Konstruksi Gen Stilbena Sintase pada Vektor Ekspresi dengan Metode Gateway dan Transformasi pada Agrobacterium sp.

ABSTRAK
IBRAHIM FEBRIZKY. Konstruksi Gen Stilbena Sintase pada Vektor Ekspresi
dengan Metode Gateway dan Transformasi pada Agrobacterium sp. Dibimbing
oleh MARIA BINTANG dan TETTY CHAIDAMSARI.
Bioteknologi modern atau rekayasa genetika telah berkembang sangat pesat
dalam dua dasawarsa terakhir dan telah banyak diaplikasikan dalam berbagai
bidang, salah satunya dalam bidang rekayasa genetika tanaman. Penyakit busuk
pangkal batang yang disebabkan oleh cendawan Ganoderma sp. sering menyerang
tanaman kelapa sawit sehingga produksinya menurun. Teknik rekayasa genetika
dapat digunakan untuk mengendalikan masalah tersebut, yaitu dengan
menyisipkan gen yang dapat meningkatkan ketahanan kelapa sawit terhadap
Ganoderma. Gen stilbena sintase (STS) yang diisolasi dari anggur (Vitis vinifera)
telah diketahui sebagai gen penghasil senyawa yang berfungsi sebagai anti jamur.
Penelitian ini bertujuan menyisipkan gen STS dengan metode yang lebih cepat
dan terarah, yaitu metode Gateway. Gen STS kemudian ditransformasikan ke
dalam Agrobacterium tumefaciens. Penyisipan gen STS ke dalam vektor donor,
vektor destinasi, dan A. tumefaciens telah berhasil dilakukan dengan ditunjukkan
hasil elektroforesis gel agarosa 1% berupa pita berukuran sekitar 1500 pb. Gen
STS telah berhasil disisipkan pada vektor ekspresi dengan metode Gateway dan
ditransformasikan ke dalam A. tumefaciens.


ABSTRACT
IBRAHIM FEBRIZKY. Construction of Stilbene Synthase Gene in Expression
Vector using The Gateway Method and Transformation to Agrobacterium sp.
Under the direction of MARIA BINTANG and TETTY CHAIDAMSARI.
The modern biotechnology also known as a genetic engineering has been
grown so fast in last two decades and has been applied in many plantation fields.
The Basal Stem Rot (BSR) disease which is caused by Ganoderma sp. attacks the
oil palm crops frequently and reduces the level of oil palm productivities. The
genetic engineering technique can be used to control it by gene cloning which can
increases the oil palm resistances against Ganoderma. Stilbene synthase (STS)
gene which is isolated from grapevines (Vitis vinifera) has been recognized as a
gene producing anti-fungal substance. The objective of this research is to clone
the STS gene by using faster and more directive Gateway method. The STS gene
is transformed into Agrobacterium tumefaciens afterwards. The cloning of STS
gene into a donor vector, destination vector, and A. tumefaciens was successfully
carried out by resulting a DNA band of 1500 bp using 1% agarose gel
electrophoresis. The conclusion of this research is that the STS gene has been
successfully inserted into the expression vector by using the Gateway method and
transformed into A. tumefaciens.


PENDAHULUAN
Bioteknologi merupakan suatu bidang
ilmu dalam biologi terapan yang melibatkan
penggunaan organisme hidup dan bioproses
untuk menciptakan suatu produk demi
kepentingan manusia. Bioteknologi modern,
atau sering disebut juga rekayasa genetika,
telah berkembang sangat pesat dalam dua
dasawarsa terakhir ini. Teknik rekayasa
genetika telah banyak diaplikasikan dalam
berbagai bidang, misalnya penelitian, medis,
rekayasa genetika hewan, dan rekayasa
genetika tanaman (Smith 2004).
Rekayasa genetika tanaman adalah suatu
teknik untuk memindahkan gen spesies asing
ke dalam suatu sel tanaman, yang diikuti
dengan regenerasi dari sel-sel tanaman
tersebut sehingga menjadi tanaman lengkap.
Teknik ini telah diterapkan pada berbagai
tanaman pangan dan nonpangan. Rekayasa

genetika sebenarnya merupakan kelanjutan
dari pemuliaan tanaman yang telah dilakukan
oleh petani secara tradisional. Rekayasa
genetika memungkinkan pemindahan satu
atau beberapa gen yang dikehendaki dari satu
tanaman ke tanaman lainnya yang tidak
mungkin terjadi dalam pemuliaan tanaman
secara tradisional.
Prinsip rekayasa genetika sama dengan
pemuliaan tanaman, yaitu memperbaiki sifatsifat tanaman dengan menambahkan sifat-sifat
ketahanan terhadap gangguan hama maupun
lingkungan yang kurang menguntungkan.
Proses rekayasa genetika telah berhasil
mengembangkan berbagai spesies tanaman
baru dengan ketahanan terhadap organisme
pengganggu, seperti serangga, penyakit, dan
gulma yang sangat merugikan tanaman
(Winarno & Agustinah 2007). Contoh
tanaman yang telah berhasil direkayasa adalah
jagung, kapas, kedelai, tomat, dan kelapa

sawit.
Kelapa sawit merupakan salah satu
komoditas perkebunan yang sangat penting di
Indonesia dan produksinya meningkat setiap
tahun. Salah satu kendala yang cukup berarti
dalam usaha peningkatan produksi kelapa
sawit adalah penyakit busuk pangkal batang
yang disebabkan oleh cendawan Ganoderma
sp. Penyakit ini dapat merusak sangat banyak
tanaman kelapa sawit dalam suatu area (PPKS
2009). Pengendalian terhadap penyakit ini
telah dilakukan baik secara mekanis, kimiawi,
maupun hayati (Lubis 1992), namun belum
ada yang dapat dianggap efektif sehingga
perlu dilakukan pengendalian yang tepat.

Pengendalian yang paling tepat dilakukan
untuk masalah Ganoderma pada tanaman
kelapa sawit adalah melalui pemuliaan
tanaman dengan rekayasa genetika, yaitu

untuk menemukan gen yang dapat membuat
kelapa sawit tahan terhadap Ganoderma. Gen
tersebut dapat berasal dari spesies kelapa
sawit sendiri maupun dari spesies lain. Gen
stilbena sintase (STS) yang berasal dari
anggur (Vitis vinifera) merupakan gen
penghasil senyawa yang berfungsi sebagai
anti jamur (SIB 2007), sehingga dapat
dilakukan upaya penyisipian gen STS ke
dalam kelapa sawit agar dapat meningkatkan
ketahanan terhadap Ganoderma.
Upaya konstruksi gen STS agar dapat
disisipkan ke dalam kelapa sawit sebelumnya
sudah pernah dilakukan dengan menggunakan
metode pengklonan biasa dengan prosedur
yang cukup rumit dan waktu yang cukup
lama. Konstruksi gen pada penelitian ini
menggunakan teknologi Gateway. Teknologi
Gateway adalah suatu metode kloning
universal yang berdasarkan rekombinasi situs

spesifik pada bakteriofag lambda (Landy
1989). Teknologi Gateway memungkinkan
pemindahan secara cepat dan efisien sekuen
DNA ke dalam beberapa vektor untuk
dilakukan analisis fungsional dan ekspresi
protein (Hartley at al. 2000).
Penelitian ini bertujuan mengonstruksi gen
STS pada vektor ekspresi dengan metode
yang lebih cepat dan terarah, yaitu metode
Gateway. Gen STS yang telah tersisipkan
dalam
vektor
ekspresi
selanjutnya
ditransformasikan ke dalam Agrobacterium
tumefaciens. Hipotesis penelitian ini adalah
gen STS yang telah dikonstruksi pada vektor
ekspresi dengan metode Gateway bisa
disisipkan
ke

dalam
Agrobacterium
tumefaciens agar dapat diekspresikan pada
tanaman. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan Agrobacterium tumefaciens
yang memiliki gen STS, serta memberikan
informasi mengenai metode Gateway sebagai
teknologi rekombinasi gen yang cepat dan
mudah.

TINJAUAN PUSTAKA
Stilbena Sintase
Stilbena sintase merupakan suatu protein
yang memiliki panjang sekuen 392 asam
amino yang berperan dalam proses
pembentukan suatu senyawa yang disebut
resveratrol. Protein ini berfungsi sebagai

PENDAHULUAN
Bioteknologi merupakan suatu bidang

ilmu dalam biologi terapan yang melibatkan
penggunaan organisme hidup dan bioproses
untuk menciptakan suatu produk demi
kepentingan manusia. Bioteknologi modern,
atau sering disebut juga rekayasa genetika,
telah berkembang sangat pesat dalam dua
dasawarsa terakhir ini. Teknik rekayasa
genetika telah banyak diaplikasikan dalam
berbagai bidang, misalnya penelitian, medis,
rekayasa genetika hewan, dan rekayasa
genetika tanaman (Smith 2004).
Rekayasa genetika tanaman adalah suatu
teknik untuk memindahkan gen spesies asing
ke dalam suatu sel tanaman, yang diikuti
dengan regenerasi dari sel-sel tanaman
tersebut sehingga menjadi tanaman lengkap.
Teknik ini telah diterapkan pada berbagai
tanaman pangan dan nonpangan. Rekayasa
genetika sebenarnya merupakan kelanjutan
dari pemuliaan tanaman yang telah dilakukan

oleh petani secara tradisional. Rekayasa
genetika memungkinkan pemindahan satu
atau beberapa gen yang dikehendaki dari satu
tanaman ke tanaman lainnya yang tidak
mungkin terjadi dalam pemuliaan tanaman
secara tradisional.
Prinsip rekayasa genetika sama dengan
pemuliaan tanaman, yaitu memperbaiki sifatsifat tanaman dengan menambahkan sifat-sifat
ketahanan terhadap gangguan hama maupun
lingkungan yang kurang menguntungkan.
Proses rekayasa genetika telah berhasil
mengembangkan berbagai spesies tanaman
baru dengan ketahanan terhadap organisme
pengganggu, seperti serangga, penyakit, dan
gulma yang sangat merugikan tanaman
(Winarno & Agustinah 2007). Contoh
tanaman yang telah berhasil direkayasa adalah
jagung, kapas, kedelai, tomat, dan kelapa
sawit.
Kelapa sawit merupakan salah satu

komoditas perkebunan yang sangat penting di
Indonesia dan produksinya meningkat setiap
tahun. Salah satu kendala yang cukup berarti
dalam usaha peningkatan produksi kelapa
sawit adalah penyakit busuk pangkal batang
yang disebabkan oleh cendawan Ganoderma
sp. Penyakit ini dapat merusak sangat banyak
tanaman kelapa sawit dalam suatu area (PPKS
2009). Pengendalian terhadap penyakit ini
telah dilakukan baik secara mekanis, kimiawi,
maupun hayati (Lubis 1992), namun belum
ada yang dapat dianggap efektif sehingga
perlu dilakukan pengendalian yang tepat.

Pengendalian yang paling tepat dilakukan
untuk masalah Ganoderma pada tanaman
kelapa sawit adalah melalui pemuliaan
tanaman dengan rekayasa genetika, yaitu
untuk menemukan gen yang dapat membuat
kelapa sawit tahan terhadap Ganoderma. Gen

tersebut dapat berasal dari spesies kelapa
sawit sendiri maupun dari spesies lain. Gen
stilbena sintase (STS) yang berasal dari
anggur (Vitis vinifera) merupakan gen
penghasil senyawa yang berfungsi sebagai
anti jamur (SIB 2007), sehingga dapat
dilakukan upaya penyisipian gen STS ke
dalam kelapa sawit agar dapat meningkatkan
ketahanan terhadap Ganoderma.
Upaya konstruksi gen STS agar dapat
disisipkan ke dalam kelapa sawit sebelumnya
sudah pernah dilakukan dengan menggunakan
metode pengklonan biasa dengan prosedur
yang cukup rumit dan waktu yang cukup
lama. Konstruksi gen pada penelitian ini
menggunakan teknologi Gateway. Teknologi
Gateway adalah suatu metode kloning
universal yang berdasarkan rekombinasi situs
spesifik pada bakteriofag lambda (Landy
1989). Teknologi Gateway memungkinkan
pemindahan secara cepat dan efisien sekuen
DNA ke dalam beberapa vektor untuk
dilakukan analisis fungsional dan ekspresi
protein (Hartley at al. 2000).
Penelitian ini bertujuan mengonstruksi gen
STS pada vektor ekspresi dengan metode
yang lebih cepat dan terarah, yaitu metode
Gateway. Gen STS yang telah tersisipkan
dalam
vektor
ekspresi
selanjutnya
ditransformasikan ke dalam Agrobacterium
tumefaciens. Hipotesis penelitian ini adalah
gen STS yang telah dikonstruksi pada vektor
ekspresi dengan metode Gateway bisa
disisipkan
ke
dalam
Agrobacterium
tumefaciens agar dapat diekspresikan pada
tanaman. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan Agrobacterium tumefaciens
yang memiliki gen STS, serta memberikan
informasi mengenai metode Gateway sebagai
teknologi rekombinasi gen yang cepat dan
mudah.

TINJAUAN PUSTAKA
Stilbena Sintase
Stilbena sintase merupakan suatu protein
yang memiliki panjang sekuen 392 asam
amino yang berperan dalam proses
pembentukan suatu senyawa yang disebut
resveratrol. Protein ini berfungsi sebagai

2

katalis reaksi sintesis substrat malonil KoA
dan p-koumaroil KoA (Rolfs & Kindl 1984)
menjadi
3,5,4’-trihidroksistilbena
atau
resveratrol. Stilbena sintase terdapat secara
spesifik pada daun, terekspresi di jaringan
palisade dan parenkim. Stilbena sintase bukan
merupakan bagian permanen dari suatu
tanaman, protein ini terinduksi pada saat
beberapa kondisi tertentu seperti saat stres,
terpapar sinar ultraviolet (UV), atau saat
kehadiran patogen seperti Botrytis cinerea
(Schubert et al. 1997).
Resveratrol merupakan suatu senyawa
fitoaleksin polifenolik. Senyawa ini termasuk
dalam golongan stilbenoid, yaitu derivat
stilbena, yang diproduksi dalam beberapa
tanaman dengan bantuan enzim stilbena
sintase untuk melindungi tanaman tersebut
dari infeksi jamur (Breuil et al. 1999).
Anggur, kacang, dan beberapa spesies
tanaman lainnya memiliki kandungan
resveratrol yang terakumulasi di daun
mencapai 400 µg/g berat segar. Konsentrasi
sebesar itu menunjukkan korelasi dengan
resistensi tanaman tersebut terhadap jamur
(Sbaghi et al. 1995). Tanaman seperti
tembakau, tomat, dan alfalfa yang sebelumnya
rentan menunjukkan peningkatan resistensi
terhadap jamur patogen setelah disisipkan gen
stilbena sintase (Hain et al. 1993).

Pengklonan & Metode Pengklonan
Gateway
Klon adalah sekumpulan individu atau
bahan identik yang diperbanyak dari individu
atau bahan yang sama, sedangkan pengklonan
adalah proses perbanyakan bahan tersebut
sehingga menghasilkan bahan yang identik
dengan bahan asalnya (Triastuti 2007).
Pengklonan gen, atau dapat disebut juga
kloning gen dan teknologi DNA rekombinan,
merujuk pada suatu proses yaitu pemindahan
fragmen DNA yang diinginkan dari satu
organisme ke dalam suatu vektor, misalnya
plasmid. Fragmen DNA dan vektor yang telah
bergabung disebut molekul DNA rekombinan.
DNA rekombinan tersebut kemudian dapat
diperbanyak dalam suatu sel inang (HGP
2009).
Tahap awal yang umum dilakukan dalam
pengklonan gen adalah isolasi fragmen DNA
dan vektor, misalnya dari bakteri, dan setelah
diisolasi fragmen DNA dan vektor dipotong
dengan enzim restriksi yang sama. Tahap
selanjutnya adalah menggabungkan fragmen
DNA dengan vektor yang dibantu oleh enzim

ligase, sehingga disebut juga tahap ligasi,
menghasilkan molekul DNA rekombinan.
Molekul DNA rekombinan kemudian
ditransformasikan ke bakteri. Transformasi
adalah proses memasukkan DNA asing (DNA
rekombinan) ke dalam sel inang. Sel inang
yang
telah
mengalami
transformasi
(mengandung DNA rekombinan) kemudian
diseleksi berdasarkan gen penanda yang
dibawa oleh plasmid. Gen penanda, atau
selectable marker, biasanya berupa gen yang
tahan terhadap suatu antibiotik. Sel inang
yang
telah
diseleksi
selanjutnya
ditransformasi ke sel target. Tahap terakhir
adalah meneliti gen yang diklon, yaitu dengan
mendapatkan informasi mengenai lokasi gen,
cara gen ditranskripsi, hasil translasi yang
dikode oleh gen, dan struktur gen (Brown
1991).
Metode pengklonan Gateway, yang
ditemukan dan dikembangkan oleh Invitrogen
sejak akhir tahun 1990-an, adalah suatu
metode
biologi
molekular
yang
memungkinkan peneliti untuk memindahkan
fragmen DNA dari suatu plasmid ke plasmid
lain secara efisien dengan menggunakan suatu
set sekuen rekombinasi yang disebut situs “att
Gateway”, dan dua mix enzim yang disebut
enzim BP klonase dan LR klonase. B
merupakan singkatan dari bacterial dan P
(phage), sedangkan L (left) dan R (right).
Metode ini dapat secara efektif menggantikan
fungsi dari enzim restriksi endonuklease dan
ligase pada metode pengklonan biasa (Hartley
et al. 2000).
Metode pengklonan Gateway sebenarnya
memanfaatkan reaksi rekombinasi situs
spesifik yang memungkinkan bakteriofag
lambda untuk berintegrasi ke dalam
kromosom bakteri atau sebaliknya. Protokol

Gambar 1 Reaksi BP dalam metode Gateway
(Kolpack & Loschelder 2008).

3

Gateway sangat bergantung pada reaksi BP
dan LR klonase. Reaksi BP (Gambar 1)
dikatalisis oleh mix enzim BP klonase yang
terdiri atas enzim integrase fage (Int) dan
protein IHF (Integration Host Factor). Enzim
BP klonase memindahkan suatu fragmen
DNA yang diinginkan, misalnya produk PCR,
yang diapit oleh dua situs bacterial
attachment (attB) ke dalam vektor donor
(pDONR) yang membawa dua situs phage
attachment (attP). Rekombinasi terjadi antara
situs attB dan attP yang cocok, selanjutnya
fragmen DNA disisipkan ke dalam vektor
donor, menghasilkan suatu klon entri
(pENTR) yang diapit oleh dua situs left
attachment (attL). Klon entri juga dapat
dirakit oleh restriksi dan ligasi fragmen DNA
dalam vektor yang mana situs pengklonan
jamaknya diapit oleh situs attL (Karimi et al.
2007).
Klon entri merupakan substrat kunci
dalam reaksi LR (Gambar 2) yang dikatalisis
oleh mix enzim LR klonase yang terdiri atas
enzim integrase (Int), exsisionase fage (Xis),
dan protein IHF. Enzim LR klonase
memindahkan fragmen DNA yang diinginkan
yang diapit oleh dua situs attL (di dalam klon
entri) ke dalam vektor destinasi (pDEST)
yang membawa dua situs right attachment
(attR). Rekombinasi terjadi antara situs attL
dan attR yang cocok, selanjutnya fragmen
DNA disisipkan ke dalam klon ekspresi
(pEXPR) dan diapit lagi oleh situs attB
(Karimi et al. 2007).
Hasil rekombinasi dapat diseleksi dengan
kombinasi seleksi positif (resisten terhadap
antibiotik) dan seleksi negatif (gen sitotoksik
ccdB). Gen sitotoksik ccdB (Control of Cell
Death B) terdapat pada vektor donor dan
vektor destinasi. Saat rekombinasi pada reaksi

Gambar 2 Reaksi LR dalam metode Gateway
(Kolpack & Loschelder 2008).

BP terjadi, gen ccdB akan bertukar dengan
fragmen DNA yang diinginkan sehingga
vektor yang tidak disisipi DNA tersebut akan
mati karena gen ccdB. Begitu juga pada reaksi
LR, fragmen DNA yang telah diapit oleh situs
attL akan bertukar dengan gen ccdB yang
telah diapit oleh situs attR pada vektor
destinasi (Bernard & Couturier 1992).

Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
merupakan salah satu teknik yang digunakan
secara luas dalam bidang biologi molekular
dan dikembangkan pertama kali oleh Kary
Mullis pada tahun 1984. Teknik ini disebut
polymerase chain reaction karena mengacu
pada enzim DNA polimerase yang digunakan
untuk mengamplifikasi (replikasi berulang
kali) suatu DNA secara in vitro. Instrumen
PCR dapat mereplikasi molekul DNA yang
asli dengan bantuan enzim DNA polimerase
sehingga jumlahnya menjadi dua kali lipat.
Molekul-molekul DNA tersebut kemudian
direplikasi lagi pada replikasi “siklus” kedua,
sehingga jumlahnya menjadi empat kali lipat.
DNA direplikasi lagi pada siklus ketiga dan
seterusnya, proses ini yang disebut “reaksi
berantai” (chain reaction) dimana DNA
cetakan diamplifikasi secara eksponensial.
Proses PCR memungkinkan amplifikasi satu
utas DNA menjadi beberapa juta kopi melalui
beberapa siklus, sehingga dapat digunakan
dalam manipulasi genetik atau penggunaan
yang lain (Kennedy & Oswald 2011).
Proses
PCR
membutuhkan
empat
komponen utama agar dapat berjalan, yaitu (1)
DNA cetakan, adalah fragmen DNA yang
akan diamplifikasi, (2) oligonukleotida
primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida
pendek (15-25 basa nukleotida) yang
digunakan untuk mengawali sintesis rantai
DNA, (3) deoksiribonukleotida trifosfat
(dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP,
dTTP, dan (4) enzim DNA polimerase, yaitu
enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis
rantai DNA. Komponen lain yang juga
penting adalah senyawa buffer (Yuwono
2006).
PCR pada prinsipnya adalah menggunakan
perbedaan temperatur untuk tiga tahap reaksi
(Gambar 3), yaitu denaturasi (denaturation),
penempelan (annealing), dan pemanjangan
(extension). Suhu yang tinggi, biasanya 94-95
o
C,
digunakan
untuk
mendenaturasi
(memisahkan) utas ganda DNA cetakan. Suhu
kemudian diturunkan untuk menempelkan

4

primer
kepada
sekuen
basa
yang
komplementer pada utas cetakan, suhu
annealing tersebut berbeda-beda bergantung
pada primer yang digunakan. Suhu annealing
memegang peranan penting untuk memastikan
tingkat spesifitas reaksi, biasanya semakin
tinggi suhu annealing maka reaksi akan
semakin spesifik. Suhu annealing yang
digunakan umumnya 55 oC. Akhirnya, untuk
sintesis DNA yang efisien, suhu diatur agar
optimal untuk aktivitas DNA polimerase,
yaitu sekitar 72 oC. Ketiga siklus tahap reaksi
tersebut biasanya dilalui berulang kali untuk
mendapatkan hasil amplifikasi DNA yang
baik (biasanya sekitar 25-40 siklus) atau agar
hasilnya dapat dilihat secara langsung melalui
elektroforesis gel agarosa (McPherson &
Moller 2006).
Keberhasilan PCR sangat bergantung pada
penggunaan primer yang didesain dengan
benar. Sepasang primer yang didesain dengan
benar dapat mengamplifikasi suatu fragmen
DNA yang cocok dengan daerah target dari
molekul DNA tersebut. Primer didesain agar
tepat komplementer dengan DNA cetakan.
Syarat-syarat desain primer yang baik secara
ringkas adalah: (1) Panjang primer,
memegang peranan penting karena suhu
annealing bergantung kepada panjang primer.
Panjang primer yang ideal berkisar antara 1830 basa; (2) Komposisi primer, komposisi
basa primer sebaiknya sekitar 45-60% terdiri
atas G+C; (3) Primer sebaiknya tidak
memiliki struktur sekunder; (4) Primer yang
ideal tidak mengandung sekuen yang saling
komplementer satu sama lain; (5) Sekuen
palindrom harus dihindari; (6) Suhu melting
(Tm) primer yang optimum berkisar antara 5258 oC, dapat dihitung dengan rumus Tm =
2(A+T) + 4(G+C); dan (7) Posisi produk,

Gambar 3 Tahapan reaksi PCR.

lokasi primer bisa di dekat ujung 5’, ujung 3’,
atau dimana saja selama tidak melebihi
panjang yang ditetapkan. Posisi ujung 3’ telah
diketahui dapat menghindari mispriming atau
kesalahan peng-awal-an (Donepudi 2011).

Elektroforesis Gel Agarosa
Elektroforesis
adalah suatu teknik
pemisahan molekul selular berdasarkan
ukurannya, dengan menggunakan medan
listrik yang dialirkan pada suatu medium yang
mengandung sampel yang akan dipisahkan.
Teknik ini dapat digunakan dengan
memanfaatkan muatan listrik yang ada pada
makromolekul,
misalnya
DNA
yang
bermuatan negatif. Molekul yang bermuatan
negatif jika dilewatkan melalui suatu medium,
misalnya gel agarosa, kemudian dialiri arus
listrik dari suatu kutub ke kutub yang
berlawanan muatannya, maka molekul
tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke
kutub positif. Kecepatan gerak molekul
tersebut bergantung pada rasio muatan
terhadap massanya, serta bergantung juga
pada bentuk molekulnya (Yuwono 2005).
Teknik elektroforesis dapat digunakan
untuk analisis DNA, RNA, maupun protein.
Elektroforesis DNA dilakukan misalnya untuk
menganalisis fragmen-fragmen DNA hasil
pemotongan dengan enzim restriksi. Fragmen
molekul DNA yang telah dipotong-potong
dapat ditentukan ukurannya dengan cara
membuat gel agarosa, yaitu suatu bahan semipadat berupa polisakarida yang diekstraksi
dari rumput laut atau alga yang ditemukan di
California dan Asia bagian timur (Rothman
2011).
Gel
agarosa
dibuat
dengan
melarutkannya dalam suatu buffer, dan
dicetak sehingga membentuk sumur-sumur
saat kondisinya masih panas (cair). Larutan
buffer yang dapat digunakan misalnya trisasetat-EDTA (TAE) dan tris-borat-EDTA
(TBE). Teknik elektroforesis DNA juga
memerlukan loading buffer selain larutan
yang
berfungsi
buffer
elektroforesis,
meningkatkan densitas sampel sehingga
fragmen sampel tersebut berada di dasar
sumur gel dan tidak menyebar (Sambrook &
Russell 2001).
Elektroforesis pada dasarnya adalah proses
penyaringan. Fragmen DNA yang semakin
besar akan semakin mudah terjerat oleh
matriks gel, sehingga migrasinya akan
semakin lambat. Kepadatan matriks dapat
diatur dengan meningkatkan konsentrasi
agarosa
(kepadatan
meningkat)
atau

sebaliknya. Standar konsentrasi gel agarosa
1% dapat memisahkan DNA yang memiliki
panjang antara 0.2-30 Kb (Rothman 2011).
Pengamatan hasil elektroforesis dapat
dilakukan secara visual dengan menambahkan
etidium bromida (EtBr) pada gel. EtBr akan
menyisip ke dalam DNA sehingga dapat
berpendar jika dipaparkan sinar UV. Citra
berupa pita-pita pada gel akan tampak jika gel
disinari dengan sinar UV dari bawah. Pita-pita
tersebut adalah molekul-molekul DNA yang
bergerak
sepanjang
gel
setelah
dielektroforesis (Yuwono 2005).
Agrobacterium tumefaciens
Agrobacterium tumefaciens merupakan
bakteri golongan Gram negatif yang memiliki
sifat aerob dan mampu hidup dengan baik
sebagai saprofit maupun parasit. A.
tumefaciens berbentuk batang, berukuran 0.610 µm sampai 1.5-3.0 µm dalam bentuk
tunggal atau berpasangan (Gambar 6). Bakteri
ini mudah bergerak (motil), tidak berspora,
tidak memiliki pigmen, dan tumbuh optimal
pada suhu 25-28 oC (Biotek UnUd 2008).
Sebagian
besar
genus
Agrobacterium
bertanggung jawab terhadap penyakit tumor
pada tanaman dikotil dan beberapa tanaman
monokotil yang disebut penyakit Crown Gall
(McCullen & Binns 2006).
Penyakit tumor Crown Gall adalah
jaringan tanaman yang pertumbuhannya
terdiferensiasi akibat adanya interaksi antar
tanaman yang rentan dengan galur virulen A.
tumefaciens. Galur AGL0 yang digunakan
dalam penelitian ini telah terbukti sebagai
galur yang virulen (Jones et al. 2005).
Karakterisasi molekular dari induksi Crown
Gall ini menunjukkan bahwa Agrobacterium
bisa dipakai untuk mengantarkan materi
genetik ke dalam tanaman (Deacon 2002).
Materi genetik tersebut berupa potongan DNA
yang disebut sebagai T-DNA (DNA transfer).
Bakteri ini dikenal sebagai parasit genetik
karena memindahkan materi genetiknya ke
dalam mekanisme genetik sel inang. Sistem
transfer DNA dari Agrobacterium ke tanaman
dimanfaatkan secara meluas untuk penelitian
biologi molekular dan rekayasa genetika pada
tanaman (Nester 2008).
Pembentukan tumor pada tanaman
melibatkan tiga komponen genetik. Pertama,
gen virulen kromosom (chromosomal
virulence atau chv) yang terdapat pada
kromosom A. tumefaciens. Gen ini berfungsi
dalam pelekatan bakteri pada sel tanaman.
Kedua, sekelompok gen virulen (vir). Gen vir

terdapat dalam plasmid Ti dan berperan dalam
menginduksi transfer dan integrasi T-DNA.
Ketiga, daerah T-DNA yang mengandung gen
penting bagi A. tumefaciens. Daerah ini
dibatasi oleh LB (Left border) dan RB (Right
Border). Proses pembentukan tumor inilah
yang mendasari konsep transformasi genetik
atau penyisipan gen ke dalam tanaman
menggunakan A. tumefaciens (Escobar &
Dandekar 2003).

Gambar 4 Agrobacterium tumefaciens.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam proses
amplifikasi menggunakan kit Platinum dari
Invitrogen adalah gen stilbena sintase (STS),
primer spesifik Gateway STS-For, primer
spesifik Gateway STS-Rev, larutan bufer PCR
10x, MgCl2, dNTPs, Taq polimerase, dan
molecular water (MW). Bahan yang
digunakan dalam elektroforesis yaitu gel
agarosa (Fermentas), larutan bufer Tris-BoratEDTA (TBE) 0.5x, etidium bromida (EtBr) 5
µL/100 mL, loading buffer (bromfenol biru
2.5%, sukrosa 40%), dan marker 1 Kb Plus
DNA Ladder (Invitrogen). Ekstraksi dan
purifikasi gel menggunakan kit dari Invitrogen
(PureLinkTM Quick Gel Extraction). Bahan
yang digunakan dalam proses rekombinasi
adalah kit Gateway® Technology dari
Invitrogen
(vektor
pDONRTM,
vektor
destinasi, enzim BP ClonaseTM, enzim
proteinase K, enzim LR ClonaseTM). Tahap
transformasi ke dalam sel kompeten
menggunakan sel kompeten Escherichia coli
XL1-Blue dan media Luria Agar (LA). Isolasi
DNA plasmid menggunakan kit dari
Fermentas (GeneJETTM Plasmid MiniPrep
Kit).
Tahap transformasi
ke
dalam
Agrobacterium menggunakan sel kompeten A.
tumefaciens galur AGL0 dan media Yeast
Extract Pepton (YEP). Bahan lainnya yang
digunakan adalah primer M13-F, primer M13R, larutan bufer 10x dream Taq, larutan bufer

sebaliknya. Standar konsentrasi gel agarosa
1% dapat memisahkan DNA yang memiliki
panjang antara 0.2-30 Kb (Rothman 2011).
Pengamatan hasil elektroforesis dapat
dilakukan secara visual dengan menambahkan
etidium bromida (EtBr) pada gel. EtBr akan
menyisip ke dalam DNA sehingga dapat
berpendar jika dipaparkan sinar UV. Citra
berupa pita-pita pada gel akan tampak jika gel
disinari dengan sinar UV dari bawah. Pita-pita
tersebut adalah molekul-molekul DNA yang
bergerak
sepanjang
gel
setelah
dielektroforesis (Yuwono 2005).
Agrobacterium tumefaciens
Agrobacterium tumefaciens merupakan
bakteri golongan Gram negatif yang memiliki
sifat aerob dan mampu hidup dengan baik
sebagai saprofit maupun parasit. A.
tumefaciens berbentuk batang, berukuran 0.610 µm sampai 1.5-3.0 µm dalam bentuk
tunggal atau berpasangan (Gambar 6). Bakteri
ini mudah bergerak (motil), tidak berspora,
tidak memiliki pigmen, dan tumbuh optimal
pada suhu 25-28 oC (Biotek UnUd 2008).
Sebagian
besar
genus
Agrobacterium
bertanggung jawab terhadap penyakit tumor
pada tanaman dikotil dan beberapa tanaman
monokotil yang disebut penyakit Crown Gall
(McCullen & Binns 2006).
Penyakit tumor Crown Gall adalah
jaringan tanaman yang pertumbuhannya
terdiferensiasi akibat adanya interaksi antar
tanaman yang rentan dengan galur virulen A.
tumefaciens. Galur AGL0 yang digunakan
dalam penelitian ini telah terbukti sebagai
galur yang virulen (Jones et al. 2005).
Karakterisasi molekular dari induksi Crown
Gall ini menunjukkan bahwa Agrobacterium
bisa dipakai untuk mengantarkan materi
genetik ke dalam tanaman (Deacon 2002).
Materi genetik tersebut berupa potongan DNA
yang disebut sebagai T-DNA (DNA transfer).
Bakteri ini dikenal sebagai parasit genetik
karena memindahkan materi genetiknya ke
dalam mekanisme genetik sel inang. Sistem
transfer DNA dari Agrobacterium ke tanaman
dimanfaatkan secara meluas untuk penelitian
biologi molekular dan rekayasa genetika pada
tanaman (Nester 2008).
Pembentukan tumor pada tanaman
melibatkan tiga komponen genetik. Pertama,
gen virulen kromosom (chromosomal
virulence atau chv) yang terdapat pada
kromosom A. tumefaciens. Gen ini berfungsi
dalam pelekatan bakteri pada sel tanaman.
Kedua, sekelompok gen virulen (vir). Gen vir

terdapat dalam plasmid Ti dan berperan dalam
menginduksi transfer dan integrasi T-DNA.
Ketiga, daerah T-DNA yang mengandung gen
penting bagi A. tumefaciens. Daerah ini
dibatasi oleh LB (Left border) dan RB (Right
Border). Proses pembentukan tumor inilah
yang mendasari konsep transformasi genetik
atau penyisipan gen ke dalam tanaman
menggunakan A. tumefaciens (Escobar &
Dandekar 2003).

Gambar 4 Agrobacterium tumefaciens.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam proses
amplifikasi menggunakan kit Platinum dari
Invitrogen adalah gen stilbena sintase (STS),
primer spesifik Gateway STS-For, primer
spesifik Gateway STS-Rev, larutan bufer PCR
10x, MgCl2, dNTPs, Taq polimerase, dan
molecular water (MW). Bahan yang
digunakan dalam elektroforesis yaitu gel
agarosa (Fermentas), larutan bufer Tris-BoratEDTA (TBE) 0.5x, etidium bromida (EtBr) 5
µL/100 mL, loading buffer (bromfenol biru
2.5%, sukrosa 40%), dan marker 1 Kb Plus
DNA Ladder (Invitrogen). Ekstraksi dan
purifikasi gel menggunakan kit dari Invitrogen
(PureLinkTM Quick Gel Extraction). Bahan
yang digunakan dalam proses rekombinasi
adalah kit Gateway® Technology dari
Invitrogen
(vektor
pDONRTM,
vektor
destinasi, enzim BP ClonaseTM, enzim
proteinase K, enzim LR ClonaseTM). Tahap
transformasi ke dalam sel kompeten
menggunakan sel kompeten Escherichia coli
XL1-Blue dan media Luria Agar (LA). Isolasi
DNA plasmid menggunakan kit dari
Fermentas (GeneJETTM Plasmid MiniPrep
Kit).
Tahap transformasi
ke
dalam
Agrobacterium menggunakan sel kompeten A.
tumefaciens galur AGL0 dan media Yeast
Extract Pepton (YEP). Bahan lainnya yang
digunakan adalah primer M13-F, primer M13R, larutan bufer 10x dream Taq, larutan bufer

6

TE, kanamisin 100.000 ppm, rifampisin
25.000 ppm, media Luria Bertani (LB) cair +
glukosa 20 mM, nitrogen cair, dan gliserol.
Alat yang digunakan untuk elektroforesis
adalah sisir, cetakan agar, bak elektroforesis
(BioRad), pipet mikro, tabung mikro,
microwave, adaptor 100 volt (Sigma), dan
transluminator UV T2201 (Sigma). Alat
lainnya yang digunakan adalah DNA speed
vacuum 110 savant, mesin PCR (ESCO Swift
Maxi), Eppendorf Cenrifuge 5417R, inkubator
Certomat® HK, inkubator Thermolyne type
41900, shaker incubator (Environmental
Shaker-Incubator ES-20 BIOSAN), shaker
water bath (Techne SB-16), laminar air flow
cabinet, neraca analitik, tusuk gigi,
alumunium foil, scalpel, dan peralatan gelas
seperti segitiga penyebar, cawan Petri, gelas
piala, labu Erlenmeyer, dan gelas ukur.
Metode
Amplifikasi Gen Stilbena Sintase dengan
Primer Gateway (Invitrogen 2010)
Gen STS yang telah diisolasi dari tanaman
anggur (Vitis vinifera) pada penelitian
sebelumnya
diamplifikasi
dengan
menggunakan kit dari Invitrogen. Amplifikasi
tersebut menggunakan sepasang primer
spesifik Gateway, yaitu Gateway STSSTS-Reverse.
Forward
dan
Gateway
Amplifikasi dimulai dengan menyiapkan
campuran reaksi (reaction mix) yang terdiri
atas 2.5 µL larutan bufer PCR 10x, 1 µL
MgCl2, 1 µL dNTPs, 0.2 µL Taq polimerase 5
unit, dan 14.3 µL molecular water (MW).
DNA cetakan (template) dimasukkan ke
dalam tabung mikro sebanyak 1 µL,
selanjutnya primer F (STS-Forward) dan
primer R (STS-Reverse) ditambahkan ke
dalam tabung sebanyak masing-masing 1 µL
lalu ditambahkan juga 3 µL MW. Reaction
mix yang telah dipersiapkan sebelumnya
kemudian ditambahkan ke dalam tabung
mikro. Gen STS diamplifikasi dengan mesin
PCR sebanyak 35 siklus dengan program
PCR: predenaturasi pada suhu 94 oC selama 7
menit, denaturasi pada suhu 94 oC selama 45
detik, penempelan primer (annealing) pada
suhu 55 oC selama 45 detik, pemanjangan
primer (extension) pada suhu 70 oC selama 2
menit, dan pascapemanjangan pada suhu 70
o
C selama 5 menit.
Elektroforesis DNA
Serbuk agarosa ditimbang sebanyak 0.3 g,
lalu dilarutkan dalam 30 mL larutan TBE

0.5x. Larutan tersebut dipanaskan dengan
microwave selama ± 60 detik sampai larut.
Larutan didiamkan sampai cukup hangat (± 50
o
C), lalu ditambahkan EtBr sebanyak 1.5 µL.
Larutan agarosa kemudian dituang ke dalam
cetakan dan sisir yang telah dipersiapkan
sebelumnya, lalu dibiarkan hingga mengeras
membentuk agar atau gel. Gel agarosa
tersebut digunakan untuk elektroforesis hasil
amplifikasi.
Gen yang telah diamplifikasi dengan PCR
selanjutnya dielektroforesis untuk identifikasi
gen. Gel agarosa yang sudah dibuat diletakkan
di dalam bak elektroforesis, kemudian
ditambahkan larutan bufer TBE 0.5x sampai
gel terendam. Hasil amplifikasi diambil
sebanyak 5 µL, kemudian dicampurkan
dengan loading buffer sebanyak 1 µL.
Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke
dalam sumur gel agarosa, sebanyak 0.8 µL
marker 1 Kb Plus juga ditambahkan ke dalam
salah satu sumur. Elektroforesis dijalankan
pada tegangan 75 volt selama ± 1 jam.
Pita DNA visualisasi hasil elektroforesis
kemudian ditentukan dengan tiga cara, yaitu
dibandingkan ukuran pita tersebut dengan
marker, dihitung dengan menggunakan rumus
log (M) = log (Mo) – KRT (Ferguson 1964),
dan dianalisis dengan software PhotoCaptMw.
Ekstraksi dan Purifikasi DNA dari Gel
Agarosa (Invitrogen 2010)
Gel agarosa hasil elektroforesis diletakkan
di atas transluminator UV. Gen STS yang
telah berhasil diamplifikasi ditunjukkan
dengan adanya pita yang kemudian diekstraksi
dan dimurnikan. Pita yang terlihat pada gel
dipotong menggunakan alat pemotong
(scalpel). Gel tersebut dimasukkan ke dalam
tabung mikro, kemudian ditambahkan larutan
bufer pelarut (L3) sebanyak 3x volume.
Larutan tersebut diinkubasi menggunakan
water bath pada suhu 50 oC selama 10 menit,
kemudian diinkubasi lagi pada suhu ruang
selama 5 menit. Gel yang telah larut
dipindahkan ke dalam Quick Gel Extraction
Column (kolom) yang berada di atas tabung
pencuci (wash tube), kemudian disentrifus
pada kecepatan 12000 rpm selama 1 menit
pada suhu ruang. Supernatan yang terbentuk
dibuang, lalu sebanyak 500 µL larutan bufer
pencuci (wash buffer) ditambahkan ke dalam
kolom dan disentrifus lagi pada kecepatan
12000 rpm selama 1 menit pada suhu ruang.
Supernatan yang terbentuk kembali dibuang,
kolom beserta wash tube kosong disentrifus

7

pada kecepatan 12000 rpm selama 1 menit
pada suhu ruang. Wash tube dibuang dan
kolom dipindahkan ke tabung pemulih
(recovery tube), selanjutnya ditambahkan 30
µL larutan bufer elusi tepat di tengah kolom
lalu diinkubasi selama 1 menit. Kolom beserta
recovery tube disentrifus pada kecepatan
12000 rpm selama 2 menit pada suhu ruang,
kemudian buang kolom. Supernatan dalam
recovery tube disimpan dan diberi label.
Rekombinasi Gen STS pada Vektor Donor
dan Vektor Destinasi (Invitrogen 2003)
Gen STS yang telah diekstraksi dan
dipurifikasi selanjutnya direkombinasikan ke
vektor donor dan vektor destinasi secara
berurutan
dengan
metode
Gateway.
Rekombinasi STS pada vektor donor dimulai
dengan menyiapkan sebanyak 2 µL DNA
hasil purifikasi, 1 µL vektor donor (pDONRTM
221), dan ditambahkan larutan bufer TE
sampai volumenya menjadi 8 µL. Enzim BP
ClonaseTM ditambahkan terakhir sebanyak 2
µL, kemudian diinkubasi pada suhu 25 oC
selama 2 jam. Setelah inkubasi selesai
ditambahkan enzim proteinase K sebanyak 1
µL, lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15
menit. Hasil rekombinasi pada vektor donor
tersebut diambil sebanyak 5 µL kemudian
ditransformasikan
ke E.
coli untuk
menggandakan plasmid yang telah membawa
gen STS. Koloni bakteri E. coli yang tumbuh
pada media LA dikonfirmasi dengan metode
PCR koloni. DNA plasmid koloni bakteri
rekombinan tersebut selanjutnya diisolasi
untuk direkombinasikan ke vektor destinasi.
Plasmid rekombinan sebanyak 2 µL
dimasukkan ke dalam tabung mikro dan
ditambahkan 1 µL vektor destinasi (pGD625,
pARC983, dan pDEST), kemudian larutan
bufer TE ditambahkan sampai volume
menjadi 8 µL. Enzim LR ClonaseTM
ditambahkan terakhir sebanyak 2 µL,
kemudian diinkubasi pada suhu 25 oC selama
2 jam. Setelah inkubasi selesai ditambahkan
enzim proteinase K sebanyak 1 µL, lalu
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit.
Hasil rekombinasi pada vektor destinasi
tersebut diambil sebanyak 5 µL untuk
kemudian ditransformasikan ke E. coli. DNA
plasmid koloni bakteri yang tumbuh kemudian
diisolasi lalu dikonfirmasi dengan metode
PCR. Plasmid rekombinan selanjutnya
ditransformasikan ke A. tumefaciens.
Transformasi Gen Stilbena Sintase ke
Escherichia coli

Gen STS yang telah direkombinasikan ke
vektor donor maupun vektor destinasi
ditransformasi ke E. coli untuk menggandakan
sel yang membawa plasmid rekombinan.
Hasil
rekombinasi
sebanyak
5
µL
dicampurkan ke dalam 200 µL sel kompeten
E. coli XL1-Blue kemudian diinkubasi di
dalam es selama 30 menit. Campuran tersebut
kemudian diberi perlakuan kejut panas (heat
shock) pada suhu 42 oC selama 50 detik
menggunakan water bath, kemudian segera
dimasukkan lagi ke dalam es selama 10 menit.
Setelah itu ditambahkan 800 µL LB cair +
glukosa 20 mM dan diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 90 menit menggunakan shaker
incubator pada kecepatan 150 rpm.
Setelah dikocok dengan shaker incubator,
sebanyak 100 µL hasil kultur dituang ke
media LA yang telah ditambahkan kanamisin
50 ppm dan disebar dengan segitiga penyebar.
Sisa kultur sebanyak 900 µL disentrifus pada
kecepatan 3500 rpm selama 5 menit pada suhu
ruang. Supernatan yang terbentuk dibuang
sebanyak ± 800 µL, sedangkan sisa
supernatan sebanyak 100 µL dan pelet
diresuspensi kemudian disebar ke media LA
yang lain. Media diinkubasi selama 16-20 jam
pada suhu 37 oC kemudian koloni yang
tumbuh diamati.
Konfirmasi Koloni Transforman dengan
Metode PCR Koloni
Koloni yang tumbuh dipindahkan ke
media LA yang baru untuk membuat duplikat
koloni. Koloni tersebut setelah diduplikasi
juga dipindahkan ke dalam tabung mikro yang
berisi 10 µL MW dengan menggunakan tusuk
gigi untuk persiapan PCR koloni. Pemindahan
koloni harus dilakukan secara steril di dalam
laminar air flow cabinet. PCR koloni dimulai
dengan menyiapkan reaction mix yang terdiri
atas 1.5 µL larutan bufer 10x dream Taq
(Fermentas), 0.3 µL dNTPs, 0.15 µL primer
F, 0.15 µL primer R, 0.15 µL Taq polimerase,
dan 2.75 µL MW. Konfirmasi koloni pada
vektor donor menggunakan primer M13-F dan
M13-R, sedangkan pada vektor destinasi
menggunakan primer Gateway STS-For dan
Gateway STS-Rev.
PCR koloni dilakukan dalam 30 siklus.
Tahap pertama PCR koloni adalah melisis
dinding sel koloni, yaitu dengan program lisis
koloni PCR: 96 oC selama 5 menit, 50 oC
selama 90 detik, 96 oC selama 90 detik, 45 oC
selama 90 detik, 96 oC selama 1 menit, dan 40
o
C selama 1 menit. Program dihentikan
sejenak untuk dilakukan penambahan 5 µL

reaction mix pada tabung mikro, kemudian
program PCR dilanjutkan kembali dengan
program PCR biasa: 94 oC selama 30 detik, 55
o
C selama 1 menit, dan 72 oC selama 2 menit.
Hasil konfirmasi dicek dengan elektroforesis
gel agarosa 1%.
Isolasi
DNA
Plasmid
Rekombinan
(Fermentas 2006)
Isolasi DNA plasmid menggunakan
GeneJETTM Plasmid MiniPrep Kit dari
Fermentas. Koloni bakteri yang tumbuh pada
media LA dikulturkan ke media LB cair yang
telah ditambahkan antibiotik kanamisin 50
ppm. Kultur diinkubasi dengan menggunakan
shaker incubator pada suhu 37 oC selama
semalam dengan kecepatan 220 rpm.
Kultur bakteri yang telah tumbuh
kemudian dipindahkan ke tabung mikro
sebanyak 2 mL, dan disentrifus pada 8000
rpm, 25 oC, selama 3 menit. Pelet yang
terbentuk diambil dan dilarutkan dengan
penambahan 250 µL larutan resuspensi. Pelet
yang telah larut kemudian ditambahkan 250
µL larutan lisis, lalu tabung dibolak-balik
sebanyak 6 kali. Sebanyak 350 µL larutan
netralisasi kemudian ditambahkan ke dalam
larutan tersebut dan tabung dibolak-balik lagi
6 kali, lalu disentrifus pada 12000 rpm, 25 oC,
selama 5 menit.
Supernatan dipindahkan ke GeneJETYM
Spin Column (kolom) dan disentrifus pada
12000 rpm selama 1 menit. Sebanyak 500 µL
larutan pencuci ditambahkan ke dalam kolom
dan disentrifus pada 12000 rpm selama 1
menit (dilakukan dua kali). Tabung beserta
kolom dalam keadaan kosong kemudian
disentrifus lagi pada 12000 rpm selama 1
menit. Kolom dipindahkan ke dalam tabung
baru, kemudian ditambahkan 30 µL larutan
bufer elusi tepat di tengah kolom, lalu
diinkubasi selama 2 menit dan disentrifus
pada 12000 rpm selama 2 menit. Hasil isolasi
dicek dengan elektroforesis gel agarosa 1%.
Transformasi ke dalam Agrobacterium
tumefaciens galur AGL0
Transformasi ke A. tumefaciens dilakukan
dengan sebanyak 10 µL hasil rekombinasi
pada vektor destinasi dimasukkan ke dalam
500 µL sel kompeten A. tumefaciens galur
AGL0 lalu didiamkan di dalam es selama 15
menit.
Campuran
tersebut
kemudian
diinkubasi di dalam nitrogen cair selama 5
menit, dilanjutkan diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 5 menit di dalam water bath.
Sebanyak 1 mL media Yeast Extract Pepton

(YEP) ditambahkan ke dalamnya kemudian
dibungkus dengan koran sampai tidak terpapar
cahaya. Campuran tersebut diinkubasi pada
suhu 28 oC selama 3 jam di dalam shaker
incubator.
Hasil
inkubasi
kemudian
disentrifus pada kecepatan 6000 rpm selama 3
menit. Supernatan yang terbentuk dibuang
sebagian, dan sebanyak ± 100 µL supernatan
yang tersisa diresuspensikan dengan pelet lalu
disebar ke media LA yang telah ditambahkan
antibiotik kanamisin 50 ppm dan rifampisin
50 ppm. Media diinkubasi selama 2 hari pada
suhu 28 oC dalam kondisi gelap.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Amplifikasi Gen Stilbena Sintase
dengan Primer Gateway
Langkah awal yang dilakukan dalam
konstruksi gen STS pada vektor ekspresi
adalah mendesain primer Gateway yang
spesifik.
Primer
tersebut
dirancang
berdasarkan sekuen gen STS yang telah
diperoleh pada penelitian sebelumnya. Primer
yang digunakan, yaitu Gateway STS-Forward
dan Gateway STS-Reverse, dirancang khusus
untuk metode Gateway (Lampiran 3).
Rancangan tersebut adalah empat basa
nukleotida guanin (GGGG), diikuti situs attB
(pada ujung Forward dan Reverse), kemudian
ditambahkan 18-25 urutan basa nukleotida
spesifik gen STS (Invitrogen 2003). Situs attB
disebut sebagai tempat pengikatan lambda
(lambda attachment site), yaitu tempat
integrasi DNA lambda ke dalam kromosom E.
coli (Yuwono 2005).
Amplifikasi gen STS dengan proses PCR
dilakukan untuk menggandakan gen tersebut
secara in vitro. Hasil amplifikasi kemudian
dielektroforesis pada gel agarosa dengan
konsentrasi 1% untuk mengetahui apakah gen
tersebut berhasil
teramplifikasi.
Hasil
elektroforesis menunjukkan pita berukuran
sekitar 1500 pb (Gambar 5). Berdasarkan
ukuran pita yang dihasilkan dan dengan
membandingkan tingkat homologi ukuran pita
dengan menggunakan situs NCBI, gen
tersebut merupakan gen STS (Lampiran 7).
Salah satu hasil perbandingannya adalah
dengan gen STS dari tanaman Vitis vinifera
kultivar Carignane yang memiliki ukuran
1535 pb (Xu et al. 2011). Hasil ini juga
memperkuat simpulan Lilis (2009) yang
menyatakan ukuran gen STS sebesar 1500 pb.
Gen STS yang telah teramplifikasi selanjutnya
diekstraksi dan dimurnikan.

reaction mix pada tabung mikro, kemudian
program PCR dilanjutkan kembali dengan
program PCR biasa: 94 oC selama 30 detik, 55
o
C selama 1 menit, dan 72 oC selama 2 menit.
Hasil konfirmasi dicek dengan elektroforesis
gel agarosa 1%.
Isolasi
DNA
Plasmid
Rekombinan
(Fermentas 2006)
Isolasi DNA plasmid menggunakan
GeneJETTM Plasmid MiniPrep Kit dari
Fermentas. Koloni bakteri yang tumbuh pada
media LA dikulturkan ke media LB cair yang
telah ditambahkan antibiotik kanamisin 50
ppm. Kultur diinkubasi dengan menggunakan
shaker incubator pada suhu 37 oC selama
semalam dengan kecepatan 220 rpm.
Kultur bakteri yang telah tumbuh
kemudian dipindahkan ke tabung mikro
sebanyak 2 mL, dan disentrifus pada 8000
rpm, 25 oC, selama 3 menit. Pelet yang
terbentuk diambil dan dilarutkan dengan
penambahan 250 µL larutan resuspensi. Pelet
yang telah larut kemudian ditambahkan 250
µL larutan lisis, lalu tabung dibolak-balik
sebanyak 6 kali. Sebanyak 350 µL larutan
netralisasi kemudian ditambahkan ke dalam
larutan tersebut dan tabung dibolak-balik lagi
6 kali, lalu disentrifus pada 12000 rpm, 25 oC,
selama 5 menit.
Supernatan dipindahkan ke GeneJETYM
Spin Column (kolom) dan disentrifus pada
12000 rpm selama 1 menit. Sebanyak 500 µL
larutan pencuci ditambahkan ke dalam kolom
dan disentrifus pada 12000 rpm selama 1
menit (dilakukan dua kali). Tabung beserta
kolom dalam keadaan kosong kemudian
disentrifus lagi pada 12000 rpm selama 1
menit. Kolom dipindahkan ke dalam tabung
baru, kemudian ditambahkan 30 µL larutan
bufer elusi tepat di tengah kolom, lalu
diinkubasi selama 2 menit dan disentrifus
pada 12000 rpm selama 2 menit. Hasil isolasi
dicek dengan elektroforesis gel agarosa 1%.
Transformasi ke dalam Agrobacterium
tumefaciens galur AGL0
Transformasi ke A. tumefaciens dilakukan
dengan sebanyak 10 µL hasil rekombinasi
pada vektor destinasi dimasukkan ke dalam
500 µL sel kompeten A. tumefaciens galur
AGL0 lalu didiamkan di dalam es selama 15
menit.
Campuran
tersebut
kemudian
diinkubasi di dalam nitrogen cair selama 5
menit, dilanjutkan diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 5 menit di dalam water bath.
Sebanyak 1 mL media Yeast Extract Pepton

(YEP) ditambahkan ke dalamnya kemudian
dibungkus dengan koran sampai tidak terpapar
cahaya. Campuran tersebut diinkubasi pada
suhu 28 oC selama 3 jam di dalam shaker
incubator.
Hasil
inkubasi
kemudian
disentrifus pada kecepatan 6000 rpm selama 3
menit. Supernatan yang terbentuk dibuang
sebagian, dan sebanyak ± 100 µL supernatan
yang tersisa diresuspensikan dengan pelet lalu
disebar ke media LA yang telah ditambahkan
antibiotik kanamisin 50 ppm dan rifampisin
50 ppm. Media diinkubasi selama 2 hari pada
suhu 28 oC dalam kondisi gelap.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Amplifikasi Gen Stilbena Sintase
dengan Primer Gateway
Langkah awal yang dilakukan dalam
konstruksi gen STS pada vektor ekspresi
adalah mendesain primer Gateway yang
spesifik.
Primer
tersebut
dirancang
berdasarkan sekuen gen STS yang telah
diperoleh pada penelitian sebelumnya. Primer
yang digunakan, yaitu Gateway STS-Forward
dan Gateway STS-Reverse, dirancang khusus
untuk metode Gateway (Lampiran 3).
Rancangan tersebut adalah empat basa
nukleotida guanin (GGGG), diikuti situs attB
(pada ujung Forward dan Reverse), kemudian
ditambahkan 18-25 urutan basa nukleotida
spesifik gen STS (Invitrogen 2003). Situs attB
disebut sebagai tempat pengikatan lambda
(lambda attachment site), yaitu tempat
integrasi DNA lambda ke dalam kromosom E.
coli (Yuwono 2005).
Amplifikasi gen STS dengan proses PCR
dilakukan untuk menggandakan gen tersebut
secara in vitro. Hasil amplifikasi kemudian
dielektroforesis pada gel agarosa dengan
konsentrasi 1% untuk mengetahui apakah gen
tersebut berhasil
teramplifikasi.
Hasil
elektroforesis menunjukkan pita berukuran
sekitar 1500 pb (Gambar 5). Berdasarkan
ukuran pita yang dihasilkan dan dengan
membandingkan tingkat homologi ukuran pita
dengan menggunakan situs NCBI, gen
tersebut merupakan gen STS (Lampiran 7).
Salah satu hasil perbandingannya adalah
dengan gen STS dari tanaman Vitis vinifera
kultivar Carignane yang memiliki ukuran
1535 pb (Xu et al. 2011). Hasil ini juga
memperkuat simpulan Lilis (2009) yang
menyatakan ukuran gen STS sebesar 1500 pb.
Gen STS yang telah teramplifikasi selanjutnya
diekstraksi dan dimurnikan.

9

M
a
Gambar 5 Elektroforegram
regram ampl
amplikon gen
STS dengan primer Gateway;
(M) marker
ker 1 Kb Plu
Plus DNA
Ladder,, (a) gen STS berukura
berukuran
1500 pb.
Hasil Ekstraksi dan Purifikasi DNA dari
Gel Agarosa (Elusi Gel)
Ekstraksi dan purifikasi DNA dari gel
menggunakan kit PureLink TM Quick Gel
Extraction dari Invitrogen. Gel agarosa yang
mengandung hasil elektrofor
elektroforesis dari tahap
sebelumnya diletakkan di atas transluminator
UV untuk melihat pita yang akan dipotong.
Pita DNA yang terlihat dipoton
dipotong dengan
scalpel kemudian diekstraksi da
dan dimurnikan.
Gel agarosa mengandung
gandung berba
berbagai pengotor
yang dapat menghambat reaksi dalam
perlakuan selanjutnya terhadap DNA jika
tidak dihilangkan. Ekstraksi dan purifikasi
bertujuan memurnikan DNA dari gel dan
pengotor lain yang tidak diinginkan seperti
komponen PCR, sehingga
gga efisien
efisiensi perlakuan
terhadap DNA selanjutnya
njutnya dapat meningkat
(Lewis 2001).
Ukuran pita DNA hasil ekstraksi dan
purifikasi seharusnya tidak berbeda jauh
dengan ukuran pita hasil amplifikasi
am
karena
hanya menghilangkan pengotor dari DNA.
Hasil ekstraksi dan purifikasi dielektroforesis
dengan gel agarosa 1% dan men
menghasilkan pita
berukuran sekitar 1500 pb (Gambar
(G
6). Hasil
ekstraksi
dan
purifikasi
kemudian
direkombinasikan ke dalam vektor donor
dengan menggunakan
akan metode Gate
Gateway.
Hasil Rekombinasi Gen Stilbena Sintase
pada Vektor Donor
or dan Vektor Destinasi
Rekombinasi gen STS pada vektor donor
dan vektor destinasi pada prinsipnya
merupakan teknik pengklonan.
gklonan. Pengklonan

bertujuan memperbanyak dan mengisolasi
meng
DNA yang diklon. Pengklonan
gklonan dengan
metode Gateway terdiri atas dua tahapan,
yaitu rekombinasi BP dan rekombinasi LR.
Hasil elusi gel disisipkan ke dalam vektor
donor pada tahap rekombinasi
nasi BP. Gen STS
hasil amplifikasi