Karakteristik Kandungan Gizi Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Dari Sistem Budidaya Yang Berbeda

KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI
UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DARI SISTEM
BUDIDAYA YANG BERBEDA

MUHAMMAD GIGIH WIJAYA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Kandungan Gizi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dari Sistem Budidaya
yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Muhammad Gigih Wijaya
NIM C34110089

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
MUHAMMAD GIGIH WIJAYA. Karakteristik Kandungan Gizi Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) dari Sistem Budidaya yang Berbeda.
Dibimbing oleh MALA NURILMALA dan IRZAL EFFENDI.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik kandungan gizi
udang vannamei dari sistem budidaya yang berbeda. Udang diperoleh dari tiga
sistem budidaya yakni sistem aquapod di Bali, sistem keramba jaring apung
(KJA) di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, dan sistem tambak di Karawang.
Analisis yang digunakan meliputi analisis proksimat, asam amino, taurin, asam
lemak, mineral, dan astaxanthin. Asam amino non essensial tertinggi adalah

glutamat pada udang dengan sistem aquapod (Bali) sebesar 3668 mg/100 g. Total
asam lemak tertinggi pada udang sistem tambak (Karawang) sebesar 109213
mg/100 g. Taurin tertinggi yakni udang sistem aquapod (Bali) sebesar 109,69
mg/100 g. Mineral makro tertinggi adalah kalsium udang sistem KJA (Kepulauan
Seribu) sebesar 2109 mg/kg, sedangkan mineral mikro terbesar adalah seng (Zn)
yakni udang sistem aquapod (Bali) sebesar 59,01 mg/kg. Komposisi astaxanthin
tertinggi pada udang sistem Aquapod (Bali) sebesar 2,36 mg/kg. Perbedan sistem
budidaya memberi pengaruh terhadap karakteristik gizi udang vannamei yaitu
asam amino, taurin, asam lemak, mineral dan astaxanthin.
Kata kunci : Astaxanthin, karakteristik gizi, mineral, sistem budidaya, udang
vannamei (Litopenaeus vannamei)

ABSTRACT
MUHAMMAD GIGIH WIJAYA. Nutritional Characteristics of White Shrimp
(Litopenaeus vannamei) from Different Aquaculture System. Supervised by
MALA NURILMALA and IRZAL EFFENDI.
This study was aimed to determine the nutritional characteristics of white
shrimp reread in aquapod, floating net and pond system at Sangsit Bali, Thousand
Island Jakarta, and pond Karawang respectively. The analysis includes proximate
analysis, amino acid, taurine, fatty acids, minerals, and astaxanthin. The highest

non essential amino acid of white shrimp was glutamic acid from aquapod system
at 3668 mg/100 g. The highest total fatty acid shrimp from pond system was
109213 mg/100 g. The highest taurine was shrimp from Aquapod system
109.69 mg/100 g. The highest content of macro minerals was calcium from
shrimp with floating net system (2109 mg / kg), while the largest micro mineral
was zinc from shrimp with Aquapod system (59.01 mg/kg). The highest level of
astaxanthin was shrimp from Aquapod system is 2.36 mg/kg. In conclusion, the
difference of aquaculture system gave significant effect to nutritional
characteristics such as amino acid, fatty acid, taurine, mineral and astaxanthin.
Keywords : Astaxanthin, aquaculture system, mineral, nutritional characteristics,
white shrimp (Litopenaeus vannamei).

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI
UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) DARI SISTEM
BUDIDAYA YANG BERBEDA

MUHAMMAD GIGIH WIJAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak September sampai Juli 2015 ini ialah
Karakteristik Gizi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dari Sistem
Budidaya yang Berbeda.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada:
1 Dr Mala Nurilmala SPi MSi dan Ir Irzal Effendi MSi selaku dosen
pembimbing, atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada
penulis.
2 Dr Asadatun Abdullah SPi MSi sebagai dosen penguji dan
Prof Dr Ir Nurjanah MS sebagai dosen perwakilan komisi pendidikan THP,
yang telah memberikan saran dan bimbingan untuk menyelesaikan tugas
akhir.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
4 Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
5 Orang tua (Bapak Kunto Widarjono dan Ibu Hilda Widaningsih) dan keluarga
tercinta terutama kedua adik saya (Devina Novita Lestari dan Muh Satrio
Wibowo) yang tak pernah berhenti memberikan doa serta dukungan baik

moril maupun materil kepada penulis.
6 Perusahaan PT. Kemilau Bintang Timur sebagai sponsor Beasiswa Utusan
Daerah (BUD)
7 Perusahaan Tropical Ocean Prawn (TOP) yang menyediakan sampel udang di
aquapod, Bali dan membiayai pengujian analisis
8 Prof Dr Ir Kadarwan Soewardi yang menyediakan sampel udang dari tambak
di Karawang
9 Mas Widi, Qustam dan Harbin sebagai teknisi KJA di Kepulauan Seribu yang
membantu pengambilan sampel udang
10 Ir Ali Ibrahim sebagain teknisi sistem budidaya aquapod yang membantu
dalam transportasi udang vannamei
11 Teman satu bimbingan yang selalu memberikan semangat (Fitria, Aisyah,
Bram, Navisa, Asya, Ayur, Pipit, ka Lita, ka Medal, ka Yustin, ka Deden, ka
Andra, mba Nuring, mba Hilda)
12 Mas Ipul, Paqih, Mba Dilla, Mas Tio yang mebantu dalam pengujian sampel
udang
13 Keluarga besar THP 48 atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini.
14 Sahabat Terbaik (Konita Rahman, Arif Tanugraha, Tri Ramdhani)
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
perbaikan penelitian ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukannya.
Bogor, Agustus 2015
Muhammad Gigih Wijaya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 2
Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 2
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ....................................................................................... 2
Sistem Budidaya .......................................................................................... 3
Bahan dan Alat............................................................................................. 3
Prosedur Penelitian ...................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Air Lokasi Sistem Budidaya ......................................................... 11
Komposisi Proksimat Udang Vannamei ...................................................... 11
Komposisi Asam Amino dan Taurin Udang Vannamei ............................. 12
Komposisi Asam Lemak Udang Vannamei................................................. 15
Komposisi Mineral Makro dan Mikro Udang Vannamei ............................ 18
Komposisi Astaxanthin Udang Vannamei ................................................... 19
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................................. 20
Saran ............................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 20
LAMPIRAN ..................................................................................................... 23
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 48

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

7

Karakteristik kondisi lingkungan di setiap sistem budidaya .......................
Komposisi proksimat udang vannamei ........................................................
Komposisi asam amino udang vannamei.....................................................
Komposisi taurin udang vannamei ..............................................................
Komposisi asam lemak udang vannamei .....................................................
Komposisi mineral makro dan mikro udang vannamei ...............................
Komposisi astaxanthin udang vannamei......................................................

11
12
13
14
16
18
19

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian ................................................................................ 4


DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17


Hasil analisis statistik ANOVA data penelitian .........................................
Tabel uji lanjut Duncan data penelitian ......................................................
Kurva standar analisis mineral ...................................................................
Dokumentasi penelitian ..............................................................................
Perhitungan proksimat ................................................................................
Kromatogram standar asam amino udang vannamei aquapod...................
Kromatogram standar asam amino udang vannamei KJA .........................
Kromatogram standar asam amino udang vannamei tambak .....................
Kromatogram standar asam lemak udang vannamei aquapod ...................
Kromatogram standar asam taurin udang vannamei aquapod, KJA
dan tambak..................................................................................................
Kromatogram asam amino udang vannamei aquapod ...............................
Kromatogram asam amino udang vannamei KJA ......................................
Kromatogram asam amino udang vannamei tambak .................................
Kromatogram asam lemak udang vannamei aquapod ...............................
Kromatogram asam lemak udang vannamei KJA ......................................
Kromatogram asam lemak udang vannamei tambak ..................................
Kromatogram taurin udang vannamei aquapod, KJA dan tambak ............

23
24
31
33
34
35
36
37
38
40
41
42
43
44
45
46
47

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi perikanan di Indonesia yang tinggi dipengaruhi oleh wilayah
Indonesia yang sebagian besar adalah lautan. Kegiatan penangkapan tidak mampu
memenuhi kebutuhan produksi perikanan sehingga dibutuhkan adanya kegiatan
budidaya dalam rangka memenuhi permintaan konsumen. Salah satu hasil
budidaya yang banyak diminati di Indonesia adalah udang vannamei. Hal ini
dapat ditunjukkan dengan produksi udang tahun 2010 sebesar 206.578 ton yang
meningkat 20,49 % di tahun 2014 menjadi 411.729 ton (DJPB-KKP 2015).
Selama ini budidaya udang banyak dilakukan di tambak. Kecenderungan yang
terjadi dalam budidaya tambak udang, khususnya yang menerapkan teknologi
semi intensif dan intensif adalah kondisi lahan yang sempit, penggunaan bahan
bakar minyak (BBM) yang tinggi untuk memutar kincir dan aerator, dan rendah
oksigen. Dampak dari kekurangan oksigen dan lahan yang sempit menyebabkan
kondisi udang mudah mengalami stress dan akan memperlemah kondisi udang,
sehingga mudah terserang penyakit (Maulina et al. 2012). Selain menurunnya
daya dukung lahan dan serangan penyakit pada udang, belum adanya teknologi
yang menjamin kelangsungan kualitas produk dan yang paling utama adalah
penebangan hutan mangrove (Setyawan dan Winarno. 2006).
Tingginya masalah yang terjadi pada tambak menuntut adanya upaya
untuk tetap memproduksi udang. Salah satu upaya yang dilakukan dalam
budidaya udang yaitu dengan kegiatan akuakultur yang dilakukan di laut atau
disebut marikultur (marine aquaculture). Marine aquaculture merupakan aktivitas
akuakultur yang dilakukan di laut lepas yang berfungsi sebagai penyedia
sumberdaya perikanan. Upaya yang dilakukan dalam budidaya udang di laut
yakni dengan sistem keramba jaring apung (KJA) dimana udang dibudidayakan di
atas permukaan laut dan sistem aquapod yakni udang dibudidayakan di laut
dengan kedalaman 15 meter. Keuntungan budidaya udang di laut yakni memiliki
lahan yang luas, efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam, ketersediaan oksigen
yang melimpah, mengurangi penggunaan BBM untuk memutar kincir,
mengurangi konflik pemanfaatan hutan mangrove dan menciptakan lapangan
pekerjaan baru (PKSPL-IPB 2006). Keuntungan dari sistem marikultur
diharapkan mampu menghasilkan udang bermutu tinggi untuk memenuhi
permintaan pasar terhadap produk perikanan.
Penelitian mengenai komposisi nutrisi udang yang dibudidayakan di
tambak telah banyak dilakukan seperti Sriket et al. (2006) mengenai perbandingan
kualitas udang windu (Penaeus monodon) dan udang putih (Penaeus vannamei)
yang dibudidayakan di tambak dan penelitian Karuppasamy et al. (2013) tentang
perbandingan komposisi proksimat, asam amino, dan asam lemak
Penaeus monodon, Fenneropenaeus indicus dan Aristeus virilis, akan tetapi
penelitian tentang udang yang dibudidayakan di laut belum ada yang melaporkan.
Untuk mengetahui kualitas udang yang dibudidayakan di laut maka
diperlukan suatu penelitian yang dapat menentukan kandungan gizi udang
berdasarkan sistem budidaya yang berbeda. Informasi mengenai kualitas gizi
udang vannamei yang dibudidayakan di laut dengan sistem aquapod (Bali), KJA

2

(Kepulauan Seribu) dan tambak (Karawang) belum pernah dilakukan, sehingga
penelitian ini dilakukan untuk menentukan karakteristik gizi udang yang
dibudidayakan pada sistem budidaya yang berbeda.

Rumusan Masalah
Prospek budidaya udang vannamei cukup bagus, baik untuk pasar dalam
negeri maupun untuk ekspor. Salah satu kendala yang umum dihadapi dalam
sistem produksi yaitu menurunnya daya dukung lahan tambak yang terus
berkurang. Peluang pasar yang masih terbuka tersebut perlu mendapat dukungan,
salah satunya dengan pengembangan teknologi budidaya udang di laut dengan
sistem aquapod dan keramba jaring apung (KJA) untuk memanfaatkan lahan laut
dan meningkatkan nilai jual terhadap udang. Kegiatan budidaya udang di laut
diharapkan mampu menghasilkan udang dengan kualitas tinggi baik dari segi
kenampakan maupun nilai gizinya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik kandungan gizi
udang vannamei dari sistem budidaya yang berbeda. Sistem dan lokasi budidaya
udang meliputi sistem aquapod di Bali, sistem keramba jaring apung (KJA) di
Kepulauan Seribu, dan sistem tambak di Karawang. Parameter yang diuji dalam
penelitian ini meliputi analisis proksimat, asam amino, asam lemak, taurin,
mineral, dan astaxanthin.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, membandingkan
kualitas dan karakteristik gizi udang vannamei dari sistem budidaya yang berbeda.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah preparasi dan pengujian karakteristik
udang vannamei yang terdiri dari analisis proksimat, asam amino, asam lemak,
taurin, mineral, astaxanthin, analisis data, dan penulisan laporan.

METODE PENELITIAN
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Juli 2015.

3

Preparasi sampel dan analisis kandungan gizi udang dilakukan di Laboratorium
Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium
Terpadu Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Sistem Budidaya
Sampel udang pada penelitian ini diperoleh dari tiga sistem budidaya yang
berbeda yakni sistem aquapod, KJA, dan tambak. Udang dengan sistem aquapod
berasal dari Sangsit Kecamatan Tabunan, Bali, udang dengan sistem keramba
jaring apung berasal dari Semak daun, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dan udang
dengan sistem tambak dari Karawang, Jawa Barat. Sistem aquapod memiliki
karakteristik yaitu berupa wadah berbentuk bola dengan ukuran diameter 20 meter
berkapasitas 3600 m3 di kedalaman 15-20 meter dalam permukaan laut, serta pada
alat tersebut terdapat panel yang digunakan untuk memberikan pakan dan mampu
menahan predator yang akan memangsa biota. Sistem keramba jaring apung
adalah sarana pemeliharaan ikan atau biota air yang mengapung diatas air.
Budidaya yang dilakukan di permukaan laut dengan ukuran kantong jaring 3 x 3
meter dan disimpan pada permukaan laut sehingga mengambang dan berbentuk
kolam dengan kedalaman 1,5-2 meter. Tambak adalah kolam buatan yang berada
di kawasan pantai dan dimanfaatkan untuk sarana akuakultur. Komponen tambak
terdiri dari aerator, kincir, petak air pemasok, petak treatment dan petak tandon.
Udang yang diperoleh dari sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak
memiliki ukuran, umur, jenis pakan, frekuensi pemberian pakan dan ukuran yang
seragam, yang membedakan hanya sistem budidaya pemiliharaan pada udang
Sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak memiliki karakteristik lokasi, arus,
gelombang dan tekanan yang berbeda.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan yaitu udang vannamei dengan ukuran ratarata 15-17 cm. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi aquades,
H2SO4, NaOH, HCl 0,1 N, H3BO4, kertas saring, dan pelarut heksana. Bahan yang
digunakan untuk analisis asam lemak adalah NaOH 0,5 N, metanol (Merck), BF3,
NaCl jenuh, n-heksana, dan Na2SO4. Bahan yang digunakan untuk analisis asam
amino adalah natrium hidroksida, asam borat, larutan brij, Na-EDTA, metanol
(Merck), THF, Na-asetat, dan, 2-merkaptoetanol. Analisis kandungan mineral
menggunakan asam nitrat (HNO3), aquades, asam asetat, kertas saring Whatman
no 42, H2SO4, H3BO3, HCl dan garam (NaCl) 1%. Analisis astaxanthin
menggunakan aseton (Merck), petroleum eter, dan aquades. Alat yang digunakan
untuk analisis proksimat, asam amino, asam lemak dan astaxanthin yaitu cawan
porselen, oven, desikator, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl,
tabung sokhlet, pemanas, destilator, buret, dan tanur. Alat yang digunakan untuk
analisis asam lemak adalah homogenizer (Nissei AM-3, Tokyo, Japan), evaporator
(Eyela OSB 2100, Tokyo Rikakikai, Japan), erlenmeyer (ekstraksi asam lemak),
kromatografi gas, labu evaporator, rotary evaporator, botol vial, (HPLC) high

4

performance liquid chromatography (Waters Coorporation, Massachusetts, USA),
(GC) Gas chromatograpgy (Hitachi 263-50 GC, Tokyo, Japan) dan (AAS) atomic
absorption spektroscopy (Shimadzu tipe AA-7000, Kyoto, Japan).

Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa analisis meliputi analisis proksimat,
asam amino, taurin, asam lemak, mineral, dan astaxanthin. Sampel diperoleh dari
Bali, Kepulauan Seribu dan Karawang ditransportasikan menggunakan sistem
basah. Penyipanan udang dilakukan dalam freezer pada suhu -80 oC. Diagram alir
proses penelitian tahap pertama mengenai karakteristik gizi udang vannamei dari
laut dan tambak dapat dilihat pada Gambar 1.
Udang vannamei (L. vannamei)

Aquapod (Bali)

KJA (Kep Seribu)

Tambak (Karawang)

Analisis







Proksimat (AOAC 2005)
As. Amino (AOAC 1995)
Taurin (AOAC 1995)
As. Lemak (AOAC 1995)
Mineral (AOAC 2005)
Astaxanthin (Takeungwongtrakul et al. 2013 dan
Saito Reiger 1971)

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian

Analisis Proksimat
Analisis proksimat meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein dan
kadar lemak.
Analisis Kadar Air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen dalam
oven pada suhu 102-105 oC hingga diperoleh berat konstan selama 15 menit.
Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan
dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Sampel udang vannamei
ditimbang seberat 5 g, selanjutnya cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke
dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke

5

dalam desikator dan dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar air sebagai berikut.
Kadar air % =

B-C
x 100 %
B-A

Keterangan :
A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (g)
C = Berat cawan porselen dengan sampel setelah dikeringkan (g)
Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)
Cawan porselen dibersihkan kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu
sekitar 105 oC selama 30 menit. Cawan porselen tersebut dimasukkan ke dalam
desikator (30 menit) dan ditimbang. Sampel udang vannamei yang sudah dicacah
ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen,
selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan
ke dalam tanur pengabuan pada suhu 600 oC selama 6 jam. Cawan dimasukkan ke
dalam desikator dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Perhitungan
kadar abu sebagai berikut.
Kadar abu % =

C-A
x 100 %
B-A

Keterangan :
A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan porselen dengan sampel (g)
C = Berat cawan porselen dengan sampel setelah dikeringkan (g)
Analisis Kadar Protein (AOAC 2005)
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Tahap-tahap
yang dilakukan dalam analisis protein, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g serta 0,25 g tablet kjeltab selenium dan 3 mL
H2SO4 pekat dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL. Sampel udang
didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu
didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades
dan 20 mL NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi. Hasil destilasi
ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam
borat (H3BO3) 2 % dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang
berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 10 mL dan berwarna
hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat selanjutnya dititrasi
dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Volume
HCl terpakai dalam titrasi dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti
sampel. Kadar protein dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Kadar protein % =

mL HCl x N HCl x 14 x FK
x 100 %
bobot sampel g x 1000

6

Keterangan :
N HCl = 0,1 N
FK
= faktor konversi = 6,25
Analisis Kadar Lemak (AOAC 2005)
Sampel udang vannamei 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan
dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet
Labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) disambungkan dengan
soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam soxhlet dan disiram dengan
pelarut lemak heksana. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu
dipanaskan pada suhu 80 oC menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut
didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap.
Proses destilasi akan menyebabkan pelarut tertampung di soxhlet dan
dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Labu lemak
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 15 menit, setelah itu labu
didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar protein
dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
Kadar lemak % =

w3-w2
x 100 %
w1

Keterangan :
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu kosong (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)
Analisis Asam Amino (AOAC 2005)
Komposisi asam amino ditentukan dengan HPLC. Perangkat HPLC dibilas
terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam dan syringe
yang akan digunakan harus dibilas dengan akuades. Analisis asam amino
menggunakan HPLC terdiri dari 4 tahap, yaitu preparasi sampel, pengeringan,
derivatisasi dan injeksi.
a. Preparasi sampel
Preparasi sampel dilakukan dengan menimbang sebanyak 1 g sampel dan
dihancurkan, selanjutnya ditambahkan dengan larutan HCl 6 N sebanyak
5-10 mL. Larutan tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C selama 24
jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel
agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Sampel disaring
menggunakan milipore berukuran 45 mikron.
b. Pengeringan
Hasil saringan diambil sebanyak 10 μL dan ditambahkan 30 μL larutan
pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium
asetat, dan trimetilamin dengan perbandingan 2:2:1. Sampel dikeringkan dengan
alat pompa vakum yaitu untuk mempercepat proses dan mencegah terjadinya
oksidasi.
c. Derivatisasi
Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol,
pikoisotiosianat, dan trimetilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi

7

dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel.
Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 mL asetonitril
60 % dan natrium asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran
disaring kembali dengan menggunakan milipore berukuran 45 mikron. Larutan
derivatisasi sebanyak 30 μL ditambahkan pada hasil pengeringan.
d. Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 20 μL untuk diinjeksikan ke dalam HPLC.
Penghitungan konsentrasi asam amino pada bahan dilakukan dengan pembuatan
kromatogram standar menggunakan asam amino standar yang telah siap pakai
yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kondisi alat HPLC saat
berlangsungnya analisis asam amino.
Merek
: Waters Coorporation, Massachusetts, USA
Temperatur kolom
: 38°C
Jenis kolom
: Pico tag 3.9 x 150 nm colum
Kecepatan alir eluen
: 0,5 mL/menit
Program
: Gradien
Tekanan
: 3000 psi
Fase gerak
: Asetonitril 60% dan natrium asetat 1 M 40%
Detektor
: UV / 272 nm
Kandungan asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus yaitu
persentase asam amino dalam 100 gram sampel.
Asam amino (%) =

AC x C x BM x FP
x 100 %
AS x BC

Keterangan :
AC = Luas area sampel
AS = Luas area standar
BC = Bobot sampel (g)
BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino
C = Konsentrasi standar asam amino
Fp = Faktor pengenceran.
Analisis Taurin (AOAC 2005)
Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan alat HPLC. Pada
pengujian kadar taurin, sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke
dalam tabung ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 80 ml air suling dan 1 ml
pereaksi carrez lalu dikocok hingga homogen. Selanjutnya dilakukan pengenceran
dengan menambahkan air suling sampai tanda tera dan dikocok hingga homogen.
Kemudian larutan disaring menggunakan kertas saring whatman. Filtrat
ditampung dalam erlenmeyer dan disimpan di tempat yang gelap. Selanjutnya
dilakukan tahap derivatisasi dengan mengambil 1 mL ekstrak sampel dimasukkan
ke labu takar 10 ml, kemudian ditambahkan 1 mL buffer natrium karbonat dan
1 mL larutan dansil klorida. Setelah itu sampel didiamkan selama 2 jam lalu
dikocok dan ditambahkan 0,5 ml larutan metilamin hidroklorida kemudian
dikocok kembali hingga homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak 40 µL
kemudian diinjeksikan ke dalam HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada
sampel. Kandungan taurin dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:

8

Taurin % =

Luas area sampel C x faktor pengenceran
x
Luas area standar
bobor sampel (g)

Keterangan : C = konsentrasi standar taurin (µg/mL)
Analisis Asam Lemak (AOAC 2005)
Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip memisahkan asam
lemak (gliserida dan pospolipida) dengan cara penyabunan dan akan esterifikasi
dengan adanya BF3 sebagai katalis. Senyawa yang tidak tersabunkan tidak
dipisahkan dan akan menggangu hasil analisis. Hasil analisis akan terekam dalam
suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukan melalui beberapa
puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam
lemak. Analisis asam lemak dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap ekstraksi,
metilasi, dan identifikasi dengan kromatografi gas.
a. Ekstraksi asam lemak
Tahap pertama dilakukan ekstraksi soxletasi untuk asam lemak, dan
ditimbang sebanyak 200 mg lemak dalam bentuk minyak.
b. Pembentukan metil ester (metilasi)
Lemak dalam bentuk minyak yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam
tabung 10 mL, ditambah 2-5 mL NaOH 0,5 N kemudian ditutup rapat dan
direfluks selama 20 menit menggunakan water bath pada suhu 80 oC.
Tabung lalu diangkat dan dibiarkan sampai dingin pada suhu ruang.
Sebanyak 2-5 mL BF3 ditambahkan, kemudian dipanaskan kembali selama
20 menit dan dinginkan pada suhu ruang. NaCl 2 mL ditambahkan dengan
2 mL heksana sambil dikocok. Tahap proses pemisahan lapisan heksana
yang berada di lapisan atas dan masukan kedalam botol eppendorf dengan
ditambahkan 0,1 g Na-sulfat, dibiarkan sampai 15 menit. Fase cair
dipisahkan dan selanjutnya diinjeksikan kedalam kromatografi gas.
c. Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas dengan kondisi alat sebagai berikut.
Merk
: Hitachi 263-50 GC, Tokyo, Japan
Detektor
: FID (Flame Ionization Detector)
Jenis kolom
: Dietilen Glikol Sukcianat (DEGS)
Panjang kolom
: 30 m
Suhu awal
: 150 oC
Suhu akhir
: 180 oC
Suhu injektor
: 200 oC
Suhu detektor
: 250 oC
Suhu terprogram
: 150-180 oC/ 5 oC/menit
Kenaikan
: 5 oC/ menit
Gas pembawa
: N2 dan H2
Kecepatan alir
: 20-50 mL/ menit
Prinsip analisis komposisi asam lemak dengan kromatografi gas adalah
dengan mengubah komponen asam lemak menjadi senyawa volatil metil ester
yang akan dideteksi oleh detektor ionisasi nyala api (FID) dalam bentuk
kromatogram. Jenis dan jumlah asam lemak yang ada pada contoh dapat
diidentifikasi dengan membandingkan peak kromatogram contoh dengan peak

9

kromatogram asam lemak standar yang telah diketahui jenis dan konsentrasinya,
kemudian dihitung kadar asam lemaknya. Kadar asam lemak dihitung dengan
rumus sebagai berikut.
Asam lemak % =

konsentrasi puncak sampel
x 100%
konsentrasi total asam lemak

Analisis Mineral (AOAC 2005)
Proses pengabuan basah pada pengujian mineral Mg, Ca, K, Zn, Cu dan Fe
dilakukan dengan penimbangan sampel sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke
dalam erlenmeyer dengan ukuran 125 mL. HNO3 5 mL ditambahkan ke dalam
labu dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Labu dipanaskan
diatas hotplate selama 4 - 6 jam dengan temperatur rendah dan dibiarkan selama
semalam dalam keadaan sampel tertutup dalam ruang asam. H2SO4 pekat
sebanyak 0,4 mL ditambahkan dan dipanaskan di atas hotplate sampai larutan
lebih pekat selama ± 1 jam. HClO4 dan HNO3 ditambahkan (2:1) sebanyak 2-3
tetes, sampel tetap berada di atas hotplate hingga terjadi perubahan warna dari
coklat, kuning tua ke kuning muda selama ± 1 jam. Setelah terdapat perubahan
warna, pemanasan dilanjutkan 10-15 menit. Sampel dipindahkan, didinginkan dan
ditambahkan 2 mL akuades dan 0,6 mL HCl pekat. Larutan dipanaskan kembali
agar sampel larut (± 15 menit) kemudian dimasukan ke dalam labu takar 100 mL.
Apabila terdapat endapan, larutan disaring dalam glass wool. Hasil pengabuan
basah dianalisis menggunakan dalam Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS) (Shimadzu tipe AA-7000, Kyoto, Japan) untuk analisis berbagai mineral.
Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke AAS, kemudian diukur
absorbansinya atau tinggi puncak dari standar blanko dan contoh pada panjang
gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan
spektrofotometer. Setelah diperoleh absorbansi standar, antara konsentrasi standar
(sebagai sumbu Y) dihubungkan dengan absorban standar (sebagai sumbu X)
sehingga diperoleh kurva standar mineral dengan persamaan garis linier
y = ax + b yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi larutan sampel.
Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan mengalikan dengan absorbansi
contoh. Kadar mineral dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Kadar mineral ( mg⁄100g basis kering (bk)) % =

Kadar mineral basis basah
(100%-%kadar air)

x 100 %

Keterangan :
a = konsentrasi larutan sampel (ppm)
b = konsentrasi larutan blanko (ppm)
fp = faktor pengenceran
w = berat sampel (g).
Analisis Astaxanthin (Takeungwongtrakul et al. 2013)
Komposisi astaxanthin ditentukan dengan mengacu pada metode Saito dan
Regier (1971) dan Takeungwongtrakul et al. (2013). Sampel udang 10 g diekstrak
menggunakan 40 ml aseton dingin selama 10 menit. Sampel yang telah diekstrak

10

dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama 5
menit. Pisahkan antara natan dan supernatan kemudian dimasukan kedalam
corong pisah dan ditambahkan 40 ml petroleum eter dan 100 ml aqades. Hasil
sampel didiamkan selama 20 menit agar terbentuk dua lapisan antara pelarut dan
astaxanthin. Lapisan petroleum eter dipindahkan ke tabung reaksi kemudian
dilakukan analisis absorbansi sampel. Absorbansi sampel dilakukan menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 448 nm. Konsentrasi astaxanthin
ditentukan dengan metode Saito dan Regeir (1971) dengan modifikasi sebagai
berikut.
C ug/g lipid =

A448 x volume ekstraksi x dilusi
0,2 x bobot sampel dalam gram

(0,2 adalah standar astaxanthin 1 µg/mL A448)
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan perlakuan perbedaan sistem budidaya yakni aquapod, KJA dan
tambak. Analisis menggunakan 3 ulangan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan microsoft excel, perangkat lunak Statistical Package for Social
Science (SPSS) dengan analisis ragam ANOVA menggunakan selang
kepercayaan 95% (α = 0,05). Model matematika rancangan acak lengkap sebagai
berikut:

Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
μ = Nilai rata-rata umum peubah yang diamati.
τi = pengaruh perlakuan ke-i.
εij = pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
i
= {1,2,3}
j
= {1,2,3}
Data komposisi kimia udang vannamei yang menunjukkan pengaruh nyata,
akan dilakukan uji lanjut Duncan. Hipotesis percobaan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
H0 : Perbedaan sistem budidaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap komposisi kimia udang vannamei
H1 : Perbedaan sistem budidaya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
komposisi kimia udang vannamei

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Air Lokasi Sistem Budidaya
Kondisi perairan berperan langsung terhadap segala bentuk kehidupan
biota perairan didalamnya. Setiap sistem budidaya terdapat di tiga lokasi yang
berbeda, sistem budidaya aquapod berlokasi di Bali, sistem KJA berlokasi di
Kepulauan Seribu, dan sistem tambak berlokasi di Karawang. Setiap lokasi
budidaya memiliki karakteristik kondisi lingkungan yang berbeda. Karakteristik
kondisi lingkungan setiap sistem budidaya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik kondisi lingkungan di setiap sistem budidaya
Parameter
Suhu (oC)
Salinitas (o/oo)
DO (mg/L)
pH

Sistem budidaya
Aquapod
KJA
29-31
30-31
32-34
31-32
7,5-7,9
7,4-7,7
8,2-8,5
7,9-8,2

Tambak
30-32
21-25
7,0-7,2
7,5-7,8

Tabel 1 menunjukkan karakteristik kondisi lingkungan pada sistem
budidaya aquapod, KJA dan tambak. Nilai suhu, salinitas, DO dan pH lingkungan
budidaya aquapod berturut-turut adalah 29-31 oC, 32-34 o/oo, 7,5-7,9 mg/ L, dan
8,2-8,5. Nilai suhu, salinitas, DO dan pH lingkungan budidaya KJA berturut-turut
adalah 30-31 oC, 31-32 o/oo, 7,4-7,7 mg/ L, dan 7,4-7,8. Nilai suhu, salinitas, DO
dan pH lingkungan budidaya tambak berturut-turut adalah 30-32 oC, 21-25 o/oo,
7,0-7,2 mg/ L, dan 7,5-7,9. Kondisi kecepatan arus arus di lingkungan tambak
cenderung tenang, sedangkan kondisi arus di pada sistem aquapod dan tambak
memiliki kecepatan 0,16-0,20 m/s. Setiap sistem budidaya memiliki kondisi
lingkungan yang berbeda, hal tersebut dipengaruhi lokasi yang berbeda. Sistem
budidaya aquapod dan KJA memiliki kandungan oksigen terlaut tinggi
dibandingkan dengan sistem tambak. Hal ini disebabkan karena di laut terjadi
pencampuran dan pengadukan air laut oleh angin sehingga menyebabkan
tingginya kandungan oksigen dalam air serta suhu air laut akan berfluktuasi akibat
proses tersebut, namun berbeda dengan di tambak, oksigen pada tambak diperoleh
dari putaran kincir dan aerator yang menyebabkan kandungan oksigen dalam air
terbatas dan suhu pada tambak tidak berubah signifikan. Suhu air berfluktuasi
sesuai siklus matahari, pasang surut dan angin laut sehingga akan mempengaruhi
suhu dan oksigen terlarut yang terdapat pada air laut (Sachoermar. 2008).

Komposisi Proksimat Udang Vannamei
Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara
kasar (crude) yang meliputi kadar air, protein, lemak, dan abu yang terdapat
dalam bahan. Ariyani et al (2007) menyatakan bahwa udang merupakan bahan
makanan yang sangat mudah rusak karena memiliki kandungan kadar air dan

12

protein yang cukup tinggi. Hasil analisis proksimat udang vannamei dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi proksimat udang vannamei
Komposisi
Kadar air
Kadar abu
Kadar protein
Kadar lemak

Aquapod (Bali)
(%bb)
77,19 ± 0,12
1,00 ± 0,24
18,84 ± 0,47
1,27 ± 0,04

Udang vannamei (L. vannamei)
KJA (Kep Seribu)
Tambak (Karawang)
(%bb)
(%bb)
76,68 ± 0,44
78,27 ± 0,39
1,14 ± 0,18
0,85 ± 0,11
17,91 ± 0,56
18,07 ± 0,46
1,30 ± 0,05
1,39 ± 0,04

Hasil yang diperoleh menunjukkan kadar air dalam udang vannamei
sistem budidaya Aquapod, KJA dan tambak berturut-turut adalah 77,19 ± 0,12 %,
76,68 ± 0,44 % dan 78,27 ± 0,39 %. Hasil kadar air penelitian sebelumnya yakni
81,35 % dan 77,21 % (Sriket et al. 2006; Santoso et al. 2008). Tingginya
komposisi kadar air pada daging disebabkan oleh kemampuan bahan untuk
mengikat air yang disebut water holding capacity (WHC). Hal ini menunjukkan
bahwa udang vannamei merupakan bahan pangan yang bersifat mudah rusak
(high perishable food). Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan
daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut. Hasil yang didapatkan
kadar abu dalam udang vannamei sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak
berturut-turut adalah 1,00 ± 0,24 %, 1,14 ± 0,18 % dan 0,85 ± 0,11 %. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yakni 1,47% dan 0,64 %
(Sriket et al. 2006; Santoso et al. 2008).
Perbedaan kadar abu dipengaruhi oleh kandungan mineral yang terdapat
pada udang vannamei terutama pada udang yang dibudidaya di Kepulauan Seribu
dengan sistem KJA yang memiliki kadar abu tinggi dibandingkan udang
vannamei sistem tambak. Komposisi mineral yang terpadat pada setiap udang
vannamei dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan pada setiap sistem
budidaya. Wu RSS (1995) menyatakan bahwa tingginya kondisi kelarutan mineral
dipengaruhi oleh kondisi suatu lingkungan perairan. Hasil komposisi kadar
protein udang vannamei sistem budidaya aquapod, KJA dan tambak berturut-turut
adalah 18,84 ± 0,47 %, 17,91 ± 0,56 % dan 18,07 ± 0,46 %. Hasil penelitian
sebelumnya yaitu 17,43 % dan 18,8 % (Sriket et al. 2006; Santoso et al. 2008).
Kadar lemak udang vannamei sistem budidaya aquapod, KJA, dan tambak
berturut-turut adalah 1,27 ± 0,04 %, 1,30 ± 0,05 % dan 1,39 ± 0,04 %. Kadar
lemak dan kadar protein udang vannamei sistem aquapod, KJA, dan tambak
menunjukkan perbedaan tidak signifikan.

Komposisi Asam Amino dan Taurin Udang Vannamei
Hasil analisis asam amino yang terdeteksi berjumlah 17 jenis yang terdiri
dari asam amino essensial dan non essensial. Hasil analisis asam amino essensial
dan non essensial udang vannamei dapat dilihat pada Tabel 3.

13

Tabel 3 Komposisi asam amino udang vannamei
No.

Asam Amino

Udang vannamei (Litopenaeus vannamei)

(mg/100 g)

Aquapod (Bali) KJA (Kep Seribu) Tambak (Karawang)
Asam amino non essensial
1
Aspartat
1421 ± 23,25a
1516 ± 29,67b
1491 ± 26,73b
a
b
2
Glutamat
3668 ± 23,81
3171 ± 55,37
3130 ± 33,86b
3
Serina
1170 ± 38,35a
895 ± 12,66b
514 ± 41,79c
4
Glisina
615 ± 34,02a
955 ± 34,60b
767 ± 23,97c
5
Alanina
561 ± 39,27a
532 ± 8,19ab
487 ± 32,02ab
a
b
6
Tirosina
942 ± 44,96
607 ± 32,47
724 ± 13,05c
7
Lisina
2104 ± 21,39a
894 ± 16,70b
2518 ± 43,03c
8
Sisteina
617 ± 12,12a
280 ± 21,07b
396 ± 33,45c
9
Prolina
1741 ± 15,95a
1304 ± 27,10b
1099 ± 32,87c
Asam amino essensial
1
Histidina
559 ± 14,64a
1077 ± 29,46b
702 ± 33,50c
2
Arginina
936 ± 38,11a
1049 ± 47,84b
593 ± 38,89c
3
Treonina
940 ± 25,01a
747 ± 23,44b
594 ± 42,01c
a
a
4
Valina
1114 ± 28,15
1124 ± 16,77
827 ± 24,38b
5
Methionina
512 ± 47,08a
494 ± 34,02a
1636 ± 24,38b
6
Leusina
2355 ± 47,82a
1086 ± 19,66b
1880 ± 44,41c
7
Isoleusina
1006 ± 21,36a
701 ± 40,36b
917 ± 25,15c
a
a
8
Phenilalanina
583 ± 36,69
576 ± 47,84
499 ± 39,84a
Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript menunjukkan
berbeda nyata (p