Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard


 

EVALUASI KINERJA MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN
LESTARI PADA BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
MELALUI PENDEKATAN BALANCE SCORECARD
 
 
 

 

SYINTYA HANUM WIDAYANTI

 

 
 
 
 

 
 

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii
 

iii 
 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kinerja
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan

Pengembangang Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard
adalan benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak
diterbitkan dan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantum dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institur Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Syintya HanumWidayanti
NIM H34114090

iv
 


 


ABSTRAK
SYINTYA HANUM WIDAYANTI. Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah
Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard. Dibimbing oleh HENY K.
DARYANTO.
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan program yang dirilis
oleh Kementerian Pertanian sejak tahun 2011 dalam rangka memenuhi
ketersediaan pangan melalui optimalisasi lahan pekarangan. Untuk mengetahui
kinerja m-KRPL yang telah berjalan diperlukan suatu evaluasi, sehingga dapat diketahui
bagaimana kinerja m-KRPL selama ini. Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) dan survey terhadap lokasi Rumah
Pangan Lestari (RPL) di Kabupaten dan Kota Bogor. Setelah melakukan pengukuran
dengan pendekatan Balanced Scorecard program KRPL menunjukkan bahwa
nilai sasaran hasil perspektif pelanggan dan proses bisnis internal memiliki
pencapaian bobot paling tinggi yaitu 30.56 persen. Selanjutnya disusul oleh
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sebesar 22.22 persen, kemudian
perspektif keuangan memiliki total bobot sasaran pencapaian t paling rendah yaitu
16.67 persen, itu disebabkan karena kegiatan ini merupakan program dari
Pemerintah untuk membantu mensejahterakan masyarakat.
Kata kunci: balanced scorecard, program m-KRPL


ABSTRACT
SYINTYA HANUM WIDAYANTI. Evaluation Sustainable Food Reserved
Garden Program at Indonesia Center for Agricultural Technologi Assesment and
Development throught the balanced scorecard approach. Revisid by HENY K S
DARYANTO.
Sustainable Food Reserved Garden Program (SFRG) is a program that was
released by the ministry of agriculture since 2011 in compliance with food
availability through the the optimalization a home-lot. In order to know the
performance of m-KRPL which has been running an evaluation is needed, in
order to know how the performance of m-krpl so far the research was done in
Indonesia Center for Agricultural Technologi Assesment and Development and
survey on the location of Food Reserved Garden ( FRG ) in district and the city of
bogor. After making measurements with the approach balanced scorecard krpl
program had planted customers perspective and internal of business process
having achievement of highest namely 30.56 percent. Followed by perspective of
learning and the growth as much as 22.22 percent and the financial perspective
reaching the target was the lowest namely 16.67 percent. That because this
activity is programmed by the government to assist prosper the community.
Keywords: balanced scorecard, m-KRPL program


vi
 

vii 
 

EVALUASI KINERJA MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI
PADA BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI PERTANIAN MELALUI PENDEKATAN BALANCED
SCORECARD

SYINTYA HANUM WIDAYANTI

Skripsi
Sebagai salah satu untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Depertemen Ekonomi dan Manajemen


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

viii
 

x
 

xi 
 

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini adalah
Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan
Balanced Scorecard.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Heny K S Daryanto MEc
selaku pembimbing skripsi, Bapak Dr Ir Amzul Rifin selaku dosen penguji utama
dan Ibu Dra. Yusalina, M.Sc selaku dosen penguji komisi akademik yang telah
banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Ibu Ir Maesti Mardiharini, M Si selaku penanggjung jawab program m-KRPL,
serta seluruh ketua Kelompok Tani dan anggota RPL yang telah membantu
selama pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu,
Bapak, Suami, Anak serta seluruh keluarga dan temen-temen, atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, April 2015

Syintya Hanum Widayanti

xii
 


xiii 
 

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
Konsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
Strategi Pengembangan m-KRPL
Perencanaan dan Pelaksanaan
Studi Empiris Terkait Pengukuran Evaluasi Kinerja

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Model Balanced Scorecard
Konsep Kinerja
Pengendalian dan Kinerja
Tujuan Pengukuran Kinerja
Penilaian Kinerja
Tujuan Penilaian Kinerja
Manfaat Pengukuran Kinerja
Manfaat Penilaian Kinerja
Pengukuran Kinerja
Konsep Balanced Scorecard
Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard
Keuntungan Penggunaan Balanced Scorecard
Kerangka Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis Visi, Misi dan Tujuan ke dalam Empat Perspektif Pengukuran
Kinerja Balanced Scorecard
Menentukan sasaran strategi, indikator atau ukuran kinerja
Metode Perbandingan Berpasangan (Paired Comparison)
GAMBARAN UMUM
Sejarah m-KRPL
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Karekteristik Responden
Visi dan Misi m-KRPL
Aspek Sumberdaya Manusia

xii
xiv
xiv
xv
1
1
3
5
5

6
6
6
6
7
8
11
12
12
12
12
13
13
13
14
14
14
15
16
17
21
22
25
25
25
26
26
26
27
28
29
29
30
32
34
34

xiv
 

Struktur Organisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi dan Implementasi m-KRPL
Pengukuran Kinerja Kegiatan m-KRPL
Pengukuran Kinerja Kegiatan m-KRPL
Perspektif Keuangan
Perpektif Pelanggan
Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Pembobotan Perspektif Balanced Scorecard
Perspektif Keuangan
Perspektif Pelanggan
Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

35
37
37
45
45
45
49
50
52
56
56
56
57
57
60
60
60
61
75

DAFTAR TABEL
1 Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL
2 Perspektif balanced scorecard
3 Matrik perbandingan berpasangan
4 Keadaan anggota KRPL berdasarkan mata pencaharian
5 Gambaran usia anggota KRPL di 6 sampel Desa
6 Gambaran tingkat pendidikan anggota KRPL di 6 sampel Desa
7 Pengalaman mengikuti kegiatan/program KRPL di 6 sampel Desa
8 Kemitraan para pihak terkait dalam tahap pengembangan KRPL
9 Implementasi dan evaluasi program KRPL
10 Penghematan pengeluaran rumah tangga dari hasil pekarangan yang
dikonsumsi Kelompok Wanita Tani Bogor, periode desember 2013 sampai
dengan juni 2014.
11 Presentase penghematan pengeluaran kebutuhan rumah tangga
12 Nilai penjualan sayuran yang tidak dikonsumsi di KWT pada 6 (Enam)
Kecamatan Di Bogor 1 (Satu) Siklus Tanam ( Januari-Mei 2014)
13 Jenis Bibit/Benih yang Diproduksi pada Kegiatan m-KRPL di 6 Wilayah
Bogor
14 Rancangan matriks balanced scorecard kegiatan m-KRPL
15 Hasil pembobotan perspektif balanced scorecard kegiatan m-KRPL

10
17
29
32
33
33
33
35
44

45
47
48
52
55
59

 
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian evaluasi kinerja model kawasan rumah pangan
lestari pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
melalui pendekatan balanced scorecard
24
 2 Struktur Organisasi kegiatan m-KRPL 2014
37

xv 
 

DAFTAR LAMPIRAN
1 Panduan penilaian mapping KRPL
2 Sampel anggota KRPL pada 6 Desa di Bogor
3 Kuisioner perbandingan berpasangan

63
67
69

1
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di
dunia dengan jumlah 250 juta jiwa pada tahun 2014. Diperkirakan jumlah
penduduk Indonesia akan terus bertambah hingga mencapai jumlah 350 juta jiwa
pada tahun 2020, (BPS 2014). Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka
kebutuhan ekonomi akan semakin meningkat. Kebutuhan tersebut meliputi
kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pangan merupakan hak asasi setiap
manusia yang harus dipenuhi. Di sisi lain, lahan pertanian banyak yang beralih
fungsi menjadi perumahan, jalan, industri dan sebagainya. Oleh karena itu
diperlukan upaya untuk mengatasi hal ini. Secara nasional terdapat sekitar 10 juta
ha lahan pekarangan di Indonesia yang sebagian besar belum dimanfaatkan secara
optimal sebagai areal pertanaman komoditas pangan. Fungsi pekarangan tersebut
bukan hanya sebagai sumber pangan yang bergizi, tetapi sebagai penyedia pangan
murah karena selalu tersedia saat dibutuhkan. Pemanfaatan pekarangan untuk
pertanaman sebenarnya sudah berlangsung lama, terutama di wilayah pedesaan,
akan tetapi belum mempertimbangkan aspek pemenuhan pangan dan gizi serta
keberlanjutannya.
Pada tahun 2011 Kementerian Pertanian menginisiasi konsep Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL) sebagai upaya untuk mengoptimalisasi lahan
pekarangan. Justifikasi dari program KRPL adalah bahwa ketahanan pangan
nasional dimulai dari ketahanan pangan keluarga. Pada awal tahun 2012, Presiden
RI memperkenalkan program Rumah Pangan Lestari (RPL) untuk dikembangkan
diseluruh rumah tangga di Indonesia. KRPL dirancang dalam rangka
meningkatkan potensi lahan pekarangan untuk ketersediaan pangan murah yang
berkelanjutan bagi keluarga. Melalui konsep KRPL, praktek tersebut
dikembangkan untuk lebih meningkatkan nilai guna dan manfaat dari luasan
pekarangan sempit hingga yang sangat luas. Implementasi model KRPL
berdasarkan luasan pekarangan dibagi dalam tiga strata, yaitu : strata 1 (sempit),
strata 2 (sedang), dan strata 3 (luas).
KRPL adalah suatu himpunan rumah yang mampu mewujudkan kemandirian
pangan keluarga melalui pemanfaatan pekarangan, agar dapat melakukan upaya
diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, sekaligus konservasi tanaman
pangan untuk masa depan, serta tercapai pula upaya peningkatan kesejahteraan
keluarga dan masyarakat pada umumnya. Model KRPL (m-KRPL) dibangun di
33 provinsi melalui peran Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, sebagai upaya mempercepat dan memperluas implementasi konsep
KRPL. Pengembangan model dimaksudkan sebagai centre of learning untuk
menerapkan prinsip-prinsip KRPL. Dalam Pedoman Umum Badan Litbang
Pertanian (2011) disebutkan bahwa KRPL mempunyai tujuan : (1) memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi
pemanfaatan pekarangan; (2) Meningkatkan kemampuan keluarga dan masyarakat
dalam pemanfaatan lahan pekarangan baik di perkotaan maupun di pedesaan; (3)
mengembangkan sumber benih/bibit untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan
pekarangan dan melestarikan tanaman pangan lokal untuk masa depan; dan (4)
mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga sehingga mampu

2
 

meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang
bersih dan sehat secara mandiri.
Hingga Oktober 2013, implementasi model KRPL (m-KRPL) telah mencapai 1
456 unit yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di 33 provinsi di Indonesia. Model
KRPL tersebut kemudian direplikasi oleh berbagai instansi, terutama Badan Ketahanan
Pangan (BKP) yaitu sekitar 5 000 unit KRPL pada tahun 2013. Instansi terkait dan
lembaga/organisasi (perempuan, pendidikan, sosial, dsb.) juga sangat antusias dalam
mengembangkan atau mereplikasi KRPL. Akhir tahun 2013 diperkirakan lebih dari 6
500 unit KRPL telah terbangun, atau telah melibatkan lebih dari 200 000 rumah tangga
(Rumah Pangan Lestari/RPL).
Kegiatan yang memiliki kemampuan untuk melipatgandakan kinerja akan
mampu bertahan dan tumbuh dalam lingkungan bisnis yang kompetitif (Mulyadi
2001). Evaluasi kinerja diperlukan untuk meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan strategi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka
mewujudkan visi dan misi (LAN RI 1999). Proses evaluasi kinerja organisasi
mengkombinasikan evaluasi kinerja dari sumber daya yang berwujud (tangible
resources) dan sumber daya tak berwujud (intangible resources). Untuk
mengetahui bagaimana keadaan suatu kegiatan ataupun kinerja kegiatan
diperlukan suatu sistem evaluasi yang terpadu. Kaplan dan Norton (2000)
mengusulkan sistem evaluasi kinerja yang disebut dengan Balanced Scorecard,
yang memiliki keistimewaan dalam cakupan evaluasinya yang komprehensif,
dimana selain mempertimbangkan kinerja finansial (tolak ukur keuangan) juga
mempertimbangkan kinerja non finansial (tolak ukur operasional).
Pengukuran kinerja yang baik oleh pihak manajemen dapat menentukan
tingkat keberhasilan dari suatu strategi umum yang sudah ditetapkan sebelumnya
oleh kegiatan atau program. Suatu kegiatan juga harus memperhatikan kendala
terbesar dari ketidakberhasilan suatu strategi umumnya yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Menurut Mulyadi (2001), kesalahan yang terjadi pada identifikasi
lingkungan, maka hal ini akan lebih mudah diketahui dan diperbaiki dengan
melakukan identifikasi lingkungan internal dan eksternal kegiatan/program, baik
yang akan dilakukan oleh pihak manajemen kegiatan atau dilakukan dengan cara
menggunakan jasa konsultan.
Menurut Kaplan dan Norton (2000), ukuran kinerja finansial relatif tidak
terlalu mencerminkan indikator keberhasilan, karena ukuran finansial hanya
menunjukkan apa yang telah dicapai perusahaan dan dimana posisi perusahaan
saat ini berada. Ukuran kinerja finansial tidak dapat menunjukkan akan kemana
kegiatan (tujuan kegiatan) dan bagaimana cara memperbaiki kinerja kegiatan. Hal
ini disebabkan ukuran keuangan cenderung melihat apa yang telah dialami pada
masa lalu
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dirancanglah suatu sistem
pengukuran kinerja melalui Balanced Scorecard yang merupakan merupakan
Contemporary management tool yang digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan dengan menterjemahkan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategi
perusahaan kedalam empat perspektif yaitu perspektif finansial, perspektif
pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif proses pembelajaran
dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini akan memberi keseimbangan antara
tujuan jangka pendek dan jangka panjang serta hasil yang diinginkan dengan

3
 

faktor pendorong tercapainya hasil tersebut (Kaplan dan Norton, 2000). Balanced
Scorecard memiliki kelebihan sebagai sistem pengukuran kerja yang
komperhensif, koheran, terukur dan seimbang.
Perumusan Masalah
Merujuk pada latarbelakang yang telah diuraikan di atas bahwa pengukuran
kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktifitas
dalam mata rantai nilai yang ada pada perusahaan. Sistem pengukuran yang
efektif akan dapat mendorong seluruh karyawan untuk mencapai target yang telah
ditetapkan. Tanpa pengukuran yang efektif, perusahaan tidak dapat mengevaluasi
seberapa baik kinerja perusahaan dalam merekomendasikan tindakan korektif
yang bersifat visioner.
KRPL yang telah berjalan selama 3 tahun (2011-2014) perlu dilakukan
evaluasi. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui bagaimana kinerjanya selama ini
dan bagaimana prospek program tersebut di masyarakat, terutama dalam rangka
meningkatkan pendapatan dan penghematan pengeluaran rumah tangga, tingkat
partisipasi masyarakat, jumlah annggota RPL yang terlibat, manajemen Kebun
Bibit Desa (KBD) dan dukungan Pemerintah.
Kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lesatari merupakan program
Kementerian Pertanian, adapun sistem penelian kinerjanya berbeda dengan sistem
penilaian kinerja perusahaan. Sistem evaluasi kinerja perusahaan menitik beratkan
pada keuntungan perusahaan tersebut Pada sistem penilaian evaluasi kinerja pada
kegiatan KRPL ini menggunakan sistem evaluasi pelaksanaan program. Adapun
definisi dari Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa
pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b)
program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi
program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi
tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan Pengukuran kinerja
program m-KRPL yang telah dilakukan selama ini dengan menggunakan
pemetaan dan pengelompokan (klastering) yang dilakukan pada lokasi KRPL di
seluruh Indonesia, dengan indikator dan parameter yang telah dirumuskan oleh
Tim Posko Penggerak dan Pengolah KRPL, yang mengacu pada 7 (tujuh) pilar
keberlanjutan, yaitu: (a) Infrastruktur; (b) Peran tokoh masyarakat (local
champion); (c) Ketersediaan benih (pengelolaan Kebun Bibit Desa/KBD); (d)
Dukungan Pemerintah; (e) Kelembagaan pasar; (f) Partisipasi aktif masyarakat;
dan (g) Rotasi tanaman.
Ketersediaan maupun kesiapan infrastruktur dan potensi sumberdaya alam
terutama terkait dengan ketersediaan air, media tanam dan sarana produksi (input)
lainnya, sangat penting diperhatikan untuk pengembangan KRPL. Oleh karena itu
identifikasi awal di calon lokasi perlu dilakukan untuk menilai potensi dan
masalah bagi pengembangan KRPL ke depan, serta akses masyarakat terhadap
infrastruktur tersebut. Partisipasi masyarakat terutama peran aktif tokoh
masyarakat (local champion) atau kelembagaan pengelola KRPL juga perlu
ditumbuhkan. Tokoh masyarakat, baik pamong desa maupun ketua atau pengurus:
kelompok tani atau kelompok keagaman, yang dituakan atau “sesepuh” adat,

4
 

penggerak PKK, dan Posyandu dapat berfungsi sebagai penggerak atau motinator
dalam pengembangan KRPL.
Ketersediaan benih atau bibit yang dibutuhkan masyarakat perlu
diperhatikan dalam pengembangan KRPL. Untuk itu Kebub Bibit Desa atau
Kelurahan (KBD/KBK) wajib dibangun atau ditumbuhkan dan dikelola dengan
baik. Dukungan Pemerintah Daerah (Pemda), baik berupa kebijakan maupun
alokasi anggaran atau bentuk natur, juga menjadi pilar keberlanjutan KRPL.
Kebijakan Pemda, dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), tentang pentingnya
pengembangan KRPL untuk ketahanan dan kemandirian pangan wilayah perlu
diimplementasikan dalam bentuk gerakan, atau himbauan kepada segenap
jajarannya, baik di tingkat provinsi, kabupaten hingga tingkat desa. Alokasi
anggaran, dukungan dalam bentuk natur seperti benih/bibit tanaman, ternak
maupun ikan serta pendampingan juga sangat diperlukan dalam pengembangan
dan keberlanjutan KRPL.
Suatu program pemberdayaan masyarakat seperti pengembangan KRPL ini,
dapat berhasil atau berkelanjutan apabila dapat dirasakan manfaatnya dan
mempunyai nilai ekonomis bagi pelaksana maupun masyarakat sekitarnya. Dalam
pengembangan KRPL, produk yang dihasilkan oleh setiap RLP berpeluang untuk
dijual. Setelah tujuan pertama (pemenuhan pangan dan gizi keluarga) terpenuhi.
Pembentukan kawasan dalam pengembangan KRPL bertujuan agar produk yang
dihasilkan oleh setiap RPL juga mempunyai nilai atau manfaat ekonomi. Produk
yang dihasilkan dalam KRPL ini sangat khas, karena berupa komoditas segar dan
sehat (organik), sehingga segmen pasarnyapun dapat dibedakann. Kelembagaan
pendukung lainnya sebagai pilar keberhasilan pengembangan KRPL antara lain
adalah kelembangaan input dan kelembagaan pengolahan hasil. Kelembagaan
tersebut otomatis akan tercipta apabila produk yang dihasilkan KRPL ini telah
berkembang dan berseninambungan (lestari).
Berdasarkan hasil pemetaan tersebut, telah disusun strategi pendampingan
maupun upgrading untuk masing-masing klaster di masing-masing provinsi.
Dengan analisis tersebut, peneliti bisa mendapatkan gambaran metode
pengukuran kinerja yang dilakukan oleh program KRPL selama ini dan hasilnya.
Akan tetapi, pengukuran kinerja tersebut tidak dapat melihat secara detail
bagaimana kinerja tersebut jika dilihat dari perspektif keuangan, perspektif bisnis
internal, perspektif pelanggan, maupun perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Klaster (kategori) yang digunakan ada 3 (tiga) klaster, yaitu berwarna hijau
adalah lokasi m-KRPL yang telah memenuhi nilai baik (infrastruktur mudah
diskes, KBD telah mandiri, jumlah rumah tangga/RPL terus bertambah, telah
mengintegrasi tanaman-ikan-ternak, kelembagaan pengelolaan hasil dan pasar
telah berjalan). Sementara klaster kuning sedang ( KBD belum mandiri karena
belum mampu menyediakan sumber benih dan media tanam, motivator ada tapi
kurang aktif), sedangkan klaster merah adalah buruk (KBD tidak berjalan baik
bahkan sudah tidak ada lagi, jumlah RPL semakin berkurang, motivator lokal
tidak ada, dan kelembagaan lainnya lemah atau tidak berjalan baik).
Sistem pengukuran kinerja keuangan tersebut tidak mengukur sejauh mana
keberhasilan program KRPL dalam melaksanakan strategi program/kegiatan.
Padahal pengukuran dalam pencapaian strategi penting dilakukan untuk menjaga
kesinambungan kegiatan dalam jangka panjang. Balanced Scorecard merupakan
alternatif sistem pengukuran kinerja yang tidak hanya menitikberatkan pada

5
 

perspektif keuangan saja namun juga perspektif pelanggan, bisnis internal serta
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini akan
memberikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang serta
hasil yang diinginkan dengan tercapainya hasil tersebut. Balanced Scorecard
memiliki kelebihan sebagai sistem pengukuran kinerja yang komperhensif,
koheran, terukur dan seimbang.
Sejauh ini program KRPL belum menerapkan Balanced Scorecard sebagai
sistem pengukuran kinerja. Padahal kebutuhan akan suatu manajemen strategis
yang memiliki metode penilaian yang komperhensif, koheran, terukur, dan
seimbang mutlak diperlukan suatu kegiatan atau program untuk mencapai
kesuksesan dalam persaingan di masa mendatang. Dengan demikian, program
dapat terus berkembang dan mampu mencapai visi melalui misinya. Proses
pengambilan keputusan manajemen dalam lingkungan usaha yang semakin
kompleks dan kompetitif, yang perlu didukung dengan sistem tolak ukur kinerja
yang integratif, secara internal konsisten dengan visi, misi, tujuan dan strategi
program disertai umpan balik yang cepat, serempak, dan simultan. Oleh karena
itu, diperlukan pengukuran dengan konsep Balanced Scorecard agar keempat
aspek tersebut dapat evaluasi.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana evaluasi kinerja pada program KRPL selama ini?
2. Bagaimana kinerja program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
berdasarkan konsep Balanced Scorecard yang meliputi perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan?
Tujuan Penelitian
Konsisten dengan permasalahan yang dirumuskan tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Menilai dan meninjau evaluasi kinerja yang diterapkan pada Program KRPL
selama ini.
2. Mengetahui kinerja Program m-KRPL berdasarkan konsep Balanced
Scorecard yang meliputi perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka hasil penelitian ini
dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukkan, informasi dan sumbangan pemikiran dalam
rangka pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Sebagai masukkan dan informasi dalam penentuan kebijakan bagi Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian, dan diharapkan dengan
Balanced Scorecard sebagai strategi peningkatan dalam pengembangan
m-KRPL dapat diukur, terarah, berdaya guna, dan berhasil guna.
3. Sebagai referensi bagi peneliti yang berminat terhadap masalah sejenis
dalam penelitian ini.

6
 

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah Evaluasi Kinerja Model
Kawasan Rumah Pangan Lesatari pada Balai Besar Pengkajian dan
Pengemabangan Teknologi Pertanian melalui Pendekatan Balanced Scorecard
yang di laksanakan pada Kantor BBP2TP dan 6 KRPL yang berada di Bogor.
Data kegiatan selama penelitian diperoleh berdasarkan hasil wawancara kepada
penanggungjawab dan anggora RPL. Program KRPL belum menerapkan
Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja. Padahal kebutuhan akan
suatu manajemen strategis yang memiliki metode penilaian yang komperhensif,
koheran, terukur, dan seimbang mutlak diperlukan suatu kegiatan atau program
untuk mencapai kesuksesan dalam persaingan di masa mendatang. Dengan
demikian, program dapat terus berkembang dan mampu mencapai visi melalui
misinya.
TINJAUAN PUSTAKA
Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
Rumah Pangan Lestari adalah rumah yang memanfaatkan pekarangan
secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya. Sedangkan penataan
pekarangan ditujukan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya melalui
pengelolaan lahan pekarangan secara intensif dengan tata letak sesuai dengan
pemilihan komoditas. Terkait dengan program pemanfaatan lahan pekarangan,
pada dasarnya intensifikasi pekarangan merupakan usaha peningkatan
produktivitas sumberdaya lahan pekarangan dengan menggunakan teknologi tepat
guna dan pemanfaatan input produksi modern dengan tujuan meningkatkan
produksi pertanian guna mencukupi kebutuhan pangan dan gizi serta
meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam Pedoman Umum Pemanfaatan
Pekarangan yang dibuat Departemen Pertanian (2002), juga disebutkan kriteria
kelompok peserta program (wanita tani-nelayan) menggunakan pendekatan
kelompok secara partisipatif. Dengan berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak
dengan prinsip keserasian dan keminpinan dari peserta program. Model Kawasan
Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) yang dikembangkan oleh Badan Libang
Pertanian (2011), meliputi: (1) rumah pangan lestari, (2) penataan pekarangan, (3)
pengelompokan lahan pekarangan terdiri atas lahan pekarangan perkotaan dan
pedesaan, dengan strata luasan (sempit, sedang, dan luas), (4) pemilihan
komoditas, (5) diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan (6)
pengembangan kawasan. Sedangkan pengembangan Kebun Bibit Desa (KBD)
adalah sebagai entry point agar program ini terus berkesinambungan (lestari).
Konsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan
“Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Model KRPL)” yang merupakan
himpunan dari Rumah Pangan Lestari (RPL) yaitu rumah tangga dengan prinsip

7
 

pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan
kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumber daya
lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan,serta peningkatan
pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk menjaga keberlanjutannya, pemanfaatan pekarangan dalam konsep Model
KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Desa, unit pengolahan serta
pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah (Kementerian Pertanian
2011).
Beberapa faktor lain yang mendukung keberlanjutan KRPL adalah
ketersediaan benih/bibit, penanganan pascapanen dan pengolahan, dan pasar bagi
produk yangdihasilkan. Untuk itudiperlukan penumbuhan dan penguatan
kelembagaan KBD, pengolahan hasil, dan pemasaran. Selanjutnya untuk
mewujudkan kemandiriankawasan, maka dilakukan pengaturan pola dan rotasi
tanaman termasuk sistem integrasi tanaman-ternak. Untuk memenuhi Pola Pangan
Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan
kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan lemak,
buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lainnya) bagi
keluarga. Model ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pendapatan dan
kesejahteraan keluarga.
Prinsip m-KRPL adalah (1)Ketahanan dan kemandirian pangan
rumahtangga, (2) Diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (3) Konservasi
sumberdaya genetik (tanaman, ternak, ikan) untuk masa depan, (4) Peningkatan
kesejahteraan rumahtangga dan masyarakat, (5) Pendidikan dan pelatihan, (6)
Kesehatan dan gizi masyarakat, dan (7) Antisipasi perubagan iklim. Model
pendekatan m-KRPL adalah (1) Optimalisasi ruang/tempat atau karang kantri dan
pekarangan rumahtangga, (2) Penataan pekarangan untuk perkotaan dan di
pedesaan, (3) Pengelompokan luas lahan pekarangan (strata): tanpa pekarangan,
pekarangan sempit, pekarangan sedang dan pekarangan luas, (4) Pemilihan
komoditas yang diusahakan (memenuhi PPH 93,3 tahun 2014): tanaman pangan
(non padi), hortikultura (sayuran dan buah-buahan), tanaman obat keluarga (toga),
budidaya ternak dan ikan, yang terintegrasi dan berkesinambungan, dan (5)
Pengambangan kebun bibit desa (KBD).
Strategi Pengembangan m-KRPL
Pengembangan Rumah Pangan Lestari (RPL) dilaksanakan selama ini
menggunakan strategi sebagai berikut:
1. Melakukan sosialisasi dan advokasi kepada pihak: Mengadakan pelatihan
KRPL bagi rumah tangga atau kelompok rumah tangga yang berada pada
kawasan yang dikembangkan oleh Kementerian/lembaga lain, BUMN, Swasta,
Pemda, LSM, Perguruan Tinggi dan pihak terkait lainnya.
2. Membangun dan memperluas m-KRPL sebagai percontohan di setiap
kabupaten/kota diseluh wilayah Indonesia.
3. Membentuk Posko Penggerak dan Pengelola KRPL yang mencakup tingkat
pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.
4. Membangun dan mengembangkan Kebun Bibit Desa (KBD) disetiap kawasan
dan Kebun Bibit Inti (KBI) disetip provinsi untuk menyediakan bibit bagi
setiap rumah tangga pada kawasan yang dikembangkan.

8
 

5. Membentuk “Bapak Asuh KRPL” khususnya di kalangan BUMN dan Swasta
yang didukung dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
6. Kerjasama dengan Kementerian/lembaga untuk mengembangkan keseluruhan
kabupaten/kota.
7. Replikasi RPL oleh Ditjen Teknis dan Badan Lingkup Kementerian Pertanian.
8. Replikasi RPL oleh pemerintah daerah.
Pekarangan perkotaan dikelompokkan menjadi 4 yaitu pekarangan pada:
(1) Rumah Tipe 21 dengan total lusa tanah sekitar 36 m2 atau tanpa halaman, (2)
Rumah Tipe 36, luas tanah sekitar 72 m2 atau halaman sempit, (3) Rumah Tipe
45, luas tanah sekitar 90 m2 atau halaman sedang, dan (4) Rumah Tipe 54 atau 60,
luas tanah sekitar 120 m2 atau halaman luas. Pekarangan pedesaan dikelompokkan
menjadi 4, yaitu (1) pekarangan sangat sempit (tanpa halaman), (2) pekarangan
sempit (400 m2).
Perencanaan dan Pelaksanaan
Untuk merencanakan dan melaksanakan pengembangan Model KRPL,
dibutuhkan 9 (sembilan) tahapan kegiatan seperti telah dituangkan dalam
pedoman umum model KRPL (Kementerian Pertanian 2011), yaitu:
1. Persiapan
(1) pengumpulan informasi awal tentang potensi sumberdaya dan kelompok
sasaran, (2) pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari kesepakatan dalam
penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3) koordinasi dengan Dinas
Pertanian dan Dinas terkait lainnya di Kabupaten/Kota, (4) memilih pendamping
yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan.
2. Pembentukan Kelompok
Kelompok sasaran adalah rumah tangga atau kelompok rumah tangga dalam satu
Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang
digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh
masyarakat, dan perangkat desa. Kelompok dibentuk dari, oleh, dan untuk
kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara berkelompok akan
tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian, kebersamaan
dan kepemimpinan dari mereka sendiri.
3. Sosialisasi
Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal
untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan
terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana
instansi terkait.
4. Penguatan Kelembagaan Kelompok
Dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kelompok: (1) mampu mengambil
keputusan bersama melalui musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang

9
 

telah ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi;
(4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong-royongan); dan
(5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompokkelompok masyarakat lainnya.
5. Perencanaan Kegiatan
Melakukan perencanaan/rancang bangun pemanfaatan lahan pekarangan dengan
menanam berbagai tanaman pangan, sayuran dan obat keluarga, ikan dan ternak,
diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan
untuk masa depan, kebun bibit desa, serta pengelolaan limbah rumah tangga.
Selain itu dilakukan penyusunan rencana kerja untuk satu tahun. Kegiatan tersebut
dilakukan bersama-sama dengan kelompok dan dinas instansi terkait.
6. Pelatihan
Pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan di lapang. Jenis pelatihan yang
dilakukan diantaranya teknik budidaya tanaman pangan, buah dan sayuran, toga,
teknik budidaya ikan dan ternak, pembenihan dan pembibitan, pengolahan hasil
dan pemasaran serta teknologi pengelolaan limbah rumah tangga. Jenis pelatihan
lainnya adalah tentang penguatan kelembagaan.
7. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh kelompok dengan pengawalan teknologi
oleh peneliti dan pendampingan antara lain oleh Penyuluh dan Petani Andalan.
Secara bertahap, dalam pelaksanaanya menuju pada pencapaian kemadirian
pangan rumah tangga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi
tanaman pangan untuk masa depan, pengelolaan kebun bibit desa, dan
peningkatan kesejahteraan.
8. Pembiayaan
Bersumber dari kelompok, masyarakat, partisipasi pemerintah daerah dan pusat,
perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta dan dana lain yang tidak
mengikat.
9. Monitoring dan Evaluasi
Dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan, dan menilai
kesesuaian kegiatan yang telah dilaksanakan dengan perencanaan. Evaluator dapat
dibentuk oleh kelompok. Evaluator dapat juga berfungsi sebagai motivator bagi
pengurus, anggota kelompok dalam meningkatkan pemahaman yang berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya yang tersedia di lingkungannya agar berlangsung
lestari. Model KRPL dilaksanakan dengan melibatkan semua elemen masyarakat
dan instansi terkait pusat dan daerah, yang masing-masing bertanggung jawab
terhadap sasaran atau keberhasilan kegiatan.

10
 

Tabel 1 Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL
No
Pelaksana
Tugas / Peran dalam Kegiatan
1
Masyarakat
- Kelompok sasaran
- Pamong Desa (RT, RW,
Kadaus), Tokoh Masyarakat
- Pelaku Utama
- Pendamping
2
Pemerintah Daerah (Dinas
- Pembinaan dan pendampingan
Pertanian Tanaman Pangan
kegiatan oleh petugas lapang
dan Hortikultura, Dinas
- Penanggung jawab
Perikanan, Kantor
keberlanjutan kegiatan
Kecamatan, Kantor Kelurahan - Replikasi kegiatan ke lokasi
dan lembaga terkait lainnya)
lainnya
3

Koordinator lapangan

4

Ditjen Komoditas/Badan
lingkup Kementecrian
Pertanian
Pengembangan model sesuai
tupoksi instansi

5

6
7

- PKK, Pokja 3
- Kantor Ketahanan Pangan
- Pengembangan model sesuai
tupoksi instansi

- Narasumber dan pengawalan
inovasi teknologi dan
kelembagaan
PerguruanTinggi/Swasta/LSM - Dukungan dan pengawalan
Pengembang perumahan
- Fasilitasi pemanfaatan lahan
kosong di kawasan perumahan

Sumber: Pedum m-KRPL, Litbang (2012)

Diversifikasi pangan merupakan salah satu kunci sukses pembangunan
pertanian tahun 2010-2014 dan merupakan butir penting dari kontrak kinerja
antara
Menteri Pertanian
dengan
Presiden.
Sasaran
pelaksanaan
penganekaragamam konsumsi pangan (P2KP) adalah terwujudnya pola konsumsi
pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman, dengan indikator skor PPH naik
dari 75.7 persen menjadi 93.3 persen pada 2014 dan konsumsi beras menurun 1.5
persen per tahun, dan diimbangi peningkatan konsumsi per kapita hasil-hasil
ternak, ikan, umbi-umbian, buah-buahan dan sayuran (Kementerian Pertanian
2012). Monitoring dan evaluasi, dilaksanakan secara partisipatif untuk
mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan yang sedang dilakukan, dan
menilai apakah kegiatan yang telah dilaksanakan sudah sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini utamanya
melibatkan Tim Posko Penggerak dan Pengolah KRPL terutama Bidang Evaluasi.

11
 

Studi Empiris Terkait Pengukuran Evaluasi Kinerja
Konsep Balanced Scorecard semakin luas digunakan di berbagai belahan
dunia seperti Eropa, Australia, dan Asia sejak lahirnya diawal era 90-an. Pada
abad 21 ini, Balanced Scorecard sering didiskusikan di Indonesia. Penelitianpeneltian mengenai Balanced Scorecard telah banyak dilakukan. Pada dasarnya
metode Balanced Scorecard merupakan alat untuk mengukur kinerja perusahaan
dan sebagai sistem manajemen strategis komprehensif.
Metode Balanced Scorecard melihat kinerja perusahaan dari berbagai aspek
perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis
internal dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Dalam melakukan
penelitian mengenai kinerja suatu kegiatan, ada beberapa penelitian yang berhasil
merumuskan kinerja perusahaan yang mereka teliti dan ada pula yang tidak
berhasil karena perusahan tersebut berfokus pada persepktif keuangan. Hasil-hasil
penelitian berikut akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai konsep
Balanced Scorecard beserta lembaga-lembaga yang menerapkannya.
Pengukuran evaluasi kinerja yang telah dilakukan oleh Reza (2010), Ika
(2009) dan Sahputra (2006) mempunyai bobot paling tinggi pada perspektif
pelanggan yaitu dengan sasaran strategi berupa kepuasan, kepercayaan dan
aquality relationship pelanggan. Hal ini berdasarkan hasil verifikasi yang
menunjukkan skor survei yang baik pada indikator kepuasan pengunjung, jumlah
anggota, dan jumlah sponsor. Penelitian yang dilakukan oleh Anggoro (2007)
memiliki bobot yang tinggi pada perspektif keuangan serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. Kedua perspektif tersebut memberikan kontribusi
yang tinggi kepada perusahaannya. Saputra (2004) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa pengukuran kinerja Dinas Pertanian memiliki pembobotan
lebih tinggi pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan sasaran
strategis yang dipilih yaitu tercapainya pegawai profesional dan pegawai disiplin.
Sebelum melakukan evaluasi kinerja dengan Balanced Scorecard kelima peneliti
terdahulu memberi pembobotan terhadap masing-masing ukuran perspektif untuk
mendapatkan nilai tingkat kepentingan. Proses pembobotan dilakukan dengan
melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Meskipun
pengukuran kinerja telah memperluas aspek non keuangannya namun informasi
yang diberikan hanya penilaian kinerja perusahaan tanpa memberikan informasi
mengenai sebab akibat dari pencapaian nilai tersebut. Hasil kinerja dari empat
perspektif di atas menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh yaitu 80 persen
sampai 90 persen dari nilai optimal 100 persen. Berdasarkan penelitian terdahulu,
penulis menggunakan pengukuran evaluasi kinerja yang mengacu pada penelitian
Ika (2009), karena pada penelitian tersebut meninjau evaluasi kinerja yang
diterapkan pada KPBS selama ini dan mengetahui kinerja berdasarkan konsep
Balanced Scorecard.

12
 

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Dalam membahas penelitian ini penulis mengemukakan berbagai teori
yang berkaitan dengan judul penelitian sebagai berikut :
Model Balanced Scorecard
Yuwono dkk (2007) menyatakan bahwa ide tentang Balanced Scorecard
pertama kali dipublikasikan dalam artikel Kaplan dan Norton di Harvard Business
Review tahun 1992 dalam sebuah artikel yang berjudul “Balanced Scorecard –
Measures that Drive Performance” Intinya scorecard terdiri atas tolak ukur
keuangan yang menunjukkan hasil dari tindakan yang diambil sebagaimana
ditunjukkan pada tiga perspektif tolak ukur operasional lainnya: kepuasan
pelanggan, proses internal dan kemampuan berorganisasi untuk belajar dan
melakukan perbaikan. Pengukuran menjadi suatu hal yang vital sebelum kita
melakukan evaluasi atau pengendalian terhadap suatu objek. “Balanced” di
depan kata “score maksudnya adalah bahwa angka (grade) atau “score” tersebut
harus mencerminkan keseimbangan antara sekian banyak elemen penting dalam
kinerja.
Menurut Kaplan dan Norton (2007) Balanced Scorecard merupakan suatu
sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan
komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang
performance bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari
empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis serta proses
pembelajaran dan pertumbuhan.
Perspektif Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton 2007) dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Perspektif Keuangan, mengukur hasil tertinggi yang dapat diberikan kepada
organisasi. Finansial dibutuhkan untuk memberikan ringkasan dari
konsekuensi ekonomi akibat dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah
diambil.
2. Perspektif Pelanggan, fokus terhadap kebutuhan dan kepuasan pelanggan
termasuk pangsa pasar. Pelanggan dibutuhkan untuk mengetahui keadaan
pasar.
3. Perspektif Internal, memfokuskan perhatian pada kinerja dalam proses internal
yang mendorong kemajuan perusahaan.
4. Pembelajaran dan Berkembang, memperhatikan langsung seluruh
kemungkinan untuk berhasil. Belajar dan pertumbuhan dibutuhkan untuk
mengidentifikasi infrastruktur dari organisasi yang harus dibangun untuk
menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Konsep Kinerja
Dalam berbagai literatur istilah performance saat ini popular digunakan,
Amstrong dan Baron (2007) mengatakan bahwa : “pengertian performance sering
diartikan sebagai kinerja, hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja mempunyai
makna lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga

13
 

bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan
dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang
dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil
pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi,
kepuasan konsumen dan memberikan konstribusi ekonomi. Dalam konteks
penelitian ini pengertian di atas dianggap cukup karena Balanced Scorecard juga
menyangkut teknik pengukuran terhadap kepuasan pelanggan dan kontribusi
ekonomi dalam perspektif keuangan.
Namun demikian kinerja dalam rangka pengembangan karyawan
memerlukan pengukuran, dan dalam penelitian ini pengukuran yang dimaksud
adalah pengukuran dengan menggunakan Model Balanced Scorecard dengan
tujuan untuk menghasilkan informasi yang akurat dan sahih tentang perilaku dan
kinerja anggota-anggota organisasi. Pengukuran kinerja melalui Balanced
Scorecard akan menghasilkan kesimpulan apakah kesejahteraan karyawan dapat
dipertimbangkan peningkatannya, apakah perspektif keuangan dapat
meningkatkan perkembangan fisik organisasi atau apakah proses internal dalam
organisaasi dapat memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan
diri, dan terakhir apakah proses belajar dapat menunjang kinerja sehingga
organisasi eksis dan mampu bersaing dengan organisasi sejenis.
Pengendalian dan Kinerja
Pengendalian adalah proses mengarahkan sekumpulan variabel yang
meliputi manusia, benda, situasi dan organisasi untuk mencapai tujuan atau
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kinerja adalah suatu
tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan atau kegiatan selama periode waktu
tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional
perusahaan atau kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki.
Tujuan Pengukuran Kinerja
Tujuan dari pengukuran kinerja menurut Samimora (2006), adalah untuk
menghasilkan data, yang kemudian apabila data tersebut dianalisis secara tepat
akan memberikan informasi yang akurat bagi pengguna data tersebut.
Berdasarkan tujuan pengukuran kinerja, maka metode pengukuran kinerja harus
dapat menyelaraskan tujuan organisasi perusahaan secara keseluruhan tujuan
organisasi keseluruhan (goal congruence).
Penilaian Kinerja
Mulyadi (2002), mendefinisikan mengenai penilaian kinerja adalah
penentuan secara periodik efektifitas operasional organisasi, bagian organisasi dan
karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kinerja yang telah ditetapkan
sebelumnya. Melalui penilaian kinerja, manajer dapat menggunakannya dalam
mengambil keputusan penting dalam rangka bisnis perusahaan, seperti
menentukan tingkat gaji karyawan dan sebagainya, serta langkah yang akan
diambil untuk masa depan. Sedangkan bagi pihak luar, penilaian kenerja sebagai
alat pendeteksi awal dalam memilih alternatif investasi yang digunakan untuk
meramalkan kondisi perusahaan atau kegiatan yang akan datang.

14
 

Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan utama penilaian kinerja (Samimora 2006), adalah untuk
memotivasi personil dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi
standar berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam
anggaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan
tindakan dan berhasil yang diinginkan oleh organisasi.
Manfaat Pengukuran Kinerja
Suatu pengukuran kinerja akan menghasilkan data, dan data yang telah
dianalisis akan memberikan informasi tentang manfaat pengukuran kinerja berupa
bagi peningkatan pengetahuan para manajer dalam mengambil keputusan atau
tindakan manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Samimora 2006).
Manfaat sistem pengukuran kinerja yang terbaik adalah :
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata
rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan
memberikan reward atas perilaku yang diharapkan.
5. Membuat suatu tujuan yang biasanya kabur menjadi lebih konkrit sehingga
mempercepat proses pembelajaran organisasi.
Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat dari penilaian kinerja bagi manajemen (Samimora 2006), adalah
sebagai berikut :
1. Mengelola operasi organisasi secara efektif melalui pemotivasian karyawan
secara maksimum.
2. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
3. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
4. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
5. Penghargaan digolongkan dalam 2 (dua) kelompok yaitu :
a. Penghargaan intrinisik, berupa rasa puas diri yang diperoleh seseorang
yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan telah
mencapai sasaran tertentu dengan menggunakan berbagai teknik seperti
pengayaan pekerjaan, penambahan tanggungjawab, partisipasi dalam
pengambilan keputusan.
b. Penghargaan ekstrisik, terdiri dari kompensasi yang diberikan kepada
karyawan, baik yang berupa kompensasi langsung, kompensasi tidak
langsung dan kompensasi keuangan. Dimana ketiganya memerlukan data
kinerja karyawan agar penghargaan tersebut dirasakan adil oleh karyawan.

15
 

Pengukuran Kinerja
Pengertian kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis
suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau
sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak
ukur yang ditetapkan oleh organisasi (Moeheriono 2009). Menurut Oxford
Dictionary (Moeheriono 2009), kinerja (Performance) merupakan suatu tindakan
proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi. Sedangkan menurut
Robbins dalam Moeheriono (2009), mengatakan bahwa kinerja sebagai fungsi
interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan
kesempatan atau opportunity (O), yaitu Kinerja = f (A x M x O); artinya kinerja
merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Pengukuran kinerja
atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
sesuatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi
dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu
organisasi (Moeheriono 2009). Menurut Yuwono (2007), pengukuran kinerja
merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen yang mencakup baik
tindakan yang mengimplikasikan keputusan perencanaan maupun penilaian
kinerja pegawai dan operasinya.
Untuk Pengukuran kinerja kita perlu menetapkan ukuran indikator kinerja.
Menurut Moeheriono (2009), pada umumnya, ukuran indikator kinerja dapat
dikelompokkan ke dalam enam kategori berikut ini. Namun, organisasi tertentu
dapat mengembangkan kategori masing-masing yang sesuai dengan misinya
yaitu:
1. Efektif, indikator ini mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan
dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Indikator mengenai efektifitas ini
menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang sudah
benar.
2. Efisien, indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output
dengan menggunakan biaya serendah mungkin. Indikator mengenai efektifitas
ini menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu dengan
benar.
3. Kualitas, in