EVALUASI KARAKTER VEGETATIF KLON – KLON UBIKAYU (Manihot Esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

(1)

ABSTRACT

EVALUATION OF VEGETATIVE CHARACTERS OF CASSAVA CLONES (Manihot esculenta Crantz) IN MUARA PUTIH VILLAGE

NATAR SOUTH LAMPUNG

By

ALDIANSYAH

One effort to increase the productivity of cassava is by using cassava clones that have high productivity. Breeding of superior varieties of cassava is conducted through various stages, namely to broad the genetic diversity, evaluation and selection of clones, and the yield test. Through selection, selected potential clones will be released to be a new superior variety that have high yield after being evaluated in a yield test stage.

This research was aimed to evaluate superiority of 38 clones based on

vegetatively variable observation by comparing standard varieties and describe vegetative variables of the best 10 clones based on generative variables. Standard varieties used for comparison were UJ-3 and UJ-5.

This research was carried out in the experiment field of University of Lampung, Natar, South Lampung District from May – September 2011. The treatments were some clones of cassava including CMM 6, 36-5 CMM, CMM 38-7, CMM 97-14, CMM 20-2, 1-10 CMM, CMM 25-27, 2-8 CMM, CMM 36 - 7, CMM 21-7, CMM 2-2, CMM 2-16, CMM 21-26, BL-1, BL-2, BL-4, BL-5, BL-1A, Bogor, Melati, UJ-5, Adira-4, Mesa, Garuda, Mulyo, Klentenge, Gayor, UJ-3, UJ-5, Kasetsart Hijau, Kasetsart Putih, Malang-6, TM-90, 1, 3, Duwet-3A, Duwet-4, Bendo-1, Bendo-2, and Bendo-3 which were arranged in a randomized block design consisting of three replications. The treatments were arranged in a randomized block design consisting of three replications.


(2)

Correlation between characters was performed by using the correlation test. The results showed that clones Kasetsart Green, Bendo-3, CMM 97-6, CMM 1-10, CMM 20-2, Garuda, CMM 36-7, CMM 36-5, CMM 25-27, and Kasetsart White showed better vegetative characters based on the median compared with standard varieties. Tuber weight per plot was positively correlated with stem length, leaf length, leaf width, stem diameter, and number of leaves. Harvest index was positively correlated with leaf length. Starch content was positively correlated with plant height and leaf number. It has been described a description of the best 10 clones based on 10 generative characters, those are clones CMM 97-6, 2-16 CMM, CMM 21-7, 1-10 CMM, CMM 20-2, 38-7 CMM, CMM 36-5, Duwet-3 , Duwet-1, and Klenteng.


(3)

ABSTRAK

EVALUASI KARAKTER VEGETATIF KLON – KLON UBIKAYU

(Manihot Esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

Oleh

ALDIANSYAH

Salah satu upaya meningkatan produktivitas ubikayu adalah dengan

menggunakan klon-klon ubikayu yang mempunyai produktivitas yang tinggi. Perakitan varietas unggul baru ubikayu dilakukan melalui berbagai tahap, yaitu perluasan keragaman genetik, evaluasi dan seleksi klon, dan uji daya hasil. Melalui seleksi, klon – klon yang terpilih sangat berpotensi dilepas menjadi varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi setelah melalui tahap uji daya hasil. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keunggulan 38 klon berdasarkan pengamatan variabel vegetatif dengan cara membandingkan dengan varietas standar dan mendeskripsikan variabel vegetatif 10 klon terbaik berdasarkan variabel generatif. Varietas standar yang digunakan sebagai pembanding adalah klon UJ-3 dan UJ-5.

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Universitas Lampung, Natar, Kabupaten Lampung Selatan dari Mei 2011 sampai dengan September 2011. Klon-klon yang diuji yaitu CMM 97-6, CMM 36-5, CMM 38-7, CMM 97-14, CMM 20-2, CMM 1-10, CMM 25-27, CMM 2-8, CMM 36-7, CMM 21-7, CMM 2-2, CMM 2-16, CMM 21-26, BL-1, BL-2, BL-4 , BL-5 , BL-1A, Bogor, Melati, UJ-5 A, Adira-4, Mesa, Garuda, Mulyo, Kelenteng, Gayor, UJ-3, UJ-5, Kasetsart Hijau, Kasetsart Putih, Malang-6, TM-90, 1, 3 , 3A, Duwet-4, Bendo-1, Bendo-2, dan Bendo-3. Perlakuan diterapkan pada rancangan

kelompok teracak sempurna yang terdiri dari tiga ulangan.

Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlett. Jika data memenuhi asumsi, maka dilanjutkan dengan analisis ragam dan untuk mengetahui perbedaan nilai tengah


(4)

Disimpulkan bahwa klon Klon Kasetsart hijau dan Kasetsart putih memiliki tinggi, jumlah lobus, lebar daun dan panjang tangkai yang berbeda nyata dengan klon UJ-3. Klon Bendo-3, CMM 97-6, CMM 25-27 memiliki jumlah daun, jumlah tingkat percabangan, dan persentase tanaman berbiji yang berbeda nyata dengan varietas standar. Klon CMM 1-10 dan Garuda memiliki diameter batang yang berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan panjang tangkai

berbeda nyata dengan UJ-3, dan panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5. Klon CMM 20-2 memiliki lebar daun yang berbeda nyata dengan varietas standar,

panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5, panjang tangkai berbeda nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36 – 7 memiliki panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5, diameter berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan jumlah lobus berbeda nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36-5 memiliki jumlah daun berbeda dengan varietas standar, persentase tanaman bercabang berbeda dengan UJ-3, persentase tanaman berbiji berbeda dengan UJ-5. Klon CMM 97-6 memiliki bobot ubi per petak 35,85 kg , kadar aci 30,60%, dan indeks panen sebesar 0,62 yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 181, diameter batang sebesar 1,99 cm, jumlah tingkat percabangan sebanyak 2,8, dan persentase tanaman berbiji sebesar 75%. Klon CMM 36-5 memiliki bobot ubi per petak 26,37 kg dan kadar aci 28,13% yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 142,13, diameter batang sebesar 2,14 cm, persentase tanaman bercabang sebesar 80%, dan persentase tanaman berbiji sebesar 40%. Klon CMM 1-10 memiliki bobot ubi per petak 29,1 kg yang didukung dengan diameter batang sebesar 2,03 cm, tinggi tanaman setinggi 330,27 cm, panjang daun sepanjang 15,27 cm, dan panjang tangkai sepanjang 26,61 cm. Telah didapatkan deskripsi karakter vegetatif 10 klon terbaik berdasarkan karakter generatif yaitu Klon CMM 97-6, CMM 2-16, CMM 21-7, CMM 1-10, CMM 20-2, CMM 38-7, CMM 36-5, Duwet-3, Duwet-1, dan Klenteng.

Kata kunci : Perakitan varietas, seleksi, singkong, ubikayu, varietas unggul, uji daya hasil


(5)

(1). Alumni Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung (2). Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

ABSTRAK

EVALUASI KARAKTER VEGETATIF KLON – KLON UBIKAYU

(Manihot Esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

Oleh

Aldiansyah(1), Setyo Dwi Utomo(2), Hermanus Suprapto(2)

Salah satu upaya meningkatan produktivitas ubikayu adalah dengan

menggunakan klon-klon ubikayu yang mempunyai produktivitas yang tinggi. Perakitan varietas unggul baru ubikayu dilakukan melalui berbagai tahap, yaitu perluasan keragaman genetik, evaluasi dan seleksi klon, dan uji daya hasil. Melalui seleksi, klon – klon yang terpilih sangat berpotensi dilepas menjadi varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi setelah melalui tahap uji daya hasil. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keunggulan 38 klon berdasarkan pengamatan variabel vegetatif dengan cara membandingkan dengan varietas standar dan mendeskripsikan variabel vegetatif 10 klon terbaik berdasarkan variabel generatif. Varietas standar yang digunakan sebagai pembanding adalah klon UJ-3 dan UJ-5.

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Universitas Lampung, Natar, Kabupaten Lampung Selatan dari Mei 2011 sampai dengan September 2011. Klon-klon yang diuji yaitu CMM 97-6, CMM 36-5, CMM 38-7, CMM 97-14, CMM 20-2, CMM 1-10, CMM 25-27, CMM 2-8, CMM 36-7, CMM 21-7, CMM 2-2, CMM 2-16, CMM 21-26, BL-1, BL-2, BL-4 , BL-5 , BL-1A, Bogor, Melati, UJ-5 A, Adira-4, Mesa, Garuda, Mulyo, Kelenteng, Gayor, UJ-3, UJ-5, Kasetsart Hijau, Kasetsart Putih, Malang-6, TM-90, 1, 3 , 3A, Duwet-4, Bendo-1, Bendo-2, dan Bendo-3. Perlakuan diterapkan pada rancangan


(6)

antarkarakter menggunakan uji korelasi.

Disimpulkan bahwa klon Klon Kasetsart hijau dan Kasetsart putih memiliki tinggi, jumlah lobus, lebar daun dan panjang tangkai yang berbeda nyata dengan klon UJ-3. Klon Bendo-3, CMM 97-6, CMM 25-27 memiliki jumlah daun, jumlah tingkat percabangan, dan persentase tanaman berbiji yang berbeda nyata dengan varietas standar. Klon CMM 1-10 dan Garuda memiliki diameter batang yang berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan panjang tangkai

berbeda nyata dengan UJ-3, dan panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5. Klon CMM 20-2 memiliki lebar daun yang berbeda nyata dengan varietas standar,

panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5, panjang tangkai berbeda nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36 – 7 memiliki panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5, diameter berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan jumlah lobus berbeda nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36-5 memiliki jumlah daun berbeda dengan varietas standar, persentase tanaman bercabang berbeda dengan UJ-3, persentase tanaman berbiji berbeda dengan UJ-5. Klon CMM 97-6 memiliki bobot ubi per petak 35,85 kg , kadar aci 30,60%, dan indeks panen sebesar 0,62 yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 181, diameter batang sebesar 1,99 cm, jumlah tingkat percabangan sebanyak 2,8, dan persentase tanaman berbiji sebesar 75%. Klon CMM 36-5 memiliki bobot ubi per petak 26,37 kg dan kadar aci 28,13% yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 142,13, diameter batang sebesar 2,14 cm, persentase tanaman bercabang sebesar 80%, dan persentase tanaman berbiji sebesar 40%. Klon CMM 1-10 memiliki bobot ubi per petak 29,1 kg yang didukung dengan diameter batang sebesar 2,03 cm, tinggi tanaman setinggi 330,27 cm, panjang daun sepanjang 15,27 cm, dan panjang tangkai sepanjang 26,61 cm. Telah didapatkan deskripsi karakter vegetatif 10 klon terbaik berdasarkan karakter generatif yaitu Klon CMM 97-6, CMM 2-16, CMM 21-7, CMM 1-10, CMM 20-2, CMM 38-7, CMM 36-5, Duwet-3, Duwet-1, dan Klenteng.

Kata kunci : Perakitan varietas, seleksi, singkong, ubikayu, varietas unggul, uji daya hasil


(7)

ABSTRAK

EVALUASI KARAKTER VEGETATIF KLON – KLON UBIKAYU

(Manihot Esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

Oleh

ALDIANSYAH

Salah satu upaya meningkatan produktivitas ubikayu adalah dengan

menggunakan klon-klon ubikayu yang mempunyai produktivitas yang tinggi. Perakitan varietas unggul baru ubikayu dilakukan melalui berbagai tahap, yaitu perluasan keragaman genetik, evaluasi dan seleksi klon, dan uji daya hasil. Melalui seleksi, klon – klon yang terpilih sangat berpotensi dilepas menjadi varietas unggul baru yang berdaya hasil tinggi setelah melalui tahap uji daya hasil. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keunggulan 38 klon berdasarkan pengamatan variabel vegetatif dengan cara membandingkan dengan varietas standar dan mendeskripsikan variabel vegetatif 10 klon terbaik berdasarkan variabel generatif. Varietas standar yang digunakan sebagai pembanding adalah klon UJ-3 dan UJ-5.

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Universitas Lampung, Natar, Kabupaten Lampung Selatan dari Mei 2011 sampai dengan September 2011. Klon-klon yang diuji yaitu CMM 97-6, CMM 36-5, CMM 38-7, CMM 97-14, CMM 20-2, CMM 1-10, CMM 25-27, CMM 2-8, CMM 36-7, CMM 21-7, CMM 2-2, CMM 2-16, CMM 21-26, BL-1, BL-2, BL-4 , BL-5 , BL-1A, Bogor, Melati, UJ-5 A, Adira-4, Mesa, Garuda, Mulyo, Kelenteng, Gayor, UJ-3, UJ-5, Kasetsart Hijau, Kasetsart Putih, Malang-6, TM-90, 1, 3 , 3A, Duwet-4, Bendo-1, Bendo-2, dan Bendo-3. Perlakuan diterapkan pada rancangan


(8)

antarkarakter menggunakan uji korelasi.

Disimpulkan bahwa klon Klon Kasetsart hijau dan Kasetsart putih memiliki tinggi, jumlah lobus, lebar daun dan panjang tangkai yang berbeda nyata dengan klon UJ-3. Klon Bendo-3, CMM 97-6, CMM 25-27 memiliki jumlah daun, jumlah tingkat percabangan, dan persentase tanaman berbiji yang berbeda nyata dengan varietas standar. Klon CMM 1-10 dan Garuda memiliki diameter batang yang berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan panjang tangkai

berbeda nyata dengan UJ-3, dan panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5. Klon CMM 20-2 memiliki lebar daun yang berbeda nyata dengan varietas standar,

panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5, panjang tangkai berbeda nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36 – 7 memiliki panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5, diameter berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan jumlah lobus berbeda nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36-5 memiliki jumlah daun berbeda dengan varietas standar, persentase tanaman bercabang berbeda dengan UJ-3, persentase tanaman berbiji berbeda dengan UJ-5. Klon CMM 97-6 memiliki bobot ubi per petak 35,85 kg , kadar aci 30,60%, dan indeks panen sebesar 0,62 yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 181, diameter batang sebesar 1,99 cm, jumlah tingkat percabangan sebanyak 2,8, dan persentase tanaman berbiji sebesar 75%. Klon CMM 36-5 memiliki bobot ubi per petak 26,37 kg dan kadar aci 28,13% yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 142,13, diameter batang sebesar 2,14 cm, persentase tanaman bercabang sebesar 80%, dan persentase tanaman berbiji sebesar 40%. Klon CMM 1-10 memiliki bobot ubi per petak 29,1 kg yang didukung dengan diameter batang sebesar 2,03 cm, tinggi tanaman setinggi 330,27 cm, panjang daun sepanjang 15,27 cm, dan panjang tangkai sepanjang 26,61 cm. Telah didapatkan deskripsi karakter vegetatif 10 klon terbaik berdasarkan karakter generatif yaitu Klon CMM 97-6, CMM 2-16, CMM 21-7, CMM 1-10, CMM 20-2, CMM 38-7, CMM 36-5, Duwet-3, Duwet-1, dan Klenteng.

Kata kunci : Perakitan varietas, seleksi, singkong, ubikayu, varietas unggul, uji daya hasil


(9)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah. Salah satu upayanya adalah melalui

penganekaragaman pangan, yakni suatu proses pengembangan produk pangan yang tidak tergantung hanya pada satu bahan pangan saja, tetapi juga

memanfaatkan berbagai macam bahan pangan (Fauzi, 2010).

Ubikayu menjadi salah satu sumber pangan penting bukan hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Lebih dari 500 juta penduduk dunia di Negara - negara berkembang banyak menanam ubikayu di lahan sempit sebagai sumber pangan (Roca et al., 1992). Menurut Nweke et al. (2002), ubikayu merupakan bahan pangan pokok terpenting kedua di Afrika, banyak petani berpenghasilan rendah menanam ubikayu ini di lahan marjinal dengan biaya murah dan dapat

menghidupi lebih dari 300 juta orang di daerah tersebut.

Ubikayu (Manihot esculenta) merupakan sumber bahan makanan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dengan perkembangan teknologi, ubikayu dijadikan bahan dasar pada industri makanan seperti sumber utama pembuatan pati. Selama ini produksi ubikayu yang berlimpah sebagian besar digunakan


(10)

sebagai bahan baku industri tapioka. Industri tapioka merupakan industri skala besar yang paling berkembang di Lampung. Jumlah perusahaan tapioka yang tercatat pada Dinas Pertanian Lampung Timur saat ini sebanyak 31 perusahaan dengan kapasitas 56.927,08 ton (Putri, 2009).

Indonesia termasuk negara penghasil ubikayu terbesar kelima (21.593.052 ton) setelah Nigeria (44.582.000 ton), Somalia (38.442.000 ton), Thailand (27.565.636 ton), Brazil (25.877.918 ton), serta disusul negara-negara seperti Republik

Demokratik Kongo (15.019.430 ton), Ghana (9.650.000 ton), India (9.053.900 ton) dari total produksi dunia sebesar 232.950.180 ton pada tahun 2008 (Wikipedia, 2011).

Luas areal ubikayu di Indonesia seluas 1,18 juta hektar dengan produksi 23,9 juta ton pada tahun 2010. Lampung merupakan provinsi penghasil ubikayu terbesar di Indonesia (24%) dengan produksi 8. 637. 594 ton dan luas areal 346. 217 Ha pada tahun 2010 (BPS, 2011).

Ubikayu merupakan tanaman pangan non-beras yang memiliki kandungan gizi yang baik. Kandungan karbohidrat ubikayu sebesar 34.7 gram/100g dan

mengandung protein 1.2 gram/100g (Soetanto, 2008).

Ubikayu merupakan tanaman serba guna. Batang, daun, dan ubinya dapat

dimanfaatkan untuk berbagai industri. Batang ubikayu dapat dimanfaatkan untuk bibit, papan partikel, kerajinan, briket dan arang. Daunnya untuk makanan,


(11)

3

sebagai penghasil minyak (Popoola dan Yangomodou, 2006). Kulit ubinya dapat digunakan sebagai pakan ternak, dan daging ubinya dapat diolah menjadi berbagai produk seperti makanan, tapioka, gaplek, tepung ubikayu, dekstrin, perekat, bioetanol, dan lain-lain.

Di Indonesia, alasan pemilihan ubikayu sebagai komoditas utama penghasil bahan bakar nabati adalah untuk menjaga kestabilan harga ubikayu (Prihandana et al., 2007). Ubikayu digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol yang dapat dijadikan campuran bahan bakar premium 10% (E10) untuk kendaraan bermotor. Kebutuhan bioetanol yang bersumber dari ubikayu semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, 2010, 2015 dan 2025 diperkirakan berturut-turut 1,80; 2,53; 3,54; dan 4,97 juta kilo liter. Akan tetapi, hanya 63% ubikayu yang tersedia sebagai bahan baku bioetanol pada tahun 2006 (Wargiono et al., 2006). Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan produksi dan produktivitas ubikayu.

Permasalahan utama dalam produksi ubikayu di Indonesia adalah produktivitas yang masih rendah yaitu 12,2 ton/ha dibandingkan dengan India (17,57 ton), Angola (14,23 ton/ha), Thailand (13,30 ton/ha), dan China (13,06 ton/ha)

(Anonimous, 2007). Dari segi teknis produksi, penyebab penting atas rendahnya tingkat hasil ubikayu di tingkat petani adalah terbatasnya penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan kurangnya penggunaan pupuk (Subandi et al., 2006).

Umumnya varietas unggul ubikayu diperbanyak secara vegetatif menggunakan stek. Ubikayu sebagian besar menyerbuk silang dan seleksi dilaksanakan pada generasi F1 sehingga klon-klon ubikayu bersifat heterozigot secara genetik.


(12)

Perakitan varietas ubikayu meliputi berbagai tahap, yaitu penciptaan atau perluasan keragaman genetik populasi awal, evaluasi karakter agronomi dan seleksi kecambah dan tanaman yang tumbuh dari biji botani, evaluasi dan seleksi klon, uji daya hasil pendahuluan, dan uji daya hasil lanjutan (CIAT, 2005; Perez et al., tanpa tahun).

Introduksi tanaman, persilangan, dan ras lokal dapat dilakukan untuk menciptakan dan memperluas keragaman genetik suatu populasi. Dengan cara introduksi tanaman, dapat diperoleh populasi genetik yang beragam dalam jangka waktu yang relatif cepat (Kasno, 1993).

Penelitian yang telah dilakukan Universitas Lampung berupa pemupukan tanaman ubikayu setengah rekomendasi, uji daya hasil di Prokimal (Lampung Utara), dan Percobaan pembungaan ubikayu dengan menggunakan Paclobutrazol. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan di Prokimal, Penelitian ini berada pada posisi tahap uji daya hasil pendahuluan, genotipe hasil introduksi dapat langsung diseleksi dan dibandingkan dengan varietas standar pada suatu daerah. Setelah dilakukan pengujian dan terbukti galur introduksi memiliki penampilan lebih baik dibandingkan varietas standar, maka galur introduksi tersebut sangat berpotensi untuk dilepas sebagai varietas unggul baru setelah melalui tahap uji daya hasil lanjutan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dari sudut pandang perbaikan varietas tanaman, maka sasaran pemuliaan tanaman di masa mendatang harus :


(13)

5

b. Mengembangkan suatu varietas yang mampu beradaptasi luas, termasuk dalam mengembangkan varietas lokal dengan lingkungan khusus

c. Mampu merakit suatu varietas yang mempunyai ketahanan terhadap cekaman lingkungan dan efisien dalam penggunaan masukan (input)

d. Mampu menciptakan suatu varietas yang mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit yang tidak tergantung pada pestisida, dan

e. Dapat mengembangkan suatu varietas yang mempunyai manfaat ganda, misal : merakit varietas padi yang berproduksi tinggi dan jeraminya dapat digunakan untuk pakan ternak (Mangoendidjojo, 2003).

Varietas ubikayu sudah tersebar luas di masyarakat pada masa sekarang ini. Varietas tersebut merupakan varietas lokal maupun varietas unggul nasional. Berdasarkan laporan tahunan Balai Penelitian Tanaman kacang –kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang tahun 2000 menyebutkan bahwa telah diperoleh 28 kombinasi persilangan dan 3 kombinasi silang bebas klon-klon ubikayu dalam rangka pembentukan varietas unggul ubikayu yang rendah HCN dan toleran terhadap serangan hama tungau merah (Purwono dan Purnamawati, 2007).

Setiap individu tanaman dalam suatu populasi memiliki perbedaan sifat satu sama lain. Perbedaan sifat tersebut dinamakan keragaman. Keragaman disebabkan oleh adanya pengaruh faktor genetik dan lingkungan. Keragaman yang terjadi akibat pengaruh lingkungan disebut sebagai non-heritable variation atau keragaman yang tidak diturunkan. Keragaman yang disebabkan oleh faktor genetik dianamakan heritable variation atau keragaman yang diturunkan. Keragaman


(14)

genetik terjadi karena pengaruh gen dan interaksi gen-gen yang berbeda dalam suatu populasi (Saputra, 2011). Keragaman akibat faktor genetik dapat dilihat jika terdapat keragaman genotype jika ditanam pada lingkungan yang sama.

Keragaman lingkungan terjadi karena sifat yang muncul akibat faktor lingkungan seperti kesuburan tanah, iklim, suhu, kelembaban, dan lain-lain. Keragaman bergantung pada jumlah genotipe yang akan diuji dan luasnya latar belakang genetik. Semakin besar jumlah genotipe dengan latar belakang genetik yang luas, maka akan semakin luas keragaman genetik yang akan diperoleh.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah terdapat keunggulan 38 klon ubikayu yang diuji berdasarkan variabel vegetatif dibandingkan dengan varietas standar ?

2. Bagaimanakah deskripsi vegetatif 10 klon terbaik yang diuji berdasarkan pengamatan variabel generatif (Simatupang, 2012) ?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi keunggulan 38 klon ubikayu yang diuji berdasarkan variabel

vegetatif, dengan cara membandingkan dengan varietas standar.

2. Mendapatkan deskripsi vegetatif 10 klon terbaik yang diuji berdasarkan pengamatan variabel generatif (Simatupang, 2012).


(15)

7

1.3Landasan Teori

Peningkatan produksi tanaman ubikayu perlu dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan ubikayu yang semakin meningkat, yaitu dengan perbaikan genetik atau pemuliaan tanaman ubi kayu dalam rangka merakit varietas unggul dan dengan melaksanakan perbaikan teknik budidaya, seperti pemupukan dan melalui program ekstensifikasi ke lahan marginal, antara lain lahan ultisol yang bereaksi asam (Setiawan, 1997).

Varietas unggul yang berproduksi tinggi umumnya memiliki pola serapan unsur hara tinggi dan efisien dalam penyerapan dan pemanfaatan unsur hara. Umumnya varietas unggul akan menyebabkan kemiskinan unsur hara, bila tidak dilakukan pengembalian unsur hara (Novizan, 2004). Oleh karena itu perlu dilakukan perakitan klon-klon baru yang diharapkan berdaya hasil tinggi pada lahan Ultisol yang tingkat kesuburannya rendah. Keyakinan tersebut didasarkan pada adanya interaksi antara genotipe/klon ubikayu dengan lingkungan tumbuh antara lain kesuburan tanah (Akparobi et al., 2007; Nayar et al., 1998).

Umumnya varietas unggul ubikayu diperbanyak secara vegetatif menggunakan stek. Ubikayu sebagian besar menyerbuk silang dan seleksi dilaksanakan pada generasi F1 sehingga klon-klon ubikayu bersifat heterozigot secara genetik. Perakitan varietas ubikayu meliputi berbagai tahap, yaitu penciptaan atau perluasan keragaman genetik populasi awal, evaluasi karakter agronomi dan seleksi kecambah dan tanaman yang tumbuh dari biji botani, evaluasi dan seleksi klon, uji daya hasil pendahuluan, dan uji daya hasil lanjutan (CIAT, 2005; Perez et al., tanpa tahun).


(16)

Studi genetik perlu dilakukan sebanyak mungkin terhadap genotipe-genotipe baru untuk mendapatkan kultivar unggul. Perbaikan genotipe tanaman tergantung pada tersedianya populasi yang individunya memiliki susunan genetik yang berbeda. Dengan mengevaluasi beberapa sifat pertumbuhan dan hasil, keragaman genetik suatu populasi dapat diketahui. Perbedaan daya adaptasi tanaman terhadap lingkungan tumbuh yang berbeda menghasilkan keragaan tanaman yang berbeda yang berpotensi menghasilkan keragaman genetik yang luas. Seleksi dapat dilaksanakan apabila keragaman genetik luas, apabila keragaman genetik sempit maka seleksi tidak dapat dilaksanakan karena populasi tersebut relatif seragam (Saputra, 2011).

Seleksi adalah salah satu langkah dalam pemuliaan. Kekeliruan seleksi dapat diperkecil melalui korelasi antarkarakter. Korelasi antarkarakter merupakan hal yang sangat penting dalam pemuliaan tanaman, karena diperlukan seleksi dua atau tiga karakter secara bersama-sama untuk memiliki bahan tanaman yang unggul. Jika terdapat hubungan yang erat antarkarakter maka pemilihan karakter tertentu, secara tidak langsung telah memilih karakter lain yang diperlukan dalam usaha memperoleh bahan tanaman unggul (Firmansyah, 2010).

Untuk mengetahui keeratan hubungan digunakan koefisien korelasi. Keeratan hubungan suatu karakter ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien korelasi, makin tinggi nilai koefisien korelasi maka makin tinggi keeratan antarkarakter,


(17)

9

1.4Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberi penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.

Produksi dan produktivitas ubikayu di Indonesia masih rendah sedangkan

kebutuhan ubikayu semakin meningkat dari tahun ke tahun, oleh karena itu perlu upaya untuk meningkatkannya. Penyebab utama rendahnya produksi dan

produktivitas ubikayu adalah sedikitnya penggunaan klon – klon unggul. Oleh karena itu, perlu dilakukan perakitan varietas unggul baru yang memiliki produksi dan produktivitas yang tinggi yang mampu beradaptasi dengan berbagai

lingkungan. Teknologi yang mungkin digunakan ialah menggunakan klon – klon ubikayu yang unggul untuk merakit suatu varietas baru yang unggul.

Untuk merakit varietas baru unggul perlu dilakukan berbagai tahapan yaitu penciptaan atau perluasan keragaman genetik populasi awal, evaluasi karakter agronomi dan seleksi kecambah dan tanaman yang tumbuh dari biji botani, evaluasi dan seleksi klon, uji daya hasil pendahuluan, dan uji daya hasil lanjutan.

Perluasan keragaman genetik dilakukan dengan cara introduksi klon – klon ubikayu dari berbagai daerah dan ras lokal. Melalui introduksi tanaman, dapat diperoleh keragaman genetik ubikayu secara cepat dan mudah. Keragaman genetik yang luas merupakan syarat proses seleksi yang efektif.

Pada penelitian ini telah mencapai tahap evaluasi dan seleksi klon. Seleksi dilakukan dengan baik untuk mendapatkan klon unggul yang memiliki karakter vegetatif yang baik dan diharapkan memiliki potensi hasil yang baik. Oleh karena


(18)

itu, perlu dilakukan pengujian korelasi antarkarakter vegetatif dan generatif untuk mengetahui karakter vegetatif apakah yang berpengaruh terhadap hasil tanaman. Dengan pengujian korelasi antarkarakter vegetatif dan generatif kekeliruan seleksi dapat diperkecil, sehingga seleksi dapat dilakukan dengan baik dan benar.

Pada penelitian ini telah mencapai tahap uji daya hasil pendahuluan, kinerja genotipe introduksi dibandingkan dengan varietas standar. Apabila dalam

pengujian genotipe introduksi terbukti lebih unggul dibandingkan varietas standar, genotipe tersebut memiliki potensi untuk dijadikan varietas unggul baru.

Genotipe yang terbukti lebih unggul secara generatif diambil 10 peringkat terbaik (Simatupang, 2012) dan dideskripsikan variabel vegetatifnya, untuk melihat bagaimanakah deskripsi vegetatif klon – klon yang unggul secara generatif.

1.5Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat klon – klon ubikayu yang lebih unggul yang diuji berdasarkan karakter vegetatif dibandingkan dengan varietas standar.

2. Didapatkan deskripsi vegetatif 10 klon ubikayu terbaik yang diuji berdasarkan variabel generatif (Simatupang, 2012).


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani ubi kayu

Ubikayu (Manihot esculenta) atau dikenal pula dengan nama ketela pohon, singkong dan cassava, mudah tumbuh dan berkembang hampir di berbagai jenis kondisi tanah, termasuk pada lahan-lahan marjinal. Ubikayu merupakan komoditi perdagangan yang potensial. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Dilihat dari letak geografis, kondisi tanah dan iklim ubikayu sangat cocok ditanam di Indonesia.

Ubikayu berasal dari Brazilia. Ilmuwan yang pertama kali melaporkan hal ini adalah Johann Baptist Emanuel Pohl, seorang ahli botani asal Austria pada tahun 1827 (Allem, 2002).

Klasifikasi ilmiah tanaman ubikayu :

Kerajaan : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales


(20)

Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantz

Manihot esculenta Crantz mempunyai nama lain M. utilissima, Manihot edulis atau Manihot aipi. Semua Genus Manihot berasal dari Amerika Selatan. Brazilia merupakan pusat asal dan sekaligus sebagai pusat keragaman ubikayu. Manihot mempunyai 100 spesies yang telah diklasifikasikan dan mayoritas ditemukan di daerah yang relatif kering.

Tanaman ubikayu dewasa dapat mencapai tinggi 1 sampai 2 meter, walaupun ada beberapa kultivar yang dapat mencapai tinggi sampai 4 meter. Batang ubikayu berbentuk silindris dengan diameter berkisar 2 sampai 6 cm. Warna batang sangat bervariasi, mulai putih keabu-abuan sampai coklat atau coklat tua. Batang

tanaman ini berkayu dengan bagian gabus (pith) yang lebar. Setiap batang menghasilkan rata-rata satu buku (node) per hari di awal pertumbuhannya, dan satu buku per minggu di masa-masa selanjutnya. Setiap satu satuan buku terdiri dari satu buku tempat menempelnya daun dan ruas buku (internode). Panjang ruas buku bervariasi tergantung genotipe, umur tanaman, dan faktor lingkungan seperti ketersediaan air dan cahaya. Ruas buku menjadi pendek dalam kondisi

kekeringan dan menjadi panjang jika kondisi lingkungannya sesuai, dan sangat panjang jika kekurangan cahaya.

Susunan daun ubikayu pada batang (phyllotaxis) berbentuk 2/5 spiral. Lima daun berada dalam posisi melingkar membentuk spiral dua kali di sekeliling batang. Daun berikutnya atau daun ke enam terletak persis di atas titik awal spiral tadi. Jadi, setelah dua putaran, daun ke 6 berada tepat di atas daun ke 1, daun ke 7 di


(21)

13

atas daun ke 2, dan seterusnya. Daun ubikayu terdiri dari helai daun (lamina) dan tangkai daun (petiole). Panjang tangkai daun berkisar 5-30 cm dan warnanya bervariasi dari hijau ke ungu. Helai daun mempunyai permukaan yang halus dan berbentuk seperti jari. Jumlah jari bervariasi antara 3 dan 9 (biasanya ganjil). Warna rangka helai daun hijau sampai ungu. Bentuk helai daun, terutama lebarnya, juga bervariasi (Ekanayake et al., 1997).

Ubikayu bersifat monoecious, yaitu bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon. Beberapa variatas berbunga secara teratur dan cukup sering, beberapa varietas lain jarang berbunga atau bahkan tidak berbunga sama sekali. Produksi bunga sangat penting untuk pembiakan. Tumbuhnya bunga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti banyaknya cahaya dan suhu. Bunga ubikayu dihasilkan pada dahan reproduktif. Bunga jantan berkembang dekat puncak rangkaian bunga, sedangkan bunga betina tumbuh dekat dasar rangkaian bunga. Bunga betina mempunyai indung telur berukuran panjang mencapai 1 cm dan mempunyai 3 buah kantung kecil, masing-masing dengan satu sel telur. Bunga betina mekar 1-2 minggu sebelum bunga jantan (protogini).

Bunga jantan mempunyai 10 buah benang sari yang tersusun dalam 2 lingkaran, yang masing-masing berisi 5 benang sari. Penyerbukan sendiri secara alamiah terjadi jika bunga jantan dan betina dari tangkai bunga berbeda (dalam satu tanaman) membuka bersamaan (Jennings dan Iglesias, 2002).

Penyerbukan buatan untuk mengawinkan dua tetua dapat dilakukan menggunakan prosedur Kawano (1980) dan Purseglove (1974). Bunga yang akan disilangkan ditutup kain katun 60-80 mesh berukuran 20 x 25 cm. Bunga betina yang siap


(22)

diserbuki mengeluarkan setitik nektar pada pagi hari, dan akan membuka pada sore hari. Penyerbukan buatan dapat dilakukan pada sore hari setelah bunga membuka. Bunga jantan yang membuka dipetik dari tangkainya dan polen ditempelkan ke kepala putik.

Selama ini dikenal ada dua jenis ubikayu, yaitu ubikayu manis dan ubikayu pahit. Kriteria manis dan pahit biasanya berdasarkan kadar asam sianida (HCN) yang terkandung dalam ubi ubikayu. Darjanto dan Murjati (1980) membagi ubikayu menjadi tiga golongan sebagai berikut.

1. Golongan yang tidak beracun (tidak berbahaya), mengandung HCN 20 - 50 mg per kg ubi.

2. Golongan yang beracun sedang, mengandung HCN 50 – 100 mg per kg ubi. 3. Golongan yang sangat beracun, mengandung HCN lebih besar dari 100 mg

per kg ubi.

Menurut Grace (1977), kandungan asam sianida semula diperkirakan

berhubungan dengan varietas ubikayu, namun kemudian ternyata juga bergantung pada kondisi pertumbuhan, tanah, kelembaban, suhu dan umur tanaman.

Komposisi kimia tepung dan pati ubikayu jenis pahit dan manis ternyata hampir sama, kecuali kadar serat dan kadar abu pada tepung ubikayu manis lebih tinggi dari tepung ubikayu pahit (Rattanachon et al., 2004).

2.2 Tahap-tahap perakitan varietas/klon unggul ubi kayu

Pada umumnya varietas unggul ubikayu ialah berupa klon yang diperbanyak secara vegetatif menggunakan stek. Klon-klon ubikayu secara genetik bersifat


(23)

15

heterozigot, karena sebagian besar tanaman menyerbuk silang dan seleksi dilakukan pada generasi F1.

Pada dasarnya, pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan : 1) melakukan pemilihan terhadap suatu populasi tanaman yang sudah ada, 2) melakukan

kombinasi sifat-sifat yang diinginkan (secara generatif dan vegetatif), 3) penggandaan secara kromosom dan/atau mutasi sebelum melakukan pemilihan, dan 4) melalui rekaya genetika (Mangoendidjojo, 2003).

Tahap-tahap perakitan varietas ubikayu meliputi penciptaan atau perluasan keragaman genetik populasi awal, evaluasi karakter agronomi dan seleksi kecambah dan tanaman yang tumbuh dari biji botani, evaluasi dan seleksi klon, uji daya hasil pendahuluan, dan uji daya hasil lanjutan (CIAT,2005; Perez et al., tanpa tahun).

Penciptaan atau perluasan keragaman genetik populasi awal dapat dilakukan dengan cara intoduksi, persilangan, dan ras lokal. Cara introduksi dilakukan dengan mendatangkan klon – klon ubikayu dari negara atau daerah lain. Dengan cara introduksi, perluasan keragaman genetik dapat dengan mudah dilakukan dan dalam jangka waktu yang cepat.

Perbanyakan ubikayu dapat dilakukan melalui stek batang atau benih botani, meskipun demikian, perbanyakan melalui stek lebih lazim dilakukan. Benih botani ubikayu dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan generatif, terutama dalam skala penelitian atau pemuliaan tanaman. Perbanyakan melalui benih


(24)

botani merupakan awal munculnya keragaman atau diversitas genetik (Poespodarsono, 1992).

Persilangan ubikayu dengan tangan mudah dilakukan, karena bunga jantan dan betina terpisah secara jelas dalam satu pohon dan membukanya tidak bersamaan (Poespodarsono, 1992). Persiapan penyerbukan dimulai pada pagi hari sampai tengah hari. Bunga betina sebelum membuka, ditutup kantung kertas untuk mencegah terjadinya penyerbukan silang secara alami. Penyerbukan dengan tangan dilakukan dengan mengetuk – ngetuk secara perlahan bunga jantan.

Persilangan terbuka sering tidak memuaskan, karena banyak tepung sari dari tetua yang tidak diinginkan ikut serta dalam persilangan. Poespodarsono, (1992)

melaporkan bahwa persilangan yang tidak terkendali (termasuk penyerbukan sendiri) menghasilkan keturunan yang rata-rata produksinya tidak mencapai separuh dari tetuanya. Apabila akan dilakukan persilangan terbuka, disarankan agar persilangan dilakukan di antara tetua terseleksi dan ditempatkan pada lokasi yang terisolir.

Persilangan antar spesies (interspesific hybridization) telah pula dilaksanakan pada ubikayu. Sebagian besar spesies dari genus Manihot mudah disilangkan dengan M. esculenta. Persilangan ini telah dicoba sejak tahun 1937 di Afrika Timur dalam upaya mencari varietas tahan terhadap Cassava Mosaic Disease, suatu penyakit virus yang sering menggagalkan penanaman ubikayu di Afrika. Persilangan antara M. esculenta dan M. glaziovii dapat memperoleh varietas tahan, namun produksi dan mutunya masih rendah. Persilangan antar spesies juga dilakukan untuk memperoleh tetua guna hibridisasi, misalnya antara M. esculenta


(25)

17

dengan M. melanobasis dan ternyata dapat memberikan keturunan yang potensial (Poespodarsono, 1992).

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam merakit suatu varietas atau klon adalah :

a. Varietas atau klon harus mempunyai tingkat efisiensi produksi yang baik. Artinya, unit pemasukan (input) harus memberikan pertambahan bagi keluarannya (output).

b. Kebiasaan pola tanam di wilayah yang menggunakan varietas yang akan dihasilkan perlu diperhatikan.

c. Varietas unggul terkait dengan sarana produksi yang diperlukan.

d. Hasil yang diberikan tidak dapat lepas dari peluang pemasarannya (Mangoendidjojo, 2003).

2.3 Seleksi dan Uji Daya Hasil

Seleksi sangat penting artinya dalam pemuliaan, baik untuk membuat/membentuk galur-galur yang akan menjadi varietas atau calon varietas atau untuk

mempertahankan suatu varietas. Seleksi dan pemuliaan ubikayu sudah

dilaksanakan dan dikoordinasi oleh Centro International de Agricultura Tropical (CIAT) (Kawano et al., 1981; Kawano, 2003 ; CIAT, 2005; Perez et al., tanpa tahun).

Prosedur seleksi yang dilaksanakan di CIAT adalah sebagai berikut : Tahun pertama : penanaman biji F1 (single plant)


(26)

Tahun ketiga : pengamatan sifat (single plot) Tahun keempat : uji pendahuluan

Tahun kelima : uji daya hasil tahun pertama Tahun keenam : uji daya hasil tahun kedua

Pada tahun pertama dan kedua dilakukan evaluasi secara subyektif tentang karakter : perkecambahan, pertumbuhan awal, ketahanan terhadap hama dan penyakit, percabangan, panjang ubi dan hasil ubi. Pada tahun ketiga, di samping karakter di atas diamati pula : daya rebah, tinggi tanaman, tinggi titik cabang, daya hidup daun, jumlah ubi, prosentase ubi busuk, jumlah daun, dan kadar pati. Tahun keempat dan selanjutnya pengamatan ditambah dengan karakter :

pembungaan, kemudahan panen, panjang leher ubi, warna kulit ubi, warna daging ubi, bentuk ubi dan kadar HCN (Poespodarsono, 1992).

Menurut Poespodarsono (1992), dalam seleksi ubikayu untuk memperoleh

produksi tinggi perlu diperhatikan faktor lingkungan, indeks luas daun, kepadatan tanaman, ukuran daun, daya hidup daun, jumlah daun, percabangan, indeks panen, dan jumlah ubi. Faktor – faktor ini berkaitan dengan genetik dan fisiologis suatu genotipe yang memungkinkan dapat dicapai produksi ubi ayng optimal.

Seleksi dilakukan dengan memilih tanaman yang memiliki indeks panen tinggi (Nayar et al., 1998). Seleksi dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung (Aina et al., 2007). Indikator utama keunggulan varietas ubikayu adalah daya hasil berupa produksi per tanaman atau per hektar. Indikator utama tidak


(27)

19

selalu mudah dilakukan dalam seleksi, oleh karena itu dilakukan pengamatan variabel lain yang berkorelasi positif dengan bobot ubi per hektar.

Tujuan pengujian adalah untuk memperoleh informasi tentang produktivitas varietas atau klon hasil seleksi pada lingkungan yang berbeda.

Pengujian dilaksanakan pada berbagai lokasi dan tahun. Dari hasil pengujian dapat dievaluasi daya adaptasi suatu klon dan stabilitasnya. Daya adaptasi berkaitan dengan kemampuan klon untuk menunjukkan potensi maksimalnya apabila persyaratan tumbuhnya mendukung. Sedangkan stabilitas berkaitan dengan kemampuan tanaman untuk menunjukkan kestabilan hasilnya pada berbagai macam lingkungan (Poespodarsono,1992).

Uji daya hasil terdiri dari tiga tahap yaitu uji daya hasil pendahuluan (UDHP), uji daya hasil lanjutan (UDHL), dan uji multilokasi (UM). Pada tahap UDHP, jumlah galur yang dievaluasi sangat banyak. Galur yang terpilih dalam UDHP akan diuji dalam UDHL. Pada tanaman kacang-kacangan, UDHL dilakukan dengan

mengevaluasi 15 – 30 galur selama dua musim di berbagai lokasi. Uji multilokasi merupakan pengujian tahap akhir dari rangkaian kegiatan pemuliaan, jumlah galur yang diuji lebih sedikit (10-15 galur) dan diuji pada lokasi dan musim yang lebih banyak daripada UDHL (Utomo, 2009).

Penelitian multilokasi klon-klon harapan ubikayu yang sudah dilakukan (Sundari dan Sholihin, 2005) menyatakan Klon CMM 99023-12, OMM 9906-12, dan CMM 99017-11 lebih sesuai diuji di Punggur, Tegineneng, dan Natar, dengan rata-rata hasil umbi 44,9; 36,6; dan 33,0 t/ha.. Sedangkan klon OMM 9906-19, OMM 9908-4, CMM 99027-35, CMM 99004-2, CMM 99023-4, CMM 99008-3,


(28)

CMM 99027-54, CMM 99029-5 dan CMM 99029-31 sesuai diuji di Menggala, Punggur, Natar, Tegineneng, dan Pekalongan, dengan rata-rata hasil ubi 34,3; 36,7; 35,2; 33,7; 34,0; 29,1; 33,5; 29,7; dan 30,4 t/ha.

Penelitian klon-klon harapan ubikayu pada 2 lingkungan yang berbeda yang sudah dilakukan (Sundari et al., 2008), menyatakan : berdasarkan kriteria hasil dan kadar pati tinggi dipilih empat klon (CMM 03097-14, CMM 03020-2, CMM 03036-7 dan CMM 03002-2) di Kebun Percobaan (KP) Jambegede Malang dan dua klon (CMM 03036-7 dan CMM 03097-11) di KP Muneng Probolinggo. Klon CMM 03036-7 berpenampilan baik di kedua lingkungan.

Hasil Penelitian uji multilokasi klon harapan ubi kayu umur genjah dan sesuai untuk bioetanol dilaksanakan di Propinsi Lampung (Sulusuban dan Pekalongan), Jawa Tengah (Banjarnegara, Magelang, dan Pati), serta Jawa Timur (Lumajang, Malang, dan Blitar) menunjukkan bahwa klon SM 2361 mempunyai rata-rata hasil ubi tertinggi di sembilan lokasi, namun kadar patinya paling rendah. Sedangkan klon unggulan CMM 02048-6, menunjukkan hasil tinggi di lokasi-lokasi tertentu. Keunggulan klon CMM 02048-6 antara lain tahan tungau merah, tanaman tumbuh tidak terlalu tinggi, tidak pahit sehingga sesuai untuk bahan pangan seperti ubi rebus, tape, dan kripik (Balitkabi, 2012).

Penelitian yang sudah dilakukan di Propinsi Lampung (Prokimal), menyatakan bahwa klon CMM 2-8, CMM 38-7, CMM 36-5, CMM 2-2, dan CMM 97-14 menunjukkan karakter agronomi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas standar yaitu Kasetsart (Faroq, 2011).


(29)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Muji Mulyo, Desa Muara Putih, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, dimulai November 2010 sampai September 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah bajak mekanik, meteran, koret, timbangan, golok, cangkul, jangka sorong, kamera digital, mistar dan alat tulis.

Bahan-bahan yang digunakan adalah stek dari 40 klon ubi kayu : CMM 97-6 CMM 36-5, CMM 38-7, CMM 97-14, CMM 20-2, CMM 1-10, CMM 25-27, CMM 2-8, CMM 36-7, CMM 21-7, CMM 2-2, CMM 2-16, CMM 21-26, Bandar Lampung-1, Bandar Lampung-2, Bandar Lampung-4, Bandar lampung-5, Bandar Lampung-1A, Bogor, Melati, UJ-5 A, Adira-4, Mesa, Garuda, Mulyo, Kelenteng, Gayor, UJ-3, UJ-5, Kasetsart Hijau, Kasetsart Putih, Malang-6, TM-90, Duwet-1, Duwet-3, Duwet-3A, Duwet-4, Bendo-1, Bendo-2, dan Bendo-3. Pupuk urea 50


(30)

kg/ha, SP-36 50 kg/ha, KCL 100 kg/ha, plastik es balon, kertas tulis, tali plastik, dan Karton. Galur/klon dan asal galur ditampilkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Klon ubikayu dan asal klon yang digunakan

No. Galur/Klon Sumber/Asal

1. CMM 97-6 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 2. CMM 36-5 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 3. CMM 38-7 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 4. CMM 97-14 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 5. CMM 20-2 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 6. CMM 1-10 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 7. CMM 25-27 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 8. CMM 2-8 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 9. CMM 36-7 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 10. CMM 21-7 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 11. CMM 2-2 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 12. CMM 2-16 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 13. CMM 21-26 Balitkabi, Malang, Jawa Timur 14. Bandar Lampung-1 Bandar Lampung

15. Bandar Lampung-2 Bandar Lampung 16. Bandar Lampung-4 Bandar Lampung 17. Bandar Lampung-5 Bandar Lampung 18. Bandar Lampung-1A Bandar Lampung

19. Bogor Tanjung Bintang, Lampung Selatan 20. Melati Wates, Lampung Tengah

21. UJ-5 A Balitkabi, Malang, Jawa Timur 22. Adira-4 Balitkabi, Malang, Jawa Timur

23. Mesa Lampung Tengah

24. Garuda Natar, Lampung Selatan

25. Mulyo Tulang Bawang, Tulang Bawang 26. Kelenteng Taman Bogo, Lampung Timur 27. Gayor Tanjung Bintang, Lampung Selatan 28. UJ-3 Terbanggi, Lampung Tengah 29. UJ-5 Terbanggi, Lampung Tengah 30. Kasetsart Hijau Tulang Bawang, Tulang Bawang 31. Kasetsart Putih Tulang Bawang, Tulang Bawang 32. Malang-6 Taman Bogo, Lampung Timur

33 TM-90 Taman Bogo, Lampung Timur 34. Duwet-1 Sragen, Jawa Tengah

35. Duwet-3 Sragen, Jawa Tengah 36 Duwet-3A Sragen, Jawa Tengah 37. Duwet-4 Sragen, Jawa Tengah 38. Bendo-1 Sragen, Jawa Tengah 39. Bendo-2 Sragen, Jawa Tengah 40. Bendo-3 Sragen, Jawa Tengah


(31)

23

Dalam penelitian ini digunakan klon UJ-5 dan Thailand UJ-3 sebagai varietas pembanding. Deskripsi klon UJ-5 dan UJ-3 diuraikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Deskripsi ubikayu klon UJ-5 dan UJ-3.

No Deskripsi UJ-5 UJ-3

1 Tahun dilepas : 2000 : 2000

2 Nama daerah asal : Rayong-50 : Rayong-60

3 Asal : Introduksi Thailand : Introduksi Thailand

4 Umur panen : 9 – 10 bulan : 8 – 10 bulan

5 Tinggi tanaman : > 2,5 meter : 2,5 – 3,0 meter

6 Bentuk daun : Menjari : Menjari

7 Warna daun pucuk : Coklat : Hijau muda kekuningan

8 Warna petiole : Hijau muda kekuningan : Kuning kemerahan

9 Warna kulit batang : Hijau perak : Hijau merah kekuningan

10 Warna batang dalam : Kuning : Kuning

11 Warna ubi : Putih : Putih kekuningan

12 Warna kulit ubi : Kuning keputihan : Kuning keputihan

13 Tangkai ubi : Pendek : Pendek

14 Bentuk ubi : Mencengkram : Mencengkram

15 Rasa : Pahit : Pahit

16 Kadar tepung : 19 – 30% : 20 – 27%

17 Kadar air : 60,06% : 60,63%

18 Kadar abu : 0,11% : 0,13%

19 Kadar serat : 0,07% : 0,10%

20 Potensi hasil : 25 – 38 ton/ha : 20 – 35 ton/ha

21 Ketahanan terhadap CBB : Agak tahan : Agak tahan


(32)

3.3 Metode Penelitian

Percobaan terdiri dari 40 perlakuan yaitu genotipe atau klon-klon ubi kayu sebanyak 40 klon. Klon UJ-3 dan UJ-5 digunakan sebagai pembanding.

Percobaan menggunakan rancangan kelompok teracak sempurna yang terdiri dari tiga ulangan. Data kuantitatif dianalisis, homogenitas ragam diuji dengan Uji Bartlett, jika data memenuhi asumsi, maka dilanjutkan dengan analisis ragam. Untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antarperlakuan digunakan uji Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5%. Untuk mengetahui korelasi antarkarakter kuantitatif dilakukan uji korelasi. Data kuantitatif dianalisis menggunakan program statistik SAS V.9.

3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Persiapan Lahan

Pengolahan tanah seluas 1060 m² dilakukan dengan pembajakan menggunakan sapi dua kali pembajakan pada bulan November 2010.

3.4.2 Penanaman

Stek diperoleh dari batang tanaman yang diperoleh dari hasil penelitian

sebelumnya. Batang tanaman dipotong dengan gergaji sepanjang 25 cm. Setelah stek siap, penanaman dilakukan dengan menancapkan stek sedalam 1/3 dari panjang stek ke dalam tanah dengan mata tunas menghadap ke atas. Penanaman stek dilakukan di tengah-tengah guludan. Jarak tanam yang digunakan yaitu 80 x 110 cm, 10 tanaman per petak.


(33)

25

3.4.3 Pemupukan dan pengendalian gulma

Pupuk yang diberikan yaitu Urea 50 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan dalam dua tahap. Pemupukan Tahap I dilakukan pada 30 hari setelah tanam (hst) dengan dosis Urea 25 kg/ha, SP-36 50 kg/ha, dan KCl 50 kg/ha, pemberian dilakukan dengan ditugal 10 cm dari stek. Dosis pemupukan yang ke II adalah Urea 25 kg/ha dan KCl 50 kg/ha, pada umur tanaman 120 hst, dengan cara ditugal pada jarak tanam 40 cm dari stek.

Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada 60 hst.

3.4.5 Pengamatan

Pengambilan sampel 5 tanaman per plot dengan ukuran plot 380 cm x 50 cm. Pengamatan dilakukan pada 240 hari setelah tanam, kecuali jumlah daun diamati pada 300 hari setelah tanam.

Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan pengamatan terhadap komponen pertumbuhan, meliputi :

a. Variabel Kuantitatif 1) Tinggi tanaman

Pengukuran dilakukan dari pangkal pertumbuhan tunas yang muncul dari stek sampai titik tumbuh.

2) Diameter batang

Batang diukur pada ketinggian ½ tinggi tanaman menggunakan jangka sorong. Jika tanaman terdiri atas >1 batang, dilakukan pengukuran pada semua batang dan dilakukan penghitungan rata-rata.


(34)

3) Panjang tangkai daun

Pengukuran dilakukan pada tangkai daun yang terletak di pertengahan batang atas yang memiliki daun (Gambar 1).

Gambar 1. Cara pengukuran panjang daun

4) Panjang daun

Daun yang diukur berada pada posisi pengukuran panjang tangkai. Panjang daun diukur pada bagian tengah lobus (Gambar 2). Dipilih daun yang terletak di pertengahan batang atas yang memiliki daun.

5) Lebar daun

Daun yang diukur berada pada posisi pengukuran panjang tangkai. Lebar daun diukur pada bagian tengah lobus (Gambar 2). Dipilih daun yang terletak di pertengahan batang atas yang memiliki daun.


(35)

27

Gambar 2. Cara pengukuran panjang dan lebar daun

6) Jumlah Tingkat Percabangan

Tingkat percabangan dihitung per sampel tanaman. Jika terdapat tanaman terdiri atas >1 batang, dilakukan penghitungan pada batang yang memiliki jumlah tingkat percabangan terbanyak.

7) Jumlah daun

Daun yang membuka sempurna dihitung per sampel tanaman. 8) Persentase jumlah tanaman bercabang, yaitu :

Jumlah tanaman yang menghasilkan cabang dihitung per plot tanaman kemudian dibagi dengan jumlah tanaman per plot, dikalikan dengan 100%. JTBa = Jumlah tanaman yang bercabang dalam plot X 100%

Jumlah tanaman dalam satu plot 9) Persentase jumlah tanaman berbiji, yaitu :

Jumlah tanaman yang menghasilkan biji dihitung per plot tanaman. JTBi = Jumlah tanaman yang berbiji dalam plot X 100%

Jumlah tanaman dalam satu plot 10) Jumlah lobus daun

Pengukuran jumlah lobus daun dilakukan dengan menghitung daun yang menjari yang mendominasi per tanaman.


(36)

b. Variabel Kualitatif 1) Warna pucuk daun

Pengamatan warna pucuk daun dilakukan dengan melihat warna pucuk daun secara visual mengacu pada Deskriptor Data Karakter Ubikayu (Tabel 27). Contoh warna pucuk dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 3. Warna pucuk klon – klon ubikayu (a). Hijau kecoklatan, (b). Hijau kemerahan, (c). Coklat, (d). Hijau, (e). Coklat muda

2) Warna tangkai daun atas

Pengamatan dilakukan dengan melihat warna tangkai daun bagian atas secara visual mengacu pada Deskriptor Data Karakter Ubikayu (Tabel 27). Contoh warna tangkai daun dapat dilihat pada Gambar 4.


(37)

29

3) Warna tangkai daun bawah

Pengamatan warna tangkai bawah dilakukan dengan melihat warna tangkai daun bawah secara visual mengacu pada Deskriptor Data Karakter Ubikayu (Tabel 27). Contoh warna tangkai daun dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b) (c)

Gambar 4. Warna tangkai daun klon – klon ubikayu (a). Merah, (b). Merah kehijauan, (c). Hijau

4) Warna batang bawah

Pengamatan warna batang bawah dilakukan dengan melihat warna batang bawah secara visual mengacu pada Deskriptor Data Karakter Ubikayu (Tabel 27). Contoh warna batang bawah dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b) (c)

Gambar 5. Warna batang bawah klon – klon ubikayu (a). Merah, (b). Abu – abu, (c). Gading


(38)

5) Warna batang atas

Pengamatan warna batang atas dilakukan dengan melihat warna batang atas secara visual mengacu pada Deskriptor Data Karakter Ubikayu (Tabel 27). Contoh warna batang atas dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 6. Warna batang atas klon-klon ubikayu (a). Gading, (b). Hijau tua, (c). Hijau, (d). Hijau kemerahan


(39)

EVALUASI KARAKTER VEGETATIF KLON – KLON UBIKAYU

(Manihot esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

(Skripsi)

Oleh ALDIANSYAH

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(40)

EVALUASI KARAKTER VEGETATIF KLON-KLON UBIKAYU

(Manihot esculenta Crantz) DI DESA MUARA PUTIH KECAMATAN NATAR LAMPUNG SELATAN

Oleh ALDIANSYAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(41)

Judul Skripsi : Evaluasi Karakter Vegetatif Klon-Klon Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) Di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Nama Mahasiswa : Aldiansyah No. Pokok Mahasiswa : 0854013003 Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc. Ir. Hermanus Suprapto, M.Sc. NIP 196110211985031002 NIP 195205031980031005

2. Ketua Program Studi Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. NIP 196411181989021002


(42)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc.

Sekretaris : Ir. Hermanus Suprapto, M.Sc.

Penguji

bukan Pembimbing : Dr. Ir. Erwin Yuliadi, M.Sc.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 196108261987021001


(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi, pada tanggal 08 November 1990, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Sahirin dan Ibu Aliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Taman Kanak-Kanak di TK Dwi Tunggal Bandar Lampung pada tahun 1996, Sekolah Dasar di SD Negeri 6 Penengahan Tanjung Karang pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP

Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Lanjutan Menengah Atas di SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar

sebagai mahasiswa di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung. Pada Tahun 2012, penulis melaksanakan Praktik Umum di PTPN VII Unit Usaha Rejosari, Lampung Selatan yang berjudul “ Teknik

Pemeliharaan dan Panen Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Natar, Lampung Selatan”.


(44)

MOTTO

“Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka, namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita

tidak melihat pintu lain yang telah terbuka” (Alexander Graham Bell)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib) suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”


(45)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Evaluasi Karakter Vegetatif Klon – Klon Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) Di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Ir. Hermanus Suprapto, M.Sc., selaku Pembimbing Kedua atas bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Erwin Yuliadi, M.Sc., selaku Pembahas Skripsi atas arahan, saran, dan kritik yang berharga bagi penulis.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc., selaku Pembimbing Akademik yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dari awal kuliah hingga sekarang.


(46)

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Mama dan Papa atas semua perhatian, limpahan doa, kesabaran, kasih sayang yang tidak pernah putus dukungannya kepada penulis. Ayukku Laras Sati, S.P., adik-adikku Alex Setiawan, dan Alvin Saputra, dan seluruh keluarga besar penulis atas doa dan dukungan yang telah diberikan.

8. Daniel Simatupang, atas bantuan dan kerjasamanya selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini.

9. Asep, Apri Hutapea, Gimtar, Panji, Setiawan, Sujarman, Ucok, dan Mas Yanto dkk., yang telah membantu menyelesaikan proses panen.

10. Keluarga besar Agroteknologi serta semua orang yang telah membantu selama penulis menempuh studi dan penulisan skripsi ini.

Bandar Lampung, 7 Mei 2012 Penulis


(47)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Cara pengukuran tangkai daun ... 26 2. Cara pengukuran panjang dan lebar daun ... 27

3. Warna pucuk klon – klon ubikayu : a). Hijau kecoklatan, b). Hijau kemerahan, c). Coklat, d). Hijau , e). Coklat muda ... 28 4. Warna tangkai daun klon – klon ubikayu :

a). Merah, b). Merah kehijauan, c). Hijau ... 29

5. Warna batang bawah klon – klon ubikayu : a). Merah, b). Abu-abu , c). Gading ... 29 6. Warna batang atas klon – klon ubikayu :

a). Gading, b). Hijau tua, c). Hijau, d). Hijau kemerahan ... 30 7. Tata letak percobaan ... 76


(48)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan penelitian ... 6

1.3 Landasan teori ... 7

1.4 Kerangka pemikiran ... 9

1.5 Hipotesis ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Botani ubikayu ... 11

2.2 Tahap – tahap perakitan klon unggul ubikayu ... 14

2.3 Seleksi dan uji daya hasil ... 17

III. BAHAN DAN METODE ... 21

3.1 Tempat dan Waktu ... 21

3.2 Alat dan Bahan ... 21

3.3 Metode penelitian ... 24

3.4 Pelaksanaan penelitian ... 24

3.4.1 Persiapan lahan ... 24

3.4.2 Penanaman ... 24

3.4.3 Pemupukan dan pengendalian gulma ... 25


(49)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Hasil ... 31

4.1.1 Warna pada klon – klon ubikayu ... 31

4.1.2 Nilai tengah variabel vegetatif ... 35

4.1.3 Deskripsi variabel vegetatif 10 klon terbaik ... 47

4.1.4 Korelasi ... 52

4.2 Pembahasan ... 57

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2007. Proyek Pengembangan Budi Daya Singkong Varietas Darul Hidayah Sebagai Upaya Meningkatkan Tarap Kehidupan Ekonomi Petani, Sekaligus Mengintip Peluang Pengembangan Bahan Baku Biofuel. http://www.bigcassava.com. Diakses 9 Desember 2011.

Aina, O.O., A.G.O. Dixon dan E.A. Akinrinde. 2007. Trait Association and Path Analysis for Cassava Genotypes in Four Agroecological Zones of Nigeria. J. Biol. Sci. 7 (5) : 759 – 764.

Akparobi, S.O., L.U. Okonmah and E. M. Ilondu. 2007. Comparing Cassava Yields in Wetland and Dryland Zones of NIGERIA. Middle-East J. Sci. Res 2 (3-4) : 120-123.

Allem A.C. 2002. The origins and taxonomy of cassava. hlm 1-16. Di dalam Hillocks RJ, Thresh JM, Bellotti AC, editor. Cassava: Biology, Production and Utilization. New York: CABI Publishing.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. 2012. Deskriptor Data Karakter Ubikayu. Bogor.

http://biogen.litbang.deptan.go.id /plasmanutfah. Diakses 28 April 2012. Balai Penelitian Tanaman Kacang dan Umbi-umbian. 2012. Uji Multilokasi Ubi Kayu Umur Genjah. Malang. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/id/hasil-penelitian-utama/blog/page-2. Diakses 17 April 2012.

BPS. 2011. Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Ubi Kayu Seluruh Provinsi Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0. Diakses 9 Desember 2011.

CIAT. 2005. 1. Description of Cassava as a Crop. Report for the 2005 CCER Project IP3 Output 1-2 : Improving Cassava for the Developing World. http://www.ciat.cgiar.org/. Diakses 11 desember 2008.

Darjanto dan Murjati. 1980. Khasiat, Racun dan Masakan Ketela Pohon. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 84 hlm.


(51)

71

Ekanayake I.J., D.S.O. Osiru, M.C.M. Porto. 1997. Morphology of cassava. http://www.iita.org/cms/details/trn_mat/ir961.html. Diakses 9 Desember 2011.

Eckebil J. P., W. M. Ross, C. O. Gardner, and J. W. Maranville. 1977. Heritability estimates, genetic correlations, and predicted gains from S1 progeny test in three grain sorghum Random-mating Populations. Crop Sci. 17:373-377 Faroq, D.I. 2011. Evaluasi Karakter Agronomi Klon-Klon Ubikayu (Manihot

esculenta Crantz) di Prokimal Lampung Utara. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 95 hlm.

Fauzi, A.R. 2010. Induksi Multiplikasi Tunas Ubi Kayu (Mannihot esculenta Crantz.) var. Adira 2 Secara In Vitro. IPB. Bogor. 67 hlm.

Firmansyah, 2010. Korelasi, Pengaruh Langsung, dan Seleksi Karakter Agronomi Kacang Panjang (Vigna sinensis var sesquipedalis L. Koern) Populasi F4 Keturunan Persilangan Testa Coklat x Xoklat Putih. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 83 hlm.

Grace M.R. 1977. Cassava Processing. Rome: FAO of The United Nations. 166 hlm.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 488 hlm.

Huber D.M. and D.C.Army. 1985. Interaction of Potassium with Plant Diseases. hlm. 467-488. Dalam Munson (ed), Potassium in Agricultural. Am.Soc. Agron. Madison, Wisconsin, USA.

Iglesias C.A. and C. H. Hershey. 1994. Cassava Breeding at CIAT: Heritability Estimates and Genetic Progress in The 1980s. Abstract. ISHS Acta Horticulturae Vol. 380. Symposium on Tropical Root Crops in a Developping Economy. International Society for Horticultural Science. http ://www.actahort.org/books/380/380_23htm. Diakses 16 Desember 2008.

Jennings, D.L. and C.A. Iglesias. 2002. Breeding for crop improvement. hlm. 149-166. In : R.J. Hillocks, J.M. Thresh, and A. C. Belloti (Eds.). Cassava : Biology, Production, and Utilization. CABI Publ., New York, USA. Kasno, A. 1993. Pengembangan Varietas Kacang Tanah. hlm. 31 – 65. Dalam A.

Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (eds.) Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang.

Kawano, K., A. Amaya, P. Daza, and M. Rios. 1978. Factor Affecting efficiency of hibridization and selection in Cassava. Crop Sci. 18: 373 – 376.


(52)

Kawano, K. 1980. Cassava. hlm. 225-233. In : W.R. Fehr and H.H Hadley (Eds.). Hybridization of Crop Plants. CSSA, Madison, Wisconsin, USA.

Kawano, K., C. Tiraporn, S. Tongsri, and Y. Kano. 1981. Efficiency of Yield Selection in Cassava Population Under Different Plant Spacings. Crop Sci. 22:560-564.

Kawano, K. 2003. Thirty Years of Cassava Breeding for Productivity-Biological and Social Factors for Success. Crop Sci. 43: 1325-1335.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar – Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 184 hlm.

Nayar, T.V.R., V.P. Potty, G. Suya, and G. Byju. 1998. Cassava varietal response to low input management. J. Root Crops 24 (2) : 111-117.

Novizan. 2004. Petunjuk Pemupukan yang efektif. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 114 hlm.

Nweke, F.I., S.C.D. Spencer, K.J. Lynam, 2002. The Cassava Transformation. Africa Best Kept Secret. Michigan State University Press, East

Lansing:Michigan. 273 hlm.

Perez. J.C., N. Morante, J. Lopez, J.I. Lenis, G. Jaramillo, H. Ceballos and F. Calle. Tanpa tahun. Advantages of the New Cassava Breeding Scheme at CIAT. www. Danforthcenter.org/media/video/cbnv. Diakses 20 Desember 2008.

Permadi, C., Baihaki, M. H. Karmana, dan T. Warsa, 1993. Korelasi sifat komponen hasil terhadap hasil genotipe-genotipe F1 dan F1 resiprokal lima tetua kacang hijau dalam persilangan dialel. Zuriat 4 (1): 45-49. Poespodarsono, S., 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB

Bekerjasama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB, Bogor. 163 hlm.

Poespodarsono, S.1992. Pemuliaan Ubi Kayu. hlm. 69 – 78. Dalam A. Kasno, M. Dahlan, dan Hasnam (Eds.). Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia Komda Jawa Timur. 27 – 28 Agustus 1991 di Malang Jatim.

Popoola, dan Yangomodou. 2006. Extraction, Properties and Utilization Potentials of Cassava Seed Oil. Biotechnology 5(1):38-41.

Prihandana, R., K., Noerwijati, P.G. Adinurani, D. Setyaningsih, S. Setiadi, dan R. Hendoko, 2007. Bioetanol Ubi Kayu, Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 195 hlm.


(53)

73

Purseglove, J.W. 1974. Tropical Crops Dicotyledons Vol 1 and 2 Combined. The English Language Book Society and Longman. London. 719 hlm.

Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hlm.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2012. Deskripsi Ubikayu Varietas UJ-3 dan UJ-5. http://puslittan.bogor.net/index.php?bawaan= varietas/ varietas_detail&komoditas=05028&id=UJ-3&pg=1&varietas=1. Diakses 17 April 2012.

Putri, S.N., 2009. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Ubikayu (Manihot esculenta) berdasarkan Lokasi Penanaman dan Umur Panen yang Berbeda. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 84 hlm. Rattanachon W., K. Piyachomkwan, K. Sriroth. 2004. Physico Chemical

Properties of Root, Flour and Starch of Bitter and Sweet Cassava

Varieties. http://www.ciat.cgiar.org/biotechnology/cbn/sixth_international meeting/Posters-PDF/PS-5/W_Rattanachon.pdf. Diakses 20 Desember 2011.

Roca,W.M., G. Henry, F. Angel, R. Sarria. 1992. Biotechnology Research Applied to Cassava Improvement at The International Center of Tropical Agriculture (CIAT). AgBiotechnol News inf 4:303N – 308N.

Rostini N., Y. Giametri, S. Amien. 2007. Korelasi Hasil dan Komponen Hasil dengan Kualitas Hasil pada 100 Genotip Nenas (Ananas comusus (L.) Merr.) dari Beberapa Seri Persilangan Generasi F1. Zuriat 17(1) 104-106. Samadi, Budi. 1997. Usaha Tani Kentang. Kanisius. Yogyakarta. 26 hlm.

Saputra, A. 2011. Keragaman, Heritabilitas, dan Kemajuan Seleksi Kacang Panjang (Vigna sinensis var sesquipedalis L. Koern) Populasi F4 Keturunan Persilangan Testa Coklat x Xoklat Putih. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 77 hlm.

Setiawan, D. 1997. Keragaman Susunan Mineral Liat Beberapa Tanah Sumatera Selatan (Buku II). hlm. 33-40. Prosiding Kongres Nasional VI HITI Perhimpunan Ilmu Tanah Indonesia Komda Jawa Barat. 2 – 4 Nopember 1999 di Bandung.

Simatupang, D. 2012. Evaluasi Karakter Generatif Klon – Klon Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) di Desa Muara Putih Natar, Lampung Selatan. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 78 hlm. Soekartawi. 2000. Agroindustri dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Jakarta. PT


(54)

Soetanto, N.E. 2008. Tepung Kasava dan Olahannya. Kanisius. Yogyakarta.81 hlm.

Subandi, Y. Widodo, N. Saleh, dan L. J. Santoso. 2006. Inovasi Teknologi Produksi Ubikayu untuk Agroindustri dan Ketahanan Pangan. Balai

Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. Hlm. 82 – 95.

Suharsono dan M. Yusuf. 2006. Analisa Ragam, Heritabilitas, dan Pendugaan Kemajuan Seleksi Populasi F2 dari Persilangan Kedelai Kultivar Slamet x Nokonsawon. J. Tanaman Tropika 9(2): 86-93.

Sundari, T. dan Sholihin. 2005. Adaptasi dan Stabilitas Hasil Klon-Klon Harapan Ubikayu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacang dan Umbi-umbian.

Malang. Hlm. 219-224.

Sundari, T., Kartika Noerwijati, dan I. Made J. Mejaya. 2008. Hubungan antara Komponen Hasil dan Hasil Umbi Klon Harapan Ubi Kayu. Balai

Penelitian Tanaman Kacang-kacang dan Umbi-umbian. Malang.

http://pangan.litbang.deptan.go.id/index.php?bawaan=publikasi/isi_inform asi &kod=PP29/01&kd=1&id_menu=5&id_submenu=21&id=298.

Diakses 17 April 2012.

Utomo, S.D. 2009. Inovasi Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman dan Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 52 hlm.

Wargiono, J., A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubi Kayu Mendukung Pengembangan Industri Bioethanol. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 18 hlm.

Wikipedia. 2011. Singkong. http://id.wikipedia.org/wiki/Singkong. Diakses 9 Desember 2011.


(55)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Klon Kasetsart hijau dan Kasetsart putih memiliki tinggi, jumlah lobus, lebar

daun dan panjang tangkai yang berbeda nyata dengan klon UJ-3. Klon Bendo-3, CMM 97-6, CMM 25-27 memiliki jumlah daun, jumlah

tingkat percabangan, dan persentase tanaman berbiji yang berbeda nyata

dengan varietas standar. Klon CMM 1-10 dan Garuda memiliki diameter batang yang berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan panjang tangkai berbeda nyata

dengan UJ-3, dan panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5. Klon CMM 20-2 memiliki lebar daun yang berbeda nyata dengan varietas

standar, panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5, panjang tangkai berbeda

nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36 – 7 memiliki panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5,

diameter berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan jumlah

lobus berbeda nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36-5 memiliki jumlah daun berbeda dengan varietas standar,


(56)

persentase tanaman bercabang berbeda dengan UJ-3, persentase tanaman berbiji berbeda dengan UJ-5.

2. Klon CMM 97-6 memiliki bobot ubi per petak 35,85 kg , kadar aci 30,60%, dan indeks panen sebesar 0,62 yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 181, diameter batang sebesar 1,99 cm, jumlah tingkat percabangan sebanyak 2,8, dan persentase tanaman berbiji sebesar 75%. Klon CMM 36-5 memiliki bobot ubi per petak 26,37 kg dan kadar aci

28,13% yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 142,13, diameter batang sebesar 2,14 cm, persentase tanaman bercabang sebesar 80%, dan

persentase tanaman berbiji sebesar 40%. Klon CMM 1-10 memiliki bobot ubi per petak 29,1 kg yang didukung dengan diameter batang sebesar 2,03 cm, tinggi tanaman setinggi 330,27 cm, panjang daun sepanjang 15,27 cm, dan panjang tangkai sepanjang 26,61 cm.

3. Telah dideskripsikan karakter vegetatif 10 klon terbaik berdasarkan karakter generatif yaitu Klon CMM 97-6, CMM 2-16, CMM 21-7, CMM 1-10, CMM 20-2, CMM 38-7, CMM 36-5, Duwet-3, Duwet-1, dan Klenteng.

5.2 Saran

Perlu dilakukan uji daya hasil lanjutan terhadap Klon Kasetsart Hijau, Bendo-3, CMM 97-6, CMM 1-10, CMM 20-2, Garuda, CMM 36 – 7, CMM 25-27, CMM 36-5, dan Kasetsart Putih. Sehingga dapat dirakit varietas baru yang lebih unggul dari varietas yang telah ada.


(1)

Ekanayake I.J., D.S.O. Osiru, M.C.M. Porto. 1997. Morphology of cassava. http://www.iita.org/cms/details/trn_mat/ir961.html. Diakses 9 Desember 2011.

Eckebil J. P., W. M. Ross, C. O. Gardner, and J. W. Maranville. 1977. Heritability estimates, genetic correlations, and predicted gains from S1 progeny test in three grain sorghum Random-mating Populations. Crop Sci. 17:373-377 Faroq, D.I. 2011. Evaluasi Karakter Agronomi Klon-Klon Ubikayu (Manihot

esculenta Crantz) di Prokimal Lampung Utara. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 95 hlm.

Fauzi, A.R. 2010. Induksi Multiplikasi Tunas Ubi Kayu (Mannihot esculenta Crantz.) var. Adira 2 Secara In Vitro. IPB. Bogor. 67 hlm.

Firmansyah, 2010. Korelasi, Pengaruh Langsung, dan Seleksi Karakter Agronomi Kacang Panjang (Vigna sinensis var sesquipedalis L. Koern) Populasi F4 Keturunan Persilangan Testa Coklat x Xoklat Putih. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 83 hlm.

Grace M.R. 1977. Cassava Processing. Rome: FAO of The United Nations. 166 hlm.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 488 hlm.

Huber D.M. and D.C.Army. 1985. Interaction of Potassium with Plant Diseases. hlm. 467-488. Dalam Munson (ed), Potassium in Agricultural. Am.Soc. Agron. Madison, Wisconsin, USA.

Iglesias C.A. and C. H. Hershey. 1994. Cassava Breeding at CIAT: Heritability Estimates and Genetic Progress in The 1980s. Abstract. ISHS Acta Horticulturae Vol. 380. Symposium on Tropical Root Crops in a Developping Economy. International Society for Horticultural Science. http ://www.actahort.org/books/380/380_23htm. Diakses 16 Desember 2008.

Jennings, D.L. and C.A. Iglesias. 2002. Breeding for crop improvement. hlm. 149-166. In : R.J. Hillocks, J.M. Thresh, and A. C. Belloti (Eds.). Cassava : Biology, Production, and Utilization. CABI Publ., New York, USA. Kasno, A. 1993. Pengembangan Varietas Kacang Tanah. hlm. 31 – 65. Dalam A.

Kasno, A. Winarto, dan Sunardi (eds.) Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang.

Kawano, K., A. Amaya, P. Daza, and M. Rios. 1978. Factor Affecting efficiency of hibridization and selection in Cassava. Crop Sci. 18: 373 – 376.


(2)

72

Kawano, K. 1980. Cassava. hlm. 225-233. In : W.R. Fehr and H.H Hadley (Eds.). Hybridization of Crop Plants. CSSA, Madison, Wisconsin, USA.

Kawano, K., C. Tiraporn, S. Tongsri, and Y. Kano. 1981. Efficiency of Yield Selection in Cassava Population Under Different Plant Spacings. Crop Sci. 22:560-564.

Kawano, K. 2003. Thirty Years of Cassava Breeding for Productivity-Biological and Social Factors for Success. Crop Sci. 43: 1325-1335.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar – Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 184 hlm.

Nayar, T.V.R., V.P. Potty, G. Suya, and G. Byju. 1998. Cassava varietal response to low input management. J. Root Crops 24 (2) : 111-117.

Novizan. 2004. Petunjuk Pemupukan yang efektif. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 114 hlm.

Nweke, F.I., S.C.D. Spencer, K.J. Lynam, 2002. The Cassava Transformation. Africa Best Kept Secret. Michigan State University Press, East

Lansing:Michigan. 273 hlm.

Perez. J.C., N. Morante, J. Lopez, J.I. Lenis, G. Jaramillo, H. Ceballos and F. Calle. Tanpa tahun. Advantages of the New Cassava Breeding Scheme at CIAT. www. Danforthcenter.org/media/video/cbnv. Diakses 20 Desember 2008.

Permadi, C., Baihaki, M. H. Karmana, dan T. Warsa, 1993. Korelasi sifat komponen hasil terhadap hasil genotipe-genotipe F1 dan F1 resiprokal lima tetua kacang hijau dalam persilangan dialel. Zuriat 4 (1): 45-49. Poespodarsono, S., 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB

Bekerjasama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB, Bogor. 163 hlm.

Poespodarsono, S.1992. Pemuliaan Ubi Kayu. hlm. 69 – 78. Dalam A. Kasno, M. Dahlan, dan Hasnam (Eds.). Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia Komda Jawa Timur. 27 – 28 Agustus 1991 di Malang Jatim.

Popoola, dan Yangomodou. 2006. Extraction, Properties and Utilization Potentials of Cassava Seed Oil. Biotechnology 5(1):38-41.

Prihandana, R., K., Noerwijati, P.G. Adinurani, D. Setyaningsih, S. Setiadi, dan R. Hendoko, 2007. Bioetanol Ubi Kayu, Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 195 hlm.


(3)

Purseglove, J.W. 1974. Tropical Crops Dicotyledons Vol 1 and 2 Combined. The English Language Book Society and Longman. London. 719 hlm.

Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hlm.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2012. Deskripsi Ubikayu Varietas UJ-3 dan UJ-5. http://puslittan.bogor.net/index.php?bawaan= varietas/ varietas_detail&komoditas=05028&id=UJ-3&pg=1&varietas=1. Diakses 17 April 2012.

Putri, S.N., 2009. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Ubikayu (Manihot esculenta) berdasarkan Lokasi Penanaman dan Umur Panen yang Berbeda. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 84 hlm. Rattanachon W., K. Piyachomkwan, K. Sriroth. 2004. Physico Chemical

Properties of Root, Flour and Starch of Bitter and Sweet Cassava

Varieties. http://www.ciat.cgiar.org/biotechnology/cbn/sixth_international meeting/Posters-PDF/PS-5/W_Rattanachon.pdf. Diakses 20 Desember 2011.

Roca,W.M., G. Henry, F. Angel, R. Sarria. 1992. Biotechnology Research Applied to Cassava Improvement at The International Center of Tropical Agriculture (CIAT). AgBiotechnol News inf 4:303N – 308N.

Rostini N., Y. Giametri, S. Amien. 2007. Korelasi Hasil dan Komponen Hasil dengan Kualitas Hasil pada 100 Genotip Nenas (Ananas comusus (L.) Merr.) dari Beberapa Seri Persilangan Generasi F1. Zuriat 17(1) 104-106. Samadi, Budi. 1997. Usaha Tani Kentang. Kanisius. Yogyakarta. 26 hlm.

Saputra, A. 2011. Keragaman, Heritabilitas, dan Kemajuan Seleksi Kacang Panjang (Vigna sinensis var sesquipedalis L. Koern) Populasi F4 Keturunan Persilangan Testa Coklat x Xoklat Putih. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 77 hlm.

Setiawan, D. 1997. Keragaman Susunan Mineral Liat Beberapa Tanah Sumatera Selatan (Buku II). hlm. 33-40. Prosiding Kongres Nasional VI HITI Perhimpunan Ilmu Tanah Indonesia Komda Jawa Barat. 2 – 4 Nopember 1999 di Bandung.

Simatupang, D. 2012. Evaluasi Karakter Generatif Klon – Klon Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) di Desa Muara Putih Natar, Lampung Selatan. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 78 hlm. Soekartawi. 2000. Agroindustri dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Jakarta. PT


(4)

74

Soetanto, N.E. 2008. Tepung Kasava dan Olahannya. Kanisius. Yogyakarta.81 hlm.

Subandi, Y. Widodo, N. Saleh, dan L. J. Santoso. 2006. Inovasi Teknologi Produksi Ubikayu untuk Agroindustri dan Ketahanan Pangan. Balai

Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. Hlm. 82 – 95.

Suharsono dan M. Yusuf. 2006. Analisa Ragam, Heritabilitas, dan Pendugaan Kemajuan Seleksi Populasi F2 dari Persilangan Kedelai Kultivar Slamet x Nokonsawon. J. Tanaman Tropika 9(2): 86-93.

Sundari, T. dan Sholihin. 2005. Adaptasi dan Stabilitas Hasil Klon-Klon Harapan Ubikayu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacang dan Umbi-umbian.

Malang. Hlm. 219-224.

Sundari, T., Kartika Noerwijati, dan I. Made J. Mejaya. 2008. Hubungan antara Komponen Hasil dan Hasil Umbi Klon Harapan Ubi Kayu. Balai

Penelitian Tanaman Kacang-kacang dan Umbi-umbian. Malang.

http://pangan.litbang.deptan.go.id/index.php?bawaan=publikasi/isi_inform asi &kod=PP29/01&kd=1&id_menu=5&id_submenu=21&id=298.

Diakses 17 April 2012.

Utomo, S.D. 2009. Inovasi Bioteknologi dalam Pemuliaan Tanaman dan Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 52 hlm.

Wargiono, J., A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubi Kayu Mendukung Pengembangan Industri Bioethanol. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 18 hlm.

Wikipedia. 2011. Singkong. http://id.wikipedia.org/wiki/Singkong. Diakses 9 Desember 2011.


(5)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Klon Kasetsart hijau dan Kasetsart putih memiliki tinggi, jumlah lobus, lebar

daun dan panjang tangkai yang berbeda nyata dengan klon UJ-3. Klon Bendo-3, CMM 97-6, CMM 25-27 memiliki jumlah daun, jumlah

tingkat percabangan, dan persentase tanaman berbiji yang berbeda nyata

dengan varietas standar. Klon CMM 1-10 dan Garuda memiliki diameter batang yang berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan panjang tangkai berbeda nyata

dengan UJ-3, dan panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5. Klon CMM 20-2 memiliki lebar daun yang berbeda nyata dengan varietas

standar, panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5, panjang tangkai berbeda

nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36 – 7 memiliki panjang daun berbeda nyata dengan UJ-5,

diameter berbeda nyata dengan varietas standar, tinggi tanaman dan jumlah

lobus berbeda nyata dengan UJ-3. Klon CMM 36-5 memiliki jumlah daun berbeda dengan varietas standar,


(6)

69

persentase tanaman bercabang berbeda dengan UJ-3, persentase tanaman berbiji berbeda dengan UJ-5.

2. Klon CMM 97-6 memiliki bobot ubi per petak 35,85 kg , kadar aci 30,60%, dan indeks panen sebesar 0,62 yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 181, diameter batang sebesar 1,99 cm, jumlah tingkat percabangan sebanyak 2,8, dan persentase tanaman berbiji sebesar 75%. Klon CMM 36-5 memiliki bobot ubi per petak 26,37 kg dan kadar aci

28,13% yang didukung dengan jumlah daun sebanyak 142,13, diameter batang sebesar 2,14 cm, persentase tanaman bercabang sebesar 80%, dan

persentase tanaman berbiji sebesar 40%. Klon CMM 1-10 memiliki bobot ubi per petak 29,1 kg yang didukung dengan diameter batang sebesar 2,03 cm, tinggi tanaman setinggi 330,27 cm, panjang daun sepanjang 15,27 cm, dan panjang tangkai sepanjang 26,61 cm.

3. Telah dideskripsikan karakter vegetatif 10 klon terbaik berdasarkan karakter generatif yaitu Klon CMM 97-6, CMM 2-16, CMM 21-7, CMM 1-10, CMM 20-2, CMM 38-7, CMM 36-5, Duwet-3, Duwet-1, dan Klenteng.

5.2 Saran

Perlu dilakukan uji daya hasil lanjutan terhadap Klon Kasetsart Hijau, Bendo-3, CMM 97-6, CMM 1-10, CMM 20-2, Garuda, CMM 36 – 7, CMM 25-27, CMM 36-5, dan Kasetsart Putih. Sehingga dapat dirakit varietas baru yang lebih unggul dari varietas yang telah ada.