Karakterisasi Ahl-Laktonase Bacillus Thuringiensis Sgt3g Dan Uji Anti Quorum Sensing Terhadap Patogenisitas Dickeya Dadantii Pada Phalaenopsis

KARAKTERISASI AHL-LAKTONASE Bacillus thuringiensis
SGT3g DAN UJI ANTI QUORUM SENSING
TERHADAP PATOGENISITAS Dickeya dadantii
PADA Phalaenopsis

PUTRI EKA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi AHLLaktonase Bacillus thuringiensis SGT3g dan Uji Anti Quorum Sensing terhadap
Patogenisitas Dickeya dadantii pada Phalaenopsis adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor
Bogor, Februari 2016
Putri Eka Sari
NIM G351130141

RINGKASAN
PUTRI EKA SARI. Karakterisasi AHL-Laktonase Bacillus thuringiensis SGT3g
dan Uji Anti Quorum Sensing terhadap Patogenisitas Dickeya dadantii pada
Phalaenopsis. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan ALINA AKHDIYA.
Dickeya dadantii merupakan salah satu bakteri fitopatogen tanaman
penyebab penyakit busuk lunak pada anggrek. Bakteri tersebut menggunakan
proses quorum sensing dalam mengaktifkan faktor virulensinya. D. dadantii
menggunakan N-acyl homoserine lactone (AHL) sebagai sinyal dalam
mengkordinasikan ekspresi enzim pektinolitik yang digunakan untuk
mendegradasi dinding sel tanaman. Akumulasi sinyal AHL dapat dicegah oleh
AHL-laktonase sehingga faktor virulensi tidak dapat diekspresikan. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui karakteristik enzim AHL-laktonase Bacillus
thuringiensis SGT3g serta untuk menguji aktivitas penghambatan virulensi
fitopatogen D. dadantii pada anggrek Phalaenopsis ekanagasaki.

B. thuringiensis SGT3g menghasilkan enzim AHL-laktonase ekstraseluler
dan intraseluler yang mampu menghidrolisis AHL. Aktivitas AHL-laktonase
ekstraseluler dan intraseluler ditunjukkan dengan terbentuknya zona quorum
quenching terhadap Chromobacterium violaceum sebesar 7.25 mm dan 10 mm
berturut-turut untuk enzim ekstraseluler dan intraseluler. Enzim ekstraseluler
berhasil mengendap pada penambahan amonium sulfat dengan konsentrasi 70%
(b/v). Aktivitas AHL-laktonase hasil dialisis meningkat 1.45 kali dibandingkan
dengan presipitatnya. Konsentrasi protein enzim AHL-laktonase hasil dialisis
sebesar 0.683 mg/mL sedangkan presipitat sebesar 0.916 mg/mL. Presipitat enzim
ekstraseluler dikarakterisasi berdasarkan pH dan suhu. AHL-laktonase
B. thuringiensis SGT3g memiliki kisaran pH dan suhu yang luas. Aktivitas
optimum presipitat AHL-laktonase berada pada pH 5-8. Aktivitas optimum AHLlaktonase dicapai pada suhu 30 ºC. AHL-laktonase masih aktif pada suhu 4090 °C setelah diinkubasi selama 30 menit.
Gejala busuk lunak pada daun anggrek hibrida Phalaenopsis yang
diinokulasikan dengan B. thuringiensis SGT3g sebelum diinfeksi dengan
D. dadantii mengalami penurunan gejala sebesar 50% setelah 24 jam inkubasi.
Sebaliknya daun anggrek yang hanya diinfeksi dengan D. dadantii mengalami
gejala busuk lunak yang lebih parah (100%). Penghambatan proses quorum
sensing D. dadantii pada daun Phalaenopsis tersebut dikonfirmasikan dari hasil
perhitungan populasi sel D. dadantii pada kontrol positif dan perlakuan
B. thurungiensis SGT3g+D. dadantii yaitu berturut-turut sebanyak 1.01 x 109 dan

3.96 x 108. Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses penghambatan munculnya
gejala busuk lunak yang terjadi pada daun anggrek tersebut bukan mekanisme
antibiosis melainkan proses quorum quenching. Penelitian ini memberikan
informasi potensi aplikasi B. thuringiensis tidak hanya dapat dimanfaatkan
sebagai agen bioinsektisida tetapi juga sebagai agen pengendali penyakit tanaman
berbasis anti quorum sensing.
Kata kunci : Bacillus thuringiensis, Degradasi AHL, Dickeya dadantii, Quorum
sensing

SUMMARY
PUTRI EKA SARI. Characterization of AHL-lactonase from Bacillus
thuringiensis SGT3g and Its Anti Quorum Sensing Bioassay Against Dickeya
dadantii Pathogenicity on Phalaenopsis. Supervised by IMAN RUSMANA and
ALINA AKHDIYA.
Dickeya dadantii is a plant pathogenic bacterium that causes soft rot
disease in orchids. The bacterium uses quorum sensing mechanism to activate
their virulent factor genes. D. dadantii or Erwinia chrysanthemi uses N-acyl
homoserine lactones (AHL) signal to control expression of pectinolytic enzyme
needed for degradation of the host plant’s cell wall. AHL-lactonase is used to
prevent the accumulation of AHL signal. The aims of this study are to determine

AHL-lactonase characteristics of B. thuringiensis SGT3g and to test its inhibitory
activity on virulence factor of D. dadantii in Phalaenopsis ekanagasaki.
B. thuringiensis SGT3g produced AHL-lactonase enzyme both
extracellular and intracellular that were able to hydrolyze AHL. Extracellular and
intracellular AHL-lactonase activites were indicated by non-purple zone
formation of Chromobacterium violaceum around a paper disc. The non-purple
zone formed by the crude extract of extracellular and intracellular enzymes was
7.25 mm and 10 mm in diameter respectively. The optimum concentration of
ammonium sulfate to precipitate the enzymes was 70% (w/v). After dialysis, the
activity of AHL-lactonase was increased 1.45 times than that of precipitated
enzyme. The protein concentration of AHL-lactonase after dialysis was 0.683
mg/mL, while the precipitate was 0.916 mg/mL. The precipitate of extracellular
enzyme was characterized its optimum pH and temperature. AHL-lactonase of B.
thuringiensis SGT3g had a wide range of pH and temperature. The optimum
activity of precipitated AHL-lactonase was at pH 5-8. The highest AHL-lactonase
activity was at 30 ºC, however after 30 minutes incubation at 40-90 ºC the enzyme
was still active. So that these result are the first report of the high thermotolerant
AHL-lactonase produced by Bacillus spp.
The soft rot symptoms on leaves of hybrid Phalaenopsis treated with
B. thuringiensis SGT3g and inoculated with D. dadantii were decreased up to

50%, but the leaves inoculated with only D. dadantii had the worse soft rot
symptoms (100%). Quorum sensing inhibiton of D. dadantii was confirmed by
the bacterial pathogen cell population on positive control leaves (1.01 x 109
CFU/mL) and B. thuringiensis SGT3g+D. dadantii treated leaves (3.96 x 108
CFU/mL). These results showed that the inhibition of soft rot symptoms on the
leaves of hybrid Phalaenopsis is not antibiosis mechanisms but a quorum
quenching process. These results confirmed that B. thuringiensis well known as
bioinsecticides agent, also has a great potential to be developed as biocontrol
agent for plant pathogenic bacteria due to its it anti quorum sensing mechanisms.
Keyword : AHL degradation, Bacillus thuringiensis, Dickeya dadantii, Quorum
sensing

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI AHL-LAKTONASE Bacillus thuringiensis
SGT3g DAN UJI ANTI QUORUM SENSING
TERHADAP PATOGENISITAS Dickeya dadantii
PADA Phalaenopsis

PUTRI EKA SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 hingga
September 2015 ini ialah Karakterisasi AHL-Laktonase Bacillus thuringiensis
SGT3g dan Uji Anti Quorum Sensing terhadap Patogenisitas Dickeya dadantii
pada Phalaenopsis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Iman Rusmana, MSi sebagai
ketua komisi pembimbing dan Dr Alina Akhdiya, MSi selaku anggota komisi
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, motivasi dan arahan
dalam penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih
kepada penguji luar komisi Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi dan Prof Dr Anja
Meryandini, MSi selaku Ketua Program Studi Mikrobiologi IPB, yang telah
memberikan motivasi selama studi dan masukan pada saat ujian sidang tesis.
Terima kasih kepada DIKTI melalui Beasiswa BPPDN (Beasiswa Program
Pascasarjana Dalam Negeri) 2013/2014 atas kepercayaannya untuk memberikan

beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di IPB.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Dr Muhammad
Japar, MSi, ibunda Siti Nursari, SPd, adinda Hana Nurina, SSos, M. Amin
Zakaria, M. Yahya Mahendra dan Aditya Tirta Nugraha, SPd serta seluruh
keluarga saya atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Heni dan Bapak Jaka selaku staf
Laboratorium Mikrobiologi IPB, Kak Susi, Kak Mey, Kak Daya, Gaby, Ciko,
Bang Risky, Kak Sipri, Taruna serta seluruh teman-teman di Laboratorium
Mikrobiologi IPB, atas dukungan, motivasi, dan bantuannya selama penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen dan staf
Departemen Biologi IPB atas ilmu, arahan, dan semangat yang diberikan selama
menempuh pendidikan Magister. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan
di Pascasarjana Mikrobiologi IPB angkatan 2013 serta seluruh pihak yang telah
memberikan doa dan dukungannya, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
Putri Eka Sari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2


TINJAUAN PUSTAKA
Quorum Sensing
N-Acyl Homoserine Lactones (AHL)
AHL-laktonase
Dickeya dadantii

3
3
4
5
6

METODE
Bahan
Kerangka Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Persiapan Enzim Kasar
Uji Aktivitas AHL-laktonase terhadap C. violaceum
Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bacillus thuringiensis SGT3g
Pemekatan Enzim dan Karakterisasi Enzim

Pengukuran Kadar Protein
Uji Penghambatan Quorum Sensing Dickeya dadantii pada
tanaman Anggrek Hibrida Phalaenopsis ekanagasaki

6
6
7
8
8
8
8
9
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Aktivitas Enzim Kasar AHL-Laktonase B. thuringiensis SGT3g
Kurva Pertumbuhan SGT3g
Pemekatan Enzim
Karakteristik Enzim AHL-Laktonase B. thuringiensis SGT3g
Isolat Bakteri Penyebab Busuk Lunak dan Virulensinya
Penghambatan Quorum Sensing
Identifikasi Gen 16S rRNA Isolat Bakteri Fitopatogen
Pembahasan

12
12
12
13
13
15
16
17
19
20

SIMPULAN

23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

28
30

DAFTAR TABEL
1 Aktivitas enzim kasar AHL-laktonase Bacillus thuringiensis SGT3g
dalam menghambat pembentukan violacein Chromobacterium
violaceum
2 Aktivitas relatif enzim AHL-laktonase B. thuringiensis SGT3g pada
proses pemekatan
3 Perbandingan jumlah sel Dickeya dadantii pada daun 24 jam setelah
inokulasi

12
16
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12

13
14
15

Struktur Molekul N-Acyl Homoserine Lactone
Mekanisme kerja AHL-Laktonase
Diagram alir penelitian
Aktivitas QQ terhadap C. violaceum yang disebabkan oleh AHLlaktonase B. thuringiensis SGT3g dari (A) ekstraseluler, dan (B)
intraseluler
Kurva Pertumbuhan B. thuringiensis SGT3g pada media LB yang
diinkubasi pada suhu ruang
Kadar protein hasil pemekatan enzim menggunakan amonium sulfat
Indeks QQ ekstrak kasar AHL-laktonase Bacillus thuringiensis SGT3g
terhadap C. violaceum
Perbandingan antara indeks QQ enzim intraseluler dan ekstraseluler
terhadap C. violaceum
Aktivitas relatif AHL-laktonase pada berbagai macam pH dan suhu
Aktivitas relatif enzim AHL-laktonase B. thuringiensis SGT3g hasil
pengendapan dan dialisis
Gejala busuk lunak pada daun anggrek yang diinokulasikan isolat D (a),
isolat C3 (b) dan isolat C1 (c) 24 jam setelah inokulasi
Gejala busuk daun Phalaenopsis yang disebabkan oleh Dickeya
dadantii 24 jam setelah inokulasi (a) daun yang hanya diinnfeksikan D.
dadantii (kontrol positif) dan (b) daun yang diinokulasikan B.
thuringiensis SGT3g dan D. dadantii
Diameter gejala busuk pada daun anggrek hibrida Phalaenopsis
ekanagasaki 24 jam setelah inokulasi
Hasil elektroforesis amplifikasi gen 16S rRNA Isolat C1
Konstruksi pohon filogenetik Isolat C1 berdasarkan 16S rRNA terhadap
beberapa bakteri penyebab busuk lunak

4
5
7

13
13
14
14
15
15
16
17

18
19
19
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Metode pengukuran kadar protein
2 Sekuen gen 16S rRNA isolat bakteri patogen C1

28
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mekanisme komunikasi di antara sel-sel bakteri disebut quorum sensing
(QS). Proses tersebut melibatkan sebuah molekul sinyal berupa autoinduser. Saat
proses QS berlangsung, autoinduser disekresikan ke lingkungan kemudian
terakumulasi, dikenali dan diserap kembali ke dalam sel (Fuqua et al. 1994;
Czajkowski et al. 2009; Sakr et al. 2013). Autoinduser yang mencapai konsentrasi
tertentu akan membentuk kompleks dengan protein regulator pengaktivasi
transkripsi yang akan mengatur pembentukan biofilm, faktor virulensi,
bioluminescence dan produksi antibiotik. Jadi QS dapat diartikan sebagai
pengaturan ekspresi gen yang bergantung pada jumlah populasi bakteri dan
akumulasi autoindusernya (Dong et al. 2007).
Bakteri patogen tanaman menggunakan proses quorum sensing dalam
mengaktifkan faktor virulensinya. Dickeya dadantii atau Erwinia chrysantemi
(Samson et al. 2005) menggunakan sinyal N-Acyl Homoserine Lactones (AHL)
dalam melakukan aktivitas pektinolitik yang digunakan saat mendegradasi
dinding sel tanaman (Dong et al. 2000; Barnard et al. 2007). Bakteri tersebut
tergolong ke dalam Enterobacteriaceae, agen penyebab penyakit busuk lunak
pada anggrek, kubis, dan wortel di Indonesia maupun di negara lain (Rukmana
2000, McMillan et al. 2007, Muharram et al. 2012). Sinyal AHL berperan dalam
proses pembentukan faktor virulensi D. dadantii dalam produksi enzim Plant
Cell-Wall Degrading Enzyme (PCWDE) termasuk pektinase dan selulase
(Barnard et al. 2007; Muharram et al. 2012).
Proses QS dapat dikendalikan dengan cara mencegah terjadinya akumulasi
sinyal AHL di lingkungan sel (Chen et al. 2013; Ghani et al. 2014). Enzim AHLlaktonase merupakan enzim yang termasuk ke dalam molekul degradator yang
dapat merusak proses QS melalui hidrolisis cincin lakton pada sinyal AHL. AHLlaktonase mendegradasi dengan cara menghidrolisis cincin lakton tanpa
mempengaruhi struktur dari molekul sinyal AHL. Penggunaan enzim AHLlaktonase memiliki kelebihan yaitu tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri
patogen, sehingga dapat menghindari tekanan seleksi yang dapat menghasilkan
generasi patogen yang lebih resisten terhadap antibiotik (Choudhary & Dannert
2010; Dong et al. 2004).
AHL-laktonase pertama kali ditemukan oleh Dong et al. (2001) pada
Bacillus sp. 240B1 dapat mengurangi penyakit busuk lunak pada kentang yang
disebabkan oleh E. carotovora. Berbagai macam bakteri dari bermacam-macam
genera memiliki aktivitas dalam mendegradasi AHL seperti Bacillus sp., Bacillus
thuringiensis, Arthrobacter sp., dan Rhodococcus sp. (Dong et al. 2002; Park et al.
2003; Wang et al, 2004; Park et al. 2006) . Aktivitas AHL-laktonase dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti suhu, pH, dan ion-ion divalent. AHL-laktonase B.
weihenstephanensis memiliki aktivitas optimum pada suhu 50 ºC dan pada kisaran
pH yang luas (6-9) serta tidak dipengaruhi ion-ion divalent (Ca2+, Mg2+, Fe2+)
pada konsentrasi 1 mM dan 10 mM serta Zn2+ dan Cu2+ pada konsentrasi 1 mM
dan 2 mM (Sakr et al. 2013).

2
Afiah (2011) berhasil mengisolasi Bacillus thuringiensis SGT3g yang
menghasilkan enzim AHL-laktonase. Aktivitas enzim AHL-laktonase telah diuji
menggunakan bakteri biosensor Chromobacterium violaceum. Stabilitas AHLlaktonase yang diproduksi oleh isolat B. thuringiensis SGT3g penting untuk
diketahui, sehingga karakterisasi enzim AHL-laktonase perlu dilakukan. Oleh
karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi enzim AHL-laktonase
B. thuringiensis SGT3g serta mengetahui efektivitas penghambatan virulensi
fitopatogen D. dadantii.

Perumusan Masalah
Dickeya dadantii menyebabkan penyakit busuk lunak pada anggrek, kubis,
kentang dan wortel dengan menggunakan mekanisme QS untuk mengekspresikan
gen penyandi faktor virulensinya. Bacillus thuringiensis SGT3g penghasil enzim
AHL-laktonase berhasil diisolasi dari tanah asal lahan pertanian Jawa. AHLlaktonase merupakan enzim yang dapat menghentikan proses QS pada bakteri
patogen. B. thuringiensis SGT3g berpotensi sebagai agens biokontrol D. dadantii
karena memiliki kemampuan dalam mendegradasi sinyal AHL dari D. dadantii.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi enzim AHL-Laktonase
Bacillus thuringiensis SGT3g serta mengetahui aktivitasnya dalam menghambat
patogensitas Dickeya dadantii.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan mengenai potensi
B. thuringiensis SGT3g sebagai agen anti-QS yang berguna untuk mengendalikan
virulensi bakteri fitopatogen D. dadantii.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi produksi enzim kasar, uji kualitatif aktivitas AHLlaktonase, pembuatan kurva tumbuh Bacillus thuringiensis SGT3g, pengukuran
kadar protein, pengendapan AHL-laktonase, karakterisasi AHL-laktonase dan uji
aktivitas penghambatan QS Dickeya dadantii pada tanaman anggrek hibrida
Phalaenopsis ekanagasaki.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Quorum Sensing
Bakteri melakukan komunikasi dengan bakteri lainnya menggunakan
molekul sinyal. Mekanisme komunikasi pada bakteri melibatkan proses produksi,
pelepasan, pengenalan, dan respon terhadap molekul kecil yang disebut
autoinduser (AI). Proses ini disebut quorum sensing (QS), memungkinkan bakteri
memantau bakteri lain di lingkungan dan mengubah perilaku dalam komunitas.
Kebanyakan proses QS tidak dapat terjadi jika bakteri dalam kondisi individu,
tetapi menjadi bermanfaat ketika bakteri berada dalam kepadatan populasi sel
yang tinggi. Bakteri mendeteksi akumulasi AI pada konsentrasi tertentu dan akan
membentuk kompleks dengan protein regulator pengaktivasi transkripsi. Proses
QS meregulasi ekspresi gen pembentukan biofilm, faktor virulen,
bioluminescence, dan antibiotik. Berdasarkan penjelasan di atas QS dapat
diartikan sebagai regulasi ekspresi gen bakteri yang bergantung pada jumlah
populasi bakteri dan akumulasi autoindusernya (Dong et al. 2001; Chen et al.
2010).
Autoinduser yang diproduksi oleh sel-sel bakteri akan mempengaruhi proses
transkripsi gen target pada saat mencapai “quorum” tertentu. Bakteri Gram positif
dan Gram negatif memiliki AI yang berbeda. Bakteri Gram negatif yang pertama
kali ditemukan melakukan proses QS adalah bakteri laut Vibrio fischeri dalam
pembentukan bioluminescence (Nealson & Hastings 1979). V. fischeri
mengkolonisasi cumi-cumi Euprymna scolopes pada organ cahaya (Visick et al.
2000). Bakteri tersebut tumbuh hingga mencapai kepadatan sel tinggi dan
menginduksi ekspresi gen yang dibutuhkan untuk bioluminescence. Dua protein ,
LuxI dan LuxR, mengontrol ekspresi operon luciferase (luxICDABE) yang
dibutuhkan untuk produksi cahaya. LuxI adalah autoinduser sintase, yang
memproduksi autoinduser acyl-homoserine lactone (AHL) berupa 3O6Chomoserine lactone dan LuxR adalah reseptor autoinduser atau aktivator
transkripsi DNA-Binding (Engebrecht et al. 1983). AHL berdifusi secara bebas ke
dalam dan ke luar sel dan konsentrasinya akan meningkat sejalan dengan
tingginya kepadatan sel (Kaplan & Greenberg 1985). Ketika sinyal mencapai
konsentrasi yang cukup, maka akan berikatan dengan LuxR dan pembentukan
kompleks ini mengaktifkan transkripsi operon yang mengkode luciferase (Stevens
et al. 1994). Selain V. fischeri bakteri Gram negatif melakukan proses quorum
sensing dengan menggunakan sinyal berupa senyawa N-acyl homoserine lactones
(AHL) yang berperan penting dalam menginduksi ekspresi gen virulen pada
beberapa spesies patogen tanaman diantaranya ialah Erwinia carotovora
penyebab penyakit busuk lunak (Dong et al. 2001).
Berbeda halnya dengan bakteri Gram positif, mekanisme komunikasi
menggunakan modifikasi oligopeptida sebagai sinyal dan tipe “dua-komponen”
terikat-membran sensor histidin kinase sebagai reseptor. Sinyal diperantarai oleh
proses fosforilasi yang akan memicu aktivitas dari protein regulator transkripsi
yang disebut regulator respon. Sinyal peptida tidak berdifusi melewati membran,
tetapi sinyal dilepaskan melalui eksporter oligopeptida (Booth et al. 1996;
Nakayama et al. 2001; Ansaldi et al. 2002). Staphylococcus aureus menggunakan
strategi dua fase dalam menyebabkan penyakit: pada kepadatan sel rendah, bakteri

4
mengekspresikan protein yang memicu penempelan dan kolonisasi, sedangkan
pada saat kepadatan sel tinggi, bakteri menekan hal tersebut dan menginisiasi
sekresi toksin dan protease (Lyon & Novick 2004).

N-Acyl Homoserine Lactones (AHL)
Sinyal N-acyl homoserine lactones (AHL) (Gambar 1) dimanfaatkan oleh
bakteri Gram negatif dalam melakukan proses QS. Senyawa ini tersusun atas
homoserin lakton dan rantai samping asil lemak (Czajkowski & Jafra 2009).
Rantai samping asil mengandung asam lemak rantai panjang yang berbeda-beda
(4-18 karbon), tingkat kejenuhan, dan keberadaan hydroxy-, oxo-, atau tidak ada
substituen pada posisi C3 (Swift et al. 1997).
Proses sintesis AHL membutuhkan dua komponen yaitu Sadenosylmethionine (SAM) dan acyl-acyl carrier protein (acyl-ACP). Mekanisme
quorum sensing yang melibatkan AHL pertama kali ditemukan pada bakteri laut
Vibrio fischeri, dalam pembentukan bioluminescene. Pada level molekular,
tersusun aktivitas dan kolaborasi dari dua komponen. Pertama, AHL sintase yang
bertanggung jawab untuk sintesis molekul sinyal secara konstitutif. Kedua,
protein regulator yang memicu transkripsi gen target ketika berikatan dengan
AHL. Pengikatan AHL membutuhkan perubahan tiga dimensi dari protein
regulator dan pada waktu yang tepat memungkinkan berinteraksi dengan daerah
DNA spesifik kemudian transkripsi gen target menjadi aktif (Hanzelka &
Greenberg 1996).

Gambar 1 Struktur Molekul N-Acyl Homoserin Lactone (Czajkowski & Jafra
2009)

5

AHL-Laktonase
Proses QS dapat dihambat dengan cara mencegah terjadinya akumulasi
sinyal AHL di lingkungan. Senyawa AHL-laktonase termasuk ke dalam senyawa
degradator yang dapat merusak proses QS melalui hidrolisis cincin homoserin
lakton pada sinyal AHL (Dong et al. 2007). AHL-laktonase mendegradasi dengan
cara menghidrolisis cincin lakton tanpa mempengaruhi struktur dari molekul
tersebut (Dong et al. 2000).
Beberapa spesies bakteri memproduksi AHL-laktonase di antaranya
Acinetobacter sp., Arthrobacter sp., Agrobacterium tumefaciens, dan Bacillus sp.
AHL-laktonase pertama kali diidentifikasi merupakan enzim yang dikode oleh
gen aiiA yang berasal dari Bacillus sp. 240B1. AHL-laktonase menghidrolisis
ikatan ester pada cincin lakton yang menghasilkan acyl homoserine sehingga
AHL menjadi non-aktif.
Karakteristik AHL-laktonase sudah banyak diketahui dari masing-masing
spesies. Salah satu contoh yaitu Bacillus weihenstephanensis P65 dapat
mendegradasi AHL dengan optimal pada kisaran pH 6-9. Aktivitas AHLlaktonase dari isolat tersebut tidak terhambat oleh ion-ion divalen Ca2+, Mg2+ ,
Fe2+ dan EDTA pada konsentrasi 1 mM dan 10 mM (Sakr et al. 2013). Studi yang
dilakukan Cao et al. (2012) menjelaskan isolat Bacillus sp. AI96 memiliki
aktvitas degradasi 3-oxo-C8-HSL pada pH 8 ketika suhu 30 ⁰C. Bacillus sp.
240B1 yang memproduksi AHL-laktonase mampu menekan virulensi bakteri
patogen Erwinia carotovora melalui bentuk baru dari antagonisme mikroba, yaitu
melalui proses gangguan sinyal menggunakan AHL-laktonase.

Gambar 2 Mekanisme kerja AHL-Laktonase (Czajkowski & Jafra 2009)

6
Dickeya dadantii
Bakteri Erwinia chrysanthemi merupakan bakeri Gram negatif termasuk
golongan Enterobacteriaceae penyebab penyakit busuk lunak pada tanaman
sukulen seperti anggrek, kubis, dan wortel (Parent et al. 1996; Muharram et al.
2012). Seiring dengan perkembangan dari biologi molekuler, spesies
Erwinia chrysanthemi penyebab busuk lunak telah diusulkan perubahan nama
spesies berdasarkan Samson et al. (2005) menjadi Dickeya dadantii (sinonim
E. chrysanthemi), Pectobacterium carotovorum sub sp. carotovorum (sinonim
E. carotovora sub sp. carotovora), dan Pectobacterium carotovorum sub sp.
atrosepticum (sinonim E. carotovora sub sp. atroseptica). Patogen-patogen
tersebut pada umumnya menyebabkan gejala busuk lunak pada jaringan tanaman.
Setiap patogen memiliki sifat yang unik dan cara khusus dalam melakukan
regulasi patogenisitasnya. Bakteri patogen pada umunya melakukan proses
komunikasi antar sel, begitupula dengan strain Dickeya dadantii memproduksi
sinyal 3-oxo-C6-HSL dalam melakukan proses quorum sensing. Karakter utama
dari bakteri penyebab penyakit busuk lunak ini yaitu memiliki kemampuan dalam
memproduksi enzim pendegradasi dinding sel dalam jumlah besar (HugouvieuxCotte-Pattat et al. 1996; Crepin et al. 2012; Nasser et al. 2013).
Sinyal AHL berperan dalam proses pembentukan faktor virulensi
D. dadantii dalam produksi enzim Plant Cell-Wall Degrading Enzyme (PCWDE).
D. dadantii mensintesis pektin metilesterase, pektat liase, pektin liase,
poligalakturonase, selulase, protease dan fosfolipase. Pektinase dan selulase
disekresikan keluar sel melalui sistem sekresi (Muharram et al. 2012). Enzim
tersebut bekerja dengan cara mengganggu integritas sel inang dan dapat memicu
pembusukan. Perkembangan gejala penyakit yang disebabkan oleh fitopatogen ini
tergantung pada agresivitas strain bakteri dan kerentanan tanaman inang, tetapi
juga pada kondisi lingkungan, di antaranya suhu dan kelembapan (Liu et al. 2008).

METODE
Bahan
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini ialah tiga jenis yaitu
Bacillus
thuringiensis
SGT3g
(Afiah
2011),
bakteri
biosensor
Chromobacterium violaceum, dan tiga isolat bakteri penyebab gejala busuk lunak
(koleksi Dr. Alina Akhdiya, M.Si). Biakan kerja isolat B. thuringiensis SGT3g
ditumbuhkan pada media Nutrient Agar, sedangkan C. violaceum ditumbuhkan
pada media Luria Bertani Broth.

7
Kerangka Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan diantaranya yaitu produksi enzim
ekstrak kasar, uji aktivitas AHL-laktonase. Tahapan selanjutnya karakterisasi
enzim meliputi pada berbagai macam suhu dan pH, serta dilakukan pengujian
penghambatan quorum sensing D. dadantii pada tanaman anggrek hibrida
Phalaenopsis ekanagasaki (Gambar 3).

Seleksi Isolat
Fitopatogen

Bacillus thuringiensis SGT3g

Uji Penghambatan QS

Identifikasi Gen 16S rRNA
Isolat Fitopatogen

Pertumbuhan Sel Bakteri

Kurva Pertumbuhan Sel
Persiapan Enzim Ekstrak Kasar

Enzim Ekstrak Kasar
Pengendapan dengan
Amonium Sulfat

Uji Kualitatif Aktivitas
AHL-laktonase
dan Pengukuran Kadar
Protein

Presipitat

Karakterisasi
berdasarkan pH
dan Suhu

Dialisis

Gambar 3 Diagram alir penelitian

8
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai dengan
September 2015, bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Penyiapan Enzim Kasar
Sebanyak 1-2 lup B. thuringiensis SGT3g diinokulasikan ke dalam 50 mL
media LB kemudian diinkubasi pada inkubator berpenggoyang dengan kecepatan
100 rpm selama 5-6 jam pada suhu ruang hingga OD 0.6-0.8. Kultur
B. thuringiensis SGT3g diambil sebanyak 2 mL untuk diinokulasikan ke dalam
200 mL media LB yang baru kemudian diinkubasi menggunakan inkubator
berpenggoyang dengan kecepatan 150 rpm selama 9 jam. Kultur B. thuringiensis
SGT3g disentrifugasi (High-Speed Refrigerated Centrifuged Himac CR 21G, US)
pada kecepatan 9800 x g, dan supernatannya digunakan sebagai enzim
ekstraseluler. Pelet sel diresuspensi menggunakan Phospate Saline Buffer (PBS)
pH 7.4 kemudian disentrifugasi (Centrifuge Hermle, Germany) pada suhu 4 ºC
dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit. Supernatan sel dibuang, sedangkan
pelet selnya diresuspensikan kembali dengan buffer yang sama kemudian
dilakukan pelisisan sel menggunakan sonikator (SONIPREP 150, UK) 5 kali
masing-masing selama 2 menit secara diskontinyu. Debris sel dipisahkan dengan
cara disentrifugasi (Centrifuge Hermle, Germany) pada kecepatan 12500 x g
selama 15 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan yang diperoleh digunakan sebagai
enzim intraseluler (Dong et al. 2002; Cao et al. 2012).

Uji Aktivitas AHL-Laktonase terhadap C. violaceum
Aktivitas AHL laktonase terhadap C. violaceum diuji menggunakan
metode disc diffusion assay (Fitriyah et al. 2014). Sebanyak 80 µL enzim kasar
diteteskan pada paper disc steril 8 mm yang diletakkan pada permukaan media
cawan Luria Bertani Agar (LBA) semi padat (0.8% agar) yang telah diinokulasi
dengan 1% (b/v) kultur cair C. violaceum (108 CFU/mL). Cawan tersebut
kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Zona quorum quenching
(tidak berwarna ungu) yang terbentuk di sekitar paper disc diamati dan diukur
diameternya.

Pembuatan Kurva Pertumbuhan B. thuringiensis SGT3g
Sebanyak 1-2 lup B. thuringiensis SGT3g diinokulasikan ke dalam 50 mL
media LB kemudian diinkubasi pada inkubator berpenggoyang dengan kecepatan
100 rpm selama 5-6 jam pada suhu ruang. Kultur B. thuringiensis SGT3g yang
telah mencapai OD 0.6-0.8 diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam 125
mL media LB lalu diinkubasi menggunakan inkubator berpenggoyang dengan
kecepatan 150 rpm. Nilai optical density (OD) kultur diukur menggunakan

9
spektrofotometer (Genesys 20, US) pada panjang gelombang 600 nm setiap 3 jam
selama 27 jam atau sampai tercapai fase stasioner.

Pemekatan dan Karakterisasi Enzim
Pemekatan enzim AHL-laktonase dilakukan menggunakan amonium sulfat
pada tingkat saturasi 40-80% (Scopes 1994). Tingkat saturasi yang menghasilkan
aktivitas quorum quenching tertinggi dipilih untuk mengendapkan enzim
ekstraseluler dan intraseluler. Endapan hasil pemekatan dilarutkan dalam buffer
fosfat 0.1 M pH 7. Proses dialisis dilakukan menggunakan kantong dialisis
berdiameter 15 mm dengan ukuran pori (Molecular Weight Cut Off) 12400 Dalton
(Sigma D0405). Sebelum digunakan kantong dialisis dipersiapkan terlebih dahulu
sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh produsennya. Membran dicuci
dengan air mengalir selama 3-4 jam. Selanjutnya untuk menghilangkan residu
sulfur kantong dialisis direbus dalam larutan natrium sulfit 0.3% (b/v) pada suhu
80 °C selama 1 menit. Kantong dialisis kemudian dicuci dengan air panas (60 °C)
selama 2 menit, diikuti dengan tahap pengasaman dalam larutan asam sulfat 0.2%
(b/v), dan terakhir dicuci kembali dengan air panas. Enzim hasil pengendapan
dilarutkan ke dalam larutan 1 mL 50 mM buffer sitrat pH 5,0. Enzim dimasukkan
ke dalam kantong dialisis, diikat kedua ujungnya kemudian didialisis dalam buffer
sitrat 12.5 mM. Selama dialisis, buffer perendam diaduk dengan pengaduk
magnetik. Proses dialisis dilakukan selama semalam dan buffer sitrat 12.5 mM
diganti setelah jam ke-3 dan jam ke-7. Setelah dialisis dilakukan pengujian
aktivitas relatif AHL-laktonase dan pengukuran kadar protein.
Enzim hasil presipitasi dikarakterisasi rentang pH (4.0-10.0) dan suhu
yang berbeda. Buffer yang digunakan untuk karakterisasi rentang pH (4.0-10.0)
adalah sebagai berikut: 0.1 M buffer sitrat (pH 4.0-6.0), 0.1 M buffer fosfat (pH
7.0-8.0) dan 0.1 M buffer glisin-NaOH (pH 9.0-10.0). Suhu optimum ditentukan
pada kisaran suhu 20 °C hingga 90 °C dengan interval suhu 10 °C sebagaimana
yang dilakukan oleh Cao et al. (2012).

Pengukuran Kadar Protein
Pengukuran kadar protein dilakukan mengikuti metode Standard Assay
Bradford (1976). Reagen Bradford dibuat dengan cara, sebanyak 50 mg
Coomassie Brilliant Blue G-250 dilarutkan di dalam 25 mL 95% etanol. Asam
ortofosfat 85% ditambahkan ke dalam larutan tersebut kemudian diencerkan
dengan akuades hingga 500 mL, dan terakhir disaring dengan kertas saring
Whatman No.1.
Sebanyak 2.5 mL reagen Bradford ditambahkan ke dalam tabung reaksi
yang berisi 50 µL enzim. Campuran reaksi tersebut dihomogenkan dengan cara
divorteks kemudian diinkubasi selama 10 menit, Absorbansinya diukur
menggunakan spektrofotometer (Genesys 20, US) pada panjang gelombang 595
nm. Konsentrasi protein dihitung menggunakan kurva standar BSA (0 ppm-1
ppm) (Lampiran 1). Pengukuran dilakukan terhadap kadar protein dalam

10
supernatan, hasil pengendapan dan protein tersisa yang tidak tersendapkan, serta
hasil dialisis.
Uji Penghambatan Quorum Sensing Bakteri Fitopatogen pada
Anggrek Hibrida Phalaenopsis ekanagasaki oleh B. thuringiensis SGT3g
Seleksi Bakteri Penyebab Busuk Lunak
Sebanyak tiga isolat bakteri penyebab busuk lunak yang diisolasi dari
wortel (isolat C1 dan C3) dan kentang (isolat D) busuk diseleksi kemampuannya
dalam menyebabkan gejala busuk lunak. Ketiga isolat tersebut ditumbuhkan pada
media LB cair selama 24 jam. Sebanyak 1 mL kultur masing-masing isolat
diinokulasikan secara terpisah menggunakan syringe tanpa jarum masing-masing
sebanyak 5 titik pada permukaan atas daun anggrek hibrida
Phalaenopsis ekanagasaki. Daun anggrek yang telah diinokulasi disungkup
selama 24 jam dan diamati gejala busuk lunak yang terbentuk. Perlakuan ini
dilakukan sebanyak 2 ulangan. Isolat yang menyebabkan pembusukan paling
parah dipilih untuk uji penghambatan QS.

Uji Penghambatan Quorum Sensing D. dadantii secara In-planta
Tanaman anggrek yang digunakan merupakan anggrek hibrida
Phalaenopsis ekanagasaki yang diperoleh dari Kebun Raya Bogor. Daun anggrek
dioles menggunakan kuas dengan 3 mL kultur Bacillus thuringiensis SGT3g yang
memiliki kerapatan 108-109 CFU/mL. Setelah permukaan daun kering masingmasing daun disungkup menggunakan plastik dan diinkubasi selama 24 jam.
Daun anggrek kemudian ditusuk dengan jarum suntik secara diagonal sebanyak 8
tusukan untuk masing-masing daun. Daun yang sudah ditusuk ditetes 5 µL kultur
isolat C1 yang memiliki kerapatan 108-109 CFU/mL. Sebagai kontrol positif daun
hanya diinfeksi dengan kultur isolat C1, sedangkan sebagai kontrol negatif daun
hanya dioles dengan kultur B. thuringiensis SGT3g. Tanaman yang sudah
diinokulasi kemudian disungkup menggunakan kantong plastik selama 24 jam.
Pengamatan dilakukan setelah 24 jam inkubasi dengan peubah yang diamati
meliputi peluang terjadinya penyakit (jumlah titik yang menunjukkan gejala
dibagi dengan jumlah titik inokulasi) dan perkembangan gejala penyakit (diameter
gejala).
Populasi sel isolat C1 pada jaringan daun anggrek yang diinfeksi dihitung
untuk memverifikasi bahwa mekanisme penghambatan penyakit busuk lunak oleh
B. thuringiensis SGT3g adalah anti QS dan bukan antibiosis. Perhitungan
dilakukan dengan teknik cawan hitung. Setelah dinkubasi selama 24 jam, spot
infeksi pada daun anggrek, untuk perlakuan dan daun kontrol dipotong kemudian
digerus kemudian dilakukan pengenceran berseri. Hasil pengenceran disebar pada
cawan petri yang berisi media LA yang ditambah 0.001% kristal violet (v/v) dan
25 ppm ampisilin. Jumlah koloni isolat C1 yang tumbuh dihitung setelah inkubasi
24 jam.

11
Isolasi DNA dan Amplifikasi Gen 16S rRNA Isolat Bakteri Fitopatogen
Isolat bakteri fitopatogen yang paling virulen (Isolat C1) diisolasi DNAnya dengan menggunakan kit ekstraksi Genomic DNA Mini Kit (Blood/Cultured
Cell) dari Geneaid (Geneaid Biotech Ltd, Taiwan). Sebanyak 6 mL kultur bakteri
fitopatogen umur 18 jam disentrifugasi pada kecepatan 14000 x g selama 1 menit.
Supernatan dibuang sedangkan pelet selnya diresuspensi dengan 200 µL buffer
GT selanjutnya diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang. Sel dilisis dengan
menambahkan 200 µL buffer GB kemudian dihomogenkan dengan cara divorteks
sebentar dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 60 ºC sambil dibolak balik
setiap 3 menit. Selanjutnya ditambahkan sebanyak 200 µL etanol absolut.
Campuran tersebut dimasukkan ke dalam kolom GD yang telah dipasang pada
tabung mikro, selanjutnya disentrifugasi selama 2 menit pada kecepatan 14000 x g.
Pencucian dilakukan dengan menambahkan 400 µL larutan W1 ke dalam kolom
GD kemudian disentrifugasi selama 30 detik pada kecepatan 14000 x g. Cairan
yang terkumpul dalam tabung koleksi dibuang sebelum kolom dicuci lagi dengan
600 µL larutan pencuci yang telah ditambahkan etanol absolut. Tabung mikro
selanjutnya disentrifugasi selama 3 menit pada kecepatan 14000 x g hingga tidak
ada lagi cairan pencuci pada tabung kolektor.
Kolom GD dipindahkan ke tabung mikro baru kemudian dilakukan elusi
DNA dengan cara menambahkan 50 µL larutan elusi ke bagian tengah matriks
kolom GD lalu diinkubasi selama 15 menit sampai larutan pengelusi terserap.
Tabung mikro disentrifugasi kembali selama 1 menit pada kecepatan 14000 x g
untuk mengelusi DNA-nya. DNA hasil isolasi diukur kemurnian dan
konsentrasinya dengan menggunakan perangkat Nanodrop 2000 (Thermo
Scientific, Wilington, DE, USA) di Laboratorium Institut Pertanian Bogor
Culture Collection (IPBCC). Sampel DNA dengan kemurnian DNA sekitar 1.8-2
selanjutnya digunakan sebagai template untuk amplifikasi gen 16S rRNA secara
in vitro.
Amplifikasi gen 16S rRNA dilakukan dengan menggunakan primer 63f (5’
–CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan primer 1387r (5’ –GGG CGG
WGT GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et al. 1998). Proses PCR berlangsung
dengan volume 10 µL yang mengandung 5 µL KAPA 2G robust, Hotstart
readymix, 0.1 µL masing-masing primer (10 pmol), 1 µL (0.37 ng/µL) cetakan
DNA dan 3.8 µL air bebas nuklease. Gradien suhu yang digunakan selama PCR
antara lain pra-denaturasi selama 4 menit pada suhu 94 ºC, denaturasi selama 30
detik pada suhu 94 ºC, penempelan primer selama 30 detik pada suhu 55 ºC,
ekstensi selama 1 menit pada suhu 72 ºC dan pasca ekstensi selama 7 menit pada
suhu 72 ºC.
Proses PCR berlangsung sebanyak 30 siklus. Produk PCR dielektroforesis
pada gel agarosa 1% selama 45 menit dengan daya 80 V. Hasil elektroforesis
direndam Ethidium Bromida (EtBr) (Sigma, USA), kemudian di atas UV
transluminator.

12
Sekuensing Gen 16S rRNA Isolat Bakteri Fitopatogen dan Analisis
Bioinformatik dan Konstruksi Pohon Filogenetik
Hasil amplifikasi gen 16S rRNA dari isolat C1 disekuensing menggunakan
DNA sekuenser ABI PRISM 3100 di Perusahaan Jasa Sekuensing First Base
(Malaysia). Sekuen nukleotida yang diperoleh dikoreksi menggunakan BioEdit
Sequence Alignment Editor kemudian dibandingkan dengan database pada
GenBank (NCBI) menggunakan program BLAST (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/).
Konstruksi pohon filogenetik dilakukan menggunakan program MEGA 6
(Molecular Evolutionary Genetics Analysis, Version 6).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Aktivitas Enzim Kasar AHL-Laktonase B. thuringiensis SGT3g
Berdasarkan hasil uji kualitatif, aktivitas enzim AHL-laktonase terdeteksi
pada bagian supernatan kultur dan supernatan hasil sonikasi pellet sel
B. thuringiensis (Tabel 1). Aktivitas enzim tersebut ditunjukkan dengan
terbentuknya zona tidak ungu disekitar paper disc yang merupakan zona quorum
quenching (QQ) terhadap C. violaceum (Gambar 4). AHL-laktonase intraseluler
menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan AHL-laktonase
ekstraseluler. Nilai diameter zona QQ AHL-laktonase intraseluler yang terbentuk
sebesar 10 mm sedangkan diameter zona QQ AHL-laktonase ekstraseluler sebesar
7.25 mm.
Tabel 1 Aktivitas enzim kasar AHL-laktonase Bacillus thuringiensis SGT3g
dalam menghambat pembentukan violacein Chromobacterium violaceum
Sumber Enzim
Supernatan Kultur
Supernatan Hasil Sonikasi

Diameter QQ (mm)
7.25
10

13

A

Gambar 4

B

Aktivitas QQ terhadap C. violaceum yang disebabkan oleh AHLlaktonase B. thuringiensis SGT3g ekstraseluler (A), dan
intraseluler (B).

Kurva Pertumbuhan B. thuringiensis SGT3g

Log Sel

Kultur B. thuringiensis SGT3g mengalami peningkatan jumlah sel yang
cepat pada 3 jam pertama inkubasi (Gambar 5). Fase lag tidak teramati pada
kultur SGT3g. Hal tersebut menunjukkan bahwa inokulum SGT3g cepat
beradaptasi dengan media pertumbuhan yang baru karena media pengkulturan
yang digunakan sama seperti media yang digunakan pada pembuatan inokulum.
9.10
8.80
8.50
8.20
7.90
7.60
7.30
7.00
6.70
0

3

6

9

12 15 18 21 24 27 30 33 36
Waktu Inkubasi (Jam)

Gambar 5

Kurva Pertumbuhan B. thuringiensis SGT3g pada media LB yang
diinkubasi pada suhu ruang

Pemekatan Enzim
Hasil pemekatan total protein enzim ekstraseluler menggunakan amonium
sulfat (b/v) menunjukkan bahwa total protein kultur berhasil mengendap secara
maksimal pada konsentrasi amonium sulfat 70%. Data kadar protein (Gambar 6)
dan indeks QQ terhadap C. violaceum (Gambar 7) menunjukkan bahwa tingkat
saturasi optimum untuk proses pengendapan enzim AHL-laktonase ekstraseluler
tercapai pada konsentrasi amonium sulfat 70%. Berdasarkan hasil tersebut,
pemekatan enzim intraseluler juga dilakukan pada konsentrasi amonium sulfat
yang sama. Jika dibandingkan dengan enzim ektraseluler, indeks QQ terhadap

14

Kadar Protein (mg/mL)

C. violaceum yang terbentuk karena aktivitas enzim intraseluler lebih kecil
dibandingkan dengan enzim ekstraseluler (Gambar 8).
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0%

40%

50%

60%

70%

80%

Konsentrasi Amonium Sulfat

Gambar 6

Kadar protein yang tidak terendapkan ( ) dan endapan (
pemekatan menggunakan amonium sulfat

) hasil

3

Indeks QQ

2.5
2
1.5
1
0.5
0
40%

50%

60%

70%

80%

Konsentrasi Amonium Sulfat

Gambar 7

Indeks QQ ekstrak kasar AHL-laktonase B. thuringiensis SGT3g
terhadap C. violaceum ( : protein yang tidak mengendap ; :
endapan hasil pemekatan)

15

2.5

Indeks QQ

2
1.5
1
0.5
0
Ekstraseluler

Gambar 8

Intraseluler

Perbandingan antara indeks QQ enzim intraseluler dan ekstraseluler
terhadap C. violaceum (
: protein yang tidak mengendap, :
endapan)

Karakteristik Enzim AHL-Laktonase B. thuringiensis SGT3g

1.0

Aktivitas Relatif (%)

Indeks QQ

AHL-laktonase ekstraseluler yang diproduksi B. thuringiensis SGT3g
dikarakterisasi berdasarkan pH dan suhu aktivitasya. Pengujian yang dilakukan
pada rentang pH 4-10 menunjukkan AHL-laktonase memiliki kisaran pH aktivitas
yang luas yaitu pH 4-10. Pada pH 5 dan 6 aktivitas enzim mencapai nilai tertinggi
(100%). Aktivitas enzim turun 14.3% pada pH 4. Pengujian pada pH 7, 8, 9 dan
10 aktivitas enzim turun berturut-turut menjadi 11.39%, 14.3%, 31.42%, dan
45.68%. Kisaran suhu aktivitas enzim ini juga luas yaitu 20-90 °C. AHLlaktonase menunjukkan aktivitas optimum pada kisaran pH 5-8 (Gambar 9a),
sedangkan suhu optimum AHL-laktonase pada ± 30 °C (Gambar 9b). Indeks QQ
AHL-laktonase ekstraseluler pada pH 5, 6, 7 dan 8 berturut-turut adalah 0.8, 0.8,
0.7, 0.7, sedangkan Indeks QQ pada suhu 30 ºC sebesar 1.313. Pengujian pada
suhu 90 °C aktivitas enzim hanya turun 25.68%.

0.8
0.6
0.4
0.2

100
80
60
40
20
0

0.0
4

Gambar 9

120

5

6

7
pH

8

9

10

20 30 40 50 60 70 80 90
Suhu (°C)

(a)
(b)
Aktivitas relatif AHL-laktonase pada berbagai macam pH (a) dan
suhu (b)

16

Tabel 2 Aktivitas relatif enzim AHL-laktonase B. thuringiensis SGT3g setelah
proses pemekatan
Tahapan
Purifikasi
Ekstrak
Kasar
Presipitat
Dialisis

Volume
(ml)

Indeks QQ

200

0.812

Kadar
Protein
(mg/mL)
0.583

2
2

0.969
1.406

0.916
0.683

Total
Protein
(mg)
116.6

Aktivitas
Relatif
(%)
100

1.832
0.3415

103.6
126.4

Semakin tinggi tingkat kemurnian relatif suatu enzim semakin tinggi pula
aktivitas enzimnya. Walaupun hasil pengukuran kadar protein AHL-laktonase
hasil dialisis lebih kecil dibandingkan dengan kadar protein hasil presipitasi
(Tabel 2), aktivitas AHL-laktonase hasil dialisis lebih tinggi dibandingkan dengan
hasil presipitasi dan enzim kasarnya (Gambar 10). Sebelum dipekatkan aktivitas
enzim kasar (IQQ) mencapai 0.812 dengan kadar protein 0.583 mg/mL setelah
diendapkan aktivitasnya menjadi 0.969 (103.6%) dengan kadar protein 0.916
mg/mL dan setelah dialisis aktivitas enzim menjadi 1.406 (126.4%) dengan kadar
protein 0.683 mg/mL.
140

Aktivitas Relatif (%)

120
100
80
60
40
20
0
Ekstrak kasar

Gambar 10

Presipitat

Dialisis

Aktivitas relatif enzim AHL-laktonase B. thuringiensis SGT3g
ekstraseluler sebelum dan sesudah pemekatan serta hasil dialisis

17
Aktivitas Penghambatan Quorum sensing Bakteri Fitopatogen pada Anggrek
Hibrida Phalaenopsis ekanagasaki oleh B. thuringiensis SGT3g
Isolat Bakteri Penyebab Busuk Lunak dan Virulensinya
Hasil pengamatan terhadap daun anggrek setelah 24 jam diinfeksi isolat
fitopatogen menunjukkan masing-masing daun mengalami gejala busuk lunak
dengan tingkat kebusukan yang berbeda. Daun anggrek yang diinokulasi dengan
isolat C1 mengalami gejala busuk paling parah dibandingkan dengan daun yang
diinokulasi dengan dua isolat patogen lainnya (Gambar 11b). Gejala busuk paling
ringan terdapat pada daun anggrek yang diinokulasi dengan isolat D (Gambar 11a).
Berdasarkan hasil pengujian tiga isolat tersebut maka isolat C1 dipilih sebagai
bakteri fitopatogen yang digunakan selanjutnya untuk pengujian penghambatan
quorum sensing pada percobaan In-planta.

A

Gambar 11

B

C

Gejala busuk lunak pada daun anggrek setelah 24 jam diinokulasi
dengan isolat fitopatogen D (A), isolat C3 (B) dan isolat C1 (C)

Penghambatan Quorum Sensing
Daun yang dioles B. thuringiensis SGT3g (kontrol negatif) tidak
mengalami gejala busuk sedangkan daun yang diinfeksi dengan D. dadantii tanpa
dioles B. thuringensis SGT3g (kontrol positif) menunjukkan adanya gejala busuk
lunak yang parah setelah 24 jam diinfeksi fitopatogen. Daun yang telah
diinokulasi dengan B. thuringiensis SGT3g menunjukkan gejala busuk yang lebih
ringan dibandingkan dengan kontrol positifnya. Peluang terjadinya gejala busuk
pada daun yang diinokulasi dengan B. thuringiensis SGT3g sebesar 50%
sedangkan pada kontrol positif sebesar 100% (Gambar 12). Diameter gejala busuk
pada daun yang diinokulasikan B. thuringiensis SGT3g sebesar 3.28 mm
sedangkan pada kontrol positif sebesar 16.3 mm (Gambar 13). Gejala busuk pada
daun yang diinokulasi dengan B. thuringiensis SGT3g lebih ringan dikarenakan
adanya aktivitas AHL-laktonase yang menghambat proses quorum sensing
patogen D. dadantii. Jumlah sel D. dadantii pada Tabel 3 menunjukkan bahwa

18
jumlah sel D. dadantii pada perlakuan B. thuringiensis SGT3g dan D. dadantii
tidak berbeda jauh dengan kontrol positifnya.

A

Gambar 12

B

Tampilan daun Phalaenopsis ekanagasaki setelah 24 jam diinfeksi
dengan isolat fitopatogen C1 (A) dan daun yang diinokulasikan
B. thuringiensis SGT3g sebelum diinfeksi dengan isolat
fitopatogen C1 (B)

Tabel 3 Perbandingan jumlah sel Dickeya dadantii pada daun Phalaenopsis
ekanagasaki setelah 24 jam inokulasi
Perlakuan pada daun

Inokulum D. dadantii
Kontrol Positif (daun yang diinfeksi
D. dadantii)
Perlakuan (daun yang diinokulasi B.
thuringiensis SGT3g dan diinfeksi
D. dadantii)

Populasi sel D. dadantii
pada daun yang diinfeksi
(CFU/g daun)
1.12 x 109 ± SE 1.49 x 108
1.01 x 109 ± SE 2.9 x 107
3.96 x 108 ± SE 3.41 x 107

Diameter Gejala Busuk (mm)

19
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Kontrol Negatif

Gambar 13

Perlakuan

Kontrol Positif

Diameter gejala busuk pada daun anggrek hibrida Phalaenopsis
ekanagasaki setelah 24 jam inokulasi isolat fitopatogen C1

Identifikasi Isolat Bakteri Fitopatogen Berdasarkan Gen 16S rRNA

Hasil amplifikasi gen 16S rRNA isolat fitopatogen C1 menggunakan
primer 63f dan 1387r (Marchesi et al. 1998) menghasilkan satu amplikon
berukuran sekitar 1300 pb (Gambar 14). Isolat C1 mempunyai kekerabatan yang
dekat dengan Dickeya dadantii galur CFBP 1269 dengan tingkat kemiripan 93%.
Analisis pohon filogenetik menunjukkan isolat C1 berkerabat dekat dengan
Pectobacerium carotovorum, D. dianthicola, dan D. dadantii sub. sp.
dieffenbachiae (Gambar 15).

Gambar 14

Hasil elektroforesis amplifikasi gen 16S rRNA Isolat C1

20

Isolat C1
NR_041921.1|:62-1054 Dickeya dadantii strain CFBP 1269
NR_041922.1|:75-1067 Dickeya dianthicola strain CFBP 1200
NR_118134.1|:72-1064 Dickeya dadantii subsp. dieffenbachiae strain LMG 25992
NR_118227.1|:92-1084 Pectobacterium carotovorum strain CFBP2046
NR_117738.2|:84-1076 Erwinia chrysanthemi strain DSM 4610
AB680317.1| Erwinia amylovora strain: NBRC 12687
FJ611839.1| Pantoea agglomerans strain LMG 1286
JN603277.1| Clavibacter michiganensis subsp. michiganensis strain LMG 7333

Gambar 15

Konstruksi pohon filogenetik Isolat C1 berdasarkan 16S rRNA
terhadap beberapa bakteri fitopatogen

Pembahasan
Bacillus thuringiensis SGT3g menghasilkan enzim AHL-laktonase
ekstraseluler dan intraseluler yang mampu menghidrolisis substrat AHL. AHLlaktonase yang dieksresikan oleh bakteri ini dapat mendegradasi sinyal AHL yang
ditunjukkan dengan adanya zona tidak berwarna ungu di sekitar paper disc. Hal
ini menunjukkan pada zona tidak ungu tersebut tidak terjadi sintesis violacein
yang disebabkan rusaknya sinyal AHL. Senyawa AHL diproduksi oleh
Chromobacterium violaceum dan dibutuhkan untuk mengkordinasikan ekspresi
gen penyandi violacein pada populasi bakteri tersebut (McClean et al. 1997).
Degradasi senyawa sinyal tersebut oleh AHL-laktonase yang dihasilkan B.
thuringiensis SGT3g menyebabkan kegagalan proses kordinasi sehingga sel-sel C.
violaceum tidak mampu memproduksi violacein walaupun populasi bakteri
tersebut sudah mencapi quorum. Selain C. violaceum, bakteri-bakteri Gram
negatif penyebab busuk lunak juga menggunakan sinyal tersebut untuk melakukan
proses QS. Bakteri D. dadantii C1 menggunakan AHL dalam memproduksi
enzim-enzim pendegradasi dinding sel tanaman.
Sebagian besar publikasi tentang hasil penelitian AHL-laktonase
menunjukkan bahwa enzim ini diproduksi secara intraseluler (Dong et al. 2000;
Cao et al. 2012; Tang et al. 2015). Cao et al. (2012) melaporkan bahwa AHLlaktonase yang diproduksi Bacillus sp. AI96 terdeteksi sebagai enzim intraseluler,
demikian juga AHL-laktonase dari Bacillus sp. 240B1 yang ditemukan oleh Dong
et al. (2000). Selain dari genus Bacillus, AHL-laktonase juga dihas

Dokumen yang terkait

“Uji Efektifitas Bacillus thuringiensis dan Beauverria bassiana (Balsamo) vuillemin Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren.) (Isoptera: Rhinotermi) di Laboratorium

1 35 53

Uji Efektifitas Beauveria basianna DAN Bacillus thuringiensis Terhadap Ulat Api (Setothosea asigna Eeck) Di Laboratorium

1 36 46

Uji Efektifvitas Entomopathogen Bacillus thuringiensis Berliner Terhadap Ulat Daun Jati Hyblaea puera Cramer (Lepidoptera : Hybleidae) Di Laboratorium

0 34 58

Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Anti Quorum Sensing dan Efektivitasnya Menghambat Patogenisitas Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Dumbo

0 10 88

Kemampuan Bacillus sp. penghasil AHL-Laktonase dalam menghambat proses quorum sensing patogenisitas bakteri fitopatogen

0 4 27

Activity of Bacillus cereus INT1c and Bacillus thuringiensis SGT3g AHL-Lactonase on Xanthomonas oryzae pv. oryzae and Pseudomonas syringae pv. glycinea Patogenicity Inhibition

1 5 39

Kloning Dan Ekspresi Gen Penyandi Asil Homoserin Lakton Laktonase Dari Bacillus Cereus Int1c Dan Bacillus Thuringiensis Sgt3g

0 16 55

Identification of Quorum Quenching Bacteria and Its Biocontrol Potential Against Soft Rot Disease Bacteria, Dickeya dadantii

0 1 11

Uji Ketahanan Anggrek Hibrida Phalaenopsis terhadap Penyakit Busuk Lunak yang Disebabkan oleh Dickeya dadantii Resistancy Test to Soft Rot Disease caused by Dickeya dadantii on Phalaenopsis Hybrids

0 1 7

Potensi Quorum Quenching Bakteri Filosfer dan Rizosfer terhadap Dickeya dadantii

0 0 10