Sosiologi

BAB 1 Pendahuluan A. Pengantar Sosiologi merupakan suatu ilmu yang masih muda, walau telah

  mengalami perkembangan yang cukup lama. Sejak manusia mengenal kebudayaan dan peradaban, masyarakat manusia sebagai proses pergaulan hidup telah menarik perhatian. Awal mulanya , orang-orang yang meninjau masyarakat hanya tertarik pada masalah-masalah yang menarik perhatian umum, seperti kejahatan , perang , kekuasaan golongan yang berkuasa, keagamaan, dan lain sebagainya. Dari pemikiran serta penilaian yang demikian itu, orang kemudian meningkat pada filsafat kemasyarakatan , di mana orang menguraikan harapan-harapan tentang susunan serta kehidupan masyarakat yang diingini atau yang ideal.

  B. Ilmu Pengetahuan dan Sosiologi

  1. Apakah Ilmu Pengetahuan ( Science) ? Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang sadar. Kesadaran manusia itu dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berpikir, berkehendak, dan merasa. Dengan pikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan; dengan kehendaknya manusia mengarahkan perilakunya; dan dengan perasaannya manusia dapat mencapai kesenangan. Sarana untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan logika, sedangkan sarana-sarana untuk memelihara serta meningkatkan pola perilaku dan mutu kesenian, disebut etika dan estetika.

  Apakah sosiologi benar-benar merupakan suatu ilmu pengetahuan ? Sejak mulakala , para pelopor sosiologi menganggapnya demikian tetapi apakah anggapan tadi benar ? Persoalan tersebut mungkin dapat diselesaikan terlebih dahulu berusaha merumuskan apakah yang dimaksudkan dengan ilmu pengetahuan (science). Secara pendek dapatlah dikatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan ( knowledge ) yang tersusun sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, yang selalu dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol ) dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahuinya. Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil kepercayaan , takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru. Secara Umum dan konvensional dikenal adanya empat kelompok ilmu pengetahuan yaitu masing-masing : a. Ilmu Matematika;

  b. Ilmu Pengetahuan Alam, yaitu kelompok ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam baik yang hayati (life sciences) maupun yang tidak hayati (fisika);

  c. Ilmu tentang perilaku (behavioral sciences) yang di satu pihak menyoroti perilaku hewan, dan di lain pihak menyoroti perilaku manusia (human behavior), yang terakhir ini sering kali dinamakan ilmu-ilmu social yang mencakup berbagai ilmu pengetahuan yang masing-masing menyoroti sesuatu bidang di dalam kehidupan masyarakat.

  d. Ilmu pengetahuan kerohanian, yang merupakan kelompok ilmu pengetahuan yang mempelajari perwujudan spiritual kehidupan bersama manusia.

  2. Ilmu-ilmu Sosial dan Sosiologi Ilmu-ilmu social dinamakan demikian karena ilmu-ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehidupan bersama sebagai objek yang dipelajarinya. Ilmu-ilmu social belum mempunyai kaidah- kaidah dan dalil-dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat, yang juga disebabkan karena objeknya bukan manusia. Ciri-ciri utama sosiologi adalah sebagai berikut :

  a. Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.

  b. Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.

  Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga menjadi teori.

  c. Sosiologi bersifat kumulatif, yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama.

  d. Sosiologi bersifat nonetis, yakni yang dipersoalkan bukanlah baik-buruknya fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analisis. Manfaat ilmu-ilmu social dan hubungan antara ilmu-ilmu social dengan sosiologi, yaitu : a. Adanya suatu terminologi umum yang menyeragamkan berbagai disiplin perilaku; b. Suatu tekhnik penelitian terhadap organisasi-organisasi yang besar dan kompleks; c. Suatu pendekatan sintetis yang meniadakan analis fragmentaris dalam rangka hubungan internal antara bagian-bagian yang tidak dapat diteliti di luar konteks yang menyeluruh;

  d. Suatu sudut pandang yang memungkinkan analisis terhadap masalah-masalah sosiologi dasar ; e. Penelitian yang lebih banyak tertuju pada hubungan dari bagian- bagian; dengan tekanan pada proses dan kemungkinan terjadinya perubahan.

  f. Kemungkinan mengadakan penelitian secara operatif dan objektif terhadap sistem perilaku yang berorientasi pada tujuan atau didasarkan pada tujuan, proses kognitif-simbolis, kesadaran diri dan social, tahap-tahap keadaan darurat secara social- budaya, dan seterusnya.

  3. Definisi Sosiologi dan Sifat Hakikatnya.

  Beberapa definisi sosiologi sebagai berikut.

  a. Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:

  1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral,hukum dengan ekonomi,gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya.

  2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala social dengan gejala-gejala nonsosial (misalnya gejala geografis,biologis,dan sebagainya); 3. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala social.

  Sifat-sifat hakikat sosiologi :

  a. Sosiologi merupakan suatu ilmu social dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan kerohanian.

  b. Sosiologi merupakan disiplin yang normative tetapi merupakan suatu disiplin yang kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan mengenai apa yang terjadi atau seharusnya terjadi.

  c. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science). d. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang kongkret.

  e. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian- pengertian dan pola-pola umum.

  f. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional.

  g. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang khusus.

  4. Objek Sosiologi Sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu social lainnya, objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Agak sukar untuk memberikan suatu batasan tentang masyarakat karena istilah masyarakat terlalu banyak mencakup berbagai factor sehingga kalaupun diberikan suatu definisi yang berusaha mencakup keseluruhannya, masih ada juga yang tidak memenuhi unsur- unsurnya.

  Gambaran Ringkas tentang Sejarah Teori-teori Sosiologi

  1. Apakah Teori ? Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua factor atau lebih , atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris. Kegunaan teori sosiologi

  a. Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar hal- hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang dipelajari sosiologi.

  b. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.

  c. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi.

  d. Suatu teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mempekembangkan definisi-definisi yang penting untuk penelitian.

  e. Pengetahuan teoritis memberikan kemungkinan- kemungkinan untuk mengadakan proyeksi social, yatu usaha untuk dapat mengetahui ke arah mana masyarakat akan berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini.

  2. Perhatian terhadap masyarakat sebelum Comte Masa Auguste Comte dipakai sebagai patokan karena sebagaimana dinyatakn di muka Comte yang pertama kali memakai istilah atau pengertian sosiologi. Sosiologi dapatlah dikatakan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang relative muda usianya karena baru mengalami perkembangan sejak masanya Comte tersebut. Akan tetapi, di lain pihak, perhatian-perhatian serta pikiran- pikiran terhadap masyarakat manusia telah dimulai jauh sebelum masa Comte. Seorang filsuf Barat yang untuk pertama kalinya menelaan masyarakat secara sistematis adalah Plato (429- 347 SM), seorang filsuf Romawi. Sebetulnya Plato bermaksud untuk merumuskan suatu teori tentang bentuk negara yang dicita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem social yang ada pada zamannya. Aristoteles (384-322 SM) mengikuti sistem analisis secara organis dari Plato . Di dalam bukunya Politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam terhadap lembaga- lembaga politik dalam masyarakat.

  Pada akhir abad pertengahan muncul ahli filsafat Arab, Ibn Khaldun (1332-1406) yang mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian social dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Pada zaman Renaissance (1200-1600),tercatat nama- nama seperti Thomas More dengan Utopia-nya dan Campanella yang menulis City of The Sun. Abad ke-17 ditandai dengan munculnya tulisan Hobbes (1588-1679) yang berjudul The Leviathan. Inti ajarannya diilhami oleh hukum alam, fisika, dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis sehingga manusia selalu saling berkelahi.

  3. Sosiologi Auguste Comte (1798-1853) Auguste Comte yang pertama-tama memakai istilah “sosiologi” adalah orang pertama yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Dia menyusun suatu sistematika dari filsafat sejarah dalam kerangka tahap-tahap pemikiran yang berbeda-beda. Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakannya tahap teologis atau fiktif, yaitu suatu tahap di mana manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang dikendalikan roh dewa-dewa atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal yang menonjol dari sistematika Comte adalah penilaiannya terhadap sosiologi, yang merupakan ilmu pengetahuan paling kompleks, dan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan pesat sekali.

  4. Teori-teori Sosiologi Sesudah Comte

  a. Mazhab Geografi dan Lingkungan Ajaran-ajaran atau teori-teori yang masuk dalam mazhab ini telah lama berkembang. Dengan kata lain, jarang sekali terjadi bahwa para ahli pemikir menguraikan masyarakat manusia terlepas dari tanah atau lingkungan di mana masyarakat tadi berada. Masyarakat hanya mungkin timbul dan berkembang apabila ada tempat berpijak dan tempat hidup bagi masyarakat tersebut. Pentingnya mazhab ini adalah bahwa ajaran-ajaran atau teori-teori mengubungkan factor keadaan alam dengan factor-faktor struktur serta organisasi social. Ajaran dan teorinya mengungkapkan adanya korelasi antara tempat tinggal dengan adanya aneka ragam karakteristik antara tempat tinggal dengan adanya aneka ragam karakteristik kehidupan social suatu masyarakat.

  b. Mazhab Organis dan Evolusioner Ajaran-ajaran serta teori-teori bidang biologi, dalam arti luas, banyak memengaruhi teori-teori sosiologi.

  Herbert Spencer adalah orang yang pertama-tama menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang kongkret yang secara sadar maupun tidak sadar diikuti oleh para sosiologi sesudah dia. Suatu organisme, menurut Spencer, akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan dengan adanya differensiasi antara bagian-bagiannya.

  c. Mazhab Formal Menurut Simmel, elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut. Menurut Simmel, seseorang menjadi warga masyarakat untuk mengalami proses individualisasi dan sosialisasi.

  Leopold von Wiese (1876-1961) berpendapat bahwa sosiologi harus memusatkan perhatian pada hubungan- hubungan antarmanusia tanpa mengaitkannya dengan tujuan-tujuan maupun kaidah-kaidah. Itulah prakondisi suatu masyarakat yang hanya dapat berkembang penuh dalam kehidupan berkelompok atau dalam masyarakat setempat (community).

  d. Mazhab Psikologi Diantara sosiolog-sosiolog yang mendasarkan teorinya pada psikologi adalah Gabriel Tarde (1843-1904) dari Prancis. Dia mulai dengan suatu dugaan atau pandangan awal bahwa gejala social mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, di mana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan- kepercayaan dan keinginan-keinginan.

  e. Mazhab Ekonomi Marx telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan di mana ada keadilan social.

  f. Mazhab Hukum Di dalam sorotannya terhadap masyarakat. Durkheim menaruh perhatian yang besar terhadap hukum yang dihubungkannya dengan jenis-jenis solidaritas yang terdapat di dalam masyarakat. Hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat-ringannya tergantung pada sifat pelannggaran, anggapan-anggapan, serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suatu tindakan. Pada dasarnya terdapat dua jenis cara kerja atau metode , yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak, walaupun bahan- bahan tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode kualitatif termasuk metode historis dan metode komparatif, keduanya dikombinasikan menjadi historis-komparatif. Metode historis menggunakan analisis atas peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum. Metode komparatif mementingkan perbandingan antara bermacam- macam masyarakat beserta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan serta sebab- sebabnya. Metode studi kasus (case study) bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya salah satu gejala nyata dalam kehidupan masyarakat. Metode kuantitatif mengutamakan bahan- bahan keterangan dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks , table , dan formula-formula yang semuanya mempergunakan ilmu pasti atau matematika. Di samping metode-metode di atas, metode-metode sosiologi lainnya didasarkan pada penjenisan antara metode induktif yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam lapangan yang lebih luas, dan metode deduktif yang mempergunakan proses sebaliknya, yaitu mulai dengan kaidah-kaidah yang dianggap berlaku umum untuk kemudian dipelajari dalam keadaan yang khusus.

  D. Mazhab-mazhab dan Spesialisasi dalam Sosiologi Sudah menjadi sifat ilmu pengetahuan bahwa apabila teori-teori dalam ilmu penhetahuan tersebut meningkat semakin dalam dan tinggi, maka akan timbul spesialisasi-spesialisasi ilmu pengetahuan. Di dalam perkembangan ilmu sosiologi tampak kecenderungan bahwa ilmu tersebut di dalam taraf pertama dapat dibeda-bedakan menurut metode yang dipergunakan untuk meneropong masyarakat. Dengan demikian, seolah-olah timbul berbagai mazhab yang berbeda dalam dasar dan metode ilmiahnya, yang telah dijelaskan di muka. Sosiologi yang relative modern bukan lagi mengadakan pembedaan yang demikian, tetapi karena metode-metode ilmiah untuk mempelajari berbagai persoalan sosiologis makin jelas dan bertambah baik, metode-metode itu kemudian dipraktikkan untuk membahs berbagai masalah khusus dalam masyarakat. Pitirim Sorokin di dalam bukunya yang berjudul Contemporu Sociological Theories mengklasifikasi mazhab-mazhab sosiologi dengan cabang-cabangnya berikut ini yang agak berbeda dengan penggolongan di muka.

  1. Mechanistic school Social mechanics Social physics Social energitics Mathematical Sociology of Pareto

  2. Synthetic and Geographic School of Le Play

  3. Geographical School

  4. Biological School Bio-organismic branch Racialist, Hereditarist and Slectionist branch Sosiological Darwinism and Stuggle for Existence the theories

  5. Bio-Social School

  6. Bio-Psychological School

  7. Sociologistic School Neo-positivist branch Durkheim’s branch Gumplowilz’s branch Formal Sociology Economic interpretation of history

  8. Psychological School Behaviorists Instinctivist Introspectivists of various types

  9. Psycho-Sociologistic School Various interpretations of social phenomena in terms of culture,religion,law,public opinion,folkways,and other “psychosocial factors”. Experimental studies, of a correlation between various psychosocial phenomena.

  E. Perkembangan Sosiologi di Indonesia Walau pada hakikatnya para pujangga dan pemimpin Indonesia belum pernah mempelajari teori-teori formal sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, banyak di antara mereka yang telah memasukkan unsur- unsur sosiologi ke dalam ajaran-ajarannya. Ajaran Wulang Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari Surakarta antara lain mangajarkan tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek sosiologi, terutama dalam bidang hubungan antargolongan. Almarhum Ki Hadjar Dewantoro, pelopor utama yang meletakkan dasar-dasar bagi pendidikan nasional di Indonesia, memberikan sumbangan yang sangat banyak pada sosiologi dengan konsep-konsepnya mengenai kepemimpinan dan kekeluargaan Indonesia yang dengan nyata dipraktikkan dalam organisasi pendidikan Taman Siswa. Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta pada waktu itu merupakan satu- satunya lembaga perguruan tinggi yang sebelum perang dunia kedua memberikan kuliah-kuliah sosiologi di Indonesia. Di sini pun ilmu pengetahuan tersebut hanyalah dimaksudkan sebagai pelengkap bagi mata pelajaran ilmu hukum. Pada tahun-tahun 1934/1935 kuliah-kuliah sosiologi pada Sekolah Tinggi Hukum tersebut justru ditiadakan karena pada waktu itu para guru besar yang memegang tanggung jawab dalam menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan masyarakat beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dalam hubungan dengan pelajaran hukum. Di dalam tingkat perkembangan sosiologi yang demikian itu, di mana teori yang diutamakan sedangkan ilmunya belum dianggap penting untuk dipelajari tersendiri, tidak dapat diharapkan berkembangnya penelitian sosiologis yang mencoba menemukan kenyataan-kenyataan sosiologi dalam masyarakat Indonesia.

  2. Perkembangan Sosiologi Sesudah Perang Dunia Kedua Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, seorang sarjana Indonesia, yaitu Soenario Kolopaking, untuk pertama kalinya memeberi kuliah sosiologi (1948) pada Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta (akademi tersebut kemudian dilebur ke dalam Universitas Negeri Gdjah Mada, yang kemudian menjadi Fakultas Sosial dan Politik). Beliau memberikan kuliah-kuliah di dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut merupakan suatu kejadian baru karena sebelum Perang Dunia Kedua, semua kuliah pada perguruan-perguruan tinggi diberikan dalam bahasa Belanda. Pada Akadem Ilmu Politik tersebut sosiologi juga dikuliahkan sebagai ilmu pengetahuan tersebut sukar sekali untuk mencetuskan keinginan pada para sarjana, untuk memperdalam, kemudian mengembangkan sosiologi. Dengan dibukanya kesempatan bagi para sarjana dan mahasiswa Indonesia untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, mulailah ada beberapa orang Indonesia yang memperdalam pengetahuannya tentang sosiologi, bahkan ada diantaranya yang mempelajari sosiologi secara khusus. Buku sosiologi dalam bahasa Indonesia mulai diterbitkan sejak satu tahun setelah pecahnya revolusi fisik, yaitu Sosiologi Indonesia oleh Djody Gondokusumo yang memuat beberapa pengertian elementer dari sosiologi yang teoritis dan bersifat sebagai filsafat. Tahun 1950, setelah usai revolusi fisik , menyusullah suatu buku Sosiologi yang diterbitkan oleh Bardosono, yang sebenarnya merupakan sebuah diktat yang ditulis seorang mahasiswa yang mengikuti kuliah-kuliah sosiologi dari seorang guru besar yang tak disebutkan namanya dalam buku tersebut. Selanjutnya dapatlah dikemukakan buku karangan Hasan Shadily dengan judul Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia yang merupakan buku pelajaran pertama di dalam bahasa Indonesia yang memuat bahan-bahan sosiologi yang modern. Para pengajar yang mengikuti ajaran sosiologi teoretis filosofis lebih banyak mempergunakan terjemahan buku-bukunya P.J. Bouman, yaitu Algmene Maatschappijleer dan Sociologie, bergrippen en problemen serta buku Lysen yang berjudul Individu en Maarschappij. Buku lain yang lebih luas, tetapi uraian mengenai pengertian-pengertian pokonya luring sistematis adalah buku pelajaran sosiologi yang berjudul Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas yang merupakan hasil karya Mayor Polak, seorang warga negara Indonesia bekas anggota Pangreh Praja Belanda, yang telah mendapat pelajaran sosiologi sebelum Perang Dunia Kedua pada Universitas Leiden di negeri Belanda. Sesuai dengan taraf permulaan dalam perkembangan ilmu sosiologi dewasa ini di Indonesia, adanya buku-buku berbahasa Indonesia dalam bidang tersebut masih bersifat sebagai buku pelajaran untuk menolong para mahasiswa di dalam pelajarannya tentang asas-asas serta persoalan-persoalan dari ilmu pengetahuan itu. Sepanjang pengetahuan, kecuali buku Mayor Polak, pada dewasa ini buku lain dalam bahasa Indonesia mengenai masalah-masalah sosiologi khusus adalah Sosiologi Hukum oleh Satjipto Rahardjo, Soerjono Soekanto, dan lain-lain, serta juga Sosiologi kota oleh N. Daldjoeni, dan seterusnya. Dapat disebutkan pula buku-buku sosiologi lain yang dikarang oleh orang Indonesia, yaitu buku Social Changes in Yogyakarta, yang merupakan hasil karya Selo Soemardjan yang terbit dalam tahun 1962. Buku yang ditulis dalam bahasa Inggris itu merupakan disertasi penulis untuk mendapatkan gelar doctor pada Cornell University, Amerika Serikat. Bersama Soelaman Soemardi, pengarang yang sama telah

menghimpun bagian-bagian terpenting dari beberapa text-book ilmu sosiologi dalam bahasa Inggris yang disertai dengan pengantar ringkas dalam bahasa Indonesia. Buku yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi itu diterbitkan pada 1964 dan dipakai sebagai bacaan wajib pada beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta. Pada dewasa ini telah ada sejumlah Universitas Negeri yang mempunyai Fakultas Sosial dan Politik atau Fakultas Ilmu Sosial di mana sosiologi dikuliahkan sampai tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat persiapan. Namun, belum ada universitas yang mempunyai fakultas tersendiri khusus untuk sosiologi.

BAB II PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL A. PENGANTAR Para sosiologi memandang betapa pentingnya pengetahuan tentang

  proses social, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama manusia. Bahkan Tamotsu Shibutani menyatakan bahwa sosiologi mempelajari transaksi-transaksi social yang mencakup usaha-usaha bekerja sama antara para pihak karena semua kegiatan manusia didasarkan pada gotong-royong.

  B. Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial Bentuk umum proses social adalah interaksi social (yang juga dapat dinamakan proses social) karena interaksi social merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas social. Bentuk lain proses social hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi social. Interaksi social merupakan hubungan-hubungan social yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi social dimulai pada saat itu.

  C. Syarat-syarat terjadinya interaksi social Suatu interaksi social tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :

  1. Adanya kontak social

  2. Adanya komunikasi Kontak social dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.

  1. Antara orang-perorangan

  2. Antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya.

  3. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

  Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan- perasaan suatu kelompok manusia atau orang-perseorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya.

  D. Kehidupan yang Terasing Kehidupan terasing dapat disebabkan karena secara badaniah seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang lainnya. Padahal, seperti diketahui, perkembangan jiwa seseorang banyak banyak ditentukan oleh pergaulannya dengan orang-orang lain.

  E. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

  1. Proses-proses yang Asosiatif

  a. Kerja Sama (Coorperation) Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang berguna.

  b. Akomodasi (Accomodation)

  g. Stalemate merupakan suatu akomodasi, di mana pihak- pihak yang bertentangan karena mempenyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.

  d. Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah.

  c. Kordinasi berbagai kepribadian yang berbeda

  b. Menekan oposisi

  a. Akomodasi, dan Integrasi Masyarakat

  3. Hasil-hasil Akomodasi

  h. Adjudication, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

  f. Toleration, merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.

  1. Pengertian Akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untu meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.

  e. Conciliation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.

  d. Mediation hampai menyerupai arbitration. Pada mediation diundanglah pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada.

  c. Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.

  b. Compromise adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.

  a. Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan.

  2. Bentuk-bentuk Akomodasi

  e. Perubahan-perubahan dalam kedudukan f. Akomodasi membuka jalan kea rah asimilasi

  2. Proses Disosiatif Sering disebut sebagai oppositional processes, yang persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem social masyarakat bersangkutan.

  Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahuan, oposisi atau proses- proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.

  a. Persaingan (Competition) Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses social, di mana individu atau kelompok manusia yang bersaingan mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian public atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

  b. Kontravensi (Contravention) Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses social yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses social di mana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan. Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal- hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan materiil daripada kehormatan, misalnya, mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan materiil akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertical.

  B. Terjadinya Lapisan Masyarakat Adanya sistem lapisan masyarkat dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu.

  Akan tetapi, ada pula yang dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur,sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat , dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu.

  C. Sifat Sistem Lapisan Masyarakat Sifat sistem lapisan di dalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closed social stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem lapisan yang bersifat tertutup membatasi kemungkinan pindahnya sesorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas atau ke bawah. Sebaliknya di dalam sistem terbuka, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan.

  D. Kelas-kelas dalam masyarakat (Social Classes) Di dalam uraian tentang teori lapisan, senantiasa dijumpai istilah kelas. Seperti yang sering terjadi dengan beberapa istilah lain dalam sosiologi, istilah kelas juga tidak selalu mempunyai arti yang sama, walaupun pada hakikatnya mewujudkan sistem kedudukan-kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Penjumlahan kelas-kelas dalam masyarakat disebut class-system. Artinya, semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukan mereka itu diketahui dan diakui oleh masyarakat umum. Dengan demikian, pengertian kelas parallel dengan pengertian lapisan tanpa membedakan apakah dasar lapisan itu factor uang-tang,kekuasaan,atau dasar lainnya.

  E. Dasar Lapisan Masyarakat Ukuran-ukuran yang biasa dipakai untuk menggolong- golongkan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan adalah :

  1. Ukuran kekayaan (materiil) Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam lapisan teratas.

  2. Ukuran kekuasaan Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar menempati lapisan atasan.

  3. Ukuran kehormatan Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan/atau kekuasaan.

  4. Ukuran ilmu pengetahuan Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.

  F. Unsur-unsur Lapisan Masyarakat

  1. Kedudukan (Status) Kadang-kadang dibedakan antara pnegertian kedudukan (Status) dengan kedudukan social (social status). Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok social.

  2. Peranan (Role) Peranan (Role) merupakan aspek dinamis kedudukan (Status). Apabila sesorang melaksanankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan.

  G. Lapisan yang Sengaja Disusun Di muka telah diterangkan bahwa ada lapisan yang sengaja disusun, dalam suatu organisasi formal oleh mereka yang berwenang untuk itu. Menurut Chester I. Barnard, membahas sistem lapisan yang sengaja disusun dalam organisasi-organisasi formal untuk mengejar suatu tujuan tertentu. Sistem kedudukan dalam organisasi- organisasi formal timbul karena perbedaan-perbedaan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan individu. Sistem pembagian kekuasaan dan wewenang dalam organisasi- organisasi tersebut dibedakan ke dalam :

  1. Sistem fungsional yang merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat; dan

  2. Sistem skalar yang merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga kedudukan dari bawah ke atas.

  H. Mobilitas Sosial

  1. Pengertian Umum dan Jenis-jenis Gerak Sosial Gerak social atau social mobility adalah suatu gerak dalam struktur social (Social structure) yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok social. Struktur social mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya.

  2. Tujuan Penelitian Gerak Sosial Para sosiolog meneliti gerak social untuk mendapat keterangan-keterangan perihal keteraturan dan keluwesan struktur social. Para sosiolog mempunyai perhatian yang khusus terhadap kesulitan-kesulitan yang secara relative dialami oleh individu-individu dan kelompok-kelompok social dalam mendapatkan kedudukan yang terpandang oleh masyarkat dan yang merupakan objek dari suatu persaingan.

  3. Beberapan prinsip umum gerak social yang vertical Gerak social vertical adalah sebagai berikut :

  1. Hampir tak ada masyarakat yang sifat sistem lapisannya mutlak tertutup, di mana sama sekali tak ada gerak social yang vertical.

  2. Betapapun terbuknya sistem lapisan dalam suatu masyarkat, tak mungkin gerak social yang vertical dilakukan dengan sebebas-bebasnya.

  3. Gerak social vertical yang umum berlaku bagi semua masyarakat tak ada.

  4. Laju gerak social vertical yang disebabkan oleh factor-faktor ekonomi, politik serta pekerjaan berbeda.

  5. Berdasarkan bahan-bahan sejarah, khususnya dalam gerak social vertical yang disebabkan factor-faktor ekonomis, politik dan pekerjaan, tak ada kecendrungan yang kontinu perihal bertambah atau berkurangnya laju gerak social.

  4. Saluran Gerak Sosial Vertikal Gerak social adalah gerak dalam struktur social, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok social. Struktur social mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok itu dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. Tipe-tipe gerak social yang prinsipil ada dua macam, yaitu sebagai berikut.

  1. Horizontal, yaitu bila individu atau objek social lainnya berpindah dari satu kelompok social yang satu ke kelompok social lainnya yang sederajat.

  2. Vertical, yaitu bila individu atau objek social lainnya berpindah dari suatu kedudukan social ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, maka terdapat dua jenis gerak social yang vertical, yaitu yang naik dan yang turun.

  I. Perlunya Sistem Lapisan Masyarakat Mau tidak mau ada sistem lapidan masyarakat karena gejala tersebut sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat, yaitu penempatan individu dalam tempat-tempat yang tersedia dalam stuktur social dan mendorongnya agar melaksanakan kewajibannya yang sesuai dengan kedudukan serta peranannya.

  BAB 7 Kekuasaan , Wewenang, dan Kepemimpinan A. Pengantar Kekuasaan mempunyai peranan yang dapat menentukan nasib berjuta-juta manusia. Oleh karena itu, kekuasaan sangat menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Perbedaan antara kekuasaan dengan wewenang (authority atau legalized power) ialah bahwa setiap kemampuan untuk memengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sementara itu, wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat.

  B. Hakikat Kekuasaan dan Sumbernya Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok social selalu tersimpul pengertian-pengertian kekuasaan dan wewenang.

  Untuk sementara pembahasan akan dibatasi pada kekuasaan, yang diartikan sebagai kemampuan untuk memengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan mempunyai aneka macam bentuk dan bermacam-macam sumber. Hak milik kebendaan dan kedudukan merupakan sumber kekuasaan.

  C. Unsur-unsur Saluran Kekuasaan dan Dimensinya

  1. Rasa Takut Perasaan takut pada seseorang (yang merupakan penguasa, misalnya) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tadi.

  2. Rasa Cinta Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya positif. Orang-orang lain bertindak sesuai dengan kehendak pihak yang berkuasa untuk menyenangkan semua pihak.

  3. Kepercayaan Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung anatara dua orang atau lebih yang bersifat asosiatif.

  4. Pemujaan Sistem kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh orang- orang lain. Akan tetapi, di dalam sistem pemujaan, seseorang atau sekelompok orang yang memegang kekuasaan mempunyai dasar pemujaan dari orang-orang lain. D. Cara-cara mempertahankan kekuasaan

  1. Dengan jalan meninggalkan segenap peraturan-peraturan lama, terutama dalam bidang politik yang merugikan kedudukan penguasa

  2. Mengadakan sistem-sistem kepercayaan

  3. Pelaksanaan administrasi dan birokrasi yang baik

  4. Mengadakan konsolidasi secara horizontal dan vertical Cara Memperkuat Kedudukan

  1. Menguasai bidang-bidang kehidupan tertentu

  2. Penguasaan bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat yang dilakukan dengan paksa dan kekerasan.

  E. Beberapa bentuk lapisan kekuasaan

  a. Tipe pertama (tipe kasta) adalah sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku.

  b. Tipe yang kedua (tipe oligarkis) masih mempunyai garis pemisah yang tegas. Akan tetapi, dasar pembedaan kelas-kelas social ditentukan oleh kebudayaan masyarkat, terutama pada kesempatan yang diberikan kepada para warga untuk memperoleh kekuasaan- kekuasaan tertentu.

  c. Tipe yang ketiga (tipe demokratis) menunjukkan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya mobil sekali.

  F. Wewenang Wewenang ada beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.

  1. Wewenang Kharismatis, Tradisional, dan Rasional (Legal) Wewenang Kharismatid tidak diatur oleh kaidah-kaidah, baik yang tradisional maupun rasional. Sifatnya cenderung irasional.

  Wewenang tradisional dapat dipunyai oleh seseorang maupun sekelompok orang. Dengan kata lain, wewenang tersebut dimiliki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat.

  2. Wewenang Resmi dan Tidak Resmi Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan, dan rasional.

  Biasanya wewenang tersebut dapat dijumpai pada kelompok- kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap. Walau demikian, dalam kelompok- kelompok besar dengan wewenang resmi tersebut, mungkin saja ada wewenang yang tidak resmi.

  3. Wewenang pribadi dan territorial

  Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara anggota-anggota kelompok, dan disini unsure kebersamaan sangat memegang peranan. Pada wewenang territorial, wilayah tempat tinggal memegang peranan yang sangat penting.

  4. Wewenang terbatas dan menyeluruh Suatu dimensi lain dari wewenang adalah pembedaan antara wewenang terbatas dengan wewenang menyeluruh. Apabila dibicarakan tentang wewenang terbatas, maksudnya adalah wewenang tidak mencakup semua sector atau bidang kehidupan, tetapi hanya terbatas pada salah satu sector atau bidang saja.

  G. Kepemimpinan (Leadership)

  1. Umum Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.

  2. Perkembangan Kepemimpinan dan Sifat-sifat Seorang pemimpin.

  Kepemimpinan merupakan hasil organisasi social yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika interaksi social. Sejak mula terbentuknya suatu kelompok social, seseorang atau beberapa orang di antara warga-warganya melakukan peranan yang lebih aktif daripada rekan-rekannya sehingga orang tadi atau beberapa orang tampak lebih menonjol dari lain-lainnya.

  3. Kepemimpinan menurut ajaran tradisional Seorang pemimpin di muka harus memiliki idealism kuat, serta kedudukan. Akan tetapi, menurut watak dan kecakapannya, seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin di muka, di tengah, dan di belakang.

  4. Sandaran-sandaran Kepemimpinan dan Kepimpinan yang Dianggap Efektif Kepemimpian seseorang harus mempunyai sandaran-sandaran kemasyarakatan atau social basis. Pertama-tama kepemimpinan erat hubungannya dengan susunan masyarakat. Masyarakat- masyarakat yang agraris di mana belum ada spesialisasi biasanya kepemimpinan meliputi seluruh bidang kehidupan masyarakat.

  5. Tugas dan Metode Secara sosiologis, tugas-tugas pokok seorang pemimpin adalah sebagai berikut.

  a. Memberikan suatu kerangka pokok yang jelas yang dapat dijadikan pegangan bagi pengikut-pengikutnya.

  b. Mengawasi,mengendalikan,serta menyalurkan perilaku warga masyarakat yang dipimpinnya. c. Bertindak sebagai wakil kelompok kepada dunia di luar kelompok yang dipimpin

  BAB 8 Perubahan Sosial Dan Kebudayaan A. Pengantar Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan, yang dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan- perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat.

  B. Pembatasan Pengertian

  1. Definisi Para sosiolog maupun antropolog telah banyak mempersoalkan mengenai pembatasan pengertian perubahan-perubahan social dan kebudayaan. Supaya tidak timbul kekaburan, pembicaraan akan dibatasi lebih dahulu pada perubahan-perubahan social.

  2. Teori-teori Perubahan Sosial Para ahli filsafat,sejarah, ekonomi, dan sosiologi telah mencoba untuk merumuskan prinsip-prinsip atau hukum-hukum perubahan-perubahan social. Teori-teori yang berkaitan dengan arah perubahan social telah diringkas Moore dalam bentuk diagram-diagram sederhana sebagai berikut.

  1. Evolusi rektilinier yang sederhana

  2. Evolusi melalui tahap-tahap

  3. Evolusi yang terjadi dengan tahap kelanjutan yang tidak sesuai

  4. Evolusi menurut siklus-siklus tertentu dengan kemunduran- kemunduran jangka pendek.

  5. Evolusi bercabang yang mewujudkan pertumbuhan dan kebinekaan

  6. Siklus-siklus yang tidak mempunyai kecendrungan- kecendrungan

  7. Pertumbuhan logistic yang tergambar dari angka kematian

  8. Pertumbuhan logistic terbaik yang terbaik dari angka kematian

  9. Pertumbuhan eksponensial yang tergambar penemuan- penemuan baru

  10. Primitivisme

  C. Hubungan antara Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering mempersoalkan perbedaan antara perubahan-perubahan social dengan perubahan-perubahan kebudayaan. Sebagai contoh dikemukakannya perubahan pada logat bahasa Aria setelah terpidah dari induknya.

  D. Beberapa Bentuk Perubahan Sosial dan Kebudayaan Perubahan social dan kebudayaan dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.

  1. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu.

  2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar Agak sulit untuk merumuskan masing-masing pengertian tersebut di atas karena batas-batas pembedaannya sangat relative. Sebagai pegangan dapatlah dikatakan bahwa perubahan-perubahan kecil merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur social yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.

  3. Perubahan yang Dikehendaki (Intended-Change) atau Perubahan yang Direncanakan (Planned-Change) dan Perubahan yang Tidak Dikehendaki (Unintended-Change) atau Perubahan yang Tidak Direncanakan. Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahalu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan.

  E. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan

  1. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk

  2. Penemuan-penemuan Baru

  3. Pertentangan Masyarakat

  4. Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi Suatu perubahan social dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut.

  a. Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada di Sekitar Manusia

  b. Peperangan

  c. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain

  F. Faktor-faktor yang Memengaruhi Jalannya Proses Perubahan

  a. Faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan : 1) Kontak dengan kebudayaan lain 2) Sistem pendidikan yang maju 3) Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan- keinginan untuk maju 4) Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan menyimpang 5) Sistem lapisan masyarakat yang terbuka 6) Penduduk yang heterogen 7) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.

  8) Orientasi ke muka 9) Nilai meningkatkan taraf hidup b. Faktor-faktor yang menghambat terjadinya perubahan.

  1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain

  2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat

  3. Sikap masyarakat yang tradisionalistis

  4. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interest

  5. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan

  6. Prasangka terhadap hal-hal yang baru/asing

  7. Hambatan ideologis

  8. Kebiasaan

  9. Nilai pasrah