Pengembangan kemasan antimikrobial berbahan alami untuk memperpanjang umur simpan produk

PENGEMBANGAN KEMASAN ANTIMIKROBIAL
BERBAHAN ALAMI UNTUK MEMPERPANJANG
UMUR SIMPAN PRODUK

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Kemasan
Antimiibial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan
Produk adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing clan belum
pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari k q a yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Dab Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009

Fitriani Zainab

NRP F351040061

ABSTRACT
FITRIANI ZAINAB. Product the Development of Natural Base Antimicrobial
Packaging Prolong the Self Life. Under direction of KRISNANI SETYOWATI
and ENDANG WARSIKI.
Addition of chemical antimicrobial as a foods preservative has emerged
concern of their side effects. The use of natural antimicrobial from spice-based
such a betel vine, tumeric and garlic has many advantages because of its safety.
However, these antimicrobial agents added directly to the food will create taste
and that slightly dislike by consumer. Furthermore, direct added of the
antimicrobial agents to the food is not effective indeed. It is indicated that the
spoilage and pathogen microorganism grow on the surface of food product, thus
this method by mixing antimicrobial agents into the whole food product is over
dozes. The research is intended to develop film chitosan based, added by natural
antimicrobial of betel vine, tumeric and garlic. There are three steps of activities
done in this project which are: 1) the fabrication of chitosan-base antimicrobial
film and its activity assay; 2) physical mechanical test of the AM film and activity
test of its storage at different temperature; 3) the application of the Ah4 film on
meat ball. The result of this research showed that tumeric-base and betel vine

antimicrobial had the best activity at the concentrate of 6% against E. coli, while
the garlic-base antimicrobial had the highest resistant activity at the concentrate of
6% against Salmonella. Physical mechanical test of the AM film showed that
these are potential to be developed and used as food packaging. Tumeric-base
antimicrobial had activity against E. coli during 8 days of storage at temperature
of 28'~, whereas betel vine-base antimicrobial had activity against E. coli during
8 days of storage at 5, 15 and 28'~.Further, garlic-base antimicrobial had activity
against Salmonella during 6 days of storage at 5'~ and 8 days at 1 5 ' ~and more
than 10 days at 28'~. Qualitatively, meat ball coated by AM film resulted into
prolong its shelf life as 2 day storage at room temperature.
Keyword: antimicrobial packaging, chitosan, betel vine, tumeric, garlic

RINGKASAN
FITRIANI ZAINAB. Pengembangan Kemasan Antimikrobial Berbahan
Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk. Dibimbing oleh
KRISNANI SETYOWATI dan ENDANG WARSIKI.
Penambahan antimikroba kimiawi dalam pengawetan makanan telah
banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping. Penggunaan antirnikroba
alami dari rempah-rempah seperti d a m sirih, kunyit dan bawang putih
mempunyai kelebihan karena aman untuk dikonsumsi. Selain itu, agen

antimiioba yang ditambahkan langsung ke dalam produk makanan akan
menimbulkan rasa dan sensoris yang kadang tidak disukai konsumen.
Penambahan langsung juga sangat tidak efektif karena antimikroba akan
mudah berdifusi dan menyebar ke seluruh bagian produk, sedangkan bakteri
pembusuk dan patogen umumnya tumbuh dan beraksi hanya di permukaan
makanan. Pelapisan produk dengan film yang membawa agen antimikroba
akan menjadi metode yang menarik untuk dikembangkan karena dalam sistem
ini, agen antimikroba ditambahkan dalam jumlah yang relatif sedikit dan hanya
dilapiskan pada permukaan produk. Ketika berinteraksi dengan produk
makanan, zat aktif antimikroba akan dilepaskan secara perlahan-lahan ke
permukaan makanan sehingga konsentrasinya dapat dijaga dalam waktu lama.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan kemasan
antimikrobial (film AM) berbahan khitosan yang ditambah dengan antimikroba
alami dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih. Tahap penelitian meliputi: 1)
pembuatan film berbahan dasar khitosan yang ditambah dengan ekstrak sirih,
kunyit dan bawang putih serta uji aktifitas antimikroba film tersebut; 2) pengujian
sifat fisis mekanis film AM, dan uji aktifitas antimikroba film selama
penyimpanan pada berbagai suhu; 3) a p l i i i film AM pada produk pangan
olahan bakso.
Aktifitas antimikoba film diuji terhadap bakteri E. coli, Streptococcus,

SalmoneNu, dan Lacrobacillus yang merupakan kontaminan untuk produk
makanan. Aktifitas antimilcroba diukur berdasarkan diameter zona bening
penghambatan yang mengelilingi cakram film setelah plat d i i i b a s i selama 24
jam pada suhu 37'~. Hasil pengujian rnemperlihatkan film AM sirih mempunyai
aktifitas penghambatan terhadap semua bakteri uji dengan konsentrasi ekstrak
sirih yang berbeda. Aktifitas penghambatan terhadap Streptococcus pada semua
konsentrasi dengan nilai penghambatan masing-masing sebesar 1,83 mm, 1,86
mm dan 1,96 mm, terhadap E. coli pada konsentrasi 6% sebesar 2,56 mm,
terhadap SalmoneNa pada konsentrasi 4% dan 6% masing-masing sebesar 1,97
mm dan 2,15 mm, dan terhadap Latobacillus pada konsentrasi 4% dan 6%
masing-masing sebesar 1,66 mm dan 2,00 mm. Film AM kunyit mempunyai
aktifitas penghambatan terhadap Salmonella sebesar 1,97 mm dan E. coli sebesar
2,58 mm pada konsentrasi ekstrak kunyit 6%. Sedangkan film AM bawang putih
mempunyai aktifitas penghambatan hanya terhadap Salmonella sebesar 2,52 mm
dm 421 mm pada konsentrasi ekstrak bawang putih 4% dan 6%. Aktifitas
penghambatan terbesar dari film AM sir$ kunyit dan bawang putih adalah pada
konsentrasi agen antimikroba 6%.

Kualitas film AM yang dihasilkan dapat ditentukan dari sifat fisis
mekanisnya yang meliputi ketebalan, kuat tarik, persen pemanjangan, laju

transmisi oksigen dan uap air serta transparami. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa penambahan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih
memberikan pengaruh yang nyata (p film AM kunyit (103,133 pn) > film
AM bawang putih (95,050 pn); 2) Kekuatan tarik film AM sirih (180,789
kgf7cm2) > film AM bawang putih (161,218 kgt7cm2) > film AM kunyit (159,488
k@cm2); 3) Persen pemanjangan film AM bawang putih (31,11%) > film AM
sirih (27,73%) > film Ah4 kunyit (27,01%); 4) Laju transmisi uap air film AM
sirih (60,345 g/m2/jam) < film AM bawang putih (79,805 g/m2/jam) < film AM
kunyit (88.425 g/m2/jam); 5) Laju transmisi Oksigen film AM sirih (39,860
cm3/m2I24 jam) < film AM bawang putih (40,250 cm3Im2/24 jam) < film AM
kunyit (42,625 cm3/m2124 jam). Film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang
dihasilkan dalam penelitian ini jika d i b a n d i i dengan film khitosan+gliserol
tanpa penambahan agen antimikcoba menunjukkan bahwa film AM sirih, kunyit
dan bawang putih mempunyai persen permanjangan lebii rendah clan laju
transmisi oksigen lebih t i n e tetapi mempunyai laju transmisi uap air lebii
rendah. Sedangkan jika dibandingkan dengan standar film umum (Japanese
Industrial Standard), film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang d i h a s i i
termasuk dalam grade 2-14, hal ini menunjukkan bahwa ketiga film AM tersebut
secara fisis mekanis memilii potensi untuk dikembangkan menjadi kemasan
makanan.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu dan waktu penyimpanan
memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5% terhadap aktifitas antimihba
film selama penyimpanan pada suhu 5,15 dan 28°C. Film AM kunyit mempunyai
aktifitas penghambatan terhadap E. Coli selama 8 hari pada suhu 28°C. Film AM
sirih mempunyai aktifitas penghambatan terhadap bakteri E. Coli selama 8 hari
pada suhu lS°C, dan dua hari pada suhu 28°C. Film Ah4 bawang putih mempunyai
aktifitas penghambatan tehdap SalmoneNa selama 6 hari pada suhu S T , 8 hari
pada suhu 15OC, sedangkan pada suhu 28°C sampai hari kesepuluh masih
menunjukkaa W t a s pengbambatan.
Hasil pengujian tahap aplikasi film AM pada produk pangan olahan bakso
menunjukkan bahwa secara kualitatif pelapisan film AM dengan konsentrasi
ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih 6 % dapat memperpanjang umur simpan
bakso sampai dua hari penyimpanan suhu ruang, sebanding dengan bakso yang
diberi bahan iambahan STTP 425%. H a d analisis ragam menunjukkan bahwa
pelapisan film AM memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5% terhadap
perubahan kekerasan dan pH bakso. Film AM sirih lebih dapat meiidungi bakso
daripada film AM kunyit dan bawang putih. Secara kualitatif sampai hari ketiga
penyimpanan, jumlah total mikroba bakso yang dilapisi film AM sirih, kunyit dan
bawang putih lebih rendah dibandingkan dengan bakso yang dilapisi film kontrol.
Hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa skor kesukaan tertinggi panelis

terhadap rasa bakso adalah bakso yang dilapisi film kontrol sedangkan kesukaan
tertinggi panelis terhadap aroma dan tekstw bakso adalah bakso yang dilapisi film
AM bawang putih.

Melihat kandungan senyawa aktif daun sirih, kunyit dan bawang putih
maka film AM sirih dan kunyit dapat diaplikasikan pada produk-produk dan
olahan dari daging, ikan, telur, keju, mielpasta dengan kombinasi perlakuan
penyimpanan dinginlrefigasi untuk menggantikan pengawet kimia paraben, nitrat
clan nitrit serta benzoat. Sedangkan aplikasi film Ah4 bawang putih dapat
menggantikan bahan pengawet kimia golongan sulfit dan sulfur dioksida dalam
pengawetan buah-buahan segar dan kering serta produk olahannya (dodo1 buahbuahan).
Hasil perhitungan biaya pembuatan bakso tanpa penambahan antimikroba
adalah Rp 248,50 per butir. Biaya pembuatan bakso dengan bahan tambahan
STTP 0,25% adalah Rp 253,50 per butir, atau memerlukan biaya tamsebesar Rp 5,00 per butir. Biaya pembuatan bakso dengan pelapisan film AM
sirih adalah Rp 270,00 per butir, film AM kunyit Rp 269,00 per butir dan film
Ah4 bawang putih Rp 265,OO per butir. Pelapisanlcoating untuk setiap butir bakso
rata-rata memerlukan tambahan biaya sekitar Rp 16,OO - 19,OO lebii besar sekitar
Rp 11,OO - 14,OO dari biaya pembuatan bakso dengan bahan tambahan SlTP
0,25%, atau tidak memerlukan biaya tambahan yang lebih besar jika
diband'mgkan dengan keamanannya.

Kata kunci: kemasan antimikrobial, khitosan, sirih, kunyit, bawang putih

0 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB), tabun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-undmg
1 . Dilarang mengutip sebagian atau selwuh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan p e n d i d i i , penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak memgikan kepentingan IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN KEMASAN ANTIMIKROBIAL
BERBAHAN ALAMI UNTUK MEMPERPANJANG
UMUR SIMPAN PRODUK

FITRIANI ZAINAB

Tesis

sebagai salah satu syarat untxk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Judul Penelitian : Pengembangan Kemasau Antimiiobial Berbahan Alami
untuk Memperpanjang Umur S i p a n Produk
Nama

: Fitriani Zainab

NRP

: F351040061

Program Studi


: Teknologi Industri Pertanian

Disetujui,
Komisi Pembiibing

Dr. Ir. ~dda.&Warsiki. MT
.4%gota

Dr. Ir. &snani Setvowati
Ketua

Diketahui,
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Perkmian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran

Tanggal Ujian : 14 Januari 2009


Dekan Sekolah Pascasajana IPB

PRAKATA
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memperkenankan penulis
menyelesaikan penelitian dan menuangkan hasilnya dalam bentuk tesis yang
bejudul "Pengembangan Kemasan Antimikrobial Berbahan Alami untuk
Memperpanjang Umur Simpan Produk" sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasii yang mendalam kepada Rakyat Jawa Barat melalui Bapak Gubemur
Provinsi Jawa Barat yang telah memberikan kesempatan dan bantuan biaya
pendidikan. Ucapan terima kasih yang mendalam disampaikan kepada Ibu Dr. Ir.
Krisnani Setyowati dan ibu Dr. Ir. Endang Warsiki, MT selaku dosen
pembimbiig yang telah memberikan arahan, bimbiigan dan dorongan selama
penelitian dan penyusunan tesis. Ibu Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi selaku dosen
penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun.
Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan ke.pada kedua orangtua
tercinta yang tiada henti-hentinya berdo'a untuk kesehatan dan kelancaran studi
penulis, adik-adik (Firman & Rina, Fidaus & Neng, Irfan, Reni) yang tidak
pernah lelah memberikan dukungan moril dan materiil, keponakan-keponakan
(Zahran, Zulfan, Zidni, Najwa) dan Kenzi tersayang yang selalu memberikan
kehangatan dan membangkitkan semangat, serta semua saudara atas dorongan
semangat, dukungan dan doa yang tulus selama penulis menyelesaikan program
S2. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Kepala D i
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Bapak Ir. H. Helrni Anwar,
DIAT, Ibu Ir. Hj. Sri Ratna Pertivi, Bapak H. Arief Santosa, SE. MSc dan Ibu Ir.
Eti Mulyati, MM selaku atasan langsung penulis yang telah memberikan ijin dan
kesempatan belajar serta dukungan moril clan materii.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Titi Chandra
yang telah banyak memberikan masukan. Ibu Ega, Puriyani dan Joko yang sangat
telaten memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian. Ibu Ai atas
dorongan semangat ruhaniyah yang selalu menyejukkan hati. Sahabat-&bat
Liqo (Yeni, Pita, Tri, Leni, Dewi, D i ) , rekan-rekan S2 TIP 2004, dan temanteman kost UGM (Fitria, Rana, Ratna, Nana, Erni, Yugi, Ceuceu, Desi, Ulil) atas
dorongan semangat, persahabatan indah dan persaudaraan yang manis selama
menempuh pendidikan. Rekan-rekan Sub Dinas PHPP atas dukungan, pengertian
dan dorongan semangat. Staf dan teknisi laboratorium di Departemen Teknologi
Industri Pertanian serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu atas segala bantuan, dukungan, dorongan dan masukan yang bermanfaat
sehingga penulis &pat melaksanakan penelitian sampai tersusunnya tesis ini.
Penulis berharap karya ini dapat membawa berkah dan manfaat bagi
rakyat Jawa Barat khususnya, pihak-pihak yang membutuhkan dan bagi siapa saja
yang membacanya Semoga dengan mengetahui sekelumit tentang pengemasan
antimikrobial ini, akan menambah keimanan kita kepada Allah SWT Yang Maha
Mengetahui Segala Sesuatu.
Bogor, Januari 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 5 Desember 1966 dari ayah H.
Udjen Zaenudin dan ibu Hj. Lilis Juliati. Penulis mempakan anak pertama dari
lima bersaudara Pada tahun 1985 penulis lulus dari SMA Muhamadiyah Kota
Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan
pendidiian di Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya dan lulus
tahun 1990. Pada tahun 1993-1999 penulis diangkat menjadi PNS di Kantor
Wilayah Departemen Pertanian Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2000-sekarang
menjadi PNS di Pemda Provinsi Jawa Barat dan bertugas di Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2004, penuli berkesempatan
melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Teknologi Industci Pertanian IPB dengan bantuan biaya dari AF'BD Provinsi Jawa Barat.

DAFTAR IS1

......................................................................... i
..
DAFTAR TABEL ................................................................... 11
...
DAFTAR GAMBAR ................................................................ 111
DAFTAR IS1

.............................................................
PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang ..................................................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................................
Ruang L i u p ..................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN

TINJAUAN PUSTAKA
Teknik Pengawetan Makanan ..........................................................
Antimikroba Alami .......................................................................
Bawang Putih ....................................................................................
Kunyit ............................................................................................
..
Slnh .................................................................................................
Kemasan Makanan Antimikrobial ...................................................
Edible Film Antimikrobial .............................................................
Khitosan sebagai Edible Film Antimikrobial ...........................
Bakso .........................................................................
Kajian Prospek Aplikasi Kemasan Antimikroba Berbahan Alami
untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk ..........................

iv
1

1
3
3
4
6
8
10

11
14
16
19
20
23

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu .......................................................... 35
Bahan clan Alat ..............................................................
35
Metode Penelitian ........................................................... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan AM Film ........................................................
Uji Aktititas Ah4 Film ........................................................
Pengkajian Sifat Fisis Mekanis ............................................
AM Film VS Film tanpa AM berbahan Khitosan .........................
Uji Aktifitas AM Film selama Penyimpanan pada Suhu 5. 15
dan 2 8 ' ~..............................................................................................
Aplikasi AM Film pada Produk Pangan Olahan .....................
Contoh a p l i i AM film sirih, kunyit dan bawang putih untuk
produk pangan olahan bakso ...............................................

45
49
52
62

64
67
79

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ....................................................................85
Saran ..................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA

................................................................

87

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kelompok besar mikroorganisme toksik dan pembusuk

............

Tabel 2. Agen antimikroba yang dapat diiorporasikan ke dalam kemasan
makanan .. .................................................... ..........

.

5
15

Tabel 3. Edible film antimikrobid, inkorporasi asam-asam organik,
pediocin dan enzim .......................................................... 17
Tabel 4. Syarat Mutu Bakso Daging menurut SNI No. 01-3818-1995 ......... 22
Tabel 5. Kemasan makanan antimikrobial dengan agen antimikroba alami
yang telah dikomersialkan ............................................................... 24
Tabel 6. D a h bahan pengawet anorganik yang diizinkan pemakaiannya
clan dosis maksimum yang diperkenankan oleh D i e n POM ......... 26
Tabel 7. D a h bahan pengawet organik yang d i i i pemakaiannya
dan dosis maksimum yang diperkenankan oleh D i e n POM ........ 28
Tabel 8. D a h aditif makanan yang diijinkan dipakai sebagai agen
Antimikroba dalam material kemasan ..................................
Tabel 9. Agen antimikroba alami yang telah dihkorporasi ke dalam
bahan kemasan makanan ...............................................................
Tabel 10. Apliikasi ediblefilm antimikrobial dari khitosan

..........................

Tabel 11. Tiigkatan konsentrasi ekstrak sirih ,kunyit dan bawang putih
dalam 100 ml lamtan film (blv) ....................................................
Tabel 12. Perbandingan film AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan
film khitosan +gliserol tanpa agen antimikroba .....................
Tabel 13. Perbandingan film AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan
dengan standar umum ........................................... .......

..

...............
Tabel 15. Nilai rata-ratapenerimaan panelis terhadap aronlii bakso .........
Tabel 16. Nilai rata-ratapenerimaan panelis terhadap tekstur bakso .........
Tabel 14. Nilai rata-ratapenerimaan panelis terhadap rasa bakso

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses pembentukan alisin

.............................................. 8

Gambar 2. Struktu~kimia kurkumin

...........................................................

Gambar 3. Struktur kimia karvakml dan eugenol

11

........................................ 12

Gambar 4. Struktur kimia khitosan ................................................
Gambar 5. Diagram alir pembuatan film AM dan uji aktifitas a n h k o b a ..

20
38

Gambar 6.Diagram alir pengkajian sifat fisis mekanis AM film dan uji
aktifitas film selama penyimpanan pada suhu 5. 15 dan 2 8 ' ~...........

39

Gambar 7. Diagram Alir aplikasi AM film pada produk pangan olahan

42

Gambar 8. Film AM kunyit, sirih dan bawang putih

48

......
.....................................

Gambar 9. Aktifitas antimikmba Ah4 film terhadap bakteri E. coli.
Salmonella, Streptococcus dan Lactobacillus ........................ 49
Gambar 10. Histogram rata-rata ketebalan film AM ............................... 53
Gambar 11. Histogram rata-nta kekxatan tarik film AM

........................ 54

Gambar 12. Histogram rata-rata persentase pemanjangan film AM

55

Gambar 13.Histogram rata-rata laju transmisi oksigen film AM

............
...............

57

Garnbar 14. Histogram rata-rata laju transmisi uap air film AM

...............

59

Gambar 16. Aktifitas AM kunyit terhadap bakteri E. coli pada suhu
Penyimpamm5. 15dan28'~...........................................

64

Gambar 17.Aktifitas film AM sirih terhadap bakteri E. Coli pada suhu
penyimpanan 5. 15 dan 2 8 ' ~ .......................................... 65
Gambar 18.Aktifitas film AM bawang putih terhadap bakteri Salmonella
pada suhu penyimpanan 5. 15 dan 2 8 ' ~ .............................. 66
Gambar 19. Kecenderungan perubahan nilai pH bakso selama 3 hari
penyimpanan ...............................................................................

69

Gambar 20. Kecenderungan pembahan nilai kekerasan bakso selama 3 hari
Penyimpanan ............................................................................... 70
Gambar 21. Kecenderungan perubahan nilai TPC selama 3 hari
Penyimpanan ............................................................. 72

iii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Uji aktifitas Film AM ................................................ 93
Lampiran 2. Ketebalan film AM

.....................................................

94

Lampiran 3. Kuat tarik film AM ......................................................

96

Lampiran 4 . Persen pemanjangan film AM

98

........................................

Lampiran 5. Laju transmisi oksigen film AM

.................................... 100

Lampiran 6 . Laju transmisi uap air (WVTR) ....................................... 101
Lampiran 7. Transparansi film AM

................................................

103

........ 104
Lampiran9.UjiaktifitasAMfilmsirihpadasuh~5,15dan28~C........... 105
Lampiran 10. Uji aktifitas film AM bawang putih pada suhu 5. 15 dan 2S°C .. 106
Lampiran 8. Uji Aktifitas AM film kunyit pada suhu 5, 15 dan 2S°C

Lampiran 11. Pengujian kekerasan bakso
Lampiran 12. Pengujian pH bakso

........................................ 107

................................................

109

Lampiran 13. Data hasil pengamatan mikroorganisme

......................... 111
Lampiran 14. Uji organoleptik terhadap rasa bakso ............................. 112
Lampiran 15. Uji organoleptik terhadap aroma bakso ........................... 113
Lampiran 16. Uji organoleptik terhadap tekstur bakso
Lampiran 17. Standar film pada kondisi umum

.........................

114

.................................

115

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk pangan yang diolah
secara minimal, rasa alami, mudah ditangani dan aman secara mikrobiologi serta
globalisasi perdagangan makanan, telah menghadirkan tantangan mengkaji
teknik-teknik pengawetan baru menggantikan teknik pengawetan tradisional.
Selain itu, penggunaan bahan pengawet sintetiklkimia berlabelfood grade seperti
natrium bisulfit atau natriuma benzoat dalam pengolahan makanau telah banyak
menimbulkan kekhawatiran akan efek sampingnya Penggunaan bahan pengawet

alami dari rempah-rempah seperti daun sirih, kunyit dan bawang putih
mempunyai kelebian karena dianggap lebii aman untuk dikonsumsi. Sejak

jaman dahulu ketiga bahan ini diyakini sebagai obat tradisional yang dapat
menyembuhkan berbagai penyakit. Kandungan bioaktif fitokimia dari bahanbahan tersebut seperti fenolik dan flavanoid mempunyai efek biologi yang efektif
sebagai antioksidan dan antimikroba (Dadalioglu & Evrendilek, 2004).
Dalam proses pengolahan bahan pangan, bahan pengawet sebagai agen
an-oba

serhgkdi ditamb*

secara langsung ke dalam produk. Selain

menimbulkan m a yang kadang tidak disukai oleh konsumen, diduga penambahan
langsung juga tidak efektif karena bahan-bahan aktif antimikroba akan mudah
berdifwi dan menyebar ke seluruh bagian produk, sedangkan kontarninasi
mikroba et*p

makanan umumnya terjadi di permukaan setelah pengolahan.

Sehingga penambahan langsung agen antimikroba ke dalam produk makanan bisa
b e r l e b i i atau over dosis. Oleh karena itu perlu diakomodasi teknik pengawetan
bahan pangan dengan menggunakan agen antimikroba alami dalam jumlah
seminimal mungkin.
Pelapisan produk makanau dengan film yang membawa agen anhikroba
akan menjadi metoda yang menarik untuk dikembangkan. Dalam sistem ini, agen

antimikroba ditambahkan dalam jumlah relatif sedikit dan hanya dilapiskan pada
permukaan produk. Ketika berinteraksi dengan produk makanan, bahan-bahan

aktif antimikroba akan dilepaskan secara perlahan-lahan dari fdm ke permukaan
makanan untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk,

sehingga konsentrasinya dapat dijaga. Konsep inovatif yang dikembangkan dalam
film AM ini adalah pengintegrasian teknik pengemasan dan penambahan agen

antimikroba dalam satu langkah yang dikenal dengan kemasan antimikrobial atau

antimicrobial packaging.
Kemasan antimikrobial telah dikembangkan dalam beberapa tahun
terakhir ini, walau demikian penerapannya dalam skala komersial masih sangat
jarang. Pada prinsipnya agen antimikroba dapat ditambahkan ke dalam bahan film
apa saja, baik polimer sintetik maupun edible film. Sistem pelapisaa edible film
me~pztkansalah satu metode yang paling efektif untuk dikembangkan karena
selain memiliki potensi sebagai penahan terhadap tekanan fisik dan perpinmassa, dan atau sebagai pembawa agen antimikroba, juga memberikan berbagai
keuntungan seperti biodegredibility, biocompatibility, edibility, estetika dan
meningkatkan sifat organolefiik produk (Krochta et a1.,2002). Beragam edible

film yang mengandung berbagai antimikroba dari asam-asam organik, bateriocin
dan enzim telah digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan

jamur pada permukaan makanan (Cagri et al., 2003). Minyak esensial dari rempah
seperti rosmav, oregano, cinnamon, dan garlic juga telah ditambahkan ke dalam

ediblefilm dan menunjukkan aktilitas antimikroba yang efektif melawan mikroba
pembusuk dan patogen makanan. Penggunaan ekstrak rempah lainnya d i i k a n

dapat dikembangkan karena prosesnya yang mudah dan aman untuk dikonsumsi.
Untuk meyakinkan keamanan film AM untuk mengemas produk pangan,
dalam pembuatannya digunakan bahan edible film dari polisakarida yaitu
khitosan. Menurut Darmadji & Izumimoto (1994) dalam Li ei al. (2006),khitosan
mempakan pilihan yang baik untuk kemasan antimjkrobial karena dapat

membentuk film yang kuaf tidak beracun, biodegredable, biofucfionul, clan

biocompatible. Sedangkan menurut Buttler et al. (1996),ediblefilm dengan bahan
khitosan mempunyai sifat yang kuaf elastis, fleksibel dan sulit untuk dirobek,
sebanding dengan sifat mekanik polimer komersial dengan kekuatan sedang.

Ediblefilm berbahan dasar polisakarida mempunyai sifat fisis mekanis yang lebih
baik dari protein. Selain itu polisakarida bersifat hidrokoloid sehingga film ini
sangat baik untuk diaplikasii pada produk makananyang harus dipanaskan atau

dicuci sebelum dikonsumsi seperti bakso. Film akan mengelupas dan larut dalam
air, serta tidak akan membah rasa dan bau dari produk tersebut.
Dengan demikian pengembangan film AM berbahan khitosan yang
ditambah dengan agen antimikroba dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih
mempakan kajian yang sangat menarik untuk dipelajari. Dari kajian ini

d i i k a n akan mendapatkan film AM dengan sifat fisis mekanis yang memadai

sekaligus mampu menghambat perhunbuhan miktoba patogen dan pembusuk
makanan serta aman untuk dikonsumsi.

Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan kemasan
antimikrobial (film AM) berbahan khitosan yang ditambah dengan agen
antimikroba alami dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih. Tujuan khusus
penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan komposisi bahan dan teknologi proses produksi film berbahan

khitosan yang ditambah dengan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih.

2. Menguji aktifitas antimikroba film terproduksi terhadap mikroba patogen dan
pembusuk makanan.

3. Mengkaji sifat fisis mekanis film AM terproduksi, dan uji aktifitas
antimiioba film selama penyimpanan pada berbagai suhu.

4. Mengkaji aplikasi film AM pada produk pangan olahan, khususnya bakso.
Ruang Lingkup
Kajian ini menggunakan objek penelitian khitosan sebagai bahan edible
film, d a n g k a n agen antimikroba yang ditambahkan adalah ekstrak sirih, kunyit

dan bawang putih. Pengujian aktifitas antimikroba dilakukan terhadap bakteri
Escherichia coli, Streptococcus, Salmonella, dan Lactobacillus. F i A M terpilih

dari masing-masing agen antimikroba diaplikasikan pada produk pangan olahan
bakso. Pengujian sifat fisis-mekanis film AM yang dilakukan terdiri dari: (i)
ketebalan; (ii) kekuatan tarik dan persen pemanjangan (elongasi); (iii) laju
transmisi uap air,(iv) laju transmisi oksigen; dan (v) transparansi.

TINJAUAN PUSTAKA
Teknik Pengawetan Makanan

Pengawetan pangan pada prinsipnya ditujukan untuk mencegah k e d a n
produk selama penyimpanan, pendistribusian, penjualan dan penggunaan oleh
konsumen. Target dari pengawetan pangan adalah mikroorganisme yang dapat
berkembang biak dan membusukkan makanan. Pengawetan juga mempunyai
peranan penting dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan
toksik yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Tabel 1 menyajikan
kelompok mikroorganisme pembusuk dan toksiipatogen yang menjadi target
dalam pengawetan pangan (Gould dan Russell, 1991).
Tabel 1. Kelompok besar mikroorganisme toksik dan pembusuk makanan
Sifat
Toksik
Sel vegetatif

Spora

Pembusuk
Gram negatif

Gram positif

Kamir
Kapang

Contoh

Makanan terinfeksi

Listeria monocytogenes
Yersinia enterocolitica
VibrioparahaemoZyticus
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
Salmonella
Clostridium botulinum
Bacillus cereus
Bacillus subtilis
Clostridiumperfiingem

buah-buahan, ikan, sayuran,
daging ayam, daging sapi,
susu, telur

Pseudomonas.
Acetobacter
Gluconobacter
Escherichia,
Xmthomonas
Corynebacterim,
Arthrobacter
Micrococcus
Lactobacillus
Lactococcus
Streptococcus
Bacillus
Saccharomyces, Candida
Penicillium
Aspergillus

ikan, daging, minuman
beralkohol, minuman ringan

makanan kaleng

sosis, daging, sayursusu dan produk-produk
susu,ikan

selai, jam
roti, kacang-kacangan

Keracunan makanan merupakan sejenis gastroenteritis yang disebabkan
oleh makanan yang terkontaminasi oleh bakteri patogen. Kasus-kasus keracunan

makanan terus meningkat sepanjang tahun. Teknik pengawetan pangan yang tidak
memadai dan tuntutan konsumen akan makanan yang bebas bahan pengawet
kimiawi menyebabkan pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen tidak
terkontrol. Sejalan dengan hal tersebut teknik-teknik pengawetan baru telah
diiembangkan untuk menggantikan teknik-teknik pengawetan tradisional
(pemanasan, penggaraman, pengasaman, pengeringan, pengawetan kimia).

Teknik-teknik pengawetan baru yang paling banyak dikaji adalah: (i) teknologi
inaktifasi non-thermal seperti tekanan hidrostatik tinggi (HHP) dan medan
gelombang listrik (PEF); (ii) sistem pengemasan baru seperti pengemasan
atmosfir t e r m d i i (MAP) dan pengemasan W,(iii) senyawa antimikroba
alami; dan (iv) pengawetan secara biologis (Devlieghere et al., 2004).
Sistem pengemasan baru telah banyak berperan dalam memperpanjang
urnur simpan produk makanan yang diolah secara minimal. Konsep kemasan

makanan aktif adalah memberikan fungsi-fungsi tambahan dibandingkan bahan

kemasan pasif tradisional yang mempunyai kemampuan terbatas untuk
meliidungi produk makanan terkemas terhadap pengaruh ekstemai. Bahan
kemasan aktif akan memperpanjang umur simpan produk makanan terkemas,
M a t a u aman dari mikroba, M a t a u meningkatkau sifat sensoris. Salah satu
bentuk pengemasan aktif yang menjanjikan adalah inkorporasi zat-zat antimikroba
ke &am bahan pengemas makanan untuk mengontrol pertumbuhan mikroba
yang tidak diinginkan pada permukaan makanan (Devlieghere et al., 2004).
Penyebab utama kerusakan pada makanan adalah pertumbuhan mikroba pada
permukaan produk, maka aplikasi agen antimikroba pada bahan kemasan akan
sangat berguna &am mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan
produk, dengan demikian akan memperpanjang urnur simpan produk M a t a u
meningkatkan keamanan mikrobial (Collins-Thompson & Hwang, 2000 dalam
Devlieghere et al., 2004). Saat ini, riset difokuskan pada inkorporasi senyawa
antimokroba atau antioksidan alami seperti ekstrak tanaman dan bakteriosin.
Senyawa antimikroba alami seperti minyak esensial, nisin atau lisozim telah
diteliti untuk menggantikan bahan pengawet kimia.

Antimikroba Alami
Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia atau biologi yang dapat
menghambat pertumbuhan dan W t a s mikroorganisme. Komponen antimikroba
terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, ditambahkan dengan sengaja ke
dalam makanan, atau terbentuk selama pengolahan oleh jasad renik yang tumbuh
selama fermentasi makanan (Fardiaz 1992). Antimikroba yang terdapat dalam

bahan pangan dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik
(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora
bakteri). Menurut Pelczar dan Chan (2005), senyawa kimia utama yang memiliki
sifat antimikroba terdiri dari: (i) fenol dan senyawa fenolat; (ii) alkohol; (i)
halogen; (iv) logam berat dan persenyawaannya; (v) deterjen; (vi) aldehid; dan
(vii) kemo-sterilisator gas. Mekanisme senyawa antimikroba dalam menghambat
pertumbuhan bakteri dengan beberapa cara yaitu: (i) merusak struktur dinding
sel dengan cara menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis
pada dinding sel yang sudah terbentuk; (ii) mengubah perrneabilitas membran
sitoplasma yang akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya
sel; (iii) mendenaturasi protein; (iv) menghambat kerja enzim di dalam sel
yang mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.
Baru-baru ini, ketidak sukaan konsumen terhadap penggunaan pengawet
makanan kimiawi telah mendorong industri makanan dan riset pangan mencari
senyawa-senyawa antimikroba alami. Berbagai agen antimikroba secara alami
terdapat pada hewan, tanaman dan juga mikroorganisme seperti laktoperoksidase
(susu), lisozim (putih telur), khitosan (cangkang udang), saponin dan flavonoid
(tumbuhan dan rempah), dan bakteriocin (bakteri asam 1aktatiLAB) (Devlieghere
et al., 2004). Rempah-rempah didefinisikan sebagai akar, semak, pucuk, biji atau

buah-buahan dari tanaman aromaterafik yang banyak tumbuh di negara-negara
tropis (Wilkins dan Board, 1989 dalam Nycas, 1999). Senyawa antimikroba di
dalam rempah-rempah telah dikenal sejak bertahun-tahun lalu. Senyawa
antimikroba tersebut terdapat dalam f i a k s i - M i minyak esensialnya yang
menjadi karakteristik aroma dan rasa dari rempah-rempah seperti thimol dari
tanaman thyme dan aregano, sinamat aldehida dari kayumanis, alisin dari bawang

6

putih, dan eugenol dari cengkeh. Minyak esensial tersebut diperoleh dari bahan
turnbuhan utama dengan cara destilisasi stim, pendinginan kilat, destilasi
kering/vakum, atau dengan larutan organik volatil (Farell, 1985 &lam Nychas,
1999). Minyak esensial didef~sikansebagai kelompok yang mempunyai bau,
larut dalam alkohol dan membaur di air, terdiri dari gabungan ester, aldehida,
keton, dan terpen (Nychas, 1999 dalam Hargreaves et al., 1975).
Miyak esensial dari rempah-rempah seperti kayumanis, mustard, bawang
putih, oregano, thyme, rosemary, cengkeh, jeruk, lemon, biji anggur, almond,
jeruk mandarin, bay, ketumbar, lada, getah mastic, bunga linden, lemon, sage,
cumin, jintan, getah mastic, bawang merah, pala, achiote, bawang merah,
cinnamon, origanum, cengkeh, pimenta, lada dan allspice telah didokumentasikan
oleh Nychas (1999). Minyak-minyak esensial tersebut menunjukkan aktifitas
antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif seperti Pseudomonas

jluorescens, P. ?a@, P. aeruginosa Staphylococcus aureus, Serratia marcescens,
Aerobacter aerogenes, Echeria coli, Salmonella enteritidis dan S. thypymurium,
Listeria monocyfogenes, Aeromonas hydrophila, bacillus subtilis, Clostridium
botulinum, Cl. sporagenes, Cl. perfringens, Alcaligenes, dan lain-lain Kapang
dan khamir seperti Penicillium chrysogenum, Aspergillus niger, Asp. ochraceus,

Asp. jlflav R&zopus sp, Mucor sp dan lain-lain Diantara minyak esensial
tersebut yang mempunyai spektrum efektifitas antimikroba luas adalah thimol dari
tanaman thyme dan afegano, sinamat aldehida dari kayumanis dan eugenol dari
bunga cengkeh. Aktifitas antimikroba dari minyak esensial ternbut karena
kandungan senyawa fenolik tennasuk abietan diterpen, wnosol dan asam ursolii.
Menurut Shelef (1983) dalam Nychas (1999), senyawa antimikroba utama dari

minyak esensial rempah-rempah adalah senyawa fenolik. Hasil penelitian
Katayama dm Nagai (1960) &lam Nychas (1999) menyimpulkan bahwa senyawa
aktif dalam minyak esensial seperti eugenol, karvakrol, isobomeol, thimol, vanilin
dan salisilaldehida merupakan senyawa fenolik. Sedangkan menurut Dadalioglu

dan Evrendilek (2004) dalam Seydim dan Sarikus (2006), rempah kaya akan
senyawa fenolik dan flavonoid, senyawa-senyawa tersebut menunjukkan

pengaruh biologis yang luas termasuk antioksidan dan karakteristik antimikroba,
oleh karena itu rempah-rempah dapat digunakan sebagai pengawet.

Bawang Putih
Bawang

(Allium

Putih

sativum

Linn) termasuk dalam

famili

Amqllidaceae. Bawang putih mengandung minyak atsiri, kdsium, saltivine,
sulfur, protein, lemak, karbohidrat, fosfor, besi, kalium, selenium, scordinin, serta
vitamin A,B, dan C (Syamsiah & Tajudin, 2006). Senyawa dalam bawang putih
dibedakan menjadi dua yaitu senyawa larut minyak dan senyawa larut air.
Senyawa larut minyak antara lain sulfida, seperti dialii sulfida @AS), dialil
disulfida (DADS), dialil trisulfida, alil metil trisulfida, dithiis, dan ajone.
Sedangkan senyawa larut air merupakan turunan sistein seperti S-alilsistein
(SAC), S-alil merkaptosistein (SAMC), S-metilsistein, dan turunan gammaglutamil sistein. Senyawa larut air lebii stabil dibanding senyawa larut minyak
(Amagase, 2001 dalam Suharti, 2004). Miyak esensial bawang putih yang
diekstrak dari umbi bawang putih menggunakan distilasi uap temtama terdiri dari
dialil disulfida (60%), dialil trisulfida (20%), alil propil disulfida (16%), dietil
disulfida, alil metil trisulfida, vinildithiins, ajone, serta dialil triosulfida/alisin
dalam jumlah sedikit (0,l-0,5%) (Warade & Shinde, 1998 &lam Seydim dan
Sarikus, 2006).
Senyawa aktif di dalam bawang putih yang diduga mempunyai aktifitas
antimikroba adalah alisin (Sdialil-thiosulfida). Alisin mempakau senyawa sulfur,
tidak terdapat pada umbi bawang putih yang utuh tapi dalam bentuk asam amino
non protein yaitu dim (S-alil sistein sulfoksida) dan tidak memiliki sifat
antimikmba. Pada saat umbi dihancurkan, enzim a l i i i akan mengkatalis aliii
menjadi piruvat, amonia dan asam alii sulfenik yaitu dua molekul yang secara
spontan bereaksi membentuk alisin. Pada destilasi stim dengan tekanan atmosfir,
alisin akan terdekomposisi menjadi dialil thiosulfida dan sulfida-sulfida lainnya.
Alisin tidak tahan terhadap pemanasan dan tidak stabil dalam pelarut organik
@ewick, 2003).
(a)

0

2.;.:.

,.

,

5'

H

1

s .\,.-,.. c ..

\

alllil'ase
NH

-H,O-

.;.

:.

~ . 5.
. ..

...-.d
rapyruvale + 2NH3

2

COOH

Gambar 1. Proses pembentukan alisin.

Pemanfaatan bawang putih sudah sejak zaman dahulu, temtama di daerah
Mediteranea digunakan sebagai obat untuk penyakit pemt (infeksi kronis pada
pemt, disentri, demam tifoid, kolera, dan lain-lain), bahkan untuk obat
arteriosklerosis dan hypeme (sukar bemafas) (Guenther, 1952). Bawang putih
juga dapat digunakan untuk mencegah infeksi lanjut pada penyakit batuk, dan
sebagai desinfektan untuk sejumlah penyakit (Farrel, 1985). Hasil penelitian

Kumar dan Berwal (1998) melaporkan bahwa bawang putih dapat menghambat
pertumbuhan bakteri patogen makanan seperti Staphylococcus aureus, Salmonella
thypii, E. coli dan Listeria monocynogenes, untuk itu bawang putih mempunyai

potensi sebagai pengawet pangan olahan. Shelef (1983) mengatakan bahwa alisin
dalam minyak bawang putih selain dapat menghambat kapang dan khamiu juga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif. Hal ini
ditunjang oleh penelitian Sugiarto (1986) yang melaporkan bahwa bawang putih
dapat menghambat pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae, Endomycopsis
fibuluger dan Aspergillus oryzae pada konsentrasi 1% (blv), sedangkan

penghambatan efektif terhadap Candida solani mulai tampak pa& konsentrasi
5%. Folkerts dan Westendorp (1991) melaporkan bahwa perlakuan sterilisasi akan
menghilangkan daya antimikroba bawang putih. Ekstrak b~wangputih segar pada
konsentrasi 0,5% dapat menghambat pertumbuhaa E. Coli dan Salmonella spp,
pada perlakuan pemanasan dengan perebusan dalam air selama 10 menit masih
aktif dalam menghambat pertumbuhan E. Coli, sedangkan dengan penggorengan
dalam minyak selama 2 menit sudah tidak aktif lagi. Rustama et al. (2005)
melaporkan bahwa ekstrak murni (filtrat) bawang putih memiliki daya hambat
lebih besar dibaadingkan dengaa ekstrak air atau etanol baik terhadap bakteri
gram positif maupun gram negatif. Sedangkan Safithri (2004) melaporkan bahwa
ekstrak air bawang putih memiliki daya hambat yang lebii baik daripada ekstrak
etanol terhadap bakteri Mastitis subklinis. Suharti (2004) melaporkan bahwa 10%
bubuk bawang putih (10 gramf100 rnl aquades) menunjukkan aktifitas
penghambatan terhadap bakteri Salmonella typhimurium lebih baik dibandingkan
dengan antibiotik tetrasiklin 100 pglml.

Kunyit
Kunyit (Curcuma domestics, Val.) mempakan salah satu tanaman rempah
dan obat termasuk famili Zigiberaceae. Kunyit berasal daxi bahasa arab kurkum
yang artinya kuning. Kunyit biasa digunakan sebagai bumbu pada masakan, juga
sering dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional untuk menyembuhkan
berbagai penyakit. Secara turun temurun, kunyit dikenal sebagai zat pewarna
untuk berbagai bahan makanan dan industri tekstil. Saat ini kunyit sudah
dimanfaatkan secara luas oleh industri makanan, minuman, obat-obatan,
kosmetik, dan tekstil. Kunyit kaya akan minyak atsiri yang dapat mencegah
keluamya asam lambung b e r l e b i i dan mengurangi gerak usus terlalu kuat,
selain itu juga dapat menyembuhkan penyakit hati dan saluran empedu. Rimpang
kunyit yang tua mengandung kurkumoid lo%, minyak atsiri 3-5%, karbohidrat
65%, protein 8%, lemak lo%, serat 7%, dan sisanya terdiri dari vitamin A, B, C,
dan garam-garam mineral (Farell, 1990).

Kurkurnoid mempakan campuran analog antara kurkumin (1-3%),
desmetoksiiurkumii, dan bisdesmetoksiiurkumin berwarna kuning atau kuning
jingga, berbentuk serbuk dengan sedikit rasa pahit, mempunyai aroma yang khas,
tidak bersifat toksii tidak larut dalam air dan dietileter tetapi larut dalam aseton,
alkohol, asam asetat glasial, dan alkali hidroksida (Sirait, 2007). Secam kimia
kurkumoid mempakan turunan diferuloilmetan yaitu dimetoksidiferuloihetan
(kuning) dan monodesmetoksi diferuloilmetan (desmetoksiikumin). Melihat
struktur kimia kurkumin, dengan meliit aktifitas kurkumin yang sinergis

bersama desrnetoksikurkumin, tetapi antagonis dengan bisdesmetoksikurkumin,
diduga gugus aktif pada kurkumoid terletak pada gugus metoksi, karena pada
bisdesmetoksikurkumin kedua gugus aktif telah disubtitusi oleh atom hidrogen.
Gugus hidroksil fenolat yang terdapat dalam kurkumin kemungkinan

menyebabkan kurkumin mempunyai aktifitas antimikroba (Sirait, 2007).
Kurkumin yang mempunyai rumus molekul C21H200~@obot molekul = 368)juga
diduga memiliki struktur yang mirip dengan senyawa nordiidroguaiaretik

(NDGA) yang mempunyai sifat antibakteri kuat. Hasil penelitian Shih dan Haris
(1977) melaporkan bahwa NDGA pada konsentrasi 1000 ppm mempunyai
pengaruh letalitas yang kuat terhadap E. Coli, dan pada 50 ppm sangat
10

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Kurkumin tidak larut dalam
air dan eter tetapi larut dalam pelarut organik seperti etil asetat atau alkohol.

Gambar 2. Struktur kimia kurmumin.
Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa kunyit mengandung
antimikroba Ramprasad dan Sirsi (1956) melaporkan bahwa kurkumin dalam
konsentrasi tertentu dapat bersifat antibakteri. Suwanto (1983) melaporkan bahwa
bubuk rimpang kunyit sebesar 2 g/L bersifat bakterisidal terhadap bakteri BaciNus
subtilis, Lactobacillus acidophilus dan Staphylococcus aureus, sedangkan bakteri
Streptococcus faecalis dan Salmonella gallinarum terhambat pertumbuhannya
pada konsentrasi 4 g/L dan E. coli pada konsentrasi 7 g/L. Lukman (1985)
menegaskan sifat bakterisidal bubuk kunyit terhadap bakteri gram positif yaitu
Lactobacillus fermentum, L. bulgaricus, Bacillus cereus, B. megeterium dan B.
subtilis dengan waktu kontak 168 jam. Sedan&an Suoanti (2007) melaporkan
bahwa ekstrak metanol kunyit dapat menghambat perhmbuhan bakteri
Salmonella ryphimurium pada konsentrasi 10%.

Sih
Sirih (Piper betle L.) m e ~ p a k a ntanaman tema memanjat termasuk famili
Pipemceae. Di Indonesia terdapat beberapa jenis sirih yaitu sirih jawa, sirih
kuning, sirih banda, sirih cengkih, dan sirih hitam atau sirih keliig (Moeljanto &
Mulyono, 2006). Menurut Sugiastuti (2002) yang dikutif dari hasil penelitian
Darwis (1992), di dalam 100 gram daun sirih segar mengandung air (85,4 mg),
protein (3,l mg), lemak (0,8 mg), karbohidrat (6,lmg), mineral (2,3mg), besi (7
mg), besi ion (3,4mg), kalsium (230 mg), fosfor (40 mg), karoten (dalam bentuk
vitamin A 9600 IU), tiamin pg, riboflavin 30 pg, asam nilcotinat 0,7 mg, dan
vitamin C (5 mg). Daun sirih mempunyai bau khas dan harum yang berasal dari

minyak atsiri yang dikandungnya. Kandungan minyak atsiri daun sirih berkisar
antara 0,7 - 2,6% yang sebagian besar (6040%) terdiui dari fenilpropana, yaitu:

o-hidroksiiavikol, kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol,
sineol, p-simol, terpinen dan seskueterpen. Selain itu juga mengandung 0,8 - 1,8%
enzim diastase, tanin, gula dan arnilum (Guenther, 1949). Miyak atsiri daun sirih
mempunyai rasa getir, berbau wangi dan larut dalam pelarut organik seperti
alkohol, eter clan kloroform, serta tidak larut dalam air. Senyawa kavikol dan
estragol merupakan ester yang dapat digunakan untuk pembuatan parfum,
flavor pada makanan dan obat. Senyawa karvakrol bersifat sebagai desinfektan
dan antifungi. Senyawa eugenol dan metil-eter-eugenol &pat digunakan untuk
mengurangi rasa sakit gigi, sedangkan tanin digunakan untuk penyakit perut
(Windholz, 1983 dalam Sukarminah, 1997).

Gambar 3. Struktur kimia a) karvakrol dan b) eugenol.
Daun sirih sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai
bahan untuk pengobatan tradisional. Sebagai contoh pemanfaatan dam sirih
dalam bidang pengobatan adalah untuk mencegah pendarahan di hidung
(mimisan), obat kumur dan obat sariawan. Beberapa penelitian untuk mengkaji
manfaat &un sirih dalam dunia pengobatan sudah banyak dilakukan baik di
Indonesia maupun di beberapa negara di dunia. Penelitian tersebut dilakukan
terhadap daun sirih yang masih segar maupun terhadap ekstrak dam sirih.
Penelitian yang dilakukan oleh Arifin (1990) menunjukkan bahwa ekstrak air

daun sirih mempunyai aktiftas antibakteri terhadap Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus haemoliticus beta, d i i a ketiga
bakteri tersebut merupakan bakteri penyebab sakit tenggorokan. Sementara itu
hasil penelitian Suwondo et al. (1991) menyimpulkan bahwa daun sirih segar

yang diperas maupun ekstrak air-alkohol mengandung senyawa aktif yang bersifat
bakterisidal yaitu membunuh bakteri penyebab penyakit periodontal (gingivitis)

dan bakteri pembentuk plaklkaries gigi (Streptococcus mutans). Menurut hasil
penelitian Prayogo dan Sutajadi (1991), penggunaan daun sirih dalam dunia
12

pengobatan tersebut dikarenakan adanya minyak atsiri dengan kandungan
komponen fenolik seperti : kavikol, kavibetol, karvalcrol dan eugenol. Komponen
fen01 tersebut mempunyai daya antiseptik yang sangat kuat.
Dengan adanya aktifitas antimikroba tersebut, daun skih diharapkan juga
bermanfaat dalam bidang pangan. Pemanfaatan daun sirih dalam bidang pangan
diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan aditif pangan yang mempunyai
fungsi sebagai antimikroba alami clan dapat men