TINJAUAN KRIMINOLOGIS PEREDARAN SENJATA API ILEGAL (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

(1)

Oleh

GARDA ARIAN GUNAWAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati, S.H., M.H. .………...

Sekretaris/Anggota :Maya Shafira, S.H., M.H. ..……….

Penguji Utama :Firganefi, S.H., M.H. ……….

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S.

NIP 196211091987031003


(3)

Hidup adalah perjuangan dan jangan pernah sekalipun menunda segala sesuatu yang bisa dikerjakan sekarang, karena waktu yang terbuang

sia-sia hanya menghasilkan sebuah penyesalan (Garda Arian Gunawan)

Gagasan-gagasan baik saja tidak cukup

Gagasan sederhana yang diwujudkan, dilaksanakan dan di

perkembangkan adalah 100% lebih baik dari pada gagasan cemerlang, yang mati karena tak dilaksanakan


(4)

Sujud syukurku sebagai hamba yang lemah kepada Allah SWT atas semua nikmat dan karunia-Nya.

Sebagai wujud ungkapan rasa cinta, kasih dan sayang serta bakti yang tulus, kupersembahkan karya kecil ini

teruntuk :

Kedua orang tuaku tercinta yang terus berjuang tanpa kenal lelah, menyayangi dengan tulus ikhlas tanpa mengharap balasan dan senantiasa berdoa untuk

kebahagiaan dan masa depan anak-anaknya.

Kakak dan adik-adikku tersayang yang memberi motivasi dan semangat dalam hidupku.

Temen serta Sahabat yang telah memberi semangat serta dukungan moril, doa, perhatian dan kesabaran selama ini.


(5)

Resort Kota Bandar)

Nama Mahasiswa :Garda Arian Gunawan

No. Pokok Mahasiswa : 0912011030

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati, S.H., M.H. Maya Shafira, S.H., M.H.

NIP. 196208171987032003 NIP. 197706012005012002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H.


(6)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada Tanggal 16 Agustus 1991, anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ir. H.Bambang G. Sumady. MS dan Ibu Hj. Maznah Bambang Gunawan Penulis memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) Satria Bandar Lampung diselesaikan Tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 1 Sukarame Bandar Lampung pada Tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Mts Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada Tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN 1 Model Bandar Lampung yang diselesaikan pada Tahun 2009.

Pada Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur PKAB . Pada Tahun 2012 penulis mengikuti program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kab. Waykanan Kec. Kasui, Desa Datar Bancong Periode Januari-Februari 2012 selama 40 hari. Penulis melakukan penelitian skripsi pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dan Pengadilan Negri Tanjung Karang.


(7)

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul“Tinjauan Kriminologis Peredaran Senjata Api Ilegal (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)” Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Melalui skripsi ini peneliti banyak belajar sekaligus memperoleh ilmu dan pengalaman yang belum pernah diperoleh sebelumnya dan diharapkan ilmu dan pengalaman tersebut kelak dapat bermanfaat di masa yang akan datang.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dan segala sesuatu dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan Penulis. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Pidana, dan juga selaku Pembimbing I yang senantiasa memberikan saran dan masukan, serta atas kesabarannya dalam membimbing Penulis selama penulisan skripsi ini.


(8)

membimbing Penulis selama penulisan skripsi ini.

4. Ibu Firganefi, S.H., M.H. Dosen Pembahas I yang senantiasa memberikan waktu, masukan, saran dan kebaikannya selama penulisan skripsi ini.

5. Bapak Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H., Pembahas II yang telah memberikan waktu, masukan dan saran untuk kebaikan penulisan skripsi ini; 6. Ibu Firganefi, S.H., M.H. Sekretaris Jurusan Hukum Pidana.

7. Bapak Erwin Arifin, S.H., M.Hum. Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat dan bantuannya selama proses pendidikan.

8. Bapak Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H. yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Bapak Tri Andrisman S.H., M.H. yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Bapak Gunawan Jatmiko S.H., M.H. yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Ibu Rini Fathonah S.H, M.H. yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skrpsi ini.

12. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas ilmu yang telah diberikan selama proses pendidikan dan atas bantuannya selama ini.


(9)

skripsi ini.

15. Bripka Iwan Setiyanto selaku anggota penyidik satuan reserse Polresta Bandar lampung yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

16. Teristimewa untuk kedua orangtuaku, Ayah Ir. H. Bambang G. Sumady, M.S dan mamaku Hj. Mazna Bambang Gunawan senantiasa mendoakanku, memberi dukungan, kesabaran dan motivasi dan pengorbanan baik moril maupun materil yang tidak ada habisnya demi keberhasilanku..

17. Kakak-kakakku Eka Widayanthy Gunawan S.I.Kom, M.M, Teddy Prayudhy Gunawan S.P, Hutama Wiranegara Gunawan S.E serta adikku : Rendy Maulana Gunawan atas dukungan dan semangat yang diberikan.

18. Seluruh sahabat-sahabatku argo, fadil, Sandy, Rido, bayu, Novan, M. Fajri, iwan, okky, Ilham, Lionda, Winni, Diki Nambella, andre, indah, neny, reni,lala, widya, Okta Murtilastina terima kasih atas motivasi, semangat, serta dorongan buat menjadi manusia yang berhasil.

19. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Lampung 2009, Hidayat Fadillah, Resky, Rendy, Alan, Saputro, Harun, Riki, Sopian, Baldi, Arga, april, fitri, andika, verdy, acep, tomi, yudho, danar, helda, maria, vika, anisa prima, yenni, zemi, zepi, amri, adit, ade, hendra, hernadi, hermawan, hari, puja, bahry, marta, rizky, lazuardi, ardo, anes, Irma, marta, amin putra, gigih, ita, hindu, arnand, pimal, rifky, rio tajudin, yoga, roni, rafli, yuni, anderia, sukri, ridho abdilah, Raden, Margana terima kasih banyak sudah saling


(10)

semangat kawan.

20. Teman-teman KKN Tematik 2012 daerah kabupaten waykanan, kec, Kasui desa Datar Bancong periode Januari-Februari selama 40 hari , kelompok 1 diantaranya: rizky, sopian, bukit, sofa, iramanda, elfrida, wira, made, gandy. Serta kelompok 2 yakni, nina, wiini, evi, apri, topan, saddam, rian oktora,rendy, simanjuntak, terimakasih telah bersama-sama berjuang dalam melakukan misi dan visi yang dilakukan selama disana serta pengorbanan yang tak akan terlupakan disana, semoga sukses untuk kalian semua.

21. Dan yang terakhir untuk Okta Murtilastina, terima kasih buat bantuan, dukungan, doa, semangat, pengertian, perhatian dan kesabaran tiada henti yang diberikan, dari awal hingga akhir.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan di bidang hukum demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Amien.

Bandar Lampung, Februari 2013 Penulis


(11)

(Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

Oleh

GARDA ARIAN GUNAWAN

Kejahatan menggunakan senjata api ilegal kerap terjadi dilingkup masyarakat. Dengan alasan pengaman diri dan berpindah kepemilikan senjata api resmi ketangan orang yang tidak bertanggung jawab dalam membuat suasana tidak aman dan kekhawatiran masyrakat terganggu serta resiko yang sangat berbahaya dan pengawasan yang masih kurang terhadap peredaran senjata api ilegal ini baik dari aparat pengegak hukum beserta masyrakat. Permasalahan yang dibahas penulis dalam skripsi yang berjudul Tinjauan Kriminologis Peredaran Senjata Api Ilegal (Studi Kasus Di POLRESTA Bandar Lampung), dengan mengajukan tiga permasalahan yaitu: (1) Apakah faktor-faktor penyebab peredaran senjata api ilegal? (2) Bagaimanakah upaya penanggulanagan peredaran senjata api ilegal? dan (3) Apakah faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan peredaran senjata api ilegal?

Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan wawancara terhadap anggota Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dan Dosen Fakultas Hukum pidana Unila. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Faktor-faktor penyebab peredaran senjata api ilegal ini di sebabkan oleh faktor ekonomi yang berdampak dalam kehidupan masyarakat sehingga terjadi kejahatan yang diakibatkan oleh pengangguran seseorang dalam melakukan kejahatan ini, namun hal ini bukanlah satu-satunya penyebab kejahatan dan peredaran senjata api ilegal di dapat sesama rekan profesi kejahatan serta kemajuan teknologi dan informasi yang maju dan sisa –sisa konflik bersenjata dan adanya pasar gelap

yang mempengaruhi peredaran senjata api ilegal didapat oleh masyarakat sipil yang tertarik dengan harga murah. faktor keluarga yang mengalami broken home itu sebagai unsur yang dipandang sangat beralasan untuk mendorong kearah kejahatan. Penanggulangan peredaran senjata api secara ilegal yang dilakukan


(12)

yang berupa tindakan secara pre-emtif, preventif serta tindakan secara represif. Tindakan pre-emtif misalnya dengan pemberian penyuluhan-penyuluhan dan pemasangan spanduk-spanduk yang berisi himbauan-himbauan agar tidak menggunakan senjata api secara melawan hukum, selanjutnya tindakan preventif yang dilakukan adalah pembuatan dan pemasangan spanduk-spanduk serta penyebaran pamflet-pamflet. sehingga mempersempit gerak peredaran senjata api ilegal dan adanya pendekatan dengan masyarakat dengan memberi informasi seperti pamlet, brosur dan spanduk agar masyarakat mudah untuk memahaminya. Tindakan represif yaitu: tindakan yang dimaksud dengan pengusutan, penyidikan, penghukuman dan rehabilitasi diantaranya melakukan operasi-operasi terbuka serta melakukan tindakan hukum melalui proses terlebih dahulu di pengadilan dan melakukan penyidikan pada sasaran tertentu. Faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan terletak pada isi yaitu: Faktor penegak hukum yaitu: kepolisian masih memiliki keterbatasan informasi dari masyarakat, karena kurang sadarnya masyarakat dalam hal peredaran senjata api ilegal serta sangat jarang melakukan sosialisasi terhadap kejahatan senjata api. Faktor sarana dan fasilitas yaitu: kurangnya tenaga manusia terhadap personil kepolisian dalam mengawasi masyarakat, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Faktor masyarakat yaitu: Faktor masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam hal pemberian informasi. Dalam hal ini pola perilaku masyarakat di Indonesia masih bersifat kekeluargaan dalam melindungi sanak saudara yang membuat, melakukan dan mengedarkan senjata api secara ilegal. Berdasarkan kesimpulan, lebih ditingkatkan lagi peran Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung hukum dan melakukan razia ini bertujuan untuk mengantisipasi seseorang atau oknum yang membawa senjata api secara ilegal. himbauan agar membantu kepolisian dalam menumpas pemilik dan pelaku pengedar senjata api secara ilegal. Serta adanya penambahan penjagaan personil kepolisian dalam mengawasi masyarakat dalam upaya penanggulangan senjata api ilegal. Hendaknya sanksi pidana pelaku yang mengedarkan atau menggunakan senjata api ilegal dapat membuat efek jera


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kehidupan dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Belakangan senjata api bisa dimiliki orang-orang yang tidak berhak. Kepemilikannya pun secara ilegal dan banyak disalahgunakan. Pemerintah didesak untuk segera menertibkan peredaran senjata api baik yang legal maupun ilegal di masyarakat.1 Kriminologi berasal dari kata Crimen yang berarti ilmu/pengetahuan tentang kejahatan2.

Patroli polisi dilakukan untuk mengetahui tentang bagaimana keadaan sosial masyarakat dan budayanya sehingga diketahuilah rutinitas masyarakat disatu tempat yang akhirnya apabila suatu hari ditemukan hal-hal yang diluar kebiasaan daerah tersebut, maka akan segera diketahui dan mudah menanggulangi kejahatan di wilayah tersebut. Dengan demikian masyarakat dapat merasa lebih aman dan merasakan adanya perlindungan dan kepastian hukum bagi dirinya. Disamping itu kita juga menyadari dan mengakui bahwa masyarakat juga harus turut berperan serta aktif untuk menciptakan keamanan dan ketentraman ditengan-tengah

1

Suriyanto/Nofri http://www.jurnas.com/halaman/1/2012-05-05 20.00 wib

2


(14)

masyarakat. Salah satu kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah kejahatan dengan menggunakan senjata api. Kejahatan ini banyak macamnya, misalnya tindak pidana pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan, pengancaman, penculikan, dan sebagainya. Kesemua jenis tindak pidana ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia.

Prilaku kejahatan mengunakan senjata api telah banyak terjadi yang akan mengancam ketentraman seseorang. Bermacam bentuk penyalahgunaan senjata api ilegal ini terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang menyebabkan adanya rasa takut dan tidak nyaman dalam aktifitas sehari-hari. Untuk mengurangi kejahatan menggunakan senjata api memang memerlukan waktu, tenaga, dan kesadaran seluruh masyarakat dalam memecahkan masalah yang terjadi. Terdapat sebagian masyarakat menganggap bahwa senjata api adalah hak miliknya dalam menjaga perlindungan dirinya sendiri sehingga cenderung diabaikan. Namun, di sisi lain senjata api ini mempunyai syarat dan prosedur yang mengatur dalam pemilikan yang wajib di penuhi.3

Peredaran senjata api di kalangan sipil adalah sebuah fenomena global. Tidak tertatanya pengawasan terhadap kepemilikan senjata api baik legal maupun illegal yang dimiliki oleh masyarakat umum, aparat kepolisian dan TNI, merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan-kejahatan dengan penyalahgunaan senjata api di Indonesia. Banyaknya korban tewas adalah warga sipil.

3


(15)

Di Indonesia, angka tentang perdagangan senjata api, legal maupun illegal sulit diperoleh, meski peredarannya di masyarakat sipil dipastikan meningkat tajam. Karena alasan administrasi kepemilikan senjata api kurang tertib diawasi, maka aparat kepolisian tidak tahu pasti berapa banyak senjata api yang beredar di masyarakat, karena kepemilikan senjata api illegal sulit sekali untuk dilacak.

Senjata api ilegal yang beredar di Bandar Lampung ini banyak terjadi dengan kejahatan seperti perampokan, pencurian handphone, kurir senjata api ilegal dan pembegalan sepeda motor di beberapa wilayah di Bandar Lampung sehingga membuat kekhawatiran masyarakat dalam keamanan aktifitas sehari-hari, rentan terjadinya pemilikan senjata api tanpa melalui mekanisme prosedur yang benar sehingga terdapat penyalahgunaan senjata api tersebut. Terjadinya kasus-kasus kejahatan dengan menggunakan senjata api akibat rendahnya pengawasan aparat penegak hukum, pendidikan, faktor ekonomi, serta pergaulan di lingkungan sekitar yang merupakan tindakan yang harus dicegah.4

Senjata api illegal yaitu senjata api rakitan yang tidak memiliki izin resmi pihak kepolisian atau dibuat sendiri, serta senjata organik yang dimiliki oleh instansi berwenang yang disalahgunakan. Dari beberapa peristiwa kejahatan dengan menggunakan senjata api tersebut, terdapat juga beberapa kejahatan dimana para pelaku menggunakan senjata api mainan dalam melakukan aksi kejahatannya. Masyarakat umum ataupun si korban otomatis akan merasa kaget dan takut ketika melihat senjata api yang ada pada pelaku kejahatan meskipun itu senjata mainan. Takutnya masyarakat terhadap kejahatan tersebut, dapat mempermudah aksi 4

http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/05/09/90732/Polri-Kesulitan-Tertibkan-Senjata-Api-Ilegal/1 20.30 wib


(16)

pelaku melakukan kejahatan, sehingga menyebabkan meningkatnya tingkat kriminalitas di masyarakat.

Alasan utama penggunaan senjata api adalah karena benda tersebut mudah dibawa dan digunakan, serta mempunyai kemampuan melukai lawan secara cepat. Terlebih lagi sekarang ini senjata api dapat dibeli secara bebas, legal, dan terbuka. Maka karena kemudahan tersebut, justru menyebabkan beberapa oknum menyalahgunakan kepemilikan senjata api. Apakah itu dengan menggunakan senjata api tanpa ijin atau mengedarkan senjata api di masyarakat secara ilegal.

Bermacam bentuk kejahatan terhadap penggunaan senjata api serta peredaran senjata api yang mudah di dapat yang dapat menyebabkan tidak terkontrolnya peredaran senjata api baik dari segi formal dan informal sehingga menyebabkan kekhawatiran masyarakat dari segi keamanan. Salah satu penyalahgunaan penggunaan senjata api ilegal yaitu terjadinya perampokan di minimarket dan pembegalan motor yang dapat mengancam nyawa seseorang yang biasa terjadi pada hari-hari besar seperti menjelang lebaran tiba. Menurut data Mabes Polri merilis ada 18.030 pucuk senjata api yang hingga kini memiliki izin untuk digunakan warga sipil. Dari jumlah tersebut, Polri mengklaim tak banyak senjata yang disalahgunakan para pemiliknya.5

Menurut Boy Rafli Amar yaitu terdapat 59 kasus penyalahgunaan senjata api berizin dalam kurun 2001 hingga 2012. Boy merinci, penyalahgunaan senjata api berupa overacting (gagah-gagahan) 30 kasus, pengancaman 12 kasus,

5

http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/05/09/90732/Polri-Kesulitan-Tertibkan-Senjata-Api-Ilegal/1 21.10 wib


(17)

penganiayaan ringan 7 kasus, penembakan udara 4 kasus, jaringan narkoba 3 kasus, kelalalaian penyimpanan, dan modifikasi 1 kasus. Mabes Polri menyatakan jika ada warga sipil yang masing menyimpan atau memiliki senjata api dipastikan ilegal. Sejak tahun 2005 Polri tidak lagi mengeluarkan izin kepemilikan senjata api atau memperpanjang izinnya.6

Upaya penangulangan peredaran senjata api ilegal yang terjadi sudah menjadi agenda nasional yang diterapkan oleh aparat penegak hukum beserta pemerintah yang memiliki peran menjaga keamanan masyarakat dan perlindungan dalam akifitas sehari-hari. Peranan Polri dalam upaya penanggulangannya diantaranya:

1. melakukan pendataan kepemilikan senjata api;

2. melakukan pengecekan secara periodik setiap setahun sekali kepada pemilik senjata api baik senjata api maupun surat dokumen kepemilikan/penggunaan senjata api;

3. melakukan penarikan/penggudangan senjata api yang surat dokumenya sudah mati atau masa berlakunya sudah habis;

4. penerbitan izin kepemilikan dan penggunaan senjata api maupun senapan angin dan senjata replika/mainan dalam rangka pengawasan dan pengendalian(Skep Kapolri No.Pol 82 Tahun 2004);

5. melakukan tindakan/upaya hukum sesuai dengan ketentuan undang yang berlaku dalam hal ini penyidik menggunakan Undang Darurat No.51 tahun 1951 tentang senjata api dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Menurut Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang senjata api Pasal 1 ayat (1) dan (2) medefinisikan pengertian senjata api yaitu:

1. Yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan munisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 ayat (1) dari Peraturan Senjata Api (vuurwaapenregeling: in, uit, door, voer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No.170), yang telah diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No.278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata 6

http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/05/09/90732/Polri-Kesulitan-Tertibkan-Senjata-Api-Ilegal/1 21.00 wib


(18)

yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan.

2. Yang dimaksudkan dengan pengertian bahan-bahan peledak termasuk semua barang yang dapat meledak, yang dimaksudkan dalam Ordonnantie tanggal 9 Mei 1931 (Stbl. No.168), semua jenis mesiu, bom-bom pembakar, ranjau-ranjau (mijnem), granat-granat tangan dan pada umumnya semua bahan peledak, baik yang merupakan luluhan kimia tunggal (enkelvoudige chemische verbindingen) maupun yang merupakan adukan bahan-bahan peledak (explosieven mengsels) atau bahan peledak pemasuk (inleidende explosieven), yang dipergunakan untuk meledakkan lain-lain barang peledak, sekedar belum termasuk dalam pengertian amunisi.

Data kepolisian menyebutkan sepanjang 2009-2011, terdapat 453 kasus yang menggunakan senjata api ilegal. Sedangkan data Imparsial yang dikumpulkan dari berbagai sumber menyebutkan selama 2004-2012 terjadi 46 kasus penyalahgunaan senjata api baik oleh aparat maupun masyarakat sipil. Menurut koalisi ada beberapa pola terkait penyalahgunaan senjata api. Pertama, penyalahgunaan senjata api oleh aparat di luar tugas demi tujuan tertentu. Kedua, penyalahgunaan oleh aparat secara berlebihan saat bertugas. Kemudian penyalahgunaan yang kepemilikannya legal namun untuk tujuan tertentu seperti kriminalitas, dan penyalahgunaan senjata api yang kepemilikannya ilegal demi tujuan tertentu seperti kriminalitas.7

Warga sipil hanya dibolehkan untuk kepentingan olahraga dan tidak boleh dibawa pulang. Penggunaan oleh aparat keamanan ketika menjakankan tugas. parlemen dan pemerintah harus segera membentuk undang-undang yang mengatur tentang kontrol senjata api dan bahan peledak yang lebih lengkap dan memadai. Pengendalian dan pengendalian perizinan senjata api harus melalui satu pintu 7

http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/05/09/90732/Polri-Kesulitan-Tertibkan-Senjata-Api-Ilegal/1 22.00 wib


(19)

yaitu kepolisian. Sehingga tidak ada tumpang tindih mengenai perizinan. Juga harus dilakukan penegakan hukum yang tegas pada pelaku yang menyalahgunakan.8

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Peredaran Senjata Api Ilegal (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung).”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dan dikemukakan dalam penelitian skripsi ini adalah:

1. Apakah faktor-faktor penyebab peredaran senjata api ilegal ? (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

2. Bagaimanakah upaya penanggulangan peredaran senjata api ilegal ? (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

3. Apakah faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan peredaran senjata api ilegal ?

(Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

8


(20)

2. Ruang Lingkup

Agar dalam penelitian tidak meluas, maka penelitian dibatasi dengan ruang lingkup materi dan ruang lingkup lokasi penelitian: Ruang lingkup Substansinya penelitian terbatas pada undang-undang Senjata Api dan bidang ilmu adalah bidang hukum pidana. Ruang lingkup lokasi penelitian terbatas pada Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung yang menangani kasus kejahatan mengunakan senjata api ilegal tahun 2012 Di wilayah Kota Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan penelitian dari skripsi ini antara lain:

a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pereredaran senjata api ilegal (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung).

b. Untuk mengetahui upaya penanggulangan peredaran senjata api ilegal (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung).

c. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penanggulangan peredaran senjata api ilegal (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung).


(21)

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mecakup kegunaan teoritis dan kegunaan konsep praktis, yaitu:

a. Kegunaan Teoritis

Secara teori, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana yang menyangkut ketentuan pidana terhadap peredaran senjata api ilegal menurut Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api terhadap tinjauan kriminologis di Indonesia.

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi Hukum dan masyarakat mengenai faktor-faktor senjata ilegal, faktor-faktor penghambat penanggulangan peredaran senjata api ilegal di Indonesia dan upaya penanggulangan peredaran senjata api ilegal.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.9

9

Soekanto, Soerjono, 1983, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali: Bandung


(22)

Ada beberapa pendapat yang lain dalam mengemukakan faktor-faktor kejahatan yakni beberapa aspek sosial yang oleh Kongres ke-8 PBB tahun 1990 di Havana, Cuba, diidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan (khususnya dalam masalah "urban crime"), antara lain:10

a. Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan(kebodohan)ketiadaan atau kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta latihan yang tidak cocok atau serasi

b. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial

c. Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga

d. Keadaan-keadaan/ kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain

e. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan dibidang sosial kesejahteraan clan lingkungan pekerjaan

f. Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yanng mendorong peningkatankejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan/bertetangga

g. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya didalam lingkungan masyarakatnya, keluarganya, tempatkerjanya atau lingkungan sekolahnya

h. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperlukan karena faktor-faktor yang disebut diatas

i. Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian

j. Dorongan-dorongan (khususnya mass media) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak), atau sikap-sikap tidak toleransi.

10


(23)

Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan bagian dari politik kriminal yang pada hakikatnya menjadi bagian integral dari kebijakan sosial (social policy, kemudian kebijakan ini diimplementasikan ke dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system). Kebijakan penanggulangan kejahatan atau politik kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Dari pendapat tersebut di atas, bahwa kebijakan kriminal secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Ada keterpaduan (intergralitas) antara politik kriminal dan politik sosial b. Ada keterpaduan (intergralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan

dengan penal dan nonpenal.11

Kedua sarana ini penal dan nonpenal merupakan suatu pasangan satu sama lain tidak dapat dipisahkan, bahkan dapat dikatakan keduanya saling melengkapi dalam usaha penanggulangan kejahatan di masyarakat. Upaya penanggulangan kejahatan merupakan politik kriminal dengan tindakan yang logis dan rasional yaitu dengan sarana penal dan non penal. Sarana penal adalah upaya represif yaitu kebijakan dalam menanggulangi kejahatan dengan menggunakan hukum pidana dengan sanksinya berupa pidana yang menitikberatkan pada penindasan, pemberantasan setelah terjadinya kejahatan seperti: penyelidikan, penyelidikan lanjutan, penuntutan, dll. Sedangkan non penal menitikberatkan pada sifat preventif, pencegahan, penangkapan, pengendalian yang diutamakan pada faktor penyebab terjadinya kejahatan atau kondisi sosial yang secara langsung dapat meningkatkan jumlah kejahatan.

11


(24)

Menjawab permasalah mengenai faktor penghambat upaya penegakan hukum dapat menggunakan teori mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penegakan hukum. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah sebagai berikut:12

a) Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum.

c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

e) Faktor kebudayaan.

Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan erat dengan peredaran senajata api ilegal dan juga merupakan tolak ukur dari efektifitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut diatas sangat tepat digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Perkembangan teknologi dibidang komputer dengan jaringan yang telah diaplikasikan kedalam berbagai faktor kehidupan manusia.

Pengertian senjata secara umum adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan atau kompleks seperti peluru kendali balistik.13

12

Op,Cit, Soerjono Soekanto, hal 124

13


(25)

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah suatu kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan anti-anti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti, baik dalam penelitian normatif maupun empiris.14

Hal ini dilakukan, dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam melakukan penelitian. Maka disini akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam peelitian, sehingga akan memberikam batasan yang tetap dalam penafsiran terhadap beberapa istilah.

Istilah-istilah yang dimaksud adalah:

1. Tinjauan adalah berisikan tentang pandangan, kritik, catatan serta apresiasi dalam mempelajari dan mendalaminya.15

2. Kriminologis adalah Ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya berdasarkan pada pengalaman seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan mencoba menyelidiki sebab-sebab arti gejala tersebut dengan cara-cara yang apa adanya.16

3. Peredaran adalah gerakan dan berkeliling (berputar) serta keadaan beredar peralihan atau pergantian dari keadaan yg satu ke keadaan yg lain yang berulang- ulang.17

14

Soekanto, Soerjono, 1984,Pengantar Penelitian Hukum. hal, 124 UI Press: Jakarta

15

http://www.artikata.com diakses 15 september 2012 19:10

16

Bonger,W. A. 1982.Pengantar Tentang Kriminologi. Ghalia Indonesia: Jakarta

17


(26)

4. Senjata api yaitu yang dimaksudkan dengan pengertian senjata api dan amunisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Senjata Api (Vuurwapenregeling : in uit doorvoer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No. 170), yang telah diubah dengan

Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No. 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipergunakan.18

5. Ilegal adalah tidak legal, tidak sah menurut hukum19.

E. Sistematika Penulisan

Mempermudah para pembaca dalam memahami dari penulisan ini, maka penulis membuat sistematika penulisan yang dimulai dari pendahuluan sampai dengan penutup dengan tujuan agar pembaca dapat memahami isi dari penulisan ini.

I. PENDAHULUAN.

Bab ini berisi tentang latar belakang, permasalahan yaitu untuk mengetahui tinjauan kriminologis peredaran senjata api ilegal, akibat hukum apakah yang timbul, serta sanksi apakah yang diberikan para pelaku. Selanjutnya ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka penelitian dan sistematika penulisan.

18

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api.

19


(27)

II. TINJAUN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang pengertian dari tinjaun kriminologis senjata api ilegal, dasar hukum, tujuan dilarangnya penyalahgunaan senjata api ilegal, pihak yang berhak melakukan proses hukum jika terjadi pelanggaran pada peredaran senjata api ilegal, serta masyarakat beserta pemerintah dan pengaturan senjata api.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang jawaban semua yang ada dalam permasalahan, Yaitu Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pereredaran senjata api ilegal (Studi Kasus Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung). Untuk mengetahui upaya penanggulangan peredaran senjata api ilegal (Studi Kasus Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung). Untuk mengetahui faktor penghambat penanggulangan peredaran senjata api ilegal (Studi Kasus Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung

V. PENUTUP

Bab ini berisikan tentang jawaban dari kesimpulan dan saran terhadap penulisan skripsi ini untuk kepentingan kebersamaan kita semua dalam membangun negara yang makmur dan berkeadilan.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kriminologis

1. Kejahatan ditinjau dari Segi Kriminologi

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memahami kejahatan itu sendiri. Usaha untuk memahami kejahatan itu sebenarnya telah berabad-abad lalu dipikirkan oleh para ilmuwan terkenal. Plato misalnya menyatakan bahwa emas merupakan sumber dari kejahatan manusia. Aristoteles menyebutkan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. Bonger menempatkan satu lagi penulis masa lampau yaitu Thomas More. Penulis buku Utopia ini menceritakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kepada penjahat pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk menghapuskan kejahatan yang terjadi. Untuk itu katanya harus dicari sebab-musabab kejahatan dan menghapuskan kejahatan tersebut.20

20


(29)

Pendapat para sarjana tersebut diatas kemudian tertampung dalam suatu ilmu pengetahuan yang disebut Kriminologi. Kriminologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang muncul pada abad ke-19 yang pada intinya merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab musabab dari kejahatan. Dalam arti lain, dilihat dari segi kriminologinya, Kejahatan merupakan setiap tindakan atau perbuatan tertentu yang tindakan disetujui oleh masyarakat diartikan sebagai kejahatan. Ini berarti setiap kejahatan tidak harus dirumuskan terlebih dahulu dalam suatu peraturan hukum pidana. Jadi setiap perbuatan yang anti sosial, merugikan serta menjengkelkan masyarakat, secara kriminologi dapat dikatakan sebagai kejahatan.21

2. Kejahatan ditinjau dari Segi Hukum

Menurut pandangan hukum, yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang telah ditentukan dalam kaidah hukum, atau lebih tegasnya bahwa perbuatan yang melanggar larangan yang ditetapkan dalam kaidah hukum, dan tidak memenuhi atau melawan perintah-perintah yang telah ditetapkan dalam kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat dimana yang bersangkutan hidup dalam suatu kelompok masyarakat.

Kejahatan adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (doleus) dan dilakukan dengan sadar dengan maksud tertentu untuk menguntungkan diri sendiri yang merugikan orang lain atau masyarakat.

21


(30)

Sistem Hukum Pidana Indonesia yang berpangkal pada hukum yang sudah dikodifikasikan yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kejahatan dirumuskan dalam Pasal-pasal dengan menyebutkan barang siapa, atau mereka yang melakukan sesuatu yang disebut dalam pasal yang bersangkutan diancam dengan ancaman hukuman tertentu. Perbedaan yang termasuk kejahatan (pelanggaran) menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana, mutlak harus dirumuskan terlebih dahulu dalam undang-undang.

Ketentuan ini merupakan asas legalitas, yang merupakan upaya menjamin kepastian hukum. Lengkapnya pada Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan sebagai berikut “Tiada suatu perbuatanyang dapat dipidana, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada terdahulu daripada perbuatan itu”.Sutherland juga menambahkan bahwa

Kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain.22

Menurut E.H. Sutherland, kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk di dalamnya proses pembuatan undang-undang, pelanggaran undang-undang, dan reaksi terhadap pelanggaran undang-undang.23

22

Op,Cit, Santoso Topo, hal 1.

23


(31)

Kriminologis adalah Ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya berdasarkan pada pengalaman seperti ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejala-gejala dan mencoba menyelidiki sebab-sebab arti gejala tersebut dengan cara-cara yang apa adanya.24

Kriminologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya, ragam-ragam pembagian kriminologi Bonger yaitu:25

1. Antropologi kriminal ialah suatu ilmu pengetahuan tentang manusia jahat dimana ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat. Misalnya, di dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa? ;

2. Sosiologi kriminal ialah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Intinya ingin mengetahui dan menjawab sampai mana letak sebab musabab kejahatan dalam masyarakat;

3. Psychology kriminal ialah pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan yang dilihat dari sudut jiwanya;

4. Psycho dan Neuro kriminal ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf;

5. Penologi ialah ilmu yang mempelajari tentang tumbuh dan perkembangan hukum

Sejak kelahirannya, hubungan kriminologi dengan hukum pidana sangat erat, artinya hasil-hasil penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah dalam menangani masalah kejahatan, tertutama melalui hasil-hasil studi di bidang etiologi kriminal dan penologi. Di samping itu, dengan penelitian kriminologi dapat dipakai untuk membantu pembuatan undang-undang pidana (kejahatan) atau pencabutan undang-undang ( dekriminalisasi), sehingga kriminologi sering disebut sebagai “signal-wetenschap.

24

Op,cit, W.A. Bonger, hal 4.

25


(32)

Kriminologi khususnya sebagai pengaruh pemikiran kritis yang mengarahkan studinya pada proses-proses (kriminalisasi), baik proses pembuatan maupun bekerjanya undang-undang, dapat memberikan sumbangan besar di bidang sistem peradilan pidana, khususnya berupa penelitian tentang penegakan hukum, akan dapat digunakan untuk memperbaiki bekerjanya aparat penegak hukum, seperti untuk memberikan perhatian terhadap hak-hak terdakwa maupun korban kejahatan, organisasi (birokrasi) penegakan hukum seperti perbaikan terhadap perundang-undangan itu sendiri.26

Teori-teori kriminologi ini dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kajahatan atau penyebab kejahatan. Teori-teori tersebut antara lain:27

1. Teori Asosiasi Deferensial, intinya yaitu pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab. Tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan yang mendukung perbuatan jahat.

2. Teori Anomi, Pencetus teori ini yaitu Durkheim mendefinisikan sebagai keadaan tanpa norma di dalam masyarakat. Keadaan tanpa norma tersebut kemudian menimbulkan perilaku deviasi. Kata anomie telah sering digunakan untuk menggambarkan masyarakat yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama.

3. Teori konflik adalah teori yang mempertanyakan hubungan antara kekuasaan dalam pembuatan undang-undang pidana dengan kejahatan, terutama sebagai akibat tersebarnya dan banyaknya pola dari perbuatan konflik serta fenomena masyarakat yang bersifat plural. Teori konflik menganggap bahwa orang-orang memiliki perbedaan tingkatan kekuasaan dalam mempengaruhi pembuatan dan bekerjanya undang-undang. Mereka yang memiliki tingkat kekuasaan yang lebih besar, memiliki kesempatan

26

Op,Cit, Susanto I.S, Hal 21-22.

27


(33)

yang lebih besar dalam menunjuk perbuatan-perbuatan yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai dan kepentingannya sebagai kejahatan. Menurut teori konflik, suatu masyarakat lebih tepat bercirikan konflik daripada konsensus.

4. Teori Subkultur

Teori Subkultur ini di bagi menjadi dua yaitu:

a) Teori delinquent subculture, yaitu teori yang dikemukakan oleh A.K. Cohen yang dalam penelitiannya dijelaskan bahwa perilaku delinkuen lebih banyak terjadi pada laki-laki kelas bawah dan mereka lebih banyak membentuk gang. Tingkah laku gang subkultur bersifat tidak berfaedah, dengki dan jahat. Terdapat alasan yang rasional bagi delinkuen subkultur untuk mencuri (selain mencari status kebersamaan) mencari kesenangan dengan menimbulkan kegelisahan pada orang lain. Mereka juga mencoba untuk meremehkan nilai-nilai kelas menengah.

b) Teori differential opportunity, yaitu teori yang dikemukakan oleh R.A. Cloward pada tahun 1959. Menurut Cloward tidak hanya terdapat cara-cara yang sah dalam mencapai tujuan budaya tetapi terdapat pula kesempatan-kesempatan yang tidak sah.Ada tiga bentuk subkultur delinkuen, yaitu a. criminal sub culture, b. conflict sub culture, c. retreatis sub cukture. Ketiga bentuk sub kultur dilinkuen tersebut tidak hanya menunjukkan adanya perbedaan dalam gaya hidup diantara anggotanya, tetapi juga karena adanya masalah-masalah yang berbeda bagi kepentingan kontrol sosial dan pencegahannya. Dalam teorinya Cloward dan Ohlin menyatakan bahwa timbulnya kenakalan remaja lebih ditentukan oleh perbedaan-perbedaan kelas yang dapat menimbulkan hambatan-hambatan bagi anggotanya, misalnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan sehingga mengakibatkan terbatasnya kesempatan bagi anggotanya untuk mencapai aspirasinya.

5. Teori Label

Munculnya teori Labeling menandai mulai digunakannya metode baru untuk mengukur atau menjelaskan adanya kejahatan yaitu melalui penelusuran kemungkinan dampak negatif dari adanya reaksi sosial yang berlebihan terhadap kejahatan dan pelaku kejahatan. Konsep teori label menekankan pada dua hal, pertama, menjelaskan permasalahan mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi label, dan kedua, pengaruh dari label tersebut sebagai suatu konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku kejahatan.

6. Teori Control Social

Teori kontrol sosial merupakan suatu teori yang berusaha menjawab mengapa orang melakukan kejahatan. Teori kontrol ini mempertanyakan mengapa tidak semua orang melanggar hukum atau mengapa orang taat


(34)

terhadap hukum?. Teori kontrol sosial memandang setiap manusia merupakan makhluk yang memiliki moral yang murni. Oleh karena itu setiap orang memiliki kebebasan memilih berbuat sesuatu. Apakah ia akan berbuat menaati aturan yang berlaku ataukah melanggar aturan-aturan yang berlaku. Tindakan yang dipilih itu didasarkan pada ikatan-ikatan sosial yang telah dibentuk.

B. Faktor-Faktot Penyebab Terjadinya Kejahatan

Seberapa jauh faktor-faktor kondusif yang diindentifikasikan oleh kongres PBB ke 8 di atas sesuai dengan keadaan di Indonesia kiranya masih perlu didukung oleh hasil-hasil penelitian. Hal-hal ini penting dilihat dari sudut politik kriminal yang rasional. Demikian pula menurut G.P. Hoefnagels, suatu politik kriminal harus rasional karena kalu tidak demikian tidak sesuai dengan definisinya sebagai

“a rational total of the responses to crime” . Dalam kongres ke 8 tahun 1990 di Havana, Cuba, antara lain masih disoroti dimensi kejahatan yang dibicarakan pada kongres-kongres sebelumnya dengan beberapa penekanan antara lain:

Masalah“urban crime”

1. Crime against the nature and the environment

2. “Corruption” keterkaitannya dengan economic crime, arganized crime, illicit trafficking in narcotic drugs and psichotropic substance, termasuk juga masalah“money laundering”.

3. Crime against movable cultural propety (cultural heitage) 4. Computer related crime

5. Terrorism

6. Domestic violence


(35)

Khususnya mengenai masalah korupsi, kongres ke 8 menyatakan sangat perlunya hal ini diperhatikan mengingat “corrupt activities of public official” itu:

a) Dapat menghancurkan efektifitas potensial dari semua jenis program pemerintah

b) Dapat mengganggu/menghambat pembangunan

c) Menimbulkan korban bagi individual maupun kelompok

Serta pokok-pokok ajaran Lombroso yaitu:28

1. menurut Lombroso, penjahat adalah orang yang memiliki bakat jahat 2. Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran yaitu diwariskan dari

nenek moyang (borne criminal)

3. Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek dan lain-lain.

4. Bakat jahat tersebut tidak diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat dipengaruhi.

C. Upaya-Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan

Teori penanggulanagan kejahatan menurut G.P. Hoefnagelf. Upaya penanggulanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan cara:29

1. Penerapan hukum pidana (criminal law application) 2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment)

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melewati media massa.

Penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu dengan jalur penal dan jalur non penal. Dalam pembagian GP. Hoefnagelf diatas, upaya-upaya yang disebut dalam butir (2) dan butir (3) dapat dimasukan kedalam kelompok upaya non penal, sedangkan butir (1) adalah upaya penal.

28

Op,Cit, Susanto I.S, Hal 48-49.

29


(36)

Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan kepada sifat represif (penindakan, pemberantasan dan penumpasan) setelah kejahatan terjadi. Maknanya yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum setelah terjadinya kejahatan dengan cara menindak pelaku tindak pidana yang menggunakan senjata api ilegal dalam aksi kriminal atau kejahatannya diajukan kepengadilan dan dijatuhkan sanksi pidana yang berat sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya, dengan dasar hukum pasal 10 KUHP yang mengatur jenis-jenis hukuman, hukuman pidana formal maupun hukum pelaksanaan pidana yang dilaksanakan melalui sistem peradilan pidana untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan tersebut dalam jangka pendek adalah resosialisasi (memasyarakatkan kembali) pelaku tindak pidana, jangka menengah adalah mencegah kejahatan dan jangka panjang adalah tujuan akhir untuk mencapai kesejahteraan sosial.

Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non penal lebih bersifat pencegahan terjadinya kejahatan, maka lebih ditekankan pada faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang menitikberatkan pada masalah atau kondisi-kondisi sosial. Kebijakan hukum kriminal merupakan bagian dari kebijakan atau upaya rasional untuk menunjang atau mencapai tujuan kebijakan sosial (politik sosial). Tujuan akhir atau tujuan utama kebijakan kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Upaya penanggulangan melalui jalur non penal dapat dilakukan dengan tindakan yang bersifat preventif dan edukatif (pencegahan/ penangkalan/ pengendalian/ penanggulangan). upaya ini meliputi bidang-bidang yang sangat luas diseluruh sektor kebijakan sosial. Upaya-upaya non penal meliputi penyantunan dana


(37)

pendidikan dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan jiwa kesehatan masyarakat melalui pendidikan moral, agama, dan peningkatan usaha-usaha kesejahteraan masyarakat. Tujuan utama penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal yaitu memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu yang secara tidak langsung mempengaruhi pengaruh preventif terhadap kejahatan.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk meniptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.30

Faktor-faktor tersebut adalah, sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

30


(38)

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima faktor tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan mengetengahkan contoh-contoh yang diambil dari kehidupan masyarakat Indonesia.

1. Undang-undang

Undang-undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah.31

Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain:

1. Undang-undang tidak berlaku surut.

2. Undang-undang yng dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, 3. mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

4. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama.

5. Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu.

6. Undang-undang tidak dapat diganggu guat.

7. Undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun pribadi, melalui pelestaian ataupun pembaharuan (inovasi).

2. Penegak Hukum

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat,

31


(39)

mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapat pengertian dari golongan sasaran, disamping mampu menjalankan atau membawakan peranan yang dapat diterima oleh mereka.

Ada beberapa halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan yang seharusnya dari golngan sasaran atau penegak hukum, Halangan-halangan tersebut, adalah:

a. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.

b. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi.

c. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi.

d. Belum ada kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material.

e. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

Halangan-halangan tersebut dapat diatasi dengan membiasakan diri dengan sikap-sikap, sebagai berikut:

a. Sikap yang terbuka terhadap pengalaman maupun penemuan baru.

b. Senantiasa siap untuk menerima perubahan setelah menilai kekurangan yang ada pada saat itu.

c. Peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya.

d. Senantiasa mempunyai informasi yang selengkap mungkin mengenai pendiriannya.

e. Orientasi ke masa kini dan masa depan yang sebenarnya merupakan suatu urutan.

f. Menyadari akan potensi yang ada dalam dirinya.

g. Berpegang pada suatu perencanaan dan tidak pasrah pada nasib.

h. Percaya pada kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

i. Menyadari dan menghormati hak, kewajiban, maupun kehormatan diri sendiri dan ihak lain.

j. Berpegang teguh pada keputusan-keputusan yang diambil atas dasar penalaran dan perhitingan yang mantap.


(40)

3. Faktor Sarana atau Fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan trampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.

Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Khususnya untuk sarana atau fasilitas tesebut, sebaiknya dianut jalan pikiran, sebagai berikut:32

a. Yang tidak ada-diadakan yang baru betul.

b. Yang rusak atau salah-diperbaiki atau dibetulkan. c. Yang kurang-ditambah.

d. Yang macet-dilancarkan.

e. Yang mundur atau merosot-dimajukan atau ditingkatkan.

4. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.

Masyarakat Indonesia mempunyai kecendrungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum.

32


(41)

5. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan(system) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Pasangan nilai yang berperan dalam hukum, adalah sebagai berikut:

1. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman.

2. Nilai jasmani/kebendaan dan nilai rohani/keakhlakan.

3. Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/inovatisme.

Di Indonesia masih berlaku hukum adat, hukum adat adalah merupakan hukum kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

E. Pengertian Senjata Api Ilegal

Senjata api (bahasa Inggris: firearm) adalah senjata yang melepaskan satu atau lebih proyektil yang didorong dengan kecepatan tinggi oleh gas yang dihasilkan oleh pembakaran suatu propelan. Senjata api dahulu umumnya menggunakan bubuk hitam sebagai propelan, sedangkan senjata api modern kini menggunakan bubuk nirasap, cordite, atau propelan lainnya. Kebanyakan senjata api modern menggunakan laras melingkar untuk memberikan efek putaran pada proyektil untuk menambah kestabilan lintasan.33

Senjata api memiliki laras sehingga berbeda dengan senjata lainnya. Laras adalah tabung yang umumnya terbuat dari logam, dimana terjadi ledakan terkontrol yang menembakkan sebuah proyektil pada kecepatan yang sangat tinggi. Laras senjata api modern memiliki bentuk dan mekanisme yang rumit. Sebuah laras senjata api

33


(42)

harus bisa menahan gas yang dihasilkan oleh bahan peledak agar bisa menghasilkan kecepatan peluru yang maksimal. Senjata api kuno biasanya diisi dari depan (muzzle loading), membuatnya lama dan rumit untuk ditembakkan. Sedangkan Laras yang diisi dari belakang (breech loading) mempercepat pengisian peluru.

Pengertian senjata secara umum adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan atau kompleks seperti peluru kendali balistik.

Jenis-jenis senjata api yang diperbolehkan untuk dimiliki adalah antara lain :

a. Senjata api bahu jenis shotgun kaliber 12 GA atau senapan kaliber 22 mm.

b. Senjata api genggam jenis revolver dengan kaliber 32/25/22 mm.

c. Senjata api genggam gas / semi otomatis, yang memiliki self loading gas kaliber 9 mm.

d. Pistol automatic kaliber 32 mm.

Seiring perkembangan zaman, kini orang memang kian mudah mendapatkan senjata api. Berbagai cara ditempuh, meski sebenarnya prosedur yang harus dijalani untuk mendapatkannya secara sah tak bisa dibilang mudah dan harga senjata api juga cukup mahal. Ketentuan hukum menegaskan kepemilikan senjata api hanya diperuntukkan bagi kalangan militer dan polisi atau seseorang yang direkomendasikan untuk menguasai senjata api seperti satpam dan sipir penjara atau anggota klub menembak yang legal secara hukum misalnya Perbakin. Itu pun


(43)

harus melewati berbagai tes fisik dan psikologis secara ketat. Sementara orang-orang yang sudah mengajukan permohonan resmi pun juga tidak dijamin selalu diizinkan memiliki senjata api, tergantung penilaian dari pihak kepolisian selaku pemberi izin. Semula peredaran senjata api hanya terbatas pada lingkungan orang-orang tertentu dengan alasan bisnis atau untuk pengamanan diri. Tetapi pada kenyataannya senjata api terkesan beredar secara bebas dan terbuka. Demi alasan keamanan banyak pengusaha atau kalangan pejabat yang melengkapi dirinya dengan senjata api, baik senapan dan pistol berpeluru tajam, berpeluru karet, maupun gas air mata. Para pelaku kejahatan pun sebenarnya memanfaatkan peredaran senjata yang bebas itu.

Melalui pasar gelap, mereka dapat membeli senjata api baik itu jenis senjata asli buatan pabrik maupun jenis rakitan dengan harga relatif murah dan kemudian digunakan sebagai sarana untuk melancarkan aksi kriminalnya, seperti perampokan bersenjata api yang marak akhir-akhir ini.34

34


(44)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Permasalahan yang penulis ajukan dalam proposal skripsi ini, pendekatan yang dilakukan secara yuridis normatif dan yuridis empiris guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan objektif. Pendekatan yang dilakukan secara yuridis normatif adalah dengan cara melihat, menelaah mengenai beberapa hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas asas hukum, konsep-konsep, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan hukum dan sistem hukum dan sistem hukum yang berkenaan dengan skrpsi ini atau sering disebut sebagai suatu

library research.

Pendekatan yuridis empiris adalah dengan dilakukan penelitian di lapangan yaitu: Jumlah senjata api ilegal yang beredar yang di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung .

B. Sumber dan Jenis data

Sumber dan jenis data dalam penelitian ini hanya menggunakan primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan. Dalam rangka penelitian dilapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara


(45)

terhadap beberapa responden. Sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan literatur kepustakaan dengan melakukan studi dokumen, arsip yang bersifat teoritis, konsep-konsep, doktrin dan asas asas hukum yang berkaitan dengan pokok cara membaca, mengutip dan menelah peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas antara lain:

1. Bahan Hukum Primer, antara lain:

a. Undang-undang no 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

b. Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api. c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP)

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dikemukakan para ahli dan peraturan-peraturan pelaksana dari undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan daerah.

3. Bahan Hukum Tersier

Hukum tersier yaitu bahan-bahan yang berguna untuk memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa pendapat para sarjana, hasil penelitian, Kamus Besar Bahasa Indonesia, buku-buku tentang kejahatan serta media internet.


(46)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Penentuan Polpulasi

Populasi, berdasarkan pendapat Ida Bagus dan Kasto, adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Menurutnya, populasi yang dipilih haruslah memiliki keeratan hubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pendapat lain yang tidak jauh berbeda menurut Ronny Hanitijo, yang menyatakan Populasi atau universe adalah seluruh objek atau seluruh individu atau gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.

Menurut Burhan Ashofa yaitu penelitian ini yang menjadi populasi adalah para pelaku kriminal menggunakan senjata api ilegal dan kepolisian daerah lampung serta beberapa responden yang berkompeten lainnya. Untuk menghindari terjadinya homogenitas dalam polpulasi, maka dalam pengambilan populasi, penulis menggunakan metode puposive sampling, yaitu suatu metode pengambilan data yang berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan penulisan dimana pemilihan responden sample disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai dan dianggap telah mewakili populasi terhadap yang hendak diteliti

Adapun responden dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Penyidik Kepolisian Resort Bandar Lampung : 2 orang

2. Dosen Fakultas Hukum Bagian Pidana Unila : 1 orang +


(47)

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengelolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Upaya pengumpulan data yang diperlukan dalam peneulisan ini, penulis menggunakan prosedur studi lapangan dan studi kepustakaan ;

a. Studi Lapangan

Studi lapangan yang dilakukan dengan pengumpulan data terhadap data primer yang sifatnya menunjang terhadap data sekunder yang dilakukan secara lisan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

b. Studi Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan terhadap data sekunder melalui serangkaian kegiatan dengan cara membaca, mencatat, mengutip buku-buku, menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi yang berhubungan dengan penulisan proposal skripsi ini.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data, diproses melalui pengelolahan data dan menyajikan data dengan memeriksa dan meneliti kembali data yang diperoleh mengenai kelengkapan, kejelasan maupun kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan, kemudian dilakukan evaluasi yaitu memeriksa ulang dan meneliti data yang diperoleh baik mengenai kelengkapan maupun kejelasan atas jawaban dengan masalah yang diteliti, adapun proses pengolahan data mencangkup editing. Editing adalah memeriksa atau


(48)

meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.

E. Analisis Data

Pada kegiatan penulisan skripsi, analisis terhadap data sekunder dilakukan dengan cara menginventarisasi ketentuan peraturan yang berkaitan dengan penelitian ini untuk menemukan doktrin dan teori-teori yang erat hubungan dengan faktor-faktor terjadinya peredaran senjata api ilegal serta penanggulangan dalam menghentikan kejahatan yang ada di Indonesia. Sedangkan data primer dilakukan secara analisis deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan atau menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari penelitian di lapangan dengan suatu interprestasi, evaluasi dan pengetahuan umum. Selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian, baik data primer maupun data sekunder kemudian dianalisis dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang dilaksanakan pada fakta-fakta yang bersifat khusus yang kemudian dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan yang bersifat umum mengenai tinjauan kriminologi peredaran senjata api ilegal.


(49)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan, yaitu:

1. Faktor-faktor penyebab peredaran senjata api ilegal ini di sebabkan oleh faktor ekonomi yang berdampak dalam kehidupan masyarakat sehingga terjadi kejahatan yang diakibatkan oleh pengangguran seseorang dalam melakukan kejahatan ini, namun hal ini bukanlah satu-satunya penyebab kejahatan dan peredaran senjata api ilegal di dapat sesama rekan profesi kejahatan serta kemajuan teknologi dan informasi yang maju dan sisa–sisa

konflik bersenjata dan adanya pasar gelap yang mempengaruhi peredaran senjata api ilegal didapat oleh masyarakat sipil yang tertarik dengan harga murah. dan faktor keluarga yang mengalami broken home itu sebagai unsur yang dipandang sangat beralasan untuk mendorong kearah kejahatan. Kurangnya waktu orang tua untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak merupakan penyebab terjadinya penyimpangan yang mengakibatkan anak melibatkan diri kearah kejahatan yang tidak diinginkan


(50)

2. Penanggulangan peredaran senjata api secara ilegal yang dilakukan Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung telah melakukan tindakan-tindakan yang berupa tindakan-tindakan secara pre-emtif, preventif serta tindakan-tindakan secara represif. Tindakan pre-emtif misalnya dengan pemberian penyuluhan-penyuluhan dan pemasangan spanduk-spanduk yang berisi himbauan-himbauan agar tidak menggunakan senjata api secara melawan hukum,. Tindakan preventif adalah tindakan yang diarahkan kepada usaha pencegahan terhadap kejahatan. Tindakan tersebut diarahkan sebelum suatu kejahatan dilakukan. selanjutnya tindakan yang dilakukan adalah pembuatan dan pemasangan spanduk-spanduk serta penyebaran pamflet-pamflet. sehingga mempersempit gerak peredaran senjata api ilegal dan adanya pendekatan dengan masyarakat dengan memberi informasi seperti pamlet, brosur dan spanduk agar masyarakat mudah untuk memahaminya.

Tindakan represif yaitu tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh tindakan kejahatan tersebut dilakukan, tindakan yang dimaksud dengan pengusutan, penyidikan, penghukuman dan rehabilitasi diantaranya melakukan operasi-operasi terbuka serta melakukan tindakan hukum melalui proses terlebih dahulu di pengadilan dan melakukan penyidikan pada sasaran tertentu.

3. Faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan terletak pada isi yaitu: a. Faktor penegak hukum yaitu: kepolisian masih memiliki


(51)

masyarakat dalam hal peredaran senjata api ilegal serta sangat jarang melakukan sosialisasi terhadap kejahatan senjata api.

b. Faktor sarana dan fasilitas yaitu: kurangnya tenaga manusia terhadap personil kepolisian dalam mengawasi masyarakat, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.

c. Faktor masyarakat yaitu: faktor masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam hal pemberian informasi. Dalam hal ini pola perilaku masyarakat di Indonesia masih bersifat kekeluargaan dalam melindungi sanak saudara yang membuat, melakukan dan mengedarkan senjata api secara ilegal.

B. Saran

Setelah melakukan penelitian, pembahasan dan menarik kesimpulan, maka saran-saran yang dapat diambil disampaikan penulis adalah:

1. Memperketat dan mengawasi seseorang dalam proses pemilikan senjata api serta kerjasama masyarakat dengan aparat penegak hukum serta memperluas informasi-informasi yang akurat lagi dalam peredaran senjata api serta ditingkatkan kesadaran masyarakat dalam yang melanggar hukum seperti menggunakan senjata api ilegal ini lebih dipirkan akibat serta tujuan penggunaan


(52)

2. Lebih ditingkatkan lagi dan efektif kinerja aparat penegak hukum dan Melakukan razia Razia ini bertujuan untuk mengantisipasi seseorang atau oknum yang membawa senjata api secara ilegal. Pembuatan dan pemasangan spanduk-spanduk Spanduk ini berisi himbauan-himbauan kepada masyarakat luas agar tidak mengedarkan, memiliki dan menghindarkan diri dari penggunaan senjata api secara ilegal dan himbauan agar membantu kepolisian dalam menumpas pemilik dan pelaku pengedar senjata api secara ilegal. Menyebarluaskan brosur dan pamflet kepada masyarakat luas. Brosur ini berisikan hal-hal yang berkaitan dengan senjata api, baik tentang kepemilikannya maupun proses untuk mendapatkannya.

3. Lebih ditingkatkan serta ditambah lagi penjagaan personil kepolisian dalam mengawasi masyarakat dalam upaya penanggulangan senjata api ilegal yang beredar serta ditingkatkan kinerja dan kemampuan dengan mempelajari kasus atau motif yang terdahulu diungkapkan agar mudah mengetahui penanggulangan peredaran senjata api ilegal dan dukungan kerjasama informasi masyrakat dengan pihak kepolisian ditingkatkan lagi karena mempermudah dalam menangani kejahatan ini.


(53)

( Skripsi )

Oleh

GARDA ARIAN GUNAWAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(54)

Halaman I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... .9

E. Sistematika Penulisan... 14

II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kriminologis ... 15

1. Kejahatan Ditinjau Dari Segi Kriminologis... 16

2. Kejahatan Ditinjau Dari Segi Hukum... 17

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan... 22

C. Upaya-Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan... 23

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum... 25

III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 32

B. Sumber dan Jenis Data... 32

C. Penentuan Populasi Dan sampel... 34

D. Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Data... 35

E. Analisis Data... 36

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karekteristik Responden... 37

B. Faktor-Faktor Penyebab Peredaran Senjata Api Ilegal... 38 (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)


(55)

D. Faktor-Faktor Penghambat Upaya penanggulangan Peredaran

Senjata Api Ilegal... 49 (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan... 55 B. Saran... 57


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2010.Hukum Pidana. Penerbit Unila: Bandar Lampung

Bonger,W. A. 1982.Pengantar Tentang Kriminologi. Ghalia Indonesia: Jakarta I.S. Susanto.2011.Kriminologi.Genta Publishing: Yogyakarta

Nawawi Arief, Barda, 2011. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Kencana: Jakarta

Soekanto, Soerjono, 1983,Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali: Bandung

Soekanto, Soerjono, 1984,Pengantar Penelitian Hukum. UI Press: Jakarta Sudarto dan Nawawi Arief, Barda. 1987.Hukum Pidna 1&2. Undip: Semarang Topo, dkk. 2001.Kriminologi. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Wahju, Mujiono.2012. Pengantar Teori Kriminologi. Pustaka

Yustisia:Yogyakarta.

Universitas Lampung. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung, Lampung. University Press: Bandar Lampung

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Acara Pidana. Sinar Grafika: Jakarta.

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api. Website

http://www.google.co.id/search www. Metrotv.com


(1)

57

masyarakat dalam hal peredaran senjata api ilegal serta sangat jarang melakukan sosialisasi terhadap kejahatan senjata api.

b. Faktor sarana dan fasilitas yaitu: kurangnya tenaga manusia terhadap personil kepolisian dalam mengawasi masyarakat, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.

c. Faktor masyarakat yaitu: faktor masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam hal pemberian informasi. Dalam hal ini pola perilaku masyarakat di Indonesia masih bersifat kekeluargaan dalam melindungi sanak saudara yang membuat, melakukan dan mengedarkan senjata api secara ilegal.

B. Saran

Setelah melakukan penelitian, pembahasan dan menarik kesimpulan, maka saran-saran yang dapat diambil disampaikan penulis adalah:

1. Memperketat dan mengawasi seseorang dalam proses pemilikan senjata api serta kerjasama masyarakat dengan aparat penegak hukum serta memperluas informasi-informasi yang akurat lagi dalam peredaran senjata api serta ditingkatkan kesadaran masyarakat dalam yang melanggar hukum seperti menggunakan senjata api ilegal ini lebih dipirkan akibat serta tujuan penggunaan


(2)

58

2. Lebih ditingkatkan lagi dan efektif kinerja aparat penegak hukum dan Melakukan razia Razia ini bertujuan untuk mengantisipasi seseorang atau oknum yang membawa senjata api secara ilegal. Pembuatan dan pemasangan spanduk-spanduk Spanduk ini berisi himbauan-himbauan kepada masyarakat luas agar tidak mengedarkan, memiliki dan menghindarkan diri dari penggunaan senjata api secara ilegal dan himbauan agar membantu kepolisian dalam menumpas pemilik dan pelaku pengedar senjata api secara ilegal. Menyebarluaskan brosur dan pamflet kepada masyarakat luas. Brosur ini berisikan hal-hal yang berkaitan dengan senjata api, baik tentang kepemilikannya maupun proses untuk mendapatkannya.

3. Lebih ditingkatkan serta ditambah lagi penjagaan personil kepolisian dalam mengawasi masyarakat dalam upaya penanggulangan senjata api ilegal yang beredar serta ditingkatkan kinerja dan kemampuan dengan mempelajari kasus atau motif yang terdahulu diungkapkan agar mudah mengetahui penanggulangan peredaran senjata api ilegal dan dukungan kerjasama informasi masyrakat dengan pihak kepolisian ditingkatkan lagi karena mempermudah dalam menangani kejahatan ini.


(3)

TINJAUAN KRIMINOLOGIS PEREDARAN SENJATA API ILEGAL ( Studi di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung )

( Skripsi )

Oleh

GARDA ARIAN GUNAWAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

DAFTAR ISI

Halaman I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... .9

E. Sistematika Penulisan... 14

II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kriminologis ... 15

1. Kejahatan Ditinjau Dari Segi Kriminologis... 16

2. Kejahatan Ditinjau Dari Segi Hukum... 17

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan... 22

C. Upaya-Upaya Penanggulangan Terhadap Kejahatan... 23

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum... 25

III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 32

B. Sumber dan Jenis Data... 32

C. Penentuan Populasi Dan sampel... 34

D. Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Data... 35

E. Analisis Data... 36

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karekteristik Responden... 37

B. Faktor-Faktor Penyebab Peredaran Senjata Api Ilegal... 38 (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)


(5)

C. Upaya Penanggulangan Peredaran Senjata Api Ilegal... 45 (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

D. Faktor-Faktor Penghambat Upaya penanggulangan Peredaran

Senjata Api Ilegal... 49 (Studi Di Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan... 55 B. Saran... 57 DAFTAR PUSTAKA


(6)

✡ ☛

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2010.Hukum Pidana. Penerbit Unila: Bandar Lampung

Bonger,W. A. 1982.Pengantar Tentang Kriminologi. Ghalia Indonesia: Jakarta I.S. Susanto.2011.Kriminologi.Genta Publishing: Yogyakarta

Nawawi Arief, Barda, 2011. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Kencana: Jakarta

Soekanto, Soerjono, 1983,Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali: Bandung

Soekanto, Soerjono, 1984,Pengantar Penelitian Hukum. UI Press: Jakarta Sudarto dan Nawawi Arief, Barda. 1987.Hukum Pidna 1&2. Undip: Semarang Topo, dkk. 2001.Kriminologi. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Wahju, Mujiono.2012. Pengantar Teori Kriminologi. Pustaka Yustisia:Yogyakarta.

Universitas Lampung. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung, Lampung. University Press: Bandar Lampung

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Acara Pidana. Sinar Grafika: Jakarta.

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api. Website

http://www.google.co.id/search www. Metrotv.com