapat mengendalikan ekspresi gen target secara
konstitutif. Manipilasi promoter tersebut relatif lebih mudah karena memiliki
ukuran sekuen yang pendek (343 pb), tidak memiliki situs pengenalan enzim
restriksi dan aktif pada tanaman monokotil maupun dikotil (Benfey et al. 1989).
Promoter 35S merupakan promoter yang sangat kuat dan merupakan promoter yang
mengendalikan ekspresi gen patogen yang menyerang tanaman sehingga promoter
tersebut aktif di Agrobacterium. Vancanneyt et al. (1990) menyebutkan bahwa
beberapa promoter yang mengendalikan ekspresi gen patogen tanaman dapat
dikenali oleh sistem transkripsi Agrobacterium. Hal ini akan mengakibatkan gen
target dapat terekspresi dibawah kendali promoter 35S pada Agrobacterium
sehingga menimbulkan bias pada saat transformasi.
Subkloning gen target pada pC13-35S-Intron-Sma dilakukan dengan
metode kloning konvensional yang melibatkan PCR, enzim restriksi dan ligase.
Proses insersi pada situs SmaI yang menghasilkan ujung tumpul memang lebih sulit
dibanding dengan situs restriksi yang sticky-end dan membutuhkan verifikasi
lanjutan dengan PCR untuk mengetahui posisi orientasi gen target. Akan tetapi
teknik konvensional ini relatif feasible untuk dilakukan pada banyak laboratorium
karena hanya membutuhkan satu jenis inang E. coli seperti DH5 atau TOP10.
Teknik kloning dengan metode gateway mungkin menjadi menarik karena
verifikasi orientasi tidak perlu dilakukan seperti pada seri vektor biner pGWB
(Nakagawa et al. 2007). Menariknya, jenis vektor yang memanfaatkan intron cat1
tidak ada dalam daftar seri pGWB. Di samping itu, aplikasi metode gateway lebih
kompleks daripada teknik kloning konvensional. Walaupun demikian, ada
kemungkinan untuk mengubah pC13-35S-Intron-Sma untuk menjadi vektor
destinasi dengan sistem gateway.
Keberadaan intron pada konstruksi ini merupakan hal yang penting karena
mampu meningkatkan ekspresi gen target dan intron juga dapat digunakan untuk
memastikan bahwa ekspresi gen target tidak berasal dari Agrobacterium melainkan
dari tanaman. Pada ujung 5’ dan 3’ intron cat1 terdapat penambahan lima asam
amino yang berasal dari gen GUS pada plasmid pC1301. Penambahan ekstra asam
amino ini bertujuan untuk mempermudah proses intron splicing. Situs kloning
tunggal gen target (SmaI) merupakan keunikan lain dari pC13-35S-Intron-Sma.
Penyisipan gen target pada situs tersebut memungkin gen target akan langsung
mendapatkan promoter dan terminator. Enzim restriksi SmaI merupakan enzim
yang memotong situs pengenalan dengan ujung tumpul. Situs kloning seperti ini
memungkinkan penyisipan gen target yang memiliki situs pengenalan enzim
restriksi yang memotong tumpul pada kedua ujungnya (selain SmaI) atau

16
penyisipan gen target yang diamplifikasi dengan menggunakan enzim DNA
polimerase yang tidak menambahkan basa nitrogen A pada bagian ujung, misalnya
menggunakan DNA polimerase Pfu yang diikuti dengan seleksi bakteri transforman
yang mengandung plasmid rekombinan dengan arah orientasi gen target yang
sesuai.
Promoter 35S pada pC13-35S-Intron-Sma dapat diganti dengan promoter
konstitutif lain pada situs EcoRI dan BstXI pada ujung 5’ serta NcoI dan BglII pada
ujung 3’. Intron dapat dihilangkan dengan menyisipkan gen target pada situs NcoI
atau BglII dan SmaI. Komponen tambahan 6 kali histidin pada pC13-35S-IntronSma secara langsung akan ditambahkan jika gen target disisipkan pada situs
tersebut. Komponen 6 kali histidin tidak akan diekspresikan apabila fragmen gen
target mengandung stop kodon. Vektor pC13-35S-Intron-Sma telah didesain
mengandung stop kodon TGA setelah 6 kali kodon histidin sehingga fragmen gen
target diamplifikasi tanpa mengandung stop kodon. Komponen 6 kali histidin dapat
digunakan sebagai penanda untuk purifikasi di tingkat protein serta dapat
digunakan untuk purifikasi protein yang belum memiliki antibodi. Kemungkinan
lain yang digunakan apabila tidak menginginkan penambahan intron dan 6 kali
histidin pada gen target adalah menyisipkan gen target pada situs EcoRI atau BstXI
dan BstEII.
Gen eGFP merupakan gen reporter yang digunakan untuk mengetahui
aktivitas promoter, pengaruh penambahan asam amino dan proses splicing intron
cat1 pada pC13-35S-Intron-Sma. Gen eGFP diamplifikasi dari plasmid pST2 mulai
dari start kodon tetapi tidak mengikutsertakan stop kodon dengan menambahkan
situs enzim restriksi SmaI dan EcoRV pada bagian forward dan reverse. Gen eGFP
merupakan gen repoter yang digunakan untuk seleksi positif kalus trasngenik yang
telah tersisipi gen target karena ekspresi gen eGFP tidak menyebabkan kematian
pada kalus transgenik.
Pengujian ekspresi intron-eGFP dengan transformasi kalus padi Nipponbare
melalui Agrobacterium
Transformasi plasmid pC-35S-Intron-eGFP pada kalus padi Nipponbare
dilakukan dengan menggunakan A. tumefaciens karena secara alami mampu
mentransfer T-DNA dari Ti-plasmid ke dalam genom tanaman sehingga
transformasi dengan perantara A. tumefaciens relatif lebih efisien dibandingkan
dengan metode artificial (Sahoo et al. 2011). Di samping itu, keuntungan
transformasi melalui perantaraan A. tumefaciens adalah dapat menyisipkan T-DNA
yang berukuran besar, salinan T-DNA di dalam kromoson tanaman sedikit dan
ekspresi gen target di tanaman stabil (Lopez et al. 2004). Strain A. tumefaciens yang
digunakan adalah strain EHA105 (Hood 1993) yang menghasilkan yang bersifat
supervirulensi sehingga lebih efisien dalam menginfeksi kalus padi Nipponbare.
Padi Nipponbare merupakan varietas japonica yang umum digunakan sebagai
tanaman model dalam transformasi tanaman karena memiliki masa pertumbuhan
singkat yaitu sekitar tiga bulan, mudah ditransformasi karena memiliki ukuran
genom yang relatif kecil (430 Mpb) dan genom padi ini sudah dipetakan dengan
lengkap sehingga mudah dimanipulasi (Nishimura et al. 2006).
Intron merupakan komponen yang sangat penting dalam konstruksi vektor
untuk transformasi tanaman. Keberadaan intron pada gen eGFP membantu proses
seleksi kalus transforman karena eGFP hanya akan terekspresi pada kalus. Sistem

17
intron splicing tidak terjadi pada Agrobacterium dapat meyakinkan bahwa ekspresi
yang terjadi adalah berasal dari sel tanaman. Apabila terdapat intron pada gen target
maka Agrobacterium tidak mampu melakukan intron splicing sehingga
mengakibatkan gen target tidak terekspresi pada Agrobacterium (Tanaka et al.
1990).
Proses kokultivasi kalus dan Agrobacterium yang mengandung plasmid
pC13-35S-Intron-eGFP dilakukan pada media yang mengandung Acetosyringone.
Penambahan senyawa fenolik ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi transfer
T-DNA oleh Agrobacterium (Amoah et al. 2001). Setelah proses kokultivasi
kemudian dilanjutkan dengan proses kultivasi yang menggunakan media dengan
penambahan antibiotik ampisilin, sefotaksim dan higromisin. Kombinasi antibiotik
ampisilin dan sefotaksim efektif untuk membunuh Agrobacterium sehingga tidak
terjadi overgrowth sedangkan higromisin digunakan untuk menyeleksi kalus yang
telah mengandung T-DNA. Jumlah kalus yang tahan dengan sistem seleksi
berjenjang ini akan terus menurun sampai pada tahap regerasi karena hanya kalus
yang benar-benar mengandung gen ketahanan terhadap higromisin yang dapat
tumbuh pada media seleksi (Chakrabarty et al. 2002).
Keberadaan plasmid biner pC13-35S-Intron-Sma diharapkan dapat
digunakan untuk mempermudah ekspresi gen secara konstitutif. Walaupun plasmid
ini tidak ditujukan untuk mengkloning promoter, plasmid ini juga memiliki
kemungkinan untuk mengubah promoter konstitutif 35S dengan promoter lain
menggunakan enzim restriksi yang tersedia.

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Vektor biner pC35S-Intron-Sma yang mengandung gen eGFP intron untuk
transformasi tanaman telah berhasil dikonstruksi. Signal pada kalus padi
Nipponbare yang diamati di bawah sinar biru menunjukkan bahwa gen eGFP yang
mengandung intron terekspresi di bawah kendali promoter 35S. Ekspresi gen eGFP
tidak tampak pada A. tumefaciens yang diamati di bawah sinar biru sehingga dapat
disimpulkan gen eGFP hanya terekspresi pada kalus transgenik dan terdapat proses
intron splicing pada konstruksi gen eGFP.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang optimasi promoter dari vektor biner
fleksibel pC13-35S-Intron-Sma dengan mengganti promoter 35S dengan promoter
konstitutif lain dan penyisipan gen target lain yang lebih fungsional pada tanaman.
Selain itu tanaman model yang digunakan untuk transformasi dapat divariasikan
sehingga diketahui tingkat fleksibilitas dari plasmid tersebut.

17
intron splicing tidak terjadi pada Agrobacterium dapat meyakinkan bahwa ekspresi
yang terjadi adalah berasal dari sel tanaman. Apabila terdapat intron pada gen target
maka Agrobacterium tidak mampu melakukan intron splicing sehingga
mengakibatkan gen target tidak terekspresi pada Agrobacterium (Tanaka et al.
1990).
Proses kokultivasi kalus dan Agrobacterium yang mengandung plasmid
pC13-35S-Intron-eGFP dilakukan pada media yang mengandung Acetosyringone.
Penambahan senyawa fenolik ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi transfer
T-DNA oleh Agrobacterium (Amoah et al. 2001). Setelah proses kokultivasi
kemudian dilanjutkan dengan proses kultivasi yang menggunakan media dengan
penambahan antibiotik ampisilin, sefotaksim dan higromisin. Kombinasi antibiotik
ampisilin dan sefotaksim efektif untuk membunuh Agrobacterium sehingga tidak
terjadi overgrowth sedangkan higromisin digunakan untuk menyeleksi kalus yang
telah mengandung T-DNA. Jumlah kalus yang tahan dengan sistem seleksi
berjenjang ini akan terus menurun sampai pada tahap regerasi karena hanya kalus
yang benar-benar mengandung gen ketahanan terhadap higromisin yang dapat
tumbuh pada media seleksi (Chakrabarty et al. 2002).
Keberadaan plasmid biner pC13-35S-Intron-Sma diharapkan dapat
digunakan untuk mempermudah ekspresi gen secara konstitutif. Walaupun plasmid
ini tidak ditujukan untuk mengkloning promoter, plasmid ini juga memiliki
kemungkinan untuk mengubah promoter konstitutif 35S dengan promoter lain
menggunakan enzim restriksi yang tersedia.

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Vektor biner pC35S-Intron-Sma yang mengandung gen eGFP intron untuk
transformasi tanaman telah berhasil dikonstruksi. Signal pada kalus padi
Nipponbare yang diamati di bawah sinar biru menunjukkan bahwa gen eGFP yang
mengandung intron terekspresi di bawah kendali promoter 35S. Ekspresi gen eGFP
tidak tampak pada A. tumefaciens yang diamati di bawah sinar biru sehingga dapat
disimpulkan gen eGFP hanya terekspresi pada kalus transgenik dan terdapat proses
intron splicing pada konstruksi gen eGFP.
Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang optimasi promoter dari vektor biner
fleksibel pC13-35S-Intron-Sma dengan mengganti promoter 35S dengan promoter
konstitutif lain dan penyisipan gen target lain yang lebih fungsional pada tanaman.
Selain itu tanaman model yang digunakan untuk transformasi dapat divariasikan
sehingga diketahui tingkat fleksibilitas dari plasmid tersebut.

18

DAFTAR PUSTAKA
Amoah BK, Wu H, Sparks C, Jones HD. 2001. Factors influencing Agrobacteriummediated transient expression of uidA in wheat inflorescence tissue. J. Exp.
Bot. 52:1135-1142.
Benfey PN, Ren L, Chua NH. 1989. The CaMV 35S enhancer contains at least two
domains which can confer different developmental and tissue-specific
expression patterns. EMBO J. 8(8):2195-202.
Bergman CM, Kreitman M. 2001. Analysis of conserved noncoding DNA in
drosophila reveals similar constraints in intergenic and intronic sequences
cases. Cold Spring Harbor Laboratory Press. 11:1335-1344.
Chakrabarty R, Viswakarma N, Bhat SR, Kirti PB, Singh BD, Chopra VL. 2002.
Agrobacterium-mediated transformation of cauliflower: optimization of
protocol and development of Bt-transgenic