Kemampuan Bacillus sp. penghasil AHL-Laktonase dalam menghambat proses quorum sensing patogenisitas bakteri fitopatogen
i
KEMAMPUAN Bacillus sp. PENGHASIL AHL-LAKTONASE
DALAM MENGHAMBAT PROSES QUORUM SENSING
PATOGENISITAS BAKTERI FITOPATOGEN
ZAHRAH NURLITA LUBIS
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemampuan Bacillus
sp. penghasil AHL-Laktonase dalam Menghambat Proses Quorum Sensing
Patogenisitas Bakteri Fitopatogen adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Zahrah Nurlita Lubis
NIM G34090092
ii
ABSTRAK
ZAHRAH NURLITA LUBIS. Kemampuan Bacillus sp. penghasil AHLLaktonase dalam Menghambat Proses Quorum Sensing Patogenisitas Bakteri
Fitopatogen. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan ALINA AKHDIYA.
Quorum Sensing (QS) merupakan suatu proses komunikasi antar bakteri
melalui sekresi sinyal yang disebut autoinducer (AI). Molekul AI berupa Nacylhomoserine lactone (AHL) pada bakteri Gram negatif. Enzim pendegradasi
AHL adalah enzim Acyl Homoserine Lactonase (AHL-lactonase). AHL-laktonase
merupakan senyawa anti-QS yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam
pengendalian bakteri patogen. Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan isolat
Bacillus sp. penghasil AHL-Laktonase dalam menghambat proses QS
patogenisitas beberapa bakteri. Bioesei yang dilakukan terhadap penghambatan
QS Chromobacterium violaceum menunjukkan indeks penghambatan produksi
violacein tertinggi dicapai Bacillus sp. SGT3g dengan nilai 0.33. Uji
penghambatan QS pada Erwinia chrysanthemi menunjukkan Bacillus sp. INT1c
dapat menghambat produksi faktor virulensi pada kentang. Uji in planta pada
tanaman tembakau juga menunjukkan bahwa isolat Bacillus sp. NTT3a, NTT3e,
SGT3g dan INT1c mampu menghambat timbulnya gejala nekrotik jaringan daun
yang diinokulasi Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines,
Pseudomonas fluorescens, dan Xanthomonas oryzae. Persentase penghambatan
gejala nekrotik oleh keempat Bacillus tersebut mencapai lebih dari 99%.
Kata kunci: AHL-laktonase, autoinducer, bioluminesen, quorum sensing,
virulensi
ABSTRACT
ZAHRAH NURLITA LUBIS. The Ability of Bacillus sp. Producing AHLLactonase to Inhibit Pathogenicity Quorum Sensing Process of Phytopatogen
Bacteria. Supervised by IMAN RUSMANA and ALINA AKHDIYA.
Quorum Sensing (QS) is a process that bacteria are be able to
communicate using a secreted signal molecule called autoinducer (AI). AI
molecule of Gram negative bacteria is N-acylhomoserine lactone (AHL). The
AHL can be degraded by an enzyme called Acyl Homoserine Lactonase (AHLLactonase). AHL-laktonase is an anti-QS compound can be used as to control
bacterial pathogen virulence. This study aimed to test the ability of Bacillus sp.
producing AHL lactonase in inhibiting QS processes of phytopatogenic bacteria.
The highest inhibition index of violacein production by Chromobacterium
violaceum was achieved by Bacillus sp. SGT3g with a value of 0.33. Inhibition
test of QS process in Erwinia chrysanthemi showed that Bacillus sp. INT1c could
inhibit its virulence in potatoes. Test in tobacco plants also showed that Bacillus
sp. NTT3a, NTT3e, SGT3g and INT1c was able to inhibit the emergence of
necrotic leaf tissue symptoms of Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae
pv. glycines, Pseudomonas fluorescens, dan Xanthomonas oryzae. Inhibition
percentage inhibition of necrotic symptoms by the four Bacillus isolates was up to
99%.
Key word: AHL-lactonase, autoinducer, bioluminescens, quorum sensing,
virulence
vi
vii
KEMAMPUAN Bacillus sp. PENGHASIL AHL-LAKTONASE
DALAM MENGHAMBAT PROSES QUORUM SENSING
PATOGENISITAS BAKTERI FITOPATOGEN
ZAHRAH NURLITA LUBIS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
13
Judul Skripsi
Nama
NIM
:Kemampuan Bacillus sp. Penghasil AHL-Laktonase dalam
Menghambat Proses Quorum Sensing Patogenisitas Bakteri
Fitopatogen
:Zahrah Nurlita Lubis
:G34090092
Disetujui oleh
Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Pembimbing I
Alina Akhdiya, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
2
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Kemampuan Bacillus sp. Penghasil AHL-Laktonase dalam
Menghambat Proses Quorum Sensing Patogenisitas Bakteri Fitopatogen.
Terhitung dari bulan Februari-Juni 2013 di rumah kaca dan Laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Iman Rusmana,
MSi selaku dosen pembimbing pertama dan Ibu Alina Akhdiya, MSi selaku
pembimbing kedua yang telah memberi pengarahan dan dukungan materi selama
penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih kepada Ibu Dr Ir Y M Diah
Ratnadewi selaku dosen penguji sekaligus perwakilan komisi pendidikan
Departemen Biologi atas saran dan masukan selama penyelesaian karya ilmiah ini.
Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Masrukhin, Olii, Della, Randi,
Munjiati, Mba Aay, Agus, Yani, Dwi, Mba Sari, Ka Andri dan IR crew, serta staf
Laboratorium Mikrobiologi IPB yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, terutama
kedua orang tua, Bang Ami, Bang Anan, Rafid dan Dede yang senantiasa
memberikan doa, dukungan dan limpahan kasih sayang. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada teman-teman Biologi 46 atas kerjasama, dukungan, dan
semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
kita semua.
Bogor, September 2013
Zahrah Nurlita Lubis
3
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
METODE ................................................................................................................ 2
Waktu dan Tempat .............................................................................................. 2
Bakteri dan Pengkulturannya .............................................................................. 2
Uji Penghambatan Proses QS .............................................................................. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 4
Hasil..................................................................................................................... 4
Pembahasan ......................................................................................................... 9
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12
LAMPIRAN .......................................................................................................... 13
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 155
2
DAFTAR TABEL
1 Penghambatan produksi violacein C. violaceum oleh Bacillus sp.
2 Luas nekrotik, intensitas virulensi, dan warna daun tembakau setelah
inokulasi patogen
3 Persentase penghambatan pembentukan gejala nekrotik jaringan daun
tembakau pada minggu pertama dan minggu kedua
4
7
9
DAFTAR GAMBAR
1 Zona degradasi AHL yang terbentuk di sekitar paper disc
2 Uji penghambatan QS E. chrysanthemi oleh Bacillus sp. menggunakan
media umbi kentang
3 Kontrol negatif dan gejala nekrotik pada daun tembakau setelah
inokulasi patogen
4 Persentase luas jaringan nekrotik pada daun tembakau minggu pertama
dan minggu kedua
4
5
6
8
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media yang digunakan ................................................................ 13
2 Kurva standar isolat Bacillus sp.................................................................... 14
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman pangan merupakan sumber hayati yang sangat vital bagi
kehidupan manusia. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas
tanaman pangan yaitu serangan patogen. Mikroba patogen tumbuhan (fitopatogen)
dapat berupa bakteri, cendawan, atau virus. Beberapa bakteri fitopatogen penting
antara lain Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines,
Pseudomonas fluorescens, Erwinia sp., dan Xanthomonas oryzae. R.
solanacearum merupakan penyebab penyakit layu bakteri pada hampir 450 jenis
tanaman dan pembusukan umbi kentang (Weller et al. 2000). P. syringae pv.
glycines menyebabkan penyakit bercak berwarna kekuningan hingga kecoklatan
pada daun kedelai (Hettewer et al. 1998). Beberapa strain P. fluorescsens dapat
menyebabkan penyakit bercak noda berwarna merah muda sampai kecoklatan
pada umbi kentang (Garrood et al. 2004). E. chrysanthemi dapat menyebabkan
penyakit busuk lunak pada kentang (Semangun 1988), sedangkan X. oryzae
merupakan penyebab penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi (Suparyono
et al. 2003).
Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut tanpa mencemari
lingkungan adalah penggunaan bakteri sebagai agen biokontrol yang dilakukan
tanpa mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogennya. Hal tersebut dilakukan
guna menghindari adanya tekanan seleksi yang mengakibatkan timbulnya
resistensi (White dan Finan 2009). Mekanisme pengendalian patogen oleh agen
biokontrol diantaranya dapat melalui mekanisme antibiosis, kompetisi ruang dan
nutrisi, serta anti QS (Quorum Sensing). QS merupakan mekanisme komunikasi
antar bakteri melalui senyawa autoinducer (AI) yang disekresikan. Mekanisme ini
bergantung pada populasi bakteri. Setiap individu sel bakteri secara continue
mensekresikan molekul signal yang dapat dideteksi oleh sel-sel bakteri lain di
sekitarnya. Signal-signal ini memacu koordinasi ekspresi proses tertentu seperti
ekspresi faktor virulensi. Faktor-faktor virulensi tersebut diantaranya berupa
enzim pendegradasi dinding sel, toksin, dan hormon.
N-acylhomoserine lactone (AHL) merupakan senyawa AI yang dihasilkan
dan digunakan untuk komunikasi intraspesies oleh bakteri Gram negatif
sedangkan pada bakteri Gram positif yaitu senyawa peptida (Rukayadi dan
Hwang 2009). AHL dapat dihidrolisis ikatan laktonnya oleh enzim Acyl
Homoserine Lactonase (AHL-lactonase). Enzim ini disandikan oleh gen aiiA yang
dimiliki oleh Bacillus (Dong et al. 2000). Oleh karena itu, AHL-laktonase
berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu alternatif pengendalian bakteri
fitopatogen melalui mekanisme anti-QS.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan isolat Bacillus sp. penghasil
Acyl Homoserine Lactonase (AHL-Laktonase) dalam menghambat proses QS
patogenisitas beberapa bakteri fitopatogen.
2
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Juni 2013
bertempat di rumah kaca dan Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,
FMIPA IPB.
Bakteri dan Pembiakannya
Bakteri yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 4 isolat Bacillus sp.,
yaitu NTT3a dan NTT3e (Fitriyah 2011) serta SGT3g dan INT1c (Afiah 2011).
Enam bakteri patogen yang digunakan, yaitu R. solanacearum, E. chrysanthemi,
Chromobacterium violaceum, X. oryzae, P. fluorescens dan P. syringae pv.
glycines. Bakteri-bakteri tersebut merupakan bakteri koleksi Dr Ir Iman Rusmana,
MSi dan Alina Akhdiya, MSi.
Keempat isolat Bacillus sp. dan C. violaceum diremajakan pada media
agar Luria Berthani (LB Agar) dan diperbanyak pada media kaldu Luria Berthani
(LB Broth). Inkubasi kultur Bacillus sp. dilakukan selama 48 jam sedangkan
inkubasi C. violaceum dilakukan sampai kultur berwarna ungu (24 jam).
Peremajaan kultur bakteri fitopatogen dilakukan pada media Trypticase Soy Agar
(TSA) dan perbanyakan kultur pada media Trypticase Soy Broth (TSB) (Lampiran
1). Inkubasi kultur bakteri patogen dilakukan selama 48-72 jam. Penyimpanan
biakan kerja C. violaceum dilakukan pada suhu ruang, sedangkan bakteri yang
lainnya disimpan dalam lemari pendingin.
Uji Penghambatan Proses QS
QS pada C. violaceum. Kultur cair Bacillus sp. umur 48 jam disentrifus
selama 30 menit pada kecepatan 12000 rpm. Sebanyak 100 µl supernatan
diteteskan pada paper disc steril (d:1.3 cm) yang diletakkan di permukaan LB
agar semipadat yang telah diinokulasi dengan 1% kultur cair C. violaceum. Cawan
tersebut kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Masing-masing
cawan berisi 3 ulangan untuk satu perlakuan. Kontrol negatif dibuat dengan cara
meneteskan media LB steril sebagai pengganti supernatan. Paper disc yang
dikelilingi oleh zona tidak berwarna ungu menunjukkan adanya aktivitas
penghambatan QS. Indeks penghambatan QS dihitung dengan cara sebagai
berikut:
IP = Ø zona tidak ungu - Ø paper disc
Ø paper disc
Keterangan:
Ø zona tidak ungu = diameter zona tidak berwarna ungu (cm)
Ø paper disc = diameter paper disc (cm)
QS pada E. chrysanthemi. Umbi kentang direndam dalam larutan natrium
hipoklorit komersil (mengandung 5.25% NaClO) selama 5 menit. Kemudian
dicuci 3 kali dengan akuades steril. Selanjutnya kentang tersebut dipotong-potong
dengan ketebalan 1 cm. masing-masing cawan berisi 1 perlakuan dengan 4 kali
ulangan. Sebanyak 100 µl supernatant Bacillus sp. diteteskan di bagian tengah
3
permukaan potongan kentang yang diletakkan dalam cawan petri steril. Masingmasing kentang yang telah dipotong, terlebih dahulu ditusuk 3 kali menggunakan
tusuk gigi steril. Potongan kentang tersebut diinokulasi dengan 0.1 ml suspensi E.
chrysanthemi (dalam garam fisiologis, OD 600 = 0.162). Setelah itu cawan petri
berisi kentang ditutup dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Pengamatan
dilakukan terhadap timbulnya gejala pembusukan jaringan kentang.
QS pada R. solanacearum, P. syringae pv. glycines, P. fluorescens, dan
X. oryzae. Uji aktivitas penghambatan QS terhadap keempat bakteri tersebut
dilakukan secara in planta pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum). Koloni
keempat Bacillus sp. umur 48 jam diambil menggunakan ose lalu masing-masing
disuspensikan dalam larutan garam fisiologis sampai diperoleh kepadatan 108
CFU/ml (Lampiran 2). Suspensi Bacillus sp. tersebut masing-masing
disemprotkan ke tanaman tembakau umur 2 bulan. Setelah disemprot, tanaman
disungkup dengan plastik bening. Tiga hari kemudian, daun tanaman tembakau
yang telah disemprot tersebut diinokulasi dengan 0.5 ml suspensi bakteri
fitopatogen lalu disungkup kembali dengan plastik. Inokulasi fitopatogen
dilakukan menggunakan syringe tanpa jarum. Setiap perlakuan dibuat 10 titik
inokulasi sebagai ulangan dan setiap helai daun dibuat 20 titik inokulasi.
Inokulum fitopatogen disiapkan dengan cara mensuspensikan 2-3 koloni bakteri
ke dalam 1 ml garam fisiologis. Sebagai kontrol negatif, tanaman disemprot
suspensi Bacillus sp. tapi tidak diinokulasi dengan patogen. Sebagai kontrol
positif, tanaman disemprot garam fisiologis lalu diinokulasi bakteri fitopatogen.
Luas jaringan nekrotik pada daun diamati pada minggu pertama dan kedua setelah
inokulasi patogen. Persentase penghambatan dan persentase gejala nekrotik
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Persentase penghambatan = A - B x 100%
A
Persentase gejala nekrotik = B x 100%
A
Keterangan: A= luas daun
B= luas jaringan nekrotik
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penghambatan QS C. violaceum
Pengamatan terhadap C. violaceum dilakukan setelah inkubasi selama 24
jam. Di sekeliling paper disc yang telah ditetesi supernatan Bacillus sp. INT1c,
NTT3a, dan SGT3g terbentuk zona tidak ungu, sedangkan disekeliling paper disc
yang telah ditetesi supernatan NTT3e dan kontrol tetap berwarna ungu (Gambar
1). Zona tidak berwarna ungu ini menunjukkan adanya aktivitas AHL-laktonase.
zona tidak
ungu
paper
disc
zona tidak
ungu
zona tidak paper
ungu
disc
paper
disc
INT1c
SGT3g
NTT3a
paper
disc
paper
disc
kontrol
NTT3e
Gambar 1 Zona degradasi AHL yang terbentuk di sekitar paper disc
Diameter zona tidak ungu yang dihasilkan oleh 3 isolat Bacillus berkisar 1
cm. Diameter zona tidak ungu berbanding lurus dengan nilai Indeks
Penghambatan (IP). Semakin besar diameter zona tidak ungu, maka IP akan
semakin tinggi. Nilai IP untuk ketiga Bacillus tersebut ditampilkan pada Tabel 1
di bawah ini. IP terbesar (0.33) dihasilkan oleh supernatan SGT3g sedangkan IP
terkecil (0.21) dihasilkan oleh supernatan NTT3a.
Tabel 1 Penghambatan produksi violacein C. violaceum oleh Bacillus sp.
Diameter zona tidak
ungu (cm)
IP ± SE
INT1c
1.70
0.31 ± 0.08
NTT3a
1.57
0.21 ± 0.04
NTT3e
-
-
SGT3g
1.73
0.33 ± 0.09
Isolat
keterangan: IP = Indeks Penghambatan; SE = Standar Eror (nilai rataan ± SE, n = 3)
5
Penghambatan QS E. chrysanthemi
Hasil pengamatan menunjukkan adanya proses pembusukan yang lebih
cepat (24 jam) pada jaringan kentang kontrol positif, perlakuan NTT3a, NTT3e,
dan SGT3g, sedangkan proses pembusukan kentang yang di inokulasi E.
chrysanthemi setelah ditetesi kultur Bacillus sp. INT1c berlangsung lambat dan
gejala pembusukannya lebih ringan dibandingkan kontrol positif dan ketiga
perlakuan tersebut. Kentang kontrol negatif tidak mengalami pembusukan
(Gambar 2).
Kontrol negatif
INT1c
Kontrol positif
NTT3e
NTT3a
SGT3g
Gambar 2 Uji penghambatan QS faktor virulensi E. chrysanthemi oleh Bacillus
sp. pada umbi kentang
Penghambatan QS R. solanacearum, P. syringae pv. glycines, P. fluorescens,
dan X. oryzae
Penghambatan QS fitopatogen pada tanaman tembakau diamati dari warna
dan luas jaringan daun yang nekrotik pada titik-titik inokulasi. Hasil pengamatan
menunjukkan daun pada tanaman kontrol negatif tidak mengalami gejala nekrotik
(Gambar 3a), sedangkan daun pada tanaman kontrol positif menunjukkan adanya
gejala nekrotik. Tanaman yang telah disemprot dengan Bacillus sp. menunjukkan
intensitas yang lebih ringan dibandingkan kontrol positifnya (Gambar 3b).
6
(a)
Isolat
P. fluorescens
P. syringae pv.
glycines
R.
solanacearum
X. oryzae
Kontrol
positif
NTT3a
NTT3e
SGT3g
INT1c
(b)
Gambar 3 Kondisi daun tembakau yang tidak diinokulasi (kontrol negatif) (a) dan
yang diinokulasi patogen (b) 2 minggu setelah inokulasi.
Luas jaringan nekrotik terbesar pada kontrol positif disebabkan oleh P.
fluorescens (1.52 cm2). Pada daun yang disemprot Bacillus NTT3a, luas nekrotik
terbesar disebabkan oleh R. solanacearum dan X. oryzae (0.13 cm2) dan pada
daun yang disemprot Bacillus NTT3e, luas nekrotik terbesar disebabkan oleh P.
syringae pv. glycines (0.22 cm2). Sedangkan luas jaringan nekrotik terbesar pada
daun yang disemprot Bacillus SGT3g dan INT1c disebabkan R. solanacearum
dengan
luas
berturut-turut
0.16
cm2
dan
0.29
cm2.
7
Intensitas gejala nekrotik diukur secara kuantitatif (luas jaringan nekrotik)
dan kualitatif (warna / keadaan jaringan nekrotik). Berdasarkan kedua parameter
tersebut, intensitas nekrotik yang teramati dikelompokkan menjadi 4 kategori
yaitu berat, sedang, ringan dan sangat ringan. Intensitas nekrotik kategori berat
dan sedang hanya terdapat pada tanaman kontrol positif, sedangkan semua
tanaman yang disemprot Bacillus menunjukkan gejala nekrotik yang ringan dan
sangat ringan (Tabel 2).
Tabel 2 Intensitas nekrotik berdasarkan luas dan warna/ keadaan jaringan pada
daun tembakau pada pengamatan 2 minggu setelah inokulasi patogen.
Perlakuan
Kontrol
positif
NTT3a
NTT3e
SGT3g
INT1c
Bakteri uji
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
Keterangan : ++++ = berat
+++ = sedang
Luas nekrotik
(cm2)
1.52
0.76
1.28
0.64
0.05
0.02
0.13
0.13
0.07
0.22
0.06
0.15
0.06
0.11
0.16
0.06
0.14
0.06
0.29
0.02
Warna jaringan
nekrotik
coklat (kering)
coklat
coklat (kering)
coklat
kekuningan
kekuningan
kuning
kuning
kekuningan
kuning
kekuningan
coklat
kekuningan
kuning
kuning
kekuningan
kuning
kekuningan
kuning
kekuningan
Intensitas
nekrotik
++++
+++
++++
+++
+
+
++
++
+
++
+
++
+
++
++
+
++
+
++
+
++ = ringan
+ = sangat ringan
Pengamatan pada 1 minggu setelah inokulasi menunjukkan persentase luas
gejala nekrotik terbesar pada kontrol positif disebabkan oleh R. solanacearum
(0.15%). Pada perlakuan Bacillus NTT3a, persentase gejala nekrotik terbesar
disebabkan oleh X. oryzae (0.07%). P. syringae pv. glycines menyebabkan gejala
nekrotik dengan persentase luas terbesar (0.11%) pada perlakuan Bacillus NTT3e.
Persentase luas nekrotik terbesar yang disebabkan R. solanacearum (0.14%)
ditunjukkan pada perlakuan Bacillus SGT3g. Sedangkan daun yang disemprot
Bacillus INT1c menunjukkan persentase gejala terbesar yang disebabkan oleh P.
fluorescens (0.05%) (Gambar 4a).
8
Persentase gejala nekrotik minggu kedua pada kontrol positif terbesar
disebabkan oleh P. fluorescens (1.52%). Persentase gejala nekrotik terbesar
disebabkan oleh X. oryzae (0.07%) pada perlakuan Bacillus NTT3a. Daun yang
disemprot Bacillus NTT3e menunjukkan persentase gejala nekrotik terbesar
disebabkan P. syringae pv. glycines (0.13%). Persentase gejala terbesar
disebabkan oleh R. solanacearum (0.17%) pada perlakuan Bacillus SGT3g. Pada
perlakuan Bacillus INT1c persentase gejala terbesar disebabkan oleh R.
solanacearum (0.11%) (Gambar 4b).
(a)
Keterangan:
(b)
P. fluorescens
R. solanacearum
P. syringae pv. glycines
X. orzae
Gambar 4 Persentase luas jaringan nekrotik daun tembakau pada minggu pertama
(a) dan minggu kedua (b) setelah inokulasi
Bacillus NTT3a, NTT3e, dan SGT3g mampu menghambat pembentukan
gejala nekrotik yang disebabkan oleh P. fluorescens pada daun tembakau dengan
persentase 99.99%. Persentase penghambatan yang sama juga diperoleh dari daun
yang disemprot Bacillus NTT3a dan diinokulasi dengan P. syringae pv. glycines
serta tanaman yang disemprot Bacillus SGT3g dan diinokulasi dengan X. oryzae.
Bacillus sp. INT1c menunjukkan rata-rata tertinggi penghambatan gejala nekrotik
yang disebabkan oleh P. syringae pv. glycines, R. solanacearum, dan X. oryzae.
Persentase penghambatan terhadap ketiga bakteri patogen tersebut juga mencapai
99.99%.
Berbeda dengan minggu pertama, pada minggu kedua persentase
penghambatan tertinggi Bacillus sp. NTT3a terhadap P. syringae pv. glycines
(99.99%). Persentase penghambatan tertinggi pada perlakuan Bacillus NTT3e
terhadap R. solanacearum (99.97%). Persentase penghambatan tertinggi pada
perlakuan SGT3g terhadap X. oryzae (99.98%). Persentase penghambatan
tertinggi pada perlakuan Bacillus INT1c terhadap X. oryzae (99.99%) (Tabel 3).
9
Tabel 3 Persentase penghambatan pembentukan gejala nekrotik jaringan daun
tembakau pada minggu pertama dan minggu kedua telah inokulasi
Perlakuan
NTT3a
NTT3e
SGT3g
INT1c
Bakteri Uji
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
Penghambatan nekrotik (%)
Minggu I
Minggu II
99.99
99.98
99.99
99.99
99.93
99.93
99.93
99.93
99.98
99.95
99.89
99.87
99.97
99.97
99.92
99.91
99.99
99.96
99.91
99.91
99.86
99.83
99.99
99.98
99.95
99.95
99.99
99.98
99.99
99.89
99.99
99.99
Pembahasan
Bioesei yang dilakukan terhadap keempat isolat Bacillus (NTT3a, NTT3e,
SGT3g dan INT1c) menunjukkan bahwa NTT3a, INT1c dan SGT3g mampu
menghambat pembentukan pigmen ungu pada Chromobacterium violaceum,
sedangkan NTT3e tidak mampu menghambat pembentukan pigmen ungu
(Gambar 1 dan Tabel 1). Pigmen ungu tersebut adalah senyawa yang bersifat
antimikrob bernama violacein (McClean et al. 1997).
Produksi pigmen violacein pada C. violaceum diregulasi melalui proses QS.
Zona berwarna tidak ungu yang terbentuk disekitar paper disc yang telah ditetesi
supernatan kultur Bacillus NTT3a, INT1c, dan SGT3g menunjukkan adanya
penghambatan QS yang mengatur produksi violacein. QS pada C. violaceum
melibatkan senyawa AHL yang berperan sebagai molekul signal. Penghambatan
QS tersebut disebabkan oleh enzim laktonase (penghidrolisis molekul AHL) yang
dihasilkan oleh ketiga isolat Bacillus tersebut. Di antara ketiga Bacillus tersebut,
indeks penghambatan terbesar dihasilkan oleh Bacillus sp. SGT3g (0.33).
Walaupun pada percobaan ini isolat Bacillus sp. NTT3e tidak menyebabkan
terbentuknya zona tidak ungu, bukan berarti isolat ini tidak mampu menghasilkan
enzim laktonase. Hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Fitriyah (2011)
menunjukkan isolat ini dapat menyebabkan terbentuknya zona tidak ungu pada C.
violaceum. Hasil penelitian dengan teknik PCR juga menunjukkan isolat ini
memiliki gen penyandi AHL-laktonase. Tidak dihasilkannya zona tersebut pada
penelitian ini diduga disebabkan karena konsentrasi enzim laktonasenya masih
terlalu rendah atau belum diproduksi.Produksi dan aktivitas enzim laktonase
10
bakteri dipengaruhi oleh suhu dan pH. Suhu dan pH optimum aktivitas
AHL-laktonase yaitu 20 oC dengan pH 8 (Chen et al. 2010), namun Wang et al.
(2004) menyatakan bahwa enzim AHL-laktonase masih stabil pada suhu di bawah
37 oC. Selain suhu dan pH, produksi enzim juga dipengaruhi oleh kandungan
nutrisi, tekanan osmotik, tingkat aerasi, dan kontrol terhadap kontaminasi (Pandey
et al. 2000).
Kemampuan isolat Bacillus dalam penghambatan proses QS juga bisa diuji
menggunakan bakteri dari genus Erwinia. Kentang merupakan sayuran yang
memiliki kandungan pektin tinggi. E. chrysanthemi adalah salah satu fitopatogen
dari genus Erwinia yang mampu memanfaatkan pektin pada umbi kentang dan
menyebabkan pembusukan kentang (Purwoko 2009). Produksi enzim
ekstraselular pektinase pada genus bakteri ini dikendalikan melalui mekanisme
QS yang melibatkan senyawa yang berperan sebagai molekul signal. Hasil uji
menunjukkan bahwa supernatan Bacillus sp. INT1c mampu menghambat
pembusukan umbi kentang yang diinokulasi E. chrysanthemi. Ini
mengindikasikan bahwa AHL-laktonase yang terdapat dalam supernatan INT1c
mampu menghambat QS proses produksi enzim pektinase yang merupakan salah
satu faktor virulensi E. chrysanthemi.
Bakteri fitopatogen dapat masuk kedalam jaringan tanaman melalui lubang
alami seperti stomata, lentisel, dan bagian yang luka. Elisitor dan faktor-faktor
virulensi yang dihasilkan fitopatogen akan merangsang munculnya respon
hipersensitif pada jaringan yang terinfeksi sebagai salah satu cara untuk
melokalisir fitopatogen (Fenselau et al. 1992). Regulasi sintesis faktor-faktor
virulensi pada bakteri fitopatogen Gram negatif seperti Erwinia, Pseudomonas,
dan Ralstonia berlangsung memelalui proses QS (Fuqua dan Greenberg 2002;
Loh et al. 2002; Williams et al. 2007). Oleh karena itu, penghambatan QS oleh
Bacillus sp. juga dapat diamati dari kemampuannya dalam menghambat
pembentukan gejala nekrotik jaringan daun yang diinfeksi secara buatan dengan
bakteri fitopatogen. Pengamatan menunjukkan persentase luas jaringan daun yang
nekrotik rata-rata semakin besar pada 2 msi (minggu setelah infeksi). Besarnya
peningkatan persentase luas jaringan nekrotik pada tanaman kontrol dibandingkan
dengan tanaman yang disemprot Bacillus sp. (Gambar 4) mengindikasikan adanya
penghambatan proses QS ekspresi faktor-faktor virulensi bakteri fitopatogen.
Penghambatan proses QS-nya tersebut dapat disebabkan antara lain oleh degradasi
senyawa AHL yang disekresikan bakteri fitopatogen oleh aktivitas enzim AHLlaktonase yang diekresikan Bacillus sp.
Persentase penghambatan gejala nekrotik yang besar oleh isolat-isolat
Bacillus sp. tersebut membuktikan bahwa keempat Bacillus sp. tersebut
berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen biokontrol bakteri fitopatogen yang
berdasarkan penghambatan QS. Mekanisme pengendalian ini lebih ramah
lingkungan dibandingkan dengan mekanisme antibiosis, karena tidak
menyebabkan tekanan pada fitopatogen untuk mengembangkan strain-strain baru
yang bersifat lebih resisten terhadap senyawa-senyawa yang bersifat antibiosis.
11
SIMPULAN
Bacillus sp. NTT3a, NTT3e, SGT3g dan INT1c memiliki kemampuan
menghambat proses QS bakteri fitopatogen. Bacillus sp. SGT3g dapat
menghambat QS C. violaceum dengan nilai Indeks Penghambatan tertinggi (0.33)
dibandingkan isolat lainnya. Bacillus sp. INT1c dapat memperlambat proses
pembusukan pada kentang yang disebabkan E. crhysanthemi. Keempat isolat
Bacillus sp. tersebut juga mampu menghambat timbulnya gejala nekrotik pada
daun tembakau yang diinfeksi dengan C. violaceum, E. chrysanthemi, R.
solanacearum, P. fluorescens, P. syringae pv. glycines, dan X. oryzae.
Berdasarkan bioesei penghambatan QS yang dilakukan terhadap 6 patogen
diatas, Bacillus INT1c merupakan isolat yang paling potensial karena memiliki
aktivias penghambatan QS yang paling kuat dibandingkan ketiga isolat Bacillus
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Afiah TSN. 2011. Isolasi dan karakterisasi bakteri penghasil acyl homoserine
lactonase (AHL-laktonase) asal lahan pertanian di Jawa [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Chen R, Zhou Z, Cao Y, Bai Y, Yao B. 2010. High yield expression of an AHLlactonase from Bacillus sp. B546 in Pichia pastoris and its application to
reduse Aeromonas hydrophia mortality in aquaculture. Microbial Cell
Factories. 9:39-49.
Dong YH, Xu JL, Li XC, Zhang LH. 2000. aiiA, a novel enzyme inactivates acyl
homoserine-lactone quorum-signal and attenuated the virulence of Erwinia
carotovora. Proc Natl Acad Sci. 97:3526-3531.
Fitriyah A. 2011. Isolasi dan karakterisasi bakteri penghasil AHL-laktonase asal
lahan pertanian luar pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Fenselau S, Balbo I, Bonas U. 1992. Determination of pathogenicity in
Xanthomonas campestris pv. vesicatoria are related to proteins involved in
secretion in bacterial pathogen animals. Mol Plant Microb Interact. 5:390396.
Fuqua C, Greenberg EP. 2002. Listening in on bacteria: acyl-homoserine lactone
signalling. Nat Rev Mol Cell Biol. 3:685-695.
Garrood MJ, Wilson PDG, Brocklehurst TF. 2004. Modeling the rate of
attachment of Listeria monocyotgenes, Pantoea agglomerans, and
Pseudomonas fluorescens to, and the probability of their detachment from 1
potato tissue at 10 oC. Appl Environl Microbiol. 70:3558-3565.
Hettewer U, Jaeckel FR, Boch J, Meyer M, Rudolph K, Ullrich MS. 1998.
Cloning nucleotide sequence, and expression in Escherichia coli of
levansucrase genes from the plant pathogen Pseudomonas syringae pv.
glycinea and P. syringae pv. phaseolicola. Appl Environ Microbiol.
64:3180-3187.
12
Loh J, Pierson EA, Pierson LS, Stacey G, Chatterjee A. 2002. Quorum sensing in
plant-associated bacteria. Curr Opin Plant Biol. 5:285-290.
McClean KH, Winson MK, Fish L, Taylor A, Chhabra SR, Camara M, Daykin M,
Lamb JH, Swift S, Bycroft BW, Stewart GSAB, Williams P. 1997. Quorum
sensing and Chromobacterium violaceum: exploitation of violacein
production and inhibition for the detection of N-acylhomoserine lactones.
Microbiology. 143:3703-3711.
Pandey A, Nigam P, Soccol CR, Soccol VT, Singh D, Mohan R. 2000. Advances
in
microbial
amylases.
Biotechnol
Appl
Biochem.
31:135152.doi:10.1042/BA19990073
Purwoko T. 2009. Fisiologi Mikroba. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Rukayadi Y, Hwang JK. 2009. Pencegahan quorum sensing: suatu pendekatan
baru dalam mengatasi infeksi bakteri. Medicinus. 22:22-27.
Semangun H. 1988. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada Univ Pr.
Suparyono J, Catindig LA, Pena FA, Ona IP. 2003. Bacterial Leaf Blight.
[Internet].
[diunduh
2013
April
7].
Tersedia
pada:
http://www.knowledgebank.irri.org.
Wang LH, Weng LX, Dong YH, Zhang LH. 2004. Specifity and enzyme kinetics
of the quorum-quenching N-acyl homoserine lactone lactonase (AHLlactonase). J Biol Chem. 279:13645-13651.doi:10.1074/jbc.
Williams P, Winzer K, Chan W, Camara M. 2007. Look who’s talking:
communication and quorum sensing in the bacterial world. Philos Trans R
Soc London B Biol Sci. 362:1119-1134.
Weller SA, Elphinstone JG, Smith NC, Boonham N, Stead DE. 2000. Detection of
Ralstonia solanacearum strain with a quantitative, multiplex, real-time,
fluorogenic PCR (Taq Man) assay. Appl Environ Microbiol. 66:2853-2858.
White CE, Finan TM. 2009. Quorum sensing in Agrobacterium tumefaciens:
chance or necessity?. J Bacteriol 191: 1123-1125.doi:10.1128/JB.01681-08.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Komposisi media yang digunakan
A. Media Luria Berthani Agar (LB Agar)
- 1 g Trypton
- 1 g NaCl
- 0.5 g yeast axtract
- 0.1 g CaCO 3
- 1.5 g agar
- 100 ml akuades
B. Media Luria Berthani Agar (LB Agar) semi padat
- 1 g Trypton
- 1 g NaCl
- 0.5 g yeast extract
- 0.1 g CaCO 3
- 1 g agar
- 100 ml akuades
C. Media Luria Berthani Broth (LB Broth)
- 1 g Trypton
- 1 g NaCl
- 0.5 g yeast extract
- 100 ml akuades
D. Media Trypticase Soy Broth (TSB)
- 3 g trypticase soy broth
- 100 ml akuades
E. Media Trypticase Soy Agar (TSA)
- 3 g trypticase soy broth
- 2 g agar
- 100 ml akuades
14
Lampiran 2 Kurva standar isolat Bacillus sp. NTT3a (a), NTT3e (b), SGT3g (c)
dan INT1c (d)
(a)
(b)
(c)
(d)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1991 dari ayah
Nurhasyim Lubis dan ibu Juningsih Bachtiar. Penulis merupakan anak ketiga dari
lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari MA Negeri 1 Bekasi. Pada tahun
yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) pada tahun 2009 dan Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari
DIKTI pada tahun 2010-2013.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biologi Dasar (2012), Genetika Dasar (2012) dan Mikrobiologi Dasar (2013).
Penulis aktif di PSDM Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO IPB) tahun
2011-2012. Tanggal 29 Juni sampai 1 Juli 2011 penulis melaksanakan Studi
Lapang di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dengan judul Potensi
Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat dalam Perspektif Biologi. Setelah
itu, pada bulan Juli sampai Agustus 2012, penulis melaksanakan Praktik
Lapangan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir
Nasional (PATIR-BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan dengan topik
Pemeliharaan Kutu Putih dalam Laboratorium Untuk Perlakuan Fitosanitari.
KEMAMPUAN Bacillus sp. PENGHASIL AHL-LAKTONASE
DALAM MENGHAMBAT PROSES QUORUM SENSING
PATOGENISITAS BAKTERI FITOPATOGEN
ZAHRAH NURLITA LUBIS
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kemampuan Bacillus
sp. penghasil AHL-Laktonase dalam Menghambat Proses Quorum Sensing
Patogenisitas Bakteri Fitopatogen adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Zahrah Nurlita Lubis
NIM G34090092
ii
ABSTRAK
ZAHRAH NURLITA LUBIS. Kemampuan Bacillus sp. penghasil AHLLaktonase dalam Menghambat Proses Quorum Sensing Patogenisitas Bakteri
Fitopatogen. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan ALINA AKHDIYA.
Quorum Sensing (QS) merupakan suatu proses komunikasi antar bakteri
melalui sekresi sinyal yang disebut autoinducer (AI). Molekul AI berupa Nacylhomoserine lactone (AHL) pada bakteri Gram negatif. Enzim pendegradasi
AHL adalah enzim Acyl Homoserine Lactonase (AHL-lactonase). AHL-laktonase
merupakan senyawa anti-QS yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam
pengendalian bakteri patogen. Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan isolat
Bacillus sp. penghasil AHL-Laktonase dalam menghambat proses QS
patogenisitas beberapa bakteri. Bioesei yang dilakukan terhadap penghambatan
QS Chromobacterium violaceum menunjukkan indeks penghambatan produksi
violacein tertinggi dicapai Bacillus sp. SGT3g dengan nilai 0.33. Uji
penghambatan QS pada Erwinia chrysanthemi menunjukkan Bacillus sp. INT1c
dapat menghambat produksi faktor virulensi pada kentang. Uji in planta pada
tanaman tembakau juga menunjukkan bahwa isolat Bacillus sp. NTT3a, NTT3e,
SGT3g dan INT1c mampu menghambat timbulnya gejala nekrotik jaringan daun
yang diinokulasi Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines,
Pseudomonas fluorescens, dan Xanthomonas oryzae. Persentase penghambatan
gejala nekrotik oleh keempat Bacillus tersebut mencapai lebih dari 99%.
Kata kunci: AHL-laktonase, autoinducer, bioluminesen, quorum sensing,
virulensi
ABSTRACT
ZAHRAH NURLITA LUBIS. The Ability of Bacillus sp. Producing AHLLactonase to Inhibit Pathogenicity Quorum Sensing Process of Phytopatogen
Bacteria. Supervised by IMAN RUSMANA and ALINA AKHDIYA.
Quorum Sensing (QS) is a process that bacteria are be able to
communicate using a secreted signal molecule called autoinducer (AI). AI
molecule of Gram negative bacteria is N-acylhomoserine lactone (AHL). The
AHL can be degraded by an enzyme called Acyl Homoserine Lactonase (AHLLactonase). AHL-laktonase is an anti-QS compound can be used as to control
bacterial pathogen virulence. This study aimed to test the ability of Bacillus sp.
producing AHL lactonase in inhibiting QS processes of phytopatogenic bacteria.
The highest inhibition index of violacein production by Chromobacterium
violaceum was achieved by Bacillus sp. SGT3g with a value of 0.33. Inhibition
test of QS process in Erwinia chrysanthemi showed that Bacillus sp. INT1c could
inhibit its virulence in potatoes. Test in tobacco plants also showed that Bacillus
sp. NTT3a, NTT3e, SGT3g and INT1c was able to inhibit the emergence of
necrotic leaf tissue symptoms of Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae
pv. glycines, Pseudomonas fluorescens, dan Xanthomonas oryzae. Inhibition
percentage inhibition of necrotic symptoms by the four Bacillus isolates was up to
99%.
Key word: AHL-lactonase, autoinducer, bioluminescens, quorum sensing,
virulence
vi
vii
KEMAMPUAN Bacillus sp. PENGHASIL AHL-LAKTONASE
DALAM MENGHAMBAT PROSES QUORUM SENSING
PATOGENISITAS BAKTERI FITOPATOGEN
ZAHRAH NURLITA LUBIS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
13
Judul Skripsi
Nama
NIM
:Kemampuan Bacillus sp. Penghasil AHL-Laktonase dalam
Menghambat Proses Quorum Sensing Patogenisitas Bakteri
Fitopatogen
:Zahrah Nurlita Lubis
:G34090092
Disetujui oleh
Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Pembimbing I
Alina Akhdiya, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
2
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Kemampuan Bacillus sp. Penghasil AHL-Laktonase dalam
Menghambat Proses Quorum Sensing Patogenisitas Bakteri Fitopatogen.
Terhitung dari bulan Februari-Juni 2013 di rumah kaca dan Laboratorium
Mikrobiologi, Departemen Biologi IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Iman Rusmana,
MSi selaku dosen pembimbing pertama dan Ibu Alina Akhdiya, MSi selaku
pembimbing kedua yang telah memberi pengarahan dan dukungan materi selama
penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih kepada Ibu Dr Ir Y M Diah
Ratnadewi selaku dosen penguji sekaligus perwakilan komisi pendidikan
Departemen Biologi atas saran dan masukan selama penyelesaian karya ilmiah ini.
Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Masrukhin, Olii, Della, Randi,
Munjiati, Mba Aay, Agus, Yani, Dwi, Mba Sari, Ka Andri dan IR crew, serta staf
Laboratorium Mikrobiologi IPB yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, terutama
kedua orang tua, Bang Ami, Bang Anan, Rafid dan Dede yang senantiasa
memberikan doa, dukungan dan limpahan kasih sayang. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada teman-teman Biologi 46 atas kerjasama, dukungan, dan
semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
kita semua.
Bogor, September 2013
Zahrah Nurlita Lubis
3
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
METODE ................................................................................................................ 2
Waktu dan Tempat .............................................................................................. 2
Bakteri dan Pengkulturannya .............................................................................. 2
Uji Penghambatan Proses QS .............................................................................. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 4
Hasil..................................................................................................................... 4
Pembahasan ......................................................................................................... 9
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12
LAMPIRAN .......................................................................................................... 13
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 155
2
DAFTAR TABEL
1 Penghambatan produksi violacein C. violaceum oleh Bacillus sp.
2 Luas nekrotik, intensitas virulensi, dan warna daun tembakau setelah
inokulasi patogen
3 Persentase penghambatan pembentukan gejala nekrotik jaringan daun
tembakau pada minggu pertama dan minggu kedua
4
7
9
DAFTAR GAMBAR
1 Zona degradasi AHL yang terbentuk di sekitar paper disc
2 Uji penghambatan QS E. chrysanthemi oleh Bacillus sp. menggunakan
media umbi kentang
3 Kontrol negatif dan gejala nekrotik pada daun tembakau setelah
inokulasi patogen
4 Persentase luas jaringan nekrotik pada daun tembakau minggu pertama
dan minggu kedua
4
5
6
8
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media yang digunakan ................................................................ 13
2 Kurva standar isolat Bacillus sp.................................................................... 14
3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman pangan merupakan sumber hayati yang sangat vital bagi
kehidupan manusia. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas
tanaman pangan yaitu serangan patogen. Mikroba patogen tumbuhan (fitopatogen)
dapat berupa bakteri, cendawan, atau virus. Beberapa bakteri fitopatogen penting
antara lain Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines,
Pseudomonas fluorescens, Erwinia sp., dan Xanthomonas oryzae. R.
solanacearum merupakan penyebab penyakit layu bakteri pada hampir 450 jenis
tanaman dan pembusukan umbi kentang (Weller et al. 2000). P. syringae pv.
glycines menyebabkan penyakit bercak berwarna kekuningan hingga kecoklatan
pada daun kedelai (Hettewer et al. 1998). Beberapa strain P. fluorescsens dapat
menyebabkan penyakit bercak noda berwarna merah muda sampai kecoklatan
pada umbi kentang (Garrood et al. 2004). E. chrysanthemi dapat menyebabkan
penyakit busuk lunak pada kentang (Semangun 1988), sedangkan X. oryzae
merupakan penyebab penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi (Suparyono
et al. 2003).
Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut tanpa mencemari
lingkungan adalah penggunaan bakteri sebagai agen biokontrol yang dilakukan
tanpa mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogennya. Hal tersebut dilakukan
guna menghindari adanya tekanan seleksi yang mengakibatkan timbulnya
resistensi (White dan Finan 2009). Mekanisme pengendalian patogen oleh agen
biokontrol diantaranya dapat melalui mekanisme antibiosis, kompetisi ruang dan
nutrisi, serta anti QS (Quorum Sensing). QS merupakan mekanisme komunikasi
antar bakteri melalui senyawa autoinducer (AI) yang disekresikan. Mekanisme ini
bergantung pada populasi bakteri. Setiap individu sel bakteri secara continue
mensekresikan molekul signal yang dapat dideteksi oleh sel-sel bakteri lain di
sekitarnya. Signal-signal ini memacu koordinasi ekspresi proses tertentu seperti
ekspresi faktor virulensi. Faktor-faktor virulensi tersebut diantaranya berupa
enzim pendegradasi dinding sel, toksin, dan hormon.
N-acylhomoserine lactone (AHL) merupakan senyawa AI yang dihasilkan
dan digunakan untuk komunikasi intraspesies oleh bakteri Gram negatif
sedangkan pada bakteri Gram positif yaitu senyawa peptida (Rukayadi dan
Hwang 2009). AHL dapat dihidrolisis ikatan laktonnya oleh enzim Acyl
Homoserine Lactonase (AHL-lactonase). Enzim ini disandikan oleh gen aiiA yang
dimiliki oleh Bacillus (Dong et al. 2000). Oleh karena itu, AHL-laktonase
berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu alternatif pengendalian bakteri
fitopatogen melalui mekanisme anti-QS.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji kemampuan isolat Bacillus sp. penghasil
Acyl Homoserine Lactonase (AHL-Laktonase) dalam menghambat proses QS
patogenisitas beberapa bakteri fitopatogen.
2
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Juni 2013
bertempat di rumah kaca dan Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,
FMIPA IPB.
Bakteri dan Pembiakannya
Bakteri yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 4 isolat Bacillus sp.,
yaitu NTT3a dan NTT3e (Fitriyah 2011) serta SGT3g dan INT1c (Afiah 2011).
Enam bakteri patogen yang digunakan, yaitu R. solanacearum, E. chrysanthemi,
Chromobacterium violaceum, X. oryzae, P. fluorescens dan P. syringae pv.
glycines. Bakteri-bakteri tersebut merupakan bakteri koleksi Dr Ir Iman Rusmana,
MSi dan Alina Akhdiya, MSi.
Keempat isolat Bacillus sp. dan C. violaceum diremajakan pada media
agar Luria Berthani (LB Agar) dan diperbanyak pada media kaldu Luria Berthani
(LB Broth). Inkubasi kultur Bacillus sp. dilakukan selama 48 jam sedangkan
inkubasi C. violaceum dilakukan sampai kultur berwarna ungu (24 jam).
Peremajaan kultur bakteri fitopatogen dilakukan pada media Trypticase Soy Agar
(TSA) dan perbanyakan kultur pada media Trypticase Soy Broth (TSB) (Lampiran
1). Inkubasi kultur bakteri patogen dilakukan selama 48-72 jam. Penyimpanan
biakan kerja C. violaceum dilakukan pada suhu ruang, sedangkan bakteri yang
lainnya disimpan dalam lemari pendingin.
Uji Penghambatan Proses QS
QS pada C. violaceum. Kultur cair Bacillus sp. umur 48 jam disentrifus
selama 30 menit pada kecepatan 12000 rpm. Sebanyak 100 µl supernatan
diteteskan pada paper disc steril (d:1.3 cm) yang diletakkan di permukaan LB
agar semipadat yang telah diinokulasi dengan 1% kultur cair C. violaceum. Cawan
tersebut kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Masing-masing
cawan berisi 3 ulangan untuk satu perlakuan. Kontrol negatif dibuat dengan cara
meneteskan media LB steril sebagai pengganti supernatan. Paper disc yang
dikelilingi oleh zona tidak berwarna ungu menunjukkan adanya aktivitas
penghambatan QS. Indeks penghambatan QS dihitung dengan cara sebagai
berikut:
IP = Ø zona tidak ungu - Ø paper disc
Ø paper disc
Keterangan:
Ø zona tidak ungu = diameter zona tidak berwarna ungu (cm)
Ø paper disc = diameter paper disc (cm)
QS pada E. chrysanthemi. Umbi kentang direndam dalam larutan natrium
hipoklorit komersil (mengandung 5.25% NaClO) selama 5 menit. Kemudian
dicuci 3 kali dengan akuades steril. Selanjutnya kentang tersebut dipotong-potong
dengan ketebalan 1 cm. masing-masing cawan berisi 1 perlakuan dengan 4 kali
ulangan. Sebanyak 100 µl supernatant Bacillus sp. diteteskan di bagian tengah
3
permukaan potongan kentang yang diletakkan dalam cawan petri steril. Masingmasing kentang yang telah dipotong, terlebih dahulu ditusuk 3 kali menggunakan
tusuk gigi steril. Potongan kentang tersebut diinokulasi dengan 0.1 ml suspensi E.
chrysanthemi (dalam garam fisiologis, OD 600 = 0.162). Setelah itu cawan petri
berisi kentang ditutup dan diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Pengamatan
dilakukan terhadap timbulnya gejala pembusukan jaringan kentang.
QS pada R. solanacearum, P. syringae pv. glycines, P. fluorescens, dan
X. oryzae. Uji aktivitas penghambatan QS terhadap keempat bakteri tersebut
dilakukan secara in planta pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum). Koloni
keempat Bacillus sp. umur 48 jam diambil menggunakan ose lalu masing-masing
disuspensikan dalam larutan garam fisiologis sampai diperoleh kepadatan 108
CFU/ml (Lampiran 2). Suspensi Bacillus sp. tersebut masing-masing
disemprotkan ke tanaman tembakau umur 2 bulan. Setelah disemprot, tanaman
disungkup dengan plastik bening. Tiga hari kemudian, daun tanaman tembakau
yang telah disemprot tersebut diinokulasi dengan 0.5 ml suspensi bakteri
fitopatogen lalu disungkup kembali dengan plastik. Inokulasi fitopatogen
dilakukan menggunakan syringe tanpa jarum. Setiap perlakuan dibuat 10 titik
inokulasi sebagai ulangan dan setiap helai daun dibuat 20 titik inokulasi.
Inokulum fitopatogen disiapkan dengan cara mensuspensikan 2-3 koloni bakteri
ke dalam 1 ml garam fisiologis. Sebagai kontrol negatif, tanaman disemprot
suspensi Bacillus sp. tapi tidak diinokulasi dengan patogen. Sebagai kontrol
positif, tanaman disemprot garam fisiologis lalu diinokulasi bakteri fitopatogen.
Luas jaringan nekrotik pada daun diamati pada minggu pertama dan kedua setelah
inokulasi patogen. Persentase penghambatan dan persentase gejala nekrotik
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Persentase penghambatan = A - B x 100%
A
Persentase gejala nekrotik = B x 100%
A
Keterangan: A= luas daun
B= luas jaringan nekrotik
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penghambatan QS C. violaceum
Pengamatan terhadap C. violaceum dilakukan setelah inkubasi selama 24
jam. Di sekeliling paper disc yang telah ditetesi supernatan Bacillus sp. INT1c,
NTT3a, dan SGT3g terbentuk zona tidak ungu, sedangkan disekeliling paper disc
yang telah ditetesi supernatan NTT3e dan kontrol tetap berwarna ungu (Gambar
1). Zona tidak berwarna ungu ini menunjukkan adanya aktivitas AHL-laktonase.
zona tidak
ungu
paper
disc
zona tidak
ungu
zona tidak paper
ungu
disc
paper
disc
INT1c
SGT3g
NTT3a
paper
disc
paper
disc
kontrol
NTT3e
Gambar 1 Zona degradasi AHL yang terbentuk di sekitar paper disc
Diameter zona tidak ungu yang dihasilkan oleh 3 isolat Bacillus berkisar 1
cm. Diameter zona tidak ungu berbanding lurus dengan nilai Indeks
Penghambatan (IP). Semakin besar diameter zona tidak ungu, maka IP akan
semakin tinggi. Nilai IP untuk ketiga Bacillus tersebut ditampilkan pada Tabel 1
di bawah ini. IP terbesar (0.33) dihasilkan oleh supernatan SGT3g sedangkan IP
terkecil (0.21) dihasilkan oleh supernatan NTT3a.
Tabel 1 Penghambatan produksi violacein C. violaceum oleh Bacillus sp.
Diameter zona tidak
ungu (cm)
IP ± SE
INT1c
1.70
0.31 ± 0.08
NTT3a
1.57
0.21 ± 0.04
NTT3e
-
-
SGT3g
1.73
0.33 ± 0.09
Isolat
keterangan: IP = Indeks Penghambatan; SE = Standar Eror (nilai rataan ± SE, n = 3)
5
Penghambatan QS E. chrysanthemi
Hasil pengamatan menunjukkan adanya proses pembusukan yang lebih
cepat (24 jam) pada jaringan kentang kontrol positif, perlakuan NTT3a, NTT3e,
dan SGT3g, sedangkan proses pembusukan kentang yang di inokulasi E.
chrysanthemi setelah ditetesi kultur Bacillus sp. INT1c berlangsung lambat dan
gejala pembusukannya lebih ringan dibandingkan kontrol positif dan ketiga
perlakuan tersebut. Kentang kontrol negatif tidak mengalami pembusukan
(Gambar 2).
Kontrol negatif
INT1c
Kontrol positif
NTT3e
NTT3a
SGT3g
Gambar 2 Uji penghambatan QS faktor virulensi E. chrysanthemi oleh Bacillus
sp. pada umbi kentang
Penghambatan QS R. solanacearum, P. syringae pv. glycines, P. fluorescens,
dan X. oryzae
Penghambatan QS fitopatogen pada tanaman tembakau diamati dari warna
dan luas jaringan daun yang nekrotik pada titik-titik inokulasi. Hasil pengamatan
menunjukkan daun pada tanaman kontrol negatif tidak mengalami gejala nekrotik
(Gambar 3a), sedangkan daun pada tanaman kontrol positif menunjukkan adanya
gejala nekrotik. Tanaman yang telah disemprot dengan Bacillus sp. menunjukkan
intensitas yang lebih ringan dibandingkan kontrol positifnya (Gambar 3b).
6
(a)
Isolat
P. fluorescens
P. syringae pv.
glycines
R.
solanacearum
X. oryzae
Kontrol
positif
NTT3a
NTT3e
SGT3g
INT1c
(b)
Gambar 3 Kondisi daun tembakau yang tidak diinokulasi (kontrol negatif) (a) dan
yang diinokulasi patogen (b) 2 minggu setelah inokulasi.
Luas jaringan nekrotik terbesar pada kontrol positif disebabkan oleh P.
fluorescens (1.52 cm2). Pada daun yang disemprot Bacillus NTT3a, luas nekrotik
terbesar disebabkan oleh R. solanacearum dan X. oryzae (0.13 cm2) dan pada
daun yang disemprot Bacillus NTT3e, luas nekrotik terbesar disebabkan oleh P.
syringae pv. glycines (0.22 cm2). Sedangkan luas jaringan nekrotik terbesar pada
daun yang disemprot Bacillus SGT3g dan INT1c disebabkan R. solanacearum
dengan
luas
berturut-turut
0.16
cm2
dan
0.29
cm2.
7
Intensitas gejala nekrotik diukur secara kuantitatif (luas jaringan nekrotik)
dan kualitatif (warna / keadaan jaringan nekrotik). Berdasarkan kedua parameter
tersebut, intensitas nekrotik yang teramati dikelompokkan menjadi 4 kategori
yaitu berat, sedang, ringan dan sangat ringan. Intensitas nekrotik kategori berat
dan sedang hanya terdapat pada tanaman kontrol positif, sedangkan semua
tanaman yang disemprot Bacillus menunjukkan gejala nekrotik yang ringan dan
sangat ringan (Tabel 2).
Tabel 2 Intensitas nekrotik berdasarkan luas dan warna/ keadaan jaringan pada
daun tembakau pada pengamatan 2 minggu setelah inokulasi patogen.
Perlakuan
Kontrol
positif
NTT3a
NTT3e
SGT3g
INT1c
Bakteri uji
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
Keterangan : ++++ = berat
+++ = sedang
Luas nekrotik
(cm2)
1.52
0.76
1.28
0.64
0.05
0.02
0.13
0.13
0.07
0.22
0.06
0.15
0.06
0.11
0.16
0.06
0.14
0.06
0.29
0.02
Warna jaringan
nekrotik
coklat (kering)
coklat
coklat (kering)
coklat
kekuningan
kekuningan
kuning
kuning
kekuningan
kuning
kekuningan
coklat
kekuningan
kuning
kuning
kekuningan
kuning
kekuningan
kuning
kekuningan
Intensitas
nekrotik
++++
+++
++++
+++
+
+
++
++
+
++
+
++
+
++
++
+
++
+
++
+
++ = ringan
+ = sangat ringan
Pengamatan pada 1 minggu setelah inokulasi menunjukkan persentase luas
gejala nekrotik terbesar pada kontrol positif disebabkan oleh R. solanacearum
(0.15%). Pada perlakuan Bacillus NTT3a, persentase gejala nekrotik terbesar
disebabkan oleh X. oryzae (0.07%). P. syringae pv. glycines menyebabkan gejala
nekrotik dengan persentase luas terbesar (0.11%) pada perlakuan Bacillus NTT3e.
Persentase luas nekrotik terbesar yang disebabkan R. solanacearum (0.14%)
ditunjukkan pada perlakuan Bacillus SGT3g. Sedangkan daun yang disemprot
Bacillus INT1c menunjukkan persentase gejala terbesar yang disebabkan oleh P.
fluorescens (0.05%) (Gambar 4a).
8
Persentase gejala nekrotik minggu kedua pada kontrol positif terbesar
disebabkan oleh P. fluorescens (1.52%). Persentase gejala nekrotik terbesar
disebabkan oleh X. oryzae (0.07%) pada perlakuan Bacillus NTT3a. Daun yang
disemprot Bacillus NTT3e menunjukkan persentase gejala nekrotik terbesar
disebabkan P. syringae pv. glycines (0.13%). Persentase gejala terbesar
disebabkan oleh R. solanacearum (0.17%) pada perlakuan Bacillus SGT3g. Pada
perlakuan Bacillus INT1c persentase gejala terbesar disebabkan oleh R.
solanacearum (0.11%) (Gambar 4b).
(a)
Keterangan:
(b)
P. fluorescens
R. solanacearum
P. syringae pv. glycines
X. orzae
Gambar 4 Persentase luas jaringan nekrotik daun tembakau pada minggu pertama
(a) dan minggu kedua (b) setelah inokulasi
Bacillus NTT3a, NTT3e, dan SGT3g mampu menghambat pembentukan
gejala nekrotik yang disebabkan oleh P. fluorescens pada daun tembakau dengan
persentase 99.99%. Persentase penghambatan yang sama juga diperoleh dari daun
yang disemprot Bacillus NTT3a dan diinokulasi dengan P. syringae pv. glycines
serta tanaman yang disemprot Bacillus SGT3g dan diinokulasi dengan X. oryzae.
Bacillus sp. INT1c menunjukkan rata-rata tertinggi penghambatan gejala nekrotik
yang disebabkan oleh P. syringae pv. glycines, R. solanacearum, dan X. oryzae.
Persentase penghambatan terhadap ketiga bakteri patogen tersebut juga mencapai
99.99%.
Berbeda dengan minggu pertama, pada minggu kedua persentase
penghambatan tertinggi Bacillus sp. NTT3a terhadap P. syringae pv. glycines
(99.99%). Persentase penghambatan tertinggi pada perlakuan Bacillus NTT3e
terhadap R. solanacearum (99.97%). Persentase penghambatan tertinggi pada
perlakuan SGT3g terhadap X. oryzae (99.98%). Persentase penghambatan
tertinggi pada perlakuan Bacillus INT1c terhadap X. oryzae (99.99%) (Tabel 3).
9
Tabel 3 Persentase penghambatan pembentukan gejala nekrotik jaringan daun
tembakau pada minggu pertama dan minggu kedua telah inokulasi
Perlakuan
NTT3a
NTT3e
SGT3g
INT1c
Bakteri Uji
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
P. fluorescens
P. syringae pv. glycines
R. solanacearum
X. oryzae
Penghambatan nekrotik (%)
Minggu I
Minggu II
99.99
99.98
99.99
99.99
99.93
99.93
99.93
99.93
99.98
99.95
99.89
99.87
99.97
99.97
99.92
99.91
99.99
99.96
99.91
99.91
99.86
99.83
99.99
99.98
99.95
99.95
99.99
99.98
99.99
99.89
99.99
99.99
Pembahasan
Bioesei yang dilakukan terhadap keempat isolat Bacillus (NTT3a, NTT3e,
SGT3g dan INT1c) menunjukkan bahwa NTT3a, INT1c dan SGT3g mampu
menghambat pembentukan pigmen ungu pada Chromobacterium violaceum,
sedangkan NTT3e tidak mampu menghambat pembentukan pigmen ungu
(Gambar 1 dan Tabel 1). Pigmen ungu tersebut adalah senyawa yang bersifat
antimikrob bernama violacein (McClean et al. 1997).
Produksi pigmen violacein pada C. violaceum diregulasi melalui proses QS.
Zona berwarna tidak ungu yang terbentuk disekitar paper disc yang telah ditetesi
supernatan kultur Bacillus NTT3a, INT1c, dan SGT3g menunjukkan adanya
penghambatan QS yang mengatur produksi violacein. QS pada C. violaceum
melibatkan senyawa AHL yang berperan sebagai molekul signal. Penghambatan
QS tersebut disebabkan oleh enzim laktonase (penghidrolisis molekul AHL) yang
dihasilkan oleh ketiga isolat Bacillus tersebut. Di antara ketiga Bacillus tersebut,
indeks penghambatan terbesar dihasilkan oleh Bacillus sp. SGT3g (0.33).
Walaupun pada percobaan ini isolat Bacillus sp. NTT3e tidak menyebabkan
terbentuknya zona tidak ungu, bukan berarti isolat ini tidak mampu menghasilkan
enzim laktonase. Hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Fitriyah (2011)
menunjukkan isolat ini dapat menyebabkan terbentuknya zona tidak ungu pada C.
violaceum. Hasil penelitian dengan teknik PCR juga menunjukkan isolat ini
memiliki gen penyandi AHL-laktonase. Tidak dihasilkannya zona tersebut pada
penelitian ini diduga disebabkan karena konsentrasi enzim laktonasenya masih
terlalu rendah atau belum diproduksi.Produksi dan aktivitas enzim laktonase
10
bakteri dipengaruhi oleh suhu dan pH. Suhu dan pH optimum aktivitas
AHL-laktonase yaitu 20 oC dengan pH 8 (Chen et al. 2010), namun Wang et al.
(2004) menyatakan bahwa enzim AHL-laktonase masih stabil pada suhu di bawah
37 oC. Selain suhu dan pH, produksi enzim juga dipengaruhi oleh kandungan
nutrisi, tekanan osmotik, tingkat aerasi, dan kontrol terhadap kontaminasi (Pandey
et al. 2000).
Kemampuan isolat Bacillus dalam penghambatan proses QS juga bisa diuji
menggunakan bakteri dari genus Erwinia. Kentang merupakan sayuran yang
memiliki kandungan pektin tinggi. E. chrysanthemi adalah salah satu fitopatogen
dari genus Erwinia yang mampu memanfaatkan pektin pada umbi kentang dan
menyebabkan pembusukan kentang (Purwoko 2009). Produksi enzim
ekstraselular pektinase pada genus bakteri ini dikendalikan melalui mekanisme
QS yang melibatkan senyawa yang berperan sebagai molekul signal. Hasil uji
menunjukkan bahwa supernatan Bacillus sp. INT1c mampu menghambat
pembusukan umbi kentang yang diinokulasi E. chrysanthemi. Ini
mengindikasikan bahwa AHL-laktonase yang terdapat dalam supernatan INT1c
mampu menghambat QS proses produksi enzim pektinase yang merupakan salah
satu faktor virulensi E. chrysanthemi.
Bakteri fitopatogen dapat masuk kedalam jaringan tanaman melalui lubang
alami seperti stomata, lentisel, dan bagian yang luka. Elisitor dan faktor-faktor
virulensi yang dihasilkan fitopatogen akan merangsang munculnya respon
hipersensitif pada jaringan yang terinfeksi sebagai salah satu cara untuk
melokalisir fitopatogen (Fenselau et al. 1992). Regulasi sintesis faktor-faktor
virulensi pada bakteri fitopatogen Gram negatif seperti Erwinia, Pseudomonas,
dan Ralstonia berlangsung memelalui proses QS (Fuqua dan Greenberg 2002;
Loh et al. 2002; Williams et al. 2007). Oleh karena itu, penghambatan QS oleh
Bacillus sp. juga dapat diamati dari kemampuannya dalam menghambat
pembentukan gejala nekrotik jaringan daun yang diinfeksi secara buatan dengan
bakteri fitopatogen. Pengamatan menunjukkan persentase luas jaringan daun yang
nekrotik rata-rata semakin besar pada 2 msi (minggu setelah infeksi). Besarnya
peningkatan persentase luas jaringan nekrotik pada tanaman kontrol dibandingkan
dengan tanaman yang disemprot Bacillus sp. (Gambar 4) mengindikasikan adanya
penghambatan proses QS ekspresi faktor-faktor virulensi bakteri fitopatogen.
Penghambatan proses QS-nya tersebut dapat disebabkan antara lain oleh degradasi
senyawa AHL yang disekresikan bakteri fitopatogen oleh aktivitas enzim AHLlaktonase yang diekresikan Bacillus sp.
Persentase penghambatan gejala nekrotik yang besar oleh isolat-isolat
Bacillus sp. tersebut membuktikan bahwa keempat Bacillus sp. tersebut
berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen biokontrol bakteri fitopatogen yang
berdasarkan penghambatan QS. Mekanisme pengendalian ini lebih ramah
lingkungan dibandingkan dengan mekanisme antibiosis, karena tidak
menyebabkan tekanan pada fitopatogen untuk mengembangkan strain-strain baru
yang bersifat lebih resisten terhadap senyawa-senyawa yang bersifat antibiosis.
11
SIMPULAN
Bacillus sp. NTT3a, NTT3e, SGT3g dan INT1c memiliki kemampuan
menghambat proses QS bakteri fitopatogen. Bacillus sp. SGT3g dapat
menghambat QS C. violaceum dengan nilai Indeks Penghambatan tertinggi (0.33)
dibandingkan isolat lainnya. Bacillus sp. INT1c dapat memperlambat proses
pembusukan pada kentang yang disebabkan E. crhysanthemi. Keempat isolat
Bacillus sp. tersebut juga mampu menghambat timbulnya gejala nekrotik pada
daun tembakau yang diinfeksi dengan C. violaceum, E. chrysanthemi, R.
solanacearum, P. fluorescens, P. syringae pv. glycines, dan X. oryzae.
Berdasarkan bioesei penghambatan QS yang dilakukan terhadap 6 patogen
diatas, Bacillus INT1c merupakan isolat yang paling potensial karena memiliki
aktivias penghambatan QS yang paling kuat dibandingkan ketiga isolat Bacillus
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Afiah TSN. 2011. Isolasi dan karakterisasi bakteri penghasil acyl homoserine
lactonase (AHL-laktonase) asal lahan pertanian di Jawa [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Chen R, Zhou Z, Cao Y, Bai Y, Yao B. 2010. High yield expression of an AHLlactonase from Bacillus sp. B546 in Pichia pastoris and its application to
reduse Aeromonas hydrophia mortality in aquaculture. Microbial Cell
Factories. 9:39-49.
Dong YH, Xu JL, Li XC, Zhang LH. 2000. aiiA, a novel enzyme inactivates acyl
homoserine-lactone quorum-signal and attenuated the virulence of Erwinia
carotovora. Proc Natl Acad Sci. 97:3526-3531.
Fitriyah A. 2011. Isolasi dan karakterisasi bakteri penghasil AHL-laktonase asal
lahan pertanian luar pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Fenselau S, Balbo I, Bonas U. 1992. Determination of pathogenicity in
Xanthomonas campestris pv. vesicatoria are related to proteins involved in
secretion in bacterial pathogen animals. Mol Plant Microb Interact. 5:390396.
Fuqua C, Greenberg EP. 2002. Listening in on bacteria: acyl-homoserine lactone
signalling. Nat Rev Mol Cell Biol. 3:685-695.
Garrood MJ, Wilson PDG, Brocklehurst TF. 2004. Modeling the rate of
attachment of Listeria monocyotgenes, Pantoea agglomerans, and
Pseudomonas fluorescens to, and the probability of their detachment from 1
potato tissue at 10 oC. Appl Environl Microbiol. 70:3558-3565.
Hettewer U, Jaeckel FR, Boch J, Meyer M, Rudolph K, Ullrich MS. 1998.
Cloning nucleotide sequence, and expression in Escherichia coli of
levansucrase genes from the plant pathogen Pseudomonas syringae pv.
glycinea and P. syringae pv. phaseolicola. Appl Environ Microbiol.
64:3180-3187.
12
Loh J, Pierson EA, Pierson LS, Stacey G, Chatterjee A. 2002. Quorum sensing in
plant-associated bacteria. Curr Opin Plant Biol. 5:285-290.
McClean KH, Winson MK, Fish L, Taylor A, Chhabra SR, Camara M, Daykin M,
Lamb JH, Swift S, Bycroft BW, Stewart GSAB, Williams P. 1997. Quorum
sensing and Chromobacterium violaceum: exploitation of violacein
production and inhibition for the detection of N-acylhomoserine lactones.
Microbiology. 143:3703-3711.
Pandey A, Nigam P, Soccol CR, Soccol VT, Singh D, Mohan R. 2000. Advances
in
microbial
amylases.
Biotechnol
Appl
Biochem.
31:135152.doi:10.1042/BA19990073
Purwoko T. 2009. Fisiologi Mikroba. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Rukayadi Y, Hwang JK. 2009. Pencegahan quorum sensing: suatu pendekatan
baru dalam mengatasi infeksi bakteri. Medicinus. 22:22-27.
Semangun H. 1988. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada Univ Pr.
Suparyono J, Catindig LA, Pena FA, Ona IP. 2003. Bacterial Leaf Blight.
[Internet].
[diunduh
2013
April
7].
Tersedia
pada:
http://www.knowledgebank.irri.org.
Wang LH, Weng LX, Dong YH, Zhang LH. 2004. Specifity and enzyme kinetics
of the quorum-quenching N-acyl homoserine lactone lactonase (AHLlactonase). J Biol Chem. 279:13645-13651.doi:10.1074/jbc.
Williams P, Winzer K, Chan W, Camara M. 2007. Look who’s talking:
communication and quorum sensing in the bacterial world. Philos Trans R
Soc London B Biol Sci. 362:1119-1134.
Weller SA, Elphinstone JG, Smith NC, Boonham N, Stead DE. 2000. Detection of
Ralstonia solanacearum strain with a quantitative, multiplex, real-time,
fluorogenic PCR (Taq Man) assay. Appl Environ Microbiol. 66:2853-2858.
White CE, Finan TM. 2009. Quorum sensing in Agrobacterium tumefaciens:
chance or necessity?. J Bacteriol 191: 1123-1125.doi:10.1128/JB.01681-08.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Komposisi media yang digunakan
A. Media Luria Berthani Agar (LB Agar)
- 1 g Trypton
- 1 g NaCl
- 0.5 g yeast axtract
- 0.1 g CaCO 3
- 1.5 g agar
- 100 ml akuades
B. Media Luria Berthani Agar (LB Agar) semi padat
- 1 g Trypton
- 1 g NaCl
- 0.5 g yeast extract
- 0.1 g CaCO 3
- 1 g agar
- 100 ml akuades
C. Media Luria Berthani Broth (LB Broth)
- 1 g Trypton
- 1 g NaCl
- 0.5 g yeast extract
- 100 ml akuades
D. Media Trypticase Soy Broth (TSB)
- 3 g trypticase soy broth
- 100 ml akuades
E. Media Trypticase Soy Agar (TSA)
- 3 g trypticase soy broth
- 2 g agar
- 100 ml akuades
14
Lampiran 2 Kurva standar isolat Bacillus sp. NTT3a (a), NTT3e (b), SGT3g (c)
dan INT1c (d)
(a)
(b)
(c)
(d)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 November 1991 dari ayah
Nurhasyim Lubis dan ibu Juningsih Bachtiar. Penulis merupakan anak ketiga dari
lima bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari MA Negeri 1 Bekasi. Pada tahun
yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) pada tahun 2009 dan Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari
DIKTI pada tahun 2010-2013.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Biologi Dasar (2012), Genetika Dasar (2012) dan Mikrobiologi Dasar (2013).
Penulis aktif di PSDM Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO IPB) tahun
2011-2012. Tanggal 29 Juni sampai 1 Juli 2011 penulis melaksanakan Studi
Lapang di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) dengan judul Potensi
Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat dalam Perspektif Biologi. Setelah
itu, pada bulan Juli sampai Agustus 2012, penulis melaksanakan Praktik
Lapangan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir
Nasional (PATIR-BATAN) Pasar Jumat, Jakarta Selatan dengan topik
Pemeliharaan Kutu Putih dalam Laboratorium Untuk Perlakuan Fitosanitari.