KINERJA BBPOM KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENGAWASI PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

PERFORMANCE OF INSTITUTION OF SUPERVISION FOR DRUG AND FOOD BANDAR LAMPUNG IN CONTROLLING CIRCULATION OF

ILEGAL COSMETICS IN THE PROVINCE OF LAMPUNG By

RIZKA SALLYA

Supervision of the cosmetic products in the modern era is very important to do. Endorsement the advancement of technology has brought about a rapid and significant changes in the pharmaceutical industry, medicine native to Indonesia, food, cosmetics and medical devices have driven cosmetic products in a short time spread throughout the society stratum. Consumption for society against any cosmetic to increase. Meanwhile, public knowledge about good cosmetic products has not been adequate.

This research was conducted at institution of Supervision for Drug and Food Bandar Lampung. This study focuses on the performance institution of supervision for drug and food of In Oversee Illegal Circulation of Lampung Province. Performance measurement models used are by Mahsun; include 1) Input, 2) Process, 3) Output, 4) results. The method used is qualitative research, the technique of collecting data through interviews, documentation and observation

The results of this study indicate that Institution of Supervision For Drug and Food Bandar Lampung not yet have maximum performance in monitoring the circulation of illegal cosmetics, seen from the limited number of human resources to supervise, and there are many the number of complaints related to illegal cosmetics that are still circulating in the facilities in Lampung Province. Some of the factors which is the bottleneck of performance Institution of Supervision For Drug and Food Bandar Lampung, such as: (1) Internal factors, such as the number of inadequate human resources, lack of infrastructure and lack of coordination with the relevant parties. (2) external factors, such as low community participation and cheating traders when selling illegal cosmetic.


(2)

KINERJA BBPOM KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENGAWASI PEREDARAN KOSMETIK ILEGAL DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh RIZKA SALLYA

Pengawasan terhadap produk kosmetik di era modern ini sangat penting untuk dilakukan. Dukungan kemajuan teknologi telah membawa perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetik dan alat kesehatan sehingga telah mendorong produk kosmetik dalam waktu yang singkat menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Konsumsi mayarakat terhadap kosmetik pun cenderung terus meningkat. Sementara, pengetahuan masyarakat tentang produk kosmetik yang baik belum memadai.

Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Kota Bandar Lampung. Penelitian ini memfokuskan pada kinerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Dalam Mengawasi Peredaran Kosmetik Ilegal Di Provinsi Lampung. Model pengukuran kinerja yang digunakan yaitu menurut Mahsun, meliputi 1) Masukan (input), 2) Proses (process), 3) Keluaran (output), 4) Hasil (outcome). Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, dokumentasi dan observasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BBPOM Kota Bandar Lampung belum memiliki kinerja yang maksimal dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal, terlihat dari terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang melakukan pengawasan, dan masih banyaknya keluhan masyarakat terkait kosmetik ilegal yang masih beredar di sejumlah sarana di Provinsi Lampung. Beberapa faktor yang menjadi penghambat kinerja BBPOM Kota Bandar Lampung, diantaranya yaitu: (1) Faktor internal, seperti jumlah SDM yang belum memadai, kurangnya sarana dan prasarana dan kurangnya koordinasi dengan pihak terkait. (2) Faktor eksternal, seperti rendahnya peran serta masyarakat dan adanya kecurangan pedagang saat berjualan kosmetik ilegal.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1991 di Kota Bandar Lampung. Penulis

adalah anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs. H. Basri Hasan

dan Ibu Hj. Desyanti. Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak

Pratama Bandar Lampung dan lulus pada tahun 1998, SD Kartika Jaya II-5 Bandar Lampung

lulus pada tahun 2004, SMP Negeri 23 Bandar Lampung lulus pada tahun 2007, SMAN 12

Bandar Lampung lulus tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswi Universitas Lampung pada Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik di Jurusan Administrasi Negara melalui jalur UML. Selama kuliah


(8)

Bismillahir rahmaanir rahiim

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada:

Papah, Mamah dan adik-adikku tercinta yang selalu ikhlas dan setia memberikan segala dukungannya dengan kebesaran jiwa, kesabaran hati serta kasih sayang yang takkan

pernah bisa terbalaskan

Terimakasih atas segala cinta, pengorbanan, kesabaran dan do’a yang selalu mengiringi

setiap langkahku

Almamater Tercinta


(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil ’alamin segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini yang berjudul “Kinerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung Dalam Mengawasi Peredaran Kosmetik Ilegal Di Provinsi Lampung dapat penulis selesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat utuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain:

1. Ibu Rahayu Sulistiowati, S.Sos, M.Si. selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberi arahan, bimbingan, saran dan nasehat sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

2. Bapak Nana Mulyana, S.Ip, M.Si selaku Dosen Penguji sekaligus Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan kritik dan saran yang bermanfaat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung khususnya Jurusan Administrasi Negara , terimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa.


(10)

5. Bapak Drs. Ramadhan, Apt (Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan), Bapak Firdauus Umar, S.Si, Apt (Kepala Seksi Penyidikan), Bapak Irwansyah, Apt, S.Si (Kepala Bidang PengTeranoKoKo), Ibu Thusy, S.Si (Staff Pengujian Kosmetik), Ibu Hotna Panjaitan, Apt (Kepala Seksi Layanan Informasi) dan seluruh pegawai dan staff BBPOM Kota Bandar Lampung yang telah memberikan informasi dan data kepada penulis.

6. Mamah dan Papah terimakasih untuk kasih sayang, doa dan motivasi yang tak pernah henti-hentinya.

7. Adik-adikku Sofa, Aji, Fauzan atas doa, semangat dan canda tawanya 8. Seluruh keluarga besarku untuk doa dan dukungannya

9. Untuk sahabat-sahabat tercinta Astria Noviana, Dita Resti Anggriani, Sari Sukmawardhani, Sahara Taloren, Cahya Wulan Dari, Ratna Suminar atas dukungan, semangat dan bantuannya. Semoga kita sukses seperti mimpi-mimpi kita selama ini.

10.Teman-teman KKN Sukadanaham yang selalu ada di setiap hari Rainah, Richard, Ridwan, Emi, Lia, Hero, Abang Ponco, Rangga, Mb Dewi, Mb Nuke dan tiga wanita thankyou banyak-banyak buat kalian untuk semangat, kenangan dan kebersamaan yang tak terlupakan.

11.Teman-teman seperjuangan ANE 010 terimakasih atas kerjasama dan kebersamaannya selama ini.


(11)

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandar Lampung, 22 Juli 2014 Penulis,


(12)

DAFTAR ISI ABSTRACT ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK Halaman

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian……… ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Konsep Kinerja ... 9

1. Pengertian Kinerja……… ... 9

2. Pengukuran Kinerja……… 10

3. Tujuan Pengukuran Kinerja……….. 11

4. Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Sektor Publik ... 11

5. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik……… ... 12

6. Indikator Kinerja………... 13

B. Tinjauan Tentang Organisasi... 18

1. Pengertian Organisasi ... 18

2. Ciri-Ciri Umum Organisasi ... 19

3. Unsur-Unsur Organisasi ... 21

4. Macam-Macam Organisasi ... 23

C. Tinjaun Tentang Pengawasan ... 26

1. Pengertian Pengawasan ... 26

2. Tujuan Pengawasan ... 27

3. Jenis-Jenis Pengawasan ... 28

4. Hal-Hal Yang Memerlukan Pengawasan ... 29

5. Cara-Cara Pengawasan ... 30


(13)

3. Bahan Berbahaya Kosmetik ... 33

E. Kerangka Pikir……… 35

Bagan Kerangka Pikir……… 37

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 38

B. Fokus Penelitian ... 39

C. Lokasi Penelitian ... 41

D. Jenis dan Sumber Data ... 42

E. Proses dan Teknik Pengumpulan Data ... 45

F. Teknik Analisis Data ... 46

G. Teknik Keabsahan Data ... 48

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum BBPOM Kota Bandar Lampung……… . 51

1. Sejarah BBPOM Kota Bandar Lampung……… . 51

2. Visi dan Misi BBPOM Kota Bandar Lampung………. 52

3. Budaya Organisasi……….. 53

4. Struktur Organisasi……….. 54

5. Tugas dan Fungsi………. 55

V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kinerja BBPOM Kota Bandar Lampung dalam Mengawasi Peredaran Kosmetik Ilegal Di Kota Bandar Lampung……… 59

1. Kegiatan Pemeriksaan dan Penyidikan ... 59

1.1. Masukan (Input) ... 59

1.2.Proses (process)…... 70

1.3. Keluaran (output) ... . 76

1.4. Hasil (outcome) ... 81

2. Kegiatan Pengujian Laboratorium ... .. 84

2.1. Masukan (Input) ... .. 85

2.2. Proses (Process) ... .. 93

2.3. Keluaran (Output) ... .. 99

B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Masih Beredarnya Kosmetik Ilegal.. 102

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja BBPOM dalam Mengawasi Kosmetik Ilegal di Kota Bandar Lampung ... . 109

VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……... ... 118

B. Saran ... ... 120 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman. Tabel 3.1 Informan Penelitian………...43 Tabel 3.2 Daftar Dokumentasi Penelitian…………...44 Tabel 5.1 Kondisi Pegawai Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan

BBPOM Kota Bandar Lampung………...60 Tabel 5.2 Wilayah Kerja BBPOM………...63 Tabel 5.3 Pelatihan Pegawai BBPOM Kota Bandar Lampung Tahun 2013…..65 Tabel 5.4 Kondisi Sarana danPrasarana Bidang Pemeriksaan

Dan Penyidikan BBPOM Kota Bandar Lampung...68 Tabel 5.5 Standar Pembelian Sampel BBPOM Kota

Bandar Lampung ………...73 Tabel 5.6 Kondisi Pegawai Bidang Pengujian Produk Terapetik Narkotika,

Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen

BBPOMKotaBandarLampung...86 Tabel 5.7 Pelatihan Pegawai BBPOM Kota Bandar Lampung

Tahun 2013...88 Tabel 5.8 Kondisi Sarana dan Prasarana Kegiatan Pengujian Sampel


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman.

Gambar 5.1 Pelatihan Pegawai BBPOM Kota Bandar Lampung ... 66

Gambar 5.2 Salah Satu Kosmetik Ilegal di Pasaran ... 80

Gambar 5.3 Kosmetik Ilegal di Salah Satu Sarana di Pasar Swalayan ... 80

Gambar 5.4 Kosmetik Tanpa Izin Edar di Pasaran ... 80

Gambar 5.5 Pelatihan Internal Sistem Mutu Laboratorium BBPOM Kota Bandar Lampung ... 89

Gambar 5.6 Alat Penguji Bahan Pengwet ... 92

Gambar 5.7 Timbangan Analitik ... 93

Gambar 5.8 Pengujian Sampel Kosmetik ... 97

Gambar 5.9 Pegawai Laboratorium Sedang Mengolah Data Hasil PengujianKosmetik. ... 97


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan, kosmetik dan alat kesehatan. Melalui penggunaan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi berbagai produk dalam skala yang sangat besar dan luas. Dukungan kemajuan teknologi transportasi dalam perdagangan internasional pun membuat produk-produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat. ( Sumber: www.bbpom.go.id diakses tanggal 1 Desember 2013).

Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk tersebut cenderung terus meningkat, seiring dengan berubahnya gaya hidup masyarakat dan termasuk pola konsumsinya. Sementara itu, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui cara untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Disisi lain, iklan dan promosi pun secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan. Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup konsumen tersebut pada kenyataannya meningkatkan resiko dan dampak yang luas pada kesehatan dan


(17)

keselamatan konsumen. Jika terdapat produk yang tidak memiliki standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar terutama bagi keselamatan masyarakat ( Sumber: www.bbpom.go.id diakses tanggal 1 Desember 2013).

Kosmetik merupakan salah satu produk yang banyak dipakai oleh masyarakat. Kosmetik digunakan oleh masyarakat dengan tujuan agar si pemakai tampil percaya diri. Dengan tampil percaya diri, maka aktifitas masyarakat saat berhadapan dengan banyak orang menjadi lebih percaya diri. Produk-produk kosmetik yang banyak beredar dan digunakan oleh masyarakat tersebut saat ini memiliki banyak jenis dengan berbagai pilihan merk. Banyak dari kosmetik yang beredar saat ini tidak memiliki izin dan mengandung bahan-bahan berbahaya seperti mercury, hydroquinone, tretinoin yang sangat berbahaya untuk digunakan. Bahan-bahan berbahaya yang terkandung dalam kosmetik tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh manusia seperti kerusakan pada susunan syaraf, kerusakan ginjal, dan dapat menimbulkan penyakit seperti diare, iritasi kulit, dan kanker (Sumber: www.bbpom.go.id/ Public Warning Nomor. KH.00.01.43.2503 diakses tanggal 8 Januari 2014).

Produk-produk kosmetik dengan bahan berbahaya tersebut harus diwaspadai, karena jika masyarakat sebagai konsumen tidak cermat dalam memilih produk kosmetik maka akan berdampak pada kesehatan. Kesehatan merupakan faktor penting agar manusia dapat menjalankan kegiatannya sehari-hari. Pengertian kesehatan berdasarkan UU RI Nomor. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang


(18)

hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Maka dari itu kesehatan merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh manusia.

Ancaman penyakit yang ditimbulkan dari kosmetik-kosmetik yang ilegal mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan masyarakat saat ini menjadi masalah yang serius, karena produk-produk kosmetik yang ilegal dan mengandung bahan berbahaya tersebut masih beredar bebas di pasaran. Peredaran kosmetik yang ilegal dan mengandung bahan berbahaya tersebut dapat dengan mudah ditemui di toko- toko kosmetik yang ada di pasar tradisional maupun swalayan. Masyarakat terkadang tidak selektif dalam memilih kosmetik yang akan dibeli. Dalam memilih kosmetik, masyarakat hanya memilih kosmetik yang dapat berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan dalam memperindah penampilan saja tanpa mempertimbangkan apakah kosmetik tersebut merupakan kosmetik yang aman bagi kesehatan. Alasan lain bagi masyarakat dalam memilih kosmetik dengan merk tertentu juga dikarenakan masyarakat tergiur dengan janji-janji yang ditawarkan oleh banyak kosmetik yang menjanjikan khasiat-khasiat yang mudah, dan cepat misalnya dapat memutihkan kulit dengan cepat, dapat menghaluskan kulit tanpa mengetahui efek samping yang akan ditimbulkan dari penggunaan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya tersebut.

Keberadaan Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan (BBPOM) dalam upaya untuk mengatasi peredaran kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya tersebut sangatlah penting. BBPOM dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 yang kemudian diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 103/2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi


(19)

dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen. BBPOM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan.

Pembentukan BBPOM ini ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor : 02001/SK/KBPOM, tanggal 26 Februari 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 34/M.PAN/2/2001 Tanggal 1 Februari 2001. Setelah semua keputusan ini dikeluarkan, BBPOM menjadi badan yang ditujukan independensinya dalam mengawasi peredaran obat dan makanan di tengah masyarakat serta menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam melakukan tindak pengawasannya, terdapat beberapa Produk yang diawasi oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) antara lain obat, produk biologi, narkotika dan psikotropika, obat tradisional, makanan dan minuman, suplemen makanan, kosmetik, zat aditif/rokok, serta bahan berbahaya. (Sumber www.bbpom.go.id diakses tanggal 1 Desember 2013). Berdasarkan hasil pra riset peneliti pada Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan (BBPOM), tanggal 2 Desember 2013 didapatkan data bahwa pada tahun 2012 masih ditemukannya sarana/toko kosmetik yang menjual produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya seperti bahan pemutih, hydroquinon, dan tritinoid. Selain mengandung bahan yang berbahaya, kosmetik yang dijual di sarana/toko juga merupakan kosmetik tanpa izin edar (TIE) dari BBPOM. Pada tahun 2012 BBPOM melakukan pemeriksaan terhadap distributor, toko kosmetik, dan


(20)

salon/klinik kecantikan. Hasil dari pemeriksaan tersebut disajikan dalam grafik sebagai berikut:

Grafik 1.1 Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetik 2012

Keterangan:

 MK: Memenuhi Ketentuan

 TMK: Tidak Memenuhi Ketentuan

Sumber : Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan Kota Bandar Lampung Tahun 2013

Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan terhadap distributor kosmetik, toko kosmetik, dan klinik/salon kecantikan ditemukan bahwa 93 sarana atau 75,6 % telah sesuai dengan ketentuan, sedangkan 30 sarana atau 24,4 % tidak memenuhi ketentuan. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada 123 sarana atau 19,68 % dari 625 sarana yang terinventarisir. Dari penemuan kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan tersebut terdapat 5 sarana/toko kosmetik yang dilakukan tindak lanjut ke proses pengadilan dari 9 sarana yang dilakukan pemeriksaan.

Razia yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) terhadap sarana/toko, klinik/salon kecantikan tersebut dalam rangka meminimalisir angka peredaran kosmetik ilegal dan mengandung bahan

93

30

123


(21)

berbahaya. Hasil razia tersebut menunjukkan bahwa masih ditemukannya sarana/toko kosmetik yang menggunakan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. Pada tahun 2013 juga masih ditemukan kosmetik berbahan berbahaya pada klinik-klinik kecantikan di Bandar Lampung, namun pihak BBPOM bersikap acuh terhadap temuan tersebut. ( Sumber: Harian Radar Lampung terbit tanggal 8 Januari 2014 ).

Dengan adanya permasalahan masih beredar luasnya kosmetik ilegal dan mengandung bahan berbahaya di toko/sarana dan klinik/salon kecantikan yang dimuat oleh Harian Radar Lampung diatas, serta sikap BBPOM yang acuh dalam hal masih ditemukannya kosmetik berbahan berbahaya, maka perlu diadakannya penilaian sejauhmana kinerja BBPOM dalam melakukan pengawasan. Kinerja merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Wibawa dan Atmosudirdjo dalam Harbani (2013: 176) bahwa kinerja organisasi adalah sebagai efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha-usaha yang sistematik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus-menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif.

Berdasarkan pendapat ahli diatas, maka hasil kerja yang dicapai oleh BBPOM sebagai badan yang memiliki wewenang dan tanggungjawab dalam mengawasi peredaran kosmetik perlu dilakukan penilaian. Apakah kinerja BBPOM dalam mengawasi peredaran kosmetik telah memberikan hasil yang memuaskan atau belum. Apabila kinerja BBPOM dalam hal pengawasan tersebut telah memberikan hasil yang maksimal, maka kosmetik-kosmetik ilegal yang selama ini


(22)

beredar bebas dipasaran tidak akan lagi ditemukan. Hal inilah yang kemudian membuat peneliti tertarik untuk mengadakan riset mengenai “Kinerja Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Kota Bandar Lampung Dalam Mengawasi Peredaran Kosmetik Ilegal di Provinsi Lampung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah kinerja BBPOM Kota Bandar Lampung dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal di Provinsi Lampung?

2. Apa sajakah faktor penyebab masih beredarnya kosmetik ilegal di Provinsi Lampung?

3. Apa sajakah faktor penghambat BBPOM Kota Bandar Lampung dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran kosmetik ilegal di Provinsi Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kinerja BBPOM Kota Bandar Lampung dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal di Provinsi Lampung.

2. Menganalisis penyebab masih beredarnya kosmetik ilegal di Provinsi Lampung.


(23)

3. Menganalisis tentang faktor penghambat kinerja BBPOM dalam melakukan pengawasan kosmetik ilegal di Provinsi Lampung.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:

a. Secara akademis diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi studi Ilmu Administrasi Negara, khususnya mengenai kinerja BBPOM Kota Bandarr Lampung dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal di Provinsi Lampung.

b. Secara praktis diharapkan penelitian ini mampu memberikan masukan yang bermanfaat bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam penilaian terhadap kinerja BBPOM Kota Bandar Lampung.

c. Sebagai salah satu referensi penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ide para peneliti dalam melakukan penelitian dengan tema atau masalah serupa.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam startegic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya (sumber: Mahsun 2006:25).

Menurut Chaizi Nasucha dalam Sinambela (2012:186) kinerja organisasi didefinisikan sebagai efektifitas organisasi secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan yng ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha-usaha yang sistematik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus-menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif. Wibowo (2011:7) mengatakan bahwa kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang


(25)

memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung, Berdasarkan beberapa definisi mengenai kinerja organisasi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja organisasi merupakan hasil kerja organisasi ataupun gambaran mengenai apakah suatu organisasi telah dapat melaksanakan kegiatan/kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat oleh organisasi.

2. Pengukuran Kinerja

Wibowo (2011:229) menjelaskan bahwa Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waku yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk melakukan penilaian tesebut diperlukan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja.

Gary Dessler dalam Pasolong (2013: 182) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah merupakan upaya sistematis untuk membandingkan apa yang dicapai seseorang dibandingkan dengan standar yang ada. Tujuannya, yaitu untuk mendorong kinerja seseorang agar bisa berada diatas rata-rata.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah menilai hasil kerja suatu organisasi publik. Penilaian hasil kerja tersebut untuk melihat apakah hasil yang dicapai oleh suatu organisasi publik telah sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan oleh organisasi publik tersebut.


(26)

3. Tujuan Pengukuran kinerja

Pengukuran kinerja menurut Mardiasmo dalam Sinambela (2012: 187) mempunyai tiga tujuan, yaitu:

1. Membantu memperbaiki kinerja agar kegiatan terfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja.

2. Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.

3. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

4. Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Organisasi Publik

Menurut Mahsun dalam Sinambela (2012:187) terdapat empat elemen pengukuran kinerja organisasi publik, yaitu:

1. Menetapkan Tujuan, Sasaran, dan Strategi Organisasi

Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai sebagai penjabaran dari visi dan misi yang telah ditentukan oleh organisasi publik. Kemudian ditentukan sasaran yaitu tujuan organisasi yang dinyatakan secara eksplisit dengan dibatasi waktu yang jelas kapan sasaran itu akan dicapai. Selanjutnya ditentukan strategi pencapaiannya yang menggambarkan bagaimana mencapainya.

2. Merumuskan Indikator dan Ukuran Kinerja

Indikator kinerja mengacu pada penilaian kerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator dan


(27)

ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi.

3. Mengukur Tingkat Ketercapaian Tujuan dan Sasaran-Sasaran Organisasi Jika sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tuujuan, sasaran, dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan.

5. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Mahsun (2006:33) menyatakan bahwa Sektor publik tidak bisa lepas dari kepentingan umum sehingga pengukuran kinerja mutlak diperlukan untuk mengetahui seberapa berhasil misi sektor publik tersebut dapat dicapai penyedia jasa dan barang-barang publik. Pengukuran kinerja sangat bermanfaat untuk membantu kegiatan manajerial keorganisasian. Manfaat pengukuran kinerja menurut Mahsun (2006:33-34) baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik, antara lain:

1. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.

2. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati.

3. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.

4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksana yang telah diukur sesuai dengan system pengukuran kinerja yang telah disepakati.


(28)

5. Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi.

6. Mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. 7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.

8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif. 9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.

10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.

6. Indikator Kinerja

Indikator kinerja yang dimaksud oleh LAN-RI dalam Pasolong (2013:177) adalah ukuran kualitatif atau kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau suatu tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan indikator masukan (input), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts).

Indikator masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, dan kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Indikator keluaran (outputs) adalah sesuatu yang dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan atau non fisik. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator manfaat (benefits) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik


(29)

positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan.

BPKP dalam Mahsun (2006:71) menerangkan hal yang tidak jauh berbeda dengan LAN-RI yang menyatakan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dwiyanto dalam Pasolong (2013:178) menjelaskan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu:

1. Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input dengan output.

2. Kualitas Layanan, banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik yang muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Dengan demikian menurut Dwiyanto kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja birokrasi publik.

3. Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimaksudkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan birokrasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.


(30)

4. Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit.

5. Akuntabilitas, yaitu menunjuk seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.

Menurut Hersey, Blanchard dnan Johnson dalam Wibowo (2011:102) terdapat tujuh indikator kinerja:

1. Tujuan

Tujun menunjukkan ke arah mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Kinerja individu maupun organisasi dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan yan diinginkan. 2. Standar

Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.

3. Umpan Balik

Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.


(31)

4. Alat atau sarana

Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya.

5. Kompetensi

Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

6. Motif

Motif merupakan alasan atau pendorog bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan.

7. Peluang

Pekerja perlu mendpatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu yang tersedia.

Mahsun (2006:31) memaparkan bahwa organisasi publik memiliki sifat dan karakteristik yang unik. Sehingga organisasi sektor publik memerlukan ukuran penilaian kinerja yang lebih luas, tidak hanya mengukur tingkat finansial dan tingkat efisiensi. Pengukuran kinerja organisasi sektor publik meliputi aspek-aspek sebagai berikut:


(32)

1. Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.

2. Kelompok proses (process) adalah ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.

3. Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau nonfisik.

4. Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung.

5. Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

6. Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.

Dari beberapa indikator yang dikemukakan ahli tersebut, peneliti menggunakan indikator kinerja menurut Mahsun dalam menilai kinerja BBPOM . Indikator ini digunakan oleh peneliti karena indikator ini menilai kinerja dari berbagai aspek mulai dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Dengan begitu akan didapatkan hasil pengukuran kinerja organisasi yang lebih akurat. Namun dari enam indikator yang dikemukakan oleh Mahsun tersebut, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan empat indikator diantaranya, yakni:

1. Indikator masukan (input) yang merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Melalui indikator ini yang menjadi ukuran adalah kompetensi


(33)

SDM serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal.

2. Indikator Proses (process) merupakan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, mupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan. Hal-hal yang menjadi ukuran dalam indikator ini yaitu prosedur pelaksanaan dan standar waktu dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal.

3. Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsuung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan nonfisik. Menurut peneliti, yang menjadi keluaran (output) dalam penelitian ini adalah jumlah temuan kosmetik ilegal yang ditemukan oleh BBPOM Kota Bandar Lampung.

4. Indikator hasil (outcome) merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keuaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung. Dalam penelitian ini keluaran kegiatan (output) nya adalah jumlah kosmeik ilegal yang ditemukan olh BBPOM Kota Bandar Lampung, dengn demikian hasil yang diharapkan yakni tingkat kepuasan masyarakat terhadap peredaran kosmetik illegal.

B. Tinjauan Tentang Organisasi 1. Pengertian Organisasi

Menurut Gibson dalam Winardi ( 2011: 13) organisasi merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertindak secara sendiri. Sedangkan Hasibuan (2008:24) juga memberikan pendapat tentang definisi


(34)

organisasi, menurutnya organisasi adalah perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Amirullah dan Budiyono (2004:4) organisasi diartikan sebagai suatu pengaturan orang-orang secara sengaja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan Sondang P. Siagian dalam Wursanto (2003:53) menyatakan bahwa organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarki dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekeloompok orang yang disebut bawahan.Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa organisasi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari seseorang atau sekelompok orang yang terdiri dari atasan dan bawahan yang saling berinteraksi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran tertentu.

2. Ciri-Ciri Umum Organisasi

Edgar H Schein dalam Winardi (2011: 27) berpendapat bahwa semua organisasi memiliki empat macam ciri atau karakteristik sebagai berikut:

a. Koordinasi upaya

Individu yang bekerjasama dan mengkoordinasi upaya mental atau fisikal mereka dapat mencapai banyak hal hebat dan menakjubkan. Koordinasi upaya-upaya memperbesar konribusi-kontribusi individual.


(35)

b. Tujuan umum bersama;

Koordinasi upaya tidak mungkin terjadi kecuali apabila pihak yang telah bersatu, mencapai persetujuan untuk berupaya mencapai sesuatu yang merupakan kepentingan bersama. Sebuah tujuan umum bersama memberikan anggota organisasi sebuah rangsangan untuk bertindak.

c. Pembagian kerja

Dengan jalan membagi-bagi tugas kompleks menjadi pekerjaan yang terspesialisasi, maka suatu organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusianya secara efisien. Pembagian kerja memungkinkan para anggota organisasi menjadi lebih terampil dan mampu karena tugas-tugas yang terspesialisasi dilaksanakan berulang-ulang.

d. Hierarki otoritas.

Menurut teori organisasi tradisional, apabila ingin mencapai suatu hasil melalui upaya kolektif formal, maka harus ada orang yang diberi otoritas untuk melaksanakan kegiatan. Hal ini agar tujuan-tujuan yang ingin dilaksanakan dapat efektif dan efisien.

Hasibuan (2008:31) memberikan pendapat bahwa ciri organisasi yang baik dan efektif antara lain, yaitu:

1. Tujuan organisasi tersebut jelas dan realistis

2. Pembagian kerja dan hubungan pekerjaan antara unit-unit, subsistem atau bagian-bagian harus baik dan jelas.


(36)

3. Organisasi itu harus menjadi alat dan wadah yang efektif dalam mencapai tujuan.

4. Tipe organisasi dan strukturnya harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

5. Unit-unit kerja (departmen bagiannya) ditetapkan berdasarkan atas eratnya hubungan pekerjaan.

6. Rentang kendali setiap bagian harus berdasarkan volume pekerjaan dan tidak boleh terlalu banyak.

3. Unsur-Unsur Organisasi

Dalam Wursanto (2003: 53) secara sederhana organisasi memiliki tiga unsur, yakni adanya sumber daya manusia, adanya kerjasama, dan adanya tujuan bersama. Tiga unsur organisasi tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri akan tetapi saling berhubungan sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh. Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Man (orang-orang)

Man (orang-orang) dalam kehidupan organisasi atau ketatalembagaan sering disebut dengan istilah pegawai atau personnel. Pegawai atau personnel terdiri dari semua anggota atau warga organisasi, yang menurut fungsi dan tingkatannya terdiri dari unsur pimpinan (administrator) sebagai unsur pimpinan tertinggi dalam organisasi, para manager yang memimpin suatu unit satuan kerja sesuai dengan fungsinya masing-masing dan para pekerja (non management/workers).


(37)

b. Kerjasama

Yang dimaksud dengan kerjasama adalah suatu pebuatan bantu membantu atau suatu perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, semua anggota atau semua warga yang menurut tingkatan-tingkatannya dibedakan menjadi administrator, manager, dan pekerja (workers), secara berama-sama merupakan kekuatan manusiawi (man power) organisasi.

c. Tujuan Bersama

Tujuan merupakan arah atau sasaran yang dicapai. Tujuan menggambarkan tentang apa yang akan dicapai, yang diharapkan. Tujuan merupakan titik akhir dari apa yang harus dikerjakan. Tujuan juga menggambarkan tentang apa yang harus dicapai melalui prosedur, pola (network), kebijaksanaan (policy), strategi, anggaran (budgeting), dan peraturan-peraturan (regulation) yang telah ditetapkan.

Hasibuan (2009:122) juga memberikan pendapat tentang unsur-unsur organisasi, unsur-unsur tersebut adalah:

a. Manusia (human factor), artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang bekerjasama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin.

b. Tempat kedudukan, artinya organisasi baru ada jika ada tempat kedudukannya.

c. Tujuan, artinya organisasi baru ada jika memiliki tujuan.

d. Pekerjaan, artinya organisasi itu baru ada jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan.


(38)

e. Struktur, artinya organisasi itu baru ada jika ada hubungan dan kerjasama antara manusia satu dengan yang lainnya.

f. Teknologi, artinya organisasi itu baru ada jika terdapat unsur teknis.

g. Lingkungan, artinya organisasi itu baru ada jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi misalnya ada sistem kerjasama sosial.

d. Macam-Macam Organisasi

Menurut Wursanto (2003: 60) jika dilihat dari bebagai segi, organisasi terdiri dari beberapa macam, yaitu:

a. Organisasi Dari Segi Jumlah Pucuk Pimpinan

Dari segi jumlah puucuk pimpinan, organisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi tunggal (singgle organization) dan organisasi jamak (plural organiation atau plural executive organization)

1. Organisasi Tunggal (Single Organization)

Organisasi ini merupakan organisasi yang memiliki pucuk pimpinan di tangan satu orang. Nama pimpinan yang digunakan tergantung dari jenis kegiatan organisasi, misalnya manajer.

2. Organisasi Jamak

Pucuk pimpinan organisasi jamak berada di tangan beberapa orang. Beberapa orang pimpinan tersebut merupakan satu kesatuan. Nama dari kesatuan pimpinan tersebut tergantung dari jenis dan fungsi organisasi atau lembaga tersebut, misalnya Majelis, Direksi.


(39)

b. Organisasi Dari Segi Keresmian

Menurut keresmiannya organisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi formal (formal organization) dan organisasi informal (informal organization).

1. Organisasi Formal (formal organization)

Dikatakan organisasi formal apabila kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok secara sadar dikoordinasikan guna tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, sehingga orang-orang yang tergabung dalam kelompok itu mempunyai struktur yang jelas. Organisasi formal juga dapat dilihat dari bentuk hubungan-hubungan yang terjadi antara orang dalam organisasi formal. Hubungan-hubungan orang-orang dalam kelompok kerjasama bersifat formal, karena hubungan formal ini pada umumnya telah diatur dalam dasar hukum pendirian organisasi/lembaga. Hubungan-hubungan formal pada umumnya telah tergambar dalam bagan organisasi atau strukur organisasi.

2. Organisasi Informal (informal organization)

Organisasi informal adalah organisasi yang disusun secara bebas dan spontan, dan keanggotaannya diperoleh secara sadar atau secara tidak sadar, di mana kapan seseorang menjadi anggota sulit ditemukan. Tujuan organisasi informal juga tidak dirinci secara tegas, dan biasanya organisasi ini bersifat sementara karena pembentukannya tidak didasarkan atas rencana yang matang dan jelas.


(40)

c. Organisasi Dari Segi Tujuan

Dari segi tujuan yang hendak dicapai, organisasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu organisasi niaga atau organisasi ekonomi, dan organisasi sosial atau organisasi kemasyarakatan.

1. Organisasi Niaga atau Organisasi Ekonomi

Organisasi ini memilki tujuan utama yaitu mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Kegiatan yang dilakukan organisasi ini adalah memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa.

2. Organisasi Sosial atau Organisasi Kemasyarakatan

Yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan adalah organisasi kemasyarakatan seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 meenjelaskan bahwa organisasi kemasyarakatan merupakan organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.


(41)

C. Tinjauan Tentang Pengawasan 1. Pengertian Pengawasan

Di dalam teori manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen. Fungsi-fungsi manajemen tersebut dikemukakan berbeda oleh beberapa ahli. Misalnya fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh G.R, Terry yaitu Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (pelaksanaan), dan controlling (Pengawasan/pengendalian). Dari salah satu fungsi manajemen tersebut terdapat fungsi manajemen controlling (pengawasan/pengendalian) yang merupakan fungsi terakhir dari fungsi manajemen. Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan proses manajemen. Menurut Atmosudirjo dalam Sukmadi (2012: 83) pengertian pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

G.R. Terry dalam Hasibuan (2009:242) mendefinisikan pengawasan sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.

Selanjutya Robbins dan Coulter dalam Amirullah dan Budiyono (2004:298) menyatakan bahwa pengendalian/pengawasan adalah sebagai suatu proses memantau kegiatan-kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan itu


(42)

diselesaikan sebagaimana telah direncanakan dan proses mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan proses yang dilakukan untuk melihat apakah kegiatan yang dilakukan telah sesuai dengan rencana atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila kegiatan yang dilakukan belum sesuai dengan standar yang telah ditentukan, maka diperlukan pengoreksian untuk dilakukan tindakan perbaikan.

2. Tujuan Pengawasan

Dalam Sukmadi (2012: 84) dikemukakan bahwa tujuan dilakukannya pengawasan yaitu:

1. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, ketidaksesuaian, penyimpangan lainnya terjadi atas tugas dan wewenang.

3. Supaya sesuai dengan rencana atau kebijakan yang telah ditentukan. 4. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan pelaksanaannya.

5. Meminimumkan biaya 6. Untuk memecahkan masalah


(43)

3. Jenis-Jenis Pengawasan

Dalam Sukmadi (2012: 84) pengawasan dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu:

a) Pengawasan dari dalam (Internal Control)

Pengawasan dari dalam merupakan pengawasan seorang pimpinan kepada bawahannya, meliputi hal-hal yang cuukup luas, baik pelaksanaan tugas, prosedur kerja, kedisiplinan karyawan

b) Pengawasan dari luar (external control)

Pengawasan dari luar berarti pengawasan yang dilakukan pihak luar. Pengawasan external dapat dilakukan secara formal maupun secara informal.

c) Pengawasan Sebelum Pelaksanaan Pekerjaan (Preventif Control)

Pengawasan ini merupakan pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan serta ketidaksesuaian dalam pelaksanaannya. Hal ini merupakan pengawasan terbaik karena dilakukan sebelum terjadinya kesalahan, tetapi sifatnya masih prediktif.

d) Pengawasan Setelah Pelaksanaan Pekerjaan (Represif Control)

Pengawasan ini dilakukan setelah terjadinya kesalahan atau penyimpangan dalam pelaksanaannya. Dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan yang sama sehingga hasilnya sesuai dengan rencana dan kebijakan yang telah ditentukan.


(44)

e) Pengawasan Mendadak

Pengawasan mendadak ini dilakukan secara mendadak untuk mengetahui pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan rencana atau tidak.

f) Pengawasan Melekat (Waskat)

Pengawasan melekat ini dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, selama, dan sesudah kegiatan dilakukan.

g) Pengawasan Langsung (Direct Control)

Tindakan pengawasan langsung ini dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang pimpinan. Pimpinan tersebut memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk mengetahui apakah dikerjakan dengan baik dan hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.

h) Pengawasan Tidak Langsung (Indirect Control)

Merupakan pengawasan yang dilakukan jarak jauh maksudnya melalui laporan secara tertulis, maupun lisan dari karyawan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil-hasil yang dicapai.

4. Hal-Hal Yang Memerlukan Pengawasan

Menurut Sukmadi (2012:88) terdapat beberapa hal yang memerlukan pengawasan, yaitu:

a) Pegawai (dapat dilihat dari adanya keluhan pegawai, produktivitas yang menurun, dan lain sebagainya).

b) Berkurangnya kas perusahaan.

c) Banyaknya pegaawai atau pekerja yang menganggur. d) Tidak terorganisasinya pekerjaan dengan baik. e) Biaya yang melebihi anggaran.


(45)

f) Adanya penghamburan dan in-efisiensi serta terjadi penurunan pendapatan atau profit, tetapi tidak diketahui penyebabnya.

g) Penurunan kualitas pelayanan (dapat dilihat dari adanya keluhan pelanggan).

h) Ketidakpuasan.

5. Cara-Cara Pengawasan

Dalam melakukan pengawasan, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan. Menurut Hasibuan (2009: 245) cara-cara pengawasan antara lain:

1. Pengawasan Langsung

Pengawasan ini merupakan pengawasan yang dilakukan secara langsung oleh seorang manajer. Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk mengetahui apakah dikerjakan dengan benar dan hasil-hasilnya sesuai dengan yang dikehendakinya.

2. Pengawasan Tidak Langsung

Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui jarak jauh, artinya dengan melalui laporan yang diberikan oleh bawahan. Laporan ini dapat berupa lisan atau tulisan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil-hasil yang telah dicapai.

3. Pengawasan berdasarkan kekecualian

Pengawasan ini dikhususkan untuk kesalahan-kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yang diharapkan. Pengendalian semacam ini dilakukan dengan cara kombinasi langsung dan tidak langsung oleh manajer.


(46)

6. Karakteristik Pengawasan Yang Efektif

Menurut Amirulah dan Budiyono (2004:307) sistem pengawasan yang efektif mempunyai karakteristik antara lain:

1.Tepat Waktu

Sistem pngawasan akan efektif jika dilakukan dengan cepat disat penyimpangan diketahui. Jika terjadi kelambatan dalam reaksi terhadap penyimpangan, kerugian yang dihadapi akan semakin besar. Untuk menghindari hal ini perlu dilakukan secara rutin, tetapi untuk hal-hal yang sangat penting perlu dilakukan pengawasan di luar kontrol.

2. Dipusatkan pada pengendalian strategik

Pengendalian hendaknya diarahkan pada titik-titik kunci sehingga penyimpangan di bidang ini dapat segera diketahui dan dapat dihindarkan timbulnya kegagalan pencapaian tujuan.

3. Terkoordinasi dengan arus kerja organisasi

Memperhatikan bahwa satu kegiatan akan selalu terkait dengan kegiatan lain, maka sistem pengendaliannya juga harus dikoordinasikan dengan kegiatan lain yang erat hubungannya dengan kegiatan yang dilakukan pengawasan tersebut.


(47)

D. Tinjauan Tentang Kosmetik 1. Pengertian Kosmetik

Menurut Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan kosmetik adalah bahan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. (Sumber: bbpom.go.id diakses tanggal 8 Januari 2014)

2. Bagian Kosmetik

Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan yang bersumber dari www.bbpom.gi.id diakses tanggal 8 Januari 2014 menjelaskan bahwa kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia untuuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau memelihara tubuh dalam kondisi baik. Kosmetik terdiri dari beberapa bagian, adapun bagian-bagian dari kosmetik adalah:

1. Sediaan bayi 2. Sediaan mandi

3. Sediaan kebersihan badan 4. Sediaan cukur

5. Sediaan wangi-wangian 6. Sediaan rambut


(48)

8. Sediaan rias wajah 9. Sediaan rias mata 10. Sediaan perawatan kulit

11. Sediaan mandi surya dan tabir surya 12. Sediaan kuku

13. Sediaan higiene mulut

3. Bahan Berbahaya Kosmetik

Berdasarkan Public Warning BBPOM Nomor KH.00.01.43.2503 kosmetik berbahaya mengandung bahan yang dilarang, seperti:

1. Mercury (Hg)/air raksa merupakan logam berat berbahaya, yang dalam konsentrasi kecilpun dapat bersifat racun. Pemakaian Mercury dapat menimbulkan perubahan warna kulit yang dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan permanen pada susunan syaraf, otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam dosis tinggi dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan ginjal serta merupakan zat karsiogenik (menyebabkan kanker pada manusia).

2. Hydroquinone termasuk golongan obat keras yang hanya digunakan berdasarkan resep dokter. Bahaya pemakaian obat keras ini tanpa pengawasan dari dokter akan menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar, serta bercak-bercak hitam.

3. Asam Retionat/ Tretinoin/ Retnoic Acid dapat menyebabkan kulit kering, rasa terbakar, teratogenik (cacat pada janin).


(49)

4. Bahan pewarna merah K.3 (CI 15585), Merah K.10 9 Rhodamin B) dan jingga K.1 (12075) merupakan zat warna sintesis yang umumnya digunakan sebagai pewarna kertas, tekstil, atau tinta. Zat ini merupakan zat karsiogenik (dapat menyebabkan kanker). Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kanker hati (Sumber : Public Warning BBPOM No. KH.00.01.43.2503). Kosmetik-kosmetik yang mengandung bahan berbahaya diatas masih banyak yang beredar bebas di pasaran. Oleh karena itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam memilih produk kosmetik. (Sumber: www.bbpom.go.id diakses tanggal 8 Januari 2014)


(50)

E. Kerangka Pikir

Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan merupakan badan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengawasi peredaran obat dan makanan di Indonesia. Dalam melakukan tindak pengawasannya, terdapat beberapa Produk yang diawasi oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) antara lain obat, produk biologi, narkotika dan psikotropika, obat tradisional, makanan dan minuman, suplemen makanan, kosmetik, zat aditif/rokok, serta bahan berbahaya.

Sebagai badan yang ditunjuk oleh pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap obat dan makanan, masih banyak masalah yang dihadapi oleh BBPOM terutama masalah dalam pengawasan dibidang kosmetik. Masalah tersebut antara lain adalah masih banyaknya kosmetik-kosmetik palsu, Tanpa Izin Edar (TIE), dan kosmetik berbahan berbahaya yang beredar dipasaran, dan klinik kecantikan, masih banyaknya pula komplain/pengaduan masyarakat terkait peredaran kosmetik ilegal di pasaran dan klinik kecantikan. Terkait masalah tersebut Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan selalu berupaya melakukan tindakan pengawasan terhadap peredaran kosmetik palsu, Tanpa Izin Edar (TIE) dan kosmetik berbahan berbahaya tersebut di pasaran dan klinik kecantikan.

Untuk melihat sejauhmana keberhasilan pengawasan yang dilakukan oleh BBPOM tersebut maka dilakukan penilaian kinerja terhadap pengawasan BBPOM dalam mengawasi peredaran kosmetik berbahaya. Dalam melakukan penilaian kinerja tersebut digunakan indikator kinerja organisasi publik menurut Mahsun (2006: 31) yaitu masukan (input), keluaran (output), proses (process), hasil (outcome) merupakan indikator yang tepat untuk digunakan dalam mengukur


(51)

kinerja BBPOM dalam mengawasi kosmetik ilegal. Oleh karena itu, peneliti menggunakan indikator ini didalam penelitian.

Indikator masukan (input) yang merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Melalui indikator ini yang menjadi ukuran adalah kompetensi SDM serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal. Proses (process) merupakan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, mupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan. Hal-hal yang menjadi ukuran dalam indikator ini yaitu prosedur pelaksanaan dan standar waktu dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal.

Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan nonfisik. Menurut peneliti, yang menjadi keluaran (output) dalam penelitian ini adalah jumlah temuan kosmetik ilegal yang ditemukan oleh BBPOM Kota Bandar Lampung. Indikator hasil (outcome) merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keuaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung. Dalam penelitian ini keluaran kegiatan (output) nya adalah jumlah kosmetik ilegal yang ditemukan oleh BBPOM Kota Bandar Lampung, dengan demikian hasil yang diharapkan yakni tingkat kepuasan masyarakat terhadap peredaran kosmetik ilegal

Dengan menggunakan model indikator kinerja tersebut diharapkan dapat dilihat bagaimana kinerja Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM) dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal di Kota Bandar Lampung. Apakah masalah-masalah terkait peredaran kosmetik ilegal di Kota Bandar Lampung telah


(52)

ditangani dengan baik sehingga dapat meningkatkan kinerja BBPOM. Untuk lebih mudah memahami inti dari penelitian ini, maka peneliti menggambarkan dalam bentuk kerangka pikir.

Bagan 2.1. Kerangka Pikir

Masalah yang dihadapi BBPOM: 1. Masih maraknya kosmetik

palsu, Tanpa Izin Edar, dan berbahan berbahaya di pasaran dan klinik

kecantikan 2. Banyaknya

komplain/pengaduan masyarakat terkait

peredaran kosmetik palsu, Tanpa Izin Edar, dan berbahan berbahaya

Pengawasan terkait peredaran kosmetik palsu, Tanpa Izin Edar (TIE), dan berbahan berbahaya oleh Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

Kinerja Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan

Pengukuran kinerja organisasi menurut Mahsun (2006: 31) dengan menggunakan indikator:

1. Masukan (input) a. Kompetensi SDM b. Sarana dan Prasarana 2. Proses (process)

a. Prosedur Pelaksanaan b. Ketepatan waktu 3. Keluaran (output)

a. Jumlah kosmetik ilegal yang masih beredar di tahun 2013 b. Hasil pengujian sampel kosmetik tahun 2013

4. Hasil (outcome)


(53)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam startegic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya (sumber: Mahsun 2006:25).

Menurut Chaizi Nasucha dalam Sinambela (2012:186) kinerja organisasi didefinisikan sebagai efektifitas organisasi secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan yng ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha-usaha yang sistematik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus-menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif. Wibowo (2011:7) mengatakan bahwa kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang


(54)

memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung, Berdasarkan beberapa definisi mengenai kinerja organisasi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja organisasi merupakan hasil kerja organisasi ataupun gambaran mengenai apakah suatu organisasi telah dapat melaksanakan kegiatan/kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang telah dibuat oleh organisasi.

2. Pengukuran Kinerja

Wibowo (2011:229) menjelaskan bahwa Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waku yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk melakukan penilaian tesebut diperlukan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja.

Gary Dessler dalam Pasolong (2013: 182) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah merupakan upaya sistematis untuk membandingkan apa yang dicapai seseorang dibandingkan dengan standar yang ada. Tujuannya, yaitu untuk mendorong kinerja seseorang agar bisa berada diatas rata-rata.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah menilai hasil kerja suatu organisasi publik. Penilaian hasil kerja tersebut untuk melihat apakah hasil yang dicapai oleh suatu organisasi publik telah sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan oleh organisasi publik tersebut.


(55)

3. Tujuan Pengukuran kinerja

Pengukuran kinerja menurut Mardiasmo dalam Sinambela (2012: 187) mempunyai tiga tujuan, yaitu:

1. Membantu memperbaiki kinerja agar kegiatan terfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja.

2. Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.

3. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

4. Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Organisasi Publik

Menurut Mahsun dalam Sinambela (2012:187) terdapat empat elemen pengukuran kinerja organisasi publik, yaitu:

1. Menetapkan Tujuan, Sasaran, dan Strategi Organisasi

Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai sebagai penjabaran dari visi dan misi yang telah ditentukan oleh organisasi publik. Kemudian ditentukan sasaran yaitu tujuan organisasi yang dinyatakan secara eksplisit dengan dibatasi waktu yang jelas kapan sasaran itu akan dicapai. Selanjutnya ditentukan strategi pencapaiannya yang menggambarkan bagaimana mencapainya.

2. Merumuskan Indikator dan Ukuran Kinerja

Indikator kinerja mengacu pada penilaian kerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator dan


(56)

ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi.

3. Mengukur Tingkat Ketercapaian Tujuan dan Sasaran-Sasaran Organisasi Jika sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tuujuan, sasaran, dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan.

5. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Mahsun (2006:33) menyatakan bahwa Sektor publik tidak bisa lepas dari kepentingan umum sehingga pengukuran kinerja mutlak diperlukan untuk mengetahui seberapa berhasil misi sektor publik tersebut dapat dicapai penyedia jasa dan barang-barang publik. Pengukuran kinerja sangat bermanfaat untuk membantu kegiatan manajerial keorganisasian. Manfaat pengukuran kinerja menurut Mahsun (2006:33-34) baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik, antara lain:

1. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.

2. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati.

3. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.

4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksana yang telah diukur sesuai dengan system pengukuran kinerja yang telah disepakati.


(57)

5. Menjadi alat komunikasi antar bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi.

6. Mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. 7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.

8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif. 9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.

10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.

6. Indikator Kinerja

Indikator kinerja yang dimaksud oleh LAN-RI dalam Pasolong (2013:177) adalah ukuran kualitatif atau kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau suatu tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan indikator masukan (input), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts).

Indikator masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, dan kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Indikator keluaran (outputs) adalah sesuatu yang dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan atau non fisik. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator manfaat (benefits) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik


(58)

positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan.

BPKP dalam Mahsun (2006:71) menerangkan hal yang tidak jauh berbeda dengan LAN-RI yang menyatakan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dwiyanto dalam Pasolong (2013:178) menjelaskan beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu:

1. Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur efektifitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input dengan output.

2. Kualitas Layanan, banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik yang muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas. Dengan demikian menurut Dwiyanto kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja birokrasi publik.

3. Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimaksudkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan birokrasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.


(59)

4. Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit.

5. Akuntabilitas, yaitu menunjuk seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.

Menurut Hersey, Blanchard dnan Johnson dalam Wibowo (2011:102) terdapat tujuh indikator kinerja:

1. Tujuan

Tujun menunjukkan ke arah mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Kinerja individu maupun organisasi dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan yan diinginkan. 2. Standar

Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.

3. Umpan Balik

Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.


(60)

4. Alat atau sarana

Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya.

5. Kompetensi

Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

6. Motif

Motif merupakan alasan atau pendorog bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan.

7. Peluang

Pekerja perlu mendpatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu yang tersedia.

Mahsun (2006:31) memaparkan bahwa organisasi publik memiliki sifat dan karakteristik yang unik. Sehingga organisasi sektor publik memerlukan ukuran penilaian kinerja yang lebih luas, tidak hanya mengukur tingkat finansial dan tingkat efisiensi. Pengukuran kinerja organisasi sektor publik meliputi aspek-aspek sebagai berikut:


(61)

1. Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.

2. Kelompok proses (process) adalah ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.

3. Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau nonfisik.

4. Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung.

5. Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.

6. Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.

Dari beberapa indikator yang dikemukakan ahli tersebut, peneliti menggunakan indikator kinerja menurut Mahsun dalam menilai kinerja BBPOM . Indikator ini digunakan oleh peneliti karena indikator ini menilai kinerja dari berbagai aspek mulai dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Dengan begitu akan didapatkan hasil pengukuran kinerja organisasi yang lebih akurat. Namun dari enam indikator yang dikemukakan oleh Mahsun tersebut, dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan empat indikator diantaranya, yakni:

1. Indikator masukan (input) yang merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Melalui indikator ini yang menjadi ukuran adalah kompetensi


(62)

SDM serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal.

2. Indikator Proses (process) merupakan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, mupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan. Hal-hal yang menjadi ukuran dalam indikator ini yaitu prosedur pelaksanaan dan standar waktu dalam mengawasi peredaran kosmetik ilegal.

3. Indikator keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsuung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan nonfisik. Menurut peneliti, yang menjadi keluaran (output) dalam penelitian ini adalah jumlah temuan kosmetik ilegal yang ditemukan oleh BBPOM Kota Bandar Lampung.

4. Indikator hasil (outcome) merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keuaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung. Dalam penelitian ini keluaran kegiatan (output) nya adalah jumlah kosmeik ilegal yang ditemukan olh BBPOM Kota Bandar Lampung, dengn demikian hasil yang diharapkan yakni tingkat kepuasan masyarakat terhadap peredaran kosmetik illegal.

B. Tinjauan Tentang Organisasi 1. Pengertian Organisasi

Menurut Gibson dalam Winardi ( 2011: 13) organisasi merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertindak secara sendiri. Sedangkan Hasibuan (2008:24) juga memberikan pendapat tentang definisi


(63)

organisasi, menurutnya organisasi adalah perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu.

Menurut Amirullah dan Budiyono (2004:4) organisasi diartikan sebagai suatu pengaturan orang-orang secara sengaja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan Sondang P. Siagian dalam Wursanto (2003:53) menyatakan bahwa organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarki dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekeloompok orang yang disebut bawahan.Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa organisasi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari seseorang atau sekelompok orang yang terdiri dari atasan dan bawahan yang saling berinteraksi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran tertentu.

2. Ciri-Ciri Umum Organisasi

Edgar H Schein dalam Winardi (2011: 27) berpendapat bahwa semua organisasi memiliki empat macam ciri atau karakteristik sebagai berikut:

a. Koordinasi upaya

Individu yang bekerjasama dan mengkoordinasi upaya mental atau fisikal mereka dapat mencapai banyak hal hebat dan menakjubkan. Koordinasi upaya-upaya memperbesar konribusi-kontribusi individual.


(64)

b. Tujuan umum bersama;

Koordinasi upaya tidak mungkin terjadi kecuali apabila pihak yang telah bersatu, mencapai persetujuan untuk berupaya mencapai sesuatu yang merupakan kepentingan bersama. Sebuah tujuan umum bersama memberikan anggota organisasi sebuah rangsangan untuk bertindak.

c. Pembagian kerja

Dengan jalan membagi-bagi tugas kompleks menjadi pekerjaan yang terspesialisasi, maka suatu organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusianya secara efisien. Pembagian kerja memungkinkan para anggota organisasi menjadi lebih terampil dan mampu karena tugas-tugas yang terspesialisasi dilaksanakan berulang-ulang.

d. Hierarki otoritas.

Menurut teori organisasi tradisional, apabila ingin mencapai suatu hasil melalui upaya kolektif formal, maka harus ada orang yang diberi otoritas untuk melaksanakan kegiatan. Hal ini agar tujuan-tujuan yang ingin dilaksanakan dapat efektif dan efisien.

Hasibuan (2008:31) memberikan pendapat bahwa ciri organisasi yang baik dan efektif antara lain, yaitu:

1. Tujuan organisasi tersebut jelas dan realistis

2. Pembagian kerja dan hubungan pekerjaan antara unit-unit, subsistem atau bagian-bagian harus baik dan jelas.


(65)

3. Organisasi itu harus menjadi alat dan wadah yang efektif dalam mencapai tujuan.

4. Tipe organisasi dan strukturnya harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

5. Unit-unit kerja (departmen bagiannya) ditetapkan berdasarkan atas eratnya hubungan pekerjaan.

6. Rentang kendali setiap bagian harus berdasarkan volume pekerjaan dan tidak boleh terlalu banyak.

3. Unsur-Unsur Organisasi

Dalam Wursanto (2003: 53) secara sederhana organisasi memiliki tiga unsur, yakni adanya sumber daya manusia, adanya kerjasama, dan adanya tujuan bersama. Tiga unsur organisasi tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri akan tetapi saling berhubungan sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh. Unsur-unsur tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Man (orang-orang)

Man (orang-orang) dalam kehidupan organisasi atau ketatalembagaan sering disebut dengan istilah pegawai atau personnel. Pegawai atau personnel terdiri dari semua anggota atau warga organisasi, yang menurut fungsi dan tingkatannya terdiri dari unsur pimpinan (administrator) sebagai unsur pimpinan tertinggi dalam organisasi, para manager yang memimpin suatu unit satuan kerja sesuai dengan fungsinya masing-masing dan para pekerja (non management/workers).


(1)

a. Seksi Sertifikasi

Mempunyai tugas melakukan sertifikasi produk,, sarana produksi dan distribusi tertentu

b. Seksi Layanan

Mempunyai tugas memberikan informasi konsumen. 5. Subbagian Tata Usaha

Mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi di ingkungan Balai Besar POM.


(2)

118

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kinerja BBPOM Kota Bandar Lampung dalam kegiatan pengawasan kosmetik ilegal meliputi indikator masukan (input), proses (process), keluaran (output), dan hasil (outcome), diketahui bahwa kinerja kegiatan pemeriksaan dan penyidikan serta kegiatan pengujian laboratoriumpelaksanaan pengawasan kosmetik ilegal yang dilaksanakan oleh BBPOM Kota Bandar Lampung belum baik. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa kinerja BBPOM Kota Bandar Lampung dalam pengawasan kosmetik ilegal belum baik.

2. Didalam usaha BBPOM dalam mengawasi peredaran kosmeti ilegal, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masih beredarnya kosmetik ilegal, diantaranya yaitu:

1. Kosmetik ilegal memiliki harga yang lebih murah 2. Kosmetik ilegal mudah didapatkan di pasaran.

3. Khasiat/hasil dari kosmeik tersebut bisa langsung dirasakan.

4. Permintaan yang tinggi sehingga pedagang masih menjual kosmetik tersebut.


(3)

rendah.

3. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat optimalisasi kinerja BBPOM Kota Bandar Lampung dalam kegiatan pemeriksaan dan penyidikan serta kegiatan pengujian laboratorium, diantaranya yaitu:

a. Faktor internal, yaitu:

1) Kuantitas SDM yang rendah 2) Kurangnya Sarana dan Prasarana 3) Kurangnya Koordinasi

b. Faktor Eksternal, diantaranya yaitu: 1) Peran serta masyarakat

2) Kecurangan Pedagang

B. Saran

1. BBPOM Kota Bandar Lampung sebaiknya melakukan seleksi ketat berdasarkan keahlian dan pengalaman serta latar belakang pendidikan yang sesuai terhadap pegawai yang dapat diposisikan baik dalam kegiatan pemeriksaan dan penyidikan maupun kegiatan pengujian sampel di laboratorium guna mengisi jumlah pegawai yang masih minim sehingga wilayah kerja dapat dijangkau untuk memaksimalkan pengawasan.

2. Diperlukan adanya penambahan sarana dan prasarana khususnya dalam bidang pengujian sampel di laboratorium sehingga kegiatan pengujian sampel tidak memakan waktu yang lama.


(4)

120

3. BBPOM Kota Bandar Lampung seharusnya lebih sering untuk terjun ke masyarakat agar masyarakat lebih mengenal peran BBPOM dalam melindungi keselamatan dan kesehatan masyarakat terutama pada masyarakat yang berada di wilayah kabupaten di Propinsi Lampung yang memiliki sedikit akses informasi mengenai BBPOM Kota Bandar Lampung.

4. Diperlukan adanya koordinasi yang baik dan intens dengan melakukan pertemuan atau rapat yang dapat diadakan setiap 2 (dua) bulan sekali bersama dengan Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi guna memaksimalkan proses pengawasan di bidang kosmetik ilegal.

5. Sebaiknya BBPOM gencar melakukan edukasi kepada masyarakat baik melalui media cetak maupun media elektronik dan juga edukasi langsung kepada masyarakat agar masyarakat dapat mengetahui cara memilih kosmetik yang baik dan benar serta mengetahui bahaya dari penggunaan kosmetik ilegal khususnya kepada masyarakat di kabupaten yang ada di Propinsi Lampung yang kesulitan untuk mendapatkan akses informasi.

6. Diperlukan adanya pembinaan yang berkelanjutan dengan mengadakan pelatihan cara produksi, pengetahuan tentang kosmetik yang baik terhadap produsen dan distributor yang melanggar aturan di bidang kosmetik agar mampu memahami bagaimana kosmetik yang baik untuk diedarkan sehingga dapat bersama-sama melindungi masyarakat.

7. Merahasiakan rencana pemeriksaan ke sejumlah sarana sehingga pengawasan dapat dijalankan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amirullah dan Budiyono Haris. 2004. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hasibuan, Malayu.S P. 2009. Manajemen Dasar, Pengertian Dan Masalah. Jakarta: Bumi Aksara

Hasibuan, Malayu.S P. 2008. Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara Mahsun. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.

Moleong. Lexy, J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Pasolong, Harbani. 2013. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.

Sinambela, Lijan Poltak. 2012. Kinerja Pegawai Teori Pengukuran Dan Implikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sukmadi. 2012. Dasar-Dasar Manajemen Edisi Kepemimpinan Lintas Agama. Bandung: Humaniora.

Wibowo. 2011. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.

Winardi. 2011. Teori Organisasi Dan Pengorganisasian. Jakarta: Rajawali Pers Wursanto, Ig. 2003.Dasar-Dasar Ilmu Organisasi.Andi: Yogyakarta


(6)

Sumber Website:

http://www.radarlampung.co.id/read/bandarlampung/66303-astaga-bbpom-cuek diakses tanggal 20 Januari 2014

www.bbpom.go.Id. Diakses Tanggal 1 Desember 2013

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/berita/2049/Pencerahan-Jiwa-Bagi-Pegawai-Balai-Besar-Pom-di-Bandar-Lampung.html Diakses Tanggal 10 Mei 2014

http://haluanlampung.com/index.php/ekonomi/2793-penemuan-kosmetika-berbahaya Tanggal 10 Mei 2014

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/berita/1284/Pelatihan-Internal-Sistem-Mutu-.html Diakses Tanggal 10 Mei 2014

Public Warning BBPOM_KH.00.01.43.2503 tentang kosmetik diakses tanggal 8 Januari 2014

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik