1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia
yang mandiri, bertanggungjawab, kreatif, berilmu, sehat dan berakhlak mulia Darmiyati Z.2011,466. Menurut George F. Keller, pendidikan dalam arti
luas merujuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa mind,
watak character, atau kemampun fisik physical ability individu Dwi Siswoyo, dkk. 2011:53. Undang-Undang N.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
menegaskan, “Pendidikan
nasional berfungsi
mengembanagkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”pasal 3. Dengan demikian pendidikan merupakan usaha
yang dilakukan untuk mempengaruhi kemampuan dan watak manusia ke arah yang lebih baik dalam kaitannya dengan interaksi antar manusia, interaksi
dengan lingkungannya serta interaksi dengan Tuhannya. Dari rumusan di atas terlihat bahwa pendidikan memiliki tujuan untuk
membangun manusia yang utuh dan paripurna yang memiliki keimanan dan
2 ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk membangun manusia yang
bertakwa dan taat kepada agamanya dibutuhkan pendidikan karakter yang bertujuan untuk membangun nilai-nilai karakter taat beragama sejak usia dini.
Menurut Suyanto 2009 pendidikan karakter merupakan cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja
sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Sedangkan pendidikan karakter menurut Albertus adalah diberikannya tempat
bagi kebebasan individu dalam mennghayati nilai-nilai yang dianggap sebagai baik, luhur, dan layak diperjuangkan sebagai pedoman bertingkah laku bagi
kehidupan pribadi berhadapan dengan dirinya, sesama dan Tuhan Doni Koesoema, 2010:5.
Pendidikan karakter taat beragama sangat penting bagi siswa sekolah dasar, karena dalam Islam anak usia sekolah dasar berada pada masa-masa
untuk mulai taat beribadah terutama sholat, seperti yang dijelaskan dalam sabda Rasulullah
“Perintahkan anak
-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka saat usia sepuluh tahun. Dan
pisahkan tempat tidur mereka.”
HR. Abu Daud dan HR.At-Tirmidzi. Melalui pendidikan karakter siswa mendapat bekal tentang ketaatan dan ketakwaan
dalam masa pertumbuhan dan masa belajar mereka sebagai umat beragama. Pendidikan karakter juga mengajarkan siswa nilai-nilai terpuji tentang
interaksi mereka dengan Tuhannya. Uraian di atas mengindikasikan bahwa nilai-nilai ketaatan beragama
harus mulai dimasukkan dalam proses pembelajaran sejak dini. Strategi dan
3 pembelajaran harus diperhatikan untuk menyisipkan nilai-nilai ketaatan
beragama tersebut. Kondisi belajar harus sesuai dengan karakter siswa sekolah dasar. Menurut Basset, Jacka dan Logan Sumantri dan Permana, 1999:12
karakteristik siswa kelas rendah sekolah dasar adalah suka bermain karena mereka masih berada dalam masa peralihan dari TK yang penuh dengan
permainan. Agar lebih efektif dalam proses belajar perlu menggunakan metode bermain sambil belajar. Karena dunia mereka masih dalam dunia
bermain maka siswa akan lebih termotivasi dalam belajar. Selain itu menggunakan media yang mengandung unsur bermain juga penting untuk
menyampaikan pesan-pesan tentang ketaatan beragama kepada siswa. Peran media pembelajaran dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
karakter tentang taat beragama kepada siswa sekolah dasar juga tidak kalah pentingnya. Media pembelajaran memiliki banyak fungsi yang dapat
memudahkan seorang pendidik dalam mengimplementasikan pendidikan karakter taat beragama. Media dapat berfungsi memperjelas penyajian pesan-
pesan tentang taat beragama kepada siswa secara lebih bermakna dan tidak terlalu verbalistis. Dengan menggunakan media pembelajaran siswa lebih
ringan menangkap esensi-esensi tentang ketaatan beragama yang bersifat kaku. Selain itu media pembelajaran juga memberikan wahana yang
bervariatif dalam proses pembelajaran yang biasanya bersifat klasikal. Hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 24
Oktober 2015 dengan siswa kelas dua SD Donotirto, mereka menyatakan bahwa mereka tidak pernah membaca doa sebelum dan sesudah beraktivitas.
4 Guru Pendidikan Agama Islam di SD Donotirto, memberikan 2 alasan dasar
yang menyebabkan mereka tidak membaca doa harian. Pertama, mereka lupa dengan bacaan doa yang pernah mereka pelajari di TK. Kedua, siswa belum
mengenal bacaan doa harian karena dulu tidak menempuh pendidikan TK dan tidak mengaji di TPATPQ. Hal tersebut kurang baik bagi perkembangan
karakter siswa, karena doa merupakan cara manusia untuk mengingat Tuhannya dan wujud rasa syukur manusia kepada Tuhannya. Dalam Alquran,
Allah SWT menegaskan kepada manusia untuk selalu ingat dan bersyukur kepada-Nya melalui surat Al-Baqarah ayat 152 yang mempunyai arti
“Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingatpula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-
Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmatKu.”
QS. Al-Baqarah [2] : 152. Masalah lain yang ditemui di SD Donotirto adalah rendahnya motivasi
siswa untuk belajar sholat. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menghafal beberapa bacaan beserta gerakannya, sehingga sebagian besar dari
mereka kurang termotivasi untuk belajar sholat. Jika hal tersebut tidak segara ditangani, maka akan berdampak buruk bagi perkembangan karakter religius
mereka terutama dalam hal ketaatan umat beragama terhadap Tuhannya. Media monopoli dapat menjadi alternatif untuk mengatasi masalah-
masalah di atas. Media monopoli mampu membawa siswa berperan langsung dalam skema permainan yang dapat memicu keaktifan mereka dalam situasi
belajarnya. Dalam kaitannya dengan pendidikan karakter media monopoli juga mampu membawa anak untuk memenuhi komponen moral knowing,
5 moral feeling dan moral action dalam proses belajar mereka. Seperti yang
ditekankan Thomas Lickona dalam Doni Koesoema2007 tentang tiga komponen dari karakter yang baik yaitu pengetahuan tentang moral moral
knowing, perasaan tentang moral moral feeling, dan perbuatan bermoral moral action. Keistimewaan lain dari media monopoli ini adalah media ini
dimainkan oleh empat orang peserta sehingga dalam permainan ini akan terjadi interaksi sosial yang secara tidak langsung juga melatih skill siswa
dalam berinteraksi dengan sesama. Dalam kaitannya dengan bidang garapan Teknologi Pendidikan,
kedudukan penelitian ini ada pada kawasan pengembangan. Kawasan pengembangan merupakan kawasan yang mencakup banyak variasi teknologi
yang digunakan dalam pembelajaran. Kawasan ini berfungsi mendesain, memproduksi dan menyampaikan. Hal-hal tersebut sama dengan penelitian
yang bergerak dalam bidang desain, produksi dan penyampaian materi tentang taat beragama Islam yang bertujuan untuk menghasilkan variasi teknologi
dalam pembelajaran.
B. Idekntifikasi Masalah